Anda di halaman 1dari 65

LAPORAN 

PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN
PADA NY.R DENGAN DIAGNOSA MEDIS ARTHRITIS 
REUMATOID DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA
SINTA RANGKANG KOTA PALANGKA RAYA

Disusun Oleh :
KRISEVI HANDAYANI
(2021.01.14901.027)

YAYASAN STIKES EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI PROFESI NERS
TAHUN 2022
LEMBAR PERSETUJUAN

Saya yang bertanda tangan di bawah ini:


Nama : Krisevi Handayani
NIM : 2021.01.14901.027
Program Studi : Profesi Ners
Judul : Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada
Ny.R Dengan Diagnosa Medis Arthritis Rheumatoid Di
Panti Werdha Sintang Rangkang Kota Palangka Raya.

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menyelesaikan Program Profesi Ners Stase Keperawatan Gerontik pada Program
Studi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Pemimbing Akademik Pemimbing Klinik


KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha
Esa, atas rahmat dan karunia Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan
pendahuluan dan asuhan keperawatan yang berjudul “Laporan Pendahuluan Dan
Asuhan Keperawatan Pada Ny.R Dengan Diagnosa Medis Arthritis Rheumatoid
Di Panti Werdha Sintang Rangkang Kota Palangka Raya”. Laporan pendahuluan
ini merupakan salah satu syarat untuk lulus stase keperawatan gerontik di STIKes
Eka Harap Palangka Raya. Penulis meyadari bahwa tanpa bimbingan dan arahan
dari berbagai pihak kiranya laporan pendahuluan ini tidak akan dapat diselesaikan
dengan baik.
Dalam kesempatan ini, perkenankanlah penulis mengucapkan rasa terima
kasih dan penghargaan terkhususnya kepada:
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S. Pd., M. Kes selaku ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Eka Harap Palangka Raya yang telah memberikan kesempatan
dan fasilitas kepada penulis untuk mengikuti Stase Keperawatan Gerontik.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M. Kep selaku Ketua Program Studi Ners yang
memberikan dukungan dalam menyelesaikan laporan ini.
3. Siti Santy Sianipar, S.Kep.,M.Kes selaku pembimbing akademik di sekolah
Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya yang memberikan
dukungan dalam penyelesaian laporan ini.
Akhir kata, kiranya Tuhan Yang Mahsa Esa menyertai dan membalas
kebaikan mereka terhadap penulis, semoga asuhan keperawatan yang telah dibuat
ini dapat dimanfaatkan sebagaimana mestinya. Atas perhatiannya penulis ucapkan
terima kasih.

Palangka Raya, 2 Februari 2022

Penulis
DAFTAR ISI

COVER i
LEMBAR PENGESAHAN ii
KATA PENGANTAR iii
DAFTAR ISI v
BAB 1 PENDAHULUAN
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
DAFTRA PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Meningkatnya usia harapan hidup (UHH) memberikan dampak yang
kompleks terhadap kesejahteraan lansia. Di satu sisi peningkatan UHH
mengindikasikan peningkatan taraf kesehatan warga negara. Namun di sisi lain
menimbulkan masalah masalah karena dengan meningkatnya jumlah penduduk
usia lanjut akan berakibat semakin besarnya beban yang ditanggung oleh
keluarga, masyarakat dan pemerintah, terutama dalam menyediakan pelayanan
dan fasislitas lainnya bagi kesejahteraan lansia. Hal ini karena pada usia lanjut
individu akan mengalami perubahan fisik, mental, sosial ekonomi dan spiritual
yang mempengaruhi kemampuan fungsional dalam aktivitas kehidupan sehari-
hari sehingga menjadikan lansia menjadi lebih rentan menderita gangguan
kesehatan baik fisik maupun mental. Walaupun tidak semua perubahan struktur
dan fisiologis, namun diperkirakan setengah dari populasi penduduk lansia
mengalami keterbatasan dalam aktivitas kehidupan sehari-hari, dan 18%
diantaranya sama sekali tidak mampu beraktivitas. Berkaitan dengan kategori
fisik, diperkirakan 85% dari kelompok umur 65 tahun atau lebih mempunyai
paling tidak satu masalah kesehatan (Healthy People). Dari berbagai masalah
kesehatan itu ternyata gangguan muskuloskeletal menempati urutan kedua 14,5%
setelah penyakit kardiovaskuler dalam pola penyakit masyarakat usia >55 tahun
(Household Survey on Health, Dept. Of Health). Dan berdasarkan survey WHO di
Jawa ditemukan bahwa artritis/reumatisme menempati urutan pertama (49%) dari
pola penyakit lansia (Boedhi Darmojo, 2015). Seiring dengan meningkatnya usia
harapan hidup, jumlah populasi usia lanjut (lansia) juga meningkat. Jumlah
penduduk lansia di Indonesia lebih kurang 16 juta jiwa. Badan Kesehatan Dunia,
WHO, memperkirakan tahun 2025 jumlah lansia di Indonesia 60 juta jiwa,
mungkin salah satu terbesar di dunia. Dibandingkan dengan jantung dan kanker,
rematik boleh jadi tidak terlampau menakutkan. Namun, jumlah penduduk lansia
yang tinggi kemungkinan membuat rematik jadi keluhan favorit. Penyakit otot
dan persendian  ini sering menyerang lansia, melebihi hipertensi dan jantung,
gangguan pendengaran dan penglihatan, serta diabetes. Perubahan – perubahan
akan terjadi pada tubuh manusia sejalan dengan makin meningkatnya usia.
Perubahan tubuh terjadi sejak awal kehidupan hingga usia lanjut pada semua
organ dan jaringan tubuh.
Keadaan demikian itu tampak pula pada semua sistem muskuloskeletal dan
jaringan lain yang ada kaitannya dengan kemungkinan timbulnya beberapa
golongan reumatik. Salah satu golongan penyakit reumatik yang sering menyertai
usia lanjut yang menimbulkan gangguan muskuloskeletal terutama adalah
osteoartritis. Kejadian penyakit tersebut akan makin meningkat sejalan dengan
meningkatnya usia manusia.
Reumatik dapat mengakibatkan perubahan otot, hingga fungsinya dapat
menurun bila otot pada bagian yang menderita tidak dilatih guna mengaktifkan
fungsi otot. Dengan meningkatnya usia menjadi tua fungsi otot dapat dilatih
dengan baik. Namun usia lanjut tidak selalu mengalami atau menderita reumatik.
Bagaimana timbulnya kejadian reumatik ini, sampai sekarang belum sepenuhnya
dapat dimengerti. Reumatik bukan merupakan suatu penyakit, tapi merupakan
suatu sindrom dan golongan penyakit yang menampilkan perwujudan sindroma
reumatik cukup banyak, namun semuanya menunjukkan adanya persamaan ciri.
Menurut kesepakatan para ahli di bidang rematologi, reumatik dapat terungkap
sebagai keluhan dan/atau tanda. Dari kesepakatan, dinyatakan ada tiga keluhan
utama pada sistem muskuloskeletal yaitu: nyeri, kekakuan (rasa kaku) dan
kelemahan, serta adanya tiga tanda utama yaitu: pembengkakan sendi., kelemahan
otot, dan gangguan gerak.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan uraian latar belakang di atas maka dirumuskan masalah
“Bagaimana laporan pendahuluan dan penerapan asuhan keperawatan pada pasien
dengan diagnosa medis Reumathoid Arthritis?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan umum
Tujuan umun penyusunan dan penulisan laporan adalah untuk menjelaskan
tentang asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa medis Reumathoid
Arthritis.
1.3.2Tujuan khusus
1.3.2.1 Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan diagnosa medis
Reumathoid Arthritis.
1.3.2.2 Menegakkan diagnosa keperawatan klien dengan diagnosa medis
Reumathoid Arthritis.
1.3.2.3 Membuat intervensi keperawatan pada klien dengan diagnosa medis
Reumathoid Arthritis.
1.3.2.4 Melakukan tindakan keperawatan pada klien dengan diagnosa medis
Reumathoid Arthritis.
1.3.2.5 Melakukan evaluasi pada klien dengan diagnosa medis Reumathoid
Arthritis.
1.3.2.6 Mampu membuat dokumentasi tindakan pada klien dengan diagnosa medis
Reumathoid Arthritis.

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Teoritis
Secara teoritis, penulisan ini bermanfaat untuk memberikan sumbangan
pemikiran mau pun sebagai rujukan referensi bagi para perawat dalam
menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa medis Reumathoid
Arthritis.
1.4.2 Praktis
1.4.2.1 Bagi Profesi Keperawatan
Laporan ini dapat memberi tambahan informasi tentang asuhan
keperawatan dasar manusia pada klien dengan diagnosa medis Reumathoid
Arthritis. Dalam melakukan Asuhan Keperawatan yang paling penting adalah
membina hubungan saling percaya dengan klien.
1.4.2.2 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai bahan bacaan ilmiah, serta menjadi bahan atau dasar bagi mereka
yang ingin mengadakan penelitian lebih lanjut.
1.4.2.3 Mahasiswa
Hasil laporan asuhan keperawatan ini dapat menambah wawasan dan
pengetahuan serta untuk memperoleh pengalaman dalam penerapan asuhan
keperawatan dengan diagnosa medis Reumathoid Arthritis.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Lansia
2.1.1 Definisi
Lanjut usia adalah bagian dari proses tumbuh kembang. Manusia tidak
secara tiba-tiba menjadi tua, tetapi berkembang dari bayi, anak-anak, dewasa dan
akhirnya menjadi tua. Hal ini normal, dengan perubahan fisik dan tingkah laku
yang dapat diramalkan yang terjadi pada semua orang pada saat mereka
mencapai usia tahap perkembangan kronologis tertentu. Lansia merupakan
suatu proses alami yang ditentukan oleh Tuhan Yang Maha Esa. Semua orang
akan mengalami proses menjadi tua dan masa tua merupakan masa hidup
manusia yang terakhir. Dimasa ini seseorang mengalami kemunduran fisik,
mental dan sosial secara bertahap (Azizah 2015).
Organisasi kesehatan dunia WHO (World Health Organization),
menggolongkan usia lanjut dibagi menjadi empat kriteria berikut : usia
pertengahan (middle age) ialah kelompok usia 45 sampai 59 tahun, usia lanjut
(elderly) antara 60-74 tahun, usia tua (old) antara 75-90 tahun, usia sangat tua
(very old) di atas 90 tahun (Kushariyadi 2010, hal. 2).
Menurut UU No. 13 tahun 1998 Pasal 1 Ayat 2 tentang Kesejahteraan
Lanjut Usia menyatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang telah mencapai
usia 60 tahun ke atas (Maryam dkk 2014).
Menurut UU no. 4 tahun 1965 pasal 1 seseorang dapat dinyatakan
sebagai seorang jompo atau lanjut usia5 setelah yang bersangkutan mencapai
umur 55 tahun, tidak mempunyai atau tidak berdaya mencari nafkah sendiri
untuk keperluan hidupnya sehari-hari dan menerima nafkah dari orang lain
(Azizah 2015).
Dari berbagai pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa lansia
merupakan suatu proses alami. Dimasa ini seseorang mengalami kemunduran
fisik, mental dan sosial secara bertahap kondisi ini menyebabkan tidak ada lagi
daya tahan tubuh terhadap suatu penyakit.
2.1.2 Batasan Usia Lanjut
1) Pra usia lanjut (prasenilis)
Seseorang yang berusia antara 45-59 tahun.
2) Usia lanjut
Seseorang yang berusia 60 tahun atau lebih. Usia lanjut adalah tahapan masa
tua dalam perkembangan individu (usia 60 tahun ke atas). Sedangkan lanjut
usian adalah sudah berumur atau tua.
3) Usia lanjut resiko tinggi
Seseorang yang berusia 70 tahun atau lebih atau seseorang yang berusia 60
tahun atau lebih dengan masalah kesehatan.
4) Usia lanjut potensial
Usia lanjut yang masih mampu melakukan pekerjaan dan atau kegiatan yang
dapat menghasikan barang atau jasa.
5) Usia lanjut tidak potensial
Usia lanjut yang tidak berdaya mencari nafkah sehingga hidupnya
bergantung pada orang lain (Maryam dkk 2014).

2.1.3 Tipe Usia Lanjut


Beberapa tipe pada usia lanjut bergantung pada karaker, pengalaman
hidup, lingkungan, kondisi fisik, mental, social dan ekonomi. Tipe tersebut
antara lain :
1) Tipe arif bijaksana
Kaya dengan hikmah, pengalaman, menyesuikan diri dengan perubahan
zaman, mempunyai kesibukan, bersikap ramah, rendah hati, sederhana,
dermawan, memenuhi undangan, dan menjadi panutan.
2) Tipe mandiri
Mengganti kegiatan yang hilang dengan yang baru, selektif dalam mencari
pekerjaan, teman bergaul, dan memenuhi undangan.
3) Tipe tidak puas
Konflik lahir batin menentang proses penuaan sehingga menjadi pemarah,
tidak sabar, mudah tersinggung, sulit dilayani, pengkritik, dan banyak
menuntut.
4) Tipe pasrah
Menerima dengan menunggu nasib baik, mengikuti kegiatan agama,
ringan kaki, pekerjaan apa saja dikerjakan.
5) Tipe bingung
Kaget, kehilangan kepribadian, mengasingkan diri, minder, menyesal,
pasif dan acuh tak acuh.
Tipe lain dan acuh tak acuh :

1) Tipe optimis
2) Tipe konstruktif
3) Tipe dependen
4) Tipe defenvise (bertahan)
5) Tipe militan dan serius
6) Tipe marah/frustasi (kecewa akibat kegagalan dalam melakukan sesuatu)
7) Tipe putus asa (benci pada diri sendiri)
Menurut tingkat kemandiriannya dimana dinilai ari kemampuannya untuk
melaksanakan aktifitas sehari-hari (indeks kemandirian katz), para usia lanjut
dapat digolongkan menjadi tipe :
1) Usia lanjut mandiri sepenuhnya
2) Usia lanjut mandiri dengan bantuan langsung keluarganya
3) Usia lanjut mandiri dengan bantuan secara tidak langsung
4) Usia lanjut dengan bantuan badan sosial
5) Usia las diakui njut di panti Werdha
6) Usia lanjut yang dirawat di rumah sakit
7) Usia lanjut dengan gangguan mental (Maryam dkk 2014)

2.1.4 Perubahan- Perubahan Yang Terjadi Pada Lansia


Semakin bertambahnya umur manusia, terjadi proses penuaan secara
degeneratif yang akan berdampak pada perubahan-perubahan pada diri
manusia, tidak hanya perubahan fisik, tetapi juga kognitif, perasaan, sosial dan
sexsual. (Maryam dkk 2014).
2.1.4.1 Sistem indra
Perubahan sistem penglihatan pada lansia erat kaitannya dengan
presbiopi. Lensa kehilangan elastisitas dan kaku, otot penyangga lensa
lemah, ketajaman penglihatan dan daya akomodasi dari jarak jauh atau
dekat berkurang, penggunaan kacamata dan sistem penerangan yang baik dapat
digunakan.
Sistem pendengaran presbiakusis (gangguan pada pendengaran) oleh
karena hilangnya kemampuan (daya) pendengaran pada telinga dalam, terutama
terhadap bunyi suara atau nada-nada yang tinggi, suara yang tidak jelas, sulit
dimengerti kata-kata, 50% terjadi pada usia di atas 60 tahun.
Sistem integumen pada lansia kulit mengalami atrofi, kendur, tidak elastis
kering dan berkerut. Kulit akan kekurangan cairan sehingga menjadi tipis dan
berbercak. Kekeringan kulit disebabkan atrofi glandula sebasean dan glandula
sudoritera, timbul pigmen berwarna coklat pada kulit dikenal dengan liver sport.
Perubahan kulit lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lingkungan antara lain
angin dan matahari, terutama sinar ultra violet.
2.1.4.2 Sistem musculoskeletal
Perubahan sistem muskuloskletal pada lansia antara lain sebagai berikut:
1) Jaringan penghubung (kolagen dan elastis). Kolagen sebagai
pendukung utama pada kulit, tendon, tulang kartilago dan jaringan
pengikat mengalami perubahan menjadi bentangan yang tidak teratur.
Perubahan pada kolagen tersebut merupakan penyebab turunnya
fleksibilitas padalanis sehingga menimbulkan dampak berupa nyeri,
penurunan kemapuan untuk meningkatkan kekuatan otot, kesulitan
bergerak dari duduk ke berdiri, jongkok dan berjalan dan hambatan
dalam melakukan kegiatan sehari hari. Upaya fisioterapi untuk
mengurangi dampak tersebut adalah memberikan latihan untuk menjaga
mobilitas.
2) Kartilago jaringan kartilago pada persendian lunak dan mengalami
granulasi dan akhirnya permukaan sendi menjadi rata, kemudian
kemampuan kartilago untuk regenerasi berkurang dan degenerasi yang
terjadi cenderung kearah progresif, konsekuensinya kartilago pada
persendian menjadi rentan terhadap gesekan. Perubahan tersebut sering
terjadi pada persendian besar penumpukan berat badan. Akibatnya
perubahan itu sendi mengalami peradangan, kekakuan, nyeri,
keterbatasan gerak, dan terganggunya aktifitas sehari-hari.
3) Tulang berkurangnya kepadatan tulang setelah di obserfasi adalah
bagian dari penuaan fisiologis trabekula longitudnal menjadi tipis dan
trabekula transversal terabsorbsi kembali. Dampak berkurangya
kepadatan akan mengakibatkan osteoporosis lebih lanjut
mengakibatkan nyeri, deformitas, dan fraktur. Latihan fiik dapat
diberikan sebagai cara untuk mencegah adanya osteoporosis.
4) Otot perubahan struktur otot pada penuaan sanagt berfarias,
penuaan jumlah dan ukuran serabut otot, peningkatan jaringan
penghubung dan jaringan lemak pada otot mengakibatkan efek
negatif. Dampak perubahan morfologis pada otot adalah penurunan
kekuatan, penurunan fleksibilitas, peningkatan waktu reaksi dan
penurunan kemampuan fungsional otot. Untuk mencegah perubahan
lebih lanjut, dapat diberikan latihan untuk mempertahankan mobilitas.
5) Sendi pada lansia, jaringan ikat sekitar sendi seperti tendon, ligament
dan fasia mengalami penurunan elastisitas. Ligament dan jaringan
periarkular mengalami penurunan dayan lentur dan elastisitas. Terjadi
degenerasi, erosi, dan klasifikasi pada kartilago dan kapsul sendi. Sendi
kehilangan fleksibilitanya sehingga terjadi penurunan luas dan gerak
sendi. Kelainan tersebut dapat menimbulkan gangguan berupa
bengkak, nyeri kekakuansendi, gangguan jalan dan aktifitas
keseharian lainnya. Upaya pencegahan kerusakan sendi antara lain
dengan memberikan teknik perlindungan sendi dalam beraktifitas
2.1.4.3 Sistem kardiovaskuler
Massa jantung bertambah, ventrikel kiri mengalami hipertrofi dan
kemampuan peregangan jantung berkurang karena perubahan pada jaringan ikat
dan penumpukan hipofusi dan klasifikasi SA nude dan jaringan konduksi
berubah menjadi jaringan ikat. Konsumsi pada tingakt maksimal bekurang
sehingga kapasitas paru menurun. Latihan berguna untuk meningkatkan O²
maksimum, mengurangi tekanan darah, dan berat badan. (Padila, 2013)
2.1.4.4 Sistem respirasi
Pada penuaan terjadi perubahan jaringan ikat paru, kapasitas total paru
tetap, tetapi volume cadangan paru bertambah untuk mengompensasi kenaikan
ruang rugi paru, udara yang mengalir ke paru berkurang. Perubahan pada
otot, kartilago dan sendi torak mengakibatkan gerakan pernafasan terganggu dan
kemampuan peregangan toraks berkurang. Umur tidak berhubungan dengan
perubahan otot diafragma, apabila terjadi perubahan otot diafragma, maka otot
thoraks menjadi tidak seimbang dan menyebabkan terjadinya distorsi dinding
thoraks selama respirasi berlangsung.
Sistem kardiovaskuler mengalami perubahan seperti arteri yang kehilangan
elastisitasnya. Hal ini dapt menyebabkan peningkatan nadi dan tekanan sistolik
darah. Perubahan tekanan darah yang fisiologis mungkin benar-benar merupakan
tanda penuaan yang normal. Di dalam sistem pernafasan, terjadi pendistribusian
ulang kalsium pada tulang iga yang kehilangan bnyak kalsium dan sebaliknya,
tulang rawan kosta berlimpah kalsium. Hal ini berhubungan dengan
perubahan postural yang menyebabkan penurunan efisiensi ventilasi paru.
Berdasakan alasan ini, lansia mengalami salah satu hal terburuk yang dapat
ia lakukan yaitu istirahat di tempat tidur dalam waktu yang lam. Perubahan
dalam sistem pernapasan membuat lansi lebih rentan terhadap komplikasi
pernapasan akibat istirahat total, seperti infeksi pernafasan akibat penurunan
ventilasi paru.
2.1.4.5 Pencernaan dan Metabolisme
Perubahan yang terjadi pada sistem pencernaan, seperti penurunan
produksi sebagai kemunduran fungsi yang nyata. Kehilangan gigi penyebab
utama adalah periodendal disease yang bisa terjadi setelah umur 30 tahun,
penyebab lain meliputi kesehatan gigi yang buruk dan gizi yang buruk.
Indera pengecapan menurun adanya iritasi yang kronis, dari selaput lendir,
antropi indera pengecapan (80%), hilangnya sensitifitas dari saraf pengecap di
lidah terutama rasa tentang rasa asin, asam, dan pahit. Pada lambung, rasa lapar
menurun (sensitifitas lapar menurun), asam lambung menurun, waktu
mengosongkan menurun. (Padila, 2013). Peristaltik lemah dan biasanya timbul
konstipasi. Fungsi absobsi melemah (daya absobsi terganggu). Liver (hati) makin
mengecil dan menurunya tempat penyimpanan, berkurangnya aliran darah.
Kondisi ini secara normal, tidak ada konsekuensi yang nyata, tetapi menimbulkan
efek yang merugikan ketika diobati. Pada usia lanjut, obat- obatan dimetabolisme
dalam jumlah yang sedikit. Pada lansia perlu diketahui kecenderungan
terjadinya peningkatan efek samping, overdosis, dan reaksi yang merugikan dari
obat. Oleh karena itu, meski tidak seperti biasanya, dosis obat yang diberikan
kepada lanisa lebih kecil dari dewasa.
2.1.4.6 Sistem Perkemihan
Berbeda dengan sistem pencernaan, pada sistem perkemihan terjadi
perubahan yang signifikan. Banyak fungsi yang mengalami kemunduran,
contohnya laju filtrasi, ekskresi, dan reabsorpsi oleh ginjal. Hal ini akan
memberikan efek dalam pemberian obat pada lansia. Mereka kehilangan
kemampuan untuk mengeksresikan obat atau produk metabolisme obat. Pola
perkemihan tidak normal, seperti banyak berkemih di malam hari, sehingga
mengharuskan mereka pergi ke toilet sepanjang malam. Hal ini
menunjukkan baha inkontinensia urin meningakat.
2.1.4.7 Sistem saraf
Sistem susunan saraf mengalami perubahan anatomis dan antrofi yang
progresif pada serabut saraf lansia. Lansia mengalami penurunan koordinasi dan
kemampuan dalam melakukan aktifitas sehari-hari. Penuaan menyebabkan
penurunan presepsi sensori dan respon motorik pada susunan saraf pusat dan
penurunan reseptor proprioseptif, hal ini terjadi karena susunan saraf pusat pada
lansia mengalami perubahan morfologis dan biokimia, perubahan tersebut
mengakibatkan penurunan fungsi kognitif. Koordinasi keseimbangan, kekutan
otot, reflek, perubahan postur dan peningktan waktu reaksi. Hal ini dapat di cegah
dengan pemberian latihan koordinasi dan keseimbangan serta latihan untuk
menjaga mobilitas dan postur.
2.1.4.8 Sistem reproduksi
Perubahan sistem reproduksi lansia ditandai dengan menciutnya ovari dan
uterus. Terjadi atrofi payudara. Pada laki-laki testis masih bisa memproduksi
spermatosoa, meskipun adanya penurunan secara beransur- ansur. Dorongan
seksual menetap sampai usia 70 tahun (asal kondisi kesehatan baik), yaitu dengan
kehidupan seksual dapat diupayakan sampai masa lanjut usia. Selaput lendir
vagina menurun, permukaan menjadi halus, sekresi menjadi berkurang, dan reaksi
sifat menjadi alkali (Azizah 2015)

2.1.5 Status Kognitif/Afektif/Sosial


1. Penilaian Aktivitas Sehari-Hari/ADL
Menurut Maryam (2008), Activity of daily living skills (ADL)
merupakan suatu bentuk pengukuran kemampuan seseorang untuk melakukan
Aktivity of daily living secara mandiri. Penentuan kemandirian fungsional dapat
mengidentifikasi kemampuan dan keterbatasan klien sehingga memudahkan
pemilihan intervensi yang tepat (Padila, 2013). Instrumen yang biasa
digunakan dalam mengkaji status fungsional adalah indeks katz. Alat ini
digunakan untuk menentukan hasil tindakan dan prognosis pada lansia dan
penyakit kronis (Sunaryo et al, 2016).
1) Indeks katz
Indeks katz adalah istrument pengkajian dengan sistem penilaian yang
didasarkan pada kemampuan seseorang untuk melakukan aktivitas kehidupan
sehari-hari secara mandiri. Penentuan kemandirian fungsional dapat
mengidenfikasikan kemampuan dan keterbatasan klien sehingga memudahkan
pemilihan intervensi yang tepat (Padila, 2013).
Menurut Padila pengkajian ini menggunakan indeks kemandirian katz
untuk untuk aktivitas kehidupan sehari-hari yang berdasarkan pada evaluasi
fungsi mandiri atau bergantung dari klien dalam hal 1) makan, 2) kontinen
(BAB/BAK), 3) berpindah, 4) ke kamar kecil, 5) mandi dan berpakaian.
Penilaian dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari-hari sebagai berikut:
Skor Kriteria

A. Kemandirian dalam hal makan, kontinen (BAB atau BAK),


berpindah, ke kamar kecil, mandi dan berpakaian.
B. Kemandirian dalam semua hal kecuali satu fungsi tersebut.

C. Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi dan satu fungsi


tambahan.
D. Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi,berpakaian, dan satu
fungsi tambahan.
E. Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi,berpakaian, ke kamar
kecil, dan satu fungsi tambahan.
Tabel Katz Indek

F. Kemandirian dalam semua hal, kecuali mandi,berpakaian, ke kamar


kecil, berpindah dan satu fungsi tambahan.
G. Ketergantungan pada keenam fungsi tersebut

Lain-lain Tergantung pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak dapat


diklasifikasikan sebagai C, D, E, atau F

Keterangan:
Kemandirian berarti tanpa pengawasan, pengarahan, atau bantuan aktif dari
orang lain. Seseorang yang menolak melakukan suatu fungsi dianggap tidak
melakukan fungsi, meskipun sebenarnya mampu.
a) Mandi
Mandiri: bantuan hanya pada satu bagian mandi (seperti punggung atau
ektremitas yang tidak mampu) atau mandi sendiri sepenuhnya.
Bergantung: bantuan mandi lebih dari satu bagian tubuh, bantuan masuk
dan keluar dari bak mandi, serta tidak mandi sendiri.
b) Berpakaian
Mandiri: mengambil baju dari lemari, memakai pakaian, melepaskan
pakaian, mengancing / mengikat pakaian.
Bergantung: tidak dapat memakai baju sendiri atau hanya sebagian.
c) Ke kamar kecil
Mandiri: masuk dan keluar dari kamar kecil kemudian membersihkan
genitalia sendiri.
Bergantung: menerima bantuan untuk masuk ke kamar kecil dan
menggunakan pispot.
d) Berpindah
Mandiri: berpindah dari tempat tidur untuk duduk, bangkit dari kursi
sendiri.
Bergantung: bantuan dalam naik atau turun dari tempat tidur atau kursi,
tidak melakukan satu atau lebih perpindahan
e) Kontinen
Mandiri: BAB dan BAK seluruhnya dikontrol sendiri.
Tergantung: inkontinesia persial atau total, penggunaan kateter,
pispot, enema, dan pembalut (pampers).

f) Makan
Mandiri: mengambil makanan dari piring dan menyuapinya sendiri.
Bergantung: bantuan dalam hal mengambil makanan dari piring dan
menyuapinya, tidak makan sama sekali, dan makan parenteral (NGT).

2. Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ)


Pengkajian ini digunakan untuk mendeteksi adanya tingkat keusakan
intelektual instrumen SPMSQ terdiri dari 10 pertanyaan tentang orientasi, riwayat
pribadi, memori dalam hubungannya dengan kemmapuan perawatan diri, memori
jauh dan pengetahuan maternitas. Penilaian dalam pengkajian SPMSQ adalah
nilai 1 jika rusak atau salah dan nilai 0 tidak rusak atau benar. (Aspiani, 2014)
Tabel Short Portable Mental Status Qustionnaire
SKORE N
PERTANYAAN JAWABAN
Benar Salah O
1 Tanggal berapa hari ini?
2 Hari apa sekarang ini?
3 Apa nama tempat ini?
4 Berapa nomor rumah anda?
5 Berapa umur anda?
6 Kapan anda lahir?
7 Siapa presiden Indonesia
sekarang?
8 Siapa presiden sebelumnya?
9 Siapa nama kecil ibu anda?
10Kurangi 3 dari 20 dan tetap
penggurangan 3 dari setiap
angka baru, semua secara
menurun?
Jumlah kesalahan total :

3. Mini Mental State Examination (MMSE)


Mini mental state axamination digunakan untuk menguji aspek kognitif
dari fungsi mental: orientasi, resgistrasi, perhatian, kalkulasi, ,emgingat kembali,
dan bahasa. Pemeriksaan ini bertujuan untuk melengkapi dan menilai, tetapi
tidak dapat digunakan untuk tujuan digunakan untuk tujuan diagnostik, namun
berguna untuk mengkaji kemajuan pasien.
NILAI
KLIEN PERTANYAAN
Maks
ORIENTASI
5 (Tahun, musim, Tgl, Hari, Bulan, apa sekarang?
5 Dimana kita : (Negara, bagian, Wilayah, Kota).
REGISTRASI
3 Nama 3 objek (1 detik untuk mengatakan masing-masing)
tanyakan klien ke 3 obyek setelah anda telah mengatakan. Beri 1
point untuk tiap jawaban yang benar, kemudian ulangi sampai ia
mempelajari ke 3 nya jumlahkan percobaan dan catat.
PERHATIAN & KALKULASI
5 Seri 7’s (1 point tiap benar, berhenti setelah 5 jawaban, berganti
eja kata belakang) (7 kata dipilih eja dari belakang).
MENGINGAT
3 Minta untuk mengulangi ke 3 obyek diatas, beri 1 point untuk
kebenaran.
BAHASA
9 Nama pensil & melihat (2 point)
Mengulang hal berikut tak ada jika (dan atau tetapi) 1 point.
Nilai total:
Skor
24-30 : Normal
17-33 : Probable gangguan kognitif
0-16 : Definitif gangguan kognitif

4. Inventaris Depresi Beck


Inventaris depresi beck (IDB) merupakan alat pengukuran status afektif
yang digunakan untuk membedakan jenis depresi yang mempengaruhi
suasana hati. Instrumen ini berisikan 21 karakteristis: alam perasaan,
pesemisme, rasa kegagalan, kepuasan, rasa bersalah, rasa terhukum, kecewa
terhadap seseorang, kekerasan terhadap diri sendiri, keinginan untuk
menghukum diri sendiri, keinginan untuk menangis, mudah tersinggung,
menarik diri, ketidak mampuan membuat keputusan, gambaran tubuh,
gangguan tidur, kelelahan, gangguan selera makan, kehilangan berat badan.
Selain itu berisikan 13 hal tentang gejala dan sikap yang berhubungandengan
depresi
A KESEDIHAN
3 Saya sangat sedih/tidak bahagia, dimana saya tidak dapat
menghadapinya
2 Saya galau/sedih sepanjang waktu dan tidak dapat keluar darinya
1 Saya merasa sedih/galau
0 Saya tidak merasa sedih

B PESIMISME
3 Merasa masa depan adalah sia-sia dan sesuatu tidak dapat membaik
2 Merasa tidak punya apa-apa dan memandang ke masa depan
1 Merasa kecil hati tentang masa depan
0 Tidak begitu pesimis/kecil hati tentang masa depan

C RASA KEGAGALAN
3 Merasa benar-benar gagal sebagai orang tua (suami/ istri)
2 Bila melihat kehidupan kebelakang, semua yang dapat saya lihat
kegagalan
1 Merasa telah gagal melebihi orang pada umumnya
0 Tidak merasa gagal

D KETIDAKPUASAN
3 Tidak puas dengan segalanya
2 Tidak lagi mendapat kepuasan dari apapun
1 Tidak menyukai cara yang saya gunakan
0 Tidak merasa tidak puas

E RASA BERSALAH
3 Merasa seolah sangat buruk/tidak berharga
2 Merasa sangat bersalah
1 Merasa buruk/tidak berharga sebagai bagian dari waktu yang baik
0 Tidak merasa benar-benar bersalah

F TIDAK MENYUKAI DIRI SENDIRI


3 Saya benci diri saya sendiri
2 Saya muak dengan diri saya sendiri
1 Saya tidak suka dengan diri saya sendiri
0 Saya tidak merasa kecewa dengan diri sendiri

G MEMBAHAYAKAN DIRI SENDIRI


3 Saya akan bunuh diri jika saya punya kesempatan
2 Saya punya rencana pasti tentang tujuan bunuh diri
1 Saya merasa lebih baik mati
0 Saya tidak punya pikiran tentang membahayakan diri sendiri

H MENARIK DIRI DARI SOSIAL


3 Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain dan tidak
peduli pada mereka semuanya
2 Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain dan
mempunyai sedikit perasaan pada mereka
1 Saya kurang berminat pada orang lain dari pada sebelumnya
0 Saya tidak kehilangan minat pada orang lain

I KERAGU-RAGUAN
3 Saya tidak dapat membuat keputusan sama sekali
2 Saya mempunyai banyak kesulitan dalam membuat keputusan
1 Saya berusaha mengambil keputusan
0 Saya membuat keputusan yang baik

J PERUBAHAN GAMBARAN DIRI


3 Merasa bahwa saya jelek/tampak menjijikan
2 Merasa bahwa ada perubahan yang permanen dalam penampilan
1 Saya khawatir saya tampak tua/tidak menarik dan ini membuat saya
tidak menarik
0 Tidak merasa bahwa saya tampak lebih buruk daripada sebelumnya

K KESULITAN KERJA
3 Tidak melakukan pekerjaan sama sekali
2 Telah mendorong diri saya sendiri dengan keras untuk melakukan
sesuatu
1 Memerlukan upaya tambahan untuk memulai melakukan sesuatu
0 Saya dapat bekerja sebaik-baiknya

L KELETIHAN
3 Saya sangat lelah untuk melakukan sesuatu
2 Saya merasa lelah untuk melakukan sesuatu
1 Saya merasa lelah dari yang biasanya
0 Saya tidak merasa lebih lelah biasanya

M ANOREKSIA
3 Saya tidak lagi punya nafsu makan sama sekali
2 Nafsu makan saya sangat buruk sekarang
1 Nafsu makan saya tidak sebaik sebelumnya
0 Nafsu makan saya tidak buruk dari biasanya

Keterangan:
0-4 : depresi tidak ada/ minimal
5-7 : depresi ringan
8-15 : depresi sedang
16+ : depresi berat

2.2 Konsep Dasar Penyakit


2.2.1 Definisi
Penyakit reumatik adalah penyakit inflamasi non- bakterial yang bersifat
sistemik, progesif, cenderung kronik dan mengenai sendi serta jaringan ikat sendi
secara simetris (Rasjad Chairuddin, Pengantar Ilmu Bedah Orthopedi, hal. 165).

Artritis reumatoid merupakan penyakit inflamasi sistemik kronis yang tidak


diketahui penyebabnya, diakrekteristikkan oleh kerusakan dan proliferasi
membran sinovial yang menyebabkan kerusakan pada tulang sendi, ankilosis, dan
deformitas. (Kusharyadi, 2010)

Artritis reumatoid adalah penyakit inflamasi sistemik yang kronis dan


terutama menyerang persendian, otot-otot, tendon, ligamen, dan pembuluh darah
yang ada disekitarnya. (Kowalak, 2011).
2.2.2 Anatomi Fisiologi
Suatu artikulasi, atau persendian, terjadi saat permukaan dari dua tulang
bertemu, adanya pergerakan atau tidak bergantung pada sambungannya.
Persendian dapat diklasifikasi menurut struktur dan menurut fungsi persendian.
(Kowalak, 2011).
2.2.2.1 Klasifikasi Struktural Persendian
1) Persendian fibrosa tidak memiliki rongga sendi dan diperkokoh dengan
jaringan ikat fibrosa.
2) Persendian kartilago tidak memiliki rongga sendi dan diperkokoh dengan
jaringan kartilago.
3) Persendian sinovial memiliki rongga sendi dann diperkokoh dengan kapsul
dan ligamen artikular yang membungkusnnya.
2.2.2.2 Klasifikasi Fungsional Persendian
1) Sendi sinartrosis atau sendi mati.
(1) Sutura adalah sendi yang dihubungkan dengan jaringan ikat fibrosa
rapat dan hanya ditemukan pada tulang tengkorak. Contoh sutura
adalah sutura sagital dan sutura parietal.
(2) Sinkondrosis adalah sendi yang tulang-tulangnya dihubungkan dengan
kartilago hialin. Salah satu contohnya adalah lempeng epifisis
sementara antara epifisis dan diafisis pada tulang panjang seorang
anak. Saat sinkondrosis sementara berosifikasi, maka bagian tersebut
dinamakan sinostosis.
2) Amfiartrosis adalah sendi dengan pergerakan terbatas yang memungkinkan
terjadinya sedikit gerakan sebagai respons terhadap torsi dan kompresi.
(1) Simfisis adalah sendi yang kedua tulangnya dihubungkan dengan
diskus kartilago, yang menjadi bantalan sendi dan memungkinkan
terjadinya sedikit gerakan. Contoh simfisis adalah simfisis pubis
antara tulang-tulang pubis dan diskus intervertebralis antar badan
vertebra yang berdekatan.
(2) Sindesmosis terbentuk saat tulang-tulang yang berdekatan
dihubungkan dengan serat-serat jaringan ikat kolagen. Contoh
sindesmosis dapat ditemukan pada tulang yang terletak bersisian dan
dihubungkan dengan membran interoseus, seperti pada tulang radius
dan ulna, serts tibia dan fibula.
3) Diartrosis adalah sendi yang dapat bergerak bebas, disebut juga sendi
sinovial. Sendi ini memiliki rongga sendi yang berisi cairan sinovial, suatu
kapsul sendi (artikular) yang menyambung kedua tulang, dan ujung tulang
pada sendi sinovial dilapisi kartilago artikular.

2.2.2.3 Klasifikasi Persendian Sinovial


1) Sendi sferoidal terdiri dari sebuah tulang dengan kepala berbentuk bulat
yang masuk dengan pas ke dalam rongga berbentuk cangkir pada tulang
lain. Memungkinkan rentang gerak yang lebih besar, menuju ke tiga arah.
Contoh sendi sferoidal adalah sendi panggul serta sendi bahu.
2) Sendi engsel. Sendi ini memungkinkan gerakan kesatu arah saja dan dikenal
sebagai sendi uniaksial. Contohnya adalah persendian pada lutut dan siku.
3) Sendi kisar (pivot joint). Sendi ini merupakan sendi uniaksial yang
memungkinkan terjadinya rotasi disekitar aksial sentral, misalnya
persendian tempat tulang atlas berotasi di sekitar prosesus odontoid aksis.
4) Persendian kondiloid. Sendi ini merupakan sendi biaksial, yang
memungkinkan gerakan kedua arah disudut kanan setiap tulang. Contohnya
adalah sendi antara tulang radius dan tulang karpal.
5) Sendi pelana. Persendian ini adalah sendi kondiloid yang termodifikasi
sehingga memungkinkan gerakan yang sama. Contohnya adalah persendian
antara tulang karpal dan metakarpal pada ibu jari.
6) Sendi peluru. Sedikit gerakan ke segala arah mungkin terjadi dalam batas
prosesus atau ligamen yang membungkus persendian. Persendian semacam
ini disebut sendi nonaksial; misalnya persendian invertebrata dan persendian
antar tulang-tulang karpal dan tulang-tulang tarsal. (Kowalak, 2011).

2.2.3 Etiologi
Penyebab utama penyakit artritis reumatoid masih belum diketahui secara
pasti. Ada beberapa teori yang dikemukakan sebagai penyebab artritis reumatoid,
yaitu :

1) Infeksi Streptokkus hemolitikus dan Streptococcus non-hemolitikus.


2) Endokrin
Kecenderungan wanita untuk menderita artritis reumatoid dan sering
dijumpainya remisi pada wanita yang sedang hamil menimbulkan dugaan
terdapatnya faktor keseimbangan hormonal sebagai salah satu faktor yang
berpengaruh pada penyakit ini. Walaupun demikian karena pemberian
hormon estrogen eksternal tidak pernah menghasilkan perbaikan
sebagaimana yang diharapkan, sehingga kini belum berhasil dipastikan
bahwa faktor hormonal memang merupakan penyebab penyakit ini.
3) Autoimmun
Pada saat ini artritis reumatoid diduga disebabkan oleh faktor autoimun dan
infeksi. Autoimun ini bereaksi terhadap kolagen tipe II, faktor infeksi
mungkin disebabkan oleh karena virus dan organisme mikroplasma atau
grup difterioid yang menghasilkan antigen tipe II kolagen dari tulang rawan
sendi penderita.
4) Metabolik
5) Faktor genetik serta pemicu lingkungan
Faktor genetik dan beberapa faktor lingkungan telah lama diduga berperan
dalam timbulnya penyakit ini. Hal ini terbukti dari terdapatnya hubungan
antara produk kompleks histokompatibilitas utama kelas II, khususnya
HLA-DR4 dengan artritis reumatoid seropositif. Pengemban HLA-DR4
memiliki resiko relatif 4:1 untuk menderita penyakit ini.

2.2.4 Klasifikasi
1) Osteoartritis.
Penyakit merupakan penyakit kerusakan tulang rawan sendi yang
berkembang lambat dan berhubungan dengan usia lanjut. Secara klinis
ditandai dengan nyeri, deformitas, pembesaran sendi, dan hambatan gerak
pada sendi – sendi tangan dan sendi besar yang menanggung beban ini.
2) Artritis Rematoid.
Artritis rematoid adalah suatu penyakit inflamasi sistemik kronik dengan
manifestasi utama poliartritis progresif dan melibatkan seluruh organ tubuh.
Terlibatnya sendi pada pasien artritis rematoid terjadi setelah penyakit ini
berkembang lebih lanjut sesuai dengan sifat progresifitasnya. Pasien dapat
juga menunjukkan gejala berupa kelemahan umum cepat lelah.
3) Polimialgia Reumatik.
Penyakit ini merupakan suatu sindrom yang terdiri dari rasa nyeri dan
kekakuan yang terutama mengenai otot ekstremitas proksimal, leher, bahu
dan panggul. Terutama mengenai usia pertengahan atau usia lanjut sekitar
50 tahun ke atas.
4) Artritis Gout (Pirai).
Artritis gout adalah suatu sindrom klinik yang mempunyai gambaran
khusus, yaitu artritis akut. Artritis gout lebih banyak terdapat pada pria dari
pada wanita. Pada pria sering mengenai usia pertengahan, sedangkan pada
wanita biasanya mendekati masa menopause.

2.2.5 Patofisologi
Dari penelitian mutakhir diketahui bahwa patogenesis artritis reumatoid
terjadi akibat rantai peristiwa imunologis sebagai berikut : Suatu antigen
penyebab artritis reumatoid yang berada pada membran sinovial, akan diproses
oleh antigen presenting cells (APC) yang terdiri dari berbagai jenis sel seperti sel
sinoviosit A, sel dendritik atau makrofag yang semuanya mengekspresi
determinan HLA-DR pada membran selnya. Antigen yang telah diproses akan
dikenali dan diikat oleh sel CD4+ bersama dengan determinan HLA-DR yang
terdapat pada permukaan membran APC tersebut membentuk suatu kompleks
trimolekular. Kompleks trimolekular ini dengan bantuan interleukin-1 (IL-1) yang
dibebaskan oleh monosit atau makrofag selanjutnya akan menyebabkan terjadinya
aktivasi sel CD4+.

Pada tahap selanjutnya kompleks antigen trimolekular tersebut akan


mengekspresi reseptor interleukin-2 (IL-2) Pada permukaan CD4+. IL-2 yang
diekskresi oleh sel CD4+ akan mengikatkan diri pada reseptor spesifik pada
permukaannya sendiri dan akan menyebabkan terjadinya mitosis dan proliferasi
sel tersebut. Proliferasi sel CD4+ ini akan berlangsung terus selama antigen tetap
berada dalam lingkunan tersebut. Selain IL-2, CD4+ yang telah teraktivasi juga
mensekresi berbagai limfokin lain seperti gamma-interferon, tumor necrosis factor
b (TNF-b), interleukin-3 (IL-3), interleukin-4 (IL-4), granulocyte-macrophage
colony stimulating factor (GM-CSF) serta beberapa mediator lain yang bekerja
merangsang makrofag untuk meningkatkan aktivitas fagositosisnya dan
merangsang proliferasi dan aktivasi sel B untuk memproduksi antibodi. Produksi
antibodi oleh sel B ini dibantu oleh IL-1, IL-2, dan IL-4.

Setelah berikatan dengan antigen yang sesuai, antibodi yang dihasilkan akan
membentuk kompleks imun yang akan berdifusi secara bebas ke dalam ruang
sendi. Pengendapan kompleks imun akan mengaktivasi sistem komplemen yang
akan membebaskan komponen-komplemen C5a. Komponen-komplemen C5a
merupakan faktor kemotaktik yang selain meningkatkan permeabilitas vaskular
juga dapat menarik lebih banyak sel polimorfonuklear (PMN) dan monosit ke
arah lokasi tersebut. Pemeriksaan histopatologis membran sinovial menunjukkan
bahwa lesi yang paling dini dijumpai pada artritis reumatoid adalah peningkatan
permeabilitas mikrovaskular membran sinovial, infiltrasi sel PMN dan
pengendapan fibrin pada membran sinovial.
Fagositosis kompleks imun oleh sel radang akan disertai oleh pembentukan
dan pembebasan radikal oksigen bebas, leukotrien, prostaglandin dan protease
neutral (collagenase dan stromelysin) yang akan menyebabkan erosi rawan sendi
dan tulang. Radikal oksigen bebas dapat menyebabkan terjadinya depolimerisasi
hialuronat sehingga mengakibatkan terjadinya penurunan viskositas cairan sendi.
Selain itu radikal oksigen bebas juga merusak kolagen dan proteoglikan rawan
sendi.

Prostaglandin E2 (PGE2) memiliki efek vasodilator yang kuat dan dapat


merangsang terjadinya resorpsi tulang osteoklastik dengan bantuan IL-1 dan TNF-
b. Rantai peristiwa imunologis ini sebenarnya akan terhenti bila antigen penyebab
dapat dihilangkan dari lingkungan tersebut. Akan tetapi pada artritis reumatoid,
antigen atau komponen antigen umumnya akan menetap pada struktur persendian,
sehingga proses destruksi sendi akan berlangsung terus. Tidak terhentinya
destruksi persendian pada artritis reumatoid kemungkinan juga disebabkan oleh
terdapatnya faktor reumatoid. Faktor reumatoid adalah suatu autoantibodi
terhadap epitop fraksi Fc IgG yang dijumpai pada 70-90 % pasien artritis
reumatoid. Faktor reumatoid akan berikatan dengan komplemen atau mengalami
agregasi sendiri, sehingga proses peradangan akan berlanjut terus. Pengendapan
kompleks imun juga menyebabkan terjadinya degranulasi mast cell yang
menyebabkan terjadinya pembebasan histamin dan berbagai enzim proteolitik
serta aktivasi jalur asam arakidonat. Masuknya sel radang ke dalam membran
sinovial akibat pengendapan kompleks imun menyebabkan terbentuknya pannus
yang merupakan elemen yang paling destruktif dalam patogenesis artritis
reumatoid. Pannus merupakan jaringan granulasi yang terdiri dari sel fibroblas
yang berproliferasi, mikrovaskular dan berbagai jenis sel radang. Secara
histopatologis pada daerah perbatasan rawan sendi dan pannus terdapatnya sel
mononukleus, umumnya banyak dijumpai kerusakan jaringan kolagen dan
proteoglikan.
2.2.6 WOC ARTRITIS REUMATOID
Inflamasi non bacterial disebabkan oleh infesi
endokrin,autoimun,metabolic dan faktor genetik,serta
faktor lingkungan

ARTRITIS REUMATOID

B1 B2 B3 B4 B5 B6

Inflamasi Lesi inflamasi pada Penekanan pada saraf Proteinuria Iritasi mukosa
miokard dan katub nervus lambung Tenosinovitis
Sinovili Kelainan pd
Nyeri tulang
Nekrosis Papilar
(Tenggorokan Menelan) Nyeri dada Neuropati ginjal Invasi
Erosi mukosa Hiperemia dan
pembengkakan kolagen Erosi tulang
& kerusakan
MK.Risiko Defisit Gangguan faal jantung Kelemahan Gangguan pd tulang
MK.Gangguan Ruptur
Nurisi otot lambung Nekrosis dan kerusakan
Eliminasi rawan
dalam ruang sendi tendon
Urine
secara
MK.Intoleransi persial
Aktivitas Parastesia MK.Risiko Defisit Instabilitas
MK.Nyeri Akut
Nurisi atau lokal dan
deformitas
Iskemia sendi
MK.Nyeri Akut
& Gangguan
MK.Gangguan mobilitas fisik Perubahan
Mobilitas Fisik bentuk
tubuh pada
tulang dan
sendi

MK.Gangguan
Identitas Diri &
Gangguan Citra
Tubuh
2.2.7 Manifestasi Klinis
Jika pasien artritis reumatoid pada lansia tidak diistirahatkan, maka penyakit
ini akan berkembang menjadi empat tahap : (Kowalak, 2011).
1) Terdapat radang sendi dengan pembengkakan membran sinovial dan
kelebihan produksi cairan sinovial. Tidak ada perubahan yang bersifat
merusak terlihat pada radiografi. Bukti osteoporosis mungkin ada.
2) Secara radiologis, kerusakan tulang pipih atau tulang rawan dapat dilihat.
Pasien mungkin mengalami keterbatasan gerak tetapi tidak ada deformitas
sendi.
3) Jaringan ikat fibrosa yang keras menggantikan pannus, sehingga
mengurangi ruang gerak sendi. Ankilosis fibrosa mengakibatkan penurunan
gerakan sendi, perubahan kesejajaran tubuh, dan deformitas. Secara
radiologis terlihat adanya kerusakan kartilago dan tulang.
4) Ketika jaringan fibrosa mengalami kalsifikasi, ankilosis tulang dapat
mengakibatkan terjadinya imobilisasi sendi secara total. Atrofi otot yang
meluas dan luka pada jaringan lunak seperti medula-nodula mungkin terjadi.
Pada lansia artritis reumatoid dapat digolongkan ke dalam tiga kelompok,
yaitu :
1) Kelompok 1
Artritis reumatoid klasik. Sendi-sendi kecil pada kaki dan tangan sebagian
besar terlibat. Terdapat faktor reumatoid, dan nodula-nodula reumatoid yang
sering terjadi. Penyakit dalam kelompok ini dapat mendorong ke arah
kerusakan sendi yang progresif.
2) Kelompok 2
Termasuk ke dalam klien yang memenuhi syarat dari American
Rheumatologic Association untuk artritis reumatoid karena mereka
mempunyai radang sinovitis yang terus-menerus dan simetris, sering
melibatkan pergelangan tangan dan sendi-sendi jari.
3) Kelompok 3
Sinovitis terutama memengaruhi bagian proksimal sendi, bahu dan panggul.
Awitannya mendadak, sering ditandai dengan kekuatan pada pagi hari.
Pergelangan tangan pasien sering mengalami hal ini, dengan adanya
bengkak, nyeri tekan, penurunan kekuatan genggaman, dan sindrome karpal
tunnel. Kelompok ini mewakili suatu penyakit yang dapat sembuh sendiri
yang dapat dikendalikan secara baik dengan menggunakan prednison dosis
rendah atau agens antiinflamasi dan memiliki prognosis yang baik.

2.2.8 Komplikasi
Kelainan sistem pencernaan yang sering dijumpai adalah gastritis dan ulkus
peptik yang merupakan komplikasi utama penggunaan obat antiinflamasi
nonsteroid (OAINS) atau obat pengubah perjalanan penyakit (disease modifying
antirheumatoid drugs, DMARD) yang menjadi faktor penyebab morbiditas dan
mortalitas utama pada artritis reumatoid.

2.2.9 Pemeriksaan Penunjang


Faktor Reumatoid : positif pada 80-95% kasus.
(1) Fiksasi lateks: Positif pada 75 % dari kasus-kasus khas.
(2) Reaksi-reaksi aglutinasi : Positif pada lebih dari 50% kasus-kasus khas.
(3) LED : Umumnya meningkat pesat ( 80-100 mm/h) mungkin kembali
normal sewaktu gejala-gejala meningkat
(4) Protein C-reaktif: positif selama masa eksaserbasi.
(5) SDP: Meningkat pada waktu timbul prosaes inflamasi.
(6) JDL : umumnya menunjukkan anemia sedang.
(7) Ig ( Ig M dan Ig G); peningkatan besar menunjukkan proses autoimun
sebagai penyebab AR.
(8) Sinar X dari sendi yang sakit : menunjukkan pembengkakan pada
jaringan lunak, erosi sendi, dan osteoporosis dari tulang yang
berdekatan ( perubahan awal ) berkembang menjadi formasi kista
tulang, memperkecil jarak sendi dan subluksasio. Perubahan
osteoartristik yang terjadi secara bersamaan.
(9) Scan radionuklida : identifikasi peradangan sinovium
(10) Artroskopi Langsung : Visualisasi dari area yang menunjukkan
irregularitas/ degenerasi tulang pada sendi
(11) Aspirasi cairan sinovial : mungkin menunjukkan volume yang lebih
besar dari normal: buram, berkabut, munculnya warna kuning ( respon
inflamasi, produk-produk pembuangan degeneratif ); elevasi SDP dan
lekosit, penurunan viskositas dan komplemen ( C3 dan C4 ).
1) Biopsi membran sinovial : menunjukkan perubahan inflamasi dan
perkembangan panas.
Kriteria diagnostik Artritis Reumatoid adalah terdapat poli- arthritis
yang simetris yang mengenai sendi-sendi proksimal jari tangan dan
kaki serta menetap sekurang-kurangnya 6 minggu atau lebih bila
ditemukan nodul subkutan atau gambaran erosi peri-artikuler pada
foto rontgen.
Kriteria Artritis rematoid menurut American Reumatism Association
(ARA) adalah:
(1) Kekakuan sendi jari-jari tangan pada pagi hari (Morning Stiffness).
(2) Nyeri pada pergerakan sendi atau nyeri tekan sekurang-kurangnya
pada satu sendi.
(3) Pembengkakan ( oleh penebalan jaringan lunak atau oleh efusi
cairan ) pada salah satu sendi secara terus-menerus sekurang-
kurangnya selama 6 minggu.
(4) Pembengkakan pada sekurang-kurangnya salah satu sendi lain.
(5) Pembengkakan sendi yanmg bersifat simetris.
(6) Nodul subcutan pada daerah tonjolan tulang didaerah ekstensor.
(7) Gambaran foto rontgen yang khas pada arthritis rheumatoid
(8) Uji aglutinnasi faktor rheumatoid
(9) Pengendapan cairan musin yang jelek
(10) Perubahan karakteristik histologik lapisan sinovia
(11) gambaran histologik yang khas pada nodul.
Berdasarkan kriteria ini maka disebut :
(1) Klasik : bila terdapat 7 kriteria dan berlangsung sekurang-
kurangnya selama 6 minggu
(2) Definitif : bila terdapat 5 kriteria dan berlangsung sekurang-
kurangnya selama 6 minggu.
(3) Kemungkinan rheumatoid : bila terdapat 3 kriteria dan berlangsung
sekurang-kurangnya selama 4 minggu.

2.2.10 Penatalaksanaan Keperawatan


1) Pendidikan
Pendidikan yang diberikan meliputi pengertian, patofisiologi (perjalanan
penyakit), penyebab dan perkiraan perjalanan (prognosis) penyakit ini,
semua komponen program penatalaksanaan termasuk regimen obat yang
kompleks, sumber-sumber bantuan untuk mengatasi penyakit ini dan
metode efektif tentang penatalaksanaan yang diberikan oleh tim kesehatan.
Proses pendidikan ini harus dilakukan secara terus-menerus.
2) Istirahat
Merupakan hal penting karena reumatik biasanya disertai rasa lelah yang
hebat. Walaupun rasa lelah tersebut dapat saja timbul setiap hari, tetapi ada
masa dimana penderita merasa lebih baik atau lebih berat. Penderita harus
membagi waktu seharinya menjadi beberapa kali waktu beraktivitas yang
diikuti oleh masa istirahat.
3) Latihan Fisik dan Termoterapi

Latihan spesifik dapat bermanfaat dalam mempertahankan fungsi sendi.


Latihan ini mencakup gerakan aktif dan pasif pada semua sendi yang sakit,
sedikitnya dua kali sehari. Obat untuk menghilangkan nyeri perlu diberikan
sebelum memulai latihan. Kompres panas pada sendi yang sakit dan
bengkak mungkin dapat mengurangi nyeri. Latihan dan termoterapi ini
paling baik diatur oleh pekerja kesehatan yang sudah mendapatkan latihan
khusus, seperti ahli terapi fisik atau terapi kerja. Latihan yang berlebihan
dapat merusak struktur penunjang sendi yang memang sudah lemah oleh
adanya penyakit.
2.2.11 Penatalaksanaan Medis
2) Penggunaan OAINS
Obat Anti Inflamasi Non Steroid (OAINS) umum nya diberikan pada
penderita AR sejak masa dini penyakit yang dimaksudkan untuk mengatasi
nyeri sendi akibat inflamasi yang seringkali dijumpai walaupun belum
terjadi proliferasi sinovial yang bermakna. Selain dapat mengatasi inflamasi,
OAINS juga memberikan efek analgesik yang sangat baik. OAINS terutama
bekerja dengan menghambat enzim siklooxygenase sehingga menekan
sintesis prostaglandin. Masih belum jelas apakah hambatan enzim
lipooxygenase juga berperanan dalam hal ini, akan tetapi jelas bahwa
OAINS berkerja dengan cara:
(1) Memungkinkan stabilisasi membran lisosomal.
(2) Menghambat pembebasan dan aktivitas mediator inflamasi (histamin,
serotonin, enzim lisosomal dan enzim lainnya).
(3) Menghambat migrasi sel ke tempat peradangan.
(4) Menghambat proliferasi seluler.
(5) Menetralisasi radikal oksigen.
(6) Menekan rasa nyeri
3) Penggunaan DMARD
Terdapat terdapat dua cara pendekatan pemberian DMARD pada
pengobatan penderita AR. Cara pertama adalah pemberian DMARD tunggal
yang dimulai dari saat yang sangat dini. Pendekatan ini didasarkan pada
pemikiran bahwa destruksi sendi pada AR terjadi pada masa dini penyakit.
Cara pendekatan lain adalah dengan menggunakan dua atau lebih DMARD
secara simultan atau secara siklik seperti penggunaan obat obatan
imunosupresif pada pengobatan penyakit keganasan. digunakan untuk
melindungi rawan sendi dan tulang dari proses destruksi akibat artritis
reumatoid. Beberapa jenis DMARD yang lazim digunakan untuk
pengobatan AR adalah:
(1) Klorokuin : Dosis anjuran klorokuin fosfat 250 mg/hari
hidrosiklorokuin 400 mg/hari. Efek samping bergantung pada dosis
harian, berupa penurunan ketajaman penglihatan, dermatitis
makulopapular, nausea, diare, dan anemia hemolitik.

(2) Sulfazalazine : Untuk pengobatan AR sulfasalazine dalam bentuk


enteric coated tablet digunakan mulai dari dosis 1 x 500 mg / hari,
untuk kemudian ditingkatkan 500 mg setiap minggu sampai mencapai
dosis 4 x 500 mg. Setelah remisi tercapai dengan dosis 2 g / hari, dosis
diturunkan kembali sehingga mencapai 1 g /hari untuk digunakan dalam
jangka panjang sampai remisi sempurna terjadi.
(3) D-penicillamine : Dalam pengobatan AR, DP (Cuprimin 250 mg atau
Trolovol 300 mg) digunakan dalam dosis 1 x 250 sampai 300 mg/hari
kemudian dosis ditingkatkan setiap dua sampai 4 minggu sebesar 250
sampai 300 mg/hari untuk mencapai dosis total 4 x 250 sampai 300
mg/hari.
4) Operasi
Jika berbagai cara pengobatan telah dilakukan dan tidak berhasil serta
terdapat alasan yang cukup kuat, dapat dilakukan pengobatan pembedahan.
Jenis pengobatan ini pada pasien AR umumnya bersifat ortopedik, misalnya
sinovektoni, artrodesis, total hip replacement, memperbaiki deviasi ulnar,
dan sebagainya.
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan
2.3.7 Pengkajian
Pengkajian merupakan langkah awal dalam proses keperawatan yang harus
dilakukan secara sistematis agar dapat memberikan asuhan keperawatan
yang tepat untuk klien. Adapun beberapa hal yang perlu dikaji adalah
sebagai berikut:
1. Identitas Umum
Yang perlu diketahui disini meliputi; nama,alamat, umur, jenis
kelamin, agama/suku, warga Negara, bahasa yang digunakan,
penanggung jawab/orang yang bisa dihubungi (nama, alamat,
hubungan dengan klien), cara masuk, alasan masuk, tanggal masuk,
diagnosa medic, dan lain sebagainya.
2. Pengkajian Fungsional Gordon
a. Persepsi dan Penanganan Kesehatan
1) Apakah pernah mengalami sakit pada sendi-sendi
2) Riwayat penyakit yang pernah diderita sebelumnya
3) Riwayat keluarga dengan RA
4) Riwayat keluarga dengan penyakit autoimun
5) Riwayat infeksi virus, bakteri, parasit dll
b. Nutrisi – Metabolic
1) Jenis, frekuensi, jumlah makanan yang dikonsumsi (makanan
yang banyak mengandung pospor(zat kapur), vitamin dan
protein)
2) Riwayat gangguan metabolic
c. Eliminasi
1) Adakah gangguan pada saat BAB dan BAK?
d. Aktivitas dan Latihan
1) Kebiasaan aktivitas sehari-hari sebelum dan sesudah sakit
2) Jenis aktivitas yang dilakukan
3) Rasa sakit/nyeri pada saat melakukan aktivitas
4) Tidak mampu melakukan aktifitas berat
e. Tidur – Istirahat
1) Apakah ada gangguan tidur?
2) Kebiasaan tidur sehari
3) Terjadi kekakuan selama 1/2-1 jam setelah bangun tidur
4) Adakah rasa nyeri pada saat istirahat dan tidur?
f. Kognitif-persepsi
1) Adakah nyeri sendi saat digerakan atau istirahat?
g. Persepsi diri – Konsep diri
1) Adakah perubahan pada bentuk tubuh (deformitas/kaku sendi)?
2) Apakah pasien merasa malu dan minder dengan penyakitnya
h. Peran – Hubungan
1) Bagaimana hubungan dengan keluarga?
2) Apakah ada perubahan peran pada klien?
i. Seksualitas dan Reproduksi
1) Adakah gangguan seksualitas?
j. Koping - Toleransi Stress
1) Adakah perasaan takut, cemas akan penyakit yang diderita?
k. Nilai Kepercayaan
1) Agama yang dianut?
2) Adakah gangguan beribadah?
3) Apakah klien menyerahkan sepenuhnya penyakitnya kepada
Tuhan

2.3.8 Diagnosa Keperawatan


1) Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (mis.inflamasi,
iskemia, neoplasma) Hal 172.D.0077
2) Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan penurunan kekuatan otot.
Hal 124. D.0054
3) Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi. Hal
246. D.0111
INTERVENSI KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi

1. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x4 jam Intervensi Utama : Manajemen Nyeri
dengan agen pencedera di harapkan nyeri dapat teratasi dengan kriteria hasil : (SIKI: I.08243 hal. 201)
fisiologis (mis.inflamasi, Luaran Utama : Tingkat nyeri (SLKI:L.08066 O:
1. Identifikasi lokasi karakteristik, durasi, frek
iskemia, neoplasma) Hal hal.145)
uensi, kualitas, intensitas nyeri
172.D.0077 1. Keluhan nyeri cukup menurun dengan skor 4 2. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
2. Meringis cukup menurun dengan skor 4 tentang nyeri
3. Gelisah cukup menurun dengan skor 4 Observasi karakteristik nyeri, skala nyeri,
Luaran Tambahan : Kontrol Nyeri (SLKI:L.08066 sifat nyeri, lokasi nyeri, penyebarannya.
hal.58 T:
1. Keluhan nyeri berkurang dengan skor 4 3. Berikan Teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.
2. Klien mampu memahami penyebab, periode dan
E:
pemicu dari nyeri tersebut dengan skor 4 4. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu
3. Klien mampu melakukan Teknin non farmalogis yang nyeri
telah dilakukan dengan skor 4 K:
5. Kolaborasi pemberian analgetik
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi

2. Gangguan mobilitas fisik SLKI.L.05042.Hal 65 Intervensi Utama : Dukungan Ambulasi


(SIKI: I.06171 hal. 22)
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x4 jam
di harapkan Gangguan mobilitas fisik meningkat dengan O:
penurunan kekuatan otot. Hal 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
kriteria hasil :
lainya.
124. D.0054 1. Pergerakan eksternitas meningkat dengan skor 4 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan
2. Kekuatan otot meningkat dengan skor 4 ambulasi
3. Rentang gerak (ROM) meningkat dengan skor 4 3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan
4. Nyeri menurun dengan skor 4 darah sebelum memulai ambulasi
5. Kecemasan menurun dengan skor 4 4. Monitor kondisi umum selama melakukan
6. Kaku sendi menurun dengan skor 4 ambulasi.
T:
7. Gerakan tidak terkoordinasi menurun dengan skor 4
1. Fasilitas aktivitas dan prosedur ambulasi
8. Gerakan terbatas dengan skor 4 2. Fasilitas melakukan mobilisasi
9. Kelamahan fisik dengan skor 4 3. Libatkan keluarga untuk membantu pasien
dalam meningkatkan ambulasi
E:
1. Jelaskan tujuan dan prosedur
2. Anjurkan melakukan ambulasi dini
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi

3) Defisit pengetahuan SLKI.L.12111.Hal 146 Intervensi Utama : Dukungan Ambulasi


(SIKI: I.06171 hal. 22)
berhubungan dengan kurang Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x4 jam
di harapkan Defisit pengetahuan teratasi kriteria hasil : O:
terpapar informasi. Hal 246. 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan
1. Kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang suatu
menerima informasi
D.0111 topik cukup meningkat dengan skor 4 2. Identifikasi factor-faktor yang
2. Perilaku sesuai dengan pengetahuan cukup meningkat meningkatkan dan menurunkan motivasi
dengan skor 4 perilaku hidup bersih sehat
3. Verbalisasi minat dalam belajar cukup meningkat T:
dengan skor 4 1. Sediakan materi dan media Pendidikan
Kesehatan
2. Jadwalkan pendidikan Kesehatan sesuai
kesepakatan
3. berikan kesempatan untuk bertanya
E:
1. Jelaskan factor risiko yang dapat
mempengaruhi kesepakatan
2. ajarkan perilku hidup bersih dan sehat
2.3.9 Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah fase ketikan perawata menerapkan/ melaksanakan
rencana tindakan yang telah ditentukan dengan tujuan kebutuhan pasien terpenuhi
secara optimal.

2.3.10 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi merupakan langkah terakhir dari proses keperawatan dengan cara
melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana keperawatan tercapai atau
tidak. Dalam melakukan evaluasi perawat seharusnya memiliki pengetahuan dan
kemampuan dalam memahami respon terhadap intervensi keperawatan,
kemampuan menggambarkan kesimpulan tentang tujuan yang dicapai serta
kemampuan dalam menghubungkan tindakan keperawatan pada kriteria hasil.
Pada tahap evaluasi ini terdiri dari dua kegiatan yaitu kegiatan yang dilakukan
dengan mengevaluasi selama proses perawatan berlangsung atau menilai dari
respon klien disebut evaluasi proses, dan kegiatan melakukan evaluasi dengan
target tujuan yang diharapkan disebut sebagai evaluasi hasil.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Tanggal Pengkajian: Rabu, 2 Februari 2022

1.1 Data Biografi


Nama Ny, R Tempat & Tanggal Lahir Gunung Mas, 15 Juni 1941, golongan
darah O, pendidikan tidak sekolah, agama Islam, status perkawinan kawin, TB/BB
155 Cm/47 kg, penampilan cukup rapi, alamat Tangkiling, orang terdekat yang
dihubungi Ny. N Telp 081255xxxxxx, hubungan dengan lansia adalah pengurus panti
alamat Tangkiling
1.2 Riwayat Keluarga
Susunan Anggota Keluarga
Hubungan
No Nama J/K Pendidikan Pekerjaan Keterangan
keluarga

1 Tn. H L Ayah SD Swasta Meninggal

2 Ny.R P Ibu Tidak IRT Hidup


Sekolah

3 Ny.S P Anak IRT Hidup


SMA
4 Ny. D P Anak Swasta Hidup
SMP
5 Tn.B L Anak Swasta Hidup
SD
6 Tn.P L Anak Swasta Hidup
SMP
7 Tn.A L Anak SD Swasta Hidup

Genogram

Ket :
: Pasien
: Perempuan
: Laki-laki

Ny.R mengatakan bahwa dirinya memiliki 2 orang anak perempuan dan 3


anak laki-laki
1.3 Riwayat Pekerjaan
Pekerjaan saat ini :-
Alamat Pekerjaan :-
Berapa jarak dari rumah :-
Alat Transportasi :-
Sumber Pendapatan dan Kecukupan :-
1.4 Riwayat Lingkungan Hidup (Denah)
Tipe tempat tinggal Ny.R Permanen, Jumlah kamar 2 Kamar, Kondisi
tempat tinggal Cukup bersih, Pencahayaan baik Ventilasi cukup dan tidak pengap
Jumlah orang yang tinggal 2 orang yang terdiri dari Ny.B (Anak) Ny. M (Anak)
1.5 Riwayat Rekreasi
Klien sering berada di rumah, hobby olahraga, kegiatan Ny.R dirumah yaitu
menjalani aktivitas sehari-hari.
1.6 Sistem Pendukung
Jarak dari wisma ke klinik panti werdha sinta rangkang 50 meter.
1.7 Diskripsi Kekhususan
Kebiasaan di rumah selalu berdoa sebelum dan sesudah melakukan kegiatan
1.8 Status Kesehatan
1) Status kesehatan umum selama setahun yang lalu : Klien mengatakan belum
ada masuk rumah sakit selama setahun yang lalu.
2) Status kesehatan umum selama 5 tahun yang lalu : Klien mengatakan belum
ada masuk rumah sakit selama lima tahun yang lalu.
3) Keluhan Utama:
Klien mengatakan nyeri pada persendian pada lutut, nyeri dirasa saat klien
bergerak, dan melakukan aktivitas, rasa nyeri seperti kaku dan kesemutan
pada daerah persendian dengan skala nyeri (4) sedang dan dirasa hilang
timbul tidak pasti.
Pemahaman & Penatalaksanaan Masalah Kesehatan : Pasien mengatakan
tidak tau tentang penyakit yang dideritanya
Masalah Keperawatan : Defisit Pengetahuan

Obat-obatan
No Nama Obat Dosis Keterangan
1. Recolfar 0,5 mg oral
2. meloxicam 7,5 mg oral
3. methylprednisolone 8 mg oral

1.9 Aktivitas Sehari-Hari


Indeks Katz Ny.R Adalah Indeks Katz : (Kemandirian dalam semua
aktivitas hidup sehari-hari, kecuali satu dari fungsi tersebut) , berpindah,
kekamar kecil, berpakaian dan mandi, Oksigenasi: Pernafasan normal RR
21x/menit, Cairan & Elektrolit : Minum ±1,5- 2 Liter/hari, Nutrisi
Eliminasi: Makan 3x/hari Aktivitas : Aktivitas sehari-hari mandiri,
Istirahat & Tidur : Istirahat cukup 6-7 jam/hari, Personal Hygiene : Badan
bersih dan rapi, Seksual : Normal
1.10 Psikologis
Konsep Diri : Gambaran diri : Pasien mengenal dirinya, Ideal diri : pasien
ingin cepat sembuh dari penyakit yang diderita, Identitas diri : Pasien
adalah seorang wanita, Harga diri : Pasien diperhatikan oleh keluarganya
Peran : Pasien ibu rumah tangga, Emosi :Stabil, Adaptasi: Baik,
Mekanisme Pertahanan Diri :baik.
1.11 Keadaan Umum
Composmenthis, pupil isokor GCS 4 (Spontan) 5 (Orientasi baik) 6
(Menurut Perintah) Tanda-Tanda Vital TD 140/80 mmHg N 86 x/menit RR
21 x/menit S 36,5°C
Sistem Kardiovaskuler : Tekanan darah Klien 140/80 mmHg
Sistem Pernafasan : RR 21x/menit type pernapasan perut, irama
pernapasan teratur, tidak ada kesulitan bernafas
tidak ada usaha dengan menggunakan otot bantu
pernafasan, tidak ada pernafasan cuping hidung.
Sistem Integumen : Kulit elastis dan warna kulit coklat
Sistem Perkemihan : 4x sehari
Sistem Muskuluskeletal : Kedua kaki dan tangan Ny.R tampak sejajar dan
sama besar dan panjang. Kemampuan mengubah
posisi baik, pergerakan kedua tangan dan kaki
baik, kekuatan otot baik, tetapi kaki kanan dan
kiri persendian klien sering merasa nyeri dan
kesemutan. Ekstrimitas atas 5/5 Ekstrimitas
bawah 5/5
Masalah Keperawatan : Nyeri akut
Sistem Endokrin : Ny.R mengatakan tidak mempunyai penyakit
gula
dan gondok.
Sistem Persyarafan : Tidak ada cidera kepala
Sistem Penglihatan : Klien tidak menggunakan kaca mata
Sistem Pendengaran : Dapat mendengar dengan baik
Sistem Pengecapan : Dapat mengecap dengan baik
Sistem Penciuman : Dapat mencium bau minyak kayu putih dengan
baik
1.12 Status Kognitif/Afektif/Sosial
Short Portable Mental Status Questionnaire (SPMSQ) Baik, Mini Mental
State Exam (MMSE) 29 Inventaris Depresi Beck 0 (Depresi tidak ada) APGAR
keluarga 10
INDEKS KATZ
Indeks Kemandirian Pada Aktivitas kehidupan Sehari-hari

Nama klien : Ny.R Tanggal :R Februari 2022


Jenis kelamin : P / 80 Tahun TB/BB :155 Cm/47 Kg.
Agama : Kristen Gol darah: O
Pendidikan : SD
Alamat : Tangkiling
Skor Kriteria

A Kemandirian dalam hal makan, kontinen, berpindah, ke


kamar kecil, berpakaian dan mandi.
B Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari,
kecuali satu dari fungsi tersebut
C Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari,
kecuali mandi, dan satu fungsi tambahan
D Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari,
kecuali mandi, berpakaian dan satu fungsi tambahan
E Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari,
kecuali mandi, berpakaian, kekamar kecil dan satu
fungsi tambahan
F Kemandirian dalam semua aktivitas hidup sehari-hari,
kecuali mandi, berpakaian, kekamar kecil, berpindah dan
satu fungsi tambahan
G Ketergantungan pada ke enam fungsi tersebut
Lain-lain Tergantung pada sedikitnya dua fungsi, tetapi tidak
dapat di klasifikasikan sebagai C, D, E Atau F
SHORT PORTABLE MENTAL STATUS QUESTIONNAIRE
(SPMSQ)

Penilaian ini untuk mengetahui fungsi intelektual lansia


Nama klien : Ny.R Tanggal : 5 Januari 2022
Jenis kelamin : P / 80 Tahun TB/BB :155 Cm/47 Kg.
Agama : Kristen Gol darah: O
Pendidikan : SD
Alamat : Tangkiling
SKORE
NO PERTANYAAN JAWABAN
+ -
1 Tanggal berapa 3 Februari 2022

hari ini?
2 Hari apa sekarang Rabu

ini?
3 Apa nama tempat Wisma Saya

ini?
4 Berapa nomor Wisma 8
-
rumah anda?
5 Berapa umur 80 tahun

anda?
√ 6 Kapan anda lahir? 1941
7 Siapa presiden Jokowi Dodo
√ Indonesia
sekarang?
8 Siapa presiden SBY
-
sebelumnya?
9 Siapa nama kecil
√ Indah
ibu anda?
10 Kurangi 3 dari 20 17, 14, 11, 8,
dan tetap
penggurangan 3
- dari setiap angka 5 ,2
baru, semua
secara menurun?
√ Jumlah kesalahan Ringan
total : 3
Keterangan:
1. Kesalahan 0-2  Fungsi intelektual utuh
2. Kesalahan 3-4  Kerusakan intelektual ringan
3. Kesalahan 5-7  Kerusakan intelektual sedang
4. Kesalahan 8-10  Kerusakan intelektual berat
MINI MENTAL STATE EXAMINATION (MMSE)
Menguji Aspek – Kognitif Dari Fungsi Mental

NILAI
KLIEN PERTANYAAN
Maks
ORIENTASI
5 4 (Tahun, musim, Tgl, Hari, Bulan, apa sekarang?
5 5 Dimana kita : (Negara, bagian, Wilayah, Kota).
REGISTRASI
3 3 Nama 3 objek (1 detik untuk mengatakan masing-masing)
tanyakan klien ke 3 obyek setelah anda telah mengatakan. Beri 1
point untuk tiap jawaban yang benar, kemudian ulangi sampai ia
mempelajari ke 3 nya jumlahkan percobaan dan catat.
PERHATIAN & KALKULASI
5 5 Seri 7’s (1 point tiap benar, berhenti setelah 5 jawaban, berganti
eja kata belakang) (7 kata dipilih eja dari belakang).
MENGINGAT
3 3 Minta untuk mengulangi ke 3 obyek diatas, beri 1 point untuk
kebenaran.
BAHASA
9 9 Nama pensil & melihat (2 point)
Mengulang hal berikut tak ada jika (dan atau tetapi) 1 point.
30 Nilai total 29

KETERANGAN : Compos menthis


INVENTARIS DEPRESI BECK

(Penilaian Tingkat Depresi Lansia Dari Beck Dan Decle, 1972)


Nama klien : Ny.R Tanggal : 3 Februari 2022
Jenis kelamin : P / 80 Tahun TB/BB : 155Cm/47Kg.
Agama : Kristen Gol darah: O
Pendidikan : SD
Alamat : Tangkiling

URAIAN
A KESEDIHAN
3 Saya sangat sedih/tidak bahagia, dimana saya tidak dapat
menghadapinya
2 Saya galau/sedih sepanjang waktu dan tidak dapat keluar
darinya
1 Saya merasa sedih/galau
0 Saya tidak merasa sedih

B PESIMISME
3 Merasa masa depan adalah sia-sia dan sesuatu tidak
dapat membaik
2 Merasa tidak punya apa-apa dan memandang ke masa
depan
1 Merasa kecil hati tentang masa depan
0 Tidak begitu pesimis/kecil hati tentang masa depan

C RASA KEGAGALAN
3 Merasa benar-benar gagal sebagai orang tua (suami/
istri)
2 Bila melihat kehidupan kebelakang, semua yang dapat
saya lihat kegagalan
1 Merasa telah gagal melebihi orang pada umumnya
0 Tidak merasa gagal

D KETIDAKPUASAN
3 Tidak puas dengan segalanya
2 Tidak lagi mendapat kepuasan dari apapun
1 Tidak menyukai cara yang saya gunakan
0 Tidak merasa tidak puas

E RASA BERSALAH
3 Merasa seolah sangat buruk/tidak berharga
2 Merasa sangat bersalah
1 Merasa buruk/tidak berharga sebagai bagian dari waktu
yang baik
0 Tidak merasa benar-benar bersalah

F TIDAK MENYUKAI DIRI SENDIRI


3 Saya benci diri saya sendiri
2 Saya muak dengan diri saya sendiri
1 Saya tidak suka dengan diri saya sendiri
0 Saya tidak merasa kecewa dengan diri sendiri

G MEMBAHAYAKAN DIRI SENDIRI


3 Saya akan bunuh diri jika saya punya kesempatan
2 Saya punya rencana pasti tentang tujuan bunuh diri
1 Saya merasa lebih baik mati
0 Saya tidak punya pikiran tentang membahayakan
diri sendiri

H MENARIK DIRI DARI SOSIAL


3 Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain
dan tidak peduli pada mereka semuanya
2 Saya telah kehilangan semua minat saya pada orang lain
dan mempunyai sedikit perasaan pada mereka
1 Saya kurang berminat pada orang lain dari pada
sebelumnya
0 Saya tidak kehilangan minat pada orang lain

I KERAGU-RAGUAN
3 Saya tidak dapat membuat keputusan sama sekali
2 Saya mempunyai banyak kesulitan dalam membuat
keputusan
1 Saya berusaha mengambil keputusan
0 Saya membuat keputusan yang baik

J PERUBAHAN GAMBARAN DIRI


3 Merasa bahwa saya jelek/tampak menjijikan
2 Merasa bahwa ada perubahan yang permanen dalam
penampilan
1 Saya khawatir saya tampak tua/tidak menarik dan ini
membuat saya tidak menarik
0 Tidak merasa bahwa saya tampak lebih buruk
daripada sebelumnya

K KESULITAN KERJA
3 Tidak melakukan pekerjaan sama sekali
2 Telah mendorong diri saya sendiri dengan keras untuk
melakukan sesuatu
1 Memerlukan upaya tambahan untuk memulai melakukan
sesuatu
0 Saya dapat bekerja sebaik-baiknya
L KELETIHAN
3 Saya sangat lelah untuk melakukan sesuatu
2 Saya merasa lelah untuk melakukan sesuatu
1 Saya merasa lelah dari yang biasanya
0 Saya tidak merasa lebih lelah biasanya

M ANOREKSIA
3 Saya tidak lagi punya nafsu makan sama sekali
2 Nafsu makan saya sangat buruk sekarang
1 Nafsu makan saya tidak sebaik sebelumnya
0 Nafsu makan saya tidak buruk dari biasanya
Keterangan:
0-4 : depresi tidak ada/ minimal
5-7 : depresi ringan
8-15 : depresi sedang
16+ : depresi berat
APGAR KELUARGA DENGAN LANSIA
Alat Skrining Singkat Yang Dapat Digunakan Untuk Mengkaji
Fungsi Social Lansia

Nama klien : Ny.R Tanggal : 3 Februari 2022


Jenis kelamin : P / 80 Tahun TB/BB : 155Cm/47Kg.
Agama : Kristen Gol darah: O
Pendidikan : SD
Alamat : Tangkiling
No Uraian Fungsi Skore
1 Saya puas bahwa ADAPTATION 2
saya dapat kembali
pada keluarga
(teman-teman) saya
untuk membantu
pada waktu sesuatu
menyusahkan saya
2 Saya puas dengan PARTNERSHIP 2
cara keluarga
(teman-teman) saya
mebicarakan sesuatu
dengan saya dan
mengungkapkan
masalah dengan saya
3 Saya puas dengan GROWTH 2
cara keluarga
(teman-teman) saya
menerima dan
mendukung
keinginan saya untuk
melakukan aktivitas/
arah baru
4 Saya puas dengan AFFECTION 2
cara keluarga
(teman-teman) saya
mengekspresikan
afek dan berespons
terhadap emosi-
emosi saya seperti
marah, sedih/
mencintai.
5 Saya puas dengan RESOLVE 2
cara teman-teman
saya dan saya
menyediakan waktu
bersama-sama.
Penilaian: TOTAL 10
Pertanyaan-pertanyaan yang di
jawab:
 Selalu: skore 2
 Kadang-kadang: skore 1
 Hampir tidak pernah: skore 0
ANALISA DATA
OBYEKTIF DAN DATA
INTERPRESTASI MASALAH
No. SUBYEKTIF
(Etiologi) (Problem)
(sign/symptom)
1 DS : Sinovili Nyeri akut
Klien mengatakan nyeri pada
persendian pada lutut, nyeri dirasa
Hiperemia dan
saat klien duduk diam, namun pembengkakan
rasa nyeri hilang saat klien
beraktifitas, rasa nyeri seperti
Nekrosis dan kerusakan
kaku dan kesemutan pada daerah
dalam ruang sendi
persendian dengan skala nyeri (4)
sedang dan dirasa hilang timbul
tidak pasti. Nyeri akut

DO :
- Pasien tampak meringis
- Pasien tampak memegang lutut
bagian kanan dan kiri
TTV
- TD :140/80 mmHg
- N : 86x/menit
- R : 21x/menit
- S :36,5◦C

2 DS : Kurang terpapar Defisit Pengetahuan


informasi
klien mengatakan tidak tau
penyakit apa yang didertanya dan
baru pertamakali ini terkena
penyakit ini.
DO : Ketidaktahuan
menentukan sumber
- Klien tampak bingung saat informasi
ditanya
- Klien Pasien tampak kurang
tepapar informasi
- Ketidakmampuan menemukan
sumber informasi
Defisit Pengetahuan

PRIORITAS MASALAH

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis


(mis.inflamasi, iskemia, neoplasma) ditandai dengan lutut kana pasien
tampak bengkak,pasien tampak meringis,pasien tampak memegang lutut
bagian kanan, TD : 140/80 mmHg, N : 86x/menit, R
:21x/menit,S :36,5◦c, diagnosa medis : Arthritis Reumathoid

2. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi


ditandai dengan dengan klien tampak bingung saat ditanya, klien Pasien
tampak kurang tepapar informasi,ketidakmampuan menemukan sumber
informasi
RENCANA TINDAKAN

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi

1. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x4 jam Intervensi Utama : Manajemen Nyeri
dengan agen pencedera di harapkan nyeri dapat teratasi dengan kriteria hasil : (SIKI: I.08243 hal. 201)
fisiologis (mis.inflamasi, Luaran Utama : Tingkat nyeri (SLKI:L.08066 O:
1. Identifikasi lokasi karakteristik, durasi, frek
iskemia, neoplasma) Hal hal.145)
uensi, kualitas, intensitas nyeri
172.D.0077 1. Keluhan nyeri cukup menurun dengan skor 4 2. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
2. Meringis cukup menurun dengan skor 4 tentang nyeri
3. Gelisah cukup menurun dengan skor 4 Observasi karakteristik nyeri, skala nyeri,
Luaran Tambahan : Kontrol Nyeri (SLKI:L.08066 sifat nyeri, lokasi nyeri, penyebarannya.
hal.58 T:
1. Keluhan nyeri berkurang dengan skor 4 3. Berikan Teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri.
2. Klien mampu memahami penyebab, periode dan
E:
pemicu dari nyeri tersebut dengan skor 4 4. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu
3. Klien mampu melakukan Teknin non farmalogis yang nyeri
telah dilakukan dengan skor 4 K:
5. Kolaborasi pemberian analgetik
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi

2. Defisit pengetahuan SLKI.L.12111.Hal 146 Intervensi Utama : Dukungan Ambulasi


(SIKI: I.06171 hal. 22)
berhubungan dengan kurang Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1x4 jam
di harapkan Defisit pengetahuan teratasi kriteria hasil : O:
terpapar informasi. Hal 246. 1. Identifikasi kesiapan dan kemampuan
1. Kemampuan menjelaskan pengetahuan tentang suatu
menerima informasi
D.0111 topik cukup meningkat dengan skor 4 2. Identifikasi factor-faktor yang
2. Perilaku sesuai dengan pengetahuan cukup meningkat meningkatkan dan menurunkan motivasi
dengan skor 4 perilaku hidup bersih sehat
3. Verbalisasi minat dalam belajar cukup meningkat T:
dengan skor 4 1. Sediakan materi dan media Pendidikan
Kesehatan
2. Jadwalkan pendidikan Kesehatan sesuai
kesepakatan
3. berikan kesempatan untuk bertanya
E:
1. Jelaskan factor risiko yang dapat
mempengaruhi kesepakatan
2. ajarkan perilku hidup bersih dan sehat
IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Diagnosa Keperawatan Implementasi Evaluasi Tanda Tangan


Perawat

1. Nyeri akut berhubungan 1. Mengidentifikasi lokasi karakteristik, durasi,  S : Klien mengatakan nyeri pada persendian pada
dengan agen pencedera frekuensi, kualitas, intensitas nyeri lutut, nyeri dirasa saat klien duduk diam, namun
fisiologis (mis.inflamasi, 2. Mengidentifikasi pengetahuan dan rasa nyeri hilang saat klien beraktifitas, rasa nyeri
keyakinan tentang nyeri seperti kaku pada daerah persendian dengan skala
iskemia, neoplasma) Hal
3. Mengobservasi karakteristik nyeri, skala nyeri (4) sedang dan dirasa hilang timbul tidak
172.D.0077 nyeri, sifat nyeri, lokasi nyeri, penyebarannya. pasti.
4. Memberikan Teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri. O:
Krisevi Handayani
5. Menjelaskan penyebab, periode dan pemicu
nyeri - Lutut kanan pasien masih bengka
6. Berkolaborasi pemberian analgetik - Pasien tampak masih meringis
Recolfar 0,5 mg, meloxicam 7,5 mg,
A : Masalah nyeri akut belum teratasi
methylprednisolone 8 mg
P : Lanjutkan intervensi 1,2,3,4,5,6

2. Defisit pengetahuan 1. Mengidentifikasi kesiapan dan kemampuan S : Klien mengatakan sudah paham tentang
berhubungan dengan menerima informasi penyakit yang dideritanya
kurang terpapar 2. Mengidentifikasi factor-faktor yang Krisevi Handayani
meningkatkan dan menurunkan motivasi O :
informasi. Hal 246.
perilaku hidup bersih sehat
D.0111 3. Menyediakan materi dan media Pendidikan
- Klien tampak tidak bingung lagi
Kesehatan - Klien sudah bisa menjawab ketika ditanya
4. Menjadwalkan pendidikan Kesehatan sesuai tentang penyakitnya
kesepakatan
5. Mengajarkan perilku hidup bersih dan sehat A : Masalah defisit pengetahuan teratasi sebagian

P : Lanjutkan intervensi 1,2,5


61
62

DAFTAR PUSTAKA

Azizah,Lilik Ma’rifatul.  Keperawatan Lanjut Usia. Edisi 1. Garaha Ilmu.


Yogyakarta. 2015
Kushariyadi. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Salemba Medika.
Jakarta. 2016
Mubaraq, Chayatin, Santoso. Ilmu Keperawatan Komunitas Konsep Dan Aplikasi.
Salemba Medika. Jakarta. 2015
Stanley, Mickey. Buku Ajar Keperawatan Gerontik. Alih Bahasa; Nety Juniarti,
Sari Kurnianingsih. Editor; Eny Meiliya, Monica Ester. Edisi 2. EGC.
Jakarta. 2014
Tamher, S. Noorkasiani. Kesehatan Usia Lanjut dengan Pendekatan Asuhan
Keperawatan. Salemba Medika. Jakarta. 2014
Kowalak. 2016. Buku Ajar Patofisiologi. EGC : Jakarta.
Kushariyadi. 2018. Asuhan Keperawatan pada Klien Lanjut Usia. Salemba
Medika : Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai