BAB I
PENDAHULUAN
diantara mereka baru sekitar 30% yang datang berobat teratur. Jumlah yang
tergolong banyak dan dapat terus bertambah jika tidak dilakukan upaya dalam
mengatasi permasalahan ini
Berdasarkan data yang diperoleh dari Rekam Medik Rumah Sakit
Umum Pusat Fatmawati, Jakarta untuk tiga bulan terakhir (Mei, Juni, Juli)
tahun 2008 adalah 72 orang dari 549 yang masuk dilantai V Kiri IRNA B
Teratai Merah RSUP Fatmawati yang mengalami diabetes melitus, Pada bulan
Mei klien dengan diabetes melitus murni sebanyak 29 orang (5,28%) dan
diabetes melitus komplikasi sebanyak 1 orang (0,18%), pada bulan Juni klien
dengan diabetes melitus murni sebanyak 16 orang (2,91%) dan diabetes
melitus komplikasi sebanyak 2 orang (0,36%),dan pada bulan Juli klien
dengan diabetes melitus murni sebanyak 23 orang (4,19%) dan klien dengan
diabetes melitus komplikasi sebanyak 1 orang (0,18%). Data diatas
menunjukkan bahwa penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang dapat
mengancam kesehatan. Walaupun prosentase diabetes melitus yang
mengalami komplikasi masih rendah tetapi peran perawat sangatlah penting
terutama ditekankan pada upaya promotif dan preventif dengan memberikan
pendidikan kesehatan mengenai diit, olahraga, cara pemberian insulin dan
pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya luka serta cara perawatan luka.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Pada Diabetes Melitus tipe II, pankreas masih dapat membuat insulin,
tetapi kualitas insulin yang dihasilkan buruk dan tidak dapat berfungsi dengan
baik sebagai kunci untuk memasukkan glukosa ke dalam sel. Akibatnya
glukosa dalam darah tetap tinggi sehingga terjadi hiperglikemia.
Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka
panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata,
ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah (Gustaviani, 2006). Karena insulin
tetap dihasilkan oleh sel-sel beta pankreas, maka diabetes mellitus tipe II
dianggap sebagai non insulin dependent diabetes mellitus.
Diabetes tipe 2 biasanya terjadi pada usia dewasa (WHO, 2014).
Biasanya terjadi pada usia 45 tahun, tetapi bisa pula timbul pada usia di atas
20 tahun. Kejadian DM Tipe 2 pada wanita lebih tinggi daripada laki-
laki.Wanita lebih berisiko mengidap diabetes karena secara fisik wanita
memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar. Seringkali
diabetes tipe 2 didiagnosis beberapa tahun setelah onset, yaitu setelah
komplikasi muncul sehingga tinggi insidensinya sekitar 90% dari penderita
DM di seluruh dunia dan sebagian besar merupakan akibat dari
memburuknya faktor risiko seperti kelebihan berat badan dan kurangnya
aktivitas fisik (WHO, 2014).
2.1.2 Etiologi
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan diabetes melitus tipe II menurut
Suzanne, C. Smeltzer (2002) adalah usia, obesitas, genetik dan diet atau pola
makan yang salah, yang akan diuraikan sebagai berikut :
1. Usia
Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 30 tahun, pada
kelompok usia ini jumlah insulin yang terdapat dalam tubuh berjumlah
banyak, namun kurang dapat menjalankan fungsinya dengan baik.
2. Faktor Genetik
Orang tua yang memiliki riwayat diabetes melitus cenderung akan
menurunkan kepada anaknya karena diperkirakan genetik locus yang
7
2.1.3 Patofisiologi
2.1.3.1 Proses penyakit
Diabetes Melitus tipe II (NIDDM) disebabkan oleh adanya faktor
usia, genetik, obesitas, diet/pola makan yang salah. Pola makan yang salah
seperti mengkonsumsi makanan yang mengandung terlalu banyak gula,
dapat menyebabkan penumpukan glukosa sehingga terjadi peningkatan
kerja reseptor, menyebabkan kompensasi reseptor sehingga terjadi
resistensi insulin, dari faktor usia, keturunan, obesitas dapat menyebabkan
kerusakan sel pankreas yang dapat menimbulkan kerusakan pada sel beta,
yang dapat mengakibatkan sensitivitas insulin menurun dan terjadi
gangguan sekresi insulin dan dapat terjadi defisiensi insulin sehingga dapat
meningkatkan kadar gula dalam darah yang disebut hiperglikemia. Dari
glukosa yang tidak bisa masuk dalam sel lemak dan protein diperoleh
sehingga terjadi peningkatan lipolisis.
Peningkatan oksidasi asam lemak dan pembentukan keton sehingga
produksi badan keton meningkat dan terjadi ketoasidosis. Akibat dari
hiperglikemia dan defisiensi insulin dapat mengakibatkan tidak efektifnya
8
2.1.3.3 Komplikasi
a. Komplikasi metabolik akut
1) Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah kadar glukosa darah yang abnormal rendah.
Dimana kadar glukosa darah turn dibawah 50-60 mg/dl. Keadaan
ini dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang
berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena
aktivitas fisik yang kuat.
2) Diabetes ketoasidosis
Disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah
insulin yang nyata. Keadaan ini mangakibatkan gangguan pada
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Apabila jumlah
insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel juga akan
berkurang dan prosuksi glukosa oleh hati menjadi tidak
terkendali. Dua faktor ini akan menimbulkan hiperglikemia.
Diuresis osmotik yang ditandai oleh urinasi berlebihan (poliuria)
dikarenakan ginjal mengekskresikan glukosa yang berlebihan
dalam tubuh bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium dan
kalium) yang menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit.
Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak
(lipolisis) menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak
bebas diubah menjadi badan keton oleh hati. Bila bertumpuk
dalam sirkulasi darah, badan keton menimbulkan asidosis
metabolik. Jadi, tiga gambaran klinis yang penting pada diabetes
ketoasidosis yaitu dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis
metabolik.
b. Komplikasi kronik jangka panjang :
1) Mikroangiopati
10
2.1.4 Pathway
c. Pemeriksaan Fisik
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat
badan dan tanda – tanda vital.
1. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher,
telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran,
lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah
goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur /
ganda, diplopia, lensa mata keruh.
2. Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren,
kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
3. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM
mudah terjadi infeksi.
4. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/ hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
5. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase,
perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
6. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.
7. Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan,
cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
8. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk,
reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
18
d. Pemeriksaan Diagnostik
a. Glukosa darah : meningkat 200-100 mg/dl atau lebih.
b. Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok.
c. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
d. Osmolaritas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
e. Eklektrolit : natrium dapat normal, meningkat atau menurun, kalium
dapat normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler), selanjutnya
akan menurun, fosfor lebih sering menurun.
f. Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal
yang mencerminkan kontrol diabetes melitus yang kurang selama
empat bulan terakhir.
g. Gas darah arteri: menunjukkan pH rendah dan penurunan HCO3
(asidosis metabolik).
h. Trombosit darah : Ht mungkin meningkat (dehidrasi).
i. Ureum atau kreatinin : mungkin meningkat atau normal (dehidrasi atau
penurunan fungsi ginjal).
j. Insulin darah : mungkin menurun atau tidak ada (diabetes melitus tipe I)
atau normal (tipe II) yang mengindikasikan glukosa darah dan
kebutuhan akan insulin.
k. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktifitas hormon tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
l. Urine : gula dan aseton positif, berat jenis dan osmolalitas mungkin
meningkat.
m. Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran
kemih, infeksi pernapasan dan infeksi pada luka.
(1854) Pengetahuan
: diet yang sehat
1. Intake nutrisi yang
sesuai dengan
kebutuhan individu
dari skala 2
(pengetahuan
terbatas)
ditingkatkan
menjadi skala 4
(pengetahuan
banyak)
2 Resiko (00002) Resiko Manajemen Hiperglikemi
ketidakstabilan ketidakstabilan kadar (2120)
kadar glukosa glukosa darah 1. Monitor kadar gula daraah,
darah sesuai indikasi
Setelah dilakukan 2. Monitor tanda dan gejala
asuhan keperawatan, hiperglikemi: poliuria,
diharapkan polidipsi, polifagi,
ketidakstabilan kadar kelemahan, latergi, malaise,
glukosa darah normal. pandangan kabur atau sakit
(2300) Kadar kepala.
glukosa darah 3. Monitor ketourin, sesuai
1. Glukosa darah dari indikasi.
skala 2 (deviasi yang 4. Brikan insulin sesuai resep
cukup besar dari 5. Dorong asupan cairan oral
kisaran normal) 6. Batasi aktivitas ketika kadar
ditingkatkan menjadi glukosa darah lebih dari
skala 4 (deviasi ringan 250mg/dl, khusus jika
sedang dari kisaran ketourin terjadi
normal) 7. Dorong pemantauan sendiri
22
ditingkatkan
menjadi skala 4
(ringan)
5 Kerusakan (00044) Kerusakan Pengecekan kulit (3590)
integritas integritas jaringan 1. Gunakan alat pengkajian
jaringan Setelah dilakukan untuk mengidentifikasi
asuhan keperawatan, pasien yang berisiko
diharapkan kerusakan mengalami kerusakan kulit.
integritas jaringan dapat 2. Monitor warna dan suhu
berkurang. kulit
(0401) Status 3. Periksa pakaian yang
sirkulasi terlalu ketat
1. Kekuatan nadi 4. Monitor kulit dan selaput
dorsal pedis kanan lendir terhadap area
dari skala 2 (deviasi perubahan warna, memar,
cukup besar dari dan pecah.
kisaran normal) 5. Ajarkan anggota
ditingkatkan menjadi kelurga/pemberi asuhan
skala 4 (deviasi ringan mengenai tanda-tanda
dari kisaran normal) kerusakan kulit, dengan
2. Kekuatan nadi tepat.
dorsal pedis kiri dari
skala 2 (deviasi cukup
besar dari kisaran
normal) ditingkatkan
menjadi skala 4
(deviasi ringan dari
kisaran normal)
(0407) Perfusi
jaringan : perifer
1. Pengisian kapiler
27
luka : primer
1. Memperkirakan
kondisi tepi luka dari
skala 2 (terbatas)
dotingkatkan menajdi
skala 4 (besar)
menunjukkan)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sering
menunjukkan)
2. Mengikuti
rekomendasi untuk
jumlah makanan per
hari dari skala 2
(jarang menunjukkan)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sering
menunjukkan)
(1632) Perilaku
patuh : aktivitas
yang disarankan
1. Membahas aktivitas
rekomendasi dengan
profesional kesehatan
dari skala 2 (jarang
menunjukkan)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sering
menunjukkan)
9 Ansietas (00146) Ansietas Pengurangan kecemasan
(5820)
Setelah dilakukan Definisi: Mengurangi tekanan,
asuhan keperawatan, ketakutan, firasat, maupun
diharapkan ansietas ketidaknyamanan terkait
pasien berkurang. dengan sumber-sumber bahaya
(1211) Tingkat yang tidak teridentifikasi
kecemasan Akivitas:
33
mengklarifikasi
kesalahpahaman
2.2.5 Evaluasi
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan
klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.
Evaluasi Keperawatan pada Pasien Diabetes Mellitus
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan diabetes mellitus adalah
sebagai berikut.
1. Kondisi tubuh pasien stabil, tidak terjadi gangrene, tidak terjadi nyeri
2. Turgor kulit normal, tidak terjadi lesi atau integritas jaringan
3. Tanda-tanda vital normal
4. Berat badan dapat meningkat dengan nilai laboratorium normal dan
tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
5. Cairan dan elektrolit pasien diabetes normal.
6. Infeksi dan komplikasi tidak terjadi
7. Rasa lelah atau keletihan berkurang/penurunan rasa lelah
37
BAB III
METODE PENELITIAN
b. Memvalidasikan data yang telah diperoleh dari pasien kepada orang lain
yang lebih mengerti.
BAB IV
TINJAUAN KASUS
Resume
Tn. P masuk ke UGD Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta pada
tanggal 19 Juli 20017, dengan keluhan nyeri pada luka di kaki kiri sejak dua
minggu sebelum masuk rumah sakit. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal
19 Juli 2008, Hb = 9,9 g/dl, Ht = 28%, leukosit = 18,6 rb/ul, trombosit = 313
rb/ul, eritrosit = 3,61 juta/ul, GDS = 449 mg/dl, Na = 132 mmol/l, K = 4,00
mmol/l, Cl = 112 mmol/l. Kemudian klien dipindahkan ke lantai V selatan
43
pada tanggal 20 Juli 2008 pada buku status didapatkan data TTV = TD =
110/70 mmHg, N = 80x/mnt, Suhu = 36,80 C, pernapasan = 20x/mnt. Sesak
napas positif, BAK sedikit warna kuning jernih. Masalah keperawatan yang
muncul, resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, resiko kurang
volume cairan tubuh, pola napas tidak efektif, gangguan integritas kulit,
intoleransi aktifitas.
1. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengeluh nyeri pada luka di kaki kiri sejak dua minggu yang
lalu sebelum masuk rumah sakit. Awalnya karena klien sering olahraga
dengan kaki telanjang di jalan yang pernah terkena banjir, karena merasa
gatal-gatal pada telapak kakinya, kemudian digaruk dan menjadi luka
yang tidak sembuh-sembuh, satu bulan yang lalu sebelum masuk rumah
sakit, pada akhirnya klien dibawa ke Rumah Sakit Umum Pusat
Fatmawati Jakarta.
43
44
Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Laki-laki meninggal
: Perempuan meninggal
: Klien
Klien mempunyai tiga orang kakak laki-laki dan satu orang kakak
perempuan, satu orang adik perempuan dan dua orang adik laki-laki.
Kakak laki-laki ketiga mengalami penyakit yang sama, tetapi klien dan
keluarga mengatakan orang tua mereka tidak ada yang mengalami
penyakit yang sama dengan klien.
d. Riwayat Psikososial dan Spiritual
Klien dekat dengan istri dan kakak ketiganya. Pola komunikasi
dalam keluarga terbuka, cara pembuatan keputusan yaitu dengan
musyawarah. Kegiatan kemasyarakatan yang diikuti oleh klien adalah
gotong royong. Dampak penyakit klien terhadap keluarga adalah
keluarga merasa sedih dan khawatir. Mekanisme koping klien dalam
mengatasi stres adalah dengan pemecahan masalah.
Hal yang sangat dipikirkan saat ini adalah kesembuhannya, klien
berharap bisa cepat pulang dan bekerja kembali seperti semula setelah
menjalani perawatan, perubahan yang dirasakan setelah jatuh sakit adalah
klien menjadi bergantung dengan istri dan keluarga jika ingin melakukan
aktivitas. Tidak ada nilai kepercayaan klien yang bertentangan dengan
kesehatan. Aktivitas agama yang biasa dilakukan klien adalah sholat lima
waktu.
e. Kondisi Lingkungan Rumah
Klien dan keluarga mengatakan rumahnya jauh dari jalan raya.
Ventilasi dan penerangan cukup dan selalu dibersihkan setiap hari,
sehingga tidak mempengaruhi dan tidak beresiko terhadap kesehatan.
f. Pola Kebiasaan Sehari-hari Sebelum dan Sesudah Sakit
45
1) Pola Nutrisi
Sebelum sakit klien biasa makan 3 kali sehari dalam sehari,
nafsu makan baik, porsi makanan yang dihabiskan adalah satu
porsi. Tidak ada makanan yang tidak disukai dan makanan yang
membuat alergi adalah ikan laut dan makanan pantangan klien
adalah makanan yang manis-manis. Klien tidak pernah diet
terhadap makanan, klien mengkonsumsi obat glibenklamid 2 kali
sehari sebelum makan, klien tidak menggunakan alat bantu pada
saat makan.
Saat dirawat di rumah sakit frekuensi makan 3 kali dalam
sehari, nafsu makan baik, porsi makanan yang dihabiskan adalah
satu porsi. Tidak ada makanan yang tidak disukai dan makanan
yang membuat alergi. Makanan pantangan adalah yang manis-
manis. Makanan diet yang diberikan pada klien adalah diet
diabetes melitus 2100 kalori, klien diberikan terapi insulin (50 unit
+ NaCl 0,9% 50 cc) dalam syringe pump dan 5 unit 3 kali sehari
sebelum makan. Klien tidak menggunakan NGT.
2) Pola Eliminasi
Sebelum sakit klien buang air kecil 8-10 kali dalam sehari,
warna kuning jernih, tidak ada keluhan dan tidak menggunakan
alat bantu seperti kateter pada saat buang air kecil. Frekuensi klien
buang air besar adalah 1 kali dalam sehari, pada pagi hari berwarna
coklat, bau khas, konsistensi lembek, tidak ada keluhan saat buang
air besar dan tidak pernah menggunakan laxative.
Di rumah sakit klien buang air kecil 5-6 kali dalam sehari
berwarna kuning jernih, tidak ada keluhan dan tidak menggunakan
alat kateter. Klien buang air besar 1 kali sehari, waktu tidak tentu,
warna coklat, bau khas, konsistensi lembek, tidak ada keluhan saat
buang air besar dan tidak menggunakan laxative.
46
5 5 5 5 5 5 5 5
5 5 5 5 5 5 5 2
4.4 Penatalaksanaan
Tanggal 21 Juli 2017, klien mendapat terapi obat yaitu : ceftriaxone
1 x 2 gram, captopril 2 x 6,25 gram, metronidazole 3 x 500 mg,
paracetamol 3 x 500 mg. Terapi cairan IVFD NaCl 0,9 % 20 tts/menit.
Diet diabetes melitus 2100 kalori. Terapi insulin, drip insulin 50 unit
(Actrapid) +NaCl 0,9 % 50 cc dalam syringe pump = 2 unit/jam = 2
cc/jam. Actrapid 3 x 5 iu sebelum makan (pagi, siang, sore). Terapi
perawatan luka : kompres NaCl 0,9 % 2 x dalam sehari. Pemeriksaan
sleeding scale per 6 jam dalam sehari dan pemeriksaan GDN/2 PP 1
minggu 2 kali.
e. Data objektif :
Tampak rembesan pus pada balutan luka, terdapat akses pada pedis
sinistra, klien tampak meringis saat luka dibersihkan, diameter luka 0,5
cm, keadaan luka : tampak adanya pus berwarna putih susu dan coklat,
serta mengeluarkan darah. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 19 Juli
2008 leukosit = 18,4 ribu/ul. Tanggal 22 Juli 2008 = 217 mg/dl, balutan
infus NaCl tampak bersih, daerah penusukan syringe pump tampak
bengkak, agak merah. Klien terpasang infus NaCl 0,9 % 500 ml/8 jam =
20 tts/menit. Insulin drip 50 unit (Actrapid) + NaCl 50 cc dalam syringe
pump. TTV : TD = 110/80 mmHg, N = 88x/menit, pernapasan :
24x/menit, suhu : 370C. Pengisian kapiler lebih dari 3 detik, intake ;
minum = 600 ml/24 jam, parenteral = 1500 ml/24 jam. Output ; BAK =
900 ml/24 jam, IWL = 900 ml/24 jam. Balance cairan : 2100 ml – 1800 ml
= +300 ml/24 jam. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 19 Juli 2008
Ht = 28 %, tanggal 21 Juli 2008, albumin 2,50 gr/dl. Klien tampak lemas,
konjungtiva klien anemis, warna kulit klien pucat, LILA klien 28 cm,
bising usus klien 6x/menit, berat badan sekarang belum dapat dikaji, hasil
pemeriksaan laboratorium tanggal 19 Juli 2008 Hb = 9,9 gram/dl, tanggal
22 Juli 2008 GDN/2 PP belum ada, klien mendapatkan actrapid 3x5 iu
sebelum makan (pagi, siang, sore), keadaan umum sedang, klien tampak
lemas, kesadaran kompos mentis, GCS = E : 4, M : 6, V : kongjungtiva
klien anemis.
lemas
-sering BAK
-klie suka mengonsumsi Retensi insulin
kopi, makan manis,
merokok 10 batang per
hari Hiperglikemia
-pasien mengatakan tidak
pernah berolahraga
Do: Kadar glukosa darah tidak
-pasien tampak lemas terkontrol
-Gula darah sewaktu :
333 mg/dl
-gula darah puasa : 256 Ketidakstabilan kadar
mg/dl glukosa darah
-urine output : >1500
cc/jam
Do :
BB sebelum sakit : 62 kg Ketogenesis
53
Do :
-tampak berbaring di
tempat tidur
-Albumin : 3,54 g/dl;
2,64 g/dl ; 2,27 g/dl
-Globulin : 2,55 g/dl;
2,85 g/dl ; 3,46 g/dl
-Hemoglobin : 13,6 gr%
-Gula darah sewaktu :
333 mg/dl
-Gula drah puasa : 256
mg/dl
(1854) Pengetahuan :
diet yang sehat
1. Intake nutrisi yang
sesuai dengan
kebutuhan individu
dari skala 2
(pengetahuan
terbatas) ditingkatkan
menjadi skala 4
(pengetahuan banyak)
3 Domain 11. (00004) Resiko infeksi Kontrol Infeksi (6540)
Keamanan/ 1. Ganti peralatan perawatan per
Perlindungan Setelah dilakukan pasien sesuai protokol institusi
Kelas 1. Infeksi asuhan keperawatan, 2. Anjurkan pasien mengenai
Resiko infeksi diharapkan tidak terjadi teknik mencuci tangan dengan
(00004) infeksi pada pasien. tepat
(1908) Deteksi risiko 3. Pastikan penanganan aseptik
1. Mengenali tanda dan dari semua saluran IV
gejala yang Perlindungan Infeksi (6550)
mengindikasikan risiki 1. Monitor kerentanan terhadap
dari skala 2 (jarang infeksi
mnunjukkan) 2. Berikan perawatan klit yang
ditingkatkan menjadi tepat Periksa kulit dan selaput
skala 4 (sering lendir untuk adanya kemerahan,
menunjukkan) kehangatan ektrim, atau
2. Memonitor drainase
perubahan status 3. Ajarkan pasien dan keluarga
kesehatan skala 2 bagaimana cara menghindari
(jarang mnunjukkan) infeksi
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sering
61
menunjukkan)
(1902) Kontrol risiko
1. Mengidentifikasi
faktor risiko dari skala
2 (jarang mnunjukkan)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sering
menunjukkan)
1. Mengenali faktor
risiki skala 2 (jarang
mnunjukkan)
ditingkatkan
menjadi skala 4
(sering
menunjukkan)
4 Domain 9. (00146) Ansietas Pengurangan kecemasan (5820)
Koping/ 1. Gunakan pendekatan yang
Toleransi Setelah dilakukan tenang dan menyakinkan
Stress asuhan keperawatan, 2. Nyatakan dengan jelas harapan
Kelas 2. diharapkan ansietas terhadap perilaku klien
Respon pasien berkurang. 3. Pahami situasi krisis yang
Koping (1211) Tingkat terjadi dari perspektif klien
Ansietas kecemasan 4. Berikan informasi faktual tekait
(00146) 1. Tidak dapat diagnosa, perawatan dan
beristirahat dari skala 2 prognosis
(cukup berat) 5. Berada disisi klien untuk
ditingkatkan menjadi meningkatkan rasa aman dan
skala 4 (ringan) mengurangi ketakutan
2. Perasaan gelisah dari 6. Dorong keluarga untuk
skala 2 (cukup berat) mendampingi klien dengan cara
ditingkatkan menjadi yang tepat
62
kelelahan
1. Kelelahan dari skala
2 (cukup besar)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (ringan)
2. Kehilangan selera
makan dari skala 2
(cukup besar)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (ringan)
(0008) Keletihan : efek
yang menganggu
1. Penurunan energi
dari skala 2 (cukup
besar) ditingkatkan
menjadi skala 4
(ringan)
2. Perubahan status
nutrisi dari skala 2
(cukup besar)
ditingkatkan
menjadi skala 4
(ringan)
7. Domain 4. (00204) Pengecekan Kulit (3590)
Aktivitas dan Ketidakefektifan 1. Gunakan alat pengkajian untuk
istirahat. Kelas perfusi jaringan perifer mengidentifikasi pasien yang
4. Respon berisiko mengalami kerusakan
Kardiovaskule Setelah dilakukan kulit.
r/ pulmonal asuhan keperawatan, 2. Monitor warna dan suhu kulit
Ketidakefektifa diharapkan 3. Periksa pakaian yang terlalu
n perfusi ketidakefektifan perfusi ketat
66
jaringan perifer jaringan perifer pasien 4. Monitor kulit dan selaput lendir
(00204) dapat berkurang. terhadap area perubahan warna,
(0401) Status sirkulasi memar, dan pecah.
3. Parestesia dari skala 5. Ajarkan anggota
2 (cukup berat) kelurga/pemberi asuhan
ditingkatkan mengenai tanda-tanda kerusakan
menjadi skala 4 kulit, dengan tepat.
(ringan) Manajemen Sensasi Perifer
4. Asites dari skala 2 (2660)
(cukup berat) 1. Monitor sensasi tumpul atau
ditingkatkan tajam dan panas dan dingin
menjadi skala 4 (yang dirasakan pasien)
(ringan) 2. Monitor adanya Parasthesia
dengan tepat
(0407) Perfusi
3. Intruksikan pasien dan keluarga
jaringan : perifer
untuk memeriksa kulit setiap
1. Parestsia dari skala 2
harinya
(cukup berat)
4. Letakkan bantalan pada bagian
ditingkatkan menjadi
tubuh yang terganggu untuk
skala 4 (ringan)
melindungi area tersebut
(0409) Koagulasi
Perawatan Kaki (1660)
darah
5. Diskusikan dengan pasien dan
1. Pembentukan bekuan
keluarga mengenai perawatan
dari skala 2 (deviasi
kaki rutin
cukup besar dari
1. Anjurkan pasien dan keluarga
kisaran normal)
mengenai pentingnya perawatan
ditingkatkan menjadi
kaki
skala 4 (deviasi ringan
2. Periksa kulit untuk mengetahui
dari kisaran normal)
adanya iritasi, retak, lesi, dll
(0802) Tanda-tanda
3. Keringkan pada sela-sela jari
vital
dengan seksama
67
4.9 Implementasi
No. Hari/ Waktu Implementasi Ttd
Tanggal
1. Senin, 08.00- 1. Memonitor kadar gula darah, sesuai
18/09/17 09.00 indikasi
WIB 2. Memonitor tanda dan gejala hiperglikemi:
poliuria, polidipsi, polifagi, kelemahan,
latergi, malaise, pandangan kabur atau sakit
kepala.
3. Memberikan insulin sesuai resep
4. Mengintruksikan pada pasien dan keluarga
mengenai manajemen diabetes
5. Mengajarkan pasien membuat diary
makanan yang dikonsumsi
2. Senin 10.30- 1. Memonitor kalori dan asupan makanan
18/09/17 11.30 pasien
WIB 2. Memonitor kecenderungan terjadinya
kenaikan atau penurunan berat badan pada
pasien
3. Menentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi
yang dibutuhkan oleh pasien untuk
68
4.10 Evaluasi
Hari, Tanggal, Diagnosa Par
No Evaluasi
Jam keperawatan af
1 19 September 2017 Risiko ketidakstabilan S : Pasien mengatakan sudah
kadar glukosa darah tidak merasa lemas dan
kesemutan di kakinya
O:
-Gula darah puasa : 99 mg/dl
-Gula darah sewaktu : 144
mg/dl
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan diet makan,
dan pantau pemenuhan
70
nutrisi pasien
2 19 September 2017 Gangguan pemenuhan S : pasien mengatakan nafsu
nutrisi kurang dari makan meningkat dan badan
kebutuhan tubuh tidak terasa lemas
O:
-klien makan 3x sehari
-klien menghabiskan satu
porsi makanan dari rumah
sakit
-BB naik 0,5 kg dari 58
menjadi 58,5
A : masalah kebutuhan
nutrisi kurang dapat teratasi
sebagian
P : lanjutkan diet makanan
sehat dan pantau asupan
nutrisi untuk pasien
3 19 September 2017 Risiko defisit volume S : klien mengatakan masih
cairan sering BAK pada malam
hari, klien masih merasa
sering haus
O:
-urine output klien 1300
cc/hari
-BAK 7-8 x/hari
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi untuk
mengurangi diuresi
4 19 September 2017 Risiko infeksi S : klien mengatakan tidak
terasa kesemutan di kakinya
71
BAB V
PEMBAHASAN
Pada bab ini penulis membahas mengenai kesenjangan antara teori dan
lantai V kiri IRNA B Teratai Merah Rumah Sakit Umum Fatmawati, Jakarta,
5.1 Pengkajian
Dari hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 22 Juli 2017, yang
usia, faktor genetik, obesitas dan diet atau pola makan yang salah, sama seperti
etiologi yang terjadi pada klien. Manifestasi klinis yang ditemukan pada klien
sama seperti pada teori diantaranya banyak makan, kelemahan atau kelelahan
dan berat badan menurun. Pemeriksaan penunjang yang ada pada kasus tetapi
adanya tanda-tanda infeksi seperti tampak ada rembesan pus pada balutan luka.
74
dan data yang diperoleh tidak terlalu menyimpang dari teori yang ada, kerja
sama dengan perawat ruangan baik, dokumen yang ada cukup lengkap, standar
yang dipakai di ruangan sesuai dengan standar yang ada dalam teori. Faktor
penyakit jangka panjang atau progresif yang tidak dapat diobati dan kurang
kadar glukosa dalam darah yang ditandai dengan keadaan balutan luka dengan
pus yang merembes dan luka klien sudah terdapat pus dan darah. Resiko
osmotik koloid ditandai dengan klien mengatakan BAK ± 5-6 kali perhari,
balance cairan klien 2100 ml – 1800 ml = +300 ml/24 jam. Resiko perubahan
insulin untuk transport glukosa dalam sel ditandai dengan keluarga klien
mengatakan berat badan klien menurun sejak sakit (1 bulan yang lalu), hasil
Diagnosa yang ada pada teori tetapi tidak muncul pada kasus terdapat
atau progresif yang tidak dapat diobati dan kurang pengetahuan mengenai
diagnosa tersebut.
76
Faktor pendukung untuk kelima diagnosa yang diangkat pada kasus, data
informasi yang dibutuhkan sesuai dengan kondisi klien saat itu. Pada waktu
septik dan aseptik, ukur intake dan output tiap hari, observasi status nutrisi
teknik septik dan aseptik pada prosedur invasif. Dalam membuat perencanaan
dengan prioritas dalam teori. Pada kasus prioritas yang diangkat yaitu resiko
dalam darah, diagnosa ini diangkat sebagai prioritas karena sesuai dengan
kondisi klien saat itu dengan keadaan balutan luka dengan pus yang merembes
dan luka klien sudah terdapat pus dan darah. Pada teori tidak terdapat kriteria
waktu sedangkan pada kasus kriteria waktu selama 3x24 jam, dari masing-
masing diagnosa. Begitu pun dengan kriteria hasil disusun sesuai dengan
keadaan klien sehingga dapat dicapai dan diukur. Faktor pendukung dalam
5.4 Implementasi
mengukur intake dan output tiap hari, mengobservasi status nutrisi klien,
tidak dapat lakukan seperti memberikan obat pada malam hari, dikarenakan
penulis hanya bertugas pada pagi hari. Alternatif pemecahan masalah yang
pendukung klien dan keluarga cukup kooperatif serta perawat ruangan dapat
penghambat yaitu klien terpasang infus di tangan kanan dan terpasang syringe
pump di tangan kiri dan kaki kiri klien tidak mampu untuk menapak dengan
baik sehingga berat badan klien tidak dapat diukur, solusinya menunggu
keadaan luka di kaki kiri klien sedikit membaik sehingga klien dapat menapak
5.5 Evaluasi
tujuan. Dari lima diagnosa yang terdapat pada kasus, yang sudah teratasi
jaringan tidak adekuat (Hb menurun) ditunjukkan dengan klien tidak merasa
lemah lagi, dan klien mampu mengubah posisi (miring kiri dan miring kanan)
secara mandiri sedangkan empat diagnosa lainnya belum teratasi yaitu resiko
dalam darah dimana keadaan luka klien masih terdapat pus dan darah. Resiko
osmotik koloid dimana balance cairan klien 300 ml-600 ml = -300 ml/8 jam.
ketidakcukupan insulin untuk transport glukosa ke dalam sel dimana hasil GDS
rencana tindakan.
79
BAB VI
6.1 Kesimpulan
Dari hasil penerapan proses keperawatan yang penulis lakukan pada klien
lantai V kiri IRNA B Teratai Merah Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati,
penyebabnya adalah obesitas dan pola makan yang salah. Dengan gejala seperti
banyak makan, kelemahan tubuh, atau kelelahan dan berat badan menurun,
serta adanya luka gangrene yang merupakan komplikasi dari diabetes melitus.
infus/syringe pump.
berdasarkan prioritas masalah yang ada pada klien. Rencana yang sudah
80
dengan teknik septik dan aseptik, mengukur intake dan output tiap hari,
Pada tahap evaluasi terdapat satu diagnosa yang sudah teratasi yaitu
tidak adekuat (Hb menurun) sedangkan empat diagnosa yang belum teratasi
transport glukosa ke dalam sel dan resiko terhadap infeksi berhubungan dengan
syringe pump.
6.2 Saran
keperawatan dan interaksi dengan klien, tim keperawatan dan tim kesehatan di
lantai V kiri IRNA B Teratai Merah Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati,
DAFTAR PUSTAKA
Noer, Sjaifoellah Prof. dr. H. M.(2004). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid
I.Edisi 3.Jakarta : Balai Penerbit FKUI
Soebardi, S., & Yunir E, 2007. Terapi Non Farmakologis Pada DiabetesMelitus
dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat
Penerbitan FKUI: Hlm 1864-186.