Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan berbagai
cara yang menghambat respons pada sistem biologis dan dapat menyebabkan
gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian. Keracunan sering dihubungkan
dengan pangan atau bahan kimia. Pada kenyataannya bukan hanya pangan atau
bahan kimia saja yang dapat menyebabkan keracunan. Di sekeliling kita ada racun
alam yang terdapat pada beberapa tumbuhan dan hewan. Salah satunya adalah
gigitan ular berbisa maupun akibat gas beracun. Mengingat masih sering terjadi
keracunan maka untuk dapat menambah pengetahuan, kami menyampaikan materi
mengenai keracunan tersebut.
Sebagian besar pajanan terhadap gas beracun terjadi dirumah. Keracunan
dapat terjadi akibat pencampuran produk pembersih rumah tangga yang tidak
semestinya atau rusaknya alat rumah tangga yang melepaskan karbon monoksida.
Pembakaran kayu, bensin, oli, batu bara, atau minyak tanah juga menghasilkan
karbon monoksida. Gas karbon monoksida tidak berwarna, tidak berbau, tidak
berasa, dan tidak menimbulkan iritasi, yang membuatnya amat berbahaya.
Penncegahan dan penyuluhan pasien dibahas di akhir bab ini.
Menelan zat racun atau racun dapat terjadi di berbagai lingkungan dan
pada kelompok usia yang berbeda-beda. Keracunan di rumah biasannya terjadi
jika anak menelan pembersih alat rumah tangga atau obat-obatan. Penyimpanan
yang tidak semestinya bahan-bahan ini dapat menjadi penyebab kecelakaan
tersebut. Tanaman, pestisida, dan produk cat juga merupakan zat beracun yang
potensial di rumah tangga. Karena gangguan mental atau penglihatan, buta huruf,
atau masalah bahasa, lansia dapat menelan obat-obatan dengan jumlah yang salah.
Selain itu, keracunan dapat terjadi di lingkungan perawatan kesehatan saat obat-
obatan diberikan tidak sebagaimana mestinya.
2

Hal yang sama, keracunan juga dapat terjadi di lingkungan perawatan


kesehatan jika obat-obatan yang normalnya hanya diberikan melalui rute subkutan
atau intramuscular diberikan lewat, atau jika obat-obatan yang salah disuntikan.
Keracunan karena suntikan juga dapat terjadi di lingkup penyalahgunaan seperti
jika ecandu heroin tidak sengaja menyuntiki pemutih atau heroin yang terlalu
banyak.

1.2. Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan keracunan?
2. Bagaimana patofisiologi keracunan yang diakibatkan oleh zat kimia (organo
fosfat) dan jengkol?
3. Apakah tanda dan gejala dari keracunan tersebut?
4. Bagaimana cara pertolongan pertama dan perawatan lanjutan pada pasien
dengan keracunan?

1.3. Tujuan Penulisan


1. Mempelajari patofisiologi akibat keracunan.
2. Menjelaskan tanda dan gejala keracunan.
3. Mengetahui cara pertolongan pertama dan perawatan lanjutan pada pasien
dengan keracunan.
3

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Pengertian Keracunan


Racun adalah zat atau senyawa yang masuk ke dalam tubuh dengan berbagai
cara yang menghambat respon pada sistem biologis dan dapat menyebabkan
gangguan kesehatan, penyakit, bahkan kematian.
Keracunan sering dihubungkan dengan pangan atau bahan kimia. Pada
kenyataannya bukan hanya pangan atau bahan kimia saja yang dapat menyebabkan
keracunan. Di sekeliling kita ada racun alam yang terdapat pada beberapa
tumbuhan dan hewan. Beberapa contoh keracunan antara lain keracunan obat dan
zat kimia, gigitan ular dan serangga, dan keracunan gas.

2.2. Anatomi Fisiologi


2.2.1. Sistem Pencernaan

a. Organ yang berperan dalam sistem pencernaan adalah :


1) Mulut
4

Proses pencernaan dimulai sejak makanan masuk ke dalam mulut. Di


dalam mulut terdapat alat-alat yang membantu dalam proses pencernaan,
yaitu gigi, lidah, dan kelenjar ludah (air liur).

2) Kerongkongan
Kerongkongan (esofagus) merupakan saluran penghubung antara
rongga mulut dengan lambung.Kerongkongan berfungsi sebagai jalan bagi
makanan yang telah dikunyah dari mulut menuju lambung.
3) Lambung
Lambung (ventrikulus) merupakan kantung besar yang terletak di
sebelah kiri rongga perut sebagai tempat terjadinya sejumlah proses
pencernaan. Lambung terdiri dari tiga bagian, yaitu bagian atas (kardiak),
bagian tengah yang membulat (fundus), dan bagian bawah (pilorus). Kardiak
berdekatan dengan hati dan berhubungan dengan kerongkongan.Pilorus
berhubungan langsung dengan usus dua belas jari.Di bagian ujung kardiak
dan pilorus terdapat klep atau sfingter yang mengatur masuk dan keluarnya
makanan ke dan dari lambung.
4) Usus Halus
Usus halus (intestinum) merupakan tempat penyerapan sari makanan
dan tempat terjadinya proses pencernaan yang paling panjang.
Pada usus dua belas jari bermuara saluran getah pankreas dan saluran
empedu. Pankreas menghasilkan getah pankreas yang mengandung enzim-
enzim sebagai berikut :
a) Amilopsin (amilase pankreas)
Yaitu enzim yang mengubah zat tepung (amilum) menjadi gula lebih
sederhana (maltosa).
b) Steapsin (lipase pankreas)
Yaitu enzim yang mengubah lemak menjadi asam lemak dan gliserol.
5

c) Tripsinogen
Jika belum aktif, maka akan diaktifkan menjadi tripsin, yaitu enzim yang
mengubah protein dan pepton menjadi dipeptida dan asam amino yang
siap diserap oleh usus halus.
5) Usus Besar
Makanan yang tidak dicerna di usus halus, misalnya selulosa, bersama
dengan lendir akan menuju ke usus besar menjadi feses. Di dalam usus besar
terdapat bakteri Escherichia coli.
6) Anus
Merupakan lubang tempat pembuangan feses dari tubuh.Sebelum
dibuang lewat anus, feses ditampung terlebih dahulu pada bagian rectum.

b. Fungsi Sistem Pencernaan


Pencernaan berlangsung secara mekanik dan kimia, dan meliputi
proses berikut:
1) Ingesti adalah masuknya makanan ke dalam mulut.
2) Pemotongan dan penggilingan makanan dilakukan secara mekanik
oleh gigi. Makanan kemudian bercampur dengan saliva sebelum
ditelan(menelan).
3) Peristalsis adalah gelombang kontraksi otot polos involunter yang
menggerakkan makanan tertelan melalui saluran pencernaan.
4) Digesti adalah hidrolisis kimia (penguraian) molekul besar menjadi
molekul kecil sehingga absorpsi dapat berlangsung.
5) Absorpsi adalah penggerakan produk akhir penccernaan dari lumen
saluran pencernaan ke dalam sirkulasi darah dan limfatik sehingga
dapat digunakan oleh tubuh.
6) Egesti (defekasi) adalah proses eliminasi zat-zat sisa yang tidak
tercerna, juga bakteri, dalam bentuk feses dari saluran pencernaan
6

2.2.2 Sistem Pernafasan


Paru-paru adalah struktur elastis sperti spons. Paru-paru berada dalam
rongga torak, yang terkandung dalam susunan tulang-tulang iga dan letaknya di
sisi kiri dan kanan mediastinum (struktur blok padat yang berada di belakang
tulang dada. Paru-paru menutupi jantung, arteri dan vena besar, esophagus dan
trakea). Paru-paru juga di lapisi oleh pleura yaitu parietal pleura (dinding thorax)
dan visceral pleura (membrane serous). Di antara rongga pleura ini terdapat
rongga potensial yang disebut rongga pleura yang didalamnya terdapat cairan
surfaktan sekitar 10-20 cc cairan yang berfungsi untukmenurunkan gaya gesek
permukaan selama pergerakan kedua pleura saat respirasi. Tekanan rongga pleura
dalam keadaan normal ini memiliki tekanan -2,5 mmHg

.
Paru-paru divaskularisasi dari dua sumber, yaitu:
1. Arteri bronchial yang membawa zat-zat makanan pada bagian
conduction portion, bagian paru yang tidak terlibat dalam pertukaran gas.
Darah kembali melalui vena-vena bronchial.
2. Arteri dan vena pulmonal yang bertanggungjawab pada vaskularisasi
bagian paru yang terlibat dalam pertukaran gas yaitu alveolus.
7

a. Mekanisme Pernapasan
1) Inspirasi
Inspirasi terjadi karena adanya kontraksi otot dan mengeluarkan energi
maka inspirasi merupakan proses aktif. Agar udara dapat mengalir masuk ke
paru-paru, tekanan di dalam paruharus lebih rendah dari tekanan
atmosfer.Tekanan yang rendah ini ditimbulkan oleh kontraksi otot-otot
pernapasan yaitu diafragma dan m.intercosta.kontraksi ini menimbulkan
pengembangan paru, meningkatnya volume intrapulmoner. Peningkatan
volume intrapulmoner menyebabkan tekanan intrapulmoner (tekanan di
dalam alveoli) dan jalan nafas pada paru menjadi lebih kecil dari tekanan
atmosfer sekitar 2 mmHg atau sekitar ¼ dari 1% tekanan atmosfer,
disebabkan tekanan negative ini udara dari luar tubuh dapat bergerak masuk
ke dalam paru-paru sampai tekanan intrapulmonal seimbang kembali dengan
tekanan atmosfer.
2) Ekspirasi
Ekspirasi merupakan proses yang pasif, dimana di hasilkan akibat
relaksasinya otot-otot yang berkontraksi selama inspirasi. Ekspirasi yang
kuat dapat terjadi karena kontraksi yang kuat/aktif dari m.intercostalis
interna dan m. abdominalis.Kontraksi m. abdominalis mengkompresi
abdomen dan mendorong isi abdomen mendesak diafragma ke atas.

b. Sistem Hematologi
Darah adalah suatu suspensi partikel dalam suatu larutan kolid cair
yang mengandung elektrolit dan merupakan suatu medium pertukaran antar
sel yang terfikasi dalam tubuh dan lingkungan luar.
1) Fungsi Darah :
Sebagai alat pengangkut yaitu :
a) Mengambil O2 di paru-paru untuk diedarkan keseluruh jaringan.
b) Mengangkat CO2 dari jaringan untuk dikeluarkan melalui paru-paru.
8

c) Mengambil zat makanan dari usus halus untuk diedarkan keseluruh


jaringan atau alat tubuh.
d) Mengangkat dan mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi
tubuh melalui kulit dan ginjal.
e) Sebagai pertahanan tubuh.
f) Menyebarkan panas keseluruh tubuh.
2) Komponen Darah
a) Plasma
(1) Sebagai medium untuk mengangkut baerbagai bahan dalam tubuh.
(2) Menyerap dan mendistribusikan banyak panas yang dihasilkan oleh
metabolisme di dalanm jaringan.
(3) Tempat larutnya sejumlah besar zat organic dan an organik
3) Sel Darah
a) Sel Darah Merah ( RBC)
Sel darah merah atau eritrosit adalah sel yang tidak berinti yang
berumur ± 120 hari dengan proses pematangan sel darah merah 1
minggu dan tidak mempunyai organel. dan ribosom.Normal SDM :
5.000.000.000 sel/ml darah. Hemoglobin adalah suatu pigmeb(yaitu
secara alamiah berwarna. Karena kandunagan besinya , hemoglobin
tampak kemerahan apabila berikatan dengan O2 dan kebiruan apbila
mengalami deoksigenasi.
Molekul hemoglobin terdiri dari 2 bagian :
(1) Bagian Globin,suatu protein yang terbentu dari empat rantai
polipeptida yang sangat berlipat-lipat
(2) Gugus nitrogenosa nonprotein mengandung besi yang dikenal
sebagai gugus hem(heme) ,yang masing-masing terikat ke satu
poipeptida.
b) Sel darah putih ( RBW )
9

Mempunyai nukeus dan tidak mempunyai hemoglobin dan


merupakn unit yang mobiler dlam sistem pertahanan tubuh (imunitas)
yang mengacu pada kemampuan tubuh untuk menghancurkan benda
asing yang masuk ke dalam tubuh.
(1) Fungsi leukosit
(2) Memakan invasi oleh patogen melalui prosesfagositosis
(3) Mengidentifikasi dan menghancurkan selsek kanker yang muncul
dalam tubuh
(4) Berperan sebagai petugas pembersih sampah tubuh dari debris yang
berasal dari sel yang cidera atau mati.
c) Trombosit ( platelet )
(1) Trombosit dalah fragmen sel sel yang berasal dari megakariosit
besar di sumsum tulang.trombosit berperan penting dalam
hemostasis,penghentian peredaran dari pembuluh yang cidera.
(2) Nilai normal dari tombosit adalah 150 .000-400.000.mm3
(3) Fungsi dari tombosit adalah :
- Memelihara perdarahan agar tetap utuh setelah mikrotrauma
yang terjadi sehari – hari pada endotel
- Mengawali epnyumbatan pembuluh darah yang terkena trauma
- Menjaga stabilitas fibrin

2.3. Konsep Asuhan Keperawatan Gawat Darurat


2.3.1 Pengkajian
a. Primary Survery
1) Airway and cervival control
2) Breathing and ventilation
3) Circulation and hemorrhage control
4) Disability
5) Exposure and Environment
10

b. Pengkajian secara tepat tentang ABC


1) Pernyataan pasien tentang kepatenan jalan nafas.
a) Jalan nafas paten ketika bersih saat bicara dan tidak ada suara
nafas yang mengganggu
b) Jika jalan nafas tidak paten pertimbangkan kebersihan daerah
mulut dan menempatkan alat bantu nafas.
2) Apakah pernafasan efektif
a) Pernapasan efektif ketika warna kulit dalam batas normal dan
capillary refill kurang dari 3 detik.
b) Jika pernapasan tidak efektif pertimbangkan pemberian oksigendan
penempatan alat bantu.
3) Apakah pasien merasakan nyeri atau tidak nyaman pada tulang
belakang
a) Immobilisasi leher yang nyeri atai tidak nyaman dengan collar
spine jika injuri kurang dri 48 jam.
b) Tempatkan leher pada C-collar yang keras dan immobilisasi
daerah tulang belakang dengan mengangkat pasien dengan
stretcher.
4) Apakah sirkulasi pasien effective
a) Sirkulasi efektife ketika nadi radialis baik dan kulit hangat serta
kering.
b) Jika sirkulasi tidak efectitive pertimbangkan penempatan pasien
pada posisi recumbent, membuat jalan masuk di dalam intravena
untuk pemberian bolus cairan 200 ml.

5) Apakah ada tanda bahaya pada pasien


a) Gunakan GCS dan AVPU untuk mengevaluasi kerusakan daya
ingat akibat trauma pada pasien.
b) Pada GCS nilai didapat dari membuka mata, verbal dan motoric.
11

c) AVPU
A : untuk membantu pernyataan daya ingat pasien, kesadaran
respon terhadap suara dan berorientasi pada orang, waktu
dan tempat.
V : Untuk pernyataan verbal pasien terhadap respon suara
tetapi, tidak berorientasi penug pada orang, waktu dan
tempat.
P : untuk pernyataan nyeri pada pasien yang tidak respon
pada suara tetapi respon terhadap rangsangan nyeri.
U : untuk yang tidak responsive terhadap rangsangan nyeri.
Penilaian keadaan penderita dan prioritas terapi dilakukan
berdasarka jenis perlakuan, stabilitas tanda tanda vitaldan
mekanisme ruda paksa, berdasar kan penilaian :
A : Airway jalan nafas terkontrol servikal
B : Breathing dan ventilasi
C : Circulation dengan control perdarahan
D : Exposure/ environment control : Buka baju penderita
tetapi cegah hipotermia.
Yang penting pada frase pra-RS adalah ABC, dilakukan
resusitasi dimna perlu, kemudian fiksasi penderitalalu transportasi.
(1) Airway dengan control servikal
Yang pertama yang harus dinilai adalah kelancaran airway.
Ini meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat
disebabkan benda asing, fraktur wajah, fraktur mandibula atau
maksila, fraktur laring atau trakea. Usaha untuk membebaskan
jalan nafas harus melindungi vertebra servikal karena
kemungkinan patahnya yulag servikal harus selalu diperhitungkan.
Dalam hal ini dapat dilakukan Chin lift atau jaw thrust. Selama
12

memeriksa dan memperbaiki jalan nafas, harus diperhatikan


bahwa tidak boleh dilakukan ekstensi, fleksi atau rotasi dari leher.
Kemungkinan diduga patahnya tulang servikal diduga apabila
a. Trauma dengan penurunan kesadaran
b. Adanya luka karena trauma di atas klavikula
c. Setiap multitrauma ( trauma pada region 2 atau lebih)
d. Juga harus waspada terhadap kemungkinan patah
tulang belakang bila biomekanika trauma mendukung.
Dalam keadaan curiga fraktur servikal, harus haru dipakai alai
immobilisasi. Bila alat immobilisasi ini harus di buka untuk
sementara, maka kepala harus dipakai sampai kemungkinan
fraktur servikal dapatdisingkirkan. Bila ada gangguan jalan nafas,
maka sesuai BHD.
(2) Breathing
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik.
Pertukaran gas yang terjadi padasaat bernafas mutlak untuk
pertukaran oksigen dan mengeluarkan CO dari tubuh. Ventilasi
yang baik meliputi: fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan
difragma. Setiap komponen ini harus dievaluasi secara cepat.
Dada penderita harus dibuka untuk melihat pernapasan yang
baik. Auskultasi dilakukan untuk memastikan masuknya udara
kedalam paru. Perkusi dilakukan untuk menilai adanya udara atau
darah dalam rongga pleura. Inspeksi dan palpasi dapat
memperlihatkan kelainan dinding dada yang mungkin
mengganggu vnetilasi. Perlakuan yang baik mengakibatkan
gangguan ventilasi yang berat adalah pneumotoraks, flail chest
dengan kontusio paru, open pneumotoraks dan hemotoraks-masif.
(3) Circulation dengan control perdarahan
a. Volum darah dan jurang jantung (cardiac output)
13

Perdarahan merupakan sebab utama kematian pasca bedah


yang mungkin dapat diatasi dengan terapi yang cepat dan tepat di
rumah sakit. Suatu keadaan hipotensi harus disebabkan oleh
hipovolemik, sampai terbukti sebaliknya. Dugaan demikian maka
diperlukan penilaian yang cepat dari status hemodinamik
penderita.
Ada 3 observasi yang dalam hitungan detik dapat
memberikaninformasi mengenai keadaan hemodinamik yakni
kesadaran, warna kulit dan nadi.
1) Tingkat kesadaran
Bila volume darah menurun, perfusi darah ke otak dapat
berkurang, yang akan mengakibatkan penurunan kesadaran
( walaupun demikian kehilangan darah yang dalam jumlah
banyak belum tentu mengakibatkan gangguan kesadaran).
2) Warna kulit
Warna kulit dapat membantu diagnosis hipovolemia.
Penderita trauma yang kulitnya kemerahan, trauma pada
wajah dan ektremitas, jarang yang dalam keadaan
hipovolemia.sebaliknya wajah pucat keabu abuan dan kulit
ekremitas yang pucat, merupakan tanda tanda hipovolemia.
Bila memang disebabkan hipovolemia maka ini menandakan
kehilangan darah minimal 30% dari volume darah.
3) Nadi
Nadi yang besar seperti arteri femoralis atau arteri karotis
harus diperiksa bilateral, untuk kekuatan nadi, kecepatan dan
irama. Pada syok nadi akan kecil dan cepat. Nadi yang tidak
cepat, kuat dan teratur biasanya merupakan tanda normo-
volomia. Nadi yang cepat dan kecil merupakan tanda
hipovolemia, namun harus diingat sebab lain yang dapat
14

menyebabkannya. Nadi yang tidak teratur biasanya


merupakan tanda tanda gangguan jantung. Tidak
ditemukannya pulsasi dari nadi arteri sentral.
b. Control perdarahan
Perdarahan hebat dikelola pada survey primer. Perdarahaan
eksternal dengan penekanan langsung pada luka jangan di jahit
terlebih dahulu. Spalk udara dapat digunakan untuk mengontrol
perdarahan. Spalk jenis ini harus ditembus cahaya untuk dapat
dilakukannya pengawasan perdarahan. Tornoquet jangan dipakai
karena merusak jaringan dan menyebabkan distal dari tourniquet.
Pemakaian dari hemostal memerlukan waktu dan dapat merusak
jaringan sekitar saraf seperti syaraf dan pembuluh darah.
Perdarahan dalam rongga toraks, abdomen, sekitar fraktur atau
sebagai akibat dari luka tembus, dapat menyebabkan perdarahan
besar yang tidak terlihat.
(4) Disability
Menjelang akhir survey primer dievaluasi keadaan neurologis
ecara cepat yaitu tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil.
GCS adalah system scoring yang sederhana dan dapat
meramalkan kesudahan (outcome) penderita. Penurunan kesadaran
dapat disebabkan perlukaan pada otak sendiri. Penurunan
kesadaran dapat menuntut dilakukannya pemeriksaan terhadap
keadaan perfusi, ventilasi dan oksigen.
Alcohol dan obat obatan dapat mengganggu tingkat kesadaran
penderita. Walaupun sudah demikian bila disingkirkan
kemngkinan hipoksia tau hipovolemia sebagai sebab penurunan
kesadaran, maka trauma kapitis dapat dianggap sebagai
penyebabnya sampai terbukti sebaliknya.
(5) Exposure/ Kontrol Lingkungan
15

Exposure dilakukan di rumah sakit, terapi dimna perlu dapat


membuka pakaian, misalnya membuka baju untk melakukan
pemeriksaan toraks fisik. Di rumah sakit penderita harus dibuka
seluruh pakaiannya untuk evaluasi.
c. Secondary survey
a) Focus assessment
b) Head to toe assessment
- Survey sekunder dilakukan setelah survey primer selesai,
resusitasi dilakukan dari penderita stabil.
- Survey sekunder adalah pemeriksaan head to toe dan pemeriksaan
tanda tanda vital. Survey sekunder hanya dilakukan apabila
penderita sudah stabil.

2.3.2 Diagnose Keperawatan


1. Airway
a. Bersihan jalan nafas
b. Tidak efektifnya jalan nafas
c. Resiko respirasi
2. Breathing
a. Resiko pola nafas tidak efektif
b. Gangguan pertukaran gas
3. Circulation
a. Kurang volume cairan
b. Gangguan perfusi jaringan

2.3.3 Perencanaan Keperawatan


1. Airway
Airway harus dijaga dengan baik pada penderita tidak sadar. Jaw trust
atau chin lift dapat dipakai pada beberapa kasus, pada penderita yang
16

masih sadar dapat dipakai naso-pharyngeal airway. Bila penderita tidak


sadar dan tidak ada reflek bertahan dapat dipakai oroparingeal airwayta
yang airway terganggu. Control jalan nafas pada penderita yang airway
terganggu karena factor mekanik atau ada gangguan ventilasi akibat
gangguan kesadaran, dicapai dengan intubasi endo-tracheal baik oral
maupun nasal. Proedur ini harus dilakukan dengan control terhadap
servikal. Surgical airway dapat dilakukan bila intubasi endotracheal tidak
mungkin karena kontraindikasi atau karena masalah mekanis.
2. Breathing
Adanya tenson pneuomotoraks mengganggu ventilasi dan bila dicurigai,
harus segera dilakukan kompresi ( tusuk dengan jarum besar, disusul
WSD) setiap penderita trauma diberikan oksigen. Bila tanpa intubasi,
sebaiknya oksigen diberikan dengan fas mask.
3. Circulation
Bila ada gangguan sirkulasiharus segera dipasang 2 jalur IV line. Kateter
IV yang dipakai harus berukuran besar. Pada awalnya sebaiknya
menggunakan vena pada lengan. Penderita diinfus cepat dengan 1,5-2 liter
cairan kristaloid, atau ringer laktat. Bila tidak ada respon dengn pemberian
cairan kristaloid, berikan darah segolongan. Pemberian vasopressor steroid
atau Bic Nat tida diperkenankan.
4. Kateter Urin dan Lambung
Pemakaian kateter urin dan lambung harus dipertimbangkan.
a. Kateter Urin
Produksi urin merupakan indicator peka untuk menilai kedaan
hemodinamik penderita.
b. Kateter lambung
Kateter lambung dipakai untuk mengurangi distensi dan mencegah
muntah. Isi lambungyang pekat akan mengakibatkan NGT tidak
berfungsi. Darah dalam lambung dapat disebabkan darah tertelan,
17

pemasangan NGT yang traumatic atau perlukaan lambung. Bila lamina


fibrosa patah atau diduga patah, kateter lambung harus dipasang
melalui mulut ntuk mencegah masuknya NGT dalam rongga torak.
5. Monitoring
Monitoring hasil resusitasi didasarkan pada laju napas, nadi, tekanan nadi,
tekanan darah, suhu tubuh dan kesadaran penderita:
a. Laju nafas dipakai untuk menilai airway dan breathing, ETT dapat
berubah posisipada saat penderita berubah posisi.
b. Pulse oxymetry sangat berguna. Plse oxymetri mengukur secara
kolorigrafi kadar saturated O2 bukan PaO2.
c. Pada penilaian tekanan darah harus didasari bahwa tekanan darah ini
merupakan indicator yang kurang baik untuk menilai perfusi jaringan.
d. Monitoring EKG dianjurkan pada semua penderita truma.
Tindakan resusitasi ddilakukan pada saat masalahnya dikenali, bukan
setelah survey primer dilakukan.

2.3.4 Pelaksaan keperawatan


1. Komprehensive
2. Humanistic and holistic

2.3.5 Evaluasi
1. Proses
2. Hasil
18

BAB III
PEMBAHASAN

3.1. Keracunan Organofosfat


3.1.1. Pengertian
Organofosfat adalah nama umum ester dari asam fosfat.  Pada tahun
1930an organofosfat digunakan sebagai insektisida, namun pihak militer
Jerman mengembangkan senyawa ini sebagai neurotoksin selama perang dunia
kedua.

Struktur umum organofosfat


Lebih dari 50.000 komponen organofosfat telah disynthesis dan diuji
untuk aktivitas insektisidanya. Tetapi yang telah digunakan tidak lebih dari 500
jenis saja dewasa ini. Semua produk organofosfat tersebut berefek toksik bila
tertelan, dimana hal ini sama dengan tujuan penggunaannya untuk membunuh
serangga. Beberapa jenis insektisida digunakan untuk keperluan medis
misalnya fisostigmin, edroprium dan neostigmin yang digunakan utuk aktivitas
kholinomimetik (efek seperti asetyl kholin). Obat tersebut digunakan untuk
pengobatan gangguan neuromuskuler seperti myastinea gravis. Fisostigmin
juga digunakan untuk antidotum pengobatan toksisitas ingesti dari substansi
antikholinergik (mis: trisyklik anti depressant, atrophin dan sebagainya).
Fisostigmin, ekotiopat iodide dan organophosphorus juga berefek langsung
untuk mengobati glaucoma pada mata yaitu untuk mengurangi tekanan
intraokuler pada bola mata. 

3.1.2 Mekanisme Toksisitas Organosphosfat


Organofosfat adalah insektisida yang paling toksik diantara jenis
pestisida lainnya dan sering menyebabkan keracunan pada orang. Termakan
19

hanya dalam jumlah sedikit saja dapat menyebabkan kematian, tetapi


diperlukan lebih dari beberapa mg untuk dapat menyebabkan kematian pada
orang dewasa.  Organofosfat menghambat aksi pseudokholinesterase dalam
plasma dan kholinesterase dalam sel darah merah dan pada sinapsisnya. Enzim
tersebut secara normal menghidrolisis asetylcholin menjadi asetat dan kholin.
Pada saat enzim dihambat, mengakibatkan jumlah asetylkholin meningkat dan
berikatan dengan reseptor muskarinik dan nikotinik pada system saraf pusat
dan perifer. Hal tersebut menyebabkan timbulnya gejala keracunan yang
berpengaruh pada seluruh bagian tubuh.

3.1.3 Etiologi
a) Baygon
Baygon termasuk ke dalam Insektisida golongan karbamat, akibat
insektisida biasanya terjadi karena kecelakaan dan percobaan bunuh diri.
b) Amphetamin
Amphetamine adalah sejenis obat-obatan yang biasanya berbentuk pil,
kapsul dan serbuk yang dapat memberikan rangsangan bagi perasaaan
manusia. Salah satu jenis amphetamine, adalah methamphetamine.
Tingkah laku yang kasar dan tak terduga, merupakan hal biasa bagi
pemakai kronis. Jika kamu menggunakan amphetamine, maka
amphetamine ini akan merangsang tubuh melampaui batas maksimum dari
kekuatan fisik yang ada.
c) Morpin
Morfin adalah hasil olahan dari opium/candu mentah. Morfin
merupakan alkaloida utama dari opium ( C17H19NO3 ) . Morfin rasanya
20

pahit, berbentuk tepung halus berwarna putih atau dalam bentuk cairan
berwarna. Pemakaiannya dengan cara dihisap dan disuntikkan.

3.1.4 Patofisiologi
Insektisida ini bekerja dengan menghambat dan menginaktivasikan
enzim asetilkolinesterase. Enzim ini secara normal menghancurkan asetilkolin
yang dilepaskan oleh susunan saraf pusat, gangglion autonom, ujung-ujung
saraf parasimpatis, dan ujung-ujung saraf motorik. Hambatan
asetilkolinesterase menyebabkan tertumpuknya sejumlah besar asetilkolin pada
tempat-tempat tersebut.
Asetilkholin itu bersifat mengeksitasi dari neuron – neuron yang ada di
post sinaps, sedangkan asetilkolinesterasenya diinaktifkan, sehingga tidak
terjadi adanya katalisis dari asam asetil dan kholin. Terjadi akumulasi dari
asetilkolin di sistem saraf tepi, sistem saraf pusatm neomuscular junction dan
sel darah merah, Akibatnya akan menimbulkan hipereksitasi secara terus
menerus dari reseptor muskarinik dan nikotinik.
Didalam kasus kita ini menyangkut keracunan baygon, perlu diketahui
dulu bahwa didalam baygon itu terkandung 2 racun utama yaitu Propoxur dan
transfluthrin. Propoxur adalah senyawa karbamat yang merupakan senyawa
Seperti organofosfat tetapi efek hambatan cholin esterase bersivat reversibel
dan tidak mempunyai efek sentral karena tidak dapat menembus blood brain
barrier. Gejala klinis sama dengan keracunan organofosfat tetapi lebih ringan
dan waktunya lebih singkat. Penatalaksanaannya juga sama seperti pada
keracunan organofosfat.
Dampak terbanyak dari kasus ini adalah pada sistem saraf pusat yang
akan mengakibatkan penurunan tingkat kesadaran dan depresi pernapasan.
Fungsi kardiovaskuler mungkin juga terganggu, sebagian karena efek toksik
langsung pada miokard dan pembuluh darah perifer, dan sebagian lagi karena
depresi pusat kardiovaskular di otak. Hipotensi yang terjadi mungkin berat dan
bila berlangsung lama dapat menyebabkan kerusakan ginjal, hipotermia terjadi
bila ada depresi mekanisme pengaturan suhu tubuh. Gambaran khas syok
21

mungkin tidak tampak karena adanya depresi sistem saraf pusat dan
hipotermia, Hipotermia yang terjadi akan memperberat syok, asidemia, dan
hipoksia

3.1.5 Manifestasi Klinis


Gejala keracunan organofosfat sangat bervariasi. Setiap gejala yang
timbul sangat bergantung pada adanya stimilasi asetilkholin persisten atau
depresi yang diikuti oleh stimulasi.saraf pusat maupun perifer.
Berikut adalah gejala dan tanda secara umum:
a) Sianosis
b) Takipnoe, dispnea
c) Nadi lemah
d) Takikardi
e) Aritmia jantung
f) Iritasi mulut, rasa terbakar pada selaput mukosa mulut dan esofagus,
mual dan muntah
g) Malaise

Tabel. Efek muskarinik, nikotinik dan saraf pusat pada toksisitas


organofosfat

Efek Gejala
1. Muskarinik -         Salivasi, lacrimasi, urinasi dan diaree SLUD
-          Kejang perut
-          Nausea dan vomitus
-          Bradicardia
-          Miosis
-          Berkeringat
2. nikotinik -          Pegal-pegal, lemah
-          Tremor
-          Paralysis
-          Dyspnea
22

-          Tachicardia
3. sistem saraf pusat -          Bingung, gelisah, insomnia, neurosis
-          Sakit kepala
-          Emosi tidak stabil
-          Bicara terbata-bata
-          Kelemahan umum
-          Convulsi
-          Depresi respirasi dan gangguan jantung
-          Koma
Gejala awal seperti SLUD terjadi pada keracunan organofosfat secara
akut karena terjadinya stimulasi reseptor muskarinik sehingga kandungan asetil
kholin dalam darah meningkat pada mata dan otot polos.

3.1.6 Penatalaksanaan Medis


a) Antidote
Pada pasien yang sadar :
1) bilas lambung
2) Injeksi sulfas atropin 2 mg (8 ampul) Intra muscular
3) 30 menit kemudian berikan 0,5 mg SA (2 ampul) IM, diulang tiap
30 menit sampai terjadi artropinisasi.
4) Setelah atropinisasi tercapai, diberikan 0,25 mg SA (1 ampul) IM
tiap 4 jam selama 24 jam .

Pada pasien yang tidak sadar:


1) injeksi sulfus Atropin 4 mg intra vena (16 ampul)
2) 30 menit kemudian berikan SA 2 mg (8 ampul) IM, diulangi setiap
30 menit sampai klien sadar.
3) Setelah klien sadar, berikan SA 0,5 mg (2 ampul) IM sampai
tercapai atropinisasi, ditandai dengan midriasis, fotofobia, mulut
kering, takikardi, palpitasi, dan tensi terukur.
23

4) Setelah atropinisasi tercapai, berikan SA 0,25 mg (1 ampul) IM tiap


4 jam selama 24 jam. atropinisasi sudah adekwat atau dihentikan
bila :
· Kulit sudah hangat, kering dan kemerahan
· Pupil dilatasi
· Mukosa mulut kering
· Heart rate meningkat

Pada anak usia > 12 tahun diberikan 1 - 2 mg IV dan disesuaikan


dengan respon penderita. Pengobatan maintenance dilanjutkan
sesuai keadaan klinis penderita,atropin diteruskan selama 24 jam
kemudian diturunkan secara bertahap. Meskipun atropin sudah
diberikan masih bisa t erjadi gagal nafas karena atropin tidak
mempunyai pengaruh terhadap efek nikotinik ( Kelumpuhan otot )
organofosfat.
5) Pralidoxim
Bekerja sebagai reaktivator dari cholin esterase pada
neuromuscular junction dan tidak mempengaruhi fungsi CNS
karena tidak dapat melewati blood brain barrier. Diberikan sesudah
atropinisasi dan harus dalam < 36 jam paparan. Dosis pada anak <
12 tahun 25 - 50 mg/kgBB IV,diulangi sesudah 1 – 2 jam,kemudian
diberikan setiap 6 - 12 jam bila gejala masih ada.
6) Tidak boleh diberi morphine ( depressi pernafasan ),
methylxanthine ( menurunkan ambang kejang ), loop diuretic.
7) Pemberian oksigen kalau ada distres nafas,kalau perlu dengan
pernafasan buatan.

b) Pengobatan supportif :
· Hipoglikemia : glukosa 0,5 - 1g /kg BB IV.
· Kejang : diazepam 0,2 - 0,3 mg/kgBB IV.
24

c) Penanganan syok
Jika ada gangguan sirkulasi segera tangani kemungkinan
syok yang tepat, dengan memasang IV line, mungkin ini berhubungan
dengan kerja kardio depresan dari obat yang ditelan, pengumpulan
aliran vena di ekstremitas bawah, atau penurunan sirkulasi volume
darah, sampai dengan meningkatnya permeabilitas kapiler. Kaji TTV,
kardiovaskuler dengan mengukur nadi, tekanan darah, tekanan vena
sentral dan suhu. Stabilkan fungsi kardioaskuler dan pantau EKG.
d) Tes Diagnostik
1) Pemeriksaan khusus, misalnya pengukuran kadar AChE dalam sel
darah merah dan plasma, penting untuk memastikan diagnosis
keracunan akut maupun kronik.
2) Keracunan kronik : bila kadar AChE menurun sampai 25 – 50 %,
setiap individu yang berhubungan dengan insektisida ini harus
segera disingkirkan dan baru diizinkan bekerja kembali bila kadar
AChE telah meningkat > 75 % N.
        
3.1.7 Penatalaksanaan Keperawatan Keracunan Organofosfat
Seperti bahan kimia beracun lainnya,  organofosfat dapat meracuni orang
dengan beberapa cara: melalui kulit dan mata, melalui mulut (dengan
menelan), atau melalui udara (dengan bernapas). Setiap kasus keracunan,
tindakan yang diambil untuk orang yang terpapar berbeda tergantung cara
pemaparan.

a. Bila kulit terkena organofosfat


Kebanyakan keracunan organofosfat terjadi akibat terserapnya
organofosfat melalui kulit. Hal ini terjadi ketika organofosfat dituang dan
tumpah, atau terciprat ketika campuran organofosfat diaduk sebelum
disemprotkan, atau ketika Anda menyentuh tanaman yang baru saja
disemprot. Organofosfat juga dapat menyentuh kulit melalui pakaian atau
ketika Anda mencuci pakaian yang terkena organofosfat.
25

Kulit yang ruam dan iritasi adalah gejala awal terjadinya keracunan
melalui kulit. Mengingat bahwa gejala kulit tersebut bisa terjadi karena
hal-hal lain, seperti reaksi terhadap tanaman tertentu, gigitan serangga,
infeksi, atau alergi, maka sulit untuk mengetahui apakah gejala yang
timbul ini akibat organofosfat atau reaksi terhadap hal lain. 
Bicarakanlah dengan pekerja lainnya untuk mengetahui apakah
mereka mengalami reaksi yang serupa saat bekerja dengan tanaman
pangan yang sama. Jika Anda bekerja dengan organofosfat dan
mengalami ruam kulit, lebih baik segera ditangani seolah-olah gejala
tersebut disebabkan oleh organofosfat.
1) Jika tubuh Anda atau orang lain terkena organofosfat: Organofosfat
dapat melekat di kulit, rambut dan pakaian walaupun Anda tidak
dapat melihat atau menciumnya. 
2) Cucilah dengan sabun setiap kali selesai menggunakan organofosfat.
3) Cepat ganti pakaian yang terkena percikan organofosfat.
4) Segera cuci bagian tubuh yang terkena organofosfat dengan sabun
dan air dingin.
5) Jika organofosfat masuk ke mata, cucilah mata dengan air bersih
selama 15 menit.
6) Jika kulit Anda melepuh akibat organofosfat: 
7) Bersihkan dengan air dingin. 
8) Jangan lepaskan apa pun  yang menempel di luka tersebut.
9) Jangan oleskan salep, minyak, atau mentega.
10) Jangan pecahkan kulit yang melepuh.Jangan lepaskan kulit yang
terkelupas.
11) Tutup kulit yang melepuh dengan kasa steril, jika ada. 
12) Jika rasa sakit tidak hilang, segera cari bantuan pengobatan!
Bawalah wadah organofosfat atau informasi nama organofosfat yang
digunakan. Hal ini perlu untuk memberikan pengobatan yang tepat.
26

b. Bila organofosfat tertelan


Organofosfat dapat tertelan jika seseorang makan, minum, atau
merokok di kebun sambil bekerja dengan organofosfat, atau meminum
air yang sudah terkontaminasi oleh organofosfat. Anak-anak dapat
memakan atau meminum organofosfat terutama jika organofosfat
disimpan dalam wadah yang juga digunakan untuk menyimpan makanan,
atau dibiarkan di tempat terbuka atau di tempat yang rendah, mudah
terjangkau oleh anak-anak.
1) Bila seseorang menelan organofosfat
2) Bila orang tersebut tidak sadar, baringkan dalam posisi miring dan
pastikan ia tetap bernapas.
3) Bila orang tersebut tidak bernapas, cepat berikan bantuan pernapasan
dari mulut ke mulut. Memberi pernapasan bantuan dari mulut ke
mulut dapat membuat Anda terpapar organofosfat juga, jadi gunakan
masker saku, sepotong kain, atau kantong plastik tipis yang
tengahnya sudah dilubangi sebelum Anda memberi pernapasan
bantuan dari mulut ke mulut.
4) Cari kemasan organofosfatnya dan segera baca label atau informasi
yang tertera. Label ini akan menjelaskan apakah Anda harus
membuatnya memuntahkan racunnya atau tidak.
5) Bila orang tersebut dapat minum, berikan banyak air bersih untuk
diminum.
6) Carilah pertolongan medis. Jika mungkin, bawalah selalu label atau
nama organofosfat agar mendapat pertolongan yang paling tepat.
7) Jangan sampai muntah bila label melarang muntah. Bila Anda
menelan organofosfat yang mengandung bensin, minyak tanah,
xylene, atau cairan lain yang mengandung bahan bakar, jangan
pernah muntah karena akan memperburuk kondisi. Disamping itu,
jangan biarkan orang tersebut muntah bila ia tidak sadarkan diri,
bingung, atau tubuhnya gemetar.
27

8) Bila Anda yakin label menyatakan boleh dimuntahkan, berikan


orang tersebut: segelas air garam atau 2 sendok makan tumbukkan
daun-daunan beraroma keras (seperti seledri, kemangi, atau daun-
daunan lokal lainnya) dengan 1 atau 2 gelas air hangat.
9) Ajak penderita bergerak terus; ini akan membantu muntah lebih
cepat. Setelah muntah, berikan arang aktif atau arang bubuk. Hal ini
akan membantu menyerap sisa racun yang masih ada di dalam perut.
10) Campurkan ½ cangkir arang aktif atau 1 sendok makan arang bubuk
dengan air hangat dalam gelas besar. Arang bubuk dibuat dari kayu
yang dibakar, atau bahkan dari roti bakar atau tortilla (roti tipis dari
jagung, biasa dimakan orang Mexico) bakar. Arang aktif lebih baik
daripada arang bubuk, namun arang bubuk juga dapat dipakai.
JANGAN gunakan arang briket karena beracun!!
11) Setelah orang tersebut muntah, atau bahkan bila ia tidak muntah,
Anda dapat memperlambat penyebaran racun dalam perjalanan ke
dokter dengan memberikannya minuman: 1 butir putih telur, atau
segelas susu sapi murni. Minum susu tidak mencegah keracunan
organofosfat namun dapat memperlambat penyebaran racun. 
12) Jika seseorang menelan organofosfat dan tidak mengalami sakit
perut hebat, mereka dapat minum sorbitol atau magnesium
hidroksida (campuran air dengan magnesium hidroksida yang
menghasilkan cairan berwarna putih susu). Obat ini akan
menyebabkan diare yang mengeluarkan racun dari dalam tubuh.

c. Bila Organofosfat Terhirup


Bila organofosfat dilepas ke udara, kita menghirupnya melalui
hidung dan mulut. Begitu masuk ke paru-paru, dengan cepat organofosfat
masuk ke dalam darah dan menyebar racun ke seluruh tubuh.
Beberapa organofosfat tidak berbau sehingga sulit diketahui
keberadaannya di udara. Umumnya bentuk organofosfat yang menyebar
di udara adalah fumigan (pengasap), aerosol, pengabut, bom asap, pest
28

strips (organofosfat yang dilekat pada potongan kertas), penyemprot, dan


residu dari penyemprotan. Anda dapat pula menghirup debu organofosfat
di tempat penyimpanan, atau saat sedang digunakan di dalam ruangan
tertutup seperti rumah kaca, atau ketika sedang diangkut ke lahan
pertanian.
Debu yang mengandung organofosfat di udara dapat menyebar dan
mengotori wilayah yang jauh dari tempat dimana bahan ini digunakan.
Dengan demikian debu organofosfat mudah masuk ke dalam rumah-
rumah. Bila Anda merasa telah menghirup organofosfat, segeralah
menjauh dari organofosfat! Jangan tunggu sampai kondisi memburuk.
1) Tinggalkan segera daerah di mana ia menghirup racun, terutama jika
dalam ruangan tertutup.
2) Hiruplah udara segar. Longgarkan pakaian untuk memudahkan
bernapas.
3) Duduk dengan posisi kepala diangkat dan bahu ditegakkan.
4) Bila orang tersebut tidak sadarkan diri, baringkan dalam posisi
miring dan awasi agar ia dapat bernapas dengan lancar.
5) Bila orang tersebut tidak bernapas, segera lakukan pernapasan dari
mulut ke mulut
6) Carilah pertolongan medis. Bawa serta label informasi atau nama
organofosfatnya.
7) Jika ragu-ragu, segeralah keluar!
29

3.2. Keracunan Jengkolan


3.2.1 Pengertian

Gambar 1. Buah dan biji jengkol


Jengkol (pithecolobium lobatum syn. Pithecolobium jiringa)
merupakan bahan makanan seperti yang mengandung vitamin B1. Menurut
berbagai penelitian menunjukkan bahwa jengkol juga kaya akan karbohidrat,
protein, vitamin A, vitamin B, Vitamin C, fosfor, kalsium, alkaloid, minyak
atsiri, steroid, glikosida, tanin, dan saponin. Khusus untuk vitamin C terdapat
kandungan 80 mg pada 100 gram biji jengkol, sedangkan angka kecukupan gizi
yang dianjurkan per hari adalah 75 mg untuk wanita dewasa dan 90 mg untuk
pria dewasa. Cara pengolahannya bermacam-macam, bisa dibuat emping
(emping jengkol), dimakan mentahnya sebagai lalap, dan lain-lain. Jengkol
mempunyai bau yang khas yang tidak sedap, tetapi banyak orang yang
menyukainya.
Kejengkolan dapat terjadi setelah memakan jengkol dalam jumlah yang
banyak, baik yang dimasak maupun mentahnya. Bahkan yang berupa emping
sekalipun yang telah digoreng dapat menimbulkan kejengkolan karena dalam
biji mengandung zat yang dinamakan asam jengkol (hamud jengkol). Asam
jengkol terjadi di dalam biji jengkol disebabakan pengaruh kondensi
Formaldehyde dan Cysteine. Asam jengkol sukar larut dalam air dingin dalam
30o C kadar larut 1:2000 di dalam air mendidih 1:200. Perlu juga diperhatikan
bagi orang yang mempunyai indikasi penyakit ginjal atau fungsi ginjalnya
kurang baik agar waspada terhadap peristiwa kejengkolan, karena dapat
berakibat fatal. Kejengkolan sebenarnya belum dapat dipastikan. Apakah
penyebabnya karena keadaan perorangan, atau karena sifat dari asam jemgkol
30

yang sukar larut dalam air dingin sehingga mengakibatkan tersumbatnya


(terganggunya fungsi ginjal)

3.2.2 Kandungan Zat Dalam Biji Jengkol


Hasil penelitian menunjukkan bahwa dalam biji jengkol terkandung
nutrisi yang diperlukan oleh tubuh antara lain karbohidrat, protein, vitamin A,
vitamin B, fosfor, kalsium, dan besi. Kadar protein dalam biji jengkol (23,3
gram per 100 gram bahan) melebihi kadar protein dalam tempe (18,3 gram per
100 gram bahan) sehingga jengkol dapat menjadi sumber protein nabati.
Namun, selain kandungan nutrisi tersebut terdapat kandungan senyawa dalam
jengkol yang berisiko dapat menimbulkan keracunan yaitu asam jengkolat.

Tabel 1. Komposisi Bahan Dalam Buah Jengkol


Kandungan Jumlah Kandungan Jumlah
Kalori 20,0 gr Fe 0,7 gr
Protein 3,5, gr Vit. A 240 iu
Lemak 0,1 gr Vit. B 0,1 mg
filtrat arang 3,1 gr Vit. C 12,0 mg
C2 21,0 gr Air 93,0%
F 25,0 gr
Sumber : Direktorat Gizi (1972)

Asam jengkolat atau jengkolic acid (S,S’-methylenebicysteine)


merupakan senyawa sejenis asam amino non-protein yang mengandung unsur
sulfur. Senyawa ini tersusun dari dua asam amino sistein yang diikat oleh satu
gugus metil pada atom belerangnya. Nama IUPAC (International Union of
Pure and Applied Chemistry) -nya adalah asam (2R)-2-amino-3-(2R)-2-amino-
3-hidroksi-3-oksopropil sulfanil metil sulfanil propanoat. Adanya unsur sulfur
menyebabkan asam jengkolat dapat menghasilkan bau yang kurang sedap. 3,7

Gambar 2. Struktur asam jengkolat


31

Senyawa ini bersifat amfoter, dapat larut dalam suasana asam amupun
basa. Kristal berwarna putih dan tidak berbau. Daya larut dalam air sangat
kecil, yaitu sekitar 10-20 mg dalam 10 ml air, dan pada pH isoelektrik 5,5,
terjadi pengendapan kristal asam jengkol.

Isolasi asam ini pertama kali dikerjakan oleh Van Veen and Hyman 8 dari
urin penduduk yang mengalami keracunan jering / jengkol. Mereka berhasil
mengisolasi kristal asam ini dari biji jering menggunakan barium hidroksida
(Ba(OH)2) pada 30°C dan ditunggu beberapa waktu.

Kandungan asam jengkolat dalam biji jengkol bervariasi, tergantung


varietas dan usia bijinya. Biji jengkol muda mengandung asam jengkolat relatif
lebih sedikit daripada biji yang sudah tua. Pada biji jengkol tua terkandung
asam jengkolat 1-2% dari berat bijinya. Sebutir biji jengkol mentah dengan
berat 15 gram dapat mengandung sekitar 0,15 – 0,30 gram asam jengkolat.
Diketahui pula, biji legum lain juga mengandung lebih sedikit asam
ini:Leucaena esculenta (2.2 g/kg) dan Pithecolobium ondulatum (2.8 g/kg).

3.2.3 Toksikologi Keracunan Asam Jengkolat (Jengkolisme)


Toksikologi ialah ilmu yang mempelajari sumber, sifat serta khasiat
racun, gejala-gejala dan pengobatan pada keracunan, serta kelainan yang
didapatkan pada korban yang meninggal. Terdapat beberapa faktor yang
mempengaruhi terjadinya keracunan. Mulai dari cara masuk, umur, kondisi
tubuh, kebiasaan, indosinkrasi dan alergi serta waktu pemberian.

3.2.4 Patofisiologi
Keluhan pada umumnya timbul dalam waktu 5-12 jam setelah
mengosumsi jengkol. Keluhan yang tercepat adalah 2 jam dan yang terlambat
adalah 36 jam sesudah konsumsi biji jengkol. Hal itu terjadi karena kandungan
32

asam jengkolat didalamnya.Asam jengkolat merupakan salah satu komponen


yang terdapat pada biji jengkol, kandungannya bervariasi tergantung pada
varietas dan umur biji jengkol.Asam jengkolat dapat mengakibatkan gangguan
kesehatan, penyebabnya adalah terbentuknya kristal asam jengkolat yang akan
dapat menyumbat traktus urinalis. Jika kristal yang terbentuk semakin banyak,
lama-kelamaan dapat menimbulkan gangguan pada saat BAK. Bahkan, jika
terbentuk infeksi, akan menimbulkan gangguan yang lebih parah. Dalam
jumlah tertentu, asam jengkolat dapat membentuk kristal. Kristal tersebut dapat
menyumbat dan bahkan menimbulkan luka pada saluran perkemihan, sehingga
urine yang keluar sedikit dan kadang-kadang menimbulkan pendarahan.

3.2.5 Manifestasi Klinis kejengkolan


a) Rasa nyeri (kolik) di daerah pinggang atau daerah pusar (ari - ari) dan
kadang disertai kejang - kejang
b) Mual, muntah
c) Output urine sedikit, adakalanya urine berwarna merah bercampur
putih seperti air pencuci beras (dalam urine terdapat sel - sel darah
merah dan sel darah putih)
d) Perut kembung dan susah BAB
e) Perubahan Ph urine
f) Nafas dan Urine berbau jengkol

3.2.6 Penatalaksanaan
a) Beri klien air putih yang banyak supaya kadar asam jengkolat lebih
encer, sehingga lebih mudah dibuang melalui urin.
b) Bila gejala penyakit berat (oliguria, hematuria, anuria dan tidak dapat
minum) penderita perlu dirawat dan diberi infus natrium bikarbonat
dalam larutan glukosa 5%. Dosis untuk dewasa dan anak 2-5 mEq/kg
berat badan natrium bikarbonat diberikan secara infus selama 4-8 jam.
c) Antibiotika hanya diberikan apabila ada infeksi sekunder.
33

3.2.7 Pencegahan
Pencegahan kejadian jengkolisme sulit dilakukan karena kejadian dan
pola kerentanan individu terhadap asam jengkolat yang berbeda. Insidensinya
sangat langka. Sindrom jengkolisme sangat beragam, bahkan tidak tergantung
dari prosedur pengolahannya. Tidak semua individu dapat terkena jengkolisme
dengan memakan olahan jengkol dengan prosedur pengolahan yang sama.
Kerentanan individu terhadap GGA juga tidak tergantung dari frekuensi
konsumsinya.
Namun demikian, untuk meminimalisir terjadinya keracunan akibat
mengkonsumsi jengkol, maka perlu diperhatikan hal-hal berikut ini :
a) Hindari mengkonsumsi jengkol pada saat perut kosong (sebelum makan)
dan/atau jangan disertai makanan/ minuman lain yang besifat asam.
b) Hindari mengkonsumsi jengkol dalam keadaan mentah. Sebaiknya
jengkol dimasak terlebih dahulu sebelum dikonsumsi agar kandungan
asam jengkolatnya dapat berkurang. Jengkol mentah mengandung asam
jengkolat lebih banyak daripada jengkol yang sudah dimasak.
c) Biji jengkol dapat dipendam dahulu di dalam tanah sebelum dimasak
agar kandungan asam jengkolatnya dapat berkurang.
d) Jangan mengkonsumsi jengkol secara berlebihan, terutama bagi individu
yang mengalami gangguan ginjal.

BAB IV
PENUTUP
34

4.1. Kesimpulan
Keracunan adalah masuknya zat racun kedalam tubuh baik melalui
saluran pencernaan, saluran pernafasan, atau melalui kulit atau mukosa yang
menimbulkan gejala klinis.
Jengkol mengandung asam jengkolat yang berperan utama dalam
etiopatogenesis jengkolisme melalui reaksi hipersentivitas, efek toksis
langsung asam jengkolat terhadap parenkim ginjal, endapan metabolik jengkol,
spasme ureter, atau adanya obstuksi saluran kemih oleh kristal jengkolat
(urolitiasis jengkolat).
Gambaran klinis jengkolisme: a) gejala ringan berupa nyeri dan
hematuria akibat obstruksi ureter oleh kristal jengkolat (ureterolitiasis) dan b)
gejala yang berat berupa hipertensi, oligouria, dan azotemia.

4.2. Saran
Bagi petugas kesehatan hendaknya mengetahui jenis-jenis anti dotum dan
penanganan racun berdasarkan jenis racunnya sehingga bisa memberikan
pertolongan yang cepat dan benar.
Bagi petugas kesehatan hendaknya melakukan penilaian terhadap tanda
vital seperti jalan nafas / pernafasan, sirkulasi dan penurunan kesadaran,
sehingga penanganan tindakan risusitasu ABC (Airway, Breathing,
Circulatory) tidak terlambat dimulai.

DAFTAR PUSTAKA

Hardisman.2014.Gawat Darurat Medis Praktis. Padang : Gosyen Publishing


35

Krisanty, Paula.2009.Asuhan keperawatan Gawat Darurat.Jakarta.Trans Info


Media

Tambunan T. Nefrologi Anak : Keracunan Jengkol Pada Anak. Jakarta : Balai


Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1993.

Ismail R, Sugeng B, Thalut K. 1987. Jengkolic Acid Intoxication : An Acute


Paediatric Problem in West Sumatera, Southeast Asian. J.Surgery, Vol 10
(2).1987: 112–115.

Klein, G.M., Rama B.R., Neal E.F., Lewis S.N., dan Brenna M.F. 2008. Disaster
Preparedness : Emergency To Response Organophosphorus Poisoning.
New York : King Pharmaceuticals, Inc.

Anonim. Health Situation and Trend Assessment, Health Situation In The South-
East Region, 1998-2000, Trends in Health
Status.http://www.searo.who.int/EN/Section1243/Section1382/Section138
6/Section1898_9443.htmdiakses tanggal 08 NOVEMBER 2019.

Anda mungkin juga menyukai