Anda di halaman 1dari 29

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit jantung koronari disebut sebagai penyakit pembunuh nomor satu
di dunia, dan dianggap musuh nomor satu dalam kehidupan yang paling
ditakuti. Selain itu, juga menduduki tempat teratas, penyakit jantung bukan lagi
menjadi pembunuh misteri. Pada penyakit yang tinggi diabetes, hipertensi,
kegemukan, merokok, kurang melakukan olahraga, dan proses penuaan adalah
antara faktor penyumbang kepada penyakit ini. Isu-isu yang dikaitkan dengan
penyakit ini lebih banyak berkisar kepada aspek pencegahan yang termasuk
gaya hidup sehat, makanan yang  seimbang, olahraga dan sebagainya.
Namun,statistik kematian mengenai penyakit jantung tetap mencatatkan
peningkatan yang membimbangkan.(Noer, Sjaifoellah. 1996)
Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) dan organisasi Federasi Jantung
Sedunia (World Heart Federation) jantung akan menjadi penyebab utama
kematian di negara-negara Asia pada tahun 2010. Saat ini, sedikitnya 78%
kematian global akibat penyakit jantung terjadi pada kalangan masyarakat
miskin dan menengah. Berdasarkan kondisi itu, dalam keadaan ekonomi
terpuruk maka upaya pencegahan merupakan hal terpenting untuk menurunkan
penyakit kardiovaskuler pada tahun 2010. Di negara berkembang dari tahun
1990 sampai 2020, angka kematian akibat penyakit jantung akan meningkat
137% pada laki-laki dan 120% pada wanita, sedangkan di negara maju
peningkatannya lebih rendah yaitu 48% pada laki-laki dan 29% pada wanita.
Ditahun 2020, diperkirakan penyakit kardiovaskuler menjadi penyebab
kematian 125 orang setiap tahunnya. Oleh karena itu penyakit jantung
penyebab kematian dan kecacatan nomor satu di dunia. (Vany Yany, 2010).
Di Indonesia, angka kematian karena penyakit jantung koroner dalam 10
tahun terakhir ini meningkat mencapai 53,5% per 100.000 penduduk Indonesia
(Surevei Kesehatan Rumah Tangga Nasional, 2004). Berdasarkan data pola
penyakit di rumah sakit se-Jakarta tahun 2005, penyakit jantung  dan pembuluh
2

darah menempati urutan ketiga. Kejadian kasus penyakit jantung koroner


mengalami peningkatan di Jakarta. Berdasarkan data rumah sakit se-Jakarta
Timur pada tahun 2007 sebanyak 24,92%, tahun 2008 sebanyak 26.85%.
(Vany Yany, 2010).
Data dari RS Harapan Kita ternyata pasien penderita Penyakit Jantung
Koroner baik yang rawat jalan maupun rawat inap terjadi pengingkatan 10%
setiap tahun. Bahkan dalam setahun terdapat 500 orang pasien bedah jantung.
(Novi Herdiyani, 2010).
Memberikan layanan berupa asuhan keperawatan secara langsung kepada
klien (individu, keluarga, maupun komunitas) sesuai dengan kewenangannya,
sebagai pengelola (manager) yaitu perawat mempunyai peran dan tanggung
jawab dalam mengelola layanan keperawatan disemua tatanan layanan
kesehatan, sebagai pembela (advokad) berfungsi membela kepentingan klien,
sebagai Pendidik (edukator) yaitu dengan memberikan informasi kesehatan
melalui upaya perawat secara promotif yang merupakan upaya untuk
meningkatkan derajat kesehatan. Upaya preventif dengan menyarankan agar
menjalani pola hidup sehat : makan-makanan yang rendah lemak, kurangi
merokok dan rajin berolahraga. Upaya kuratif yaitu memberi saran pasien agar
kooperatif yaitu dengan mentaati peraturan perawatan dan terapi yang
dianjurkan dokter. Dan upaya rehabilitatif yaitu dengan menganjurkan pasien
agar tetap kontrol ke dokter secara rutin, menjaga diet jangan memakan yang
tinggi kolesterol, penyesuaian gaya hidup  rajin belorah raga dan tidak
melakukan aktifitas fisik yang berat.
Berdasarkan uraian di atas, meningkatnya angka kematian setiap tahunnya
dan pentingnya peran perawat dari segi upaya promotif, preventif, kuratif dan
rehabilitatif sehingga penulis tertarik untuk menerapkan  Asuhan Keperawatan
Pada Klien dengan CORONARY ARTERY DISEASE dengan menggunakan
pendekatan proses keperawatan secara komprehensif.
3

1.2 Tujuan Penulisan


1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan penulis memilih judul tersebut adalah penulis mendapatkan
pengalaman nyata dalam penerapan asuhan keperawatan pada klien dengan
CORONARY ARTERY DISEASE
1.2.2 Tujuan Khusus
Setelah menerapkan asuhan keperawatan pada klien denganCORONARY
ARTERY DISEASE maka penulis diharapkan mampu :
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan CORONARY
ARTERY DISEASE
b. Menentukan diagnosa keperawatan pada klien dengan CORONARY
ARTERY DISEASE
c. Merencanakan asuhan keperawatan pada klien dengan CORONARY
ARTERY DISEASE
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan CORONARY
ARTERY DISEASE
e. Melakukan evaluasi keperawatan pada klien dengan CORONARY
ARTERY DISEASE
f. Mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori dan kasus.
g. Mengidentifikasi faktor-faktor pendukung, penghambat, serta solusi/
alternatif pemecahan masalah.
h. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada klien
dengan CORONARY ARTERY DISEASE

1.3 Manfaat Penulisan


1.3.1 Bagi Mahasiswa
Agar mampu memahami dan mempelajari tentang bagaimana pemberian
asuhan keperawatan pada klien penderita Coronary Artery Disease.
1.3.2 Bagi Instansi Akademik
Dapat digunakan sebagai informasi bagi institusi pendiddikan dalam
pengembangan dan peningkatan untuk mendidik di masa yang akan datang.
4

1.3.3 Bagi Masyarakat


Agar mengetahui dan mendapatkan gambaran tentang penyakit Coronary
Artery Disease dan cara perawatan Coronary Artery Disease yang benar
5

BAB II
TINJAUAN TEORITIS

2.1 Definisi
Penyakit arteri koroner (CAD) adalah penyempitan atau penyumbatan
arteri koroner, arteri yang menyalurkan darah ke otot jantung. Bila aliran darah
melambat, jantung tak mendapat cukup oksigen dan zat nutrisi. Hal ini
biasanya mengakibatkan nyeri dada yang disebut angina. Bila satu atau lebih
dari arteri koroner tersumbat sama sekali, akibatnya adalah serangan jantung
(kerusakan pada otot jantung).( Brunner and Sudarth, 2001).

Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah  penebalan dinding dalam


pembuluh darah jantung (pembuluh koroner). Di dalam kondisi seperti ini,
darah yang mengalir ke otot jantung berkurang, sehingga organ yang berukuran
sekitar sekepalan tangan itu kekurangan darah.
6

Penyakit jantung koroner / penyakit arteri koroner merupakan suatu


manifestasi khusus dan aterosklerosis pada arteri koroner. Plak terbentuk pada
percabangan arteri yang ke arah arteri kiri, arteri koronaria kanan dan agak
jarang pada arteri sirkumflek. Aliran darah ke distal dapat mengalami obstruksi
secara permanen maupun sementara yang disebabkan oleh akumulasi plak atau
penggumpalan. Sirkulasi kolateral berkembang di sekitar obstruksi arteromasus
yang menghambat pertukaran gas dan nutrisi ke miokardium.

(Joanne and Gloria. 1995)


Gagal jantung sering disebut dengan gagal jantung kongestif adalah
ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah yang adekuat untuk
memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi.Istilah gagal jantung
kongestif sering digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan kanan
( Brunner & Suddarth, 2002)
Penyakit jantung koroner/ penyakit arteri koroner (penyakit jantung
artherostrofik) merupakan suatu manifestasi khusus dan arterosclerosis pada
arteri koroner. Unsur lemak yang disebut palque dapat terbentuk didalam arteri,
menutup dan membuat aliran darah dan oksigen yang dibawanya menjadi
kurang untuk disuplai ke otot jantung. Plaque terbentuk pada percabangan
arteri yang ke arah aterion kiri, arteri koronaria kanan dan agak jarang pada
arteri sirromflex. Aliran darah ke distal dapat mengalami obstruksi secara
7

permanen maupun sementara yang di sebabkan oleh akumulasi plaque atau


penggumpalan. Sirkulasi kolateral berkembang di sekitar obstruksi arteromasus
yang menghambat pertukaran gas dan nutrisi ke miokardium. Kegagalan
sirkulasi kolateral untuk menyediakan supply oksigen yang adekuat ke sel yang
berakibat terjadinya penyakit arteri koronaria, gangguan aliran darah karena
obstruksi tidak permanen (angina pektoris dan angina preinfark) dan obstruksi
permanen (miocard infarct) Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan Dep.kes,
1993.
Kegagalan sirkulasi kolateral untuk menyediakan suplai oksigen yang
adekuat ke sel yang berakibat terjadinya penyakit arteri koronaria, gangguan
aliran darah karena obstruksi tidak permanen (angina pektoris dan angina
preinfark) dan obstruksi permanen (miocard infarct).(Pusat Pendidikan Tenaga
Kesehatan Dep.kes, 1993).

2.2 Etiologi
Penyakit arteri koroner bisa menyerang semua ras, tetapi angka kejadian
paling tinggi ditemukan pada orang kulit putih. Tetapi ras sendiri tampaknya
bukan merupakan bourgeois penting dalam gaya hidup seseorang. Secara
spesifik, faktor-faktor yang meningkatkan resiko terjadinya penyakit arteri
koroner adalah :
1. Berusia lebih dari 45 tahun (bagi pria).
Sangat penting bagi kaum pria mengetahui usia rentan terkena penyakit
jantung koroner. Pria berusia lebih dari 45 tahun lebih banyak menderita
serangan jantung ketimbang pria yang berusia jauh di bawah 45 tahun.
2. Berusia lebih dari 55 tahun atau mengalami menopause dini sebagai akibat
operasi (bagi wanita).
Wanita yang telah berhenti mengalami menstruasi (menopause) secara
fisiologis ataupun secara dini (pascaoperasi) lebih kerap terkena penyakit
jantung koroner apalagi ketika usia wanita itu telah menginjak usila (usia
lanjut).
8

3. Riwayat penyakit jantung dalam keluarga


Riwayat penyakit jantung di dalam keluarga sering merupakan akibat dari
profil kolesterol yang tidak normal, dalam artian terdapat kebiasaan yang
"buruk" dalam segi diet keluarga.
4. Diabetes.
Kebanyakan penderita diabetes meninggal bukanlah karena meningkatnya
level gula darah, namun karena kondisi komplikasi ke jantung mereka.
5. Merokok.
Merokok telah disebut-sebut sebagai salah satu faktor risiko utama
penyakit jantung koroner. Kandungan nikotin di dalam rokok dapat
merusak dinding (endotel) pembuluh darah sehingga mendukung
terbentuknya timbunan lemak yang akhirnya terjadi sumbatan pembuluh
darah.
6. Tekanan darah tinggi (hipertensi).
Tekanan darah yang tinggi dan menetap akan menimbulkan trauma
langsung terhadap dinding pembuluh darah arteri koronaria, sehingga
memudahkan terjadinya arterosklerosis koroner (faktor koroner) yang
merupakan penyebab penyakit arteri/jantung koroner.
7. Kegemukan (obesitas).
Obesitas (kegemukan yang sangat) bisa merupakan manifestasi dari
banyaknya lemak yang terkandung di dalam tubuh. Seseorang yang
obesitas lebih menyimpan kecenderungan terbentuknya plak yang
merupakan cikal bakal terjadinya penyakit jantung koroner.
8. Gaya hidup buruk.
Gaya hidup yang buruk terutama dalam hal jarangnya olahraga ringan
yang rutin serta pola makan yang tidak dijaga akan mempercepat
seseorang terkena pneyakit jantung koroner.
9. Stress.
9

Banyak penelitian yang sudah menunjukkan bahwa bila menghadapi


situasi yang tegang, dapat terjadi aritmia jantung yang membahayakan
jiwa.
2.3 PATOFISIOLOGI

Aterosklerosis dimulai ketika kolesterol, lemak tetimbun di intima arteri.


Timbunan ini akan mengakibatkan terganggunya absorbsi nutrient sel-sel
endotel yang menyusun lapisan dalam pembuluh darah dan menyumbat aliran
darah karena timbunan ini menonjol ke lumen pembuluh darah. Sel-sel endotel
pembuluh darah yang terkena akan mengalami nekrotik dan menjadi jaringan
parut.
Selanjutnya lumen bertambah sempit dan aliran darah bisa terhambat. Pada
lumen yang menyempit dan berdinding kasar, akan cenderung terjadinya
pembentukan bekuan darah. Hal ini menjelaskan bagaiman terjadinya
koagulasi intravaskuler yang diikuti oleh penyakit tromboemboli.
a. CAD ditandai oleh penyempitan koroner arteri akibat
aterosklerosis, spasme atau, jarang, emboli.
b. Perubahan aterosklerosis pada arteri koroner hasil kerusakan ke
lapisan dalam arteri koroner dengan kekakuan pembuluh darah dan
respon lalai berkurang.
10

c. Akumulasi deposit lemak dan lipid, bersama dengan


perkembangan plak fibrosa atas kawasan yang rusak di pembuluh
darah, menyebabkan penyempitan pembuluh darah, sehingga
mengurangi ukuran lumen pembuluh darah dan menghambat aliran
darah ke jaringan miokard.
d. Penurunan pengiriman oksigen dan nutrisi ke jaringan
menyebabkan iskemia miokard transien dan nyeri.
e. Penyebab plak arteri mengeras keras, sedangkan plak lembut dapat
menyebabkan pembentukan bekuan darah

2.3.1 Jenis CAD :


1. Stabil
a) Jenis yang paling umum, dipicu oleh aktivitas fisik, stres
emosional, paparan suhu panas atau dingin, makanan berat , dan
merokok
b) Terjadi dalam pola yang teratur, biasanya berlangsung 5 menit atau
kurang, dan mudah hilang dengan obat-obatan
2. Labil
a) Mungkin onset baru nyeri dengan pengerahan tenaga atau saat
istirahat, atau percepatan terbaru dalam keparahan nyeri
b) Terjadi pada tidak ada pola teratur, biasanya berlangsung lebih
lama ( 30 menit ), umumnya tidak lega dengan istirahat atau obat-
obatan
c) Kadang-kadang dikelompokkan dengan infark miokard ( MI ) di
bawah diagnosis sindrom koroner akut ( ACS )
3. Variant (prinzmetal)
a) Langka , biasanya terjadi saat istirahat - tengah malam hingga dini
hari nyeri mungkin parah
b) Elektrokardiogram ( EKG ) berubah karena koroner spasme arteri
11

2.4 Pathway Coronary Artery Diease

2.5 Manifestasi Klinis


Manifestasi klinis menurut Price & Lorraine (2001) seperti:
12

1. Dada terasa tak enak(digambarkan sebagai mati rasa, berat, atau


terbakar;dapat menjalar ke pundak kiri, lengan, leher, punggung, atau
rahang)

1. Sesak napas
2. Berdebar-debar
3. Denyut jantung lebih cepat
4. Pusing
5. Mual
6. Kelemahan yang luar biasa

Ada beberapa gejala yang lebih spesifik, antara lain:


1. Nyeri
otot tidak mendapatkan cukup darah (suatu keadaan yang disebut iskemi),
maka oksigen yang tidak memadai dan hasil metabolisme yang berlebihan
menyebabkan kram atau kejang. Angina merupakan perasaan sesak di
dada atau perasaan dada diremas-remas, yang timbul jika otot jantung
tidak mendapatkan darah yang cukup. Jenis dan beratnya nyeri atau
ketidaknyamanan ini bervariasi pada setiap orang. Beberapa orang yang
mengalami kekurangan aliran darah bisa tidak merasakan nyeri sama
sekali (suatu keadaan yang disebut silent ischemia).
2. Sesak napas
13

merupakan gejala yang biasa ditemukan pada gagal jantung. Sesak


merupakan akibat dari masuknya cairan ke dalam rongga udara di paru-
paru (kongesti pulmoner atau edema pulmoner).
3. Kelelahan atau kepenatan.
jantung tidak efektif memompa, maka aliran darah ke otot selama
melakukan aktivitas akan berkurang, menyebabkan penderita merasa
lemah dan lelah. Gejala ini seringkali bersifat ringan. Untuk mengatasinya,
penderita biasanya mengurangi aktivitasnya secara bertahap atau mengira
gejala ini sebagai bagian dari penuaan.
4. Palpitasi (jantung berdebar-debar).
5. Pusing & pingsan. Penurunan aliran darah karena denyut atau irama
jantung yang abnormal atau karena kemampuan memompa yang buruk,
bisa menyebabkan pusing dan pingsan.

2.6 Komplikasi
1. Aritmia
Merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan. Aritmia yaitu
gangguan dalam irama jantung yang bisa menimbulkan perubahan
eloktrofisiologi otot-otot jantung. Perubahan elektrofisiologi ini bermanifestasi
sebagai perubahan bentuk potensial aksi yaitu rekaman grafik aktivitas listrik
sel. Misalnya perangsangan simpatis akan meningkatkan kecepatan denyut
jantung.
2. Jantung Kongestif
Merupakan kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokard. Disfungsi
ventrikel kiri atau gagal jantung kiri akan menimbulkan kongesti pada vena
pulmonalis sedangkan pada disfungsi ventrikel kanan akan menimbulkan
kongesti pada vena sistemik.
3. Syok kardikardiogenik
Syok kardiogenik diakibatkan oleh disfungsi nyata ventrikel kiri sesudah
mengalami infark yang massif. Timbulnya lingkaran setan perubahan
hemodinamik progresif hebat yang irreversible yaitu penurunan perfusi perifer,
14

penurunan perfusi koroner, peningkatan kongesti paru yang bisa berakhir


dengan kematian.

4. Disfungsi Otot Papillaris


Disfungsi iskemik atau rupture nekrotik otot papilaris akan mengganggu
fungsi katup mitralis. Inkompetensi katup mengakibatkan aliran balik dari
ventrikel kiri ke atrium kiri sebagai akibat pengurangan aliran ke aorta dan
peningkatan kongesti pada atrium kiri dan vena pulmonalis.
5. Ventrikuler Aneurisma
Aneurisma ini biasanya terjadi pada permukaan atrium atau apek jantung.
Aneurisma ventrikel akan mengembang bagaikan balon pada setipa sistolik,
teregang secara pasif oleh sebagian curah sekuncup. Aneurisma ventrikel dapat
menimbulkan 3 masalah yaitu gagal jantung kongestif kronik, embolisasi
sistemik dari thrombus mural dan aritmia ventrikel refrakter.
6. Perikarditis
Infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang langsung
berkontak dengan pericardium menjadi kasar, sehingga merangsang permukaan
pericardium dan menimbulkan reaksi peradangan.
7. Emboli Paru
Emboli paru bisa menyebabkan episode dipsnea, aritmia atau kematian
mendadak. Trombosis vena profunda lebih lazim pada pasien payah jantung
kongestif yang parah

2.7 Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik Penunjang


1. Analisa gas darah (AGD)
2. Pemeriksaan darah lengkap
3. Hb, Ht
4. Elektrokardiogram (EKG)
Pemeriksaan aktifitas listrik jantung atau gambaran
elektrokardiogram (EKG) adalah pemeriksaan penunjang untuk
memberi petunjuk adanya PJK. Dengan pemeriksaan ini kita dapat
15

mengetahui apakah sudah ada tanda-tandanya. Dapat berupa serangan


jantung terdahulu, penyempitan atau serangan jantung yang baru
terjadi, yang masing-masing memberikan gambaran yang berbeda.
5. Foto Rontgen Dada
Dari foto rontgen dada dapat menilai ukuran jantung, ada-
tidaknya pembesaran (Kardomegali). Di samping itu dapat juga dilihat
gambaran paru. Kelainan pada koroner tidak dapat dilihat dalam foto
rontgen ini. Dari ukuran jantung dapat dinilai apakah seorang
penderita sudah berada pada PJK lanjut. Mungkin saja PJK lama yang
sudah berlanjut pada payah jantung.
6. Pemeriksaan laboratorium
Dilakukan untuk mengetahui kadar trigliserida sebagai
factor resiko meningkat. Dari pemeriksaan darah juga diketahui ada-
tidaknya serangan jantung akut dengan melihat kenaikan enzim
jantung
7. Treadmill
Berupa ban berjalan serupa dengan alat olah raga
umumnya, namun dihubungkan dengan monitor dan alat rekam EKG.
Prinsipnya adalah merekam aktifitas fisik jantung saat latihan. Dapat
terjadi berupa gambaran EKG saat aktifitas, yang memberi petunjuk
adanya PJK. Hal ini disebabkan karena jantung mempunyai tenaga
serap, sehingga pada keadaan sehingga pada keadaan tertentu dalam
keadaan istirahat gambaran EKG tampak normal.
8. Kateterisasi Jantung
Pemeriksaan ini dilakukan dengan memasukkan kateter
semacam selang seukuran ujung lidi. Selang ini dimasukkan langsung
ke pembuluh nadi (arteri). Bisa melalui pangkal paha, lipatanlengan
atau melalui pembuluh darah di lengan bawah. Kateter didorong
dengan tuntunan alar rontgen langsung ke muara pembuluh koroner.
Setelah tepat di lubangnya, kemudian disuntikkan cairan kontras
sehingga mengisi pembuluh koroner yang dimaksud. Setelah itu dapat
16

dilihat adanya penyempitan atau malahan mungkin tidak ada


penyumbatan. Penyempitan atau penyumbatan ini dapat saja mengenai
beberapa tempat pada satu pembuluh koroner. Bisa juga sekaligus
mengenai beberapa pembuluh koroner. Atas dasar hasil kateterisasi
jantung ini akan dapat ditentukan penanganan lebih lanjut. Apakah
apsien cukup hanya dengan obat saja, disamping mencegah atau
mengendalikan factor resiko. Atau mungkin memerlukan intervensi
yang dikenal dengan balon. Banyak juga yang menyebut dengan
istilah ditiup atau balonisasi. Saat ini disamping dibalon dapat pula
dipasang stent, semacam penyangga seperti cincin atau gorng-gorong
yang berguna untuk mencegah kembalinya penyempitan. Bila tidak
mungkin dengan obat-obatan, dibalon dengan atau tanpa stent, upaya
lain adalah dengan melakukan bedah pintas koroner.

2.8 Penatalaksanaan
Berbagai obat-obatan membantu pasien dengan penyakit arteri jantung.
Yang paling umum diantaranya: 
1. Aspirin / Klopidogrel / Tiklopidin.
Obat-obatan ini mengencerkan darah dan mengurangi kemungkinan
gumpalan darah terbentuk pada ujung arteri jantung menyempit, maka dari
itu mengurangi resiko serangan jantung.
. Beta-bloker (e.g. Atenolol, Bisoprolol, Karvedilol).
Obatan-obatan ini membantu untuk mengurangi detak jantung dan
tekanan darah, sehingga menurunkan gejala angina juga melindungi
jantung.
. Nitrates (e.g. Isosorbide Dinitrate).
Obatan-obatan ini bekerja membuka arteri jantung, dan kemudian
meningkatkan aliran darah ke otot jantung dan mengurangi gejala nyeri
dada. Bentuk nitrat bereaksi cepat, Gliseril Trinitrat, umumnya diberikan
berupa tablet atau semprot di bawah lidah, biasa digunakan untuk
penghilang nyeri dada secara cepat.
17

. Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors (e.g. Enalapril, Perindopril)


and Angiotensin Receptor Blockers (e.g. Losartan, Valsartan).
Obatan-obatan ini memungkinkan aliran darah ke jantung lebih
mudah, dan juga membantu menurunkan tekanan darah.
. Obatan-obatan penurun lemak (seperti Fenofibrat, Simvastatin,
Atorvastatin, Rosuvastatin).
Obatan-obatan ini menurunkan kadar kolesterol jahat (Lipoprotein
Densitas-Rendah), yang merupakan salah satu penyebab umum untuk
penyakit jantung koroner dini atau lanjut. Obat-obatan tersebut merupakan
andalan terapi penyakit jantung koroner.
. Intervensi Jantung Perkutan.
Ini adalah metode invasif minimal untuk membuka arteri jantung yang
menyempit. Melalui selubung plastik ditempatkan dalam arteri baik
selangkang atau pergelangan, balon diantar ke segmen arteri jantung yang
menyempit, dimana itu kemudian dikembangkan untuk membuka
penyempitan.Kemudian, tube jala kabel kecil (cincin) disebarkan untuk
membantu menahan arteri terbuka. Cincin baik polos (logam sederhana)
atau memiliki selubung obat (berlapis obat). Metode ini seringkali
menyelamatkan jiwa pasien dengan serangan jantung akut. Untuk penyakit
jantung koroner stabil penyebab nyeri dada, ini dapat meringankan gejala
angina dengan sangat efektif. Umumnya, pasien dengan penyakit pembuluh
darah single atau double mendapat keuntungan dari metode ini. Dengan
penyakit pembuluh darah triple, atau keadaan fungsi jantung buruk,
prosedur bedah dikenal dengan Bedah Bypass Arteri Jantung sering
merupakan alternatif yang baik atau pilihan pengobatan yang lebih baik.
1. Operasi.
a. Bedah Bypass Arteri Jantung (CABG).
CABG melibatkan penanaman arteri atau vena lain dari dinding dada,
lengan, atau kaki untuk membangun rute baru untuk aliran darah
langsung ke otot jantung. Ini menyerupai membangun jalan tol parallel
ke jalan yang kecil dan sempit. Ini adalah operasi yang aman, dengan
18

rata-rata resiko kematian sekitar 2%. Pasien tanpa serangan jantung


sebelumnya dan melakukan CABG sebagai prosedur elektif, resiko dapat
serendah 1 persen.
b. Revaskularisasi Transmiokardia
Untuk pasien dengan pembuluh darah yang terlalu kecil untuk melakukan
CABG, prosedur disebut Revaskularisasi Transmiokardia juga tersedia di
NHCS. Pada prodesur ini, laser digunakan untuk membakar banyak
lubang kecil pada otot jantung. Beberapa lubang ini berkembang ke
pembuluh darah baru, dan ini membantu mengurangi angina
19

BAB III
KONSEP KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
1. Aktivitas dan Istirahat
Kelemahan, kelelahan, ketidakmampuan untuk tidur (mungkin di
dapatkan  dan dispnea pada saat beristirahat atau pada saat beraktivitas).
2. Sirkulasi.
Mempunyai riwayat IMA, penyakit jantung koroner, CHF, tekanan
darah tinggi, diabetes melitus. Tekanan darah mungkin normal atau
meningkat, nadi mungkin normal atau terlambatnya capilary refill time,
disritmia. Suara jantung, suara jantung tambahan mungkin
mencerminkan terjadinya kegagalan jantung/ ventrikel kehilangan
kontraktilitasnya. Murmur jika ada merupakan akibat dari insufisensi
katub atau muskulus papilaris yang tidak berfungsi. Heart rate mungkin
meningkat atau menglami penurunan (tachy atau bradi cardia).
Irama jantung mungkin ireguler atau juga normal. Edema: Jugular vena
distension, odema anasarka, crackles mungkin juga timbul dengan gagal
jantung. Warna kulit mungkin pucat baik di bibir dan di kuku.
3. Eliminasi
Bising usus mungkin meningkat atau juga normal.
4. Nutrisi.
Mual, kehilangan nafsu makan, penurunan turgor kulit, berkeringat
banyak, muntah dan perubahan berat badan.
5. Neuro Sensori.
Nyeri kepala yang hebat, Changes mentation.
6. Kenyamanan.
Timbulnya nyeri dada yang tiba-tiba yang tidak hilang dengan beristirahat
atau dengan nitrogliserin. Lokasi nyeri dada bagian depan substerbnal
yang mungkin menyebar sampai ke lengan, rahang dan wajah.
20

Karakteristik nyeri dapat di katakan sebagai rasa nyeri yang sangat yang
pernah di alami. Sebagai akibat nyeri tersebut mungkin di dapatkan wajah
yang menyeringai, perubahan pustur tubuh, menangis, penurunan kontak
mata, perubahan irama jantung, ECG, tekanan darah, respirasi dan warna
kulit serta tingkat kesadaran.
7. Respirasi.
Dispnea dengan atau tanpa aktivitas, batuk produktif, riwayat perokok
dengan penyakit pernafasan kronis. Pada pemeriksaan mungkin di
dapatkan peningkatan respirasi, pucat atau cyanosis, suara nafas crakcles
atau wheezes atau juga vesikuler. Sputum jernih atau juga merah muda/
pink tinged.
8. Interaksi sosial.
Stress, kesulitan dalam beradaptasi dengan stresor, emosi yang tak
terkontrol.
9. Pengetahuan.
Riwayat di dalam keluarga ada yang menderita penyakit jantung, diabetes,
stroke, hipertensi, perokok.
 
3.2 Penyimangan KDM
a. Usia, jenis kelamin, DM, Merokok, Diet tinggi lemak
b. Sirkulasi terganggu
c. Arterioklerosis
d. Risiko infeksi
e. Gangguan perkusi jaringan perifer
f. Rencana pembedahan
g. Post Op
h. Sirkulasi perifer terganggu
i. Nyeri akut/kronik
j. Denyut nadi terganggu
k. Nyeri/ kram otot
l. Penumpukan metabolik dan asam laktat
21

m. Suplai oksigen dan nutrisi terganggu


n. Ekstremitas/perifer
o. Nyeri akut
p. Luka operasi
q. Ansietas
r. Prosedur tindakan yang kompleks
s. Pre Op
t. Kurang pengetahuan

3.3 Diagnosa Keperawatan


a. Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahahan kontraktilitas,
perubahan struktual (kelainan katup,aneurisme ventrikular).
b. Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelalahan dan dispnue akibat
turunnya curah jantung.
c. Kelebihan volume cairan b.d Menurunnya laju filtrasi glomerulus
(menurunnya curah jantung) atau meningkatnya produksi ADH dan retensi
natrium dan air
d. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran
kapiler paru, contoh pengumpalan cairan didalam area interstial/alveoli.
e. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit b.d Tirah baring., edema,
penurunan perfusi jaringan.

3.4 Intervensi Keperawatan


a. Curah jantung menurun b.d Perubahan kontraktilitas miokardial
atau perubahan inotropik, perubahan frekuensi, irama, konduksi
jantung, perubahan struktural. (mis: kelainan katup, aneurisma
ventrikel)
 Tujuan : setalah dilakukan tindakan keperawatan, klien menunjukkan
adanya penurunan curah jantung.
Kriteria Hasil:
 Frekuensi jantung meningkat
22

 Status Hemodinamik stabil


 Haluaran Urin adekuat
 Tidak terjadi dispnu
 Akral Hangat

Intervensi
1. Auskultasi nadi apical,kaji frekuensi,irama jantung.
Rasional : Biasanya terjadi tachycardia untuk mengkompensasi penurunan
kontraktilitasjantung.
2. Catatbunyijantung.
Rasional : S1 dan s2 lemah, karena menurunnya kerja pompa S3 sebagai
aliran ke dalam serambi yaitu distensi. S4 menunjukkan inkopetensi atau
stenosis katup.
3. Palpasi nadi perifer.
Rasional : Untuk mengetahui fungsi pompa jantung yang sangat
dipengaruhi oleh CO dan pengisisan jantung.
4. Pantau tekanan darah.
Untuk mengetahui fungsi pompa jantung yang sangat dipengaruhi oleh CO
dan pengisisanjantung.
5. Pantau keluaran urine, catat penurunan keluaran, dan kepekatan atau
konsentrasi urine.
Rasional : Dengan menurunnya CO mempengaruhi suplai darah ke ginjal
yang juga mempengaruhi pengeluaran hormone aldosteron yang berfungsi pada
proses pengeluaran urine.
6. Kaji perubahan pada sensori contoh: letargi, bingung, disorientasi,
cemas dan depresi.
Rasional : Menunjukkan tidak adekuatnya perfusi serebral sekunder
terhadap penurunan curah jantung.
7. Berikan istirahat semi recumbent (semi-fowler) pada tempat tidur.
Rasional : Memperbaiki insufisiensi kontraksi jantung dan menurunkan
kebutuhan oksigen dan penurunan venous return.
23

8. Kolaborasi dengan dokter untuk terapi, oksigen, obat jantung, obat


diuretic dan cairan.
Rasional : Membantu dalam proses kimia dalam tubuh.

b. Intoleransi aktivitas b.d Kelemahan, kelelahan, perubahan


tanda vital, adanya dysritmia, dyspnea, pucat, berkeringat.
Tujuan dan kriteria hasil:
 Klien akan berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan
 Memenuhi perawatan diri sendiri
 Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur,
dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan.

Intervensi
1. Periksa tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas, khususnya bila
pasien menggunakan vasodilator, diuretic
Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas karena efek
obat (vasodilatasi), perpindahan cairan atau pengaruh fungsi jantung.
2. Catat respon kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi,
disritmia, dispnea, berkeringat, pucat
Rasional : Penurunan atau ketidakmampuan miokardium untuk
meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas dapat menyebabkan
peningkatan segera frekuensi jantung.
3. Kaji penyebab kelemahan contoh pengobatan, nyeri, obat.
Rasional : Kelemahan adalah efek samping beberapa obat (beta bloker,
traquilizer, sedative), nyeri dan program penuh stress juga memerlukan energi
dan menyebabkan kelemahan.
4. Evaluasi peningkatan intoleransi aktivitas
Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi jantung
daripada kelebihan aktivitas.
5. Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi, selingi
periode aktivitas dengan istirahat
24

Rasional : Pemenuhan kebutuhan perawatan diri pasien tanpa


mempengaruhi stress miokard.
6. Implementasikan program rehabilitasi jantung atau aktivitas.
Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindarai kerja jantung
atau konsumsi oksigen berlebih. Penguatan dan perbaikan fungsi jantung
dibawah stress, : bila disfungsi jantung tidak dapat baik kembali.

c. Kelebihan volume cairan b.d Menurunnya laju filtrasi


glomerulus (menurunnya curah jantung) atau meningkatnya
produksi ADH dan retensi natrium dan air.

Intervensi
1. Pantau keluaran urin, catat jumlah dan warna saat hari dimana
diuresis terjadi
Rasional : Keluaran urin mungkin sedikit dan pekat (khususnya selama
sehari) karena penurunan perfusi ginjal
2. Hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24 jam.
Rasional : Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan cairan tiba-
tiba atau berlebih (hipovolemia) meskipun edema atau asites masih ada
3. Berikan posisi kaki lebih tinggi dari kepala.
Rasional : Pembentukan edema, sirkulasi melambat, gangguan pemasukan
nutrisidan imobilisasi dan tirah baring yang lama
4. Auskultasi bunyi napas, catat penurunan dan atau bunyi napas
tambahan contoh krekels, mengi atau batuk.
5. Kelebihan cairan sering menimbulkan kongersti paru.
Rasional : Gejala edema paru dapat menunjukkan gagal jantung kiri akut.
6. Berikan makanan yang mudah dicerna, porsi kecil dan sering.
Rasional : Penurunan motilitas gaster dapat berefek merugikan pada
digestif.
7. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi diuetik, cairan
dan elektrolit.
25

Rasional : Diuretic meningkatkan laju aliran urin dan dapat menghambat


reabsorbsi.
8. Kolaborasi dengan ahli gizi
Rasional : Perlu memberikan diet yang dapat diterima klien yang
memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium.

d. Pertukaran gas, kerusakan, resiko tinggi b.d Perubahan


membrane kapiler-alveolus, contoh pengumpulan atau
perpindahan cairan ke dalam area interstitial ataualveoli.

Intervensi:
1. Auskultasi bunyi napas, catat krekels.
Rasional : Menyatakan adanya kongesti paru atau pengumpulan secret
2. Anjurkan klien untuk batuk efektif, napas dalam
Rasional : Membersihkan jalan napas dan memudahkan aliran oksigen
3. Dorong perubahan posisi
Rasional : Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.
4. Pertahankan tirah baring 20-300 posisi semi fowler.
Rasional : Menurunkan konsumsi oksigen atau kebutuhan dan
meningkatkan inspaksi paru maksimal
5. Kolaborasi dengan dokter dalam terapi o2 dan laksanakan sesuai
indikasi.
Rasional : Meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar yang dapat
memperbaiki atau menurunkan hipoksia jaringan.
6. Laksanakan program dokter dalam pemberian obat seperti diuretic
dan bronkodilator.
Rasional : Menurunkan kongestif alveolar, meningkatkan pertukaran gas,
meningkatkan aliran oksigen dengan mendilatasi jalan napas dan mengeluarkan
efek diuretic ringan untuk menurunkan kongestif paru.
26

e. Resiko tinggi kerusakan integritas kulit b.d Tirah baring.,


edema, penurunan perfusijaringan.

Intervensi
1. Lihat kulit catat penonjolan tulang. Lihat adanya edema, area
sirkulasinya terganggua atau pigmentasi atau kegemukan.
Rasional : Kerana gangguan sirkulasi perifer kulit beresiko imobilisasi
fisik dan gangguan status nutrisi.
2. Pijat area kemerahan
Rasional : Meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia jaringan.
3. Sering rubah posisi di tempat tidur atau kursi. Bantu lakukan
latihan rentang gerak pasif/aktif.
Rasional : Memperbaiki sirkulasi atau menurunkan waktu satu area yang
mengganggu aliran darah.
4. Sering berikan perawatan kulit, meminimalkan kelembaban
Rasional : Kulit terlalu kering dan lembab dapat merusak kulit dan
mempercepat kerusakan.
5. Periksa sepatu atau sandal yang kesempitan, ubah sesuai kebutuhan
Rasional : Sepatu terlalu sempit dapat menyebabkan edema dependen.,
meningkatkan resiko tertekan dan kerusakan kulit pada kaki.
6. Hindarai obat intramuscular.
Rasional : Edema interstitial dan gangguan sirkulasi memperlambat
absorbsi obat dan predisposisi untuk kerusakan kulit atau terjadinya infeksi.

2.5 EVALUASI
Evaluasi dari diagnosa diatas antara lain :
1. Suplai darah arteri ke akstremitas meningkat (teraba hangat,
warna kemerahan/tidak pucat).
2. Klien mengatakan nyerinya berkurang, pasien tampak
rileks, skala nyeri 0.3.
3. Ansietas pasien berkurang.
27

4. Tidak terjadi tanda-tanda infeksi, seperti tidak ada kalor,


dolor, rubor, tumor, fungsiolaesia, ttv dalam batas normal.
5. Tidak terjadi kerusakan integritas kulit.
6. Pasien sudah dapat memahami tentang penyakitnya.
28

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Penyakit  jantung koroner (PJK) adalah penyakit yng menyerang organ
jantung. Gejala dan keluhan dari PJK hampir sama dengan gejala yang dimiliki
oleh penyakit jantung secara umum. Penyakit jantung koroner juga salah satu
penyakit yang tidak menular. Kejadian PJK terjadi karena adanya faktor resiko
yang antara lain adalah tekanan darah tinggi (hipertensi), tingginya kolesterol,
gaya hidup yang kurang aktivitas fisik (olahraga), diabetes, riwayat PJK pada
keluarga, merokok, konsumsi alkohol dan faktor sosial ekonomi lainnya.
Penyakit jantung koroner ini dapat dicegah dengan melakukan pola hidup sehat
dan menghindari fakto-faktor resiko.seperti pola makan yang sehat,
menurunkan kolesterol, melakukan aktivitas fisik dan olehraga secara teratur,
menghindari stress kerja.

4.2 Saran
Kelompok berharap makalah ini dapat digunakan oleh perawat untuk
meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan dalam memberikan intervensi
keperawatan pada pasien CAD sehingga dapat meningkatkan kualitas asuhan
keperawatan yang diberikan dan perbaikan kondisi pasien.
Kelompok juga berharap makalah ini dapat digunakan oleh mahasiswa
keperawatan untuk meningkatkan pemahaman tentang CAD dan asuhan
keperawatan pada pasien CAD sehingga dapat menjadi bekal pengetahuan
untuk meningkatkan prestasi akademik maupun ketrampilan saat terjun ke
klinik. .Apabila dalam penulisan makalah ini ada kesalahan maupun
kekurangan, maka kelompok mengharapkan kritik dan saran untuk
memperbaiki makalah ini di masa yang akan datang.
29

DAFTAR PUSTAKA

Adam Sagan, 2009. Coronary Heart Disease Risk Factors and


Cardiovascular Risk in Physical Workers and Managers.

Anwar, B. 2004. Dislipidemia sebagai Faktor Risiko Penyakit Jantung


Koroner. www.library.usu.ac.id [diakses 18 Mei 2014].

Christian Sandi, Saryono, Dian Ramawati. (2013). Penelitian Tentang


Perbedaan Kadar Kolesterol Darah Pada Pekerja Kantoran dan Pekerja
Kasar.

Corwin J. Elizabeth, ( 2009 ), Buku Saku Patofisiologi, Edisi Revisi 3,


Penerbit : Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Corwin Elizabeth J. Buku saku patofisiologi : Sistem kardiovaskular. Edisi


1. Jakarta : EGC, 2009.

Davidson Christopher. (2003), Penyakit Jantung Koroner. Penerbit Dian


Rakyat, Jakarta.

Diah Krisnatuti dan Rina Yenrina. (1999). Panduan Mencegah &


Mengobati
Penyakit Jantung.  Jakarta: Pustaka Swara

Hendriantika, H. (2012), Penelitian Tentang Studi Komparatif Aktivitas


Fisik dengan Faktor Resiko Terjadinya Penyakit jantung Koroner.

Anda mungkin juga menyukai