Disusun Oleh:
Ziana Utari
NIM: 23160052
2023/2024
LEMBAR PENGESAHAN
Hari :
Tanggal :
Waktu :
Tempat/Ruangan :
23160052
KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan laporan
yang berjudul “Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Mbah.T
Dengan Hipertensi Di Panti Sosial Tresna Werdha Pakem, Sleman, Daerah
Istimewa Yogyakarta”. Laporan ini tersusun atas upaya maksimal penulis dengan
bimbingan, arahan, serta dukungan dari bapak/ibu pembimbing dan berbagai pihak
sehingga dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Januar Rizqi,S.Kep.,Ns.,M.Sc selaku dosen pembimbing lahan praktik gerontik yang
telah memberikan arahan serta bimbingan selama stase keperawatan gerontik
2. Lansia Mbah. T selaku responden yang telah berpartisipasi aktif sebagai penerima
asuhan keperawatan gerontik
3. Semua pihak yang telah terlibat dan memberikan dukungan baik moral maupun
material yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Penulis menyadari dalam penyusunan laporan ini masih banyak kekurangan, untuk
itupenulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
laporan ini. Semoga laporan ini bermanfaat bagi penulis dan bagi pembaca khususnya
dalam ilmu keperawatan gerontik. Penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan
atau kekeliruan yang tidak disengaja dalam penulisan laporan ini.
Ziana Utari
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
mengatakan bahwa lanjut usia (lansia) adalah seseorang yang telah mencapai usia
lansia didunia diperkirakan akan terus mengalami peningkatan, pada tahun 2015
penduduk lansia didunia mencapai (12,3%), tahun 2020 mencapai (13,5%), tahun
kesejahteraan lansia dan meningkatnya masalah kesehatan pada lansia salah satunya
adalah penekanan tekanan darah atau hipertensi. Prevalensi kejadian hipertensi pada
lansia terus meningkat 74% pada usia 80 tahun keatas (Hidayat et al., 2022).
Sedangkan di Indonesia angka kejadian hipertensi berdasarkan usia yaitu pada usia
> 75 tahun (63,8%), usia 64-74 tahun (57,6%), dan usia 55-64 tahun (45,9%)
lansia mempunyai riwayat penyakit hipertensi. Oleh, karena itu pemerintah, perawat
terutama kesehatan yang ditunjukan bagi kelompok lansia (Pusat Data dan
yang dapat diaplikasikan pada keluarga dengan lansia adalah dengan melakukan
terapi pemijatan atau akupresure yanh memiliki efek menurunkan tekanan darah.
Pemijatan akupresure akan memberikan stimulus/ rangsangan pada titik meridian
tubuh tertentu dengan mengaktifkan aliran energi (qi) di dalam tubuh. Penekanan
dilakukan pada titik LV (liver) 3, titik LI 4 (Large Intestine 4), titik PC (Pericardium
atau Gerbang Dalam) 6, titik GB (Galbladderrl) 20, dan titik GV (Governing Vessel)
Tingginya masalah hipertensi dan intervensi yang bisa diberikan pada lansia,
Yogyakarta.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Yogyakarta.
2. Tujuan Khusus
hipertensi
A. Proses Menua
1. Definisi Lansia
Lanjut usia berarti mereka yang berumur di atas 45 tahun di Montana serta di
atas 55 tahun di seluruh negara (Miller, 2012). Lansia dianggap berusia di atas
60 tahun. Penuaan bukanlah suatu penyakit melainkan suatu proses perubahan
kumulatif secara bertahap, suatu proses di mana daya tahan tubuh terhadap
rangsangan internal dan eksternal menurun (Khofifah, 2016).
2. Klasifikasi Lansia
Menurut WHO 1999, dalam Khofifah (2016), menyatakan batasan lansia yaitu:
a. Lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun.
b. Lanjut usia tua (old age) ialah 75-90 tahun.
c. Lanjut usia sangat tua (very old) berarti berumur diatas 90 tahun.
B. Macam-Macam Gangguan (Penyakit) Pada Sistem Kardiovaskuler
1. Penyakit 1 Hipertensi pada sistem kardiovaskuler
a. Definisi Hipertensi
Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi merupakan suatu gangguan
pada dinding pembuluh darah yang mengalami peningkatan tekanan darah
sehingga mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi tidak bisa sampai ke
jaringan yang membutuhkannya. Hal tersebut mengakibatkan jantung harus
bekerja lebih keras untuk memenuhi kebutuhan oksigen. Apabila kondisi
tersebut berlangsung dalam waktu yang lama dan menetap akan
menimbulkan penyakit hipertensi (Hastuti, 2022). Hipertensi dapat dicirikan
dengan meningkatnya tekanan darah sistolik dan diastolik yang intermitten
atau menetap.Pengukuran tekanan darah serial 150/95 mmHg atau lebih
tinggi pada orang yang berusia lebih dari 50 tahun memastikan hipertensi.
Meningkatnya hipertensi terjadi seiring dengan bertambahnya usia (Irawan,
2018). Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan
tekanan darah di dalam arteri. Hipertensi merupakan gangguan pada sistem
peredaran darah yang menyebabkan kenaikan tekanan darah diatas nilai
normal (Musakkar & Djafar, 2021).
Semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi tekanan darahnya,jadi
orang yang lebih tua cenderung mempunyai tekanan darah yang tinggi dari
orang yang berusia lebih muda.. Hal ini disebabkan pada usia tersebut fungsi
ginjal dan hati mulai menurun,karena itu dosis obat yang diberikan harus
benar-benar tepat. Tetapi pada kebanyakan kasus hipertensi banyak terjadi
pada usia lanjut. Pada wanita, hipertensi sering terjadi pada usia diatas 50
tahun. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan hormon sesudah
menopause.Kondisi yang berkaitan dengan usia ini adalah produk samping
dari arteriosclerosis dari arteri-arteri utama, terutama aorta,dan akibat dari
berkurangnya kelenturan. Dengan mengerasnya arteri-arteri ini dan menjadi
semakin kaku, arteri dan aorta itu kehilangan daya penyesuaian diri. Arteri
kehilangan elastisitas atau kelenturan serta tekanan darah meningkat seiring
dengan bertambahnya usia. Peningkatan kasus hipertensi akan berkembang
pada umur lima puluhan dan enam puluhan. Dengan bertambahnya umur,
dapat meningkatkan resiko hipertensi. Prevalensi dikalangan usia lanjut
cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan kematian sekitar 50 % diatas umur
60 tahun.
Hipertensi pada lanjut usia (lansia) kebanyakan adalah hipertensi
esensial, dan pada umumnya berkembang menjadi Isolated Systolic
Hypertension atau hipertensi sistolik terisolasi (HST). Hipertensi sistolik
terisolasi ini meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Meningkatnya
umur berhubungan dengan perubahan pada struktur dinding pembuluh
darah. Perubahan ini mengakibatkan hilangnya compliance pembuluh darah
dan menyebabkan bentuk dan isi dari arteri yang akan mengakibatkan
terjadinya hipertensi (Budi, 2020).
b. Etiologi
Probabilitas hipertensi akan mengalami peningkatan ketika usia
seseorang bertambah. Akan tetapi, terjadinya hipertensi mampu disebabkan
oleh adanya penyakit, seperti penyakit ginjal kronis, penyakit tiroid,
obesitas, atau gangguan tidur (sleep apnea). Beberapa jenis obat pula
memicu terjadinya hipertensi misalnya obat pil pengontrol kelahiran,
kehamilan, dan terapi hormon. Pil pengontrol kelahiran dapat mengalami
kenaikan tekanan darah sistolik juga diastolik. Sementara itu, terapi hormon
mampu dapat mendorong tekanan darah sistolik meningkat
(Prasetyaningrum, 2014). Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dapat
digolongkan menjadi 2 (dua) yaitu :
1. Hipertensi Esensial atau Primer
Penyebab hipertensi esensial belum bisa diketahui secara pasti. Tetapi,
ada bermacam-macam faktor yang diperkirakan bisa mendorong
munculnya hipertensi primer, termasuk penambahan usia, tekanan
psikologis, dan juga herediter (atau diwarsikan oleh orang tua). Sekitar
90% penderita hipertensi atau lebih tergolong hipertensi primer,
sedangkan hipertensi sekunder sekitar 10% (Manutung, 2018).
Hipertensi primer dijelaskan sebagai hipertensi yang penyebabnya
bukan karena organ lain, seperti ginjal dan jantung mengalami
gangguan. Hipertensi ini bisa didorong oleh faktor penyebab kondisi
lingkungan, seperti faktor hereditas, ketidakseimbangan pada pola
hidup, keramaian, stres, dan pekerjaan. Kebanyakan hipertensi primer
diakibatkan oleh faktor stres. Gaya hidup pun akhirnya mendukung
timbulnya hipertensi kategori ini, diantaranya konsumsi berlebih
terhadap makanan berlemak dan garam yang tinggi, kurangnya aktifitas
tubuh untuk bergerak aktif, kebiasaan merokok, dan juga konsumsi
alkohol serta kafein. Disamping itu, hipertensi bisa juga terjadi karena
gangguan dalam rekaman masa lalu pada jiwa seseorang dan bisa pula
didorong oleh faktor genetika dan lingkungan fisik orang tersebut.
2. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder merupakan hipertensi dimana penyebabnya
sudah dipastikan termasuk adanya gangguan pada pembuluh darah
ginjal, kelenjar tiroid (hipertiroid), penyakit kelenjar adrenal
(hiperaldosteronisme), dan sebagainya. Lantaran golongan terbesar dari
penderita hipertensi merupakan hipertensi esensial, maka penyelidikan
dan pengobaan lebih banyak ditunjukkan ke penderita hipertensi
esensial.
Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder (Manutung, 2018) :
a. Penyakit ginjal
b. Stenosis arteri renalis
c. Pielonefritis
d. Glomerulonefritis
e. Tumor-tumor ginjal
f. Penyakit ginjal polikista (umumnya diturunkan)
g. Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)
h. Terapi penyinaran yang mengenai ginjal
i. Kelainan hormonal
j. Hiperaldosteronisme
k. Sindroma cushing
l. Feokromositoma
m. Obat-obatan
n. Pil KB
o. Kortikosteroid
p. iklosporin
q. Eritropoietin
r. Kokain
s. Penyalahgunaan alkohol
t. Kayu manis (pada jumlah sangat besar)
u. Koartasio aorta
c. Faktor Resiko Yang Mempengaruhi
Beberapa penyebab hipertensi menurut Musakkar dan Djafar (2021), antara
lain :
1. Faktor-faktor risiko yang tidak dapat diubah
a) Keturunan (genetik)
Adanya faktor genetik tentu akan berpengaruh terhadap keluarga yang
telah menderita hipertensi sebelumnya. Hal ini terjadi karena adanya
peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara
potasium terhadap sodium, sehingga pada orang tua cenderung beresiko
lebih tinggi menderita hipertensi dua kali lebih besar dibandingkan
dengan orang yang tidak mempunyai riwayat keluarga dengan
hipertensi.
b) Usia
Seiring bertambahnya usia seseorang, maka terjadi penurunan
kemampuan pada organ-organ tubuh termasuk sistem kardiovaskuler,
dalam hal ini jantung dan pembuluh darah. Pembuluh darah menjadi
lebih sempit dan terjadi kekakuan pada dinding pembuluh darah
sehingga menyebabkan tekanan darah meningkat. Dengan
meningkatnya umur maka terjadi kenaikan tekanan darah diastole rata-
rata walaupun tidak begitu nyata. Di sisi lain, setiap kenaikan kelompok
dekade umur maka juga Umur Orang yang berumur 40 tahun umumnya
rentan terhadap meningkatnya tekanan darah yang lambat laun dapat
menjadi hipertensi seiring dengan bertambahnya umur mereka juga
terjadi kenaikan angka prevalensi hipertensi (Sartik, dkk., 2017).
Perubahan tekanan darah pada seseorang secara stabil akan berubah di
usia 20-40 tahun. Setelah itu akan cenderung lebih meningkat secara
cepat. Sehingga, semakin bertambahnya usia seseorang maka tekanan
darah semakin meningkat. Jadi, seorang lansia cenderung mempunyai
tekanan darah lebih tinggi dibandingkan di usia muda.
c) Jenis Kelamin
Wanita diketahui mempunyai tekanan darah lebih rendah dibandingkan
pria ketika berusia 20-30 tahun. Tetapi akan mudah menyerang pada
wanita ketika berumur 55 tahun, sekitar 60% hipertensi berpengaruh
pada wanita. Hal ini dikaitkan dengan perubahan hormone pada wanita
setelah menopause.
d) Pendidikan
Tingkat pendidikan secara tidak langsung mempengaruhi tekanan
darah. Tingginya risiko hipertensi pada orang dengan pendidikan yang
rendah, kemungkinan disebabkan kurangnya pengetahuan dalam
menerima informasi dari petugas kesehatan sehingga berdampak pada
perilaku atau pola hidup yang tidak sehat.
2. Faktor-faktor risiko yang dapat diubah
a) Obesitas
Obesitas atau lebih dikenal dengan kegemukan adalah suatu keadaan
dimana terjadi penumpukan lemak berlebih dalam tubuh. Obesitas dapat
memicu terjadinya hipertensi akibat terganggunya aliran darah. Dalam
hal ini, orang dengan obesitas biasanya mengalami peningkatan kadar
lemak dalam darah (hiperlipidemia) sehingga berpotensi menimbulkan
penyempitan pembuluh darah (aterosklerosis). Penyempitan terjadi
akibat penumpukan plak ateromosa yang berasal dari lemak.
Penyempitan tersebut memicu jantung bekerja memompa darah lebih
kuat agar kebutuhan oksigen dan zat lain yang dibutuhkan oleh tubuh
dapat terpenuhi. Hal inilah yang menyebabkan tekanan darah
meningkat.
b) Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor penyebab hipertensi karena dalam
rokok terdapat kandungan nikotin. Nikotin terserap oleh pembuluh
darah kecil dalam paru-paru dan diedarkan ke otak. Di dalam otak,
nikotin memberikan sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas
epinefrin atau adrenalin yang akan menyempitkan pembuluh darah dan
memaksa jantung bekerja lebih berat karena tekanan darah yang lebih
tinggi.
c) Kebiasaan minum kopi
Kopi seringkali dikaitkan dengan penyakit jantung koroner, termasuk
peningkatan tekanan darah dan kadar kolesterol darah karena kopi
mempunyai kandungan polifenol, kalium, dan kafein. Salah satu zat
yang dikatakan meningkatkan tekanan darah adalah kafein. Kafein di
dalam tubuh manusia bekerja dengan cara memicu produksi hormon
adrenalin yang berasal dari reseptor adinosa di dalam sel saraf yang
mengakibatkan peningkatan tekanan darah, pengaruh dari konsumsi
kafein dapat dirasakan dalam 5-30 menit dan bertahan hingga 12 jam
(Bistara & Kartini, 2018).
d) Kurang aktivitas fisik
Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot
rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Kurangnya aktivitas fisik
merupakan faktor risiko independen untuk penyakit kronis dan secara
keseluruhan diperkirakan dapat menyebabkan kematian secara global.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa aktivitas fisik dapat
menurunkan tekanan darah karena aktivitas fisik yang teratur dapat
melebarkan pembuluh darah sehingga tekanan darah menjadi normal.
Semakin ringan aktivitas fisik semakin meningkat risiko terjadinya
hipertensi.
e) Konsumsi makanan asin
Garam memiliki sifat mengikat cairan sehingga mengonsumsi garam
dalam jumlah yang berlebihan secara terus-menerus dapat berpengaruh
secara langsung terhap peningkatan tekanan darah. Konsumsi natrium
yang berlebih menyebabkan konsentrasi di dalam cairan ekstraseluler
meningkat, untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik keluar,
sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat menyebabkan
meningkatnya volume darah kemudian berdampak timbulnya
hipertensi.
f) Stress
Stress dan kondisi emosi yang tidak stabil juga dapat memicu tekanan
darah tinggi. Stress akan meningkatkan resistensi pembuluh darah
perifer dan curah jantung sehingga akan merangsang aktivitas saraf
simpatik. Stress ini dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial,
ekonomi, dan karakteristik personal.
g) Kebiasaan konsumsi makanan berlemak
Menurut Jauhari dalam Manawan, dkk. (2016), lemak di dalam makan
atau hidangan memberikan kecenderungan meningkatkan kolesterol
darah, terutama lemak hewani yang mengandung lemak jenuh.
Kolesterol yang tinggi bertalian dengan peningkatan prevalensi
penyakit hipertensi.
d. Manifestasi Klinik
Tambunan et al. (2021) menjelaskan bahwa sebagian besar hipertensi ini
tidak memiliki gejala, namun gejala yang dapat ditimbulkan hipertensi
antara lain sakit pada bagian belakang kepala, leher terasa kaku, pandangan
jadi kabur karena adanya, sering kelelahan bahkan mual, kerusakan pada
otak, mata, jantung dan ginjal. Menurut Pudiastuti (2016), gejala klinis yang
dialami oleh para penderita hipertensi biasanya berupa: pengelihatan kabur
karena kerusakan retina, nyeri pada kepala, mual dan muntah akibatnya
tekanan kranial, edema dependen dan adanya pembengkakan karena
meningkatnya tekanan kapiler.
e. Patofisiologi
Hipertensi esensial melibatkan interaksi yang sangat rumit antara faktor
genetik dan lingkungan yang dihubungkan oleh pejamu medikator
neurohormonal. Secara umum penyebab hipertensi adalah tahanan perifer
dan atau volume darah yang mengalami peningkatan. Gen yang
mempengaruhi hipertensi primer (faktor keturunan diestimasikan mencakup
30% hingga 40% hipertensi primer) meliputi reseptor angiotensin II, gen
angiotensin dan renin, gen sintetase oksida nitrat endotelial, gen protein
reseptor kinase G, gen reseptor adrenergic, gen kalsium transport dan
natrium hidrogen antiporter (mempengaruhi sensitivitas garam), dan gen
yang relevan pada resistensi insulin, obesitas, hyperlipidemia, dan hipertensi
sebagai kelompok bawaan.
Teori terkini mengenai hipertensi primer meliputi peningkatan aktivitas
sistem saraf simpatis (SNS) yaitu terjadi respons maladaptif terhadap
stimulasi saraf simpatis dan perubahan gen pada reseptor ditambah kadar
katekolamin serum yang menetap, peningkatan aktivitas sistem
reninangiotensis-aldosteron (RAA), secara langsung menyebabkan
vasokontriksi, tetapi juga menyebabkan aktivitas SNS meningkat dan
menurunkan kadar prostaglandin vasodilator dan oksida nitrat,
mengakibatkan terjadinya remodeling arteri (perubahan struktural pada
dinding pembuluh darah), memediasi kerusakan organ akhir pada jantung
(hipertrofi), pembuluh darah, dan ginjal.
Defek pada transport garam dan air menyebabkan gangguan aktivitas
peptide natriuretik otak (brain natriuretic peptide, BNF), peptide natriuretik
atrial (atrial natriuretic peptide, ANF), adrenomedulin, urodilatin, dan
endotelin dan berkaitan dengan rendahnya atau kurangnya asupan diet
kalsium, magnesium, dan kalium. Interaksi kompleks yang melibatkan
resistensi insulin dan fungsi endotel, hipertensi tidak jarang ditemukan pada
penderita diabetes, dan resistensi insulin ditemukan pada banyak pasien
hipertensi yang tidak mengalami diabetes klinis. Resistensi insulin berkaitan
dengan menurunnya jumlah endothelial oksida nitrat yang lepas dan
vasodilator lain serta mempengaruhi fungsi ginjal. Resistensi insulin dan
kadar insulin yang tinggi meningkatkan aktivitas SNS dan RAA. Beberapa
teori tersebut dapat menerangkan mengenai peningkatan tahanan perifer
disebabkan meningkatknya vasokonstriktor (SNS, RAA) atau pengurangan
vasodilator (ANF, adrenomedulin, urodilatin, oksida nitrat) dan
kemungkinan memediasi perubahan dalam apa yang disebut hubungan
tekanan natriuresis yang menyatakan bahwa orang yang mengalami
hipertensi mengalami ekskresi natrium ginjal yang lebih rendah apabila
tekanan darahnya meningkat.
Pemahaman mengenai patofisiologi mendukung intervensi terkini yang
diterapkan dalam penatalaksanaan hipertensi, seperti pembatasan asupan
garam, penurunan berat badan, dan pengontrolan diabetes, penghambat SNS,
penghambat RAA, vasodilator nonspesifik, diuretik, dan obat-obatan baru
yang masih dalam tahap uji coba yang mengatur ANF dan endotelin
(Manutung, 2018).
C. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pola Persepsi Kesehatan dan Pemeliharaan Kesehatan
Subyektif :
1) Pada lansia perlu menanyakan adanya factor resiko utama . Faktor resiko
utama kardiovaskuler : peningkatan serum lipid, merokok, kurang aktifitas,
dan obesitas. Pola hidup stress dan DM harus ditanyakan juga . Jika pasien
merokok ditanyakan jenis rokok, jumlah rokok perhari, dan usaha pasien
untuk berhenti merokok. Penggunaan alcohol harus juga di catat (jenis,
jumlah, perubahan reaksi, dan frekuensi). Kebiasaan penggunaan obat-
obatan. Menanyakan riwayat alergi, perawat menanyakan bagaimana
reaksi obat dan alergi yang pernah dialami. Konfirmasi penyakit darah
yang berhubungan dengan keturunan dan riwayat keluaraga yang
cenderung terhadap penyakit arteri coroner, penyakit vascular seperti
claudication intermiten, varicosities. Tanyakan riwayat kesehatan keluarga
pada kondisi non cardiac seperti asma, penyakit ginjal dan kegemukan
harus di kaji karena dapat berakibat pada system kardiovaskuler.
Obyektif :
Kebersihan diri lansia, di kaji adanya persepsi lansia terkait perubahan fisiknya
meliputi rambut yang sudah beruban, kulit yang semakin keriput, adanya gigi
geligi (copotnya gigi), penggunaan gigi palsu, kebersihan genetalia apakah ada
gatal, darah, kemerahan, dan tanda- tanda infeksi lainnya.
b. Pola Nutrisi-Metabolik
Subyektif
1) Kelebihan berat badan dan kekurangan berat badan dapat
mengidentfikasikan sebagai masalah kardiovaskuler. Tipe diit sehari hari
perlu dikaji untuk mengetahui gaya hidup pasien. Jumlah asupan garam
dan lemak juga perlu dikaji. Adanya perubahan nutrisi pada lansia seperti
perubahan dalam merasakan makanan.
Obyektif :
1) Pada lansia ditemukan Takikardi adanya perubahan karakteristik kulit
(warna, elastisitas, rambut, kelembapan, kuku, sensasi, suhu).
2) Ditemukan adanya penyakit kronik (DM) serta adanya gangguan
integritas kulit.
3) Pada uji laboratorium didapatkan Leukopenia, terjadi penurunan
hemoglobin.
4) Pada ditemukan malnutrisi, adanya konsumsi makanan yang tinggi
5) lemak jenuh dan makanan yang tinggi kolesterol dan rendah lemak tidak
jenuh, ditemukan hiperlipidemia , hiperkolesterolemia, Anemia
nutrisional dan juga faktor yang diturunkan (mis: distribusi jaringan
adiposa, penggunaan energi, aktivitas lipase lipoprotein, sintesis lipid
lipolisis), penimbunan lipid dan plak aterosklerotik.
6) Pada lansia diketahui BMI > 30 kg/m2, obesitas menyebabkan jantung
akan memompa lebih banyak darah daripada sebelumnya. Peningkatan
aliran darah dapat menyebabkan tekanan darah tinggi, yang merupakan
penyebab utama penyakit jantung.
c. Pola Eliminasi
Subyektif :
1) Warna kulit, temperatur, keutuhan/integritas dan turgor mungkin dapat
mengimformasikan tentang masalah sirkulasi. Arterisklerosis dapat
menyebabkan eksterimitas dingin dan sianotik dan odema dapat
mengidentifikasi gagal jantung . Pasien dengan diuretik dapat dilaporkan
ada peningkatan eliminasi urin. Masalah-masalah dengan konstipasi
harus dicatat. Mengedan atau valsava manufer harus di hindari pada
pasien dengan masalah kardiovaskuler.
2) Pada pola BAB lansia, dikaji seberapa sering dalam melakukan buang air
besar dalam sehari, kontinensinya lembek/keras/encer, warna feses
misalnya merah, kuning, atau pucat.
3) Pada lansia adanya kesulitan saat BAB dikaji adanya konstipasi.
4) Pola BAK dikaji dalam seberapa sering BAK perhari, warna urin seperti
kuning, jernih, keruh, kemerahan. Adanya oliguria atau sedikit BAK.
Anuria atau tidak adanya BAK. Dikaji adanya dysuria atau nyeri saat
BAK.
Obyektif :
1) Kaji kondisi abdomen adanya distensi kandung kemih, adanya konstipasi
dan diuretik pada pola eliminasi.
2) Kaji sikap lansia terkait dengan Bahasa tubuh misalnya memegang perut
yang adanya nyeri
3) Pemeriksaan/medic/laboratorium yang dilakukan terkait dengan
eliminasi meliputi.
d. Pola Aktivitas dan Latihan
Subyektif :
1) Lansia mengalami peningkatan keluhan fisik ,tidak mampu
mempertahankan aktivitas fisik pada tingkat yang biasanya, tidak mampu
mempertahankan rutinitas yang biasanya, Dispnea setelah beraktivitas ,
pernafas pendek dan nyeri sangat yang terjadi pada saat aktivitas dan
hilang dengan istirahat terjadi penurunan performa, disorientasi
Intoleransi aktifitas, keletihan, ketidak nyamanan setelah beraktifitas
lansia juga mengalami pengurang energy. Ditemukan perubahan warna
kulit (pucat, abu abu, sianosis). Terjadi penurunan kesadaran (Somnolen),
mulai mengalami kebingung, Pusing, Palpitasi, Kelemahan, Ortopnea,
Nyeri ekstremitas, Pemendekan jarak bebas nyeri yang ditempuh dalam
uji berjalan 6 menit. Pendekatan jarak total yang ditempuh dalam uji
berjalan 6 menit (40-700 pada orang dewasa), Batuk.
Obyektif :
1) Saat melakukan aktivitas tampak perubahan tekanan darah
diekstermitas.
2) Tidak ada nadi pariver akibat kurang kemampuan ventrikel
memompa.
3) Sianosis atau kebiruan, waktu pengisian kapiler kurang dari >3 detik,
warna menjadi pusat saat elevasi karena energi yang dilakukan,
e. Pengkajian Pola Istirahat-Tidur
Subyektif :
1) Pada lansia sering terjadi gangguan pada tidurnya yang mampu
mempengaruhi kualitas tidur lansia dan mengakibatkan perubahan
normal dari istirahat lansia sehingga biasanya lansia merasa kurang segar
pada pagi hari karena kulialitas tidur yang berkurang.
2) Pada lansia tidur dengan bertambahnya usia berdampak terhadap
penurunan periode tidur. Kelompok lansia cenderung lebih mudah
bangun dari tidurnya dan kebutuhan tidur pada lansia akan berkurang
dengan berlanjutnya usia.
3) Pada lansia biasanya ada laporan tentang pernafasan yang abnormal,
mendengkur terlalu keras, gerakan-gerakan abnormal pada waktu tidur.
Gangguan pada lansia dapat diidentifikasi dengan adanya tanda dan
gejala yaitu mendengkur, berhentinya pernafasan minimal 10 detik, dan
rasa kantuk disiang hari yang luar biasa. Pada lansia dengan adanya apnea
tidur dapat mengalami henti nafas maksimal sebanyak 300 kali dengan
episode dapat berakhir dari 10 sampai 90 detik.
4) Kebiasaan yang sering dilakukan lansia sebelum tidur biasanya dalam
meningkatkan kulalitas tidurnya adalah dengan posisi tidur yang disukai,
mengatur lingkungan kamar sesuai kenyamanannya, berdiam untuk
berdzikir dan biasanya lansia sering membayangkan hal-hal tertentu
sebelum tidur.
5) Lansia mengeluhakan tidur malam yang terganggu akibat sering kali
terbangun dimalam hari yang dikarenakan adanya keinginan buang air
kecil, mimpi buruk, suhu kamar tidur yang terlalu hangat ataupun dingin.
Kim & Moritz (1982, dalam Maas, 2011) menyatakan bahwa faktor yang
menyebabkan gangguan pola tidur pada lansia yaitu usia, penyakit atau
nyeri, depresi, kecemasan, lingkungan dan gaya hidup.
6) Dalam proses penuaan membuat lansia lebih mudah mengalami
gangguan tidur, yang mampu mengakibatkan perubahan normal pada
pola tidur dan istirahat lansia (Mass, 2011)
Obyektif :
1) Pada lansia sering terjadi gangguan pada tidurnya yang mampu
mempengaruhi kualitas tidur lansia. Kualitas tidur merupakan kepuasan
seseorang terhadap tidur
2) Pada lansia yang mengalami gangguan tidur dan mengalami penurunan
tidur akan memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang dan
gelisah, lesu dan apatis, kehitaman disekitar mata, kelopak mata
bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian pecah-pecah, sakit
kepala, sering menguap atau mengantuk.
3) Sesak nafas ketika tidur dalam posisi supinasi.
4) Pada lansia yang mengalami gangguan tidur dan mengalami penurunan
f. Persepsi Dan Kognitif
1) Pada lansia biasanya mengalami gangguan pada pendengaran yang
mengakibatkan lansia menggunakn alat bantu dengar seperti ABD yang
dipasangkan di telinga, dan juga mengalami masalah pada penglihatan
yang mengakibatkan lansia menggunakan alat bantu penglihatan seperti
kacamata.
2) Pada lansia biasanya mengalami masalah pada persepsi dan sensori yang
membuat lansia terkadang sulit untuk memilih, mengatur,dan merasakan
rangsangan yang dirasakan dari sistem saraf ke otak.
3) Adanya perubahan-perubahan dalam memori yang membuat lansia
terkadang mengeluhkan adanya lupa meletakan sesutu atau mengingat
sesuatu. gangguan dalam dayaingat paada lansia yang mengakibatkan
lansia terkadang lupa akan hal yang sedang dilakukan ataupun yang ingin
di lakukan saat itu, misalnya: mengingat siapa nama orangtuanya.
4) Pada lansia yang mengalami gangguan dalam daya ingat dan yang
mengakibatkan lansia terkadang lupa akan hal yang baru saja terjadi
ataupun yang sudah lama terjaadi.
5) Pada lansia biasanya mengalami masalah pada mengingat waktu, tempat
seperti: salah lokasi atau jalan pulang, kemudian seringkali salah
menyapa orang yang menurutnya sama atau memang dikenal.
6) Saat mengambil keputusan lansia biasanya mengalami kesulitan saat
mengambil keputusan maupun membuat sebuah keputusan yang
membuat lansia biasanya lebih sering menurut atau menyerahkan orang
yang lebih muda untuk dapat membantu mengambil atau membuat
keputusan
7) Pada lansia biasanya mengalami perubahan pola perilakku seperti
hiperaktif ataupun hipoaktif. Misalnya: lebih sering berinteraksi dengan
sesama lansia maupun lebih sering bersosialisasi di lingkungan sekitar,
atau lebih senang mengamati ataupun scenserung diam saja dan
mengamati.
8) Pada lansia biasanya mengalami perubahan dalam konsentraasi yang
terjadi saat lansia sudah mulai mengalami dimensia, ataupun sulit untuk
mengingat.
9) Keadaan lansia yang semakin sulit ditebak keinginannya seperti sikap
lansia yang mudah gelisah, tidak kooperatif, mudah marah, menarik diri,
mudah depresi, halusinasi dan delusi
Obyektif:
1) Pemeriksaan terkait dengan adanya penggunaan obat-obatan yang
membantu dalam pola kognitif. Pemeriksaan terkait dengan sisten syaraf
Penghidung syaraf olfaktorius. Penglihatan syaraf. Pendengaran syaraf
vestibulokoklearis Pengecapan syaraf hipoglossus : lidah, edema distensi
vena juguler, edem dependen atau perifer, edem umum, mungkin ada
dengan gagal jantung atau ventrikel.
g. Pola Persepsi Diri – Konsep Diri
Subyektif :
1) Pada umumnya terdapat lansia yang sudah mempersiapkan segalanya
bagi hidupnya di masa tua, namun juga lansia yang merasa terbebani atau
merasa cemas ketika beranjak tua karena merasa takut dan khawatir
dengan kematian, dan pada umumnya lansia juga merasa takut
ditinggalkan oleh keluarga, takut merasa tersisihkan dan takut akan rasa
kesepian yang akan datang.
2) Pada umumnya lansia mengetahui sumber ketakutan yang dirasakan
yaitu lansia takut akan kematian dan ditinggalkan oleh keluarga.
3) Pada umumnya lansia tidak menguasai hidupnya karena lansia memiliki
keterbatasan atau tidak adanya alternative pilihan dalam menyelesaikan
masalahnya. Misalnya lansia putus asa ketika ia mengompol dan tidak
dapat menahannya.
4) Pada umumnya sebagian besar lansia dan anak jauh kurang memuaskan
yang disebabkan oleh beberapa macam hal. Penyebabnya antara lain
kurangnya rasa memiliki kewajiban terhadap orang tua, jauhnya jarak
tempat tinggal antara anak dan orang tua. Lansia tidak akan merasa
terasing jika antara lansia dengan anak memiliki hubungan yang
memuaskan sampai lansia tersebut berusia 50-55 tahun.
5) Pada umumnya penuaan pada lansia membuat seseorang mengalami
perubahan postur tubuh. Kepadatan tulang dapat berkurang, tulang
belakang dapat memadat sehingga membuat tulang punggung menjadi
terlihat pendek atau melengkung. Perubahan ini dapat mengakibatkan
kerapuhan tulang sehingga terjadi osteoporosis, dan masalah ini
merupakan hal yang sering di hadapi oleh para lansia. Kulit pada lansia
menjadi semakin menebal dan kendur atau semakin banyak keriput yang
terjadi. Pada umumnya lansia berpenampilan dengan menggunakan
kemben dan kain batik (perempuan), menggunakan sarung, celana kain
(laki-laki).
Obyektif
1) Pada umumnya lansia terdapat gejala stimulasi system saraf otonom,
pada pengendalian saraf otonom adalah hipotalamus. Beberapa hal yang
dikatakan sebagai penyebab terjadinya gangguan otonom pada lanjut
usia adalah penurunan asektolikolin, atekolanin, dopamine,
noradrenalin. Terdapat perubahan morfologis yang mengakibatkan
penurunan jumlah reseptor kolin. Hal ini menyebabkan predisposisi
terjadinyahipotensi postural regulasi suhu sebagai tanggapan atas panas
atau dingin terganggu otoregulasi di sirkulasi serebral rusak sehingga
mudah terjatuh.
2) Pada umumnya lansia terlihat pasif karena penuaan pada system
neurologis lansia mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan
dalam aktivitas sehari-hari. Hal terjadi karena susunan saraf pusat pada
lansia mengalami perubahan morfologis.
3) Pada umumnya lansia mengalami kegelisahan disertai dengan diporesis
atau keringat dingin.
h. Pola Peran- Hubungan
Subyektif
1) Pada lansia dalam kehidupan dimasyarakat yang sifatnya aktif dapat
membuat rasa kepuasaan tersendiri didalam diri lansia sendiri.
2) Interaksi lansia dalam keluarga dan lingkungannya tetap dilakukan secara
aktif dimana dukungan sosial keluarga berperan dalam percapaian
kepuasan hidup lansia yang mampu menunjang kelangsungan hidup
lansia. Aktivitas lansia yang saling berinteraksi dilingkungan sosial sering
diminati oleh lansia yang bertujuan untuk mengisi waktu luang
dikehidupannya.
3) Pada umumnya lansia mengalami perubahan peran dimana lansia harus
memainkan peran baru misalnya dalam hal peran keluarga, peran dalam
sosial ekonomi, dan peran sosial masyarakat. Dalam setiap hal tersebut
mengalami perubahan yang tadinya dapat dilakukan secara mandiri dan
sekarang membutuhkan bantuan dari orang lain.
4) Permasalahan psikologis yang terjadi misalnya timbul perasaan tak
berguna, perubahaan pola hidup, berperasaan tidak dibutuhkan lagi,
merasa sedih dan kesepian karena kehilangan orang yang disayangi atau
pasangan hidup.
5) Pada lansia terjadi perubahan-perubahan baik aspek fisik berupa
perubahan neurologi dan sensorik, perubahan visual dan perubahan
pendengaran. Dari perubahan-perubahan tersebut mampu menjadi
hambatan daalam proses penerimaan dan interpretasi terhadap maksud
komunikasi sehingga lansia sering mengalami kesulitan dalam
berkomunikasi.
6) Keluarga memiliki peran penting dalam merawat lansia khususnya
gangguan koginitif dimana pasti keluarga dapat mengarah kecenderungan
munculnya kejadian yang dapat menyebabkan stress pada kelurga.
Obyektif
1) Lansia yang cenderung tidak melakukan interaksi akan merasa kesepian
dan kekurangan informasi. Kepuasan hidup yang cenderung rendah
menyebabakan lansia merasa menyesal dan menyebabkan lansia cenderung
untuk menyendiri, murung dan terisolasi dari kegitan dirumah ataupun
didalam rumah.
i. Pola Seksual-Reproduksi
Subyektif
1) Perubahan fisiologis yang berdampak terhadap seksual lansia adalah
karena terjadi penurunan hormone estrogen pada lansia wanita
2) Lansia mengalami menaupose memasuki usia diatas 45 biasanya
mengeluhkan periode menstruasi tidak teratur, kesuburan wanita
menurun karena produksi hormone estrogen menurun, vagina terasa
kering karena penurunan produksi lendir.
3) Lansia mengalami andropose memasuki usia diatas 45 tahun keluhan
yang biasa di rasakan kekurangan energi dan cepat merasa lelah, libido
rendah,disfungsi ereksi atau impotensi
4) Yang dilakukan dalam mengatasi menopause,dengan cara pemberian
tablet hormone estrogen dan progesterone untuk mengurangi bahaya
ancaman kanker endometrium maupun kanker payudara karena
penurunan hormone estrogen. Kemudian yang di lakukan dalam
mengatasi andropause mempertahan kadar testostoreno pada nilai
normal, terapi yang di berikan adalah pemberian obat testosterone
undecanoat capsul
5) Keluhan prostat atau hernia pada lansia biasanya muncul karena
terjadinya penurunan fungsi seksual yang menyebabkan berkurangnya
produksi cairan semen yang menyuburkan dan melindungi sperma
6) Penggunaan efek samping obat dan nikotin
Perubahan Struktur
Hipertensi
Gangguan Sirkulasi
Resistensi Vesokontriksi
Spasme Arteriole
Pembuluh Darah Pembuluh
Vasokontriksi
Darah Ginjal
Diplopia Perubahan
Nyeri Akut Afterload Status
Blood Flow/ Meningka Kesehatan
Aliran t
Darah Resiko Jatuh
Menurun
TINJAUAN KHASUS
A. Pengkajian
1. Identitas
Nama : Mbah. T
Umur : 66 th
Pendidikan : SMP
Pekerjaan : IRT
2. Penanggung Jawab
Nama : Ny. D
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Meninggal
: Hubungan pernikahan
: Tinggal serumah
3. Pola Persepsi Kesehatan dan Pemeliharaan Kesehatan
Subyektif:
a. Bagaimana pendapat lansia tentang kesehatan dirinya saat ini?
Jawab:
Pasien mengatakan memiliki riwayat penyakit hipertensi dan DM dan
sudah berjalan 5 tahun dan mengkonsumsi obat rutin 1 bulan sekali.
Pasien juga mengatakan mengatakan nyeri pada leher hingga tengkuk.
P : pada saat tidak mengkonsumsi obat tekanan dan pada saat melakukan
banyak aktivitas
Q : seperti di tusuk tusuk
R : nyeri pada leher hingga tengkuk
S : skala 5
T : hilang timbul
b. Apakah lansia merasa dapat mengatasi hal-hal yang mempengaruhi
kesehatannya?
Jawab:
Pasien mengatakan jika sakit kepala akibat tekanan darah yang sedang
naik segera instirahat berbaring ditempat tidur dan jika kalau belum
sembuh maka segera ke poliklinik untuk meminta obat hipertensi.
c. Apa yang dilakukan secara rutin ?
Jawab:
Pasien mengatakan setiap pagi melakukan senam di halaman dan selalu
aktif mengikuti kegiatan yang sudah ditentukan oleh panti.
e. Apakah mengeluarkan urin atau BAB saat batuk, bersin atau tertawa
Jawab:
Pasien mengatakan saat batuk tidak mengelurarkan urine/ BAK.
Obyektif:
a. Bagaimana kondisi
1) Abdomen : tampak tidak ada lesi, tidak
ada nyeri tekan
2) Anus : tidak dikaji
3) Mulut : tampak bersih, tidak ada sariawan
4) Uretra : tidak terkaji
5) Nyeri ketuk ginjal : tampak tidak ada nyeri ketika dilakukan
pengkajian ketuk pada ginjal
(Bathing) 1: Mandiri
Perawatan diri 0:Membutuhkan bantuan orang lain 1
1: Mandiri dalam perawatan muka,
(Grooming)
rambut, gigi, dan bercukur
Berpakaian/berd andan 0: Tergantung orang lain 2
(Dressing) 1: Sebagian dibantu (misal
mengancing baju)
2: Mandiri
BAK 0: inkontinensia atau pakai 2
(Bladder) kateter dan tidak terkontrol
1: Kadang Inkontinensia
(maks 1x24 jam)
2:Kontinensia (teratur
untuk lebih
dari 7 hari)
Buang air besar 0: Inkontinensia (tidak 2
(Bowel) teratur atau perlu enema)
1:Kadang Inkontensia
(sekali seminggu)
2: Kontinensia (teratur)
Penggunaan toilet 0: Tergantung bantuan 2
orang lain
1: Membutuhkan bantuan,
tapi dapat melakukan
beberapa hal sendiri
2: Mandiri
Berpindah 0: Tidak mampu 3
1: Butuh bantuan untuk
bisa duduk (2 orang)
2: Bantuan kecil (1orang)
3:Mandiri
Berjalan/mobilitas 0: Immobile (tidak 3
mampu) 1: Menggunakan
kursi roda
2: Berjalan dengan bantuan
satu orang
3: Mandiri (meskipun
menggunakan alat bantu
seperti, tongkat)
2 : Membutuhkan bantuan
(alatbantun)
3 : Mandiri
Total 21
bantu/pegangan
5. Keseimbangan berdiri
Tidak kokoh (Goyah, tidak stabil) 0
Berdiri dengan kaki melebar (jarak antara kedua 1 1
Mulai terjatuh 0
1
Goyah/sempoyongan, tapi dapat mengendalikan
2
Diri
Berbalik 360˚
Tidak kokoh (Goyah, sempoyongan) 0 1
Berdirikokoh (stabil) 1
9. Duduk ke kursi
Tidak aman (kesalahan mempersepsikan 0
jarak , langsung menjatuhkan diri ke kursi) 2
Menggunakan kekuatan lengan atas, tidak
secara perlahan 1
Aman, gerakan perlahan-lahan
2
16
TOTAL
Kaki kiri
Kenaikan tidak konstan, menyeret, atau 0
mengangkat kak terlalu tinggi>5cm 1
Konstan dan tinggi langkah normal 1
Kaki Kiri
Langkah pendek tidak melewati kaki kanan 0
Melewati kaki kanan 1 0
1Kesimetrisan Langkah
2
Panjang langkah kaki kanan dan kaki kiri tidak 0
Sama 0
5555 5555
4444 4444
j. Hasil observasi:
1) TD : - 148/83 mmhg (Senin, 18/03/2024)
- 139/85 mmhg (Selasa, 19/03/2024)
2) N : 70 x/menit
3) RR : 20 x/menit
4) GDS : 283 mg/dl ( 16/02/2024)
5) JVP : Tidak dilakukan pemeriksaan JVP
6) CRT : <3 detik
7) Edema : tidak terdapat edama
8) LAB : Tidak ada pemeriksaan LAB
9) EKG : Tidak ada pemeriksaan EKG
10) Diagnostik : Tidak ada pemeriksaan Diagnostik
7. Pola Istirahat – Tidur
Subyektif:
a. Apakah lansia merasa segar setelah tidur pada malam hari?
Jawab:
Pasien mengatakan merasa kadang-kadang tidak merasa bugar pada pagi
hari jika tengah malam terbangun dan tidak bisa untuk tidur sampai pagi
b. Kebiasaan tidur berapa jam/hari, pukul berapa memulai tidur pada
siang/malam?
Jawab:
Pasien mangatakan biasa saat malam hari tidur pukul 22.00 terbangun
pukul 03.00, dan kadang sulit untuk memulai tidur jika badan sedang
kelelahan.
c. Apakah tidur dapat berlangsung lama atau sering terbangun?
Jawab:
Pasien mengatakan tidur malam hari sering terbangun jika badan terlalu
lelah dan banyak aktivitas
d. Apa yang dilakukan lansia sebagai ritual tidur atau upaya untuk
meningkatkan kualitas tidurnya
Jawab:
Pasien mengatakan jika ingin tidur upaya dilakukan adalah berdoa
terlebih dahulu
e. Apa yang menyebabkan lansia sering terbangun pada waktu tidur (rasa
sakit, berisik,atau hal lain)?
Jawab:
Pasien mengatakan terkadang bangun karena badan terasa lelah tidak enak
dan juga karena ingin buang air kecil.
f. Adakah lansia mengalami gangguan tidur?
Jawab:
Pasien mengatakan susah tidur jika sedang merasa lelah
Obyektif:
a. Apakah lansia terlihat capek/lesu/tanda-tanda kurang tidur yang lain
(lingkar hitam pada kelopak mata)?
Jawab:
Pasien tampak kurang segar, terdapat sedikit lingkar hitam pada kelopak
mata, mengeluh sulit tidur, mengeluh sering terjaga/terbangun tengah
malam.
b. Jenis obat tidur yang digunakan dan kapan digunakan?
Jawab:
Pasien tampak tidak mengkonsumsi obat tidur
c. Tanda dan gejala yang timbul akibat kurang tidur?
Jawab:
Pasien tampak tterdapat sedikit lingkar hitam pada kelopak mata
8. Pola Kognitif – Perseptual
Subyektif:
a. Apakah lansia menggunakan alat bantu dengar atau pengelihatan?
Jawab:
Pasien mengatakan tidak menggunakan alat bantu dengan dan masih bisa
melihat dengan jelas
b. Apakah lansia mengatakan adanya perubahan-perubahan dalam memori?
Jawab:
Pasein mengatakan tidak ada perubahan dalam memori atau ingatannya
c. Apakah ada kesulitan dalam mengingat kejadian jangka waktu dekat atau
yang sudah lama terjadi?
Jawab:
Pasien mengatakan mampu mengingat kejadian jangka waktu dekat dan
sedikit lupa yang sudah lama terjadi
d. Apakah ada mengalami disorientasi tempat/waktu/orang?
Jawab:
Pasien mengatakan mampu mengetahui tempat, waktu dan orang
PENGKAJIAN
1. ORIENTASI 5
Sekarang tahun, musim, 5
bulan,tanggal,hari apa?
2. Kita berada dimana? Negara, provinsi, 5 5
kota, desa, ruang/tempat?
3. REGISTRASI
Sebutkan 3 buah nama benda (apel, meja,
koin), tiap benda 1 detik pasien disuruh 3 3
6. BAHASA 2 2
TOTAL 30 28
Interpretasi MMSE
Metode Skor Interpretasi
Single Cutoff < 24 Abnormal
Range <21 Kemungkinan demensia lebih besar
>25 Kemungkinan demensia lebih kecil
Keterangan scoring :
a. Tidak ada atau tidak pernah (TP)
b. Sesuai dengan yang dialami sampai tingkat
tertentu, atau kadang-kadang (KD)
c. Sering (S)
d. Sangat sesuai dengan yang dialami, atau hampir setiap saat (SS)
Indikator penilaian:
Pasien mengatakan selalu rajin ibadah di hari senin, kamis, dan sabtu
dengan teratur
Data Objektif :
2 Data Subjektif
Katergori: Psikologis
- Pasien mengatakan memiliki riwayat penyakit
Subkategori : Nyeri dan
hipertensi dan DM dan sudah berjalan 5 tahun.
Keamanan
- Pasien juga mengatakan mengatakan merasa tidak
Kode : (D.0074)
nyaman karena pada leher hingga tengkuk
Diagnosa:
terkadang nyeri
Gangguan Rasa Nyaman
Data Objektif :
b.d Gejala Penyakit
- TD : 168/83 mmHg
- N : 78x/menit
- RR : 19x/menit
- Kesadaran composmentis
3 Data Subjektif :
Kategori : fisiologis
- Pasien mengatakan mempunyai riwayat penyakit
Subkategori : Sirkulasi
Hipertensi dan DM sejak 5 tahun yang lalu
Kode : (D.0015)
- Pasien mengatakan mengkonsumsi obat hanya satu
Diagnosa : Risiko Perfusi
bulan sekali
Perifer Tidak efektif d.d
Data objektif :
DM dan Hipertensi
- TD : 168/83x/menit
C. DIAGNOSA PRIORITAS
3. Cuci tangan
4. Gunakan lotion
untuk mengurangi
gesekan
5. Lakukan pemijatan
secara perlahan
yang tepat
6. Anjurkan rileks
selama pemijatan
4. Gunakan lotion
untuk mengurangi
gesekan
5. Lakukan pemijatan
secara perlahan
yang tepa
6. Anjurkan rileks
selama pemijatan
kebiasaan pola
masa lalu
3. Persiapkan materi
4. Jadwalkan waktu
pemberian pendkes
5. Berikan
kesempatan klien
untuk bertanya
6. Jelaskan tujuan
kepatuhan diet
7. Informasikan
mkanan yang
diperbolehkan dan
dilarang untuk
dikonsumsi
8. Anjurkan
mengganti bahan
makanan sesuai
diprogramkan
E. IMPLEMENTASI
pijit/foot masase
kaki
dipijit
rileks
7. TD : 150/83 mmHg
N : 70x/menit
RR : 18x/menit
A:
P:
Pemijatan”
akan dipijat
2. Cuci tangan
3. Gunakan lotion untuk
mengurangi gesekan
4. Lakukan pemijatan
pemijatan
mengurangi makan
lauk/sayur yang terlalu asin untuk mengontrol garam
A:
Tujuan tercapai
P:
Hentikan intervensi
N : 68x/menit
RR : 18x/menit
A:
Pemijatan”
dipijat
2. Cuci tangan
mengurangi gesekan
4. Lakukan pemijatan secara
pemijatan
N : 67x/menit
RR : 18x/menit
A:
Tujuan tercapai
P:
Pemijatan”
BAB IV
PEMBAHASAN
keperawatan yang sesuai dengan data yang telah didapatkan yaitu diagnosa
gangguan pola tidur, gangguan rasa nyaman dan risiko perfusi perifer tidak efektif.
Pada diagnosa gangguan pola tidur ini target luaran yang ingin dicapai yaitu
dari skala 2 (cukup menurun) ke skala 5 (membaik) dengan kriteria hasil keluhan
sulit tidur membaik, dan keluhan sering terjaga membaik. Untuk diagnosa
gangguan rasa nyaman dari dari level 2 (cukup meningkat) ke level 5 (menurun)
dengan kriteria hasil keluhan tidak nyaman menurun, keluhan sulit tidur menurun,
pola tidur membaik. Dan untuk diagnosa risiko perfusi tidak efektif dari skala 2
Untuk mencapai luaran yang diinginkan maka lansia akan diberikan beberapa
tidur, gangguan rasa nyaman dan risiko perfusi perifer tidak efektif tidak efektif
tentang diet rendah gula, garam, dan cairan terkait penyakit yang diderita Mbah.T.
pertemuan yang pertama dilakukan edukasi kesehatan tentang diet rendah gula,
garam, dan cairan terkait penyakit yang diderita Mbah.T. Pada pertemuan kedua
diberikan terapi pemijatan foot masase untuk mengatasi gangguan pola tidur dan
gangguan rasa nyaman serta untuk menurunkan melancarkan sirkulasi pada tubuh.
Evaluasi dari implementasi yang di lakukan kepada Mbah.T, Mbah.T
mengatakan mulai saat ini akan mematuhi diet rendah garam, rendah gula, rendah
cairan sebagaimana yang telah dianjurkan dan akan mencoba mengganti gula
terapi pemijatan foot masase, badan terasa nyaman sehingga bisa memulai tidur
lebih awal bangun pagi terasa segar. Tekanan darah pada Mbah.T terjadi
kesehatan terkait diet rendah garam, rendah gula, rendah cairan dengan
mengedukasi membatasi jumlah gula, garam dan cairan, mengganti gula biasa
makanan yang harus dihindari seperti makanan yang terlalu asin dan terlalu manis
namun tidak menerapkan diet yang dianjurkan, setelah dilakukan edukasi Mbah.
T menjadi lebih tahu dan paham tentang diet yang dianjurkan dan menghindari
Mbah.T juga mengatakan akan mencoba menerapkan diet yang telah dianjurkan
foot massage, Mbah.T mengeluh sulit untuk memulai tidur, terbangun pada
tengah malam dan terjaga hingga pagi hari. Mbah.T juga mengatakan jika terlalu
banyak aktivitas dan badan terasa lelah kadang-kadang leher hingga tengkuk
terasa nyeri kaku sehingga tidak nyaman dan terganggu istirahatnya. Setelah
tidak bangun tengah malam, terasa segar pada saat bangun pagi
dukungan tidur dan juga terapi pemijatan yang bertujuan untuk memfasilitasi
siklus tidur, dimana tidur yang teratur lalu memberikan stimulus kulit dengan
sirkulasi. Dapat dianalisis bahwa subjek pada studi kasus mengatakan kualitas
tidurnya membaik. Subjek studi kasus tampak wajah lebih segar, tidak tampak
lesu dan lemas. Analisis penatalaksanaan gangguan pola tidur dapat diselesaikan
sebagian dengan bukti bahwa responden mengalami penurunan skor PSQI setelah
3 hari berturut turut selama 15 menit nyeri kepala hilang, badan terasa ringan,
rileks dan hasil tekanan darah systole menjadi stabil. Kegiatan pengabdian
Binjai bahwa kegiatan terapi foot massage memberikan dampak positif peserta
nyeri, kaku otot berkurang, tekanan darah stabil sistol dan diastol. Terapi foot
lansia dengan usia diatas 60 tahun dan yang hadir di puskesmas. Data
penyakit kronis seperti Hipertensi atau Diabetes Melitus. Jika lansia tidak
dilakukan edukasi terhadap penerapan diet diabetes melitus atau diet hipertensi.
kerja Puskesmas Maros Baru Kabupaten Maros. Hasil ini sejalan dengan
factor yang sangat berpengaruh terhadap nilai kesehatan individu serta dapat
dihadapi
Proses asuhan keperawatan pada gerontik berjalan dengan lancar dan sesuai dengan
kontrak waktu yang telah disepakati dengan Mbah.T. Selain itu, Mbah.T juga mampu
memahami dengan baik terkait penkes yang telah dilakukan dan mengikuti terapi dengan
A. Kesimpulan
yaitu gangguan pola tidur, gangguan rasa nyaman, dan risiko perfusi perifer tidak
3. Intervensi yang dilakukan pada diagnosa pertama dan kedua yaitu terapi pemijatan
dengan memberikan terapi pemijatan foot massage sedangkan diagnosa ketiga dengan
meningkat dan tingkat pengetahuan Mbah.T terkait diet nutrisi rendah garam, rendah
gula, rendah cairan meningkat sehingga mau mencoba melakukan diet yang dianjurkan.
B. Saran
1. Panti
Diharapkan asuhan keperawatan yang telah dibuat dapat digunakan oleh Panti
2. Puskesmas
Diharapkan asuhan keperawatan yang telah dibuat dapat digunakan sebagai acuan dan
3. Masyarakat
dan pengetahuan bagi masyarakat mengenai manfaat terapi pemijatan foot massage
dan diet nutrisi rendah garam, rendah gula, rendah cairan untuik penderita hipertensi
dan DM.
3. Keluarga
Diharapkan asuhan keperawatan yang telah dibuat mampu enambahkan wawasan dan
pengetahuan bagi keluarga untuk merawat lansia dengan hipertensi dan DM.
DAFTAR PUSTAKA
Akbar H, Budi Santoso E. Analisis Faktor Penyebab Terjadinya Hipertensi Pada Masyarakat
(Studi Kasus Di Kecamatan Passi Barat Kabupaten Bolang Mongondow). Universitas
Muhammadiyah Palu MPPKI. 2020 Jan;3(1):12–9.
Fauziah, Puji (2021) Pengaruh Pijat Refleksi Kaki Terhadap Gangguan Tidur Pada Lansia.
Vol. 7, No. 1, Maret 2021, Jurnal Ilmiah Keperawatan Imelda
Fidyawati (2023) Penerapan Intervensi Pijat Refleksi Kaki Pada Lansia Dengan Gangguan Pola
Tidur. Yogyakarta, Volume 05, Nomor 02, Desember 2023, E-ISSN 2716-2745, Jurnal
Ilmiah Kesehatan Medika
Kamaliah Kristina (2021) Terapi Foot Massage Untuk Menurunkan Dan Menstabilkan
Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi. Volume 3, Nomor 2, September 2021, 328-
336
Manuntung A. Terapi Perlaku Kognitif pada Pasien Hipertensi. Malang: Wineka Media; 2018.
08–10 p.
Nursyidatul, Nadimin (2023) Pengetahuan dan Sikap Lansia setelah edukasi tentang Program
Prolanis Di wilayah Kerja Puskesmas maros baru Kabupaten Maros. Media Gizi Pangan,
Vol. 30, Edisi 2, 2023
PENGAJARAN
NO SUB JUDUL PENJELASAN
1 PENGERTIAN Masase kaki adalah sentuhan yang dilakukan pada kaki dengan sadar dan
digunakan untuk meningkatkan kesehatan
2 TUJUAN 1. Menimbulkan relaksasi yang dalam.
2. Memperbaiki sirkulasi darah pada otot sehingga mengurangi nyeri
dan inflamasi.
3. Memperbaiki secara langsung maupun tidak langsung fungsi setiap
organ internal.
4. Membentu memperbaiki mobilitas
5. Menurunkan tekanan darah.
6. Pegang kaki pasangan dengan ibu jari kita berada diatas dan telunjuk dibagian
bawah.
7. Kemudian dengan menggunakan ibu jari, tekanan urat-urat otot mulai dari
jaringan antara ibu jari dan telunjuk kaki. Tekan diantaranya urat-urat otot
dengan ibu jari . ulangi gerakan ini pada tiap lekukan.
8. Pegang tumit kaki dengan tangan kanan, gunakan ibu jari dan telunjuk tangan
kiri pemijat untuk menarik kaki dan meremas jari kaki. Pertama : letakkan ibu
jari pemijat diatas ibu jari kaki dan telunjuk dibawahnya. Lalu pijat dan tarik
ujungnya,
dengan gerakan yang sama pijat sisi-sisi jari. Lakukan gerakan
ini pada jari yang lain.
YOGYAKARTA
Disusun Oleh :
Ziana Utari
23160052
2023/2024
Asuhan Keperawatan Pada Mbah. T Dengan hipertensi Di Panti Sosial Tresna Werdha
Email : 23160052@respati.ac.id
Latar belakang : Lanjut usia (lansia) merupakan tahap akhir dari perkembangan hidup
manusia. Proses bertambahnya usia akan berdampak pada berbagai aspek kehidupan, baik
sosial, ekonomi, maupun Kesehatan. Menurut angka kejadian hipertensi di Indonesia pada
tahun 2023 berdasarkan usia yaitu pada usia > 75 tahun (63,8%), usia 64-74 tahun (57,6%),
dan usia 55-64 tahun (45,9%).
Tujuan : Untuk mengetahui evaluasi pemberian terapi pemijataan foot massage untuk untuk
menurunkan tekanan darah pada lansia.
Metode : Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah studi kasus. Subjek yang
digunakan dalam studi kasus ini adalah satu lansia. Fokus studi pada studi kasus ini adalah
lansia dengan masalah hipertensi. Penyelenggaraan asuhan keperawatan gerontik selama 3
hari.
Hasil : Berdasarkan tindakan yang sudah diberikan kepada lansia didapatkan hasil bahwa :
tekanan darah menurun setelah diberikan terapi dan berdasarkan observasi Mbah.T
mengatakan terasa nyaman di badan, kesulitan tidur menurun, terasa segar pada saat bangun
pagi, terasa lebih rileks.
Kesimpulan : Berdasarkan hasil intervensi pemberian terapi pemijatan foot massage selama 3
hari berturut-turut terjadi penurunan tekanan darah, dapat diambil kesimpulan bahwasannya
terapi pemijatan foot massage efektif untuk melancarkan sirkulasi dan menurunkan tekanan
darah.
Background: Old age (elderly) is the final stage of development of human life. The process of
getting older will have an impact on various aspects of life, both social, economic and health.
According to incidence of hypertension in Indonesia 2023 based on age namely those aged
>75 years (63,8%), aged 64-74 years (57,6%), and aged 55-64 years (45.9%).
Objective: To find out the evaluation of providing foot massage therapy to reduce blood
pressure in te elderly.
Method: The design used in this study is a case study. The subject used in this case study was
an elderly person. The focus of the study in this case study is the elderly with hypertension
problems. Organizing gerontic nursing care for 3 days.
Results: Based on the actions that have been given to the elderly, the results show that: blood
pressure decreased after being given therapy and based on Mbah.T’s observations, he said he
felt comfortable in the body, had decreased difficulty sleeping, felt fresh when he woke up in
the morning, felt more relaxed.
Conclusion: Based on the results of the intervention of providing foot massage therapy for 3
consecutive days, there was decrease in blood pressure, it can be concluded that foot massage
therapy is effective for improving circulation and lowering blood pressure.
Lanjut usia (lansia) merupakan tahap akhir dari perkembangan hidup manusia. Proses
bertambahnya usia akan berdampak pada berbagai aspek kehidupan, baik sosial, ekonomi,
maupun kesehatan. Dari segi kesehatan, dengan semakin bertambahnya usia maka fungsi
biologis akan mengalami proses penuaan secara terus-menerus yang ditandai menurunnya
daya tahan fisik sehingga rentan terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan
kematian. Kematian terbanyak akibat penyakit tidak menular antara lain penyakit
Hipertensi dapat dicirikan dengan meningkatnya tekanan darah sistolik dan diastolik
yang intermitten atau menetap.Pengukuran tekanan darah serial 150/95 mmHg atau lebih
tinggi pada orang yang berusia lebih dari 50 tahun memastikan hipertensi. Meningkatnya
hipertensi terjadi seiring dengan bertambahnya usia (Irawan, 2018). Pada wanita hal ini
dengan usia ini adalah produk samping dari arteriosclerosis dari arteri-arteri utama,
ini dan menjadi semakin kaku, arteri dan aorta itu kehilangan daya penyesuaian diri. Arteri
kehilangan elastisitas atau kelenturan serta tekanan darah meningkat seiring dengan
bertambahnya usia. Hipertensi pada lanjut usia (lansia) kebanyakan adalah hipertensi
esensial, dan pada umumnya berkembang menjadi Isolated Systolic Hypertension atau
hipertensi sistolik terisolasi (HST). Hipertensi sistolik terisolasi ini meningkat seiring
pembuluh darah dan menyebabkan bentuk dan isi dari arteri yang akan mengakibatkan
Menurut hasil Riskesdas tahun 2018, prevalensi hipertensi di Indonesia sekitar 31,7% dan
diketahui mengalami peningkatan pada tahun 2018 dengan angka mencapai 34,1% dimana
mayoritas dari penyandang hipertensi tersebut adalah para lansia. Angka prevalensi
hipertensi pada lansia dengan kisaran usia > 75 tahun (63,8%), usia 64-74 tahun (57,6%),
dan usia 55-64 tahun (45,9%). Profil kesehatan Jawa Tengah tahun 2018 menyebutkan
bahwa berdasarkan hasil rekapitulasi data kasus baru PTM yang dilaporkan (2.412.297
pendahuluan yang telah dilakukan di Wisma Pagombakan Panti Sosial Tresna Werdha
Berdasarakan hasil pengkajian yang dilakukan kepada klien Mbah. T dengan usia 66
tahun didapatkan hasil memiliki riwayat penyakit hipertensi dan DM sejak 5 tahun yang
lalu dan pada saat pengkajian didapatkan hasil tekanan darah 168/168/83 mmHg, N :
78x/menit, GDS: 203 mg/dl (16/02/2024), mengeluh sulit tidur, jika terlalu banyak
aktivitas kadang-kadang leher dan tengkuk terasa nyeri kaku sehingga menggangu
kenyamanan dalam istirahat. Pasien rutin mengikuti kegiatan senam lansia, namun klien
masih sering makan-makanan yang terlalu asin, manis, lemak jenuh seperti sayur santan,
ikan asin dan minuman manis. Sehingga perlu dilakukan asuhan keperawatan gerontik
pada Mbah. T untuk meningkatkan perilaku hidup sehat dengan harapan kadar tekanan
darah dan DM dapat terkontrol dengan baik, dan kualitas hidup lansia dapat lebih
meningkat.
B. Metode
Desain yang digunakan adalah studi kasus, dimana kasus pasien usia lanjut, teknik
intervensi yang digunakan untuk mengatasi masalah keperawatan yaitu intervensi sesuai
dengan standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI). Instrumen yang digunakan
C. Hasil
bahwasannya setelah diberikan terapi pemijatan foot massage selama 3 hari berturut-turut
kepada Mbah.T mengatakan merasa lebih nyaman, lebih rileks, kesulitan tidur menurun,
tidak bangun tengah malam, terasa segar pada saat bangun pagi. Dan setelah diberikan
edukasi diet kepada Mbah.T menjadi lebih tahu dan paham tentang diet yang dianjurkan
dideritanya. Mbah.T juga mengatakan akan mencoba menerapkan diet yang telah
D. Pembahasan
yang pertama dilakukan pendidikan kesehatan terkait diet rendah garam, rendah gula,
rendah cairan dengan mengedukasi membatasi jumlah gula, garam dan cairan, mengganti
gula biasa dengan gula khusus diabetes, sebelumnya Mbah.T sudah mengetahui tentang
makanan yang harus dihindari seperti makanan yang terlalu asin dan terlalu manis namun
tidak menerapkan diet yang dianjurkan, setelah dilakukan edukasi Mbah. T menjadi lebih
tahu dan paham tentang diet yang dianjurkan dan menghindari makan/minuman yang
mencoba menerapkan diet yang telah dianjurkan pada pola makannya saat ini. Pada
pertemuan kedua diberikan terapi peijatan foot massage untuk mengatasi keluhan sulit
tidur dan gangguan rasa nyaman pada Mbah.T didapatkan hasil setelah dilakukan
merasa lebih nyaman, lebih rileks, kesulitan tidur menurun, tidak bangun tengah malam,
terasa segar pada saat bangun pagi dan terjadi penurunan tekanan darah sebelum dan
E. Kesimpulan
Berdasarkan hasil intervensi pemberian terapi pemijatan foot massage rebusan jahe
merah selama 3 hari berturut-turut terjadi penurunan tekanan darah, peningkatan kualitas
foot massage efektif untuk menurunkan tekanan darah dan meningkatkan kualitas tidur
pada lansia.
DAFTAR PUSTAKA
Annisa, Widya (2022) Kejadian Hipertensi pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas
http://journal.unnes.ac.id/id/sju/index.php/higeia
Riskesdes RI. 2018. Angka hipertensi lansia di Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
Suwarsi (2017) ‘Penurunana Kadar Kolesterol Darah Pada Kelompok Lansia yang
https://nursingjurnal.respati.ac.idindex.php/JKRY/article/view/128.