Anda di halaman 1dari 30

BAB II

PEMBAHASAN

2.1.1 Konsep Penyakit

a. Pengertian
Sistem kardiovaskuler merupakan organ sirkulsi darah yang terdiri dari
jantung, komponen darah dan pembuluh darah yang berfungsi memberikan dan
mengalirkan suplai oksigen dan nutrisi keseluruh jaringan tubuh yang di perlukan
dalam proses metabolisme tubuh. Sistem kardivaskuler memerlukan banyak
mekanisme yang bervariasi agar fungsi regulasinya dapat merespons aktivitas
tubuh, salah satunya adalah meningkatkan aktivitas suplai darah agar aktivitas
jaringan dapat terpenuhi. Pada keadaan berat, aliran darah tersebut, lebih banyak
di arahkan pada organ-organ vital seperti jantung dan otak yang berfungsi
memlihara dan mempertahankan sistem sirkulasi itu sendiri.

b. Perkembangan Sistem Kardiovaskuler


Sistem kardiovaskuler mulai berfungsi pada usia 3 minggu kehamilan.
Dalam sistem kardiovaskuler terdapat pembuluh darah terbesar yang di sebut
Angioblast. Angioblast ini timbul dari :
1) Mesoderm : splanknikus & chorionic
2) Merengkim : yolk sac dan tali pusat
3) Dan dapat juga menimbulkan pembuluh darah dan darah

Dalam awal perkembangannya yaitu pada minggu ketiga, tabung jantung


mulai berkembang di splanknikus yaitu antara bagian pericardial dan IEC dan
atap katup uning telur sekunder(kardiogenik area). Tabung jantung pasangkan
membujur endotel berlapis saluran. Tabung-tabung membentuk untuk menjadi
jantung primordial. Jantung tubular bergabung dalam pembuluh darah di dalam
embrio yang menghubungkan tangkai, karian dan yolk sac membentuk sistem
kardivaskuler purba. Pada janin, proses peredaran darah melalui plasenta.

c. Anatomi dan Fisiologi Kardiovaskuler

1) Anatomi Jantung
Jantung berbentuk seperti pir/kerucut seperti piramida terbalik
dengan apeks (superior-posterior:C-II) berada di bawah dan basis
(anterior-inferior ICS –V) berada di atas. Pada basis jantung terdapat aorta,
batang nadi paru, pembuluh balik atas dan bawah dan pembuluh balik.
Jantung sebagai pusat sistem kardiovaskuler terletak di sebelah rongga
dada (cavum thoraks) sebelah kiri yang terlindung oleh costae tepatnya
pada mediastinum. Untuk mengetahui denyutan jantung, kita dapat
memeriksa dibawah papilla mamae 2 jari setelahnya.
Berat pada orang dewasa sekitar 250-350 gram. Hubungan jantung
dengan alat sekitarnya yaitu:
a) Dinding depan berhubungan dengan sternum dan kartilago kostalis
setinggi kosta III-I.
b) Samping berhubungan dengan paru dan fasies mediastilais.
c) Atas setinggi torakal IV dan servikal II berhubungan dengan aorta
pulmonalis, brongkus dekstra dan bronkus sinistra.
d) Belakang alat-alat mediastinum posterior, esophagus, aorta desendes,
vena azigos, dan kolumna vetebrata torakalis.
e) Bagian bawah berhubungan dengan diafragma.

Jantung difiksasi pada tempatnya agar tidak mudah berpindah tempat.


Penyokong jantung utama adalah paru yang menekan jantung dari
samping, diafragma menyokong dari bawah, pembuluh darah yang keluar
masuk dari jantung sehingga jantung tidak mudah berpindah. Factor yang
mempengaruhi kedudukan jantung adalah:
a) Umur: Pada usia lanjut, alat-alat dalam rongga toraks termasuk
jantung agak turun kebawah
b) Bentuk rongga dada: Perubahan bentuk tora yang menetap (TBC)
menahun batas jantung menurun sehingga pada asma toraks melebar
dan membulat
c) Letak diafragma: Jika terjadi penekanan diafragma keatas akan
mendorong bagian bawah jantung ke atas
d) Perubahan posisi tubuh: proyeksi jantung normal di pengaruhi oleh
posisi tubuh.

Otot jantung terdiri atas 3 lapisan :

a) Luar/pericardium
Berfungsi sebagai pelindung jantung atau merupakan kantong
pembungkus jantung yang terletak di mediastinum minus dan di
belakang korpus sterni dan rawan iga II- IV yang terdiri dari 2 lapisan
fibrosa dan serosa yaitu lapisan parietal dan viseral. Diantara dua
lapisan jantung ini terdapat lender sebagai pelican untuk menjaga agar
gesekan pericardium tidak mengganggu jantung.
b) Tengah/ miokardium
Lapisan otot jantung yang menerima darah dari arteri koronaria.
Susunan miokardium yaitu:
 Otot atria: Sangat tipis dan kurang teratur, disusun oleh dua
lapisan. Lapisan dalam mencakup serabut-serabut berbentuk
lingkaran dan lapisan luar mencakup kedua atria.
 Otot ventrikuler: membentuk bilik jantung dimulai dari cincin
antrioventikuler sampai ke apeks jantung.
 Otot atrioventrikuler: Dinding pemisah antara serambi dan
bilik( atrium dan ventrikel).
c) Dalam / Endokardium
Dinding dalam atrium yang diliputi oleh membrane yang mengilat
yang terdiri dari jaringan endotel atau selaput lender endokardium
kecuali aurikula dan bagian depan sinus vena kava.
Bagian- bagian dari jantung:
a) Basis kordis: bagian jantung sebelah atas yang berhubungan dengan
pembuluh darah besar dan dibnetuk oleh atrium sinistra dan sebagian
oleh atrium dekstra.
b) Apeks kordis : bagian bawah jantung berbentuk puncak kerucut
tumpul.
Permukaan jantung (fascies kordis) yaitu:
a) Fascies sternokostalis: permukaan menghadap kedepan berbatasan
dengan dinding depan toraks, dibentuk oleh atrium dekstra, ventrikel
dekstra dan sedikit ventrikel sinistra.
b) Fascies dorsalis: permukaan jantung menghadap kebelakang
berbentuk segiempat berbatas dengan mediastinum posterior,
dibentuk oleh dinding atrium sinistra, sebgain atrium sinistra dan
sebgain kecil dinding ventrikel sinistra.
c) Fascies diafragmatika: permukaan bagian bawah jantung yang
bebatas dengan stentrum tindinium diafragma dibentuk oleh dinding
ventrikel sinistra dan sebagian kecil ventrikel dekstra.
Tepi jantung( margo kordis) yaitu:
a) Margo dekstra: bagian jantung tepi kanan membentang mulai dari
vena kava superior sampai ke apeks kordis
b) Margo sinistra: bagian ujung jantung sebelah tepi membentang dari
bawah muara vena pulmonalis sinistra inferior sampai ke apeks
kordis.
Alur permukaan jantung:
a) Sulkus atrioventrikularis: Mengelilingi batas bawah basis kordis
b) Sulkus langitudinalis anterior: dari celah arteri pulmonalis dengan
aurikula sinistra berjalan kebawah menuju apeks kordis.
c) Sulkus langitudinals posterior: dari sulkus koronaria sebelah kanan
muara vena cava inferior menuju apeks kordis.
Ruang-ruang jantung
Jantung terdiri dari empat ruang yaitu:
a) Atrium dekstra: Terdiri dari rongga utama dan aurikula di luar, bagian
dalamnya membentuk suatu rigi atau Krista terminalis.
1) Muara atrium kanan terdiri dari:
 Vena cava superior
 Vena cava inferior
 Sinus koronarius
 Osteum atrioventrikuler dekstra
2) Sisa fetal atrium kanan: fossa ovalis dan annulus ovalis
 Ventrikel dekstra: berhubungan dengan atrium kanan melalui
osteum atrioventrikel dekstrum dan dengan traktus pulmonalis
melalui osteum pulmonalis. Dinding ventrikel kanan jauh lebih
tebal dari atrium kanan terdiri dari:
- Valvula triskuspidal
- Valvula pulmonalis
 Atrium sinistra: Terdiri dari rongga utama dan aurikula
 Ventrikel sinistra: Berhubungan dengan atrium sinistra melalui
osteum atrioventrikuler sinistra dan dengan aorta melalui
osteum aorta terdiri dari:
- Valvula mitralis
- Valvula semilunaris aorta
Peredaran darah jantung
Vena kava superior dan vena kava inferior mengalirkan darah ke
atrium dekstra yang datang dari seluruh tubuh. Arteri pulmonalis
membawa darah dari ventrikel dekstra masuk ke paru-paru(pulmo).
Antara ventrikel sinistra dan arteri pulmonalis terdapat katup vlavula
semilunaris arteri pulmonalis. Vena pulmonalis membawa darah dari
paru-paru masuk ke atrium sinitra. Aorta (pembuluh darah terbesar)
membawa darah dari ventrikel sinistra dan aorta terdapat sebuah katup
valvulasemilunaris aorta.
Peredaran darah jantung terdiri dari 3 yaitu:
a) Arteri koronaria kanan: berasal dari sinus anterior aorta berjalan
kedepan antara trunkus pulmonalis dan aurikula memberikan
cabang-cabangke atrium dekstra dan ventrikel kanan.
b) Arteri koronaria kiri: lebih besar dari arteri koronaria dekstra
c) Aliran vena jantung: sebagian darah dari dinding jantung mengalir
ke atrium kanan melalui sinus koronarius yang terletak dibagian
belakang sulkus atrioventrikularis merupakan lanjutan dari vena.

2) Fisiologi Jantung
Fungsi umum otot jantung yaitu:
a) Sifat ritmisitas/otomatis: secara potensial berkontraksi tanpa adanya
rangsangan dari luar.
b) Mengikuti hukum gagal atau tuntas: impuls dilepas mencapai ambang
rangsang otot jantung maka seluruh jantung akan berkontraksi
maksimal.
c) Tidak dapat berkontraksi tetanik.
d) Kekuatan kontraksi dipengaruhi panjang awal otot.
Metabolisme Otot Jantung
Seperti otot kerangka, otot jantung juga menggunakan energy kimia untuk berkontraksi.
Energy terutama berasal dari metabolism asam lemak dalam jumlah yang lebih kecil dari
metabolisme zat gizi terutama laktat dan glukosa. Proses metabolism jantung adalah
aerobic yang membutuhkan oksigen.

Pengaruh Ion Pada Jantung


1. Pengaruh ion kalium : kelebihan ion kalium pada CES menyebabkan jantung dilatasi,
lemah dan frekuensi lambat.
2. Pengaruh ion kalsium: kelebihan ion kalsium menyebabkan jantung berkontraksi
spastis.
3. Pengaruh ion natrium: menekan fungsi jantung.
Elektrofisiologi Sel Otot jantung
Aktifitas listrik jantung merupakan akibat perubahan permeabilitas membrane sel.
Seluruh proses aktifitas listrik jantung dinamakan potensial aksi yang disebabkan oleh
rangsangan listrik, kimia, mekanika, dan termis. Lima fase aksi potensial yaitu:
1. Fase istirahat: Bagian dalam bermuatan negative(polarisasi) dan bagian luar
bermuatan positif.
2. Fase depolarisasi(cepat): Disebabkan meningkatnya permeabilitas membrane
terhadap natrium sehingga natrium mengalir dari luar ke dalam.
3. Fase polarisasi parsial: Setelah depolarisasi terdapat sedikit perubahan akibat
masuknya kalsium ke dalam sel, sehingga muatan positih dalam sel menjadi
berkurang.
4. Fase plato(keadaan stabil): Fase depolarisasi diikiuti keadaan stabil agak lama sesuai
masa refraktor absolute miokard.
5. Fase repolarisasi(cepat): Kalsium dan natrium berangsur-angsur tidak mengalir dan
permeabilitas terhadap kalium sangat meningkat.
Sistem Konduksi Jantung
Sistem konduksi jantung meliputi:
1. SA node: Tumpukan jaringan neuromuscular yang kecil berada di dalam dinding
atrium kanan di ujung Krista terminalis.
2. AV node: Susunannya sama dengan SA node berada di dalam septum atrium dekat
muara sinus koronari.
3. Bundle atrioventrikuler: dari bundle AV berjalan ke arah depan pada tepi posterior
dan tepi bawah pars membranasea septum interventrikulare.
4. Serabut penghubung terminal(purkinje): Anyaman yang berada pada endokardium
menyebar pada kedua ventrikel.
Siklus Jantung
Empat pompa yang terpisah yaitu: dua pompa primer atrium dan dua pompa tenaga
ventrikel. Periode akhir kontraksi jantung sampai kontraksi berikutnya disebut siklus
jantung.
Fungsi jantung sebagai pompa
Lima fungsi jantung sebagai pompa yaitu:
1. Fungsi atrium sebagai pompa
2. Fungsi ventrikel sebagai pompa
3. Periode ejeksi
4. Diastole
5. Periode relaksasi isometric
Dua cara dasar pengaturan kerja pemompaan jantung
1. Autoregulasi intrinsic pemompaan akibat perubahan volume darah yang mengalir ke
jantung.
2. Reflex mengawasi kecepatan dan kekuatan kontraksi jantung melalui saraf otonom
Curah jantung
Normal, jumlah darah yang dipompakan ventrikel kiri dan kanan sama besarnya.
Jumlah darah yang dipompakan ventrikel selama satu menit disebut curah jantung
(cardiac output).
Faktor-faktor utama yang mempengaruhi otot jantung:
1. Beban awal
2. Kontraktilitas
3. Beban akhir
4. Frekuensi jantung
Periode pekerjaan jantung yaitu:
1. Periode systole
2. Periode diastole
3. Periode istirahat
Bunyi Jantung
Tahapan bunyi jantung:
1. Bunyi pertama: lup
2. Bunyi kedua : Dup
3. Bunyi ketiga: lemah dan rendah 1/3 jalan diastolic individu muda
4. Bunyi keempat: kadang-kadang dapat didengar segera sebelum bunyi pertama

2.3.3 Anatomi sistem pembuluh darah


Pembuluh darah adalah prasarana jalan bagi aliran darah keseluruh tubuh. Aliran
darah dalam tubuh terdiri dari:
1. Aliran darah koroner
2. Aliran darah portal
3. Aliran darah pulmonal
4. Aliran darah sistemik

2.3.3.1 Arteri
Arteri merupakan pembuluh darah yang keluar dari jantung yang membawa darah
keseluruh tubuh dan alat tubuh. Pembuluh darah terbesar yang keluar dari ventrikel
sinistra disebut aorta. Arteri terdiri dari 3 lapisan yaitu:
a. Tunika Intima
b. Tunika Media
c. Tunika Eksterna
1. Aorta
Merupakan pembuluh darah arteri terbesar keluar dari jantung bagian ventrikel
sinistra melalui aorta asendes membelok kebelakang melalui radiks pulmonalis
sinistra, turun sepanjang kolumna vertebralis menembus diafragma, turun ke
abdomen. Jalan arteri ini terdiri dari 3 bagian :
a. Aorta Asenden
b. Arkus Aorta
c. Aorta desendes
Aorta asendes mempunyai cabang:
a) Aorta torakalis
b) Aorta Abdominalis
2. Arteri Kepala dan Leher
Disuplai oleh arteri komunis dekstra dan sinistra. Pada masing-masing sisi menuju
keatas leher dibawah otot sternomastoid dan pada ketinggian perbatasan atas kartilago
tiroid membagi diri menjadi dua yaitu:
a. Arteri karotis eksterna
a) A. tiroid superior
b) A. faringea asendes
c) A. lingualis
d) A. fasialis
e) A. aurikularis posterior
f) A. maskilaris
b. Arteri karotis interna:
a) A. oftalmika
b) A. komunikan posterior
c) A. coroidea
d) A. serebri anterior
e) A. serebri media
f) A. nasalis
3. Arteri vertebralis
Cabang bagian pertama subklavia berjalan naik melalui foramen prosesus transversi
masuk ke cranium melalui foramen mahnum berjalan ke atas lalu kedepan medial
medulla oblongata sampai di tepi bawah pons arteri ini bergabung dan membentuk A.
basilaris cabang-cabang cranial A. vertebralis.
4. Arteri basilaris
Dibentuk oleh penggabungan dua A. vertebralis berjalan naik dalam alur. Pada
permukaan anterior pons bercabang dua:
a. Arteri serebralis posterior
b. A. sirkumateriosus
Wajah menerima darah dari:
a. Arteri fasialis dan temporalis superficial
b. Arteri temporalis superficial
c. Arteri transversa fasialis
d. Arteri supraorbitalis dan supratoklearis
5. Arteri subklavia
Terdiri dari dekstra yaitu cabang dari arteri anonima dan sinitra cabang
dari arkus aorta. Terdiri dari:
a. A. aksilaris
b. A. brakhialis
c. A.ulnaris
d. A.radialis
e. A. arkus Palmaris superfisialis
f. A. arkus Palmaris profundus
g. A. digitalis
6. Aorta torakalis
a. Rongga toraks terdiri dari:
a) A.intercostalis
b) A.perikardialis
c) A.bronkialis
d) A.esofagialis
e) A. mediastinalis
b. Dinding toraks terdiri dari:
a) Arteri prenikus superior
b) Arteri subkostalis
7. Aorta abdominalis : merupakan bagian dari aorta desendens.
8. Arteri Rongga perut
Terdiri dari:
a. Arteri seliaka
b. A. splinika
c. A. mesenterika superior
d. A. renalis
e. A. spermatika dan Ovarika
f. A. mesenterika Inferior
g. A. marginalis

9. Arteri dinding Abdomen


Arteri dinding abdomen muka dan belakan terdiri dari:
a. Prenikus inferior
b. Arteri subkostalis
c. Epigastrika superior
d. Arteri lumbalis
10. Rongga panggul
Terdiri dari:
a. Arteri iliaka interna
b. Arteri iliaka eksterna
2.3.3.2 Vena
Pembuluh darah vena adalah kebalikan dari arteri yang membawa darah dari alat-
alat tubuh kembali ke jantung. Vena terbesar adalah vena pulmonalis. Pembuluh
darah vena yang terdapat dalam tubuh yaitu:
1. Vena ke jantung
Meliputi : Vena cava superior, inferior dan pulmonalis
2. Vena yang bermuara pada vena cava superior : tepat dibelakang angulus
mandibularis yang menyatu dengan vena aurikularis posterior turun melintasi M.
sternokleidomastoideus tepat diatas clavikula menembus fasia servikalis profunda
dan mencurahkan isinya ke V. subclavia. Cabang- cabangnya:
a. Vena aurikularis posterior
b. Vena retromadibularis
c. Vena jugularis eksterna posterior
d. Vena supraskapularis
e. Vena jugularis anterior
3. Vena kulit kepala : vena troklearis dan vena supraorbitalis, vena temporalis
superfisialis, aurikularis posterior dan oksipitalis.
4. Vena wajah: fasialis, profunda fasialis, transversa fasialis.
5. Vena pterigoideus : Vena maksilaris, fasialis, lingualis, oftalmika.
6. Vena tonsil dan palatum
7. Vena punggung
8. Vena yang bermuara pada vena cava interior
9. Anastomisis portal sistemik
10. Vena dinding pelvis
11. Vena anggota gerak atas dan,
12. Vena anggota gerak bawah

2.3.3.3 Kapiler
Pembuluh darah yang paling kecil sehingga disebut dengan pembuluh rambut.
Kapiler terdiri dari:
1. Kapiler arteri
2. Kapiler vena
Fungsi kapiler:
1. Penghubung arteri dan vena
2. Tempat pertukaran darah dan cairan jaringan
3. Mengambil hasil dari kelenjar
4. Menyerap zat makanan yang terdapat dalam usus
5. Menyaring darah dalam ginjal

Sistem Pembuluhan Limfe


Sistem pembuluh limfe merupakan suatu jalan tambahan tempat cairan dapat mengalir
dari ruang interstitial ke dalam darah.pembuluh limfa dapat mengangkut protein dan zat
partikel besar, keluar ruang jaringan yang tidak dikeluarkan dengan absorbs secara
langsung kedalam kapiler darah. Sistem pembuluh limfe terdiri dari:
1. Duktus limfatikus dekstra: Duktus limfatikus jugularis dekstra, subclavia, dan
bronkomediastinalis masing-masing mengalisrkan cairan limfa sisi kepala dan leher.
2. Duktus limfatikus sinistra: Mulai terlihat dalam abdomen sebagai kantong limfe yang
memanjang.
3. Nodus limfatisi: Berbentuk lonjong seperti buah kacang dan terdapat di sepanjang
pembuluh limfe.
4. Kapiler limfa: sedikit cairan yang kembali ke sirkulasi melalui pembuluh limfe.

LIMPA

Gambar : organ limpa

Terletak di sebelah kiri abdomen di daerah hipogastrium kiri bawah dan pada
iga ke -9, 10, dan 11, berdekatan dengan fundus abdomen dan permukaannya
menyentuh diafragma. Parenkim limpa terdiri dari:
1. Pulpa Putih
2. Pulpa Merah

2.3.4 Fisiologi Vaskuler


Sistem vaskuler memiliki peranan penting pada fisiologi kardiovaskuler
karena berhubungan dengan mekanisme pemeliharaan lingkungan internal.
Bagian- bagian yang berperan dalam sirkulasi:
1. Arteri mentranspor darah di bawah tekanan tinggi ke jaringan.
2. Arteriola, cabang kecil dari sistem arteri yang berfungsi sebagai kendali ketika
darah yang dikeluarkan ke dalam kapiler.
3. Kapiler , tempat pertukaran cairan, zat makanan dan elektrolit, hormone dan
bahan lainnya antara darah dan cairan interstitial.
4. Venula yaitu mengumpulkan darah dari kapiler secara bertahap
5. Vena yaitu saluran penampung pengangkut darah dari jaringan kembali ke
jantung.

Aliran Darah

Gambar: darah
dan peredarannya

Kecepatan aliran darah ditentukan oleh perbedaan tekanan antara kedua ujung
pembuluh darah. Pembuluh darah dan aliran arteri adalah:
1. Aliran darah dalam pembuluh darah
2. Tekanan darah arteri : Sistolik, diastolic, nadi, dan darah rata-rata.
3. Gelombang nadi.
4. Analisis gelombang nadi: dapat di nilai dari: frekuensi gelombang nadi, irama
denyut nadi, amplitude dan ketajaman gelombang.
5. Factor yang mempengaruhi tekanan darah arteri.
Sedangkan Pembuluh dan Aliran Vena Yaitu:
1. Tekanan Vena: biasanya sangat rendah
2. Gelombang denyut vena: perubahan tekanan dan volume
3. Kurva denyut nadi: vena jugularis eksterna dengan cara non invasive
4. Kecepatan aliran darah vena
5. Factor yang mempengaruhi kecepatan aliran darah vena
6. Pengaruh gravitasi pada tekanan darah vena
MIKROSIRKULASI
Tempat pertukaran zat CIS dan CES (interstitial) adalah kapiler. Dan dipengaruhi
oleh kecuali dinding kapiler, arteriole, venolus karena dapat mengatur jumlah dan
kecepatan aliran darah. Ketiga rangkaian tersebut disebut dengan mikrosirkulasi.

TEKANAN DARAH
Selisih diastolic dan sistolik disebut pulse pressure. Misalnya tekanan sistolik 120
mmHg dan diastolic 80 mmHg maka tekanan nadi sama denga 40 mmHg. Tekanan darah
tidak selalu sesuai karena salah satu factor yang mempengaruhinya adalah keadaan
kesehatan dan aktivitas.
Pusat pengawasan dan pengaturan perubahan tekanan darah yaitu:
1. Sistem saraf
a. Presoreseptor dan kemoreseptor: serabut saraf aferen yang menuju pusat
vasomotor berasal dari baroreseptor arteri dan kemoreseptor aortadan karotis dari
korteks serebri.
b. Hipotalamus: Berperan dalam mengatur emosi dan tingkah laku yang
berhubungan dengan pengaturan kardiovaskuler
c. Serebrum: Mempengaruhi tekanan dari karena penurunan respons tekanan,
vasodilatasi, dan respons depressor meningkat.
d. Reseptor nyeri: bergantung pada intensitas dan lokasi stimulus
e. Reflex pulmonal: inflasi paru menimbulkan vasodilatasi sistemik dan penurunan
tekanan darah arteri dan sebaliknya kolaps paru menimbulkan vasokonstriksi
sistemik
2. Sistem humoral atau kimia: berlangsung local atau sistemik, misalnya rennin-
angiotensin, vasopressin, epineprin, asetikolin, serotonin, adenosine, kalsium,
magnesium, hydrogen dan kalium.
3. Sistem hemodinamik: lebih banyak dipengaruhi oleh volume darah, susunan
kapiler, perubahan tekanan osmotic, dan hidrostatik bagian luar, dan dalam sistem
vaskuler.
4. Sistem limfatik: komposisi sistem limfatik hampir sama dengan komposisi kimia
plasma darah dan mengandung sejumlah besar limfosit yang mengalir sepanjang
pembuluh limfe untuk masuk ke dalam aliran darah.

Cairan limfatik
Konsentrasi protein cairan limfe yang mengalir kebanyakan dari jaringan perifer
mendekati nilai rata-rata atau pekat.
Pembuluh limfatik berfungsi sebagai:
1. Mengembalikan cairan dan protein dari jaringan ke dalam sirkulasi darah
2. Mengankut limfosit dan kelenjar limfe ke sirkulasi darah
3. Membuat lemak yang sudah diemulsi dari usus ke sirkulasi darah
4. Menyaring dan menghancurkan mikroorganisme
5. Menghasilkan zat antibody

2.1.2 Acute Chest Pain and Acute Cironary Syndromes

a. Pengertian
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah suatu masalah kardiovaskular yang
utama karena menyebabkan angka kematian dan angka perawatan rumah sakit
yang tinggi. SKA adalah suatu kondisi dimana pasokan darah dan oksigen ke
miokardium tidak mencukupi. Penyakit ini disebabkan oleh oklusi arteri koroner
dan mengakibatkan ketidaksesuaian antara permintaan dan pasokan oksigen
biasanya melibatkan pembentukan plak di lumen arteri koroner yang menghambat
aliran darah. Penyakit ini harus segara diatasi dan diobati untuk mengurangi
angkat mortalitas dan morbiditas.
b. Etiologi
Penyakit arteri koroner merupakan fenomena multifaktorial. Faktor
etiologi dapat dikategorikan secara luas menjadi faktor yang tidak dapat
dimodifikasi dan faktor yang dapat dimodifikasi. Faktor yang tidak dapat
dimodifikasi meliputi jenis kelamin, usia, riwayat keluarga, dan genetika. Faktor
risiko yang dapat dimodifikasi termasuk merokok, obesitas, kadar lipid, dan
variabel psikososial. Di dunia Barat, gaya hidup yang serba cepat telah
menyebabkan orang mengonsumsi lebih banyak makanan cepat saji dan makanan
tidak sehat yang menyebabkan peningkatan prevalensi penyakit jantung iskemik.
Di AS, pelayanan kesehatan dasar yang lebih baik pada kelompok sosio-ekonomi
menengah dan tinggi telah mendorong angka kejadian penyakit ini pada usia
lanjut. Merokok masih menjadi penyebab nomor satu penyakit kardiovaskular.
Pada tahun 2016, prevalensi merokok di kalangan orang dewasa di Amerika
Serikat ditemukan sebesar 15,5%.
Jenis kelamin laki-laki mempunyai kecenderungan lebih besar
dibandingkan jenis kelamin perempuan. Hiperkolesterolemia tetap merupakan
faktor risiko penting yang dapat dimodifikasi untuk penyakit jantung koroner.
Peningkatan low-density lipoprotein (LDL) meningkatkan risiko CAD dan
peningkatan high-density lipoprotein (HDL) menurunkan kejadian CAD. Risiko
10 tahun seseorang terkena penyakit kardiovaskular aterosklerotik dapat dihitung
menggunakan persamaan ASCVD yang tersedia online di portal American Heart
Association. Penanda peradangan juga merupakan faktor risiko kuat penyakit
arteri koroner. CRP sensitivitas tinggi (hsCRP) dianggap sebagai prediktor terbaik
penyakit arteri koroner dalam beberapa penelitian meskipun penggunaannya
dalam praktik masih kontroversial.
c. Fatofisiologi
Sebagian besar SKA adalah manifestasi akut dari plak ateroma pembuluh
darah koroner yang koyak atau pecah akibat perubahan komposisi plak dan
penipisan tudung fibrosa yang menutupi plak tersebut. Kejadian ini akan diikuti
oleh proses agregasi trombosit dan aktivasi jalur koagulasi sehingga terbentuk
trombus yang kaya trombosit (white thrombus). Trombus ini akan menyumbat
lubang pembuluh darah koroner, baik secara total maupun parsial; atau menjadi
mikroemboli yang menyumbat pembuluh koroner yang lebih distal. Selain itu
terjadi pelepasan zat vasoaktif yang menyebabkan vasokonstriksi sehingga
memperberat gangguan aliran darah koroner. Berkurangnya aliran darah koroner
menyebabkan iskemia miokardium. Suplai oksigen yang berhenti selama kurang-
lebih 20 menit menyebabkan miokardium mengalami nekrosis (infark
miokard/IM).
Infark miokard tidak selalu disebabkan oleh oklusi total pembuluh darah
koroner. Sumbatan subtotal yang disertai vasokonstriksi yang dinamis juga dapat
menyebabkan terjadinya iskemia dan nekrosis jaringan otot jantung (miokard).
Selain nekrosis, iskemia juga menyebabkan gangguan kontraktilitas miokardium
karena proses hibernating dan stunning (setelah iskemia hilang), serta distritmia
dan remodeling ventrikel (perubahan bentuk, ukuran dan fungsi ventrikel). Pada
sebagian pasien, SKA terjadi karena sumbatan dinamis akibat spasme lokal arteri
koronaria epikardial (angina prinzmetal). Penyempitan arteri koronaria, tapa
spasme maupun trombus, dapat diakibatkan oleh progresi pembentukan plak atau
restenosis setelah intervensi koroner perkutan (IKP). Beberapa faktor ekstrinsik,
seperti demam, anemia, tirotoksikosis, hipotensi, takikardia, dapat menjadi
pencetus terjadinya SKA pada pasien yang telah mempunyai plak aterosklerosis.
d. Pathway

e. Klasifikasi
Berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan elektrokardiogram
(EKG), dan pemeriksaan biomarka jantung, Sindrom Koroner Akut dibagi
menjadi:
1) Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST (IMA-EST)
2) Infark miokard akut non-elevasi segmen ST (IMA-NEST)
3) Angina pektoris tidak stabil (APTS).
Infark miokard akut dengan elevasi segmen ST akut (IMA-EST) merupakan
indikator kejadian oklusi total pembuluh darah arteri koroner. Keadaan ini
memerlukan tindakan revaskularisasi untuk mengembalikan aliran darah dan
reperfusi miokard secepatnya. secara medikamentosa menggunakan agen
fibrinolitik atau secara mekanis melalui intervensi koroner perkutan primer.
Diagnosis IMA-EST ditegakkan jika terdapat keluhan angina pektoris akut
disertai elevasi segmen ST yang persisten di 2 sadapan yang bersebelahan. Inisiasi
tata laksana revaskularisasi tidak perlu menunggu hasil peningkatan biomarka
jantung.
Diagnosis IMA-NEST dan APTS ditegakkan jika terdapat keluhan angina
pektoris akut tapa elevasi segmen ST yang menetap di 2 sadapan yang
bersebelahan. Rekaman EKG saat presentasi dapat berupa depresi segmen ST,
inversi gelombang T, gelombang T yang datar, gelombang T pseudo normalisasi,
atau bahkan tapa perubahan. Angina pektoris tidak stabil dan IMA-NEST
dibedakan berdasarkan hasil pemeriksaan biomarka jantung. Biomarka jantung
yang lazim digunakan adalah high sensitivity troponin, troponin, atau CK-MB.
Bila hasil pemeriksaan biokimia biomarka jantung terjadi peningkatan bermakna,
maka diagnosisnya infark miokard akut tapa elevasi segmen ST (IMA-NEST),
jika biomarka jantung tidak meningkat secara bermakna maka diagnosisnya
APTS. Pada sindroma koroner akut, nilai ambang untuk peningkatan biomarka
jantung yang abnormal adalah beberapa unit melebihi nilai normal atas (upper
limits of normal/ULN).
Jika pemeriksaan EKG awal tidak menunjukkan kelainan (normal) atau
menunjukkan kelainan yang non-diagnostik sementara angina masih berlangsung,
maka pemeriksaan diulang 10-20 menit kemudian. Jika EKG ulangan tetap
menunjukkan gambaran non-diagnostik sementara keluhan angina sangat sugestif
SKA, maka pasien dipantau selama 12-24 jam. EKG diulang setiap terjadi angina
berulang atau setidaknya 1 kali dalam 24 jam.
f. Tanda dan gejala
1) Anamnesa
Keluhan pasien dengan iskemia miokard dapat berupa nyeri dada yang
tipikal (angina tipikal) atau atipikal (angina ekuivalen). Keluhan angina tipikal
berupa rasa tertekan/berat daerah retrosternal, menjalar ke lengan kiri, leher,
rahang, area interskapular, bahu, atau epigastrium. Keluhan ini dapat
berlangsung intermiten (beberapa menit) atau persisten >20 menit. Keluhan
angina tipikal sering disertai keluhan penyerta seperti diaforesis (keringat
dingin), mual/muntah, nyeri abdominal, sesak napas, dan sinkop. Presentasi
angina atipikal yang sering dijumpai antara lain nyeri di daerah penjalaran
angina tipikal, gangguan pencernaan (indigesti), sesak napas yang tidak dapat
diterangkan, atau rasa lemah mendadak yang sulit diuraikan. Keluhan atipikal
ini lebih sering dijumpai pada pasien usia muda (25-40 tahun) atau usia lanjut
(> 75 tahun), wanita, penderita diabetes, gagal ginjal menahun, atau demensia.
Walaupun keluhan angina atipikal dapat muncul saat istirahat, keluhan ini
patut dicurigai sebagai angina ekuivalen jika berhubungan dengan aktivitas,
terutama pada pasien dengan riwayat penyakit jantung koroner (PJK).
Hilangnya keluhan angina setelah terapi nitrat sublingual tidak prediktif
terhadap diagnosis SKA. Nyeri dengan gambaran dibawah ini bukan
karakteristik iskemia miokard (nyeri dada non-kardiak):
 Nyeri pleuritik (nyeri tajam yang berhubungan dengan respirasi atau
batuk)
 Nyeri abdomen tengah atau bawah
 Nyeri dada yang dapat ditunjuk dengan satu jari, terutama di daerah
apeks ventrikel kiri atau pertemuan kostokondral.
 Nyeri dada yang diakibatkan oleh gerakan tubuh atau palpasi
 Nyeri dada dengan durasi beberapa detik
 Nyeri dada yang menjalar ke ekstremitas bawah.
Mengingat adanya kesulitan memprediksi angina ekuivalen sebagai
keluhan SKA, maka terminologi angina dalam panduan ini lebih mengarah
pada keluhan nyeri dada tipikal. Selain untuk tujuan penapisan diagnosis
kerja, anamnesis juga ditujukan untuk menapis kontraindikasi terapi
fibrinolisis seperti hipertensi, kemungkinan diseksi aorta (nyeri dada tajam
dan berat yang menjalar ke punggung disertai sesak napas atau sinkop),
riwayat perdarahan, atau riwayat penyakit serebrovaskular.
2) Pemeriksaan fisik
Dilakukan untuk mengidentifikasi faktor pencetus iskemia, komplikasi
Iskemia, penyakit penyerta dan menyingkirkan diagnosis banding. Regurgitasi
katup mitral akut, suara jantung tiga (S3), ronkhi basah halus, dan hipotensi
hendaknya selalu diperiksa untuk mengidentifikasi komplikasi iskemia.
Ditemukannya tanda-tanda regurgitasi katup mitral akut, hipotensi, diaforesis,
ronkhi basah halus, atau edema paru meningkatkan kecurigaan terhadap SKA.
Pericardial friction rub karena perikarditis, kekuatan nadi tidak seimbang, dan
regurgitasi katup aorta akibat diseksi aorta, pneumotoraks,) nyeri pleuritik
disertal suara napas yang tidak seimbang perlu dipertimbangkan dalam
memikirkan diagnosis banding SKA
3) Pemeriksaan Elektrokardiogram
Semua pasien dengan keluhan nyeri dada atau keluhan lain yang mengarah
kepada iskemia harus menjalani pemeriksaan EKG 12 sadapan sesegera
mungkin sesampainya di rang gawat darurat. Sadapan V3R dan V4R, serta
V7-V9 sebaiknya direkam pada semua pasien dengan perubahan EKG yang
mengarah kepada iskemia dinding inferior. Sadapan V7-V9 juga harus
direkam pada semua pasien angina yang mempunyai EKG awal non-
diagnostik. Sedapat mungkin, rekaman EKG dibuat dalam 10 menit sejak
kedatangan pasien di rang gawat darurat. Pemeriksaan EKG sebaiknya
diulang setiap keluhan angina timbul kembali. Gambaran EKG yang dijumpai
pada pasien dengan keluhan angina cukup bervariasi, yaitu: normal, non-
diagnostik, left bundle branch block (LBBB) baru/persangkaan baru, elevasi
segmen ST yang persisten (220 menit) maupun tidak persisten, atau depresi
segmen ST dengan atau tapa inversi gelombang T.
4) Pemeriksaan Biomarka Jantung
Kreatinin kinase MB (CK-MB) atau troponin U/T merupakan biomarka
nekrosis miosit jantung dan menjadi biomarka untuk diagnosis infark
miokard. Troponin I/T sebagai biomarka nekrosis jantung mempunyai
sensitivitas dan spesivisitas lebih tinggi dari CK-MB. Peningkatan biomarka
jantung hanya menunjukkan adanya nekrosis miosit, namun tidak dapat
dipakai untuk menentukan penyebab nekrosis miosit tersebut (penyebab
koroner atau non-koroner).
5) Pemeriksaan Non-Invasif
Pemeriksaan ekokardiografi transtorakal saat istirahat dapat memberikan
gambaran fungsi ventrikel kiri secara umum dan berguna untuk menentukan
diagnosis banding. Hipokinesia atau akinesia segmental dinding ventrikel kiri
dapat terlihat saat iskemia dan menjadi normal saat iskemla menghilang.
6) Pemeriksaan Invasif (angiograf koroner)
Angiografi koroner memberikan informasi mengenai keberadaan dan
tingkat keparahan PJK, sehingga dianjurkan segera dilakukan untuk tujuan
diagnostik pada pasien dengan risiko tinggi dan diagnosis banding yang tidak
jelas. Penemuan oklusi trombotik akut, misalnya pada arteri sirkumfleksa,
sangat penting pada pasien yang sedang mengalami gejala atau peningkatan
troponin namun tidak ditemukan perubahan EKG diagnostik.
7) Pemeriksaan Laboratorium
Data laboratorium, di samping biomarka jantung. yang harus dikumpulkan
di ruang gawat darurat adalah tes darah rutin, gula darah sewaktu, status
elektrolit, koagulasi darah, tes fungsi ginjal, dan panel lipid. Pemeriksaan
laboratorium tidak boleh menunda terapi SKA.
8) Pemeriksaan Foto Polos Dada
Tujuan pemeriksaan adalah untuk membuat diagnosis banding, identifikasi
komplikasi dan penyakit penyerta, dengan mengintegrasikan informasi yang
diperoleh dari anamnesis, pemeriksaan fisik, elektrokardiogram, tes biomarka
jantung, dan foto polos dada, diagnosis awal pasien dengan keluhan nyeri
dada dapat dikelompokkan sebagai berikut: non-kardiak, angina stabil,
kemungkinan SKA, dan definitif SKA. Kemungkinan SKA adalah dengan
gejala dan tanda:
 Nyeri dada yang sesuai dengan kriteria angina ekuivalen atau tidak
seluruhnya tipikal pada saat evaluasi di ruang gawat-darurat.
 EKG normal atau non-diagnostik, dan
 Biomarka jantung normal.
Definitif SKA adalah dengan gejala dan tanda:
 Angina tipikal.
 EKG dengan gambaran elevasi yang diagnostik untuk IMA-EST, depresi
ST atau inversi T yang diagnostik sebagai keadaan iskemia miokard, atau
LBBB baru/persangkaan baru.
 Peningkatan biomarka jantung.
g. Penatalaksanaan
Tindakan Umum dan Langkah Awal yang bisa dilakukan yaitu dokter
perlu segera menetapkan diagnosis kerja yang akan menjadi dasar strategi
penanganan selanjutnya. Yang dimaksud dengan terapi awal adalah terapi yang
diberikan kepada pasien dengan diagnosis kerja Kemungkinan SKA atau SKA
atas dasar keluhan angina di rang gawat darurat, sebelum ada hasil pemeriksaan
EKG dan/atau biomarka jantung. Terapi awal yang dimaksud adalah Morin,
Oksigen, Nitrat, Aspirin (disingkat MONA), yang tidak harus diberikan semua
atau bersamaan.
1) Tirah baring
2) Pada semua pasien IMA-EST direkomendasikan untuk mengukur saturasi
oksigen perifer yaitu Oksigen diindikasikan pada pasien dengan Oksigen rutin
tidak direkomendasikan pada pasien dengan, SaO, =90%.
3) Aspirin 160-320 mg diberikan segera kepada semua pasien yang tidak
diketahui intoleransinya terhadap aspirin (Kelas 1-A). Aspirin tidak bersalut
lebih terpilih mengingat absorpsi sublingual (dibawah lidah) yang lebih cepat
4) Penghambat reseptor adenosin difosfat (ADP) yaitu dengan dosis awal
ticagrelor yang dianjurkan adalah 180 mg dilanjutkan dengan dosis
pemeliharaan 2 x 90 mg/hari kecuali pada pasien IMA-EST yang
direncanakan untuk reperfusi menggunakan agen fibrinolitik (Kelas 1-BL atau
dosis awal clopidogrel adalat 300 mg dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan
75 mo/hari (pada pasien yang direncanakan untuk terapi reperfusi
menggunakan agen fibrinolitik penghambat reseptor ADP yang dianjurkan
adalah clopidogre S. Nitrogliserin (NTG) spray/tablet sublingual untuk pasien
dengan nyeri dada yang masin berlangsung saat tiba di ruang gawat darurat
Jika nyeri dada tidak hilang dengan 1 kali pemberian, dapat diulang setiap 5
menit sampai maksimal 3 kali, Nitrogliserio intravena diberikan kepada pasien
yang tidak responsif dengan terai 3 dosis NTG sublingual, keadaan tidak
tersedia NTG, isosorbid dinitrat (ISDN) dapat dipakal sebagai pengganti.
5) Morin sulfat 1-5 mg intravena, dapat diulang setiap 10-30 menit, bagi pasien
yano tidak responsif dengan terapi 3 dosis NTG sublingual.

2.1.3 Severe Capillary Leak Sydrom (Sindrom kebocoran Kapiler Sistemik)

a. Pengertian
Sindrom kebocoran kapiler sistemik (SCLS) adalah kelainan langka yang
ditandai dengan serangan berulang akut dan parah yang berhubungan dengan
penurunan tekanan darah secara cepat akibat kebocoran cairan dari pembuluh
kecil yang disebut kapiler. Serangan sering kali berlangsung beberapa hari dan
memerlukan perawatan darurat. Kadang-kadang mereka mengancam nyawa.
SCLS paling sering terjadi pada orang dewasa dan penyakit ini sangat jarang
terjadi pada anak-anak.
b. Etiologi
Penyebab SCLS belum diketahui, namun tampaknya tidak ada
kecenderungan turun-temurun terhadap kondisi ini. Lebih dari separuh pasien
memiliki protein monoklonal atau M yang terdeteksi dalam darahnya. Tingkat
protein M biasanya rendah. Protein M diproduksi oleh sel plasma di sumsum.
Peran protein M pada serangan akut tidak diketahui. Banyak kemungkinan
penjelasan mengenai produksi protein M pada pasien SCLS telah dikemukakan,
termasuk mekanisme autoimun di mana sistem kekebalan tubuh secara keliru
menyerang tubuh. Baru-baru ini dikemukakan bahwa sel-sel lapisan kapiler
mungkin rusak oleh faktor dalam darah yang diproduksi selama serangan akut.
c. Patopisiologi
d. Tanda dan Gejala
Gejala SCLS biasanya berupa peringatan singkat, yang dapat berupa
hidung tersumbat dan batuk yang mungkin berhubungan dengan infeksi saluran
pernapasan atas akibat virus. Pasien mungkin mengalami rasa tidak enak badan,
mual, sakit kepala ringan, rasa ingin pingsan, sakit perut, sakit kepala, dan
pembengkakan pada ekstremitas. Demam, menggigil, ruam, atau tanda-tanda
infeksi mungkin tidak ada. Pasien juga mungkin menunjukkan peningkatan
jumlah sel darah putih (leukositosis) yang dapat menghasilkan diagnosis yang
salah saat tes darah. Resolusi gejala secara spontan jarang terjadi tanpa
pengobatan.
Suatu bentuk SCLS kronis telah dilaporkan yang dimanifestasikan oleh
pembengkakan pada ekstremitas dan akumulasi cairan di sekitar jantung dan paru-
paru. Peningkatan karakteristik hemoglobin dan jumlah sel darah (hematokrit)
mungkin tidak ada pada kasus tersebut, namun albumin serum secara karakteristik
menurun karena hilangnya cairan dalam jaringan. Volume darah rendah disertai
penurunan tekanan darah jarang terjadi pada bentuk kronis. Pasien-pasien ini
mungkin merespons terhadap glukokortikoid, diuretik, dan aminofilin, atau IVIG.
e. Gangguan Dengan Gejala Serupa
SCLS mungkin disalahartikan sebagai infeksi parah seperti syok septik atau
sindrom syok toksik. Beberapa ciri seperti pembengkakan dapat mengarah pada
dugaan diagnosis gagal jantung atau penyakit ginjal. Sindrom defisiensi
penghambat esterase C-1 dapat muncul dengan jenis edema berulang yang disebut
angioedema dan sering dipikirkan pada pasien dengan SCLS. Pada beberapa
pasien, hemokonsentrasi yang mengakibatkan tingginya hematokrit dan kadar
hemoglobin disalahartikan sebagai polisitemia.
f. Diagnosa
SCLS dapat didiagnosis dengan tiga parameter:
1) Tekanan darah rendah
2) Peningkatan hematokrit
3) Rendahnya protein dalam darah (hipoalbuminemia).
g. Pemeriksaan Penunjang
Untuk memastikan diagnosis, beberapa gambaran laboratorium utama
sangat penting. Kebocoran kapiler yang tiba-tiba dan dalam menyebabkan
penurunan tajam kadar albumin serum (hipoalbuminemia) dan peningkatan tajam
pula pada kadar hemoglobin dan hematokrit. Sel darah merah yang berkontribusi
terhadap pengukuran hemoglobin dan hematokrit sebenarnya tidak meningkat.
Sebaliknya, darah menjadi pekat karena kehilangan cairan. Hemokonsentrasi ini
merupakan gambaran klasik dari sindrom ini dan bukti hemokonsentrasi sangat
penting untuk diagnosis. Beberapa pasien secara keliru didiagnosis menderita
polisitemia, suatu kondisi di mana hematokrit meningkat karena produksi sel
darah merah yang berlebihan di sumsum tulang. Pencarian protein M harus
dilakukan tetapi tidak adanya protein M tidak menyingkirkan diagnosis.
h. Penatalaksanaan
Pengobatan diarahkan pada pencegahan serangan dengan menggunakan
obat yang bertujuan mengurangi kebocoran kapiler dan mengganggu hormon
seperti sitokin yang menyebabkan kebocoran. Setelah serangan terjadi,
pengobatan diarahkan pada perawatan suportif, khususnya mengendalikan
tekanan darah untuk menjaga aliran darah ke organ vital serta mencegah
pembengkakan berlebihan dan penumpukan cairan.
Pengobatan episode SCLS yang sudah berkembang sepenuhnya
memerlukan pemahaman bahwa ada dua fase serangan akut. Fase pertama yang
sering berlangsung beberapa hari disebut fase resusitasi yang bertujuan
mengendalikan kebocoran kapiler dan menjaga tekanan darah. Pada fase tersebut,
kebocoran albumin dan cairan dari kapiler ke dalam ruang jaringan menyebabkan
pembengkakan. Hilangnya cairan ini memiliki efek yang sama pada sirkulasi
seperti dehidrasi, yaitu memperlambat aliran oksigen yang membawa darah ke
jaringan. Tekanan darah turun, dan sel darah merah terkonsentrasi. Penggantian
cairan intravena biasanya diperlukan, namun harus diminimalkan karena
kecenderungannya bocor ke jaringan. Meskipun tekanan darah mungkin masih
rendah, penting untuk menghindari pemberian cairan intravena yang terlalu
agresif yang dapat menyebabkan pembengkakan besar pada ekstremitas yang
memerlukan dekompresi bedah. Dalam prosedur ini, kulit lengan dan kaki
dipotong untuk melepaskan tekanan tekan dari cairan yang tertahan dan
meningkatkan aliran darah ke dan dari ekstremitas. Cairan infus yang berlebihan
juga dapat menyebabkan penumpukan cairan di paru-paru dan sekitar organ vital
lainnya. Tujuan selama fase akut BUKAN berusaha mempertahankan tekanan
darah atau aliran urin normal, namun menjaga tekanan darah pada tingkat yang
cukup tinggi untuk menghindari kerusakan permanen pada organ vital namun juga
menghindarkan pasien dari risiko pemberian cairan berlebih. Pengukuran tekanan
vena atau arteri sentral di unit perawatan intensif seringkali diperlukan untuk
mencapai keseimbangan yang rumit ini. Albumin dan koloid intravena dapat
digunakan. Menjaga kehilangan cairan sangatlah penting karena tekanan darah
rendah yang berkelanjutan dapat merusak organ vital seperti ginjal.
Perawatan fase kedua kadang-kadang disebut fase rekrutmen karena cairan
dan albumin diserap kembali dari jaringan. Pada fase ini, kebocoran kapiler sudah
berkurang dan ancaman utamanya adalah kelebihan cairan. Diuretik mungkin
diperlukan untuk kelebihan cairan. Glukokortikoid (steroid) sering digunakan
selama serangan akut, terutama pada awal fase rekrutmen dalam upaya
mengurangi kebocoran kapiler, namun kemanjurannya tidak diketahui. Albumin
dan koloid yang diberikan bersama cairan intravena mungkin memiliki manfaat
sementara untuk meningkatkan aliran darah ke organ vital seperti ginjal.
Terapi pemeliharaan diberikan dalam upaya mengurangi frekuensi dan
tingkat keparahan serangan akut. Pemberian imunoglobulin secara intravena
sebulan sekali untuk jangka waktu tidak terbatas saat ini merupakan standar
perawatan SCLS. IVIG untuk pencegahan telah terbukti secara signifikan
meningkatkan kelangsungan hidup pada pasien dengan SCLS terkait gamopati
monoklonal, namun juga sangat efektif dalam kasus SCLS tanpa gamopati
monoklonal. Obat sekunder mungkin termasuk kombinasi teofilin dan terbutaline.
Ini diberikan melalui mulut. Tingkat teofilin harus dipertahankan dalam kisaran
terapeutik yang ditentukan oleh tes darah rutin. Pasien yang tidak mentoleransi
obat ini mungkin mendapat manfaat dari penghambat leukotrien seperti
montelukast (Singulair). Kadang-kadang, penghambat ACE seperti lisinopril
mungkin bermanfaat. Peran obat sekunder ini masih belum jelas.
2.1.4 Pericardial Tamponade
a. Pengertian
Tamponade jantung adalah sindrom perikardial yang ditandai dengan gangguan
pengisian diastolik ventrikel yang menyebabkan penurunan curah jantung,
biasanya menimbulkan tanda dan gejala henti jantung, jika tidak ditangani.
Tamponade jantung merupakan suatu kondisi klinis yang mengancam jiwa
dimana fungsi jantung terganggu akibat penekanan dari ruang pericardium,
baik oleh cairan, massa, bekuan darah, ataupun kombinasi dari ketiganya.
Sindrom ini memerlukan penanganan segera dengan perikardiosentesis.
b. Etiologi
Tamponade jantung disebabkan oleh akumulasi cairan perikardial dari
transudat, eksudat, atau darah. Semua penyebab efusi perikardial dapat
memungkinkan menjadi penyebab tamponade jantung. Dalam praktik klinis,
etiologi yang paling umum meliputi kanker, tuberkulosis, dan infeksi purulen,
trauma, komplikasi iatrogeni dari intervensi kardiovaskular (misalnya ablasi
aritmia, implantasi alat pacu jantung, intervensi koroner perakutan), penyakit
aorta akut, penyakit inflamasi sistemik dan gagal ginjal.
Dalam sedangkaian kasus temponade jantung, baru-baru ini etiologi yang
dilaporkan meliputi: intervensi jantung perkutan (hingga 36% dari semua
kasus), keganasan (hingga 23%), infeksi/inflamasi (hingga 15%) dan
komplikasi mekanis infark miokard (hingga sampai 12%). Tingkat tamponade
jantung iatrogenik selama periode 13 tahun adalah 0,176%. Insiden di antara
prosedur jantung invasif yang dipilih berkisar antara 0,09% dan 1,42%.
Sebagian besar kasus (104/118) diobati dengan perikardiosentesis, 16 pasien
menjalani perikardiotomi dan 4 pasien menjalani kedua terapi tersebut.
c. Patofisiologi
Tamponade jantung adalah sindrom perikardial yang ditandai dengan gangguan
pengisian diastolik ventrikel yang menyebabkan kompresi bilik jantung,
selanjutnya mengakibatkan aliran balik vena, pengisian ventrikel dan
penurunan curah jantung, biasanya menghasilkan tanda dan gejala henti
jantung. Pericarditis, penyakit autoimun, atau neoplasma sering mengakibatkan
efusi yang berlangsung lambat, yang lama kelamaan menjadi membesar hingga
akhirnya menyebabkan tamponade jantung. Sebagian besar kasus idiopatik
diduga dicetuskan oleh proses inflamasi yang mengakibatkan peradangan pada
pericardium yang menyebabkan pericarditis dan efusi perikardium. Ukuran
efusi serta distribusinya mungkin bervariasi. Perikardium relatif kaku,
sehingga kecepatan akumulasi cairan perikardial menjadi penting dalam
menentukan perjalanan waktu tamponade jantung (akut atau subakut). Cairan
perikardial yang terakumulasi dengan cepat bertanggung jawab atas
peningkatan cepat tekanan perikardial, dan tamponade jantung dapat. segera
dicapai dengan 200-300 ml cairan (misalnya darah untuk hemoperikardium
pada diseksi aorta). Sebaliknya, cairan perikardial yang terakumulasi secara
perlahan dapat bersifat asimtomatik dan tamponade jantung dapat dicapai pada
volume yang lebih besar. Patofisiologi ini menjelaskan mengapa volume kecil
cairan perikardial pun dapat menyebabkan tamponade, serta bagaimana
tekanan tersebut dapat dikurangi secara cepat dengan melakukan aspirasi
cairan dalam jumlah kecil selama perikardiosentesis.

d. Tanda dan Gejala


Gejala tamponade jantung bervariasi sesuai dengan lamanya waktu akumulasi
cairan perikardial. Akumulasi cairan yang cepat di perikardium dengan cepat
menyebabkan peningkatan tajam tekanan perikardial, sedangkan akumulasi
cairan yang lebih lambat membutuhkan waktu lebih lama untuk mencapai
tekanan perikardial yang kritis atau bergejala. Dengan demikian, dampak
hemodinamik dari efusi berkisar dari tidak ada sama sekali atau ringan hingga
syok kardiogenik yang mengarah pada gambaran klinis mulai dari akut hingga
subakut. Tamponade jantung akut atau cepat adalah salah satu bentuk syok
kardiogenik dan terjadi dalam beberapa menit. Gejalanya adalah kolaps
kardiovaskular yang terjadi secara tiba-tiba dan mungkin berhubungan dengan
nyeri dada, takipnea, dan dispnea. Penurunan curah jantung menyebabkan
hipotensi dan ekstremitas dingin. Tekanan vena jugularis meningkat yang
mungkin terlihat sebagai distensi vena di leher dan kepala. Tamponade jantung
akut biasanya disebabkan oleh perdarahan akibat trauma, diseksi aorta, atau
bersifat iatrogenik.

Akumulasi cairan kronis atau tamponade jantung subakut ditandai dengan


pasien tidak menunjukkan gejala apa pun pada fase awal, namun ketika
tekanan meningkat melebihi titik regangan perikardial, pasien akan mengeluh
sesak, rasa tidak nyaman di dada, edema perifer, kelelahan, atau kelelahan. ,
semua gejala yang disebabkan oleh peningkatan tekanan perikardial dan
terbatasnya curah jantung.
e. Manifestasi Klinis
Pasien dengan perikarditis biasanya datang dengan nyeri dada mendadak, yang
bersifat pleuritik dan secara klasik membaik saat mencondongkan tubuh ke
depan dan memburuk saat berbaring. Mungkin disertai dengan gejala nyeri
dada yang tidak jelas, jantung berdebar, sesak napas, atau dalam kasus yang
lebih parah, pusing, sinkop, dan penurunan kesadaran. Pasien juga dapat datang
ke rumah sakit dalam keadaan syok kardiogenik atau obstruktif maupun henti
jantung. Temuan fisik klasik pada tamponade jantung termasuk dalam trias
Beck yang terdiri dari hipotensi, distensi vena jugularis, dan suara jantung yang
melemah. Triad ini secara klasik diidentifikasi dalam 'tamponade bedah', yaitu
tamponade jantung akut karena perdarahan intraperikardial karena trauma,
ruptur miokard atau aorta. Trias Beck mungkin kurang terlihat pada pasien
dengan 'tamponade medis' akibat cairan perikardial yang terakumulasi
perlahan. Hipotensi bersifat absolut atau relatif. Tamponade jantung akut
biasanya berhubungan dengan tekanan darah rendah (<90 mmHg) tetapi hanya
sedikit berkurang pada tamponade kronis subakut. Pasien hipertensi mungkin
memiliki tekanan darah normal hingga sedikit meningkat bersamaan dengan
tamponade jantung.
Pada pemeriksaan fisik, tanda klasik meliputi distensi vena leher dengan
peningkatan tekanan vena jugularis, dan melemahnya bunyi jantung pada
auskultasi jantung. Kemudian dapat ditemukan pulsus paradoksus. Pulsus
paradoxus secara klasik didefinisikan sebagai penurunan minimal 10mmHg
tekanan darah sistolik pada saat inspirasi. Hal ini dapat dideteksi dengan
mencatat tekanan darah sistolik di mana suara Korotkoff pertama kali terdengar
dan tekanan sistolik di mana suara tersebut terdengar melalui seluruh siklus
pernapasan.Pulsus paradoxus disebabkan oleh interdependensi ventrikel
berlebihan yang terjadi pada tamponade jantung ketika volume keseluruhan
ruang jantung menjadi tetap dan setiap perubahan volume di satu sisi jantung
menyebabkan perubahan yang berlawanan di sisi lain (yaitu peningkatan
inspirasi aliran balik vena dan aliran balik kanan). bilik dengan penurunan
volume bilik kiri dan penurunan tekanan darah sistemik). Pada EKG pasien
biasanya menunjukkan adanya takikardia, voltase QRS rendah, dan electrical
alternans. Electrical Altermams didefinisikan sebagai amplitudo QRS yang
terlihat berubah ubah pada salah satu atau semua sadapan pada EKG tanpa
perubahan tambahan pada jalur konduksi jantung. Ritme ini biasanya dikaitkan
dengan efusi perikardial melalui "jantung yang berayun" dari cairan yang
mengelilingi jantung. Namun, alternans listrik juga terkait dengan patologi lain
termasuk tetapi tidak terbatas pada takikardia ventrikel, Wolff-Parkinson-
White (WPW), ritme idioventrikular yang dipercepat, dan takikardia
supraventricular sehingga kedua tanda EKG tersebut dianggap tidak spesifik.

f. Tatalaksana
Tatalaksana tamponade jantung adalah dengan drainase cairan perikardial,
sebaiknya dengan jarum perikardiosentesis dengan menggunakan panduan
ekokardiografi atau fluoroskopi yang harus dilakukan tanpa penundaan pada
pasien yang tidak stabil. Atau, drainase dengan tindakan bedah, terutama dalam
beberapa situasi seperti perikarditis purulen, atau perdarahan ke dalam
perikardium. Perikardiosentesis merupakan tindakan life-saving pada
tamponade jantung dan diindikasikan pada efusi >20 mm pada ekokardiografi,
tetapi juga pada efusi yang lebih kecil untuk tujuan penegakan diagnosis
melalui analisis cairan dan jaringan perikardial, perikardioskopi, dan biopsi
epikardial/perikardial). Diseksi aorta merupakan kontraindikasi utama
perikardiosentesis.22 Sedangkan kontraindikasi relatif meliputi INR > 1,5 dan
trombositopenia <50.000/mm3. Teknik standar untuk perikardiosentesis
dipandu oleh ekokardiografi atau fluoroskopi dengan anestesi lokal. Blind
procedure tidak boleh dilakukan untuk menghindari risiko laserasi jantung atau
organ lain, kecuali dalam situasi yang sangat jarang yang mengancam nyawa.
Operator dan staf berpengalaman harus melakukan perikardiosentesis di
fasilitas yang dilengkapi setidaknya untuk pemantauan ekokardiografi,
hemodinamik, dan EKG.
Untuk perikardiosentesis yang dipandu dengan ekokardiografi, tempat masuk
jarum ditentukan dengan ekokardiografi, hal ini sesuai dengan pemantauan
minimal untuk prosedur tersebut. Ekokardiografi memungkinkan pemilihan
tempat masuk terbaik, beberapa tempat masuk dapat dipilih sesuai dengan luas
dan lokalisasi efusi. Untuk memungkinkan prosedur pemantauan dengan
ekokardiografi secara real-time, braket multi-sudut dipasang pada probe untuk
menopang jarum. Operator dapat memilih sudut yang berbeda antara jarum dan
probe untuk penempatan jarum, untuk memungkinkan visualisasi yang baik
dari ujung jarum pada sinar ultrasonografi saat mencapai perikardium. Sudut
yang lebih dekat ditunjukkan pada pendekatan subkostal, di mana jalur untuk
mencapai perikardium lebih panjang. Pada pendekatan apikal, sudut yang lebih
lebar memungkinkan visualisasi jarum yang lebih baik dalam ruang pendek
yang memisahkan probe dari perikardium

Referensi :

Juzar, DKK. (2018). Pedoman tata laksana Sindrom Koroner Akut. Jakarta. PP PERKI

Bhutta,B & Shahjehan, R. (2023). Penyakit Arteri Koroner. Amerika serikat. Statpearls Publishing
LLC.

Purwowiyoto Sindi L, Effendi Indira K. (2023). Tamponade Kardiak : Penegakan Diagnosis dan
Manajemen Tatalaksana. Jurnal Implementa Husada, vol 4.

Jensen, DKK. (2017). Tamponade Jantung : Tantangan Klinis. European Society of Cardiology.

Anda mungkin juga menyukai