Anda di halaman 1dari 84

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

MBAH.T DENGAN HIPERTENSI DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA

PAKEM, SLEMAN DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

STASE KEPERAWATAN GERONTIK

Disusun Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas Stase Keperawatan Gerontik

Dosen Pengampu : Januar Rizqi, S.Kep., Ns., M.Sc

Disusun Oleh:

Ziana Utari

NIM: 23160052

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS PROGRAM PROFESI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA

2023/2024
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Mbah.T Dengan


Hipertensi Di Panti Sosial Tresna Werdha Pakem, Sleman, Daerah Istimewa
Yogyakarta

Telah diperiksa, disetujui dan dipertanggungjawabkan kepada Dosen Pembimbing


Program Studi Pendidikan Profesi Ners, fakultas ilmu kesehatan, Universitas Respati
Yogyakarta, pada :

Hari :
Tanggal :
Waktu :
Tempat/Ruangan :

Pembimbing Akademik Mahasiswa Praktikan

Januar Rizqi, S.Kep., Ns., M.Sc Ziana Utari

23160052
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadiran Tuhan Yang Maha Esa yang telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya, sehingga peneliti dapat menyelesaikan laporan
yang berjudul “Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Mbah.T
Dengan Hipertensi Di Panti Sosial Tresna Werdha Pakem, Sleman, Daerah
Istimewa Yogyakarta”. Laporan ini tersusun atas upaya maksimal penulis dengan
bimbingan, arahan, serta dukungan dari bapak/ibu pembimbing dan berbagai pihak
sehingga dapat terselesaikan dengan baik dan tepat waktu. Oleh karena itu pada
kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terimakasih kepada:
1. Januar Rizqi,S.Kep.,Ns.,M.Sc selaku dosen pembimbing lahan praktik gerontik yang
telah memberikan arahan serta bimbingan selama stase keperawatan gerontik
2. Lansia Mbah. T selaku responden yang telah berpartisipasi aktif sebagai penerima
asuhan keperawatan gerontik
3. Semua pihak yang telah terlibat dan memberikan dukungan baik moral maupun
material yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

Penulis menyadari dalam penyusunan laporan ini masih banyak kekurangan, untuk
itupenulis mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi kesempurnaan
laporan ini. Semoga laporan ini bermanfaat bagi penulis dan bagi pembaca khususnya
dalam ilmu keperawatan gerontik. Penulis memohon maaf apabila terdapat kesalahan
atau kekeliruan yang tidak disengaja dalam penulisan laporan ini.

Yogyakarta, Maret 2024

Ziana Utari
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pertumbuhan penduduk lanjut usia (lansia) dipredikasi akan terus meningkat di

masa mendatang terutama di Negara berkembang (Pusat Data dan Informasi

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2014). Menurut Undang-undang

Republik Indonesia Nomor 13 Tahun 1998 tentang kesejahteraan lansia,

mengatakan bahwa lanjut usia (lansia) adalah seseorang yang telah mencapai usia

60 tahun ke atas. Berdasarkan Data Proyeksi Penduduk 2017, jumlah penduduk

lansia didunia diperkirakan akan terus mengalami peningkatan, pada tahun 2015

penduduk lansia didunia mencapai (12,3%), tahun 2020 mencapai (13,5%), tahun

2025 meningkat menjadi (14,9%) (Pusat Data dan Informasi Kementerian

Kesehatan Republik Indonesia, 2017).

Dengan meningkatanya jumlah lansia diikuti juga dengan menurunkan

kesejahteraan lansia dan meningkatnya masalah kesehatan pada lansia salah satunya

adalah penekanan tekanan darah atau hipertensi. Prevalensi kejadian hipertensi pada

lansia terus meningkat 74% pada usia 80 tahun keatas (Hidayat et al., 2022).

Sedangkan di Indonesia angka kejadian hipertensi berdasarkan usia yaitu pada usia

> 75 tahun (63,8%), usia 64-74 tahun (57,6%), dan usia 55-64 tahun (45,9%)

(Hakim, 2023). Berdasarkan studi pendahuluan yang telah dilakukan di Wisma

Pagombakan Panti Sosial Tresna Werdha yang berjumlah 9 orang, didapatkan 7

lansia mempunyai riwayat penyakit hipertensi. Oleh, karena itu pemerintah, perawat

dan tenaga kesehatan lainya harus mempersiapkan merancang berbagai aspek

terutama kesehatan yang ditunjukan bagi kelompok lansia (Pusat Data dan

Informasi Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, 2017). Salah satu intervensi

yang dapat diaplikasikan pada keluarga dengan lansia adalah dengan melakukan

terapi pemijatan atau akupresure yanh memiliki efek menurunkan tekanan darah.
Pemijatan akupresure akan memberikan stimulus/ rangsangan pada titik meridian

tubuh dengan menggunakan jari-jari yang bertujuan untuk mempengaruhi organ

tubuh tertentu dengan mengaktifkan aliran energi (qi) di dalam tubuh. Penekanan

dilakukan pada titik LV (liver) 3, titik LI 4 (Large Intestine 4), titik PC (Pericardium

atau Gerbang Dalam) 6, titik GB (Galbladderrl) 20, dan titik GV (Governing Vessel)

20 (Majid & Rini, 2016).

Tingginya masalah hipertensi dan intervensi yang bisa diberikan pada lansia,

maka penulis tertarik untuk melakukan asuhan keperawatan dengan memberikan

terapi pemijatan pada lansia untuk menurunkan tekanan darah di Wisma

Pagombakan Panti Sosial Tresna werdha Pakem, Sleman, Daerah Istimewa

Yogyakarta.
B. Tujuan

1. Tujuan Umum

Mampu melaksanakan Asuhan Keperawatan pada Mbah.T usia 66 tahun dengan

Hipertensi di Panti Sosial Tresna Werdha Pakem, Sleman, Daerah Istimewa

Yogyakarta.

2. Tujuan Khusus

a. Untuk mengetahui pengkajian keperawatan pada Lanjut Usia dengan

hipertensi

b. Untuk mengetahui diagnosa keperawatan pada Lanjut Usia hipertensi

c. Untuk mengetahui rencana keperawatan pada Lanjut Usia hipertensi

d. Untuk mengetahui implementasi keperawatan pada Lanjut usia hipertensi

e. Untuk mengetahui evaluasi keperawatan pada Lanjut usia hipertensi


BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Proses Menua
1. Definisi Lansia
Lanjut usia berarti mereka yang berumur di atas 45 tahun di Montana serta di
atas 55 tahun di seluruh negara (Miller, 2012). Lansia dianggap berusia di atas
60 tahun. Penuaan bukanlah suatu penyakit melainkan suatu proses perubahan
kumulatif secara bertahap, suatu proses di mana daya tahan tubuh terhadap
rangsangan internal dan eksternal menurun (Khofifah, 2016).
2. Klasifikasi Lansia
Menurut WHO 1999, dalam Khofifah (2016), menyatakan batasan lansia yaitu:
a. Lanjut usia (elderly) ialah 60-74 tahun.
b. Lanjut usia tua (old age) ialah 75-90 tahun.
c. Lanjut usia sangat tua (very old) berarti berumur diatas 90 tahun.
B. Macam-Macam Gangguan (Penyakit) Pada Sistem Kardiovaskuler
1. Penyakit 1 Hipertensi pada sistem kardiovaskuler
a. Definisi Hipertensi
Hipertensi atau penyakit tekanan darah tinggi merupakan suatu gangguan
pada dinding pembuluh darah yang mengalami peningkatan tekanan darah
sehingga mengakibatkan suplai oksigen dan nutrisi tidak bisa sampai ke
jaringan yang membutuhkannya. Hal tersebut mengakibatkan jantung harus
bekerja lebih keras untuk memenuhi kebutuhan oksigen. Apabila kondisi
tersebut berlangsung dalam waktu yang lama dan menetap akan
menimbulkan penyakit hipertensi (Hastuti, 2022). Hipertensi dapat dicirikan
dengan meningkatnya tekanan darah sistolik dan diastolik yang intermitten
atau menetap.Pengukuran tekanan darah serial 150/95 mmHg atau lebih
tinggi pada orang yang berusia lebih dari 50 tahun memastikan hipertensi.
Meningkatnya hipertensi terjadi seiring dengan bertambahnya usia (Irawan,
2018). Hipertensi atau tekanan darah tinggi adalah suatu peningkatan
tekanan darah di dalam arteri. Hipertensi merupakan gangguan pada sistem
peredaran darah yang menyebabkan kenaikan tekanan darah diatas nilai
normal (Musakkar & Djafar, 2021).
Semakin tinggi umur seseorang semakin tinggi tekanan darahnya,jadi
orang yang lebih tua cenderung mempunyai tekanan darah yang tinggi dari
orang yang berusia lebih muda.. Hal ini disebabkan pada usia tersebut fungsi
ginjal dan hati mulai menurun,karena itu dosis obat yang diberikan harus
benar-benar tepat. Tetapi pada kebanyakan kasus hipertensi banyak terjadi
pada usia lanjut. Pada wanita, hipertensi sering terjadi pada usia diatas 50
tahun. Hal ini disebabkan terjadinya perubahan hormon sesudah
menopause.Kondisi yang berkaitan dengan usia ini adalah produk samping
dari arteriosclerosis dari arteri-arteri utama, terutama aorta,dan akibat dari
berkurangnya kelenturan. Dengan mengerasnya arteri-arteri ini dan menjadi
semakin kaku, arteri dan aorta itu kehilangan daya penyesuaian diri. Arteri
kehilangan elastisitas atau kelenturan serta tekanan darah meningkat seiring
dengan bertambahnya usia. Peningkatan kasus hipertensi akan berkembang
pada umur lima puluhan dan enam puluhan. Dengan bertambahnya umur,
dapat meningkatkan resiko hipertensi. Prevalensi dikalangan usia lanjut
cukup tinggi yaitu sekitar 40 % dengan kematian sekitar 50 % diatas umur
60 tahun.
Hipertensi pada lanjut usia (lansia) kebanyakan adalah hipertensi
esensial, dan pada umumnya berkembang menjadi Isolated Systolic
Hypertension atau hipertensi sistolik terisolasi (HST). Hipertensi sistolik
terisolasi ini meningkat seiring dengan bertambahnya umur. Meningkatnya
umur berhubungan dengan perubahan pada struktur dinding pembuluh
darah. Perubahan ini mengakibatkan hilangnya compliance pembuluh darah
dan menyebabkan bentuk dan isi dari arteri yang akan mengakibatkan
terjadinya hipertensi (Budi, 2020).
b. Etiologi
Probabilitas hipertensi akan mengalami peningkatan ketika usia
seseorang bertambah. Akan tetapi, terjadinya hipertensi mampu disebabkan
oleh adanya penyakit, seperti penyakit ginjal kronis, penyakit tiroid,
obesitas, atau gangguan tidur (sleep apnea). Beberapa jenis obat pula
memicu terjadinya hipertensi misalnya obat pil pengontrol kelahiran,
kehamilan, dan terapi hormon. Pil pengontrol kelahiran dapat mengalami
kenaikan tekanan darah sistolik juga diastolik. Sementara itu, terapi hormon
mampu dapat mendorong tekanan darah sistolik meningkat
(Prasetyaningrum, 2014). Berdasarkan penyebabnya, hipertensi dapat
digolongkan menjadi 2 (dua) yaitu :
1. Hipertensi Esensial atau Primer
Penyebab hipertensi esensial belum bisa diketahui secara pasti. Tetapi,
ada bermacam-macam faktor yang diperkirakan bisa mendorong
munculnya hipertensi primer, termasuk penambahan usia, tekanan
psikologis, dan juga herediter (atau diwarsikan oleh orang tua). Sekitar
90% penderita hipertensi atau lebih tergolong hipertensi primer,
sedangkan hipertensi sekunder sekitar 10% (Manutung, 2018).
Hipertensi primer dijelaskan sebagai hipertensi yang penyebabnya
bukan karena organ lain, seperti ginjal dan jantung mengalami
gangguan. Hipertensi ini bisa didorong oleh faktor penyebab kondisi
lingkungan, seperti faktor hereditas, ketidakseimbangan pada pola
hidup, keramaian, stres, dan pekerjaan. Kebanyakan hipertensi primer
diakibatkan oleh faktor stres. Gaya hidup pun akhirnya mendukung
timbulnya hipertensi kategori ini, diantaranya konsumsi berlebih
terhadap makanan berlemak dan garam yang tinggi, kurangnya aktifitas
tubuh untuk bergerak aktif, kebiasaan merokok, dan juga konsumsi
alkohol serta kafein. Disamping itu, hipertensi bisa juga terjadi karena
gangguan dalam rekaman masa lalu pada jiwa seseorang dan bisa pula
didorong oleh faktor genetika dan lingkungan fisik orang tersebut.
2. Hipertensi Sekunder
Hipertensi sekunder merupakan hipertensi dimana penyebabnya
sudah dipastikan termasuk adanya gangguan pada pembuluh darah
ginjal, kelenjar tiroid (hipertiroid), penyakit kelenjar adrenal
(hiperaldosteronisme), dan sebagainya. Lantaran golongan terbesar dari
penderita hipertensi merupakan hipertensi esensial, maka penyelidikan
dan pengobaan lebih banyak ditunjukkan ke penderita hipertensi
esensial.
Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder (Manutung, 2018) :
a. Penyakit ginjal
b. Stenosis arteri renalis
c. Pielonefritis
d. Glomerulonefritis
e. Tumor-tumor ginjal
f. Penyakit ginjal polikista (umumnya diturunkan)
g. Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal)
h. Terapi penyinaran yang mengenai ginjal
i. Kelainan hormonal
j. Hiperaldosteronisme
k. Sindroma cushing
l. Feokromositoma
m. Obat-obatan
n. Pil KB
o. Kortikosteroid
p. iklosporin
q. Eritropoietin
r. Kokain
s. Penyalahgunaan alkohol
t. Kayu manis (pada jumlah sangat besar)
u. Koartasio aorta
c. Faktor Resiko Yang Mempengaruhi
Beberapa penyebab hipertensi menurut Musakkar dan Djafar (2021), antara
lain :
1. Faktor-faktor risiko yang tidak dapat diubah
a) Keturunan (genetik)
Adanya faktor genetik tentu akan berpengaruh terhadap keluarga yang
telah menderita hipertensi sebelumnya. Hal ini terjadi karena adanya
peningkatan kadar sodium intraseluler dan rendahnya rasio antara
potasium terhadap sodium, sehingga pada orang tua cenderung beresiko
lebih tinggi menderita hipertensi dua kali lebih besar dibandingkan
dengan orang yang tidak mempunyai riwayat keluarga dengan
hipertensi.
b) Usia
Seiring bertambahnya usia seseorang, maka terjadi penurunan
kemampuan pada organ-organ tubuh termasuk sistem kardiovaskuler,
dalam hal ini jantung dan pembuluh darah. Pembuluh darah menjadi
lebih sempit dan terjadi kekakuan pada dinding pembuluh darah
sehingga menyebabkan tekanan darah meningkat. Dengan
meningkatnya umur maka terjadi kenaikan tekanan darah diastole rata-
rata walaupun tidak begitu nyata. Di sisi lain, setiap kenaikan kelompok
dekade umur maka juga Umur Orang yang berumur 40 tahun umumnya
rentan terhadap meningkatnya tekanan darah yang lambat laun dapat
menjadi hipertensi seiring dengan bertambahnya umur mereka juga
terjadi kenaikan angka prevalensi hipertensi (Sartik, dkk., 2017).
Perubahan tekanan darah pada seseorang secara stabil akan berubah di
usia 20-40 tahun. Setelah itu akan cenderung lebih meningkat secara
cepat. Sehingga, semakin bertambahnya usia seseorang maka tekanan
darah semakin meningkat. Jadi, seorang lansia cenderung mempunyai
tekanan darah lebih tinggi dibandingkan di usia muda.
c) Jenis Kelamin
Wanita diketahui mempunyai tekanan darah lebih rendah dibandingkan
pria ketika berusia 20-30 tahun. Tetapi akan mudah menyerang pada
wanita ketika berumur 55 tahun, sekitar 60% hipertensi berpengaruh
pada wanita. Hal ini dikaitkan dengan perubahan hormone pada wanita
setelah menopause.
d) Pendidikan
Tingkat pendidikan secara tidak langsung mempengaruhi tekanan
darah. Tingginya risiko hipertensi pada orang dengan pendidikan yang
rendah, kemungkinan disebabkan kurangnya pengetahuan dalam
menerima informasi dari petugas kesehatan sehingga berdampak pada
perilaku atau pola hidup yang tidak sehat.
2. Faktor-faktor risiko yang dapat diubah
a) Obesitas
Obesitas atau lebih dikenal dengan kegemukan adalah suatu keadaan
dimana terjadi penumpukan lemak berlebih dalam tubuh. Obesitas dapat
memicu terjadinya hipertensi akibat terganggunya aliran darah. Dalam
hal ini, orang dengan obesitas biasanya mengalami peningkatan kadar
lemak dalam darah (hiperlipidemia) sehingga berpotensi menimbulkan
penyempitan pembuluh darah (aterosklerosis). Penyempitan terjadi
akibat penumpukan plak ateromosa yang berasal dari lemak.
Penyempitan tersebut memicu jantung bekerja memompa darah lebih
kuat agar kebutuhan oksigen dan zat lain yang dibutuhkan oleh tubuh
dapat terpenuhi. Hal inilah yang menyebabkan tekanan darah
meningkat.
b) Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor penyebab hipertensi karena dalam
rokok terdapat kandungan nikotin. Nikotin terserap oleh pembuluh
darah kecil dalam paru-paru dan diedarkan ke otak. Di dalam otak,
nikotin memberikan sinyal pada kelenjar adrenal untuk melepas
epinefrin atau adrenalin yang akan menyempitkan pembuluh darah dan
memaksa jantung bekerja lebih berat karena tekanan darah yang lebih
tinggi.
c) Kebiasaan minum kopi
Kopi seringkali dikaitkan dengan penyakit jantung koroner, termasuk
peningkatan tekanan darah dan kadar kolesterol darah karena kopi
mempunyai kandungan polifenol, kalium, dan kafein. Salah satu zat
yang dikatakan meningkatkan tekanan darah adalah kafein. Kafein di
dalam tubuh manusia bekerja dengan cara memicu produksi hormon
adrenalin yang berasal dari reseptor adinosa di dalam sel saraf yang
mengakibatkan peningkatan tekanan darah, pengaruh dari konsumsi
kafein dapat dirasakan dalam 5-30 menit dan bertahan hingga 12 jam
(Bistara & Kartini, 2018).
d) Kurang aktivitas fisik
Aktivitas fisik adalah setiap gerakan tubuh yang dihasilkan oleh otot
rangka yang memerlukan pengeluaran energi. Kurangnya aktivitas fisik
merupakan faktor risiko independen untuk penyakit kronis dan secara
keseluruhan diperkirakan dapat menyebabkan kematian secara global.
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa aktivitas fisik dapat
menurunkan tekanan darah karena aktivitas fisik yang teratur dapat
melebarkan pembuluh darah sehingga tekanan darah menjadi normal.
Semakin ringan aktivitas fisik semakin meningkat risiko terjadinya
hipertensi.
e) Konsumsi makanan asin
Garam memiliki sifat mengikat cairan sehingga mengonsumsi garam
dalam jumlah yang berlebihan secara terus-menerus dapat berpengaruh
secara langsung terhap peningkatan tekanan darah. Konsumsi natrium
yang berlebih menyebabkan konsentrasi di dalam cairan ekstraseluler
meningkat, untuk menormalkannya cairan intraseluler ditarik keluar,
sehingga volume cairan ekstraseluler meningkat menyebabkan
meningkatnya volume darah kemudian berdampak timbulnya
hipertensi.
f) Stress
Stress dan kondisi emosi yang tidak stabil juga dapat memicu tekanan
darah tinggi. Stress akan meningkatkan resistensi pembuluh darah
perifer dan curah jantung sehingga akan merangsang aktivitas saraf
simpatik. Stress ini dapat berhubungan dengan pekerjaan, kelas sosial,
ekonomi, dan karakteristik personal.
g) Kebiasaan konsumsi makanan berlemak
Menurut Jauhari dalam Manawan, dkk. (2016), lemak di dalam makan
atau hidangan memberikan kecenderungan meningkatkan kolesterol
darah, terutama lemak hewani yang mengandung lemak jenuh.
Kolesterol yang tinggi bertalian dengan peningkatan prevalensi
penyakit hipertensi.
d. Manifestasi Klinik
Tambunan et al. (2021) menjelaskan bahwa sebagian besar hipertensi ini
tidak memiliki gejala, namun gejala yang dapat ditimbulkan hipertensi
antara lain sakit pada bagian belakang kepala, leher terasa kaku, pandangan
jadi kabur karena adanya, sering kelelahan bahkan mual, kerusakan pada
otak, mata, jantung dan ginjal. Menurut Pudiastuti (2016), gejala klinis yang
dialami oleh para penderita hipertensi biasanya berupa: pengelihatan kabur
karena kerusakan retina, nyeri pada kepala, mual dan muntah akibatnya
tekanan kranial, edema dependen dan adanya pembengkakan karena
meningkatnya tekanan kapiler.
e. Patofisiologi
Hipertensi esensial melibatkan interaksi yang sangat rumit antara faktor
genetik dan lingkungan yang dihubungkan oleh pejamu medikator
neurohormonal. Secara umum penyebab hipertensi adalah tahanan perifer
dan atau volume darah yang mengalami peningkatan. Gen yang
mempengaruhi hipertensi primer (faktor keturunan diestimasikan mencakup
30% hingga 40% hipertensi primer) meliputi reseptor angiotensin II, gen
angiotensin dan renin, gen sintetase oksida nitrat endotelial, gen protein
reseptor kinase G, gen reseptor adrenergic, gen kalsium transport dan
natrium hidrogen antiporter (mempengaruhi sensitivitas garam), dan gen
yang relevan pada resistensi insulin, obesitas, hyperlipidemia, dan hipertensi
sebagai kelompok bawaan.
Teori terkini mengenai hipertensi primer meliputi peningkatan aktivitas
sistem saraf simpatis (SNS) yaitu terjadi respons maladaptif terhadap
stimulasi saraf simpatis dan perubahan gen pada reseptor ditambah kadar
katekolamin serum yang menetap, peningkatan aktivitas sistem
reninangiotensis-aldosteron (RAA), secara langsung menyebabkan
vasokontriksi, tetapi juga menyebabkan aktivitas SNS meningkat dan
menurunkan kadar prostaglandin vasodilator dan oksida nitrat,
mengakibatkan terjadinya remodeling arteri (perubahan struktural pada
dinding pembuluh darah), memediasi kerusakan organ akhir pada jantung
(hipertrofi), pembuluh darah, dan ginjal.
Defek pada transport garam dan air menyebabkan gangguan aktivitas
peptide natriuretik otak (brain natriuretic peptide, BNF), peptide natriuretik
atrial (atrial natriuretic peptide, ANF), adrenomedulin, urodilatin, dan
endotelin dan berkaitan dengan rendahnya atau kurangnya asupan diet
kalsium, magnesium, dan kalium. Interaksi kompleks yang melibatkan
resistensi insulin dan fungsi endotel, hipertensi tidak jarang ditemukan pada
penderita diabetes, dan resistensi insulin ditemukan pada banyak pasien
hipertensi yang tidak mengalami diabetes klinis. Resistensi insulin berkaitan
dengan menurunnya jumlah endothelial oksida nitrat yang lepas dan
vasodilator lain serta mempengaruhi fungsi ginjal. Resistensi insulin dan
kadar insulin yang tinggi meningkatkan aktivitas SNS dan RAA. Beberapa
teori tersebut dapat menerangkan mengenai peningkatan tahanan perifer
disebabkan meningkatknya vasokonstriktor (SNS, RAA) atau pengurangan
vasodilator (ANF, adrenomedulin, urodilatin, oksida nitrat) dan
kemungkinan memediasi perubahan dalam apa yang disebut hubungan
tekanan natriuresis yang menyatakan bahwa orang yang mengalami
hipertensi mengalami ekskresi natrium ginjal yang lebih rendah apabila
tekanan darahnya meningkat.
Pemahaman mengenai patofisiologi mendukung intervensi terkini yang
diterapkan dalam penatalaksanaan hipertensi, seperti pembatasan asupan
garam, penurunan berat badan, dan pengontrolan diabetes, penghambat SNS,
penghambat RAA, vasodilator nonspesifik, diuretik, dan obat-obatan baru
yang masih dalam tahap uji coba yang mengatur ANF dan endotelin
(Manutung, 2018).
C. Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
a. Pola Persepsi Kesehatan dan Pemeliharaan Kesehatan
Subyektif :
1) Pada lansia perlu menanyakan adanya factor resiko utama . Faktor resiko
utama kardiovaskuler : peningkatan serum lipid, merokok, kurang aktifitas,
dan obesitas. Pola hidup stress dan DM harus ditanyakan juga . Jika pasien
merokok ditanyakan jenis rokok, jumlah rokok perhari, dan usaha pasien
untuk berhenti merokok. Penggunaan alcohol harus juga di catat (jenis,
jumlah, perubahan reaksi, dan frekuensi). Kebiasaan penggunaan obat-
obatan. Menanyakan riwayat alergi, perawat menanyakan bagaimana
reaksi obat dan alergi yang pernah dialami. Konfirmasi penyakit darah
yang berhubungan dengan keturunan dan riwayat keluaraga yang
cenderung terhadap penyakit arteri coroner, penyakit vascular seperti
claudication intermiten, varicosities. Tanyakan riwayat kesehatan keluarga
pada kondisi non cardiac seperti asma, penyakit ginjal dan kegemukan
harus di kaji karena dapat berakibat pada system kardiovaskuler.
Obyektif :
Kebersihan diri lansia, di kaji adanya persepsi lansia terkait perubahan fisiknya
meliputi rambut yang sudah beruban, kulit yang semakin keriput, adanya gigi
geligi (copotnya gigi), penggunaan gigi palsu, kebersihan genetalia apakah ada
gatal, darah, kemerahan, dan tanda- tanda infeksi lainnya.
b. Pola Nutrisi-Metabolik
Subyektif
1) Kelebihan berat badan dan kekurangan berat badan dapat
mengidentfikasikan sebagai masalah kardiovaskuler. Tipe diit sehari hari
perlu dikaji untuk mengetahui gaya hidup pasien. Jumlah asupan garam
dan lemak juga perlu dikaji. Adanya perubahan nutrisi pada lansia seperti
perubahan dalam merasakan makanan.
Obyektif :
1) Pada lansia ditemukan Takikardi adanya perubahan karakteristik kulit
(warna, elastisitas, rambut, kelembapan, kuku, sensasi, suhu).
2) Ditemukan adanya penyakit kronik (DM) serta adanya gangguan
integritas kulit.
3) Pada uji laboratorium didapatkan Leukopenia, terjadi penurunan
hemoglobin.
4) Pada ditemukan malnutrisi, adanya konsumsi makanan yang tinggi
5) lemak jenuh dan makanan yang tinggi kolesterol dan rendah lemak tidak
jenuh, ditemukan hiperlipidemia , hiperkolesterolemia, Anemia
nutrisional dan juga faktor yang diturunkan (mis: distribusi jaringan
adiposa, penggunaan energi, aktivitas lipase lipoprotein, sintesis lipid
lipolisis), penimbunan lipid dan plak aterosklerotik.
6) Pada lansia diketahui BMI > 30 kg/m2, obesitas menyebabkan jantung
akan memompa lebih banyak darah daripada sebelumnya. Peningkatan
aliran darah dapat menyebabkan tekanan darah tinggi, yang merupakan
penyebab utama penyakit jantung.
c. Pola Eliminasi
Subyektif :
1) Warna kulit, temperatur, keutuhan/integritas dan turgor mungkin dapat
mengimformasikan tentang masalah sirkulasi. Arterisklerosis dapat
menyebabkan eksterimitas dingin dan sianotik dan odema dapat
mengidentifikasi gagal jantung . Pasien dengan diuretik dapat dilaporkan
ada peningkatan eliminasi urin. Masalah-masalah dengan konstipasi
harus dicatat. Mengedan atau valsava manufer harus di hindari pada
pasien dengan masalah kardiovaskuler.
2) Pada pola BAB lansia, dikaji seberapa sering dalam melakukan buang air
besar dalam sehari, kontinensinya lembek/keras/encer, warna feses
misalnya merah, kuning, atau pucat.
3) Pada lansia adanya kesulitan saat BAB dikaji adanya konstipasi.
4) Pola BAK dikaji dalam seberapa sering BAK perhari, warna urin seperti
kuning, jernih, keruh, kemerahan. Adanya oliguria atau sedikit BAK.
Anuria atau tidak adanya BAK. Dikaji adanya dysuria atau nyeri saat
BAK.
Obyektif :
1) Kaji kondisi abdomen adanya distensi kandung kemih, adanya konstipasi
dan diuretik pada pola eliminasi.
2) Kaji sikap lansia terkait dengan Bahasa tubuh misalnya memegang perut
yang adanya nyeri
3) Pemeriksaan/medic/laboratorium yang dilakukan terkait dengan
eliminasi meliputi.
d. Pola Aktivitas dan Latihan
Subyektif :
1) Lansia mengalami peningkatan keluhan fisik ,tidak mampu
mempertahankan aktivitas fisik pada tingkat yang biasanya, tidak mampu
mempertahankan rutinitas yang biasanya, Dispnea setelah beraktivitas ,
pernafas pendek dan nyeri sangat yang terjadi pada saat aktivitas dan
hilang dengan istirahat terjadi penurunan performa, disorientasi
Intoleransi aktifitas, keletihan, ketidak nyamanan setelah beraktifitas
lansia juga mengalami pengurang energy. Ditemukan perubahan warna
kulit (pucat, abu abu, sianosis). Terjadi penurunan kesadaran (Somnolen),
mulai mengalami kebingung, Pusing, Palpitasi, Kelemahan, Ortopnea,
Nyeri ekstremitas, Pemendekan jarak bebas nyeri yang ditempuh dalam
uji berjalan 6 menit. Pendekatan jarak total yang ditempuh dalam uji
berjalan 6 menit (40-700 pada orang dewasa), Batuk.
Obyektif :
1) Saat melakukan aktivitas tampak perubahan tekanan darah
diekstermitas.
2) Tidak ada nadi pariver akibat kurang kemampuan ventrikel
memompa.
3) Sianosis atau kebiruan, waktu pengisian kapiler kurang dari >3 detik,
warna menjadi pusat saat elevasi karena energi yang dilakukan,
e. Pengkajian Pola Istirahat-Tidur
Subyektif :
1) Pada lansia sering terjadi gangguan pada tidurnya yang mampu
mempengaruhi kualitas tidur lansia dan mengakibatkan perubahan
normal dari istirahat lansia sehingga biasanya lansia merasa kurang segar
pada pagi hari karena kulialitas tidur yang berkurang.
2) Pada lansia tidur dengan bertambahnya usia berdampak terhadap
penurunan periode tidur. Kelompok lansia cenderung lebih mudah
bangun dari tidurnya dan kebutuhan tidur pada lansia akan berkurang
dengan berlanjutnya usia.
3) Pada lansia biasanya ada laporan tentang pernafasan yang abnormal,
mendengkur terlalu keras, gerakan-gerakan abnormal pada waktu tidur.
Gangguan pada lansia dapat diidentifikasi dengan adanya tanda dan
gejala yaitu mendengkur, berhentinya pernafasan minimal 10 detik, dan
rasa kantuk disiang hari yang luar biasa. Pada lansia dengan adanya apnea
tidur dapat mengalami henti nafas maksimal sebanyak 300 kali dengan
episode dapat berakhir dari 10 sampai 90 detik.
4) Kebiasaan yang sering dilakukan lansia sebelum tidur biasanya dalam
meningkatkan kulalitas tidurnya adalah dengan posisi tidur yang disukai,
mengatur lingkungan kamar sesuai kenyamanannya, berdiam untuk
berdzikir dan biasanya lansia sering membayangkan hal-hal tertentu
sebelum tidur.
5) Lansia mengeluhakan tidur malam yang terganggu akibat sering kali
terbangun dimalam hari yang dikarenakan adanya keinginan buang air
kecil, mimpi buruk, suhu kamar tidur yang terlalu hangat ataupun dingin.
Kim & Moritz (1982, dalam Maas, 2011) menyatakan bahwa faktor yang
menyebabkan gangguan pola tidur pada lansia yaitu usia, penyakit atau
nyeri, depresi, kecemasan, lingkungan dan gaya hidup.
6) Dalam proses penuaan membuat lansia lebih mudah mengalami
gangguan tidur, yang mampu mengakibatkan perubahan normal pada
pola tidur dan istirahat lansia (Mass, 2011)
Obyektif :
1) Pada lansia sering terjadi gangguan pada tidurnya yang mampu
mempengaruhi kualitas tidur lansia. Kualitas tidur merupakan kepuasan
seseorang terhadap tidur
2) Pada lansia yang mengalami gangguan tidur dan mengalami penurunan
tidur akan memperlihatkan perasaan lelah, mudah terangsang dan
gelisah, lesu dan apatis, kehitaman disekitar mata, kelopak mata
bengkak, konjungtiva merah, mata perih, perhatian pecah-pecah, sakit
kepala, sering menguap atau mengantuk.
3) Sesak nafas ketika tidur dalam posisi supinasi.
4) Pada lansia yang mengalami gangguan tidur dan mengalami penurunan
f. Persepsi Dan Kognitif
1) Pada lansia biasanya mengalami gangguan pada pendengaran yang
mengakibatkan lansia menggunakn alat bantu dengar seperti ABD yang
dipasangkan di telinga, dan juga mengalami masalah pada penglihatan
yang mengakibatkan lansia menggunakan alat bantu penglihatan seperti
kacamata.
2) Pada lansia biasanya mengalami masalah pada persepsi dan sensori yang
membuat lansia terkadang sulit untuk memilih, mengatur,dan merasakan
rangsangan yang dirasakan dari sistem saraf ke otak.
3) Adanya perubahan-perubahan dalam memori yang membuat lansia
terkadang mengeluhkan adanya lupa meletakan sesutu atau mengingat
sesuatu. gangguan dalam dayaingat paada lansia yang mengakibatkan
lansia terkadang lupa akan hal yang sedang dilakukan ataupun yang ingin
di lakukan saat itu, misalnya: mengingat siapa nama orangtuanya.
4) Pada lansia yang mengalami gangguan dalam daya ingat dan yang
mengakibatkan lansia terkadang lupa akan hal yang baru saja terjadi
ataupun yang sudah lama terjaadi.
5) Pada lansia biasanya mengalami masalah pada mengingat waktu, tempat
seperti: salah lokasi atau jalan pulang, kemudian seringkali salah
menyapa orang yang menurutnya sama atau memang dikenal.
6) Saat mengambil keputusan lansia biasanya mengalami kesulitan saat
mengambil keputusan maupun membuat sebuah keputusan yang
membuat lansia biasanya lebih sering menurut atau menyerahkan orang
yang lebih muda untuk dapat membantu mengambil atau membuat
keputusan
7) Pada lansia biasanya mengalami perubahan pola perilakku seperti
hiperaktif ataupun hipoaktif. Misalnya: lebih sering berinteraksi dengan
sesama lansia maupun lebih sering bersosialisasi di lingkungan sekitar,
atau lebih senang mengamati ataupun scenserung diam saja dan
mengamati.
8) Pada lansia biasanya mengalami perubahan dalam konsentraasi yang
terjadi saat lansia sudah mulai mengalami dimensia, ataupun sulit untuk
mengingat.
9) Keadaan lansia yang semakin sulit ditebak keinginannya seperti sikap
lansia yang mudah gelisah, tidak kooperatif, mudah marah, menarik diri,
mudah depresi, halusinasi dan delusi
Obyektif:
1) Pemeriksaan terkait dengan adanya penggunaan obat-obatan yang
membantu dalam pola kognitif. Pemeriksaan terkait dengan sisten syaraf
Penghidung syaraf olfaktorius. Penglihatan syaraf. Pendengaran syaraf
vestibulokoklearis Pengecapan syaraf hipoglossus : lidah, edema distensi
vena juguler, edem dependen atau perifer, edem umum, mungkin ada
dengan gagal jantung atau ventrikel.
g. Pola Persepsi Diri – Konsep Diri
Subyektif :
1) Pada umumnya terdapat lansia yang sudah mempersiapkan segalanya
bagi hidupnya di masa tua, namun juga lansia yang merasa terbebani atau
merasa cemas ketika beranjak tua karena merasa takut dan khawatir
dengan kematian, dan pada umumnya lansia juga merasa takut
ditinggalkan oleh keluarga, takut merasa tersisihkan dan takut akan rasa
kesepian yang akan datang.
2) Pada umumnya lansia mengetahui sumber ketakutan yang dirasakan
yaitu lansia takut akan kematian dan ditinggalkan oleh keluarga.
3) Pada umumnya lansia tidak menguasai hidupnya karena lansia memiliki
keterbatasan atau tidak adanya alternative pilihan dalam menyelesaikan
masalahnya. Misalnya lansia putus asa ketika ia mengompol dan tidak
dapat menahannya.
4) Pada umumnya sebagian besar lansia dan anak jauh kurang memuaskan
yang disebabkan oleh beberapa macam hal. Penyebabnya antara lain
kurangnya rasa memiliki kewajiban terhadap orang tua, jauhnya jarak
tempat tinggal antara anak dan orang tua. Lansia tidak akan merasa
terasing jika antara lansia dengan anak memiliki hubungan yang
memuaskan sampai lansia tersebut berusia 50-55 tahun.
5) Pada umumnya penuaan pada lansia membuat seseorang mengalami
perubahan postur tubuh. Kepadatan tulang dapat berkurang, tulang
belakang dapat memadat sehingga membuat tulang punggung menjadi
terlihat pendek atau melengkung. Perubahan ini dapat mengakibatkan
kerapuhan tulang sehingga terjadi osteoporosis, dan masalah ini
merupakan hal yang sering di hadapi oleh para lansia. Kulit pada lansia
menjadi semakin menebal dan kendur atau semakin banyak keriput yang
terjadi. Pada umumnya lansia berpenampilan dengan menggunakan
kemben dan kain batik (perempuan), menggunakan sarung, celana kain
(laki-laki).
Obyektif
1) Pada umumnya lansia terdapat gejala stimulasi system saraf otonom,
pada pengendalian saraf otonom adalah hipotalamus. Beberapa hal yang
dikatakan sebagai penyebab terjadinya gangguan otonom pada lanjut
usia adalah penurunan asektolikolin, atekolanin, dopamine,
noradrenalin. Terdapat perubahan morfologis yang mengakibatkan
penurunan jumlah reseptor kolin. Hal ini menyebabkan predisposisi
terjadinyahipotensi postural regulasi suhu sebagai tanggapan atas panas
atau dingin terganggu otoregulasi di sirkulasi serebral rusak sehingga
mudah terjatuh.
2) Pada umumnya lansia terlihat pasif karena penuaan pada system
neurologis lansia mengalami penurunan koordinasi dan kemampuan
dalam aktivitas sehari-hari. Hal terjadi karena susunan saraf pusat pada
lansia mengalami perubahan morfologis.
3) Pada umumnya lansia mengalami kegelisahan disertai dengan diporesis
atau keringat dingin.
h. Pola Peran- Hubungan
Subyektif
1) Pada lansia dalam kehidupan dimasyarakat yang sifatnya aktif dapat
membuat rasa kepuasaan tersendiri didalam diri lansia sendiri.
2) Interaksi lansia dalam keluarga dan lingkungannya tetap dilakukan secara
aktif dimana dukungan sosial keluarga berperan dalam percapaian
kepuasan hidup lansia yang mampu menunjang kelangsungan hidup
lansia. Aktivitas lansia yang saling berinteraksi dilingkungan sosial sering
diminati oleh lansia yang bertujuan untuk mengisi waktu luang
dikehidupannya.
3) Pada umumnya lansia mengalami perubahan peran dimana lansia harus
memainkan peran baru misalnya dalam hal peran keluarga, peran dalam
sosial ekonomi, dan peran sosial masyarakat. Dalam setiap hal tersebut
mengalami perubahan yang tadinya dapat dilakukan secara mandiri dan
sekarang membutuhkan bantuan dari orang lain.
4) Permasalahan psikologis yang terjadi misalnya timbul perasaan tak
berguna, perubahaan pola hidup, berperasaan tidak dibutuhkan lagi,
merasa sedih dan kesepian karena kehilangan orang yang disayangi atau
pasangan hidup.
5) Pada lansia terjadi perubahan-perubahan baik aspek fisik berupa
perubahan neurologi dan sensorik, perubahan visual dan perubahan
pendengaran. Dari perubahan-perubahan tersebut mampu menjadi
hambatan daalam proses penerimaan dan interpretasi terhadap maksud
komunikasi sehingga lansia sering mengalami kesulitan dalam
berkomunikasi.
6) Keluarga memiliki peran penting dalam merawat lansia khususnya
gangguan koginitif dimana pasti keluarga dapat mengarah kecenderungan
munculnya kejadian yang dapat menyebabkan stress pada kelurga.

Obyektif
1) Lansia yang cenderung tidak melakukan interaksi akan merasa kesepian
dan kekurangan informasi. Kepuasan hidup yang cenderung rendah
menyebabakan lansia merasa menyesal dan menyebabkan lansia cenderung
untuk menyendiri, murung dan terisolasi dari kegitan dirumah ataupun
didalam rumah.
i. Pola Seksual-Reproduksi
Subyektif
1) Perubahan fisiologis yang berdampak terhadap seksual lansia adalah
karena terjadi penurunan hormone estrogen pada lansia wanita
2) Lansia mengalami menaupose memasuki usia diatas 45 biasanya
mengeluhkan periode menstruasi tidak teratur, kesuburan wanita
menurun karena produksi hormone estrogen menurun, vagina terasa
kering karena penurunan produksi lendir.
3) Lansia mengalami andropose memasuki usia diatas 45 tahun keluhan
yang biasa di rasakan kekurangan energi dan cepat merasa lelah, libido
rendah,disfungsi ereksi atau impotensi
4) Yang dilakukan dalam mengatasi menopause,dengan cara pemberian
tablet hormone estrogen dan progesterone untuk mengurangi bahaya
ancaman kanker endometrium maupun kanker payudara karena
penurunan hormone estrogen. Kemudian yang di lakukan dalam
mengatasi andropause mempertahan kadar testostoreno pada nilai
normal, terapi yang di berikan adalah pemberian obat testosterone
undecanoat capsul
5) Keluhan prostat atau hernia pada lansia biasanya muncul karena
terjadinya penurunan fungsi seksual yang menyebabkan berkurangnya
produksi cairan semen yang menyuburkan dan melindungi sperma
6) Penggunaan efek samping obat dan nikotin

j. Pola Koping-Toleransi Stress


Subjektif
1) Psikologis pada lansia timbul rasa kurang percaya diri , menyendiri atau
isolasi sosial dan cenderung membayangkan kesukaran dalam hidup
yang sering menimbulkan depresi. Dari aspek biologisnya lansia banyak
mengalami kehilangan kerusakan sel-sel saraf maupun zat
neurotransmitter. Lansia cenderung merasakan kurang dukungan sosial
terhadap dirinya.
2) Objektif : Pada umumnya lansia merasa cemas kepuasan hidup yang
cenderung rendah menyebabakan lansia merasa menyesal dan
menyebabkan lansia cenderung untuk menyendiri, murung dan
terisolasi, takut menghadapi kematian, takut merepotkan keluarga dan
orang lain, ansietas terhadap tanda gejala yang dirasakan.
k. Pola Nilai-Kepercayaan
Subyektif :
1) Tujuan dan keyakinan yang dimiliki lansia yaitu untuk mendekatkan diri
pada tuhan misalnya dalam sering beribadah yang dari dulu kurang
beribadah jadi sering beribadah karena sudah tidak bisa beraltivitas berat
seperti biasa dan lebih sering mendekatkan diri pada tuhan
2) Latar belakang yang di miliki oleh lansia terkait dengan kepercayaan
yang di anut.
3) Pasien dalam beribadah dapat mempengaruhi aspek koping terhadap
stress karena pasien merasa rileks dan lega setelah beribadah dan berdoa
kepada tuhan.
4) Lansia dalam beribadah sering mengalami kesulitan karena fungsi system
gerak tubuhnya sudah mulai menurun dan lansia juga sering lupa
beribadah.
l. Diagnosa Dan Rencana Tindakan
DIAGNOSA
SLKI SIKI
KEPERAWATAN
Kode Diagnosa keperawatan Kode Hasil Kode Intervensi
Perfusi Pemantauan tanda
D.0015 Risiko Perfusi L.02011 I.02060
perifer vital
D. PATHWAY PENUAAN SISTEM TERKAIT

Faktor Yang Mempengaruhi : Usia, Genetik, Gaya


Hidup, Jenis Kelamin Dan Obesitas

Kerusakan Vaskuler Pembuluh


Darah

Perubahan Struktur

Penyumbatan Pembuluh Darah

Hipertensi

Gangguan Sirkulasi

Otak Ginjal Darah


Retina
Sistemik

Resistensi Vesokontriksi
Spasme Arteriole
Pembuluh Darah Pembuluh
Vasokontriksi
Darah Ginjal
Diplopia Perubahan
Nyeri Akut Afterload Status
Blood Flow/ Meningka Kesehatan
Aliran t
Darah Resiko Jatuh
Menurun

Respon RAA Fatique Kurang


Terpapar
Resiko Informasi
Edem Tinggi Kesehatan
Aktivitas
Curah Defisit Pengetahuan
Hipervolemia Jantung
BAB III

TINJAUAN KHASUS

Tanggal Pengkajian : 18 Maret 2022

Jam : 12.00 WIB

A. Pengkajian

1. Identitas

Nama : Mbah. T

Umur : 66 th

Status Perkawinan : Menikah

Agama/ Suku Bangsa : Katolik/ Jawa

Bahasa yang digunakan : Jawa/ Indonesia

Pendidikan : SMP

Pekerjaan : IRT

Alamat : Jl. Kenari No.04 srimulyo, Triharjo, Sleman

2. Penanggung Jawab

Nama : Ny. D

Alamat : Jl. Kenari No.04 srimulyo, Triharjo, Sleman

Hubungan dengan klien : Anak


Genogram

Keterangan :

: Laki-laki

: Perempuan

: Meninggal

: Hubungan pernikahan

: Tinggal serumah
3. Pola Persepsi Kesehatan dan Pemeliharaan Kesehatan
Subyektif:
a. Bagaimana pendapat lansia tentang kesehatan dirinya saat ini?
Jawab:
Pasien mengatakan memiliki riwayat penyakit hipertensi dan DM dan
sudah berjalan 5 tahun dan mengkonsumsi obat rutin 1 bulan sekali.
Pasien juga mengatakan mengatakan nyeri pada leher hingga tengkuk.
P : pada saat tidak mengkonsumsi obat tekanan dan pada saat melakukan
banyak aktivitas
Q : seperti di tusuk tusuk
R : nyeri pada leher hingga tengkuk
S : skala 5
T : hilang timbul
b. Apakah lansia merasa dapat mengatasi hal-hal yang mempengaruhi
kesehatannya?
Jawab:
Pasien mengatakan jika sakit kepala akibat tekanan darah yang sedang
naik segera instirahat berbaring ditempat tidur dan jika kalau belum
sembuh maka segera ke poliklinik untuk meminta obat hipertensi.
c. Apa yang dilakukan secara rutin ?
Jawab:
Pasien mengatakan setiap pagi melakukan senam di halaman dan selalu
aktif mengikuti kegiatan yang sudah ditentukan oleh panti.

d. Bagaimana cara lansia mengatasi penyakitnya?


Jawab:
Pasien mengatakan cara mengatasi penyakitnya dengan cara meminum
obat jika penyakitnya kambuh dan istirahat saja tetapi sekarang tidak
minum obat karena tidak ada keluhan.
e. Perihal apakah di dalam agama/kepercayaan lansia terkait dengan
pemeliharaan kesehatan?
Jawab:
Pasien mengatakan selalu beribadah kepada Tuhan yang maha kuasa agar
selalu diberikan Kesehatan oleh Tuhan

f. Seberapa sering lansia berkunjung ke dokter umum, dokter gigi, atau


tenaga kesehatan yang lain?
Jawab:
Pasien mengatakan sangat jarang ke Pelayanan Kesehatan, hanya
menjalani pemeriksaan rutin setiap 1 bulan sekali kunjungan dari
Puskesmas
g. Apakah lansia mengkonsumsi makanan-makanan yang berisiko terhadap
kesehatannya?
Jawab:
Pasien mengatakan selalu memakan makanan yang sudah disediakan
Panti, karena tidak bisa memasak dan keluar sendiri untuk membeli bahan
makanan.

h. Apakah lansia mempunyai sumber yang cukup untuk memelihara


Kesehatan?
Jawab:
Pasien mengatakan dirinya mempunyai sumber dana seperti BPJS

i. Apakah lansia mempunyai pengetahuan yang cukup untuk mengambil


keputusan tentang pemeliharaan kesehatan?
Jawab:
Pasien mengatakan mampu mengambil keputusan tentang pemeliharaan
kesehatannya namun cukup sulit untuk menghindari makanan yang
beresiko seperti makanan yang asin dan manis karena hanya
mengkonsumsi maknan yang telah disediakan oleh panti.
Obyektif:
Pasien mengatakan tampak bersih dan rapi, rambutnya berwarna putih dan
hitam, kulit kering namun masih elastis

4. Pola Nutrisi – Metabolik


Subyektif:
a. Apa jenis, jumlah dan frekuensi makanan yang dikonsumsi dalam sehari?
Jawab:
Pasien mengatakan jenis makanan yang dimakan yaitu nasi, sayuran, lauk
pauk, dan apa saja yang disediakan oleh panti karena pasien sudah tidak
memasak sendiri dan tidak bisa keluar dari panti, makan 3x dalam sehari
yaitu pagi, siang, dan sore hari.
b. Apakah ada makanan suplemen, vitamin atau obat-obatan yang
terkait dengan nutrisi yang dikonsumsi?
Jawab:
Pasien mengatakan mengkonsumsi obat hipertensi, tetapi minum
obat jika dirasa tekanan darah nya naik.
c. Jenis makanan yang disukai?
Jawab:
Pasien mengatakan menyukai semua jenis makanan yang disediakan
panti
d. Bagaimana nafsu makan lansia?
Jawab:
Pasien mengatakan nafsu makan baik, selalu menghabiskan makanan
yang disediakan panti.
e. Apakah ada kesulitan makan (nyeri menelan, mual, kembung, sulit
menelan,dan lain-lain)?
Jawab:
Pasien mengatakan tidak ada kesulitan saat menelan makanan.
f. Apakah ada diet yang dijalankan?
Jawab:
Pasien mengatakan tidak menjalan program diet
g. Bagaimana kecukupan minum perhari ?
Jawab:
Pasien mengatakan merasa sudah cukup untuk minumnya karena saat
haus langsung minum dan sering minum air putih hangat
h. Bagaimana berat badan:
Jawab:
Pasien mengatakan berat badannya saat ini 53 kg.
i. Apakah ada perubahan berat badan dalam waktu dekat?
Jawab:
Pasien mengatakan tidak mengalami perubahan berat badan.
Obyektif:
a. Bagaimana kondisi
1) Rambut : tampak berwarna putih dan hitam
2) Kulit : tampak kering, elastis
3) konjungtiva : tampak kemerahan tidak pucat
4) Palpebrae : tampak tidak ada edema pada palpebra
5) Sclera : tampak sclera tidak ikterik (kekuningan)
6) Gigi geligi : tampak gigi tidak utuh lagi
7) Rongga mulut : tampak tidak ada sariawan, bibir tampak
kering, gusi tidak berdarah dan tidak bengkak
8) Gusi dan lidah : tampak sedikit bersih
9) Kelenjar getah bening : tampak tidak ada pembengkakan
kelenjar getah bening, tidak ada nyeri telan
10) Status hidrasi : CRT <3 detik
b. Bagaimana hasil pemeriksaan abdomen?
Jawab:
Abdomen tampak tidak ada lesi, tidak ada nyeri tekan
c. Bagaimana kemampuan mengunyah makanan (mastikasi)?
Jawab:
Kemampuan pasien dalam mengunyah masih maksimal dan kuat.
d. Apakah menggunakan gigi palsu?
Jawab:
Pasien tidak menggunakan gigi palsu.
e. Hasil pemeriksaan laboratorium dan diagnostic yang terkait dengan
kecukupan nutrisi lansia?
Jawab:
TD : 168/83 mmHg
GDS : 203 mg/dl (16/02/2024)
f. Berat badan, tinggi badan dan IMT?
Jawab:
BB = 53 kg
TB = 147 cm
IMT = 24,5
5. Pola Eliminasi
Subyektif:
a. Bagaimana pola BAB: frekuensi, kontinen/inkotinen, konsistensi,
warna,apakah ada nyeri?
Jawab:
Pasien mengatakan BAB rutin satu kali sehari pada pagi hari, dan
berwarna kuning kecoklatan dan tidak ada nyeri pada saat BAB

b. Apakah ada kesulitan BAB?


Jawab:
Pasien mengatakan tidak ada kesulitan pada saat BAB.

c. Apakah menggunakan obat-obatan yang terkait dengan BAB (laksantia,


supositoria, dan lain-lain)?
Jawab:
Pasien mengatakan tidak menggunakan obat-obatan untuk melancarkan
BABnya.

d. Bagaimana pola BAK: frekuensi, kontinen/inkotinen, warna, oliguri,


anuria, jumlah, dan apakah ada nyeri?
Jawab:
Pasien mengatakan BAK sehari 4-5 kali sehari, berwarna kuning dengan
bau khas dan tidak ada nyeri saat BAK.

e. Apakah mengeluarkan urin atau BAB saat batuk, bersin atau tertawa
Jawab:
Pasien mengatakan saat batuk tidak mengelurarkan urine/ BAK.
Obyektif:
a. Bagaimana kondisi
1) Abdomen : tampak tidak ada lesi, tidak
ada nyeri tekan
2) Anus : tidak dikaji
3) Mulut : tampak bersih, tidak ada sariawan
4) Uretra : tidak terkaji
5) Nyeri ketuk ginjal : tampak tidak ada nyeri ketika dilakukan
pengkajian ketuk pada ginjal

b. Apakah lansia terlihat memegang perutnya?


Jawab:
Pasien tampak tidak memegang perutnya.

c. Hasil pemeriksaan/medik/laboratorium yang dilakukan terkait dengan


eliminasi.
Jawab:
Tidak terdapat pemeriksaan lab dan diagnostik terkait eliminasi
6. Pola Aktivitas – Latihan
Subyektif:
a. Bagaimana pola aktivitas/latihan lansia: jenis aktivitas, frekuensi,
lamanya?
Jawab:
Pasien mengatakan rutin melakukan aktivitas seperti senam pagi,
mengikuti jadwal kegiatan dari panti, rajin mencuci baju dan
membersihkan kamar.
b. Apakah teratur dalam melakukan latihan pergerakan sendi?
Jawab:
Pasien mengatakan tidak pernah melakukan latihan pergerakan sendi
secara khusus.
c. Adakah keluhan ketika beraktivitas? (keluhan sesak, lelah, lemah, nyeri
dada); batuk produksi sputum?
Jawab:
Pasien mengatakan jika terlalu banyak beraktivitas dari pagi sampai sore
merasa lelah.
d. Apakah ada hambatan fisik dalam melakukan aktivitas dan berupa apa
hambatan tersebut?
Jawab:
Pasien mengatakan tidak ada hambatan dalam beraktivitas, tetapi sering
tidak bisa tidur karena kelelahan setelah mengikuti banyak aktivitas
e. Alat bantu apa yang diperlukan lansia pada saat beraktifitas, apakah
lansia merasanyaman dengan alat tersebut?
Jawab:
Pasien mengatakan saat beraktivitas tidak menggunakan alat bantu
f. Apakah lansia mengalami gangguan keseimbangan?
Jawab:
Pasien mengatakan bila baru bangun tidur harus duduk terlebih dahulu
ketika ingin berdiri, dan pasien jika ingin bangun harus menopang dengan
tangannya terlebih dahulu.
g. Adakah keluhan sesak, lelah, lemah?
Jawab:
Pasien mengatakan tidak sesak, hanya lelah saat beraktivitas yang
berlebihan
h. Seberapa jauh dapat melalui aktivitas?
Jawab:
Pasien mengatakan hanya beraktivitas hanya disekitar panti
i. Adakah keluhan nyeri dada, batuk?
Jawab:
Pasien mengatakan tidak ada merasakan adanya nyeri dada dan saat ini
tidak batuk.
Obyektif:
a. Apakah lansia tampak memerlukan bantuan orang lain atau alat bantu
untuk beraktivitas?
Jawab:
Pasien tampak tidak menggunakan alat bantu

b. Apakah lansia tampak mampu melakukan perubahan posisi atau


ambulasi?
Jawab:
Pasien tampak mampu melakukan perubahan posisi tanpa hambatan.
c. Apakah lingkungan aman bagi lansia untuk melakukan aktifitas?
Jawab:
Lingkungan pasien tampak aman, tidak terdapat bahaya untuk beraktivitas
d. Bagaimana dengan uji kekuatan otot, Indeks KATZ atau ADL/IADL,
tes keseimbangan?
Jawab:
Pasien tampak kekuatan otot pada ekstermitas atas dan bawah masih kuat
ROM aktif masih bisa dilakukan secara, tidak ada edema pada kaki
maupun tangan, tidak menyeret kaki kanan atau pun kiri saat berjalan,
tidak ada sianosis pada ekstermitas atas dan bawah, ektermitas teraba
hangat, CRT< 3 detik.
Penilaian Kemampuan ambulasi & ADL (Indeks Barthel)

Aspek Kriteria Nilai


Makan/ minum 0: Tidak mampu 2

(Fedding) 1:Butuh bantuan memotong, menyuap


2: Mandiri
Mandi 0:Tergantung orang lain 1

(Bathing) 1: Mandiri
Perawatan diri 0:Membutuhkan bantuan orang lain 1
1: Mandiri dalam perawatan muka,
(Grooming)
rambut, gigi, dan bercukur
Berpakaian/berd andan 0: Tergantung orang lain 2
(Dressing) 1: Sebagian dibantu (misal
mengancing baju)

2: Mandiri
BAK 0: inkontinensia atau pakai 2
(Bladder) kateter dan tidak terkontrol
1: Kadang Inkontinensia
(maks 1x24 jam)
2:Kontinensia (teratur
untuk lebih
dari 7 hari)
Buang air besar 0: Inkontinensia (tidak 2
(Bowel) teratur atau perlu enema)
1:Kadang Inkontensia
(sekali seminggu)
2: Kontinensia (teratur)
Penggunaan toilet 0: Tergantung bantuan 2
orang lain
1: Membutuhkan bantuan,
tapi dapat melakukan
beberapa hal sendiri
2: Mandiri
Berpindah 0: Tidak mampu 3
1: Butuh bantuan untuk
bisa duduk (2 orang)
2: Bantuan kecil (1orang)
3:Mandiri
Berjalan/mobilitas 0: Immobile (tidak 3
mampu) 1: Menggunakan
kursi roda
2: Berjalan dengan bantuan
satu orang
3: Mandiri (meskipun
menggunakan alat bantu
seperti, tongkat)

Naik turuntangga 1 : Tidak mampu 3

2 : Membutuhkan bantuan
(alatbantun)
3 : Mandiri
Total 21

Interpretasi hasil Nilai


Ketergantungan total 0–4
Ketergantungan Berat 5-8
Ketergantungan Sedang 9-11
Ketergantungan ringan 12-19
Mandiri > 20
Hasil interpretasi penilaian pasien: 21 (Mandiri)

Penilaian Resiko Jatuh Pada Lansia & Tinetti


Balance And Gate
NO INSTRUKSI PENILAIAN (TINETTI SKOR SKOR
BALANCE) PASIEN
1. Posisi duduk
Belajar atau slide di kursi 0 1

Stabil dan aman 1

2. Berdiri dari kursi


Tidak mampu, bila tanpa bantuan 0

Mampu, tapi menggunakan kekuatan lengan 1

Mampu berdiri spontan, tanpa menggunakan 2 2


Lengan

3. Usaha untuk berdiri


Tidak mampu, bila tanpa bantuan 0
Mampu, lebih dari 1 upaya 1 2

Mampu dalam 1 kali upaya 2

4. Berdiri dari kursi (segera dalam 5 detik


pertama)
Tidak kokoh (Goyah, terhuyun-huyun, tidak 0
stabil)
Kokoh, tapi dengan alat bantu (walker atau 1
2
tongkat, pegangan sesuatu)
Berdiri tegak, jarak kaki berdekatan, tanpa alat 2

bantu/pegangan
5. Keseimbangan berdiri
Tidak kokoh (Goyah, tidak stabil) 0
Berdiri dengan kaki melebar (jarak antara kedua 1 1

kaki > 4 inchi) atau mengunakan alat bantu

(walker atau tongkat, pegangan sesuatu)

6. Subyek dalam posisi maksimum dengan kaki

sedekat mungkin, kemudian pemeriksa

mendorong perlahan tulang dada subyek 3x

dengan telapak tangan

Mulai terjatuh 0

1
Goyah/sempoyongan, tapi dapat mengendalikan
2
Diri

Kokoh berdiri (stabil) 2


7. Berdiri dengan mata tertutup (dengan
posisi seperti no.6) 0 2
Tidak kokoh (goyah, sempoyongan)
Kokoh berdiri (stabil) 1
8. Berbalik 360˚
Tidak mampu melanjutkan langkah 0
(berputar) Dapat melanjutkan langkah 1 1
(berputar)

Berbalik 360˚
Tidak kokoh (Goyah, sempoyongan) 0 1
Berdirikokoh (stabil) 1
9. Duduk ke kursi
Tidak aman (kesalahan mempersepsikan 0
jarak , langsung menjatuhkan diri ke kursi) 2
Menggunakan kekuatan lengan atas, tidak
secara perlahan 1
Aman, gerakan perlahan-lahan
2
16
TOTAL

NINSTRUKSI PENILAIAN (TINETTI GAIT) SKOR SKOR


O PASIEN
1Melakukan perintah untuk berjalan
0Ragu-ragu mencari objek untuk dukungan 0 1
.Tidak ragu-ragu, mantap, aman 1

1Ketinggian kaki saat melangkah


1Kaki kanan :
Kenaikan tidak konstan, menyeret, atau 0
mengangkat tak terlalu tinggi>5cm 1
Konstan dan tinggi langkah normal 1

Kaki kiri
Kenaikan tidak konstan, menyeret, atau 0
mengangkat kak terlalu tinggi>5cm 1
Konstan dan tinggi langkah normal 1

Panjang langkah kaki:


Kaki Kanan
Langkah pendek tidak melewati kaki kiri 0 0
Melewati kaki kiri 1

Kaki Kiri
Langkah pendek tidak melewati kaki kanan 0
Melewati kaki kanan 1 0
1Kesimetrisan Langkah
2
Panjang langkah kaki kanan dan kaki kiri tidak 0
Sama 0

Panjang langkah kaki kanan dan kaki kiri sama 1


1Kontinuitas langkah kaki
3Menghentikan Langkah kaki diantara Langkah 0
(Langkah-berhenti-langkah) 1
Langkah terus menerus/berkesinambungan 1
1Berjalan pada jalur yang ditentukan atau koridor
4Penyimpangan jalur yang terlalu jauh 0
Penyimpangan jalur ringan/sedang/butuh alatbantu 1 2
Berjalan lurus sesuai jalur tanpa alat bantu 2
1Sikap tubuh saat berdiri
5Terhuyun-huyun, butuh alat bantu 0
Tidak terhuyun-huyun tapi lutut fleksi/keduatangan 1 2
dilebarkan
Tubuh stabil, tanpa lutut fleksi dan meregangkan 2
Tangan
1Sikap berjalan
6Tumit tidak menempel lantai sepenuhnya 0 1
Tumit menyentuh lantai 1
TOTAL SKOR 7

Interpretasi hasil Nilai


Risiko jatuh tinggi 0–4
Risiko jatuh sedang 5-8
Risiko jatuh rendah 9-11
Hasil interpretasi penilaian pasien: 9 (Rendah)

e. Adakah tanda-tanda hipotensi ortostatik?


Jawab:
Pasien tampak tidak terjadi hipotensi ortostatik atau kondisi tekanan
darah rendah yang terjadi akibat perubahan posisi tubuh
f. Bagaimana dengan postur dan gaya jalan lansia?
Jawab:
Pasien tampak postur tubuh dan gaya berjalan tegak dan cepat dengan
langkah kecil
g. Apakah klien tampak mampu memenuhi kebutuhan hariannya?
Jawab:
Pasien tampak mampu memenuhi kebutuhan sehari-hari kecuali makanan
karena sudah disediakan oleh panti

h. Adakah tanda-tanda sianosis, takikardi, diaphoresis?


Jawab:
Pasien tampak tidak ada tanda tanda sianosis, takikardi dan diaphoresis
i. Bagaimana hasil pemeriksaan thoraks dan jantung, serta lengan dan
tungkai, Range of Motion?
Jawab:

5555 5555
4444 4444

j. Hasil observasi:
1) TD : - 148/83 mmhg (Senin, 18/03/2024)
- 139/85 mmhg (Selasa, 19/03/2024)
2) N : 70 x/menit
3) RR : 20 x/menit
4) GDS : 283 mg/dl ( 16/02/2024)
5) JVP : Tidak dilakukan pemeriksaan JVP
6) CRT : <3 detik
7) Edema : tidak terdapat edama
8) LAB : Tidak ada pemeriksaan LAB
9) EKG : Tidak ada pemeriksaan EKG
10) Diagnostik : Tidak ada pemeriksaan Diagnostik
7. Pola Istirahat – Tidur
Subyektif:
a. Apakah lansia merasa segar setelah tidur pada malam hari?
Jawab:
Pasien mengatakan merasa kadang-kadang tidak merasa bugar pada pagi
hari jika tengah malam terbangun dan tidak bisa untuk tidur sampai pagi
b. Kebiasaan tidur berapa jam/hari, pukul berapa memulai tidur pada
siang/malam?
Jawab:
Pasien mangatakan biasa saat malam hari tidur pukul 22.00 terbangun
pukul 03.00, dan kadang sulit untuk memulai tidur jika badan sedang
kelelahan.
c. Apakah tidur dapat berlangsung lama atau sering terbangun?
Jawab:
Pasien mengatakan tidur malam hari sering terbangun jika badan terlalu
lelah dan banyak aktivitas
d. Apa yang dilakukan lansia sebagai ritual tidur atau upaya untuk
meningkatkan kualitas tidurnya
Jawab:
Pasien mengatakan jika ingin tidur upaya dilakukan adalah berdoa
terlebih dahulu
e. Apa yang menyebabkan lansia sering terbangun pada waktu tidur (rasa
sakit, berisik,atau hal lain)?
Jawab:
Pasien mengatakan terkadang bangun karena badan terasa lelah tidak enak
dan juga karena ingin buang air kecil.
f. Adakah lansia mengalami gangguan tidur?
Jawab:
Pasien mengatakan susah tidur jika sedang merasa lelah
Obyektif:
a. Apakah lansia terlihat capek/lesu/tanda-tanda kurang tidur yang lain
(lingkar hitam pada kelopak mata)?
Jawab:
Pasien tampak kurang segar, terdapat sedikit lingkar hitam pada kelopak
mata, mengeluh sulit tidur, mengeluh sering terjaga/terbangun tengah
malam.
b. Jenis obat tidur yang digunakan dan kapan digunakan?
Jawab:
Pasien tampak tidak mengkonsumsi obat tidur
c. Tanda dan gejala yang timbul akibat kurang tidur?
Jawab:
Pasien tampak tterdapat sedikit lingkar hitam pada kelopak mata
8. Pola Kognitif – Perseptual
Subyektif:
a. Apakah lansia menggunakan alat bantu dengar atau pengelihatan?
Jawab:
Pasien mengatakan tidak menggunakan alat bantu dengan dan masih bisa
melihat dengan jelas
b. Apakah lansia mengatakan adanya perubahan-perubahan dalam memori?
Jawab:
Pasein mengatakan tidak ada perubahan dalam memori atau ingatannya
c. Apakah ada kesulitan dalam mengingat kejadian jangka waktu dekat atau
yang sudah lama terjadi?
Jawab:
Pasien mengatakan mampu mengingat kejadian jangka waktu dekat dan
sedikit lupa yang sudah lama terjadi
d. Apakah ada mengalami disorientasi tempat/waktu/orang?
Jawab:
Pasien mengatakan mampu mengetahui tempat, waktu dan orang

e. Bagaimana kemampuan dalam pengambilan keputusan (mandiri atau


dibantu)?
Jawab:
Pasien mengatakan mampu mengambil keputusan secara mandiri
f. Apakah ada perubahan dalam konsentrasi?
Jawab:
Pasien mengatakan mampu berkonsentrasi saat melakukan aktivitas
g. Apakah ada perubahan perilaku (hiperaktif/hipoaktif)?
Jawab:
Pasien mengatakan merasa dirinya tidak ada perubahan perilaku
h. Apakah gelisah, tidak kooperatif, marah, menarik diri, depresi,
halusinasi,delusi?
Jawab:
Pasien mengatakan tidak mengalami gelisah, kooperatif, t i d a k marah,
menarik diri,depresi, halusinasi, dan delusi
i. Adakah riwayat stroke?
Jawab:
Pasien mengatakan tidak ada riwayat stroke
j. Adakah ketidaknyamanan/nyeri yang dialami lansia?
Jawab:
Pasien mengatakan saat ini tidak mengalami nyeri, tetapi kadang badan
jika capek dan terasa pegel-pegel kepala bagian belakang terasa cekot-
cekot
Obyektif:

PENGKAJIAN

MMSE (Mini Mental Stase Examination Folstein Modification)


Item Tes Nilai Nilai
Maksimal

1. ORIENTASI 5
Sekarang tahun, musim, 5
bulan,tanggal,hari apa?
2. Kita berada dimana? Negara, provinsi, 5 5
kota, desa, ruang/tempat?
3. REGISTRASI
Sebutkan 3 buah nama benda (apel, meja,
koin), tiap benda 1 detik pasien disuruh 3 3

mengulangi ketiga nama benda tadi. Nilai


untuk tiap nama benda yang benar. Ulangi
sampai pasien dapat mengulangi dengan
benar dan catat jumlah pengulangan
4. ATENSI DAN KALKULASI 3

Kurangi 100 dengan 7. Nilai 1 untuk


setiap jawaban yang benar. Hentian 5
setelah 5 jawaban. Atau suruh untuk
mengeja terbalik ‘WAHYU” (nilai diberi
pada huruf yang benar sebelum
kesalahann misalnya UYAHW=2 nilai)
5. MENGINGAT KEMBALI (RECALL)
Pasien disuruh menyebut kembali 3 nama
bendaa diatas 3 3

6. BAHASA 2 2

Pasien disuruh menyebutkan nama benda


yang ditunjukkan (pensil,buku)

7. Pasien disuruh mengulang kata-kata: 1 1


“namun”, “tanpa”, “bila”
8. Pasien disuruh melakukan perintah, “ambil 3 3
kertas ini dengan tangan anda, lipatlah
menjadi dua dan letakkan di lantai”

9. Pasien disuruh membaca dan melakukan 1 1


perintah “pejamkan mata anda”
10. Pasien disuruh menulis dengan Spontan 1 1

11. Pasien disuruh menggambar bentuk di 1 1


bawah ini

TOTAL 30 28

Interpretasi MMSE
Metode Skor Interpretasi
Single Cutoff < 24 Abnormal
Range <21 Kemungkinan demensia lebih besar
>25 Kemungkinan demensia lebih kecil

Pendidikan <21 Abnormal pada tingkat pendidikan rendah


(dibawah SMP)
<23 Abnormal pada tingkat pendidikan SMA

<24 Abnormal pada tingkat pendidikan perguruan


Tinggi
Keparahan 24-30 Tidak ada kelainan kognitif
18-23 Kelainan kognitif ringan
Kelainan kognitif berat
0-17
Hasil MMSE : 28 (Tidak ada Kelainan kognitif)

a. Apakah lansia tampak bingung dan sulit konsentrasi?


Jawab:
Pasien tampak tidak mengalami kebingungan dan sulit berkonsentrasi.
b. Bagaimana dengan fungsi penglihatan, pendengaran, pengecapan?
Jawab:
Pasien tampak fungsi pendengaran dan pengecapan masih berfungsi
dengan baik,
c. Bagaimana hasil pengkajian uji saraf kranial
1) Nervus I (Olfaktorius) : tidak terdapat secret,
sumbatan, polip pembauan bisamengenal bau-bauan
2) Nervus II (Optikus) : konjungtiva an anemis,
karena sedikit keruh
3) Nervus III (Okulomotorius) : terdapat gangguan
akomodasi dibenda yang dekat
4) Nervus IV (Troklearis) : tidak terdapat gangguan
mampu mengendalikan otot bola mata ke arah bawah, dalam, dan
samping, tidak ada strabismus (juling)
5) Nervus V (Trigeminus) : sensasi tajam tumpul teraba,
kekuatan otot wajah masih baik dan mengunyah masih baik
6) Nervus VI (Abdusens) : mampu menggerakkan bola
mata kearah telinga atau pinggir mata
7) Nervus VII (Fasialis) : senyum masih simetris,
masih bisabersiul, lidah simetris
8) Nervus IX (Glosofaringeal) : indra perasa dan
kemampuan menelan baik
9) Nervus X (Vagus) : terdapat refleks muntah
10) Nervus XI (Asesorius) : gerakan bahu simetris
11) Nervus XII (Hipoglosus) :Mengunyah, menelan, dan
berbicara baik
9. Pola Persepsi diri – Konsep Diri
Subyektif:
a. Apakah lansia mengatakan ketakutan atau kekhawatiran?
Jawab:
Pasien mengatakan tidak mengalami ketakutan dan kekhawatiran dalam
hidupnya,semuanya dijalankan dengan ikhlas
b. Apakah sumber ketakutan/kekhawatiran tersebut diketahui?
Jawab:
Pasien mengatakan tidak mengalami ketakutan dan kekhawatiran dalam
hidupnya jalani saja dan syukuri
c. Apakah lansia mengatakan tidak dapat menguasai hidupnya?
kegagalan/keputusasaan?
Jawab:
Pasien mengatakan kegagalan didalam hidup sudah biasa, namun ketika
gagal harus bangkit lagi
d. Apakah lansia kehilangan sesuatu yangberarti/pindah
tempat/berpisah dengan seseorang yang dicintai?
Jawab:
Pasien mengatakan sekarang anaknya ikut dengan suaminya dan suami
pasien sudah meninggal
e. Bagaimana penampilan umum, postur tubuh, mau/menolak kontak mata?
Jawab:
Pasien mengatakan merasa postur tubuhnya kurus karena usianya yang
sudah menua, dan biasa melakukan kontak mata jika berbicara, kontak
matanya bagus.
f. Apakah berkomentar negatif tentang dirinya?
Jawab:
Pasien tidak berkomentar tentang dirinya yang negatif
g. Apakah klien tidak mau melihat pada bagian tubuh yang rusak?
Jawab:
Pasien mengatakan tidak ada bagian tubuh yang rusak
Obyektif:
a. Apakah menunjukkan sikap agresif, marah, menuntut?
Jawab:
Pasien tampak tidak menunjukkan sikap agresif, marah atau menuntut
b. Adakah gejala stimulasi sistem saraf otonom (peningkatan denyut nadi,
jumlah pernapasan, tekanan darah, diaphoresis)?
Jawab:
Pasien tampak menunjukkan peningkatan denyut nadi, dan tekanan darah
10. Pola Peran – Hubungan
Subyektif:
a. Apakah lansia mengikuti organisasi kemasyarakatan atau
kegiatan sosial lainnya?
Jawab:

Pasien mengatakan selalu aktif mengikuti kegiatan gereja, arisan pada


saat sebelum masuk panti. Setelah masuk panti pasien mengatakan tetap
aktif dan produkstif dengan mengikuti segala kegiatan dipanti

b. Bagaimana interaksi lansia dalam keluarga dan lingkungannya?


Jawab:
Pasien mengatakan setelah selesai melakukan kegiatan harian di panti,
dan menyelesaikan pekerjaan mencuci, mandi dan makan, pasien lebih
suka menghabiskan waktu di kamar

c. Apakah ada perubahan peran dalam keluarga


akibat proses penuaan?
Jawab:
Pasien mengatakan merasa perubahan peran dalam keluarganya karena
suaminya sudah meninggal dan anak-anaknya tidak tinggal serumah
dengan pasien, pasien juga mengatakan sudah diajak tinggal dengan
anaknya tetapi memilih tetap tinggal di panti dan ditambah dengan faktor
usia

d. Apakah ada ketegangan dengan orang di sekitar?


Jawab:
Pasien mengatakan tidak mengalami ketegangan dengan orang lain
Obyektif:

Observasi interaksi antara anggota keluarga atau dengan lingkungan sekitar


Jawab:

Saat di observasi pasien tampak jarang interaksi dengan mahasiswa dan


teman satu wisma. Setelah selesai mengikuti kegiatan di panti, pasien sering
menghabiskan waktu nya didalam kamar dan keluar jika ingin ke kamar
mandi, mencuci baju, dan makan.
11. Pola Seksual – Reproduksi
Subyektif:
a. Adakah perubahan fisiologis yang berdampak terhadap seksualitas
lansia?
Jawab:
Pasien mengatakan ada perubahan atau berkurang gairah berhubungan
seksualitasnya karena sudah tua
b. Kapan lansia mengalami menopause, keluhan yang dirasakan
setelah menopause?
Jawab:

Pasien mengatakan mengalami menopause sejak usia 60 tahun.

c. Apa upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah


akibat menopause/andropause?
Jawab:

Pasien mengatakan mengisi waktunya dengan banyak kegiatan yang positif


dan produktif saja untuk menjaga kondisi tubuhnya

d. Masihkah ada minat dalam melakukan hubungan intim dengan


pasangan?Bagaimana dengan frekuensi dan adakah kesulitan?
Jawab:

Pasien mengatakan bahwa tidak ada minat untuk melakukan hubungan


seksual.
12. Pola Koping- Toleransi Stress
Subyektif:
a. Bagaimana status emosi lansia?
Jawab:
Pasien mengatakan Status emosinya stabil, tidak suka marah-marah
b. Adakah masalah/stress psikologis akhir-akhir ini?
Jawab:
Pasien mengatakan tidak ada
c. Bagaimana upaya pengelolaan stress? Apakah upaya tersebut membantu
lansia mengatasi masalahnya?
Jawab:
Pasien mengatakan jika ada masalah dan stres lebih berdoa dan pasrah.
Obyektif:

Pengkajian DASS (Depression, Anxiety, Stress


Scale)
No Aspek Penilaian TP KD S SS
1 Menjadi marah karena hal-hal kecil/sepele √
2 Mulut terasa kering √
3 Tidak dapat melihat hal yang positif dari suatu √
kejadian
4 Merasakan gangguan dalam bernapas (napascepat, √
sulit bernapas)
5 Merasa sepertinya tidak kuat lagi untuk √
melakukan suatu kegiatan
6 Cenderung bereaksi berlebihan pada situasi √
7 Kelemahan pada anggota tubuh √
8 Kesulitan untuk relaksasi/bersantai √
9 Cemas yang berlebihan dalam suatu situasinamun √
bisa lega jika hal/situasi itu berakhir
10 Pesimis √
11 Mudah merasa kesal √
12 Merasa banyak menghabiskan energi karena cemas √
13 Merasa sedih dan depresi √
14 Tidak sabaran √
15 Kelelahan √
16 Kehilangan minat pada banyak hal (misal: makan, √
ambulasi, sosialisasi)
17 Merasa diri tidak layak √
18 Mudah tersinggung √
19 Berkeringat (misal: tangan berkeringat √
tanpa stimulasi oleh cuaca maupun latihanfisik
20 Ketakutan tanpa alasan yang jelas √
21 Merasa hidup tidak berharga √
22 Sulit untuk beristirahat √
23 Kesulitan dalam menelan √
24 Tidak dapat menikmati hal-hal yang saya √
Lakukan
25 Perubahan kegiatan jantung dan denyut nadi √
tanpa stimulasi oleh latihan fisik
26 Merasa hilang harapan dan putus asa √
27 Mudah marah √
28 Mudah panik √
29 Kesulitan untuk tenang setelah sesuatu yang √
Mengganggu
30 Takut diri terhambat oleh tugas-tugas yang √
tidak biasa dilakukan
31 Sulit untuk antusias pada banyak hal √
32 Sulit mentoleransi gangguan-gangguan √
terhadap hal yang sedang dilakukan
33 Berada pada keadaan tegang √
34 Merasa tidak berharga √
35 Tidak dapat memaklumi hal apapun yang √
menghalangi anda untuk menyelesaikan halyang
sedang anda lakukan
36 Ketakutan √
37 Tidak ada harapan untuk masa depan √
38 Merasa hidup tidak berarti √
39 Mudah gelisah √
40 Khawatir dengan situasi saat diri anda mungkin √
menjadi panik dan mempermalukan
diri sendiri
41 Gemetar √
42 Sulit untuk meningkatkan inisiatif dalam √
melakukan sesuatu

Keterangan scoring :
a. Tidak ada atau tidak pernah (TP)
b. Sesuai dengan yang dialami sampai tingkat
tertentu, atau kadang-kadang (KD)
c. Sering (S)
d. Sangat sesuai dengan yang dialami, atau hampir setiap saat (SS)

Indikator penilaian:

Tingkat Depresi Kecemasan Stress


Normal 0–9 0-7 0 – 14
Ringan 10 – 13 8–9 15 – 18
Sedang 14 – 20 10 – 14 19 – 25
Parah 21 – 27 15 – 19 26 – 33
Sangat parah > 28 > 20 > 34

Nilai DASS yang diperoleh klien dari hasil pemeriksaan adalah :


a. Depresi = 1 (normal)
b. Kecemasan = 3 (normal)
c. Stress = 1 (normal)
13. Pola Nilai – Kepercayaan
Subyektif:
a. Sistem nilai, tujuan dan keyakinan apa yang dimiliki oleh lansia.
Jawab:
Pasien mengatakan selalu beribadah karena menurutnya diusia saat ini
dengan beribadah dapat membuatnya semakin tenang.
b. Apakah lansia teratur melaksanakan ibadah sesuai dengan
keyakinan agamanya?
Jawab:

Pasien mengatakan selalu rajin ibadah di hari senin, kamis, dan sabtu
dengan teratur

c. Apakah lansia teratur mengikuti atau terlibat aktif dalam kegiatan


keagamaan?
Jawab:
Pasien mengatakan aktif mengikuti kegiatan keagamaan digreja sebelum
masuk ke panti.

d. Apa latar belakang yang dimiliki lansia (agama, filosofi, kultur)?


Jawab:
Pasien mengatakan berdoa adalah cara yang paling mudah dilakukan dan
mampu mendekatkan dirinya kepada Tuhan yang Maha Kuasa
e. Apakah sistem tersebut mempengaruhi semua aspek baik kesehatan atau
koping terhadap stres?
Jawab:
Pasien mengatakan dengan beribadah dan berdoa mampu membuat pasien
lebih tenang
Obyektif:
Saat diobservasi pada hari senin Mbah. T tampak telah selesai mengikuti
ibadah dan membawa kitab suci
B. ANALISA DATA

No Data Fokus Diagnosa Keperawatan

1 Data Subjektif Kategori: Fisiologis

- Pasien mengatakan merasa kadang-kadang tidak Subkategori:

merasa bugar pada pagi hari jika tengah malam Aktivitas/istirahat

terbangun dan tidak bisa untuk tidur sampai pagi.


Kode : (D.0055)
- Pasien mangatakan biasa saat malam hari tidur pukul
Diagnosa:
22.00 dan sering terbangun pukul 03.00, kadang sulit
Gangguan Pola Tidur b.d
untuk memulai tidur jika badan sedang kelelahan
nyeri
terlalu banyak aktivitas

Data Objektif :

- Pasien tampak kurang segar

- Terdapat sedikit lingkar hitam pada kelopak mata.

- Mengeluh sulit tidur

- Mengeluh pola tidur berubah

2 Data Subjektif
Katergori: Psikologis
- Pasien mengatakan memiliki riwayat penyakit
Subkategori : Nyeri dan
hipertensi dan DM dan sudah berjalan 5 tahun.
Keamanan
- Pasien juga mengatakan mengatakan merasa tidak
Kode : (D.0074)
nyaman karena pada leher hingga tengkuk
Diagnosa:
terkadang nyeri
Gangguan Rasa Nyaman
Data Objektif :
b.d Gejala Penyakit
- TD : 168/83 mmHg

- N : 78x/menit
- RR : 19x/menit

- Kesadaran composmentis

- Kesadaran umum: Baik

- Mengeluh tidak nyaman

- Mengeluh sulit tidur

3 Data Subjektif :
Kategori : fisiologis
- Pasien mengatakan mempunyai riwayat penyakit
Subkategori : Sirkulasi
Hipertensi dan DM sejak 5 tahun yang lalu
Kode : (D.0015)
- Pasien mengatakan mengkonsumsi obat hanya satu
Diagnosa : Risiko Perfusi
bulan sekali
Perifer Tidak efektif d.d
Data objektif :
DM dan Hipertensi
- TD : 168/83x/menit

GDS : 203 mg/dl (16/02/2024)

C. DIAGNOSA PRIORITAS

1. Gangguan Pola Tidur b.d Nyeri (D.0055)

2. Gangguan Rasa Nyaman b.d Gejala Penyakit (D.0074)

3. Risiko Perfusi Perifer Tidak Efektif d.d DM dan Hipertensi (D.0015)


D. RENCANA KEPERAWATAN GERONTIK

No Diagnosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

1. “Pola Tidur” (L.05045) “Terapi


Gangguan Pola
Pemijatan”
Tidur b.d Nyeri Membaik dari skala 2 (cukup
menurun) ke skala 5 (membaik) (I.08251)
(D.0055)
dengan kriteria hasil :
1. Identifikasi

1. Keluhan sulit tidur kesediaan pasien


2. Keluhan sering terjaga
2. Pilih area tubuh

yang akan dipijat

3. Cuci tangan

4. Gunakan lotion

untuk mengurangi

gesekan

5. Lakukan pemijatan

secara perlahan

dan dengan teknik

yang tepat

6. Anjurkan rileks

selama pemijatan

2. “Status Kenyamanan” “Terapi


Gangguan Rasa
(L.08064) diharapkan
Pemijatan”
Nyaman b.d Gejala
meningkat dari level 2 (cukup
(I.08251)
Penyakit (D.0074) meningkat) ke level 5
(menurun) dengan kriteria hasil 1. Identifikasi
:
kesediaan pasien

1. Keluhan tidak nyaman 2. Pilih area tubuh


2. Keluhan sulit tidur
yang akan dipijat
3. Pola tidur membaik 3. Cuci tangan

4. Gunakan lotion

untuk mengurangi

gesekan

5. Lakukan pemijatan

secara perlahan

dan dengan teknik

yang tepa

6. Anjurkan rileks

selama pemijatan

3. “Perfusi Perifer” (L.02011) “Edukasi Diet”


Risiko Perfusi
Perifer tidak (I.12369)
Membaik dari skala 2 (cukup
Efektif d.d DM
memburuk) ke skala 5 (membaik) 1. Identifikasi tingkat
dan Hipertensi
dengan kriteria hasil :
pengetahuan saat
(D.0015)
1. Tekanan darah sistolik ini
2. Tekanan darah diastolik
2. Identifikasi

kebiasaan pola

makan saat ini dan

masa lalu

3. Persiapkan materi

4. Jadwalkan waktu

pemberian pendkes

5. Berikan

kesempatan klien

untuk bertanya

6. Jelaskan tujuan
kepatuhan diet

7. Informasikan

mkanan yang

diperbolehkan dan

dilarang untuk

dikonsumsi

8. Anjurkan

mengganti bahan

makanan sesuai

dengan diet yang

diprogramkan
E. IMPLEMENTASI

No.dx Tgl Jam Implementasi Evaluasi TTD

1&2 25 “Terapi Pemijatan” (I.08251) S: Ziana

Maret 07.30 1. Pasien mengatakan


1. Mendampingi senam olahraga
2024 badannya terasa lelah
pagi
setelah senam dipagi hari,
2. Melakukan ttv mengukur TD,
09.00 karena kurang tidur. Mulai
Nadi dan RR
tidur pukul 23.00
3. Menanyakan kesiapan klien
09.15 terbangun pada pukul
untuk dilakukan tindakan foot
02.00 dan terjaga sampai
masase
10.00 pagi
4. Menyiapkan alat (air hangat,
2. Pasien mengatakan sulit
lotion, handuk kecil)
10.10 tidur dan merasa tidak
5. Memposisikan klien di posisi
nyaman jika nyeri pada
yang nyaman
10.15 leher hingga tengkuk
6. Melakukan tindakan rendam
sedang muncul
kaki selama 10 menit
10.25 3. Pasien mengatakan terasa
7. Mengeringkan kaki dan
nyeri saat dipijit pada
melakukan terapi foot masase
telapak kaki di titik LR 3
selama 15 menit
10.45 (punggung kaki diantara
8. Menganjurkan klien untuk rileks
jempol dan telunjuk kaki)
dan menikmati pijatan
O:
9. Membersihkan klien dan
10.50 1. TD:168/100 mmHg
membereskan alat
11.00 N : 73x/menit
10. Menanyakan perasaan klien
Rr : 29x/menit
setelah dilakukan terapi
12.30 11. Melakukan ttv mengukur TD, 2. Pasien mengatakan mau

nadi dan RR untuk menerima terapi

pijit/foot masase

3. Posisi klien duduk diatas

kursi sejajar dengan kedua

kaki

4. Pasien tampak antusias

5. Pasien tampak canggung,

kaku pada telapak kaki saat

dipijit

6. Pasien tampak sedikit

rileks

7. TD : 150/83 mmHg

N : 70x/menit

RR : 18x/menit

A:

Masalah Gangguan Pola

Tidur dan Gangguan Rasa

Nyaman belum tercapai

P:

Lanjutkan intervensi “Terapi

Pemijatan”

1. Pilih area tubuh yang

akan dipijat

2. Cuci tangan
3. Gunakan lotion untuk

mengurangi gesekan

4. Lakukan pemijatan

secara perlahan dan

dengan teknik yang tepat

5. Anjurkan rileks selama

pemijatan

3. 20 “Edukasi Diet” (I.12369) S:

Maret 07.30 1. Mendampingi senam 1. Klien mengatakan tahu

2024 olahraga pagi tentang makanan yang

09.00 2. Melakukan pengkajian harus dihindari yaitu

terhadap pengetahuan klien maknan yang terlalu asin

tentang makanan yang dan terlalu manis

dilarang dan diperbolehkan 2. Klien mengatakan mau

11.00 3. Meminta kesediaan klien untuk menerima

menerima informasi informasi tentang diet

11.15 4. Melakukan edukasi terkait nutrisi yang berhubungan

diet rendah garam dan gula dengan penyakitnya

dengan media youtube 3. Pasien mengatakan

11.30 5. Menganjurkan untuk selama ini tidak

mematuhi diet menghindari menjalankan program

makanan yang bisa menjadi diet yang dianjurkan

pemicu kambuhnya karena hanya memakan

penyakit apa saja yang diberikan

12.00 6. Memberikan solusi untuk oleh panti sehingga sulit

mengurangi makan
lauk/sayur yang terlalu asin untuk mengontrol garam

dan mengurangi makanan. dan gula

Membatasi cairan dengan O:

mengurangi minuman 1. Klien tampak paham

manis mengganti gula dengan apa yang

dengan gula khusus diabetes dijelaskan

12.10 7. Memberikan kesempatan 2. Klien tampak kooperatif

bertanya setelah diberikan dan bertanya tentang

edukasi bagaimana cara

12.30 8. Menanyakan pemahaman mengontrol garam dan

terkait edukasi yang telah gula pada makanan yang

diberikan telah sediakan oleh panti

A:

Tujuan tercapai

P:

Hentikan intervensi

1&2 26 “Terapi Pemijatan” (I.08251) S:

Maret 1. Klien mengatakan setelah


1. Melakukan ttv mengukur TD,
2024 15.00 mendapatkan terapi
Nadi dan RR
pemijatan badan terasa
2. Menanyakan kesiapan klien
15.15 lebih enak dan bisa
untuk dilakukan tindakan foot
memulai tidur awal pukul
masase kembali
21.30, dan terbangun
3. Menyiapkan alat (air hangat,
15.20 pukul 03.30 karena ingin
lotion, handuk kecil)
BAK
15.30 4. Memposisikan klien di posisi 2. Pasien mengatakan masih

yang nyaman terjaga setelah terbangun

15.35 5. Melakukan tindakan rendam hari hingga pagi

kaki selama 10 menit O:

16.00 6. Mengeringkan kaki dan 1. TD : 158/63mmHg

melakukan terapi foot masase N : 63x/menit

selama 15 menit RR : 18x/menit

16.10 7. Menganjurkan klien untuk rileks 2. Klien sangat bersemangat

dan menikmati pijatan untuk dipijit

16.20 8. Membersihkan klien dan 3. Klien tampak lebih

membereskan alat nyaman

16.30 9. Menanyakan perasaan klien 4. Klien tampak rileks dan

setelah dilakukan terapi menikmati terapi yang

16.45 10. Melakukan ttv mengukur TD, diberikan

nadi dan RR 5. TD : 148/73 mmHg

N : 68x/menit

RR : 18x/menit

A:

Tujuan tercapai sebagian P :

lanjutkan intervensi “Terapi

Pemijatan”

1. Pilih area tubuh yang akan

dipijat

2. Cuci tangan

3. Gunakan lotion untuk

mengurangi gesekan
4. Lakukan pemijatan secara

perlahan dan dengan

teknik yang tepat

5. Anjurkan rileks selama

pemijatan

1&2 27 “Terapi Pemijatan” (I.08251) S:

Maret 16.00 1. Klien mengatakan suka


1. Melakukan ttv mengukur TD,
2024 dipijit karena ssetelah
Nadi dan RR
16.15 mendapatkan terapi
2. Menanyakan kesiapan klien
pemijatan badan terasa
untuk dilakukan tindakan foot
lebih enak dan nyaman,
masase kembali
16.25 sehingga tidak kesulitan
3. Menyiapkan alat (air hangat,
untuk memulai tidur
lotion, handuk kecil)
16.40 2. Pasien mengatakan tadi
4. Memposisikan klien di posisi
malam tidur nyenyak
yang nyaman
16.50 pukul 21.00 hingga waktu
5. Melakukan tindakan rendam
subuh
kaki selama 10 menit
O:
6. Mengeringkan kaki dan
17.30 1. TD : 143/73mmHg
melakukan terapi foot masase
N : 83x/menit
selama 15 menit
RR : 18x/menit
7. Menganjurkan klien untuk rileks
17.35 2. Klien bersemangat untuk
dan menikmati pijatan
dipijit
8. Membersihkan klien dan
17.40 3. Klien tampak lebih
membereskan alat
nyaman, segar dan
9. Menanyakan perasaan klien
17.45 bersemangat
setelah dilakukan terapi
10. Melakukan ttv mengukur TD, 4. Klien tampak lebih rileks

18.00 nadi dan RR 5. TD : 138/83 mmHg

N : 67x/menit

RR : 18x/menit

A:

Tujuan tercapai

P:

Hentikan intervensi “Terapi

Pemijatan”
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Gambaran Terkait Intervensi Kepada Lansia

Berdasarkan pengkajian yang telah dilakukan Mbah. T didapatkan 3 diagnosa

keperawatan yang sesuai dengan data yang telah didapatkan yaitu diagnosa

gangguan pola tidur, gangguan rasa nyaman dan risiko perfusi perifer tidak efektif.

Pada diagnosa gangguan pola tidur ini target luaran yang ingin dicapai yaitu

dari skala 2 (cukup menurun) ke skala 5 (membaik) dengan kriteria hasil keluhan

sulit tidur membaik, dan keluhan sering terjaga membaik. Untuk diagnosa

gangguan rasa nyaman dari dari level 2 (cukup meningkat) ke level 5 (menurun)

dengan kriteria hasil keluhan tidak nyaman menurun, keluhan sulit tidur menurun,

pola tidur membaik. Dan untuk diagnosa risiko perfusi tidak efektif dari skala 2

(cukup memburuk) ke skala 5 (membaik) dengan kriteria hasil Tekanan darah

sistolik membaik, tekanan darah diastolik membaik.

Untuk mencapai luaran yang diinginkan maka lansia akan diberikan beberapa

intervensi keperawatan untuk membantu dalam mengatasi masalah gangguan pola

tidur, gangguan rasa nyaman dan risiko perfusi perifer tidak efektif tidak efektif

dengan memberikan terapi pemijatan (foot massage) dan edukasi kesehatan

tentang diet rendah gula, garam, dan cairan terkait penyakit yang diderita Mbah.T.

Implementenasi dilakukan selama 3 kali pertemuan berturut-turut, pada

pertemuan yang pertama dilakukan edukasi kesehatan tentang diet rendah gula,

garam, dan cairan terkait penyakit yang diderita Mbah.T. Pada pertemuan kedua

diberikan terapi pemijatan foot masase untuk mengatasi gangguan pola tidur dan

gangguan rasa nyaman serta untuk menurunkan melancarkan sirkulasi pada tubuh.
Evaluasi dari implementasi yang di lakukan kepada Mbah.T, Mbah.T

mengatakan mulai saat ini akan mematuhi diet rendah garam, rendah gula, rendah

cairan sebagaimana yang telah dianjurkan dan akan mencoba mengganti gula

dengan gula khusus diabetes. Mbah.T juga mengatakan setelah mendapatkan

terapi pemijatan foot masase, badan terasa nyaman sehingga bisa memulai tidur

lebih awal bangun pagi terasa segar. Tekanan darah pada Mbah.T terjadi

penurunan setelah diberikan terapi pemijatan foot masase selama 3 hari.

B. Perubahan/perbedaan data subjektif dan objektif atau kondisi lansia antara

sebelum dan setelah diberikan asuhan keperawatan

Setelah dilakukan tindakan intervensi pertemuan pertama dengan pendidikan

kesehatan terkait diet rendah garam, rendah gula, rendah cairan dengan

mengedukasi membatasi jumlah gula, garam dan cairan, mengganti gula biasa

dengan gula khusus diabetes, sebelumnya Mbah.T sudah mengetahui tentang

makanan yang harus dihindari seperti makanan yang terlalu asin dan terlalu manis

namun tidak menerapkan diet yang dianjurkan, setelah dilakukan edukasi Mbah.

T menjadi lebih tahu dan paham tentang diet yang dianjurkan dan menghindari

makan/minuman yang berpotensi memperparah penyakit yang dideritanya.

Mbah.T juga mengatakan akan mencoba menerapkan diet yang telah dianjurkan

pada pola makannya saat ini.

sebelum dilakukan intervensi yang kedua dengan pemberian terapi pemijatan

foot massage, Mbah.T mengeluh sulit untuk memulai tidur, terbangun pada

tengah malam dan terjaga hingga pagi hari. Mbah.T juga mengatakan jika terlalu

banyak aktivitas dan badan terasa lelah kadang-kadang leher hingga tengkuk

terasa nyeri kaku sehingga tidak nyaman dan terganggu istirahatnya. Setelah

diberikan terapi pemijatan foot masase selama 3 hari berturut-turut kepada


Mbah.T mengatakan merasa lebih nyaman, lebih rileks, kesulitan tidur menurun,

tidak bangun tengah malam, terasa segar pada saat bangun pagi

C. Bukti Ilmiah yang Mendukung Keputusan Penggunaan Intervensi

1. Gangguan Pola Tidur b.d Nyeri (D.0055)

Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh (Fidyawati, 2023), untuk

mengatasi masalah keperawatan gangguan pola tidur dapat menggunakan

dukungan tidur dan juga terapi pemijatan yang bertujuan untuk memfasilitasi

siklus tidur, dimana tidur yang teratur lalu memberikan stimulus kulit dengan

berbagai teknik gerakan untuk meningkatkan relaksasi dan memperbaiki

sirkulasi. Dapat dianalisis bahwa subjek pada studi kasus mengatakan kualitas

tidurnya membaik. Subjek studi kasus tampak wajah lebih segar, tidak tampak

lesu dan lemas. Analisis penatalaksanaan gangguan pola tidur dapat diselesaikan

sebagian dengan bukti bahwa responden mengalami penurunan skor PSQI setelah

diberikan pijat refleksi kaki/foot massage secara rutin 3 hari berturut-turut.

2. Gangguan Rasa Nyaman b.d Gejala Peenyakit (D.0074)

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh (Kamaliah, 2021) Peserta

yang mengikuti sebanyak 25 orang setelah malaksanakan terapi foot massage

3 hari berturut turut selama 15 menit nyeri kepala hilang, badan terasa ringan,

rileks dan hasil tekanan darah systole menjadi stabil. Kegiatan pengabdian

masyarakat yang sudah dilaksanakan 3 hari berturut turut selama 10 sampai

dengan 15 menit di kelurahan Tanah Merah Kecamatan Binjai Selatan Kota

Binjai bahwa kegiatan terapi foot massage memberikan dampak positif peserta

hipertensi, mengalami rileks, mampu berjalan dengan nyaman tanpa keluhan

nyeri, kaku otot berkurang, tekanan darah stabil sistol dan diastol. Terapi foot

massage merupakan terapi komplementer yang aman dan mudah untuk


dilaksanakan secara mandiri yang bertujuan memberikan efek relaksasi pada

otot-otot yang kaku sehingga terjadi vasodilatasi dan menyebabkan tekanan

darah turun secara stabil.

3. Risiko Perfusi Perifer Tidak Efektif d.d DM dan Hipertensi (D.0015)

Berdasarkan hasil penelitian (Nursyidatul, 2023), penelitian ini dilakukan di

Wilayah Kerja Puskesmas Maros Baru. Penelitian dilaksanakan pada bulan

Desember 2022. Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 10 responden

lansia dengan usia diatas 60 tahun dan yang hadir di puskesmas. Data

pengetahuan dan sikap menggunakan kuesioner berupa pertanyaan mengenai

penyakit kronis seperti Hipertensi atau Diabetes Melitus. Jika lansia tidak

mengetahui membaca maka pengumpulan data dilakukan melalui wawancara

mendapatkan hasil terdapat perbedaan pengetahuan sebelum dan setelah

dilakukan edukasi terhadap penerapan diet diabetes melitus atau diet hipertensi.

Jadi ada pengaruh edukasi terhadap perbedaan pengetahuan lansia di wilayah

kerja Puskesmas Maros Baru Kabupaten Maros. Hasil ini sejalan dengan

penelitian (Anggraeni, 2019) melaporkan bahwa sikap merupakan salah satu

factor yang sangat berpengaruh terhadap nilai kesehatan individu serta dapat

menentukan cara pengendalian yang tepat untuk penderita hipertensi.


D. Hambatan dan kelemahan aplikasi intervensi berdasarkan kondisi dan situasi yang

dihadapi

Proses asuhan keperawatan pada gerontik berjalan dengan lancar dan sesuai dengan

kontrak waktu yang telah disepakati dengan Mbah.T. Selain itu, Mbah.T juga mampu

memahami dengan baik terkait penkes yang telah dilakukan dan mengikuti terapi dengan

semangat dan kooperatif.


BAB V
PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Setelah dilakukan pengkajian didapatkan permasalahkan Mbah.T mempunyai riwayat

penyakit hipertensi dan DM selama 5 tahun.

2. Setelah dilakukan pengkajian didapatkan permasalahan keperawatan pada Mbah.T

yaitu gangguan pola tidur, gangguan rasa nyaman, dan risiko perfusi perifer tidak

efektif pemeliharaan kesehatan tidak efektif.

3. Intervensi yang dilakukan pada diagnosa pertama dan kedua yaitu terapi pemijatan

dengan memberikan terapi pemijatan foot massage sedangkan diagnosa ketiga dengan

edukasi diet rendah garam, rendah gula dan membatasi cairan.

4. Setelah dilakukan intervesi keperawatan pola tidur meningkat, ststus kenyamanan

meningkat dan tingkat pengetahuan Mbah.T terkait diet nutrisi rendah garam, rendah

gula, rendah cairan meningkat sehingga mau mencoba melakukan diet yang dianjurkan.

B. Saran

1. Panti

Diharapkan asuhan keperawatan yang telah dibuat dapat digunakan oleh Panti

BPSTW Abiyoso sebagai kolaborasi dalam pemberian intervensi pada lansia

2. Puskesmas

Diharapkan asuhan keperawatan yang telah dibuat dapat digunakan sebagai acuan dan

menambah referensi dalam memberikan intervensi pada lansia

3. Masyarakat

Diharapkan asuhan keperawatan yang telah dibuat mampu menambahkan wawasan

dan pengetahuan bagi masyarakat mengenai manfaat terapi pemijatan foot massage
dan diet nutrisi rendah garam, rendah gula, rendah cairan untuik penderita hipertensi

dan DM.

3. Keluarga

Diharapkan asuhan keperawatan yang telah dibuat mampu enambahkan wawasan dan

pengetahuan bagi keluarga untuk merawat lansia dengan hipertensi dan DM.
DAFTAR PUSTAKA

Akbar H, Budi Santoso E. Analisis Faktor Penyebab Terjadinya Hipertensi Pada Masyarakat
(Studi Kasus Di Kecamatan Passi Barat Kabupaten Bolang Mongondow). Universitas
Muhammadiyah Palu MPPKI. 2020 Jan;3(1):12–9.

Fauziah, Puji (2021) Pengaruh Pijat Refleksi Kaki Terhadap Gangguan Tidur Pada Lansia.
Vol. 7, No. 1, Maret 2021, Jurnal Ilmiah Keperawatan Imelda

Fidyawati (2023) Penerapan Intervensi Pijat Refleksi Kaki Pada Lansia Dengan Gangguan Pola
Tidur. Yogyakarta, Volume 05, Nomor 02, Desember 2023, E-ISSN 2716-2745, Jurnal
Ilmiah Kesehatan Medika

Hastuti, Apriyani Puji. (2022). Hipertensi. Jawa Tengah : Penerbit Lakeisha.

Kamaliah Kristina (2021) Terapi Foot Massage Untuk Menurunkan Dan Menstabilkan
Tekanan Darah Pada Penderita Hipertensi. Volume 3, Nomor 2, September 2021, 328-
336

Kholifah, Siti Nur dan Wahyu Widagdo.2016.Keperawatan Keluarga dan Komunitas.Jakarta


Selatan: Kementrian Kesehatan Republik Indonesia.

Manuntung A. Terapi Perlaku Kognitif pada Pasien Hipertensi. Malang: Wineka Media; 2018.
08–10 p.

Nursyidatul, Nadimin (2023) Pengetahuan dan Sikap Lansia setelah edukasi tentang Program
Prolanis Di wilayah Kerja Puskesmas maros baru Kabupaten Maros. Media Gizi Pangan,
Vol. 30, Edisi 2, 2023

Tambunan, F. (2021) Hipertensi Sipembunuh Senyap. Medan: Pusdikra Mitra Jaya.


LAMPIRAN

STANDAR PROSEDUR OPERASIONAL

PENGAJARAN
NO SUB JUDUL PENJELASAN
1 PENGERTIAN Masase kaki adalah sentuhan yang dilakukan pada kaki dengan sadar dan
digunakan untuk meningkatkan kesehatan
2 TUJUAN 1. Menimbulkan relaksasi yang dalam.
2. Memperbaiki sirkulasi darah pada otot sehingga mengurangi nyeri
dan inflamasi.
3. Memperbaiki secara langsung maupun tidak langsung fungsi setiap
organ internal.
4. Membentu memperbaiki mobilitas
5. Menurunkan tekanan darah.

3 INDIKASI Klien dengan hipertensi


4 KONTRAINDIKASI Klien yang menderita luka bakar hebat dan fraktur.
5 PERSIAPAN PASIEN 1. Menyediakan alat
2. Memperkenalkan diri dan menjelaskan tujuan.
3. Mengukur tekanan darah penderita hipertensi (ringan dan sedang)
sebelum melakukan masasae kaki dan dicatat dalam lembar observasi.

6 PERSIAPAN ALAT 1. Sphygmomanometer


2. Stetoskop
3. Minyak kelapa atau minyak zaitun
4. Lembar observasi tekanan darah.
5. Handuk
6. Karpet berbusa

7 CARA BEKERJA Tahap pertama : masase kaki bagian depan


1. Ambilah posisi mengahadap ke kaki klien dengan kedua lutut berada
disamping betisnya.
2. Letakkan tangan kita sedikit diatas pergelangan kaki dengan jari-jari
menuju keatas dengan satu gerak tak putus luncurkan tangan ke atas
pangkal paha dan kembali turun disisi kaki mengikuti lekuk kaki.
3. Tarik ibu jari dan buat bentuk V (posisi mulut naga). Letakkan tangan
diatas tulang garas dibagian bawah kaki. Gunakan tangan secara
bergantain untuk memijat perlahanhingga ke bawah lutut dengan tangan
masih pada posisi V urut keatas dengan sangat lembut hingga ke
tempurung lutut, pisahkan tangan dan ikuti lekuk tempurung lutut pijat
ke bagian bawah.
Lalu ulangi pijat keatas bagian tempurung lutut.
5. Tekanlah dengan sisi luar telapak tangan membuat lingkaran
secara bergantian mulai dari atas lutut hingga pangkal paha dan
mendorong otot.
6. Dengan kedua tangan pijatlah kebawah pada sisi kaki hingga ke
pergelangan kaki. Kemudian remas bagian dorsum dan plantaris
kaki dengan kedua tangan sampai ke ujung jari.
7. Ulangi pada kaki kiri.

Tahap kedua : masase pada telapak kaki


1. Letakan alas yang cukup besar dibawah kaki klien.
2. Tangkupkan telapak tangankita disekitar sisi kaki kanannya
3. Rilekskan jari-jari serta gerakan tangan kedepan dan
kebelakang dengan cepat, ini akan membuat kaki rileks.
4. Biarkan tangan tetap memegang bagian atas kaki
5. Geser tangan kiri kebawah tumit kaki, dengan lembut tarik kaki kearah pemijat
mulai dari tumit. Dengan gerakan oval putar kaki beberapa kalikesetiap arah.

6. Pegang kaki pasangan dengan ibu jari kita berada diatas dan telunjuk dibagian
bawah.
7. Kemudian dengan menggunakan ibu jari, tekanan urat-urat otot mulai dari
jaringan antara ibu jari dan telunjuk kaki. Tekan diantaranya urat-urat otot
dengan ibu jari . ulangi gerakan ini pada tiap lekukan.

8. Pegang tumit kaki dengan tangan kanan, gunakan ibu jari dan telunjuk tangan
kiri pemijat untuk menarik kaki dan meremas jari kaki. Pertama : letakkan ibu
jari pemijat diatas ibu jari kaki dan telunjuk dibawahnya. Lalu pijat dan tarik
ujungnya,
dengan gerakan yang sama pijat sisi-sisi jari. Lakukan gerakan
ini pada jari yang lain.

8 EVALUASI 1. Tanyakan pada klien bagaimana perasaannya


2. Kaji tekanan darah klien
9 HAL-HAL YANG 1. Kondisi klien yang terlalu lapar, terlalu kenyang.
DIPERHATIKAN 2. Kondisi ruangan yang nyaman. Suhu tidak terlalu panas, tidak
terlalu dingin, pencahayaan yang cukuptidak remang-remang.
3. Posisi klien dalam keadaan berbaring yang man bagian
pinggang sampai telapak kaki ditutup oleh handuk dan posisi
pemijat dibelakang klien.
DOKUMENTASI
ARTIKEL ILMIAH

ASUHAN KEPERAWATAN PADA MBAH. T MBAH.T DENGAN HIPERTENSI DI

PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA PAKEM, SLEMAN DAERAH ISTIMEWA

YOGYAKARTA

Disusun untuk memenuhi salah satu tugas stase keperawatan gerontik

Dosen Pembimbing : Januar Rizqi, S.Kep., Ns., M.Sc

Disusun Oleh :

Ziana Utari

23160052

PENDIDIKAN PROFESI NERS PROGRAM PROFESI

FAKULTAS ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS RESPATI YOGYAKARTA

2023/2024
Asuhan Keperawatan Pada Mbah. T Dengan hipertensi Di Panti Sosial Tresna Werdha

Pakem, Sleman Daerah Istimewa yogyakarta

Penulis : Ziana Utari

Program Studi Pendidikan Profesi Ners Program Profesi

Email : 23160052@respati.ac.id

Latar belakang : Lanjut usia (lansia) merupakan tahap akhir dari perkembangan hidup
manusia. Proses bertambahnya usia akan berdampak pada berbagai aspek kehidupan, baik
sosial, ekonomi, maupun Kesehatan. Menurut angka kejadian hipertensi di Indonesia pada
tahun 2023 berdasarkan usia yaitu pada usia > 75 tahun (63,8%), usia 64-74 tahun (57,6%),
dan usia 55-64 tahun (45,9%).

Tujuan : Untuk mengetahui evaluasi pemberian terapi pemijataan foot massage untuk untuk
menurunkan tekanan darah pada lansia.

Metode : Desain yang digunakan pada penelitian ini adalah studi kasus. Subjek yang
digunakan dalam studi kasus ini adalah satu lansia. Fokus studi pada studi kasus ini adalah
lansia dengan masalah hipertensi. Penyelenggaraan asuhan keperawatan gerontik selama 3
hari.

Hasil : Berdasarkan tindakan yang sudah diberikan kepada lansia didapatkan hasil bahwa :
tekanan darah menurun setelah diberikan terapi dan berdasarkan observasi Mbah.T
mengatakan terasa nyaman di badan, kesulitan tidur menurun, terasa segar pada saat bangun
pagi, terasa lebih rileks.

Kesimpulan : Berdasarkan hasil intervensi pemberian terapi pemijatan foot massage selama 3
hari berturut-turut terjadi penurunan tekanan darah, dapat diambil kesimpulan bahwasannya
terapi pemijatan foot massage efektif untuk melancarkan sirkulasi dan menurunkan tekanan
darah.

Kata Kunci : Foot Massage, Hipertensi, Lansia


ABSTRACT

Background: Old age (elderly) is the final stage of development of human life. The process of
getting older will have an impact on various aspects of life, both social, economic and health.
According to incidence of hypertension in Indonesia 2023 based on age namely those aged
>75 years (63,8%), aged 64-74 years (57,6%), and aged 55-64 years (45.9%).

Objective: To find out the evaluation of providing foot massage therapy to reduce blood
pressure in te elderly.

Method: The design used in this study is a case study. The subject used in this case study was
an elderly person. The focus of the study in this case study is the elderly with hypertension
problems. Organizing gerontic nursing care for 3 days.

Results: Based on the actions that have been given to the elderly, the results show that: blood
pressure decreased after being given therapy and based on Mbah.T’s observations, he said he
felt comfortable in the body, had decreased difficulty sleeping, felt fresh when he woke up in
the morning, felt more relaxed.

Conclusion: Based on the results of the intervention of providing foot massage therapy for 3
consecutive days, there was decrease in blood pressure, it can be concluded that foot massage
therapy is effective for improving circulation and lowering blood pressure.

Keywords: Foot Massage, Hypertension, Elderly


A. Pendahuluan

Lanjut usia (lansia) merupakan tahap akhir dari perkembangan hidup manusia. Proses

bertambahnya usia akan berdampak pada berbagai aspek kehidupan, baik sosial, ekonomi,

maupun kesehatan. Dari segi kesehatan, dengan semakin bertambahnya usia maka fungsi

biologis akan mengalami proses penuaan secara terus-menerus yang ditandai menurunnya

daya tahan fisik sehingga rentan terhadap serangan penyakit yang dapat menyebabkan

kematian. Kematian terbanyak akibat penyakit tidak menular antara lain penyakit

kardiovaskuler dan hiperkolesterolemia (Suwarsi, 2017).

Hipertensi dapat dicirikan dengan meningkatnya tekanan darah sistolik dan diastolik

yang intermitten atau menetap.Pengukuran tekanan darah serial 150/95 mmHg atau lebih

tinggi pada orang yang berusia lebih dari 50 tahun memastikan hipertensi. Meningkatnya

hipertensi terjadi seiring dengan bertambahnya usia (Irawan, 2018). Pada wanita hal ini

disebabkan terjadinya perubahan hormon sesudah menopause, kondisi yang berkaitan

dengan usia ini adalah produk samping dari arteriosclerosis dari arteri-arteri utama,

terutama aorta,dan akibat dari berkurangnya kelenturan. Dengan mengerasnya arteri-arteri

ini dan menjadi semakin kaku, arteri dan aorta itu kehilangan daya penyesuaian diri. Arteri

kehilangan elastisitas atau kelenturan serta tekanan darah meningkat seiring dengan

bertambahnya usia. Hipertensi pada lanjut usia (lansia) kebanyakan adalah hipertensi

esensial, dan pada umumnya berkembang menjadi Isolated Systolic Hypertension atau

hipertensi sistolik terisolasi (HST). Hipertensi sistolik terisolasi ini meningkat seiring

dengan bertambahnya umur. Meningkatnya umur berhubungan dengan perubahan pada

struktur dinding pembuluh darah. Perubahan ini mengakibatkan hilangnya compliance

pembuluh darah dan menyebabkan bentuk dan isi dari arteri yang akan mengakibatkan

terjadinya hipertensi (Budi, 2020).


Kejadian hipertensi di seluruh dunia mencapai lebih dari 1,3 milyar orang (Kim, 2018).

Menurut hasil Riskesdas tahun 2018, prevalensi hipertensi di Indonesia sekitar 31,7% dan

diketahui mengalami peningkatan pada tahun 2018 dengan angka mencapai 34,1% dimana

mayoritas dari penyandang hipertensi tersebut adalah para lansia. Angka prevalensi

hipertensi pada lansia dengan kisaran usia > 75 tahun (63,8%), usia 64-74 tahun (57,6%),

dan usia 55-64 tahun (45,9%). Profil kesehatan Jawa Tengah tahun 2018 menyebutkan

bahwa berdasarkan hasil rekapitulasi data kasus baru PTM yang dilaporkan (2.412.297

kasus), hipertensi diketahui memiliki persentase terbesar (60%). Berdasarkan studi

pendahuluan yang telah dilakukan di Wisma Pagombakan Panti Sosial Tresna Werdha

yang berjumlah 9 orang, didapatkan 7 lansia mempunyai riwayat penyakit hipertensi.

Berdasarakan hasil pengkajian yang dilakukan kepada klien Mbah. T dengan usia 66

tahun didapatkan hasil memiliki riwayat penyakit hipertensi dan DM sejak 5 tahun yang

lalu dan pada saat pengkajian didapatkan hasil tekanan darah 168/168/83 mmHg, N :

78x/menit, GDS: 203 mg/dl (16/02/2024), mengeluh sulit tidur, jika terlalu banyak

aktivitas kadang-kadang leher dan tengkuk terasa nyeri kaku sehingga menggangu

kenyamanan dalam istirahat. Pasien rutin mengikuti kegiatan senam lansia, namun klien

masih sering makan-makanan yang terlalu asin, manis, lemak jenuh seperti sayur santan,

ikan asin dan minuman manis. Sehingga perlu dilakukan asuhan keperawatan gerontik

pada Mbah. T untuk meningkatkan perilaku hidup sehat dengan harapan kadar tekanan

darah dan DM dapat terkontrol dengan baik, dan kualitas hidup lansia dapat lebih

meningkat.

B. Metode

Desain yang digunakan adalah studi kasus, dimana kasus pasien usia lanjut, teknik

intervensi yang digunakan untuk mengatasi masalah keperawatan yaitu intervensi sesuai
dengan standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI). Instrumen yang digunakan

sebagai indikator pencapaian tujuan sesuai dengan Standar intervensi Keperawatan

Indonesia. Teknik pengumpulan data dengan melakukan asesmen langsung menggunakan

format asesmen lansia, intervensi dilakukan selama 3 hari.

C. Hasil

Berdasarkan intervensi yang telah dilakukan kepada Mbah.T didapatkan hasil

bahwasannya setelah diberikan terapi pemijatan foot massage selama 3 hari berturut-turut

kepada Mbah.T mengatakan merasa lebih nyaman, lebih rileks, kesulitan tidur menurun,

tidak bangun tengah malam, terasa segar pada saat bangun pagi. Dan setelah diberikan

edukasi diet kepada Mbah.T menjadi lebih tahu dan paham tentang diet yang dianjurkan

dan menghindari makan/minuman yang berpotensi memperparah penyakit yang

dideritanya. Mbah.T juga mengatakan akan mencoba menerapkan diet yang telah

dianjurkan pada pola makannya saat ini.

D. Pembahasan

Setelah dilakukan Implementenasi dilakukan selama 3 kali pertemuan, pada pertemuan

yang pertama dilakukan pendidikan kesehatan terkait diet rendah garam, rendah gula,

rendah cairan dengan mengedukasi membatasi jumlah gula, garam dan cairan, mengganti

gula biasa dengan gula khusus diabetes, sebelumnya Mbah.T sudah mengetahui tentang

makanan yang harus dihindari seperti makanan yang terlalu asin dan terlalu manis namun

tidak menerapkan diet yang dianjurkan, setelah dilakukan edukasi Mbah. T menjadi lebih

tahu dan paham tentang diet yang dianjurkan dan menghindari makan/minuman yang

berpotensi memperparah penyakit yang dideritanya. Mbah.T juga mengatakan akan

mencoba menerapkan diet yang telah dianjurkan pada pola makannya saat ini. Pada
pertemuan kedua diberikan terapi peijatan foot massage untuk mengatasi keluhan sulit

tidur dan gangguan rasa nyaman pada Mbah.T didapatkan hasil setelah dilakukan

pemberian terapi foot massage berkala selama 3 hari berturut-turut.

Evaluasi dari implementasi yang di lakukan kepada Mbah.T, Mbah.T mengatakan

merasa lebih nyaman, lebih rileks, kesulitan tidur menurun, tidak bangun tengah malam,

terasa segar pada saat bangun pagi dan terjadi penurunan tekanan darah sebelum dan

setelah di berikan terapi.

E. Kesimpulan

Berdasarkan hasil intervensi pemberian terapi pemijatan foot massage rebusan jahe

merah selama 3 hari berturut-turut terjadi penurunan tekanan darah, peningkatan kualitas

tidur, dan meningkatkan kenyamanan, dapat diambil kesimpulan bahwasannya terapi

foot massage efektif untuk menurunkan tekanan darah dan meningkatkan kualitas tidur

pada lansia.
DAFTAR PUSTAKA

Annisa, Widya (2022) Kejadian Hipertensi pada Lansia di Wilayah Kerja Puskesmas

Banyudono 1 Kabupaten Boyolali. HIGEIA 6 (4) (2022)

http://journal.unnes.ac.id/id/sju/index.php/higeia

Irwan. (2018). Epidemiologi Penyakit Tidak Menular. DEEF\PUBLISH (diakses pada

tanggal 28 Jaanuari 2021)

Riskesdes RI. 2018. Angka hipertensi lansia di Indonesia. Kementerian Kesehatan Republik

Indonesia.

Suwarsi (2017) ‘Penurunana Kadar Kolesterol Darah Pada Kelompok Lansia yang

Diberikan Terapi Aktivitas Fisik di Desa Wedomartani Sleman’, Jurnal Keperawatan

Respati Yogyakarta, 4 (3), pp. 252–255. Available at:

https://nursingjurnal.respati.ac.idindex.php/JKRY/article/view/128.

Anda mungkin juga menyukai