Anda di halaman 1dari 84

1

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Dalam mewujudkan Indonesia sehat 2010, diperlukan adanya
peningkatan mutu kesehatan terutama dalam hal mendeteksi secara dini
tentang penyakit degeneratif. Dengan adanya pergeseran gaya hidup
masyarakat terutama yang bermukim di perkotaan memicu tingginya angka
penyakit degeneratif Jantung, Hipertensi, Gagal Ginjal dan Diabetes Melitus.
Yang merupakan faktor pencetus penyakit diabetes melitus, antara lain : pola
makan yang saat ini menjadi trend seperti mengkonsumsi makanan siap saji,
minuman ringan dengan kadar glukosa tinggi dan kurang olahraga. Selain itu
karena kesibukan kerja, kebiasaan di depan TV dan komputer dalam waktu
yang lama sambil mengkonsumsi makanan ringan menyebabkan orang dewasa
malas untuk bergerak sehingga orang dewasa cenderung mengalami
kegemukan, sehingga hal ini dapat menyebabkan penyakit diabetes melitus
baik pada anak – anak maupun orang dewasa.
Selama ini dikenal ada dua tipe diabetes melitus yaitu tipe I (IDDM)
diabetes tergantung dengan insulin dan tipe II (NIDDM) diabetes yang tidak
tergantung dengan insulin. Tipe II mencakup 80 – 90% dari seluruh kasus
diabetes melitus dan umumnya penderita mengalami kelebihan berat badan.
Diabetes melitus tipe II biasanya ditandai dengan adanya poliphagia, poliuri,
polidipsia, kesemutan, kelelahan / kelemahan fisik dan berat badan menurun.
Pada diabetes melitus lanjut dapat mengakibatkan gangguan metabolik akut
(ketoasidosis), komplikasi vaskuler jangka panjang (retinopati dibetik),
mikroangiopaty, makroangiopaty dan gangrene (Smeltzer, C. Suzzane, 2001).
Menurut data WHO, Indonesia menempati urutan ke-empat terbesar
dalam jumlah penderita diabetes melitus di dunia. Pada tahun 2000, terdapat
sekitar 5,6 juta penduduk Indonesia yang mengidap diabetes. Namun, pada
tahun 2006 diperkirakan jumlah penderita diabetes di Indonesia meningkat
tajam menjadi 14 juta orang, dimana baru 50% yang sadar mengidapnya dan
2

diantara mereka baru sekitar 30% yang datang berobat teratur. Jumlah yang
tergolong banyak dan dapat terus bertambah jika tidak dilakukan upaya dalam
mengatasi permasalahan ini
Berdasarkan data yang diperoleh dari Rekam Medik Rumah Sakit
Umum Pusat Fatmawati, Jakarta untuk tiga bulan terakhir (Mei, Juni, Juli)
tahun 2008 adalah 72 orang dari 549 yang masuk dilantai V Kiri IRNA B
Teratai Merah RSUP Fatmawati yang mengalami diabetes melitus, Pada bulan
Mei klien dengan diabetes melitus murni sebanyak 29 orang (5,28%) dan
diabetes melitus komplikasi sebanyak 1 orang (0,18%), pada bulan Juni klien
dengan diabetes melitus murni sebanyak 16 orang (2,91%) dan diabetes
melitus komplikasi sebanyak 2 orang (0,36%),dan pada bulan Juli klien
dengan diabetes melitus murni sebanyak 23 orang (4,19%) dan klien dengan
diabetes melitus komplikasi sebanyak 1 orang (0,18%). Data diatas
menunjukkan bahwa penyakit ini merupakan salah satu penyakit yang dapat
mengancam kesehatan. Walaupun prosentase diabetes melitus yang
mengalami komplikasi masih rendah tetapi peran perawat sangatlah penting
terutama ditekankan pada upaya promotif dan preventif dengan memberikan
pendidikan kesehatan mengenai diit, olahraga, cara pemberian insulin dan
pencegahan terhadap kemungkinan terjadinya luka serta cara perawatan luka.

1.2 Batasan Masalah


Pada studi kasus ini, Asuhan Keperawatan pada Tn. P dengan Diabetes
Melitus Tipe II (NIDDM) dengan komplikasi Gangrene.

1.3 Rumusan Masalah


Bagaimanakah Asuhan Keperawatan pada Tn.P yang mengalami Diabetes
Melitus Tipe II (NIDDM) dengan komplikasi Gangrene
3

1.4 Tujuan Penelitian


1.4.1 Tujuan Umum
Penulis mendapat gambaran dan pengalaman secara nyata tentang
penetapan proses asuhan keperawatan secara komprehensif terhadap
klien Tn. P dengan Diabetes Melitus Tipe II (NIDDM) dengan
komplikasi Gangrene
1.4.2 Tujuan Khusus
Setelah melakukan asuhan keperawatan kepada Tn.P dengan Diabetes
Melitus tipe 2 dengan komplikasi gangrene mahasiswa/i diharapkan
mampu:
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan Diabetes
Melitus tipe 2 dengan komplikasi gangrene.
b. Merumuskan masalah keperawatan pada klien dengan Diabetes
Melitus tipe 2 dengan komplikasi gangrene.
c. Merencanakan tindakan keperawatan pada klien dengan Diabetes
Melitus tipe 2 dengan komplikasi gangrene.
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien dengan Diabetes
Melitus tipe 2 dengan komplikasi gangrene.
e. Melaksanakan evaluasi keperawatan pada klien dengan Diabetes
Melitus tipe 2 dengan komplikasi gangrene.
f. Mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori dan
kasus.
g. Mengidentifikasi faktor-faktor pendukung, penghambat serta
mencari solusinya.
h. Mendokumentasikan semua kegiatan keperawatan dalam bentuk
narasi.
4

1.5 Manfaat Penelitian


1.5.1 Manfaat Teoritis
Menambah khasanah keilmuan sehingga peningkatan ilmu
pengetahuan, menambah wawasan dalam mencari pemecahan
permasalahan pada Tn.P dengan diabetes melitus dengan gangrene.

1.5.2 Manfaat Praktis


1.5.2.1 Bagi Klien dan Keluarga
Sebagai tambahan pengetahuan bagi klien dan keluarga untuk
memahami keadaannya, sehingga dapat mengambil keputusan yang
sesuai dengan masalah serta ikut memperhatikan dan melaksanakan
tindakan yang diberikan oleh perawat.
1.5.2.2 Bagi Perawat
Dapat dijadikan bahan masukan bagi perawat di rumah sakit dalam
melakukan tindakan asuhan keperawatan dalam rangka
meningkatkan mutu pelayanan yang baik khususnya klien diabetes
melitus.
1.5.2.3 Bagi Peneliti Lainnya
Sebagai referensi bagi peneliti selanjutnya dan akan melakukan
penelitian yang sama dimasa mendatang.
5

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Teori Diabetes Melitus


2.1.1 Definisi
Diabetes mellitus adalah penyakit yang disebabkan oleh penurunan
kadar hormon insulin yang diproduksi oleh kelenjar pankreas yang
mengakibatkan meningkatnya kadar glukosa dalam darah. Penurunan ini
mengakibatkan glukosa yang dikonsumsi oleh tubuh tidak dapat diproses
secara sempurna sehingga konsentrasi glukosa dalam darah akan meningkat.
Diabetes Mellitus terbagi menjadi beberapa tipe, yaitu DM tipe 1, DM tipe 2,
DM Sekunder dan DM gestasional. Diabetes mellitus adalalah gangguan
metabolisme yang secara genetik dan klinis termasuk heterogen dengan
manifestasi berupa hilangnya toleransi karbohidrat, jika telah berkembang
penuh secara klinis maka diabetes mellitus ditandai dengan hiperglikemia
puasa dan postprandial, aterosklerosis dan penyakit vaskular mikroangiopati.
Menurut American Diabetes Association (ADA) 2005, Diabetes
melitus tipe 2 merupakan suatu kelompok penyakit metabolik dengan
karakteristik hiperglikemia yang terjadi karena kelainan sekresi insulin, kerja
insulin atau kedua-duanya. Diabetes Mellitus Tipe 2 adalah penyakit
gangguan metabolik yang di tandai oleh kenaikan gula darah akibat
penurunan sekresi insulin oleh sel beta pankreas dan atau ganguan fungsi
insulin (resistensi insulin). Resistensi insulin adalah turunnya kemampuan
insulin untuk merangsang pengambilan glukosa oleh jaringan perifer dan
untuk menghambat produksi glukosa oleh hati sehingga glukosa tidak dapat
masuk ke dalam sel dan akhirnya tertimbun dalam peredaran darah. Sel β
tidak mampu mengimbangi resistensi insulin ini sepenuhnya, artinya terjadi
defisiensi relatif insulin. Ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya
sekresi insulin pada rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa
bersama bahan perangsang sekresi insulin lain. Berarti sel β pankreas
mengalami desensitisasi terhadap glukosa.
6

Pada Diabetes Melitus tipe II, pankreas masih dapat membuat insulin,
tetapi kualitas insulin yang dihasilkan buruk dan tidak dapat berfungsi dengan
baik sebagai kunci untuk memasukkan glukosa ke dalam sel. Akibatnya
glukosa dalam darah tetap tinggi sehingga terjadi hiperglikemia.
Hiperglikemia kronik pada diabetes berhubungan dengan kerusakan jangka
panjang, disfungsi atau kegagalan beberapa organ tubuh, terutama mata,
ginjal, saraf, jantung dan pembuluh darah (Gustaviani, 2006). Karena insulin
tetap dihasilkan oleh sel-sel beta pankreas, maka diabetes mellitus tipe II
dianggap sebagai non insulin dependent diabetes mellitus.
Diabetes tipe 2 biasanya terjadi pada usia dewasa (WHO, 2014).
Biasanya terjadi pada usia 45 tahun, tetapi bisa pula timbul pada usia di atas
20 tahun. Kejadian DM Tipe 2 pada wanita lebih tinggi daripada laki-
laki.Wanita lebih berisiko mengidap diabetes karena secara fisik wanita
memiliki peluang peningkatan indeks masa tubuh yang lebih besar. Seringkali
diabetes tipe 2 didiagnosis beberapa tahun setelah onset, yaitu setelah
komplikasi muncul sehingga tinggi insidensinya sekitar 90% dari penderita
DM di seluruh dunia dan sebagian besar merupakan akibat dari
memburuknya faktor risiko seperti kelebihan berat badan dan kurangnya
aktivitas fisik (WHO, 2014).

2.1.2 Etiologi
Faktor-faktor yang dapat menyebabkan diabetes melitus tipe II menurut
Suzanne, C. Smeltzer (2002) adalah usia, obesitas, genetik dan diet atau pola
makan yang salah, yang akan diuraikan sebagai berikut :
1. Usia
Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 30 tahun, pada
kelompok usia ini jumlah insulin yang terdapat dalam tubuh berjumlah
banyak, namun kurang dapat menjalankan fungsinya dengan baik.
2. Faktor Genetik
Orang tua yang memiliki riwayat diabetes melitus cenderung akan
menurunkan kepada anaknya karena diperkirakan genetik locus yang
7

menurunkan penyakit diabetes melitus tipe II yaitu kromosom tipe II yang


menyebabkan resistensi insulin.
3. Obesitas
Orang yang gemuk, insulin yang beredar didalam tubuh menjadi tidak
efektif, yang disebabkan banyaknya glukosa didalam tubuh meskipun
pankreas telah bekerja keras mengeluarkan insulin untuk menormalkan
kadar glukosa dalam darah.
4. Diet atau pola makan yang salah
Orang yang mengkonsumsi lemak yang lebih tinggi dari kebutuhannya
akan mempunyai resiko yang tinggi terkena penyakit diabetes melitus.
Diet atau pola makan yang salah dengan mengkonsumsi lemak yang tinggi
akan menurunkan kepekaan reseptor di pankreas untuk menghasilkan
insulin. Hal ini akan diperburuk dengan mengkonsumsi gula yang tinggi.

2.1.3 Patofisiologi
2.1.3.1 Proses penyakit
Diabetes Melitus tipe II (NIDDM) disebabkan oleh adanya faktor
usia, genetik, obesitas, diet/pola makan yang salah. Pola makan yang salah
seperti mengkonsumsi makanan yang mengandung terlalu banyak gula,
dapat menyebabkan penumpukan glukosa sehingga terjadi peningkatan
kerja reseptor, menyebabkan kompensasi reseptor sehingga terjadi
resistensi insulin, dari faktor usia, keturunan, obesitas dapat menyebabkan
kerusakan sel pankreas yang dapat menimbulkan kerusakan pada sel beta,
yang dapat mengakibatkan sensitivitas insulin menurun dan terjadi
gangguan sekresi insulin dan dapat terjadi defisiensi insulin sehingga dapat
meningkatkan kadar gula dalam darah yang disebut hiperglikemia. Dari
glukosa yang tidak bisa masuk dalam sel lemak dan protein diperoleh
sehingga terjadi peningkatan lipolisis.
Peningkatan oksidasi asam lemak dan pembentukan keton sehingga
produksi badan keton meningkat dan terjadi ketoasidosis. Akibat dari
hiperglikemia dan defisiensi insulin dapat mengakibatkan tidak efektifnya
8

kerja insulin untuk mengantarkan glukosa ke dalam sel, sehingga sel


kelaparan (asthenia) sehingga timbul rasa lapar yang terus-menerus
(poliphagi). Selain itu juga dapat mengakibatkan energi sel berkurang,
mengakibatkan metabolisme meningkat, metabolisme lemak meningkat
dan biasanya terjadi penurunan berat badan dan lemah. Glukosa tidak
masuk dalam sel dapat juga mengakibatkan hipoglikemia, ini dikarenakan
makan yang kurang namun aktivitas insulin berlebih.

2.1.3.2 Manifestasi klinis


a. Poliphagia (banyak makan)
Karena kurangnya insulin sehingga nutrisi tidak dapat msuk kedalam
sel, sehingga sel lapar (astenia) sebagai respon klien pun merasa lapar
dan ingin makan terus.
b. Poliuria (banyak kencing)
Karena pada klien diabetes melitus terjadi hiperosmolar vaskular
(melebarnya dinding pembuluh darah) akibat hiperglikemia yang
menyebabkan glukosa plasma melebihi ambang batas ginjal sehingga
terjadi perpindahan cairan dari ekstrasel ke intrasel sehingga klien
sering BAK.
c. Polidipsia (banyak minum)
Respon ini terjadi karena sering BAK, mengakibatkan klien merasa
haus terus.
d. Kesemutan
Peningkatan gukosa darah dalam waktu yang lama mengakibatkan
terjadinya perubahan konduksi saraf sehingga kaki terasa
baal/kesemutan.
e. Kelelahan/kelamahan tubuh
Disebabkan glukosa didalam darah tidak dapat masuk ke dalam sel. Hal
ini disebabkan karena tubuh kekurangan insulin sehingga untuk
menghasilkan energi yang dibutuhkan untuk beraktifitas tubuh
membakar cadangan lemak yang ada. Jika cadangan lemak dibakar
9

dalam jumlah yang berlebihan menimbulkan ketoasidosis diabetik yang


ditandai dengan nyeri abdomen, nausea, mual dan muntah.

2.1.3.3 Komplikasi
a. Komplikasi metabolik akut
1) Hipoglikemia
Hipoglikemia adalah kadar glukosa darah yang abnormal rendah.
Dimana kadar glukosa darah turn dibawah 50-60 mg/dl. Keadaan
ini dapat terjadi akibat pemberian insulin atau preparat oral yang
berlebihan, konsumsi makanan yang terlalu sedikit atau karena
aktivitas fisik yang kuat.
2) Diabetes ketoasidosis
Disebabkan oleh tidak adanya insulin atau tidak cukupnya jumlah
insulin yang nyata. Keadaan ini mangakibatkan gangguan pada
metabolisme karbohidrat, protein dan lemak. Apabila jumlah
insulin berkurang, jumlah glukosa yang memasuki sel juga akan
berkurang dan prosuksi glukosa oleh hati menjadi tidak
terkendali. Dua faktor ini akan menimbulkan hiperglikemia.
Diuresis osmotik yang ditandai oleh urinasi berlebihan (poliuria)
dikarenakan ginjal mengekskresikan glukosa yang berlebihan
dalam tubuh bersama-sama air dan elektrolit (seperti natrium dan
kalium) yang menyebabkan dehidrasi dan kehilangan elektrolit.
Akibat defisiensi insulin yang lain adalah pemecahan lemak
(lipolisis) menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Asam lemak
bebas diubah menjadi badan keton oleh hati. Bila bertumpuk
dalam sirkulasi darah, badan keton menimbulkan asidosis
metabolik. Jadi, tiga gambaran klinis yang penting pada diabetes
ketoasidosis yaitu dehidrasi, kehilangan elektrolit dan asidosis
metabolik.
b. Komplikasi kronik jangka panjang :
1) Mikroangiopati
10

Merupakan lesi spesifik diabetes yang menyerang kapiler dan


arteriola retina (retinopati diabetik), glomerulus ginjal (netropati
diabetik) dan saraf-saraf perifer (neuropati diabetik), otot-otot
serta kulit.
2) Makroangiopati
Makroangiopati diabetik mempunyai gambaran histopatologis
berupa gabungan dari gangguan biokimia yang disebabkan oleh
insufiensi insulin dapat menjadi penyebab jenis penyakit vaskuler.
Gangguan-gangguan ini berupa penimbunan sorbitol dalam
intimavaskuler, hiperlipoproteinemia dan kelainan pembekuan
darah.
c. Neuropati
Neuropati dalam diabetes mengacu kepada kelompok
penyakit yang menyerang sistem saraf termasuk saraf perifer
(sensori motor), otonom dan spinal.
Kerusakan saraf perifer terjadi karena glukosa tidak
dimetabolisir secara normal dan karena aliran darah ke kulit
berkurang dan hilangnya rasa yang menyebabkan cedera berulang
yang tidak kunjung sembuh (gangrene).
Gangrene adalah kelainan pada syaraf, kelainan pembuluh
darah dan kemudian adanya infeksi.
a. Etiologi dari gangrene ; bakteri streptococcus grup A,
staphylococcus aureus, neuropati, penyakit vaskuler
perifer, penurunan daya imunitas.
b. Manifestasi klinis antara lain ; nyeri, peningkatan glukosa
dalam darah, penurunan kadar insulin, pembengkakan,
kemerahan, abses / pus, ulserasi.
c. Patofisiologi ; kelainan tungkai bawah karena diabetes
disebabkan adanya gangguan pembuluh darah, gangguan
saraf, dan adanya infeksi. Pada gangguan pembuluh
darah, kaki bisa terasa sakit, jika diraba terasa dingin, jika
11

ada luka sukar sembuh, karena aliran darah ke bagian


tersebut sudah berkurang. Pemeriksaan nadi pada kaki
sukar diraba, kulit tampak pucat atau kebiru-biruan,
kemudian pada akhirnya dapat menjadi jaringan busuk
kemudian terinfeksi dan kuman tumbuh subur sehingga
menjadi gangrene. Hal ini akan membahayakan pasien
karena infeksi bisa menjalar ke seluruh tubuh (sepsis).
d. Gangrene bisa menyebabkan komplikasi ; deformitas,
kelumpuhan, nekrosis jaringan, luksasi (bergesernya
sendi), kaput metatarsal, charcaot (perubahan bentuk
kaki), kematian saraf.

2.1.4 Pathway

2.1.5 Penatalaksanaan Medis


1. Terapi insulin
12

2. Indikasi pemberian insulin pada pasien diabetes melitus yang berusia


lanjut sama seperti non usia yanitu adanya kegagalan terapi
otoketoasidosis, koma hiperoosmolar, adanya infeksi (stres). Dianjurkan
memakai insulin intermediet acting yang dicampur dengan insulin short-
acting dan dapat diberikan 1-2x/hari, dengan dosis tetap serta kalori dalam
makanan harus tetap dengan waktu tertentu (sebelum/sesudah makan).
3. Obat Hipoglikemia Oral (OHO)
4. Obat hipoglikemia oral diberikan jika pengaturan diet dan latihan tidak
berhasil. Di Indonesia OHO yang dipakai adalah 2-3x500 mg/dl.
5. Pemberian Antibiotik
6. Pemberian Analgetik

2.1.6 Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Penunjang Untuk penegakan diagnosis DM tipe II yaitu


dengan pemeriksaan glukosa darah dan pemeriksaan glukosa peroral (TTGO).
Sedangkan untuk membedakan DM tipe II dan DM tipe I dengan
pemeriksaan C-peptide.
1. Pemeriksaan glukosa darah
a) Glukosa Plasma Vena Sewaktu
Pemeriksaan gula darah vena sewaktu pada pasien DM tipe II
dilakukan pada pasien DM tipe II dengan gejala klasik seprti poliuria,
polidipsia dan polifagia. Gula darah sewaktu diartikan kapanpun tanpa
memandang terakhir kali makan. Dengan pemeriksaan gula darah
sewaktu sudah dapat menegakan diagnosis DM tipe II. Apabila kadar
glukosa darah sewaktu ≥ 200 mg/dl maka penderita tersebut sudah
dapat disebut DM. Pada penderita ini tidak perlu dilakukan
pemeriksaan tes toleransi glukosa.
b) Glukosa Plasma Vena Puasa
Pada pemeriksaan glukosa plasma vena puasa, penderita dipuasakan
8-12 jam sebelum tes dengan menghentikan semua obat yang
digunakan, bila ada obat yang harus diberikan perlu ditulis dalam
13

formulir. Intepretasi pemeriksan gula darah puasa sebagai berikut :


kadar glukosa plasma puasa < 110 mg/dl dinyatakan normal, ≥126
mg/dl adalah diabetes melitus, sedangkan antara 110- 126 mg/dl
disebut glukosa darah puasa terganggu (GDPT). Pemeriksaan gula
darah puasa lebih efektif dibandingkan dengan pemeriksaan tes
toleransi glukosa oral.
c) Glukosa 2 jam Post Prandial (GD2PP) Tes dilakukan bila ada
kecurigaan DM.
Pasien makan makanan yang mengandung 100gr karbohidrat sebelum
puasa dan menghentikan merokok serta berolahraga. Glukosa 2 jam
Post Prandial menunjukkan DM bila kadar glukosa darah ≥ 200 mg/dl,
sedangkan nilai normalnya ≤ 140. Toleransi Glukosa Terganggu
(TGT) apabila kadar glukosa > 140 mg/dl tetapi < 200 mg/dl.
d) Glukosa jam ke-2 pada Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO)
Pemeriksan Tes Toleransi Glukosa Oral (TTGO) dilakukan apabila
pada pemeriksaan glukosa sewaktu kadar gula darah berkisar 140-200
mg/dl untuk memastikan diabetes atau tidak. Sesuai kesepakatan
WHO tahun 2006,tatacara tes TTGO dengan cara melarutkan 75gram
glukosa pada dewasa, dan 1,25 mg pada anak-anak kemudian
dilarutkan dalam air 250-300 ml dan dihabiskan dalam waktu 5 menit.
TTGO dilakukan minimal pasien telah berpuasa selama minimal 8
jam. Penilaian adalah sebagai berikut: 1) Toleransi glukosa normal
apabila ≤ 140 mg/dl; 2) Toleransi glukosa terganggu (TGT) apabila
kadar glukosa > 140 mg/dl tetapi < 200 mg/dl; dan 3) Toleransi
glukosa ≥ 200 mg/dl disebut diabetes melitus.
2. Pemeriksaan HbA1c
HbA1c merupakan reaksi antara glukosa dengan hemoglobin, yang
tersimpan dan bertahan dalam sel darah merah selama 120 hari sesuai
dengan umur eritrosit. Kadar HbA1c bergantung dengan kadar glukosa
dalam darah, sehingga HbA1c menggambarkan rata-rata kadar gula darah
selama 3 bulan. Sedangkan pemeriksaan gula darah hanya mencerminkan
14

saat diperiksa, dan tidak menggambarkan pengendalian jangka panjang.


Pemeriksaan gula darah diperlukan untuk pengelolaaan diabetes terutama
untuk mengatasi komplikasi akibat perubahan kadar glukosa yang berubah
mendadak.
Tabel Kategori HbA1c yaitu :
HbA1c < 6.5 % Kontrol glikemik baik
HbA1c 6.5 -8 % Kontrol glikemik sedang
HbA1c > 8 % Kontrol glikemik buruk

2.2 Konsep Asuhan Keperawatan Teoritis


2.2.1 Pengkajian Keperawatan
Asuhan keperawatan pada tahap pertama yaitu pengkajian. Dalam pengkajian
perlu di data biodata pasiennya dan data-data lain untuk menunjang diagnosa. Data-
data tersebut harus yang seakurat-akuratnya, agar dapat di gunakan dalam tahp
berikutnya. Misalnya meliputi nama pasien, umur, keluhan utama, dan masih
banyak lainnya.
a. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan sekarang :
Biasanya klien masuk ke RS dengan keluhan nyeri, kesemutan pada
ekstremitas bawah, luka yang sukar sembuh, kulit kering, merah, dan
bola mata cekung, Sakit kepala, menyatakan seperti mau muntah,
kesemutan, lemah otot, disorientasi, letargi, koma dan bingung.
Riwayat kesehatan lalu
Biasanya klien DM mempunyai Riwayat hipertensi, penyakit jantung
seperti Infart miokard
Riwayat kesehatan keluarga
Biasanya Ada riwayat anggota keluarga yang menderita DM
b. Pengkajian Pola Gordon
1. Pola persepsi
Pada pasien gangren kaki diabetik terjadi perubahan persepsi dan tata
laksana hidup sehat karena kurangnya pengetahuan tentang dampak
15

gangren kaki diabetuk sehingga menimbulkan persepsi yang negatif


terhadap dirinya dan kecenderungan untuk tidak mematuhi prosedur
pengobatan dan perawatan yang lama, lebih dari 6 juta dari penderita
DM tidak menyadari akan terjadinya resiko Kaki diabetik bahkan
mereka takut akan terjadinya amputasi (Debra Clair, journal februari
2011).
2. Pola nutrisi metabolik
Akibat produksi insulin tidak adekuat atau adanya defisiensi insulin
maka kadar gula darah tidak dapat dipertahankan sehingga
menimbulkan keluhan sering kencing, banyak makan, banyak minum,
berat badan menurun dan mudah lelah. Keadaan tersebut dapat
mengakibatkan terjadinya gangguan nutrisi dan metabolisme yang
dapat mempengaruhi status kesehatan penderita. Nausea, vomitus, berat
badan menurun, turgor kulit jelek, mual/muntah.
3. Pola eliminasi
Adanya hiperglikemia menyebabkan terjadinya diuresis osmotik yang
menyebabkan pasien sering kencing (poliuri) dan pengeluaran glukosa
pada urine ( glukosuria ). Pada eliminasi alvi relatif tidak ada gangguan.
4. Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan, susah berjalan/bergerak, kram otot, gangguan istirahat dan
tidur, tachicardi/tachipnea pada waktu melakukan aktivitas dan bahkan
sampai terjadi koma. Adanya luka gangren dan kelemahan otot – otot
pada tungkai bawah menyebabkan penderita tidak mampu
melaksanakan aktivitas sehari-hari secara maksimal, penderita mudah
mengalami kelelahan.
5. Pola tidur dan istirahat
Istirahat tidak efektif Adanya poliuri, nyeri pada kaki yang luka ,
sehingga klien mengalami kesulitan tidur.
6. Kognitif persepsi
16

Pasien dengan gangren cenderung mengalami neuropati / mati rasa pada


luka sehingga tidak peka terhadap adanya nyeri. Pengecapan
mengalami penurunan, gangguan penglihatan .
7. Persepsi dan konsep diri
Adanya perubahan fungsi dan struktur tubuh akan menyebabkan
penderita mengalami gangguan pada gambaran diri. Luka yang sukar
sembuh, lamanya perawatan, banyaknya biaya perawatan dan
pengobatan menyebabkan pasien mengalami kecemasan dan gangguan
peran pada keluarga ( self esteem ).
8. Peran hubungan
Luka gangren yang sukar sembuh dan berbau menyebabkan penderita
malu dan menarik diri dari pergaulan.
9. Seksualitas
Angiopati dapat terjadi pada sistem pembuluh darah di organ
reproduksi sehingga menyebabkan gangguan potensi sek, gangguan
kualitas maupun ereksi, serta memberi dampak pada proses ejakulasi
serta orgasme. Adanya peradangan pada daerah vagina, serta orgasme
menurun dan terjadi impoten pada pria. risiko lebih tinggi terkena
kanker prostat berhubungan dengan nefropati.(Chin-Hsiao Tseng on
journal, Maret 2011)
10. Koping toleransi
Lamanya waktu perawatan, perjalanan penyakit yang kronik, perasaan
tidak berdaya karena ketergantungan menyebabkan reaksi psikologis
yang negatif berupa marah, kecemasan, mudah tersinggung dan lain –
lain, dapat menyebabkan penderita tidak mampu menggunakan
mekanisme koping yang konstruktif / adaptif.
11. Nilai keprercayaan
Adanya perubahan status kesehatan dan penurunan fungsi tubuh serta
luka pada kaki tidak menghambat penderita dalam melaksanakan
ibadah tetapi mempengaruhi pola ibadah penderita.
17

c. Pemeriksaan Fisik
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat
badan dan tanda – tanda vital.
1. Kepala dan leher
Kaji bentuk kepala, keadaan rambut, adakah pembesaran pada leher,
telinga kadang-kadang berdenging, adakah gangguan pendengaran,
lidah sering terasa tebal, ludah menjadi lebih kental, gigi mudah
goyah, gusi mudah bengkak dan berdarah, apakah penglihatan kabur /
ganda, diplopia, lensa mata keruh.
2. Sistem integumen
Turgor kulit menurun, adanya luka atau warna kehitaman bekas luka,
kelembaban dan shu kulit di daerah sekitar ulkus dan gangren,
kemerahan pada kulit sekitar luka, tekstur rambut dan kuku.
3. Sistem pernafasan
Adakah sesak nafas, batuk, sputum, nyeri dada. Pada penderita DM
mudah terjadi infeksi.
4. Sistem kardiovaskuler
Perfusi jaringan menurun, nadi perifer lemah atau berkurang,
takikardi/bradikardi, hipertensi/ hipotensi, aritmia, kardiomegalis.
5. Sistem gastrointestinal
Terdapat polifagi, polidipsi, mual, muntah, diare, konstipasi, dehidrase,
perubahan berat badan, peningkatan lingkar abdomen, obesitas.
6. Sistem urinary
Poliuri, retensio urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat
berkemih.
7. Sistem muskuloskeletal
Penyebaran lemak, penyebaran masa otot, perubahn tinggi badan,
cepat lelah, lemah dan nyeri, adanya gangren di ekstrimitas.
8. Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parasthesia, anastesia, letargi, mengantuk,
reflek lambat, kacau mental, disorientasi.
18

d. Pemeriksaan Diagnostik
a. Glukosa darah : meningkat 200-100 mg/dl atau lebih.
b. Aseton plasma (keton) : positif secara mencolok.
c. Asam lemak bebas : kadar lipid dan kolesterol meningkat
d. Osmolaritas serum : meningkat tetapi biasanya kurang dari 330 mOsm/l
e. Eklektrolit : natrium dapat normal, meningkat atau menurun, kalium
dapat normal atau peningkatan semu (perpindahan seluler), selanjutnya
akan menurun, fosfor lebih sering menurun.
f. Hemoglobin glikosilat : kadarnya meningkat 2-4 kali lipat dari normal
yang mencerminkan kontrol diabetes melitus yang kurang selama
empat bulan terakhir.
g. Gas darah arteri: menunjukkan pH rendah dan penurunan HCO3
(asidosis metabolik).
h. Trombosit darah : Ht mungkin meningkat (dehidrasi).
i. Ureum atau kreatinin : mungkin meningkat atau normal (dehidrasi atau
penurunan fungsi ginjal).
j. Insulin darah : mungkin menurun atau tidak ada (diabetes melitus tipe I)
atau normal (tipe II) yang mengindikasikan glukosa darah dan
kebutuhan akan insulin.
k. Pemeriksaan fungsi tiroid : peningkatan aktifitas hormon tiroid dapat
meningkatkan glukosa darah dan kebutuhan akan insulin.
l. Urine : gula dan aseton positif, berat jenis dan osmolalitas mungkin
meningkat.
m. Kultur dan sensitivitas : kemungkinan adanya infeksi pada saluran
kemih, infeksi pernapasan dan infeksi pada luka.

2.2.2 Diagnosa Keperawatan

Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien yang mengalami penyakit


diabetes militus:
1. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d
gangguan keseimbangan insulin, makanan dan aktivitas jasmani.
19

2. Resiko ketidakstabilan kadar glukosa darah b.d kurang pengetahuan


tenatang manajemen diabetes
3. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer b.d penurunan sirkulasi
darah ke perifer, proses penyakit (DM).
4. Resiko kekurangan volume cairan b.d diuresis osmotik.
5. Keletihan b.d metabolism fisik untuk produksi energi berat akibat
kadar gula darah tinggi.
6. Kerusakan integritas jaringan b.d nekrosis kerusakan jaringan
(nekrosis luka gengrene).
7. Nyeri akut b.d kerusakan jaringan akibat hipoksia perifer.
8. Resiko infeksi b.d trauma pada jaringan, proses penyakit (diabetes
mellitus).
9. Defisiensi pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan, dan
pengobatan b.d kurangnya informasi
10. Ansietas b.d kurangnya pengetahuan tentang penyakitnya

2.2.3 Intervensi Keperawatan

NO DIAGNOSA NOC NIC


1 Ketidakseimba (00179) Manajemen Nutrisi (1100)
ngan nutrisi, Ketidakseimbangan Definisi : menyediakan dan
kurang dari nutrisi, kurang dari meningkatkan intake nutrisi
kebutuhan kebutuhan tubuh yang seimbang
tubuh Setelah dilakukan Aktivitas :
asuhan keperawatan, 1. Instruksikan kepada pasien
diharapkan nutrisi mengenai kebutuhan nutrisi
pasien terpenuhi. 2. Tentukan jumlah kalori dan
(1004) Status Nutrisi jenis nutrisi yang
1. Asupan makanan dibutuhkan oleh pasien
dan cairan dari untuk memenuhi kebutuhan
skala 2 (banyak gizi
20

menyimpang dari 3. Ciptakan lingkungan yang


rentang normal) optimal pada saat
ditingkatkan mengkonsumsi makanan
menjadi skala 4 4. Monitor kalori dan asupan
(sedikit makanan pasien
menyimpang dari 5. Monitor kecenderungan
rentang normal) terjadinya kenaikan atau
penurunan berat badan pada
(1622) Perilaku
pasien
patuh : diet yang
disarankan
1. Memilih makanan
yang sesuai dengan
diet yang
ditentukan dari
skala 2 (jarang
menunjukkan)
ditingkatkan
menjadi skala 4
(sering
menunjukkan)
2. Memilih minuman
yang sesuai dengan
diet yang
ditentukan dari
skala 2 (jarang
menunjukkan)
ditingkatka
menjadi skala 4
(sering
menunjukkan)
21

(1854) Pengetahuan
: diet yang sehat
1. Intake nutrisi yang
sesuai dengan
kebutuhan individu
dari skala 2
(pengetahuan
terbatas)
ditingkatkan
menjadi skala 4
(pengetahuan
banyak)
2 Resiko (00002) Resiko Manajemen Hiperglikemi
ketidakstabilan ketidakstabilan kadar (2120)
kadar glukosa glukosa darah 1. Monitor kadar gula daraah,
darah sesuai indikasi
Setelah dilakukan 2. Monitor tanda dan gejala
asuhan keperawatan, hiperglikemi: poliuria,
diharapkan polidipsi, polifagi,
ketidakstabilan kadar kelemahan, latergi, malaise,
glukosa darah normal. pandangan kabur atau sakit
(2300) Kadar kepala.
glukosa darah 3. Monitor ketourin, sesuai
1. Glukosa darah dari indikasi.
skala 2 (deviasi yang 4. Brikan insulin sesuai resep
cukup besar dari 5. Dorong asupan cairan oral
kisaran normal) 6. Batasi aktivitas ketika kadar
ditingkatkan menjadi glukosa darah lebih dari
skala 4 (deviasi ringan 250mg/dl, khusus jika
sedang dari kisaran ketourin terjadi
normal) 7. Dorong pemantauan sendiri
22

(2111) Keparahan kadar glukosa darah


Hiperglikemia 8. Intruksikan pada pasien dan
1. Peningkatan keluarga mengenai
glukosa darah dari manajemen diabetes
skala 2 (berat) 9. Fasilitasi kepatuhan
ditingkatkan menjadi terhadap diet dan regimen
skala 4 (ringan) latihan
(1619) Manajemen Pengajaran: Peresepan Diet
diri : diabetes (5614)
1. Memantau glukosa 1. Kaji tingkat pengetahuan
darah dari skala 2 pasien mengenai diet yang
(jarang menunjukkan) disarankan
ditingkatkan menjadi 2. Kaji pola makan pasien saat
skala 4 (sering ini dan sebelumnya,
menunjukkan) termasuk makanan yang di
sukai
3. Ajarkan pasien membuat
diary makanan yang
dikonsumsi
4. Sediakan contoh menu
makanan yang sesuai
5. Libatkan pasien dan
keluarga
3 Ketidakefektifa (00204) Pengecekan Kulit (3590)
n perfusi Ketidakefektifan 1. Gunakan alat pengkajian
jaringan perifer perfusi jaringan untuk mengidentifikasi
perifer pasien yang berisiko
mengalami kerusakan kulit.
Setelah dilakukan 2. Monitor warna dan suhu
asuhan keperawatan, kulit
diharapkan 3. Periksa pakaian yang
23

ketidakefektifan perfusi terlalu ketat


jaringan perifer pasien 4. Monitor kulit dan selaput
dapat berkurang. lendir terhadap area
(0401) Status perubahan warna, memar,
sirkulasi dan pecah.
1. Parestesia dari 5. Ajarkan anggota
skala 2 (cukup kelurga/pemberi asuhan
berat) ditingkatkan mengenai tanda-tanda
menjadi skala 4 kerusakan kulit, dengan
(ringan) tepat.
2. Asites dari skala 2 Manajemen Sensasi Perifer
(cukup berat) (2660)
ditingkatkan 1. Monitor sensasi tumpul atau
menjadi skala 4 tajam dan panas dan dingin
(ringan) (yang dirasakan pasien)
2. Monitor adanya
(0407) Perfusi
Parasthesia dengan tepat
jaringan : perifer
3. Intruksikan pasien dan
1. Parestsia dari skala
keluarga untuk memeriksa
2 (cukup berat)
kulit setiap harinya
ditingkatkan menjadi
4. Letakkan bantalan pada
skala 4 (ringan)
bagian tubuh yang
(0409) Koagulasi
terganggu untuk melindungi
darah
area tersebut
1. Pembentukan
Perawatan Kaki (1660)
bekuan dari skala 2
1. Diskusikan dengan pasien
(deviasi cukup besar
dan keluarga mengenai
dari kisaran normal)
perawatan kaki rutin
ditingkatkan menjadi
2. Anjurkan pasien dan
skala 4 (deviasi ringan
keluarga mengenai
dari kisaran normal)
pentingnya perawatan kaki
24

(0802) Tanda-tanda 3. Periksa kulit untuk


vital mengetahui adanya iritasi,
1. Suhu tubuh dari retak, lesi, dll
skala 2 (deviasi cukup 4. Keringkan pada sela-sela
besar dari kisaran jari dengan seksama
normal) ditingkatkan
menjadi skala 4
(deviasi ringan dari
kisaran normal)
4 Keletihan (00093) Keletihan Manajemen Energi (0180)
1. Kaji status fisiologis pasien
Setelah dilakukan yang menyebabkan kelelahan
asuhan keperawatan, 2. Anjurkan pasien
diharapkan keletihan mengungkapkan perasaan
pada pasien dapat secaraverbal mengenai
dikurangi. keterbatasan yang dialami
(0002) Konservasi 3. Tentukan persepsi
energi pasien/orang terdekat dengan
1. Mempertahankan pasien mengenai penyebab
intake nutrisi yang kelelahan
cukup dari skala 2 4. Pilih intervensi untuk
(jarang menunjukkan) mengurangi kelelahan baik
ditingkatkan menjadi secara farmakologis maupun
skala 4 (sering nonfarmakologis
menunjukkan) Manajemen Nutrisi (1100)
(0005) Toleransi 1. Tentukan status gizi pasien
terhadap aktivitas dan kemampuan pasien
1. Kekuatan tubuh untuk memenuhi kebutuhan
bagian atas dari skala gizi
2 (banyak terganggu) 2. Intruksikan pasien
ditingkatkan menjadi mengenai kebutuhan nutrisi
25

skala 4 (sedikit 3. Atur diet yang diperlukan


terganggu) 4. Anjurkan pasien mengenai
2. Kekuatan tubuh modifikasi diet yang
bagian bawah dari diperlukan
skala 2 (banyak 5. Anjurkan pasien terkait
terganggu) dengan kebutuhan diet
ditingkatkan menjadi untuk kondisi sakit.
skala 4 (sedikit
terganggu)
(0007) Tingkat
kelelahan
1. Kelelahan dari
skala 2 (cukup besar)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (ringan)
2. Kehilangan selera
makan dari skala 2
(cukup besar)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (ringan)
(0008) Keletihan :
efek yang
menganggu
1. Penurunan energi
dari skala 2 (cukup
besar) ditingkatkan
menjadi skala 4
(ringan)
2. Perubahan status
nutrisi dari skala 2
(cukup besar)
26

ditingkatkan
menjadi skala 4
(ringan)
5 Kerusakan (00044) Kerusakan Pengecekan kulit (3590)
integritas integritas jaringan 1. Gunakan alat pengkajian
jaringan Setelah dilakukan untuk mengidentifikasi
asuhan keperawatan, pasien yang berisiko
diharapkan kerusakan mengalami kerusakan kulit.
integritas jaringan dapat 2. Monitor warna dan suhu
berkurang. kulit
(0401) Status 3. Periksa pakaian yang
sirkulasi terlalu ketat
1. Kekuatan nadi 4. Monitor kulit dan selaput
dorsal pedis kanan lendir terhadap area
dari skala 2 (deviasi perubahan warna, memar,
cukup besar dari dan pecah.
kisaran normal) 5. Ajarkan anggota
ditingkatkan menjadi kelurga/pemberi asuhan
skala 4 (deviasi ringan mengenai tanda-tanda
dari kisaran normal) kerusakan kulit, dengan
2. Kekuatan nadi tepat.
dorsal pedis kiri dari
skala 2 (deviasi cukup
besar dari kisaran
normal) ditingkatkan
menjadi skala 4
(deviasi ringan dari
kisaran normal)
(0407) Perfusi
jaringan : perifer
1. Pengisian kapiler
27

jari dari skala 2


(deviasi yang cukup
besar dari kisaran
normal) ditingkatkan
menjadi skala 4
(deviasi ringan dari
kisaran normal)
2. Pengisian kapiler
jari-jari kaki dari skala
2 (deviasi yang cukup
besar dari kisaran
normal) ditingkatkan
menjadi skala 4
(deviasi ringan dari
kisaran normal)
(1101) Integritas
jaringan : kulit dan
membran mukosa
1. Perfusi jaringan
dari skala 2 (banyak
terganggu)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sedikit
terganggu)
2. Integritas kulit dari
skala 2 (banyak
terganggu)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sedikit
terganggu)
(1102) Penyembuhan
28

luka : primer
1. Memperkirakan
kondisi tepi luka dari
skala 2 (terbatas)
dotingkatkan menajdi
skala 4 (besar)

6. Nyeri Akut (00132) Nyeri akut Manajemen Nyeri (1400)


Definisi : Pengurangan atau
Setelah dilakukan reduksi nyeri sampai pada
asuhan keperawatan, tingkat kenyamanan yang
diharapkan nyeri akut dapat diterima oleh pasien.
pada pasien Aktivitas :
berkurang. 1. Lakukan pengkajian nyeri
(1605) Kontrol nyeri secara komprehensif
1. Mengenali kapan terhadap pasien
nyeri terjadi dari skala 2. Observasi adanya petunjuk
2 (jarang nonverbal mengenai
menunjukkan) ketidakanyamanan
ditingkatkan menjadi 3. Gali pengetahuan dan
skala 4 (sering kepercayaan pasien
menunjukkan) mengenai nyeri
2. Menggambarkan 4. Evaluasi pengalaman nyeri
faktor penyebab dari pasien di masa lalu yang
skala 2 (jarang meliputi riwayat nyeri
menunjukkan) kronik pasien ataupun
ditingkatkan menjadi keluarga
skala 4 (sering 5. Tentukan kebutuhan
menunjukkan) frekuensi untuk melakukan
(3016) Kepuasan pengkajian
klien : Manajemen ketidaknyamanan pasien
29

nyeri 6. Kurangi faktor yang dapat


1. Nyeri terkontrol meningkatkan nyeri pada
dari skala 2 (agak pasien
puas ) ditingkatkan 7. Gunakan tindakan
menjadi skala 4 pengontrol nyeri sebelum
(sangat puas ) nyeri pada pasien
2. Tingkat nyeri bertambah berat
dipantau secara 8. Dukung pasien untuk
reguler dari skala 2 istirahat atau tidur untuk
(agak puas ) menurunkan rasa nyeri
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sangat puas )
7 Resiko infeksi (00004) Resiko Kontrol Infeksi (6540)
infeksi Definisi: Meminimalkan
Infeksi
Setelah dilakukan 1. Ganti peralatan perawatan
asuhan keperawatan, per pasien sesuai protokol
diharapkan tidak institusi
terjadi infeksi pada 2. Anjurkan pasien mengenai
pasien. teknik mencuci tangan
(1908) Deteksi risiko dengan tepat
1. Mengenali tanda 3. Pastikan penanganan
dan gejala yang aseptik dari semua saluran
mengindikasikan risiki IV
dari skala 2 (jarang Perlindungan Infeksi (6550)
mnunjukkan) Definisi: Pencegahan dan
ditingkatkan menjadi deteksi dini infeksi pada pasien
skala 4 (sering beresiko
menunjukkan) 1. Monitor kerentanan
2. Memonitor terhadap infeksi
perubahan status 2. Berikan perawatan klit yang
30

kesehatan skala 2 tepat Periksa kulit dan


(jarang mnunjukkan) selaput lendir untuk adanya
ditingkatkan menjadi kemerahan, kehangatan
skala 4 (sering ektrim, atau drainase
menunjukkan) 3. Ajarkan pasien dan
(1902) Kontrol risiko keluarga bagaimana cara
1. Mengidentifikasi menghindari infeksi
faktor risiko dari skala
2 (jarang
mnunjukkan)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sering
menunjukkan)
2. Mengenali faktor
risiki skala 2 (jarang
mnunjukkan)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sering
menunjukkan)
8 Defisiensi (00126) Defisiensi Fasilitasi Pembelajaran
pengetahuan pengetahuan (5520)
Setelah dilakukan 1. Tekankan pentingnya
asuhan keperawatan, mengikuti evaluasi medik,
diharapkan dan kaji ulang gejala yang
pengetahuan pasien memerlukan pelaporan
mengenai diabetes segera ke dokter
mellitus tipe 2 2. Diskusikam tanda/gejala
bertambah. DM, contoh polidipsia,
(1820) Pengetahuan : poliuria, kelemahan,
manajemen diabetes penurunan berat badan
1. Pencegahan 3. Gunakan bahasa yang
31

hiperglikemia dari umum digunakan


skala 2 (pengetahuan 4. Berikan informasi yang
terbatas) ditingkatkan sesuai dengan lokus kontrol
menjadi skala 4 pasien
(pengetahuan banyak) 5. Berikan informasi sesuai
2. Prosedur yang tingkat perkembangan
harus diikuti dalam pasien
mengobati Modifikasi Perilaku (4360)
hoperglikemia dari 1. Tentukan motivasi pasien
skala 2 (pengetahuan untuk perubahan perilaku
terbatas) ditingkatkan 2. Bantu pasien untuk
menjadi skala 4 mengidentifikasi kekuatan
(pengetahuan banyak) 3. Dukung untuk mengganti
(1621) Perilaku kebiasaan yang tidak
patuh : diet yang diinginkan dengan
sehat kebiasaan yang diinginkan
1. Mencari informasi 4. Tawarkan penguatan yang
tenyang panduan positif dalam pembuatan
nutrisi baku dari skala keputusan mandiri pasien
2 (jarang dilakukan)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sering
dilakukan)
(1622) Perilaku
patuh : diet yang
disarankan
1. Menggunakan
informasi gizi pada
label untuk
menentukan pilihan
dari skala 2 (jarang
32

menunjukkan)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sering
menunjukkan)
2. Mengikuti
rekomendasi untuk
jumlah makanan per
hari dari skala 2
(jarang menunjukkan)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sering
menunjukkan)
(1632) Perilaku
patuh : aktivitas
yang disarankan
1. Membahas aktivitas
rekomendasi dengan
profesional kesehatan
dari skala 2 (jarang
menunjukkan)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sering
menunjukkan)
9 Ansietas (00146) Ansietas Pengurangan kecemasan
(5820)
Setelah dilakukan Definisi: Mengurangi tekanan,
asuhan keperawatan, ketakutan, firasat, maupun
diharapkan ansietas ketidaknyamanan terkait
pasien berkurang. dengan sumber-sumber bahaya
(1211) Tingkat yang tidak teridentifikasi
kecemasan Akivitas:
33

1. Tidak dapat 1. Gunakan pendekatan yang


beristirahat dari skala tenang dan menyakinkan
2 (cukup berat) 2. Nyatakan dengan jelas
ditingkatkan menjadi harapan terhadap perilaku
skala 4 (ringan) klien
2. Perasaan gelisah 3. Pahami situasi krisis yang
dari skala 2 (cukup terjadi dari perspektif klien
berat) ditingkatkan 4. Berikan informasi faktual
menjadi skala 4 tekait diagnosa, perawatan
(ringan) dan prognosis
3. Gangguan tidur dari 5. Berada disisi klien untuk
skala 2 (cukup berat) meningkatkan rasa aman
ditingkatkan menjadi dan mengurangi ketakutan
skala 4 (ringan) 6. Dorong keluarga untuk
(0907) Memproses mendampingi klien dengan
informasi cara yang tepat
1. Menunjukkan 7. Berikan objek yang
proses pikir yang menunjukkan perasaan
terorganisir dari skala aman
2 (banyak terganggu) 8. Puji/kuatkan perilaku yang
ditingkatkan menjadi baik secara tepat
skala 4 (sedikit 9. Identifikasi saat terjadinya
terganggu) perubahan tingkat
(3009) Kepuasan kecemasan
klien : perawatan 10. Bantu klien
psikologis mengidentifikasi situasi
1. Informasi di yang memicu kecemasan
berikan tentang 11. Dukung penggunaan
perjalanan penyakit mekanisme koping yang
dari skala 2 (agak sesuai
puas) ditingkatkan 12. Pertimbangkan kemampuan
34

menjadi skala 4 klien dalam mengambil


(sangat puas) keputusan
2. Informasi di 13. Intruksikan klien untuk
berikan mengenai menggunakan teknik
respon emosional relaksasi
yang biasa terhadap 14. Kaji untuk tanda verbal dan
penyakit dari skala 2 non verbal kecemasan
(agak puas) Peningkatan koping (5230)
ditingkatkan menjadi Definisi : Fasilitasi usaha
skala 4 (sangat puas) kognitif untuk meneglola
stressor yang dirasakan,
perubahan, atu ancaman yang
mengganggu dalam rangka
memenuhi kebutuhan hidup
dan peran
Aktivitas:
1. Bantu pasien dalam
memecah tujuan kompleks
menjadi lebih kecil, dan
langkah yang dapat dikelola
2. Dukung sikap pasien terkait
dengan harapan yang
realistis sebagai upaya
untuk mengatasi perasaan
ketidakberdayaan
3. Cari jalan untuk memahami
prespektif pasien terhadap
situasi
4. Kenali latar belakang
budaya/spiritual pasien
5. Dukung pasien untuk
35

mengklarifikasi
kesalahpahaman

2.2.4 Pelaksanaan Keperawatan


Pelaksanaan adalah tahap keempat dari proses keperawatan dalam
melaksanakan asuhan keperawatan (Kozier, 1991).
1. Prinsip-prinsip dalam pelaksanaan dari tiap-tiap masalah atau
diagnosa keperawatan yang ada dalam teori disesuaikan dengan
prioritas keadaan klien.
2. Tahap pelaksanaan terdiri dari :
a. Keterampilan yang diperlukan pada penatalaksanaan
adalah :
1) Kognitif adalah suatu keterampilan yang termasuk
dalam kemampuan memecahkan masalah, membuat
keputusan, berpikir kritis dan penilaian yang kreatif.
2) Interpersonal adalah suatu yang diperlukan dalam
setiap aktivitas perawat yang meliputi keperawatan,
konseling, pemberi support yang termasuk dalam
kemampuan interpersonal diantaranya adalah
perilaku, penguasaan ilmu pengetahuan,
ketertarikan oleh penghargaan terhadap budaya
klien, serta gaya hidup. Perawat akan mempunyai
skill yang tinggi dalam hubungan interpersonal jika
mereka mempunyai kesadaran akan sensitivitas
terhadap yang lain.
3) Tekhnikal adalah suatu kemampuan yang tidak bisa
dipisahkan dengan interpersonal skill seperti
memanipulasi alat, memberikan suntikan,
pembiayaan, evaluasi dan reposisi.
b. Tindakan Keperawatan
36

1) Mandiri atau independen adalah suatu tindakan


perawat yang berorientasi pada tim kerja perawat
dalam melakukan, menentukan, merencanakan dan
mengevaluasi tindakannya
2) Interdependen atau kolaborasi adalah suatu tindakan
bersifat kolaboratif tim kesehatan lainnya dalam
menentukan perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi
terhadap klien yang dirawat, contoh : pemberian
obat analgetik untuk mengatasi nyeri pada klien
diperlukan kolaborasi dengan dokter.
c. Pendokumentasian Implementasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan, perawat
mencatat tindakan tersebut dan respon dari pasien
dengan menggunakan format khusus pendokumentasian
pada pelaksanaan.

2.2.5 Evaluasi
Evaluasi dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam menilai tindakan
keperawatan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan
klien secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.
Evaluasi Keperawatan pada Pasien Diabetes Mellitus
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan diabetes mellitus adalah
sebagai berikut.
1. Kondisi tubuh pasien stabil, tidak terjadi gangrene, tidak terjadi nyeri
2. Turgor kulit normal, tidak terjadi lesi atau integritas jaringan
3. Tanda-tanda vital normal
4. Berat badan dapat meningkat dengan nilai laboratorium normal dan
tidak ada tanda-tanda malnutrisi.
5. Cairan dan elektrolit pasien diabetes normal.
6. Infeksi dan komplikasi tidak terjadi
7. Rasa lelah atau keletihan berkurang/penurunan rasa lelah
37

8. Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi nya yang menderita


diabetes melitus, efek prosedur dan proses pengobatan.

Evaluasi ini merupakan evaluasi terhadap pasien dengan diabetes mellitus


dan apabila dari poin satu sampai dengan poin 8 tersebut sudah tercapai oleh
seorang pasien, maka dapat disimpulkan bahwa pasien tersebut sudah sehat
dan dapat meninggalkan rumah sakit. Tetapi pasien tetap harus
memperhatikan kadar gulu dalam darahnya, dengan cara makan makanan
yang sehat, bergizi dan rendah gula.
38

BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Desain Penelitian


Desain penelitian merupakan bentuk rancangan yang digunakan dalam
prosedur penelitian (Hidayat,2008:25). Di dalam penelitian ini peniliti
menggunakan desain penelitian studi kasus dengan pendekatan asuhan
keperawatan yaitu penelitian dengan cara mengumpulkan data yang dimulai
dari pengkajian, menentukan diagnosis, melakukan perencanaan,
melaksanakan tindakan dan melakukan evaluasi kepada pasien demensia.
Adapun jenis penelitian ini adalah penelitian studi kasus dengan
pendekatan asuhan keperawatan dengan tujuan untuk mengeksplorasi masalah
asuhan keperawatan pada klien dengan gangrene. Pendekatan asuhan
keperawatan meliputi pengkajian, penentuan diagnosa, perencanaan,
melakukan tindakan dan melakukan evaluasi.

3.2 Batasan Istilah (Definisi Operasional)


Studi kasus dengan menggunakan asuhan keperawatan adalah rangkaian
proses keperawatan pada individu yang mengalami gangguan dengan melalui
pengkajian, menetapkan diagnosis, menyusun perencanaan, melakukan
implementasi (tindakan keperawatan) serta melakukan evaluasi pada pasien.
Penerapan Studi kasus dengan asuhan keperawatan dilakukan pada klien
dengan komplikasi gangrene.

3.3 Unit Analisis (Subjek Penelitian)


Penelitian asuhan keperawatan ini diberikan pada klien terdiri dari satu
orang klien dengan gangguan gangrene. Peneliti tidak membatasi umur dan
tidak menentuakan jenis kelamin yang akan diteliti,
serta peneliti tidak melakukan asuhan keperawatan dengan cara memaksa
klien.
39

3.4 Lokasi dan Waktu


Dalam penulisan makalah ini, penulis membatasi pada satu kasus Asuhan
Keperawatan pada Tn. P dengan Diabetes Melitus Tipe II (NIDDM) dengan
komplikasi Gangrene selama 3x24 jam yang dimulai dari tanggal 22 Juli
sampai dengan 24 Juli 20017 di lantai V kiri IRNA B Teratai Merah Rumah
Sakit Pusat Fatmawati, Jakarta.

3.5 Pengumpulan Data


Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode
pengamatan kasus melalui pendekatan proses asuhan keperawatan pada klien
Tn. P dengan Diabetes Melitus tipe II (NIDDM) komplikasi gangrene,
diperoleh melalui:
a. Wawancara dengan melakukan pengkajian langsung melalui pertanyaan
pada klien dan keluarga tentang masalah klien.
b. Observasi dan pemeriksaan fisik dengan pengamatan secara langsung
pada klien tentang hal yang berkaitan dengan masalah klien.
c. Studi pendokumentasian dengan cara mencari sumber informasi yang
didapat dari status klien dan hal yang berhubungan dengan masalah
keperawatan yang dihadapi.
d. Studi kepustakaan dengan cara mempelajari literatur yang berhubungan
dengan Diabetes Melitus.

3.6 Penyajian Data


Penyajian data dilakukan dengan cara penggunaan tabel, gambar dan
bentuk naratif. Nama klien berupa inisial untuk menjaga privasi dari klien.

3.7 Analisis Data


Analisa data dilakukan sejak peneliti melakukan penelitian. Dilakukan
mulai awal pengkajian dan dilakukan pendokumentasian pada setiap hari untuk
mengetahui perkembangan dari pasien. Teknik analisis data yang dipakai oleh
40

peneliti adalah dengan cara pengumpulan data dengan wawancara dan


observasi pada klien. Urutan dari analisis data adalah :
a. Pengumpulan data
Data dikumpulkan dari wawancara, observasi, pemeriksaan fisik,
serta pendokumentasian. Hasil ditulis dalam buku catatan terstruktur.
Pengumpulan data diperoleh dengan cara melakukan pengkajian
setelah itu menetapkan diagnosis keperawatan yang muncul,
melakukan perencanaan untuk mengatasi masalah yang muncul,
melakukan tindakan serta melakukan evaluasi disetiap tindakan.
b. Mengolah Data
Data-data yang sudah terkumpul kemudian diklasifikasikan menjadi
data subjektif dan data objektif berdasarkan data yang diperoleh
dilapangan. Data subjektif yaitu data yang diperoleh dari pernyataan
klien dan petugas, sedangkan data objektif didapat dari observasi
kepada klien kemudian dibandingkan antara klien yang satu dengan
klien yang satunya.
c. Penyajian Data
Penyajian data dilakukan dengan cara penggunaan tabel, gambar dan
bentuk naratif. Nama klien berupa inisial untuk menjaga privasi dari
klien.
d. Kesimpulan
Dari data yang telah disampaikan, kemudian di bandingkan data
yang satu dengan data yang lainnya.

3.8 Uji Keabsahan Data


Uji keabsahan data bertujuan untuk menguji data yang telah dikumpulkan
sudah merupakan data yang valid dan aktual atau belum. Pada penelitian ini
dilakukan uji keabsahan data apabila :
a. Memperpanjang waktu asuhan keperawatan jika dalam 2 minggu tidak ada
perubahan pada klien.
41

b. Memvalidasikan data yang telah diperoleh dari pasien kepada orang lain
yang lebih mengerti.

3.9 Etik Penelitian


Pada penelitian ini dicantumkan etika yang menjadi dasar penyusunan
studi kasus yang terdiri dari :
a. Informed consent
Informed consent merupakan bentuk persetujuan antara peneliti
dan responden penelitian dengan memberikan lembar persetujuan.
Informed consent tersebut diberikan sebelum penelitian dilakukan
dengan memberikan lembar persetujuan untuk menjadi responden.
Tujuannya agar subyek mengerti maksud dan tujuan penelitian dan
mengetahui dampaknya. Jika subyek bersedia, maka peneliti harus
menghormati hak pasien (Hidayat, 2008).
b. Anonimity
Masalah etika keperawatan merupakan masalah yang memberikan
jaminan dalam penggunaan subyek penelitian dengan cara tidak
memberikan atau tidak mencantumkan nama responden pada lembar alat
ukur dan hanya menuliskan kode pada lembar pengumpulan data atau
hasil penelitian yang akan disajikan (Hidayat, 2008).
c. Confidentiality
Masalah ini merupakan masalah etika dengan memberikan jaminan
kerahasiaan hasil penelitian, baik informasi maupun masalah-masalah
lainnya. Semua informasi yang telah dikumpulkan dijamin kerahasiannya
oleh peneliti dan hanya kelompok data tertentu yang akan dilaporkan
pada hasil penelitian (Hidayat, 2008).
42

BAB IV
TINJAUAN KASUS

Pada bab ini akan dikemukakan tentang hasil pelaksanaan asuhan


keperawatan yang telah dilakukan pada Tn. P dengan diabetes melitus tipe II
(NIDDM) dengan komplikasi gangrene yang dirawat di lantai V kiri IRNA B
Teratai Merah Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta yang dimulai pada
tanggal 22 Juli sampai 24 Juli 20017, melalui pendekatan proses keperawatan
yang meliputi tahapan pengkajian, diagnosa keperawatan, intervensi,
implementasi dan evaluasi.
4.1 Pengkajian
Pengkajian adalah langkah pertama yang dilakukan dalam proses
keperawatan. Berdasarkan pengkajian ini perawat dapat memberikan intervensi
keperawatan yang tepat sesuai kebutuhan dan masalah klien dengan diabetes
melitus tipe II (NIDDM) dengan komplikasi gangrene.
Pengkajian pada klien dengan diabetes melitus tipe II (NIDDM) dengan
komplikasi gangrene adalah sebagai berikut :
a. Identitas klien
Klien bernama Tn. P berusia 43 tahun, status perkawinan menikah,
beragama Islam, suku Jawa, bangsa Indonesia dan pendidikan terakhir
SLTA serta bahasa yang digunakan adalah bahasa Indonesia. Klien
beralamat di Jl. Syaridin No. 35 Jakarta Pusat, sumber biaya ASKES,
sumber informasi berasal dari klien dan keluarga.

Resume
Tn. P masuk ke UGD Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati Jakarta pada
tanggal 19 Juli 20017, dengan keluhan nyeri pada luka di kaki kiri sejak dua
minggu sebelum masuk rumah sakit. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal
19 Juli 2008, Hb = 9,9 g/dl, Ht = 28%, leukosit = 18,6 rb/ul, trombosit = 313
rb/ul, eritrosit = 3,61 juta/ul, GDS = 449 mg/dl, Na = 132 mmol/l, K = 4,00
mmol/l, Cl = 112 mmol/l. Kemudian klien dipindahkan ke lantai V selatan
43

pada tanggal 20 Juli 2008 pada buku status didapatkan data TTV = TD =
110/70 mmHg, N = 80x/mnt, Suhu = 36,80 C, pernapasan = 20x/mnt. Sesak
napas positif, BAK sedikit warna kuning jernih. Masalah keperawatan yang
muncul, resiko tinggi nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, resiko kurang
volume cairan tubuh, pola napas tidak efektif, gangguan integritas kulit,
intoleransi aktifitas.
1. Riwayat Keperawatan
a. Riwayat Kesehatan Sekarang
Klien mengeluh nyeri pada luka di kaki kiri sejak dua minggu yang
lalu sebelum masuk rumah sakit. Awalnya karena klien sering olahraga
dengan kaki telanjang di jalan yang pernah terkena banjir, karena merasa
gatal-gatal pada telapak kakinya, kemudian digaruk dan menjadi luka
yang tidak sembuh-sembuh, satu bulan yang lalu sebelum masuk rumah
sakit, pada akhirnya klien dibawa ke Rumah Sakit Umum Pusat
Fatmawati Jakarta.

b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu


Klien menderita diabetes melitus sejak lima tahun yang lalu pada
tahun 2003. Sejak menderita diabetes melitus klien menjadi alergi
dengan makanan/ikan laut. Klien mengkonsumsi obat glibenklamid 1x2
tablet sejak lima tahun yang lalu.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga

43
44

Keterangan :
: Laki-laki
: Perempuan
: Laki-laki meninggal
: Perempuan meninggal
: Klien

Klien mempunyai tiga orang kakak laki-laki dan satu orang kakak
perempuan, satu orang adik perempuan dan dua orang adik laki-laki.
Kakak laki-laki ketiga mengalami penyakit yang sama, tetapi klien dan
keluarga mengatakan orang tua mereka tidak ada yang mengalami
penyakit yang sama dengan klien.
d. Riwayat Psikososial dan Spiritual
Klien dekat dengan istri dan kakak ketiganya. Pola komunikasi
dalam keluarga terbuka, cara pembuatan keputusan yaitu dengan
musyawarah. Kegiatan kemasyarakatan yang diikuti oleh klien adalah
gotong royong. Dampak penyakit klien terhadap keluarga adalah
keluarga merasa sedih dan khawatir. Mekanisme koping klien dalam
mengatasi stres adalah dengan pemecahan masalah.
Hal yang sangat dipikirkan saat ini adalah kesembuhannya, klien
berharap bisa cepat pulang dan bekerja kembali seperti semula setelah
menjalani perawatan, perubahan yang dirasakan setelah jatuh sakit adalah
klien menjadi bergantung dengan istri dan keluarga jika ingin melakukan
aktivitas. Tidak ada nilai kepercayaan klien yang bertentangan dengan
kesehatan. Aktivitas agama yang biasa dilakukan klien adalah sholat lima
waktu.
e. Kondisi Lingkungan Rumah
Klien dan keluarga mengatakan rumahnya jauh dari jalan raya.
Ventilasi dan penerangan cukup dan selalu dibersihkan setiap hari,
sehingga tidak mempengaruhi dan tidak beresiko terhadap kesehatan.
f. Pola Kebiasaan Sehari-hari Sebelum dan Sesudah Sakit
45

1) Pola Nutrisi
Sebelum sakit klien biasa makan 3 kali sehari dalam sehari,
nafsu makan baik, porsi makanan yang dihabiskan adalah satu
porsi. Tidak ada makanan yang tidak disukai dan makanan yang
membuat alergi adalah ikan laut dan makanan pantangan klien
adalah makanan yang manis-manis. Klien tidak pernah diet
terhadap makanan, klien mengkonsumsi obat glibenklamid 2 kali
sehari sebelum makan, klien tidak menggunakan alat bantu pada
saat makan.
Saat dirawat di rumah sakit frekuensi makan 3 kali dalam
sehari, nafsu makan baik, porsi makanan yang dihabiskan adalah
satu porsi. Tidak ada makanan yang tidak disukai dan makanan
yang membuat alergi. Makanan pantangan adalah yang manis-
manis. Makanan diet yang diberikan pada klien adalah diet
diabetes melitus 2100 kalori, klien diberikan terapi insulin (50 unit
+ NaCl 0,9% 50 cc) dalam syringe pump dan 5 unit 3 kali sehari
sebelum makan. Klien tidak menggunakan NGT.
2) Pola Eliminasi
Sebelum sakit klien buang air kecil 8-10 kali dalam sehari,
warna kuning jernih, tidak ada keluhan dan tidak menggunakan
alat bantu seperti kateter pada saat buang air kecil. Frekuensi klien
buang air besar adalah 1 kali dalam sehari, pada pagi hari berwarna
coklat, bau khas, konsistensi lembek, tidak ada keluhan saat buang
air besar dan tidak pernah menggunakan laxative.
Di rumah sakit klien buang air kecil 5-6 kali dalam sehari
berwarna kuning jernih, tidak ada keluhan dan tidak menggunakan
alat kateter. Klien buang air besar 1 kali sehari, waktu tidak tentu,
warna coklat, bau khas, konsistensi lembek, tidak ada keluhan saat
buang air besar dan tidak menggunakan laxative.
46

3) Pola Personal Hygiene


Pada saat sebelum sakit klien mandi dua kali dalam sehari ,
pagi dan sore hari, dengan menggunakan sabun mandi serta
menggosok gigi dua kali dalam sehari. Klien mencuci rambut
sebanyak tiga kali dalam seminggu dengan menggunakan
shampoo.
4) Pola Istirahat Tidur
Sebelum sakit lama tidur siang klien kurang lebih 1 jam,
lama tidur malam klien 7-8 jam perharinya, sebelum tidur klien
biasanya berdoa.
Saat dirawat di rumah sakit klien tidur siang 2-3 jam, lama tidur
malam 7-8 jam perharinya. Dan sebelum tidur klien selalu berdoa.
5) Pola Aktivitas dan Latihan
Sebelum sakit klien bekerja, waktu bekerja tergantung
jadwal shift. Klien berolahraga jogging dua kali dalam seminggu,
tidak ada keluhan dalam beraktifitas.
Saat di rumah sakit aktivitas sehari-hari (BAK, BAB,
personal hygiene) dibantu istri dan keluarga, dan klien tidak pernah
melakukan olahraga.
6) Kebiasaan yang mempengaruhi klien
Sebelum dan sesudah sakit klien tidak pernah merokok dan
meminum minuman keras.

4.2 Pemeriksaan Fisik


a. Pemeriksaan Fisik Umum
Keadaan umum klien sakit sedang. Berat badan sekarang tidak
dapat dikaji, berat badan sebelum sakit 76 kg dengan tinggi badan 160
cm. Tekanan darah 110/80 mmHg, nadi 88x/mnt, frekuensi napas
24x/mnt, suhu 370C, tidak didapatkan adanya pembesaran kelenjar
getah bening.
b. Sistem Penglihatan
47

Posisi mata klien simetri, kelopak mata normal, pergerakan bola


mata normal, konjungtiva anemis, kornea normal, sklera ikterik, pupil
isokor, otot mata tidak ada kelainan, fungsi penglihatan baik, tidak ada
tanda-tanda radang, klien tidak memakai kaca mata ataupun lensa
kontak dan reaksi terhadap cahaya baik.
c. Sistem Pendengaran
Daun telinga normal, tidak ada cairan dari telinga, kondisi telinga
normal, tidak ada perasaan penuh di telinga, tinitus tidak ada, fungsi
pendengaran baik dan tidak menggunakan alat bantu dengar.
d. Sistem Wicara
Klien tidak mengalami gangguan dalam berbicara atau
berkomunikasi, cara berbicara klien jelas dan mudah dipahami.
e. Sistem Pernapasan
Jalan napas klien bersih, pernapasan tidak sesak, dalam bernapas
klien tidak menggunakan alat bantu pernapasan. Frekuensi 24x/menit
dan irama teratur, jenis pernapasan spontan, kedalaman napas
dangkal, tidak ada batuk, tidak ada sputum, pada palpasi dada tampak
simetris, perkusi dada klien resonan, suara napas vesikuler, tidak ada
nyeri saat bernapas dan tidak menggunakan alat bantu napas.
f. Sistem Kardiovaskuler
Sirkulasi peripher nadi 88 kali/menit , irama teratur, tekanan darah
110/80 mmHg, tidak ada distensi vena jugularis, temperatur kulit
hangat, warna kulit pucat, pengisian kapiler lebih dari 3 detik dan
tidak ada edema.
Sirkulasi jantung klien, kecepatan denyut apikal 88x/menit, irama
teratur, tidak ada kelainan bunyi jantung dan tidak ada sakit dada.
g. Sistem Hematologi
Klien tampak pucat dan tidak ada perdarahan.
h. Sistem syaraf Pusat
Tingkat kesadaran klien kompos mentis, tidak ada keluhan
sakit kepala, GCS = E : 4, M : 6, V : 5, dan tidak ada tanda-tanda
48

peningkatan TIK (muntah, nyeri kepala, papil edema). Tidak ada


gangguan sistem persyarafan.
i. Sistem Pencernaaan
Keadaan mulut klien, gigi tidak karies, klien tidak
menggunakan gigi palsu, stomatitis tidak ada, lidah tidak kotor, salifa
normal, muntah tidak ada, nyeri daerah perut tidak ada, bising usus
6x/menit, tidak ada diare, tidak ada konstipasi, hepar tidak teraba,
abdomen kembung.
j. Sistem Endokrin
Tidak adanya pembesaran kelenjar tiroid, napas tidak berbau
keton, poliuri dan polidipsi tidak ada, poliphagi ada pada klien.
Terdapat luka gangrene pada pedis sinistra yaitu telapak kaki dengan
diameter luka 0,5 cm, keadaan luka : tampak adanya pus berwarna
putih susu dan coklat serta mengeluarkan darah.
k. Sistem Urogenital
Tidak ada perubahan pola berkemih pada klien, tidak ada
distensi kandung kemih dan sakit pinggang, intake ; minum 600 ml/24
jam, parenteral : 1500 ml/24 jam. Output : BAK : 900 ml/24 jam, IWL
: 900 ml/24 jam sehingga balance cairan 2100 ml – 1800 ml = +300
ml/24 jam.
l. Sistem integument
Turgor kulit baik, temperatur kulit hangat, warna kulit pucat,
keadaan kulit baik, kelainan kulit tidak ada, kondisi kulit daerah
penusukan syringe pump bengkak dan klien merasa nyeri, syringe
pump dipasang pada tanggal 20 juli 2008. Keadaan rambut tekstur baik
dan kebersihan baik.
m. Sistem Muskuloskeletal
Klien tidak mengalami kesulitan dalam pergerakan, tidak ada
sakit pada tulang, sendi, kulit, tidak ada fraktur, tidak ada kelainan
bentuk tulang, sendi dan kelainan struktur tulang belakang, keadaan
tonus otot baik.
49

5 5 5 5 5 5 5 5

5 5 5 5 5 5 5 2

n. Data tambahan (pemahaman tentang penyakit)


Klien dan keluarga mengerti tentang penyebab dan makanan
yang harus dihindari.

4.3 Data penunjang


Pada tanggal 19 Juli 2008 dilakukan:
a. Pemeriksaan Laboratorium
2) Hematologi/darah lengkap;
Hb: 9,9 g/dl(N; P:13,2-17,3),
Ht: 28% (N; 33%-45%),
Leukosit: 18.000/ul (N: 5000-10000/ul),
Trombosit: 313000/ul (N: 150-440 rb/ul),
Eritrosit: 3,61 juta/ul (N: 4,40-5,90 juta/ul).
3) Cairan elektrolit ; natrium = 132 mmol/l (N = 135-147 mmol/l),
Kalium = 4,00 mmol/l (N = 3,10-5,10 mmol/l), klorida = 112
mmol/l (N = 95-108 mmol/l).
4) Fungsi ginjal
kreatinin darah = 1,2 mg/dl (N = 0,6-1,5 mg/dl).
5) Glukosa darah sewaktu = 449 mg/dl (N = 70 – 140 mg/dl).
6) Urinalisa
berat jenis = 1,020 (N = 1,003 – 1,030).
Warna = kuning
kejernihan = jernih
b. Pemeriksaan Radiologi
Foto pedis AP, hasil = pelvis : kontur dan struktur tulang normal
tak tampak lesi titik dan sklerotik, sela sendi normal soft tissue
swelling, kesan : tak tampak kelainan tulang
50

Pada tanggal 21 Juli 2017 dilakukan :


c. Pemeriksaan laboratorium
1) Fungsi hati : protein total = 6,69 (N= 6,00 – 8,00), albumin = 2,50 g/dl
(N = 3,40 – 4,80 g/dl), globulin = 4,19 g/dl (N = 2,50 – 3,00 g/dl).
2) Fungsi ginjal ; kreatinin darah = 1,1 mg/dl (N = 0,6 – 1,5 mg/dl).
Pada tanggal 22 Juli 2017 dilakukan :
d. Pemeriksaan laboratorium
Glukosa darah sewaktu = 217 mg/dl (N = 70 – 140 mg/dl)

4.4 Penatalaksanaan
Tanggal 21 Juli 2017, klien mendapat terapi obat yaitu : ceftriaxone
1 x 2 gram, captopril 2 x 6,25 gram, metronidazole 3 x 500 mg,
paracetamol 3 x 500 mg. Terapi cairan IVFD NaCl 0,9 % 20 tts/menit.
Diet diabetes melitus 2100 kalori. Terapi insulin, drip insulin 50 unit
(Actrapid) +NaCl 0,9 % 50 cc dalam syringe pump = 2 unit/jam = 2
cc/jam. Actrapid 3 x 5 iu sebelum makan (pagi, siang, sore). Terapi
perawatan luka : kompres NaCl 0,9 % 2 x dalam sehari. Pemeriksaan
sleeding scale per 6 jam dalam sehari dan pemeriksaan GDN/2 PP 1
minggu 2 kali.

4.5 Data Fokus


Setelah dilakukan pengkajian pada Tn. P (43 tahun) pada tanggal
22 Juli 2017, didapatkan data fokus sebagai berikut :
a. Data subjektif:
klien mengatakan nyeri pada luka apabila luka dibersihkan, skala
nyeri 6. Klien mengatakan infus NaCl 0,9 % dipasang pada tanggal 19 Juli
2008 dan syringe pump dipasang sejak tanggal 20 Juli 2008, merasa nyeri
pada daerah penusukan syringe pump. Klien mengatakan BAK ± 5 – 6 kali
sehari. Minum ± 600 ml/hari. Berat badan klien sebelum sakit (1 bulan
yang lalu) 76 kg, keluarga klien mengatakan berat badan klien menurun
sejak sakit (1 bulan yang lalu). Klien mengatakan terasa lemas.
51

e. Data objektif :
Tampak rembesan pus pada balutan luka, terdapat akses pada pedis
sinistra, klien tampak meringis saat luka dibersihkan, diameter luka 0,5
cm, keadaan luka : tampak adanya pus berwarna putih susu dan coklat,
serta mengeluarkan darah. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 19 Juli
2008 leukosit = 18,4 ribu/ul. Tanggal 22 Juli 2008 = 217 mg/dl, balutan
infus NaCl tampak bersih, daerah penusukan syringe pump tampak
bengkak, agak merah. Klien terpasang infus NaCl 0,9 % 500 ml/8 jam =
20 tts/menit. Insulin drip 50 unit (Actrapid) + NaCl 50 cc dalam syringe
pump. TTV : TD = 110/80 mmHg, N = 88x/menit, pernapasan :
24x/menit, suhu : 370C. Pengisian kapiler lebih dari 3 detik, intake ;
minum = 600 ml/24 jam, parenteral = 1500 ml/24 jam. Output ; BAK =
900 ml/24 jam, IWL = 900 ml/24 jam. Balance cairan : 2100 ml – 1800 ml
= +300 ml/24 jam. Hasil pemeriksaan laboratorium tanggal 19 Juli 2008
Ht = 28 %, tanggal 21 Juli 2008, albumin 2,50 gr/dl. Klien tampak lemas,
konjungtiva klien anemis, warna kulit klien pucat, LILA klien 28 cm,
bising usus klien 6x/menit, berat badan sekarang belum dapat dikaji, hasil
pemeriksaan laboratorium tanggal 19 Juli 2008 Hb = 9,9 gram/dl, tanggal
22 Juli 2008 GDN/2 PP belum ada, klien mendapatkan actrapid 3x5 iu
sebelum makan (pagi, siang, sore), keadaan umum sedang, klien tampak
lemas, kesadaran kompos mentis, GCS = E : 4, M : 6, V : kongjungtiva
klien anemis.

4.6 Analisa Data


Data Etiologi Masalah keperawatan
Ds : Pola hidup tidak sehat Risiko ketidakstabilan
-Riwayat penyakit kadar glukosa darah
diabetes sejak 8 bulan Sel beta di pankreas
lalu terganggu
-klien mengeluh kaki
kesemutan dan badan Defisiensi insulin
52

lemas
-sering BAK
-klie suka mengonsumsi Retensi insulin
kopi, makan manis,
merokok 10 batang per
hari Hiperglikemia
-pasien mengatakan tidak
pernah berolahraga
Do: Kadar glukosa darah tidak
-pasien tampak lemas terkontrol
-Gula darah sewaktu :
333 mg/dl
-gula darah puasa : 256 Ketidakstabilan kadar
mg/dl glukosa darah
-urine output : >1500
cc/jam

Ds : Penurunan pemakaian Gangguan pemenuhan


-Klien mengatakan glukosa oleh sel nutrisi kurang dari
selama di rumah sakit kebutuhan tubuh
klien makan 2x sehari
dan hanya makan Proteolisis
separuh porsi kurang
lebih sekitar 2 sendok
makan. Asam amino meningkat
-Pasien mengatakan
merasa mual dan ingin
muntah Glukoneugenesis

Do :
BB sebelum sakit : 62 kg Ketogenesis
53

BB setelah sakit : 58 kg Ketonemia


TB : 168
Indeks Masa Tubuh
(IMT) : 20,5 Penurunan BB

Ds : Defisiensi insulin Risiko infeksi


-Pasien mengatakan absolute
kakinya kesemutan
terutama saat setelah
duduk bersila atau Penurunan pemakaian
jongkok dalam waktu glukosa oleh sel
lama.
-Pasien mengaku
terkadang tidak terasa Hiperglikemia
sakit jika kakinya
tersandung benda
Do : Hiperosmolalitas
-Gula darah sewaktu 333
mg/dl
-Gula darah puasa pasien
256 mg/dl.

Ds : Defisiensi insulin Ansietas


-klien mengatakan cemas absolute
tentang penyakit yang di
deritanya
-Klien mengaku sering Perubahan status
BAK malam hari lebih kesehatan
dari 3x.
Do :
-Klien terlihat cemas dan Kurangnya pengetahuan
54

gelisah ttg penyakit


-TD : 120/80
-RR : 20x/menit
- Suhu : 36,5 C

Ds : Defisiensi insulin Kurangnya pengetahuan


-Klien mengaku klien absolute tentang proses penyakit,
tidak mengetahui diet, dan pengobatan
penyakitnya
-Klien mengatakan tidak Perubahan status
mengetahui kadar gula kesehatan
darahnya tinggi
-Klien tetap
mengonsumsi makanan Hospitalisasi
yang manis.
-Klien mengatakan sudah
1 bulan ini pasien Informasi in adekuat
mengaku berhenti
minum obat tersebut.
Do :
Saat pasien ditanya
tentang diabetes pasien
hanya tau diabees itu
penyakit kencing manis

Ds : Defisiensi insulin Keletihan


-Pasien mengatakan kaki absolute
kesemutan saat setelah
duduk dan jongkok Lipolisis
-Badan terasa letih dan
lemas Keletihan otot
55

Do :
-tampak berbaring di
tempat tidur
-Albumin : 3,54 g/dl;
2,64 g/dl ; 2,27 g/dl
-Globulin : 2,55 g/dl;
2,85 g/dl ; 3,46 g/dl
-Hemoglobin : 13,6 gr%
-Gula darah sewaktu :
333 mg/dl
-Gula drah puasa : 256
mg/dl

Ds : Kadar glukosa darah Ketidakefektifan Perfusi


-Pasien mengatakan kaki meningkat Jaringan Perifer
terasa kesemutan dan
saat tersandung tidak
merasa sakit Defisiensi insulin
Do :
- CRT bagian ujung lebih
dari 3 detik, perfusi Aliran darah ke perifer
kapiler buruk, akral terganggu
dingin,
- TD : 120/80
- Nadi : 100x/menit Ketidakefektifan Perfusi
- RR : 20x/menit Jaringan Perifer
- Suhu : 36,5 C
Ds: Diabetes Mellitus Tipe II Risiko jatuh
-Pasien mengatakan
badan lemas dan kaki
56

kesemutan Perubahan kadar gula


-Saat tersandung pasien darah
tidak merasakan apa-apa
-pasien mengatakan
gangguan penglihatan Gangguan penglihatan
pasien terganggu
-bayangan kabur dan
seperti berputar-putar Risiko jatuh
-klien sering ke kamar
mandi BAK pada malam
hari
Do:
Pupil : Isokor kanan-kiri,
diameter 3 mm, reflek
cahaya( + / + )
Ds: Diabetas Mellitus tipe II Gangguan pola tidur
-Klien merasa tidak bisa
tidur karena memikirkan
penyakitnya Sering terjaga ketika
-klien sering bolak-balik malam
ke kamar mandi untuk
BAK
Do: Pola tidur tidak
-klien tidur pada pukul menyehatkan
23.30 WIB-04.00 WIB
(4,5 jam) dan siang hari
tidur selama 1 jam. Gangguan pola tidur
57

4.7 Diagnosa keperawatan


1. Risiko ketidakstabilan kadar glukosa darah berhubungan dengan kadar
glukosa darah tidak terkontrol.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan intake makanan yang kurang.
3. Risiko infeksi berhubungan dengan tingginya kadar gula darah.
4. Ansietas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang
penyakitnya.
6. Kurang pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan, dan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
7. Keletihan berhubungan dengan keletihan otot.
8. Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Perifer berhubungan dengan penurunan
sirkulasi darah ke perifer, proses penyakit (DM).
9. Nyeri
10. Gangguan pola tidur
11. Risiko jatuh

4.8 Intervensi Keperawatan


NO DIAGNOSA NOC NIC
1 Domain 2. (00002) Resiko Manajemen Hiperglikemi (2120)
Nutrisi ketidakstabilan kadar 1. Monitor kadar gula daraah,
Kelas 4. glukosa darah sesuai indikasi
Metabolisme 2. Monitor tanda dan gejala
Resiko Setelah dilakukan hiperglikemi: poliuria, polidipsi,
ketidakstabilan asuhan keperawatan, polifagi, kelemahan, latergi,
kadar glukosa diharapkan malaise, pandangan kabur atau
darah (00179) ketidakstabilan kadar sakit kepala.
glukosa darah normal. 3. Monitor ketourin, sesuai
(2300) Kadar glukosa indikasi.
darah 4. Brikan insulin sesuai resep
1. Glukosa darah dari 5. Dorong asupan cairan oral
58

skala 2 (deviasi yang 6. Batasi aktivitas ketika kadar


cukup besar dari glukosa darah lebih dari
kisaran normal) 250mg/dl, khusus jika ketourin
ditingkatkan menjadi terjadi
skala 4 (deviasi ringan 7. Dorong pemantauan sendiri
sedang dari kisaran kadar glukosa darah
normal) 8. Intruksikan pada pasien dan
(2111) Keparahan keluarga mengenai manajemen
Hiperglikemia diabetes
1. Peningkatan glukosa 9. Fasilitasi kepatuhan terhadap
darah dari skala 2 diet dan regimen latihan
(berat) ditingkatkan Pengajaran: Peresepan Diet
menjadi skala 4 (5614)
(ringan) 1. Kaji tingkat pengetahuan pasien
(1619) Manajemen mengenai diet yang disarankan
diri : diabetes 2. Kaji pola makan pasien saat ini
1. Memantau glukosa dan sebelumnya, termasuk
darah dari skala 2 makanan yang di sukai
(jarang menunjukkan) 3. Ajarkan pasien membuat diary
ditingkatkan menjadi makanan yang dikonsumsi
skala 4 (sering 4. Sediakan contoh menu makanan
menunjukkan) yang sesuai
5. Libatkan pasien dan keluarga
2 Domain 2. (00179) Manajemen Nutrisi (1100)
Nutrisi Ketidakseimbangan 1. Instruksikan kepada pasien
Kelas 1. nutrisi, kurang dari mengenai kebutuhan nutrisi
Makan kebutuhan tubuh 2. Tentukan jumlah kalori dan
Ketidakseimba Setelah dilakukan jenis nutrisi yang dibutuhkan
ngan nutrisi, asuhan keperawatan, oleh pasien untuk memenuhi
kurang dari diharapkan nutrisi kebutuhan gizi
kebutuhan pasien terpenuhi. 3. Ciptakan lingkungan yang
59

tubuh (00002) (1004) Status Nutrisi optimal pada saat


2. Asupan makanan mengkonsumsi makanan
dan cairan dari skala 4. Monitor kalori dan asupan
2 (banyak makanan pasien
menyimpang dari 5. Monitor kecenderungan
rentang normal) terjadinya kenaikan atau
ditingkatkan penurunan berat badan pada
menjadi skala 4 pasien
(sedikit
menyimpang dari
rentang normal)

(1622) Perilaku patuh


: diet yang disarankan
3. Memilih makanan
yang sesuai dengan
diet yang ditentukan
dari skala 2 (jarang
menunjukkan)
ditingkatkan
menjadi skala 4
(sering
menunjukkan)
4. Memilih minuman
yang sesuai dengan
diet yang ditentukan
dari skala 2 (jarang
menunjukkan)
ditingkatka menjadi
skala 4 (sering
menunjukkan)
60

(1854) Pengetahuan :
diet yang sehat
1. Intake nutrisi yang
sesuai dengan
kebutuhan individu
dari skala 2
(pengetahuan
terbatas) ditingkatkan
menjadi skala 4
(pengetahuan banyak)
3 Domain 11. (00004) Resiko infeksi Kontrol Infeksi (6540)
Keamanan/ 1. Ganti peralatan perawatan per
Perlindungan Setelah dilakukan pasien sesuai protokol institusi
Kelas 1. Infeksi asuhan keperawatan, 2. Anjurkan pasien mengenai
Resiko infeksi diharapkan tidak terjadi teknik mencuci tangan dengan
(00004) infeksi pada pasien. tepat
(1908) Deteksi risiko 3. Pastikan penanganan aseptik
1. Mengenali tanda dan dari semua saluran IV
gejala yang Perlindungan Infeksi (6550)
mengindikasikan risiki 1. Monitor kerentanan terhadap
dari skala 2 (jarang infeksi
mnunjukkan) 2. Berikan perawatan klit yang
ditingkatkan menjadi tepat Periksa kulit dan selaput
skala 4 (sering lendir untuk adanya kemerahan,
menunjukkan) kehangatan ektrim, atau
2. Memonitor drainase
perubahan status 3. Ajarkan pasien dan keluarga
kesehatan skala 2 bagaimana cara menghindari
(jarang mnunjukkan) infeksi
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sering
61

menunjukkan)
(1902) Kontrol risiko
1. Mengidentifikasi
faktor risiko dari skala
2 (jarang mnunjukkan)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sering
menunjukkan)
1. Mengenali faktor
risiki skala 2 (jarang
mnunjukkan)
ditingkatkan
menjadi skala 4
(sering
menunjukkan)
4 Domain 9. (00146) Ansietas Pengurangan kecemasan (5820)
Koping/ 1. Gunakan pendekatan yang
Toleransi Setelah dilakukan tenang dan menyakinkan
Stress asuhan keperawatan, 2. Nyatakan dengan jelas harapan
Kelas 2. diharapkan ansietas terhadap perilaku klien
Respon pasien berkurang. 3. Pahami situasi krisis yang
Koping (1211) Tingkat terjadi dari perspektif klien
Ansietas kecemasan 4. Berikan informasi faktual tekait
(00146) 1. Tidak dapat diagnosa, perawatan dan
beristirahat dari skala 2 prognosis
(cukup berat) 5. Berada disisi klien untuk
ditingkatkan menjadi meningkatkan rasa aman dan
skala 4 (ringan) mengurangi ketakutan
2. Perasaan gelisah dari 6. Dorong keluarga untuk
skala 2 (cukup berat) mendampingi klien dengan cara
ditingkatkan menjadi yang tepat
62

skala 4 (ringan) 7. Berikan objek yang


3. Gangguan tidur dari menunjukkan perasaan aman
skala 2 (cukup berat) 8. Puji/kuatkan perilaku yang baik
ditingkatkan menjadi secara tepat
skala 4 (ringan) 9. Identifikasi saat terjadinya
(0907) Memproses perubahan tingkat kecemasan
informasi 10. Bantu klien mengidentifikasi
1. Menunjukkan proses situasi yang memicu kecemasan
pikir yang terorganisir 11. Dukung penggunaan mekanisme
dari skala 2 (banyak koping yang sesuai
terganggu) ditingkatkan 12. Pertimbangkan kemampuan
menjadi skala 4 (sedikit klien dalam mengambil
terganggu) keputusan
(3009) Kepuasan klien 13. Intruksikan klien untuk
: perawatan psikologis menggunakan teknik relaksasi
1. Informasi di berikan 14. Kaji untuk tanda verbal dan non
tentang perjalanan verbal kecemasan
penyakit dari skala 2 Peningkatan koping (5230)
(agak puas) 1. Bantu pasien dalam memecah
ditingkatkan menjadi tujuan kompleks menjadi lebih
skala 4 (sangat puas) kecil, dan langkah yang dapat
2. Informasi di berikan dikelola
mengenai respon 2. Dukung sikap pasien terkait
emosional yang biasa dengan harapan yang realistis
terhadap penyakit dari sebagai upaya untuk mengatasi
skala 2 (agak puas) perasaan ketidakberdayaan
ditingkatkan menjadi 3. Cari jalan untuk memahami
skala 4 (sangat puas) prespektif pasien terhadap
situasi
4. Kenali latar belakang
budaya/spiritual pasien
63

5. Dukung pasien untuk


mengklarifikasi
kesalahpahaman
5 Domain 5. Setelah dilakukan Fasilitasi Pembelajaran (5520)
Persepsi/ asuhan keperawatan, 1. Tekankan pentingnya mengikuti
Kognisi diharapkan evaluasi medik, dan kaji ulang
Kelas 4. pengetahuan pasien gejala yang memerlukan
Defisiensi mengenai diabetes pelaporan segera ke dokter
pengetahuan mellitus tipe 2 2. Diskusikam tanda/gejala DM,
(00124) bertambah. contoh polidipsia, poliuria,
1. Pengetahuan: kelemahan, penurunan berat
manajemen diabetes badan
dari skala 2 3. Gunakan bahasa yang umum
ditingkatkan digunakan
menjadi skala 4 4. Berikan informasi yang sesuai
2. Perilaku patuh: diet dengan lokus kontrol pasien
yang sehat dari skala 5. Berikan informasi sesuai tingkat
2 ditingkatkan perkembangan pasien
menjadi skala 4 Modifikasi Perilaku (4360)
3. Perilaku patuh: 1. Tentukan motivasi pasien
Aktivitas yang untuk perubahan perilaku
disarankan dari 2. Bantu pasien untuk
skala 2 ditingkatkan mengidentifikasi kekuatan
menjadi skala 4 3. Dukung untuk mengganti
4. Perilaku patuh: Diet kebiasaan yang tidak
yang disarankan dari diinginkan dengan kebiasaan
skala 2 ditingkatkan yang diinginkan
menjadi skala 4 4. Tawarkan penguatan yang
positif dalam pembuatan
keputusan mandiri pasien
64

6 Domain 4. (00093) Keletihan Manajemen Energi (0180)


Aktifitas/ 1. Kaji status fisiologis pasien yang
Istirahat Kelas Setelah dilakukan menyebabkan kelelahan
3. asuhan keperawatan, 2. Anjurkan pasien mengungkapkan
Keseimbangan diharapkan keletihan perasaan secaraverbal mengenai
Energi. pada pasien dapat keterbatasan yang dialami
Keletihan dikurangi. 3. Tentukan persepsi pasien/orang
(00093) (0002) Konservasi terdekat dengan pasien mengenai
energi penyebab kelelahan
1. Mempertahankan 4. Pilih intervensi untuk mengurangi
intake nutrisi yang kelelahan baik secara
cukup dari skala 2 farmakologis maupun
(jarang menunjukkan) nonfarmakologis
ditingkatkan menjadi Manajemen Nutrisi (1100)
skala 4 (sering 1. Tentukan status gizi pasien dan
menunjukkan) kemampuan pasien untuk
(0005) Toleransi memenuhi kebutuhan gizi
terhadap aktivitas 2. Intruksikan pasien mengenai
1. Kekuatan tubuh kebutuhan nutrisi
bagian atas dari skala 2 3. Atur diet yang diperlukan
(banyak terganggu) 4. Anjurkan pasien mengenai
ditingkatkan menjadi modifikasi diet yang diperlukan
skala 4 (sedikit 5. Anjurkan pasien terkait dengan
terganggu) kebutuhan diet untuk kondisi
2. Kekuatan tubuh sakit.
bagian bawah dari skala
2 (banyak terganggu)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (sedikit
terganggu)
(0007) Tingkat
65

kelelahan
1. Kelelahan dari skala
2 (cukup besar)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (ringan)
2. Kehilangan selera
makan dari skala 2
(cukup besar)
ditingkatkan menjadi
skala 4 (ringan)
(0008) Keletihan : efek
yang menganggu
1. Penurunan energi
dari skala 2 (cukup
besar) ditingkatkan
menjadi skala 4
(ringan)
2. Perubahan status
nutrisi dari skala 2
(cukup besar)
ditingkatkan
menjadi skala 4
(ringan)
7. Domain 4. (00204) Pengecekan Kulit (3590)
Aktivitas dan Ketidakefektifan 1. Gunakan alat pengkajian untuk
istirahat. Kelas perfusi jaringan perifer mengidentifikasi pasien yang
4. Respon berisiko mengalami kerusakan
Kardiovaskule Setelah dilakukan kulit.
r/ pulmonal asuhan keperawatan, 2. Monitor warna dan suhu kulit
Ketidakefektifa diharapkan 3. Periksa pakaian yang terlalu
n perfusi ketidakefektifan perfusi ketat
66

jaringan perifer jaringan perifer pasien 4. Monitor kulit dan selaput lendir
(00204) dapat berkurang. terhadap area perubahan warna,
(0401) Status sirkulasi memar, dan pecah.
3. Parestesia dari skala 5. Ajarkan anggota
2 (cukup berat) kelurga/pemberi asuhan
ditingkatkan mengenai tanda-tanda kerusakan
menjadi skala 4 kulit, dengan tepat.
(ringan) Manajemen Sensasi Perifer
4. Asites dari skala 2 (2660)
(cukup berat) 1. Monitor sensasi tumpul atau
ditingkatkan tajam dan panas dan dingin
menjadi skala 4 (yang dirasakan pasien)
(ringan) 2. Monitor adanya Parasthesia
dengan tepat
(0407) Perfusi
3. Intruksikan pasien dan keluarga
jaringan : perifer
untuk memeriksa kulit setiap
1. Parestsia dari skala 2
harinya
(cukup berat)
4. Letakkan bantalan pada bagian
ditingkatkan menjadi
tubuh yang terganggu untuk
skala 4 (ringan)
melindungi area tersebut
(0409) Koagulasi
Perawatan Kaki (1660)
darah
5. Diskusikan dengan pasien dan
1. Pembentukan bekuan
keluarga mengenai perawatan
dari skala 2 (deviasi
kaki rutin
cukup besar dari
1. Anjurkan pasien dan keluarga
kisaran normal)
mengenai pentingnya perawatan
ditingkatkan menjadi
kaki
skala 4 (deviasi ringan
2. Periksa kulit untuk mengetahui
dari kisaran normal)
adanya iritasi, retak, lesi, dll
(0802) Tanda-tanda
3. Keringkan pada sela-sela jari
vital
dengan seksama
67

1. Suhu tubuh dari


skala 2 (deviasi cukup
besar dari kisaran
normal) ditingkatkan
menjadi skala 4
(deviasi ringan dari
kisaran normal)

4.9 Implementasi
No. Hari/ Waktu Implementasi Ttd
Tanggal
1. Senin, 08.00- 1. Memonitor kadar gula darah, sesuai
18/09/17 09.00 indikasi
WIB 2. Memonitor tanda dan gejala hiperglikemi:
poliuria, polidipsi, polifagi, kelemahan,
latergi, malaise, pandangan kabur atau sakit
kepala.
3. Memberikan insulin sesuai resep
4. Mengintruksikan pada pasien dan keluarga
mengenai manajemen diabetes
5. Mengajarkan pasien membuat diary
makanan yang dikonsumsi
2. Senin 10.30- 1. Memonitor kalori dan asupan makanan
18/09/17 11.30 pasien
WIB 2. Memonitor kecenderungan terjadinya
kenaikan atau penurunan berat badan pada
pasien
3. Menentukan jumlah kalori dan jenis nutrisi
yang dibutuhkan oleh pasien untuk
68

memenuhi kebutuhan gizi


3. Senin, 14.00- 1. Menimbang berat badan setiap hari dan
18/09/17 14.30 monitor satus pasien
WIB 2. Memonitor tanda-tanda vital pasien
3. Memberikan cairan dengan tepat
4. Mendistribusikan asupan cairan selama 24
jam
5. Memonitor berat badan

4. Senin, 16.00- 1. Mengganti peralatan perawatan per pasien


18/09/17 16.30 sesuai protokol institusi
2. Menganjurkan pasien mengenai teknik
mencuci tangan dengan tepat
3. Memastikan penanganan aseptik dari
semua saluran IV
4. Mengajarkan pasien dan keluarga
bagaimana cara menghindari infeksi

5. Senin, 18.30- 1. Menggunakan pendekatan yang tenang dan


18/09/17 19.00 menyakinkan
2. Memahami situasi krisis yang terjadi dari
perspektif klien
3. Memberikan informasi faktual tekait
diagnosa, perawatan dan prognosis
4. Mendampingi klien untuk meningkatkan
rasa aman dan mengurangi ketakutan
69

6. Senin, 20.00- 1. Mengkaji status fisiologis pasien yang


18/09/17 20.15 menyebabkan kelelahan
2. Memilih intervensi untuk mengurangi
kelelahan baik secara farmakologis maupun
non farmakologis

7. Senin, 1. Memonitor warna dan suhu kulit


18/09/17 2. Memeriksa pakaian yang terlalu ketat
3. Memonitor sensasi tumpul atau tajam dan
panas dan dingin (yang dirasakan pasien)
1. Memonitor adanya Parasthesia dengan
tepat
2. Mengintruksikan pasien dan keluarga
untuk memeriksa kulit setiap harinya
3. Menganjurkan pasien dan keluarga
mengenai pentingnya perawatan kaki

4.10 Evaluasi
Hari, Tanggal, Diagnosa Par
No Evaluasi
Jam keperawatan af
1 19 September 2017 Risiko ketidakstabilan S : Pasien mengatakan sudah
kadar glukosa darah tidak merasa lemas dan
kesemutan di kakinya
O:
-Gula darah puasa : 99 mg/dl
-Gula darah sewaktu : 144
mg/dl
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan diet makan,
dan pantau pemenuhan
70

nutrisi pasien
2 19 September 2017 Gangguan pemenuhan S : pasien mengatakan nafsu
nutrisi kurang dari makan meningkat dan badan
kebutuhan tubuh tidak terasa lemas
O:
-klien makan 3x sehari
-klien menghabiskan satu
porsi makanan dari rumah
sakit
-BB naik 0,5 kg dari 58
menjadi 58,5
A : masalah kebutuhan
nutrisi kurang dapat teratasi
sebagian
P : lanjutkan diet makanan
sehat dan pantau asupan
nutrisi untuk pasien
3 19 September 2017 Risiko defisit volume S : klien mengatakan masih
cairan sering BAK pada malam
hari, klien masih merasa
sering haus
O:
-urine output klien 1300
cc/hari
-BAK 7-8 x/hari
A : masalah belum teratasi
P : lanjutkan intervensi untuk
mengurangi diuresi
4 19 September 2017 Risiko infeksi S : klien mengatakan tidak
terasa kesemutan di kakinya
71

O : tidak ada luka di tubuh


klien terutama di kaki
A : masalah risiko infeksi
klien teratasi
P : pantau agen penyebab
infeksi klien untuk
mengurangi terjadinya
infeksi
5 19 September 2017 Ansietas S : klien mengatakan sudah
tidak cemas memikirkan
penyakitnya
O : klien tampak tenang dan
bisa tidur pada malam hari
A : masalah kecemasan klien
dapat teratasi
P : hentikan intervensi
6 19 September 2017 Kurang pengetahuan S : klien mengatakan sudah
tentang proses penyakit, mengerti penjelasan dari
diet, perawatan, dan perawat tentang penyakitnya
pengobatan O : klien dapat menjawab
pertanyaan dari perawat dan
dapat menjelaskan ulang
penjelasan dari perawat
A : masalah sudah teratasi
P : hentikan intervensi
7 19 September 2017 Keletihan S : klien mengatakan sudah
tidak lemas lagi
O : klien terlihat dapat
beraktivitas.
A : masalah teratasi sebagian
72

P : lanjutkan intervensi untuk


mengurangi keletihan
8 19 September 2017 Ketidakefektifan S:
Perfusi Jaringan Perifer -Klien mengatakan kaki
klien tidak terasa kesemutan
lagi
-Klien mengatakan kaki
klien masih tidak terasa
ketika disentuh
O:
-CRT klien <3 detik
-Akral dingin
-warna sudah tidak pucat
A:
-masalah belum teratasi
sepenuhnya
P:
-Lanjutkan intervensi
perawatan kaki dan senam
kaki
73

BAB V
PEMBAHASAN

Pada bab ini penulis membahas mengenai kesenjangan antara teori dan

kasus yang terdiri dari pengkajian diagnosa keperawatan, perencanaan,

implementasi dan evaluasi. Dari hasil pelaksanaan asuhan keperawatan pada

Tn. P dengan diabetes melitus tipe II (NIDDM) dengan komplikasi gangrene di

lantai V kiri IRNA B Teratai Merah Rumah Sakit Umum Fatmawati, Jakarta,

yang dilaksanakan pada tanggal 22 Juli sampai 24 Juli 2017, penulis

menemukan beberapa kesenjangan antara teori dan kasus mencakup

pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, implementasi dan evaluasi.

5.1 Pengkajian

Dari hasil pengkajian yang dilakukan pada tanggal 22 Juli 2017, yang

didapatkan melalui wawancara, pemeriksaan fisik serta didokumentasikan,

ditemukan kesenjangan antara teori dan kasus.

Dalam teori dikatakan etiologi terjadinya diabetes melitus adalah faktor

usia, faktor genetik, obesitas dan diet atau pola makan yang salah, sama seperti

etiologi yang terjadi pada klien. Manifestasi klinis yang ditemukan pada klien

sama seperti pada teori diantaranya banyak makan, kelemahan atau kelelahan

dan berat badan menurun. Pemeriksaan penunjang yang ada pada kasus tetapi

tidak ada dalam teori adalah pemeriksaan laboratorium seperti pemeriksaan

fungsi hati (protein total, albumin, globulin).

Pada saat pemeriksaan fisik melalui pengkajian penulis menemukan

adanya tanda-tanda infeksi seperti tampak ada rembesan pus pada balutan luka.
74

Faktor pendukung dalam melakukan pengkajian, klien dan keluarga kooperatif

dan data yang diperoleh tidak terlalu menyimpang dari teori yang ada, kerja

sama dengan perawat ruangan baik, dokumen yang ada cukup lengkap, standar

yang dipakai di ruangan sesuai dengan standar yang ada dalam teori. Faktor

penghambat selama proses pengkajian penulis tidak menemukannya.

5.2 Diagnosa Keperawatan

Pada teori dengan diabetes melitus diagnosa keperawatan yang muncul

menurut Marlyn E. Doengoes, at all, 2000, ada tujuh diagnosa yaitu :

kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis osmotik (dari

hiperglikemia), perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan

dengan ketidakcukupan insulin, penurunan masukan oral, resiko tinggi infeksi

(sepsis) berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, resiko tinggi terhadap

perubahan sensori-perseptual berhubungan dengan perubahan

ketidakseimbangan glukosa/insulin/elektrolit, kelelahan berhubungan dengan

penurunan produksi energi metabolik, ketidakberdayaan berhubungan dengan

penyakit jangka panjang atau progresif yang tidak dapat diobati dan kurang

pengetahuan mengenai penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan

berhubungan dengan kurangnya informasi. Sedangkan pada kasus yang muncul

adalah resiko tinggi perluasan infeksi berhubungan dengan meningkatnya

kadar glukosa dalam darah yang ditandai dengan keadaan balutan luka dengan

pus yang merembes dan luka klien sudah terdapat pus dan darah. Resiko

kelebihan volume cairan tubuh berhubungan dengan penurunan tekanan


75

osmotik koloid ditandai dengan klien mengatakan BAK ± 5-6 kali perhari,

balance cairan klien 2100 ml – 1800 ml = +300 ml/24 jam. Resiko perubahan

nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan

insulin untuk transport glukosa dalam sel ditandai dengan keluarga klien

mengatakan berat badan klien menurun sejak sakit (1 bulan yang lalu), hasil

laboratorium gula darah sewaktu = 217mg/dl (N : 70 – 140mg/dl). Intoleransi

aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik : perfusi jaringan tidak adekuat

(Hb menurun) ditandai dengan klien tampak lemas, hasil laboratorium : Hb =

9,9 g/dl (N : 13,2 – 17,3g/dl). Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan

tempat masuknya mikroorganisme sekunder terhadap pemasangan

infus/syringe pump, ditandai dengan klien mengatakan merasa nyeri pada

daerah penusukan syringe pump, daerah penusukan syringe pump tampak

bengkak, agak merah.

Diagnosa yang ada pada teori tetapi tidak muncul pada kasus terdapat

lima diagnosa, yaitu : kekurangan volume cairan berhubungan dengan diuresis

osmotik (dari hiperglikemia), resiko tinggi terhadap perubahan sensori

persepsual berhubungan dengan perubahan ketidakseimbangan glukosa atau

insulin/elektrolit, kelelahan berhubungan dengan penurunan produksi energi

metabolik, ketidakberdayaan berhubungan dengan penyakit jangka panjang

atau progresif yang tidak dapat diobati dan kurang pengetahuan mengenai

penyakit, prognosis dan kebutuhan pengobatan berhubungan dengan kurangnya

informasi, dikarenakan tidak ada data informasi yang menunjang untuk

diagnosa tersebut.
76

Faktor pendukung untuk kelima diagnosa yang diangkat pada kasus, data

informasi yang dibutuhkan sesuai dengan kondisi klien saat itu. Pada waktu

mengangkat diagnosa penulis tidak menemukan faktor penghambat.

5.3 Intervensi Keperawataan

Perencanaan dibuat berdasarkan prioritas masalah sebagai berikut :

observasi tanda-tanda infeksi dan peradangan, ganti balutan dengan teknik

septik dan aseptik, ukur intake dan output tiap hari, observasi status nutrisi

klien, observasi kemampuan klien melakukan aktivitas sehari-hari, pertahankan

teknik septik dan aseptik pada prosedur invasif. Dalam membuat perencanaan

penulis menemukan bahwa diagnosa keperawatan yang diangkat tidak sesuai

dengan prioritas dalam teori. Pada kasus prioritas yang diangkat yaitu resiko

tinggi perluasan infeksi berhubungan dengan meningkatnya kadar glukosa

dalam darah, diagnosa ini diangkat sebagai prioritas karena sesuai dengan

kondisi klien saat itu dengan keadaan balutan luka dengan pus yang merembes

dan luka klien sudah terdapat pus dan darah. Pada teori tidak terdapat kriteria

waktu sedangkan pada kasus kriteria waktu selama 3x24 jam, dari masing-

masing diagnosa. Begitu pun dengan kriteria hasil disusun sesuai dengan

keadaan klien sehingga dapat dicapai dan diukur. Faktor pendukung dalam

membuat perencanaan keperawatan penulis mendapatkan melalui literatur,

sedangkan faktor penghambatnya tidak penulis temukan.


77

5.4 Implementasi

Pelaksanaan tindakan keperawatan, penulis sesuaikan dengan rencana

tindakan yang telah penulis susun berdasarkan prioritas masalah yang

dilakukan 3x24 jam antara lain mengobservasi tanda-tanda infeksi dan

peradangan, mengganti balutan luka dengan teknik septik dan aseptik,

mengukur intake dan output tiap hari, mengobservasi status nutrisi klien,

mengobservasi kemampuan klien melakukan aktivitas sehari-hari,

mempertahankan teknik septik dan aseptic pada prosedur invasif. Namun

dalam pelaksanaan keperawatan dari beberapa rencana tindakan yang penulis

tidak dapat lakukan seperti memberikan obat pada malam hari, dikarenakan

penulis hanya bertugas pada pagi hari. Alternatif pemecahan masalah yang

penulis lakukan adalah mendelegasikan kepada perawat ruangan untuk

melanjutkan rencana tindakan keperawatan pada klien Tn. S. Faktor

pendukung klien dan keluarga cukup kooperatif serta perawat ruangan dapat

bekerja sama sehingga implementasi terlaksana dengan baik. Faktor

penghambat yaitu klien terpasang infus di tangan kanan dan terpasang syringe

pump di tangan kiri dan kaki kiri klien tidak mampu untuk menapak dengan

baik sehingga berat badan klien tidak dapat diukur, solusinya menunggu

keadaan luka di kaki kiri klien sedikit membaik sehingga klien dapat menapak

di atas timbangan untuk mengukur berat badan klien.


78

5.5 Evaluasi

Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses keperawatan bertujuan untuk

menilai perkembangan kesehatan klien mengacu kepada kriteria evaluasi dan

tujuan. Dari lima diagnosa yang terdapat pada kasus, yang sudah teratasi

adalah intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik: perfusi

jaringan tidak adekuat (Hb menurun) ditunjukkan dengan klien tidak merasa

lemah lagi, dan klien mampu mengubah posisi (miring kiri dan miring kanan)

secara mandiri sedangkan empat diagnosa lainnya belum teratasi yaitu resiko

tinggi perluasan infeksi berhubungan dengan meningkatnya kadar glukosa

dalam darah dimana keadaan luka klien masih terdapat pus dan darah. Resiko

kelebihan volume cairan tubuh berhubungan dengan penurunan tekanan

osmotik koloid dimana balance cairan klien 300 ml-600 ml = -300 ml/8 jam.

Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan

ketidakcukupan insulin untuk transport glukosa ke dalam sel dimana hasil GDS

tanggal 24 Juli 2008 : 202mg/dl (N : 70 – 140 mg/dl). Resiko terhadap infeksi

berhubungan dengan tempat masuknya mikroorganisme sekunder terhadap

pemasangan infus/syringe pump, dimana klien masih terpasang infus NaCl

0,9% 20 tts/menit pada tangan kanannya, namun penulis tetap melanjutkan

rencana tindakan tersebut yang belum teratasi, dengan mendelegasikan kepada

perawat ruangan untuk melanjutkan rencana tindakan keperawatan sesuai

dengan rencana. Faktor pendukung adalah klien, keluarga kooperatif dan

perawat ruangan dapat bekerjasama sehingga mudah dalam melaksanakan

rencana tindakan.
79

BAB VI

KESIMPULAN DAN SARAN

6.1 Kesimpulan

Dari hasil penerapan proses keperawatan yang penulis lakukan pada klien

Tn. P dengan diabetes melitus tipe II (NIDDM) dengan komplikasi gangrene di

lantai V kiri IRNA B Teratai Merah Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati,

Jakarta, penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut :

Berdasarkan hasil pengkajian tanggal 22 Juli 2017, dimana yang menjadi

penyebabnya adalah obesitas dan pola makan yang salah. Dengan gejala seperti

banyak makan, kelemahan tubuh, atau kelelahan dan berat badan menurun,

serta adanya luka gangrene yang merupakan komplikasi dari diabetes melitus.

Penulis menemukan lima diagnosa yaitu : resiko tinggi perluasan infeksi

berhubungan dengan meningkatnya kadar glukosa dalam darah. Resiko

kelebihan volume cairan tubuh berhubungan dengan penurunan tekanan

osmotic koloid. Resiko perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh

berhubungan dengan ketidakcukupan insulin untuk transport glukosa ke dalam

sel. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik:Perfusi jaringan

tidak adekuat (Hb menurun). Resiko terhadap infeksi berhubungan dengan

tempat masuknya mikro organisme sekunder terhadap pemasangan

infus/syringe pump.

Dalam membuat rencana keperawatan, tiap-tiap rencana tindakan

berdasarkan prioritas masalah yang ada pada klien. Rencana yang sudah
80

dilakukan sesuai kondisi klien adalah mengobservasi tanda-tanda vital,

mengobservasi tanda-tanda infeksi dan peradangan, mengganti balutan luka

dengan teknik septik dan aseptik, mengukur intake dan output tiap hari,

mengobservasi status nutrisi klien, mengobservasi kemampuan klien

melakukan aktivitas sehari-hari dan mempertahankan teknik septic dan aseptik

pada prosedur invasife. Untuk tindakan keperawatan yang belum dilakukan

penulis didelegasikan kepada perawat ruangan.

Pada tahap evaluasi terdapat satu diagnosa yang sudah teratasi yaitu

intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik : perfusi jaringan

tidak adekuat (Hb menurun) sedangkan empat diagnosa yang belum teratasi

yaitu resiko tinggi perluasan infeksi berhubungan dengan meningkatnya kadar

glukosa dalam darah, resiko kelebihan volume cairan tubuh berhubungan

dengan penurunan tekanan osmotic koloid, resiko perubahan nutrisi kurang

dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan ketidakcukupan insulin untuk

transport glukosa ke dalam sel dan resiko terhadap infeksi berhubungan dengan

tempat masuknya mikroorganisme sekunder terhadap pemasangan infus /

syringe pump.

6.2 Saran

Berdasarkan kesimpulan di atas setelah penulis melakukan asuhan

keperawatan dan interaksi dengan klien, tim keperawatan dan tim kesehatan di

lantai V kiri IRNA B Teratai Merah Rumah Sakit Umum Pusat Fatmawati,

Jakarta, penulis memberikan saran sebagai berikut :


81

6.2.1 Bagi Mahasiwa/i atau perawat

Hendaknya dapat mempertahankan pengetahuan dan keterampilan yang

dimiliki dalam melaksanakan asuhan keperawatan pada klien dengan

diabetes melitus dengan komplikasi gangrene.

6.2.2 Bagi Pasien dan Keluarga Pasien

Klien diharapkan untuk menciptakan pola hidup yang baik dengan

menghindari konsumsi makanan dan minuman yang berkadar gula tinggi

serta melakukan perawatan luka yang septik dan aseptik untuk

menghindari infeksi lebih lanjut.

6.2.3 Bagi Institusi Akademik

Untuk institusi meningkatkan sarana dan prasarana kampus seperti alat-

alat laboratorium, dan literatur-literatur sehingga dapat memperlancar

proses belajar mengajar serta penyusunan karya tulis ilmiah, menyediakan

tenaga kerja dan dosen yang berpengalaman dan berkualitas dalam

memberikan bimbingan kepada mahasiswa/i sehingga dapat menghasilkan

perawat-perawat yang berkualitas dan profesional.


82

DAFTAR PUSTAKA

Adi, Soebagijo Soelistijo. 2015. Konsensus Pengelolaan Dan Pencegahan


Diabetes Melitus Tipe 2 Di Indonesia 2015. Jakarta: PB. Perkeni

Carpenito Juall Lynda.(1999). Rencana Asuhan dan Dokumentasi Keperawatan


(Alih Bahasa : Ester Monica Skp, et all).Edisi 2.Jakarta : EGC

Doengoes, E. Marilyn, dkk.(2000). Rencana Asuhan Keperawatan Edisi 3 (Alih


Bahasa : I Made Kariasa dkk).Jakarta : EGC

Enggram, Barbara.(1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Vol. 3


(Alih Bahasa : Suharyati samba).Jakarta : EGC

Harnowo, Sapto.(2001). Keperawtan Medikal Bedah untuk Akademi


Keperawatan. Jakarta : Widya Medika

Lewis, Sharon.(2003). Medical Surgical Nursing assessment of clinical Problem.


Missouri : Mosby

Noer, Sjaifoellah Prof. dr. H. M.(2004). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, Jilid
I.Edisi 3.Jakarta : Balai Penerbit FKUI

Noor, Restyana Fatimah. 2015. Diabetes Melitus Tipe 2. Volume 4 Nomor 5,


Februari 2015.

Notoatmodjo, S. 2007. Promosi Kesehatan dan Ilmu Perilaku. Jakarta: Penerbit


Rineka Cipta.

PB PAPDI, 2009. Panduan Pelayanan Medik. Jakarta: Interna Publishing: Hlm 9-


15.
83

PERKENI, 2011. Konsensus Pengendalian dan Pencegahan DM Tipe 2 di


Indonesia. Jakarta: Hlm 1-7 & 14-30.

PERKENI. Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Melitus Tipe 2 di


Indonesia 2006. Jakarta: PB.PERKENI. 2006.

Patricia A. Potter, Anne Griffin Perry.(2006). Buku Ajar Fundamental


Keperawatan Konsep, Proses dan Praktik, volume 2.Edisi 4.Jakarta:EGC

Priscilia lemone, Karen M. Burke.(2004). Medical Surgical Nursing. Addison


Wesley Nursing.

R. Sjamsuhidajat, Wim De Jong.(2006). Buku Ajar Ilmu Badah. Edisi 2.Jakarta :


EGC

Soebardi, S., & Yunir E, 2007. Terapi Non Farmakologis Pada DiabetesMelitus
dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi ke-4. Jakarta: Pusat
Penerbitan FKUI: Hlm 1864-186.

Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. 2006. Buku Ajar


Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi V. Jakarta : Interna Publishing

Syahbudin, S. 2009. Diabetes Melitus dan Pengelolaannya. Cetakan 2,


PusatDiabetes &amp; Lipid RSUP Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo.
Jakarta: FKUI

Suzzane C. Smeltzer, Brenda G. Bare.(2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal –


Bedah Brunner & Suddarth Vol.2.Edisi 8.Jakarta EGC

Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson.(2006). Patofisiologi Konsep Klinis Proses –


Proses Penyakit, Volume 1.Edisi 4.Jakarta : EGC
84

Wicaksono, M. T. P. 2013. Diebetes Mellitus Tipe II Gula Darah Tidak


Terkontrol dengan Komplikasi Neuropati Diabetikum. Medula. Volume 1.
Nomor 3. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung.

http://id.wikipedia.org/wiki/diabetes-melitus diakses pada tanggal 28 Oktober


2019

www.blogdokter.net/2007/06/13/diabetes-melitus diakses pada tanggal Oktober


2019

www.medicastore.com/diabetes diakses pada tanggal Oktober 2019

Anda mungkin juga menyukai