2
1.2. Tujuan
1.2.1. Tujuan umum
Setelah mengikuti proses pembelajaran mahasiswa mampu memberikan asuahan keperawatan
kegawat daruratan pada pasien dengan keracunan
3
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
5
2) Pemotongan dan penggilingan makanan dilakukan secara mekanik oleh gigi.
Makanan kemudian bercampur dengan saliva sebelum ditelan(menelan).
3) Peristalsis adalah gelombang kontraksi otot polos involunter yang menggerakkan
makanan tertelan melalui saluran pencernaan.
4) Digesti adalah hidrolisis kimia (penguraian) molekul besar menjadi molekul kecil
sehingga absorpsi dapat berlangsung.
5) Absorpsi adalah penggerakan produk akhir penccernaan dari lumen saluran
pencernaan ke dalam sirkulasi darah dan limfatik sehingga dapat digunakan oleh
tubuh.
6) Egesti (defekasi) adalah proses eliminasi zat-zat sisa yang tidak tercerna, juga
bakteri, dalam bentuk feses dari saluran pencernaan
2. Sistem Pernafasan
Paru-paru adalah struktur elastis sperti spons. Paru-paru berada dalam rongga torak, yang
terkandung dalam susunan tulang-tulang iga dan letaknya di sisi kiri dan kanan mediastinum
(struktur blok padat yang berada di belakang tulang dada. Paru-paru menutupi jantung, arteri
dan vena besar, esophagus dan trakea). Paru-paru juga di lapisi oleh pleura yaitu parietal
pleura (dinding thorax) dan visceral pleura (membrane serous). Di antara rongga pleura ini
terdapat rongga potensial yang disebut rongga pleura yang didalamnya terdapat cairan
surfaktan sekitar 10-20 cc cairan yang berfungsi untukmenurunkan gaya gesek permukaan
selama pergerakan kedua pleura saat respirasi. Tekanan rongga pleura dalam keadaan normal
ini memiliki tekanan -2,5 mmHg.
Paru-paru divaskularisasi dari dua sumber, yaitu:
a) Arteri bronchial yang membawa zat-zat makanan pada bagian conduction portion,
bagian paru yang tidak terlibat dalam pertukaran gas. Darah kembali melalui vena-vena
bronchial.
6
b) Arteri dan vena pulmonal yang bertanggungjawab pada vaskularisasi bagian paru yang
terlibat dalam pertukaran gas yaitu alveolus.
Mekanisme Pernapasan
a) Inspirasi
Inspirasi terjadi karena adanya kontraksi otot dan mengeluarkan energi maka inspirasi
merupakan proses aktif. Agar udara dapat mengalir masuk ke paru-paru, tekanan di
dalam paruharus lebih rendah dari tekanan atmosfer.Tekanan yang rendah ini
ditimbulkan oleh kontraksi otot-otot pernapasan yaitu diafragma dan
m.intercosta.kontraksi ini menimbulkan pengembangan paru, meningkatnya volume
intrapulmoner. Peningkatan volume intrapulmoner menyebabkan tekanan intrapulmoner
(tekanan di dalam alveoli) dan jalan nafas pada paru menjadi lebih kecil dari tekanan
atmosfer sekitar 2 mmHg atau sekitar ¼ dari 1% tekanan atmosfer, disebabkan tekanan
negative ini udara dari luar tubuh dapat bergerak masuk ke dalam paru-paru sampai
tekanan intrapulmonal seimbang kembali dengan tekanan atmosfer.
b) Ekspirasi
Ekspirasi merupakan proses yang pasif, dimana di hasilkan akibat relaksasinya otot-otot yang
berkontraksi selama inspirasi. Ekspirasi yang kuat dapat terjadi karena kontraksi yang kuat/aktif
dari m.intercostalis interna dan m. abdominalis. Kontraksi m. abdominalis mengkompresi
abdomen dan mendorong isi abdomen mendesak diafragma ke atas.
3. Sistem Hematologi
Darah adalah suatu suspensi partikel dalam suatu larutan kolid cair yang mengandung
elektrolit dan merupakan suatu medium pertukaran antar sel yang terfikasi dalam tubuh dan
lingkungan luar.
Fungsi Darah :
a. Sebagai alat pengangkut yaitu :
1) Mengambil O2 di paru-paru untuk diedarkan keseluruh jaringan.
2) Mengangkat CO2 dari jaringan untuk dikeluarkan melalui paru-paru.
3) Mengambil zat makanan dari usus halus untuk diedarkan keseluruh jaringan atau
alat tubuh.
4) Mengangkat dan mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna bagi tubuh melalui
kulit dan ginjal.
b. Sebagai pertahanan tubuh.
c. Menyebarkan panas keseluruh tubuh.
7
Komponen Darah
a. Plasma
1) Sebagai medium untuk mengangkut baerbagai bahan dalam tubuh.
2) Menyerap dan mendistribusikan banyak panas yang dihasilkan oleh metabolisme
di dalanm jaringan.
3) Tempat larutnya sejumlah besar zat organic dan an organik
b. Sel Darah
1) Sel Darah Merah ( RBC)
Sel darah merah atau eritrosit adalah sel yang tidak berinti yang berumur ± 120
hari dengan proses pematangan sel darah merah 1 minggu dan tidak mempunyai
organel. dan ribosom.Normal SDM :5.000.000.000 sel/ml darah. Hemoglobin
adalah suatu pigmeb(yaitu secara alamiah berwarna. Karena kandunagan besinya ,
hemoglobin tampak kemerahan apabila berikatan dengan O2 dan kebiruan apbila
mengalami deoksigenasi.
Molekul hemoglobin terdiri dari 2 bagian :
a) Bagian Globin,suatu protein yang terbentu dari empat rantai polipeptida
yang sangat berlipat-lipat
b) Gugus nitrogenosa nonprotein mengandung besi yang dikenal sebagai gugus
hem(heme) ,yang masing-masing terikat ke satu poipeptida.
2) Sel darah putih ( RBW )
Mempunyai nukeus dan tidak mempunyai hemoglobin dan merupakn unit yang
mobiler dlam sistem pertahanan tubuh (imunitas) yang mengacu pada kemampuan
tubuh untuk menghancurkan benda asing yang masuk ke dalam tubuh.
Fungsi leukosit
a) Memakan invasi oleh patogen melalui prosesfagositosis
b) Mengidentifikasi dan menghancurkan selsek kanker yang muncul dalam
tubuh
c) Berperan sebagai petugas pembersih sampah tubuh dari debris yang berasal
dari sel yang cidera atau mati.
3) Trombosit ( platelet )
a. Trombosit dalah fragmen sel sel yang berasal dari megakariosit besar di
sumsum tulang.trombosit berperan penting dalam hemostasis,penghentian
peredaran dari pembuluh yang cidera.
8
b. Nilai normal dari tombosit adalah 150 .000-400.000.mm3
c. Fungsi dari tombosit adalah :
d) Memelihara perdarahan agar tetap utuh setelah mikrotrauma yang
terjadi sehari – hari pada endotel
e) Mengawali epnyumbatan pembuluh darah yang terkena trauma
f) Menjaga stabilitas fibrin
9
6) Iritasi mulut, rasa terbakar pada selaput mukosa mulut dan esofagus, mual dan
muntah
7) Malaise
c. Patofisiologi
Insektisida ini bekerja dengan menghambat dan menginaktivasikan enzim
asetilkolinesterase. Enzim ini secara normal menghancurkan asetilkolin yang dilepaskan
oleh susunan saraf pusat, gangglion autonom, ujung-ujung saraf parasimpatis, dan
ujung-ujung saraf motorik. Hambatan asetilkolinesterase menyebabkan tertumpuknya
sejumlah besar asetilkolin pada tempat-tempat tersebut.
Asetilkholin itu bersifat mengeksitasi dari neuron – neuron yang ada di post sinaps,
sedangkan asetilkolinesterasenya diinaktifkan, sehingga tidak terjadi adanya katalisis
dari asam asetil dan kholin. Terjadi akumulasi dari asetilkolin di sistem saraf tepi,
sistem saraf pusatm neomuscular junction dan sel darah merah, Akibatnya akan
menimbulkan hipereksitasi secara terus menerus dari reseptor muskarinik dan nikotinik.
Didalam kasus kita ini menyangkut keracunan baygon, perlu diketahui dulu bahwa
didalam baygon itu terkandung 2 racun utama yaitu Propoxur dan transfluthrin.
Propoxur adalah senyawa karbamat yang merupakan senyawa Seperti organofosfat
tetapi efek hambatan cholin esterase bersivat reversibel dan tidak mempunyai efek
sentral karena tidak dapat menembus blood brain barrier. Gejala klinis sama dengan
keracunan organofosfat tetapi lebih ringan dan waktunya lebih singkat.
Penatalaksanaannya juga sama seperti pada keracunan organofosfat.
Dampak terbanyak dari kasus ini adalah pada sistem saraf pusat yang akan
mengakibatkan penurunan tingkat kesadaran dan depresi pernapasan. Fungsi
kardiovaskuler mungkin juga terganggu, sebagian karena efek toksik langsung pada
miokard dan pembuluh darah perifer, dan sebagian lagi karena depresi pusat
kardiovaskular di otak. Hipotensi yang terjadi mungkin berat dan bila berlangsung lama
dapat menyebabkan kerusakan ginjal, hipotermia terjadi bila ada depresi mekanisme
pengaturan suhu tubuh. Gambaran khas syok mungkin tidak tampak karena adanya
depresi sistem saraf pusat dan hipotermia, Hipotermia yang terjadi akan memperberat
syok, asidemia, dan hipoksia
d. Patoflow (Terlampir)
10
e. Penatalaksanaan
1) Antidote
a) Pada pasien yang sadar :
- Bilas lambung
- Injeksi sulfas atropin 2 mg (8 ampul) intra muscular
- 30 menit kemudian berikan 0,5 mg sa (2 ampul) im, diulang tiap 30
menit sampai terjadi artropinisasi.
- Setelah atropinisasi tercapai, diberikan 0,25 mg sa (1 ampul) im tiap 4
jam selama 24 jam .
b) Pada pasien yang tidak sadar
- injeksi sulfus Atropin 4 mg intra vena (16 ampul)
- 30 menit kemudian berikan SA 2 mg (8 ampul) IM, diulangi setiap 30
menit sampai klien sadar.
- Setelah klien sadar, berikan SA 0,5 mg (2 ampul) IM sampai tercapai
atropinisasi, ditandai dengan midriasis, fotofobia, mulut kering,
takikardi, palpitasi, dan tensi terukur.
- Setelah atropinisasi tercapai, berikan SA 0,25 mg (1 ampul) IM tiap 4
jam selama 24 jam.
2) Penanganan syok
Jika ada gangguan sirkulasi segera tangani kemungkinan syok yang tepat, dengan
memasang IV line, mungkin ini berhubungan dengan kerja kardio depresan dari
obat yang ditelan, pengumpulan aliran vena di ekstremitas bawah, atau penurunan
sirkulasi volume darah, sampai dengan meningkatnya permeabilitas kapiler. Kaji
TTV, kardiovaskuler dengan mengukur nadi, tekanan darah, tekanan vena sentral
dan suhu. Stabilkan fungsi kardioaskuler dan pantau EKG.
f. Tes Diagnostik
1) Pemeriksaan khusus, misalnya pengukuran kadar AChE dalam sel darah merah
dan plasma, penting untuk memastikan diagnosis keracunan akut maupun kronik.
2) Keracunan kronik : bila kadar AChE menurun sampai 25 – 50 %, setiap individu
yang berhubungan dengan insektisida ini harus segera disingkirkan dan baru
diizinkan bekerja kembali bila kadar AChE telah meningkat > 75 % N.
11
2. Keracunan Makanan
a. Pengertian
Keracunan makanan adalah masuknya zat toxic (racun) dari bahan yang kita makan ke
dalam tubuh karena ikut tertelan bersama makanan.
b. Ciri-ciri makanan beracun
1) Warna lebih terang disebabkan penggunaan pewarna
2) Lihat dan sentuh makanan tersebut, jika terlalu lembut dan gurih bisa saja
menggunakan penyedap rasa yang berlebihan
3) Saat membeli ikan atau daging coba cek apakah menggunakan formalin atau
tidak. Jangan terkecoh, jika ikan tidak dikerungi lalat maka kemungkinan besar
ikan menggunakan formalin
c. Manifestasi
Manifestasi secara umum pada keracunan makanan, yaitu:
1) Sakit mendadak, bisa berupa kram perut, umumnya terjadi beberapa saat setelah
mengonsumsi makanan yang mengandung racun, atau dalam waktu 12-72 jam.
Keadaan ini merupakan salah satu usaha tubuh menolak racun yang masuk ke
perut.
2) Muntah dan diare, Merupakan akibat umum dari keracunan makanan, dimana
tubuh melakukan usaha untuk membersihkan diri dari racun yang masuk.
3) Gejala berkembang cepat karena dosis besar
4) Anamnese menunjukkan ke arah keracunan, terutama kasus percobaan bunuh diri,
pembunuhan atau kecelakaan
5) Keracunan kronis dicurigai bila digunakannya obat dalam waktu lama atau
lingkungan pekerjaan yang berhubungan dengan zat kimia.
d. Jenis-jenis keracunan makanan:
1) Keracunan Jengkol
a) Pengertian
Jengkol (Pethelolobium labatum) merupakan bahan makanan seperti yang
mengandung vitamin B1. Menurut berbagai penelitian menunjukkan bahwa
jengkol juga kaya akan karbohidrat, protein, vitamin A, vitamin B, Vitamin
C, fosfor, kalsium, alkaloid, minyak atsiri, steroid, glikosida, tanin, dan
saponin. Khusus untuk vitamin C terdapat kandungan 80 mg pada 100 gram
biji jengkol, sedangkan angka kecukupan gizi yang dianjurkan per hari
12
adalah 75 mg untuk wanita dewasa dan 90 mg untuk pria dewasa. Cara
pengolahannya bermacam-macam, bisa dibuat emping (emping jengkol),
dimakan mentahnya sebagai lalap, dan lain-lain. Jengkol mempunyai bau
yang khas yang tidak sedap, tetapi banyak orang yang menyukainya.
Kejengkolan dapat terjadi setelah memakan jengkol dalam jumlah yang
banyak, baik yang dimasak maupun mentahnya. Bahkan yang berupa
emping sekalipun yang telah digoreng dapat menimbulkan kejengkolan
karena dalam biji mengandung zat yang dinamakan asam jengkol (hamud
jengkol). Asam jengkol terjadi di dalam biji jengkol disebabakan pengaruh
kondensi Formaldehyde dan Cysteine. Asam jengkol sukar larut dalam air
dingin dalam 30o C kadar larut 1:2000 di dalam air mendidih 1:200. Perlu
juga diperhatikan bagi orang yang mempunyai indikasi penyakit ginjal atau
fungsi ginjalnya kurang baik agar waspada terhadap peristiwa kejengkolan,
karena dapat berakibat fatal. Kejengkolan sebenarnya belum dapat
dipastikan. Apakah penyebabnya karena keadaan perorangan, atau karena
sifat dari asam jemgkol yang sukar larut dalam air dingin sehingga
mengakibatkan tersumbatnya (terganggunya fungsi ginjal)
b) Manifestasi Klinis kejengkolan
(1) Rasa nyeri (kolik) di daerah pinggang atau daerah pusar (ari - ari) dan
kadang disertai kejang - kejang
(2) Mual, muntah
(3) Output urine sedikit, adakalanya urine berwarna merah bercampur
putih seperti air pencuci beras (dalam urine terdapat sel - sel darah
merah dan sel darah putih)
(4) Perut kembung dan susah BAB)
(5) Nafas dan Urine berbau jengkol
c) Patofisiologi
Keluhan pada umumnya timbul dalam waktu 5-12 jam setelah mengosumsi
jengkol. Keluhan yang tercepat adalah 2 jam dan yang terlambat adalah 36
jam sesudah konsumsi biji jengkol. Hal itu terjadi karena kandungan asam
jengkolat didalamnya.Asam jengkolat merupakan salah satu komponen
yang terdapat pada biji jengkol, kandungannya bervariasi tergantung pada
varietas dan umur biji jengkol.Asam jengkolat dapat mengakibatkan
13
gangguan kesehatan, penyebabnya adalah terbentuknya kristal asam
jengkolat yang akan dapat menyumbat traktus urinalis. Jika kristal yang
terbentuk semakin banyak, lama-kelamaan dapat menimbulkan gangguan
pada saat BAK. Bahkan, jika terbentuk infeksi, akan menimbulkan
gangguan yang lebih parah. Dalam jumlah tertentu, asam jengkolat dapat
membentuk kristal. Kristal tersebut dapat menyumbat dan bahkan
menimbulkan luka pada saluran perkemihan, sehingga urine yang keluar
sedikit dan kadang-kadang menimbulkan pendarahan.
d) Patoflow (Terlampir)
e) Penatalaksanaan
(1) Beri klien air putih yang banyak supaya kadar asam jengkolat lebih
encer, sehingga lebih mudah dibuang melalui urin.
(2) Bila gejala penyakit berat (oliguria, hematuria, anuria dan tidak dapat
minum) penderita perlu dirawat dan diberi infus natrium bikarbonat
dalam larutan glukosa 5%. Dosis untuk dewasa dan anak 2-5 mEq/kg
berat badan natrium bikarbonat diberikan secara infus selama 4-8 jam.
(3) Antibiotika hanya diberikan apabila ada infeksi sekunder.
1) Singkong
a) Pengertian
Singkong merupakan tanaman umbi-umbian yang tumbuh diseluruh
indonesia. Dibebrapa daerah dipulau jawa singkong bahkan merupakan
makanan untama penduduk. Singkong merupakan bahan makanan yang
mengandung kalori seperti beras. Perbedaannya adalah singkong
mengandung protein 1 % sedangkan beras mengandung protein 7,5 %.
b) Etiologi
Penyebab keracunan singkong ialah asam sianida yang terkandung
didalamnya.
c) Patofisiologi
Asam sianida (HCN) ialah suatu racun kuat yang menyebabkan asfiksia.
Asam ini akan mengganggu oksidasi (pengankutan O2) ke jaringan
dengan jalan mengikat enzim sitokrom oksidase. Oleh karena adanya ikatan
ini, O2 tidak dapat digunakan oleh jaringan sehingga organ yang sensitif
14
terhadap kekurangan O2 akan sangat menderita terutama jaringan otak.
Akibatnya akan terlihat pada permukaan suatu tingkat stimulasi dari pada
susunan saraf pusat yang disusul oleh tingkat depresi dan akhirnya timbul
kejang oleh hypoxia dan kematian oleh kegagalan pernafasan. kadang-
kadang dapat timbul detak jantung yang ireguler. Dosis letal (mematikan)
dari HCN adalah 60-90 mg. Waktu kerja HCN akan semakin cepat jika
HNC ditelan pada saat lambung kosong dimana kadar asam lambung sangat
tinggi.
HCN ialah suatu racun yang bekerja sangat cepat, kematian dapat
ditimbulkan dalam beberapa menit apabila HCN murni ditelan dalam
keadaan lambung kosong dalam kadar asam yang tinggin, maka kerja racun
ini sangat cepat sekali. HCN dalam bentuk cair dapat diserap oleh kulit dan
mukosa, tetapi garam sianida hanya berbahaya jika dimakan. Dosis letak
dari pada HCN ialah 60-90 mg. Sebenarnya tubuh mempunyai daya proteksi
terhadap HCN ini dengan cara detoksikasi HCN menjadi oin tiosinat yang
relatif kurang toksik. Detoksikasi ini berlangsung dengan perantaraan enzim
rodanase (transulfurase). Enzim ini terdapat didalam jaringan, terutama hati.
Tubuh sebenarnya mempunyai kemampuan mendetoksikasi HCN tetapi
sistem enzim rodanase ini bekerja sangat lambat sehingga keracunan masih
dapat timbul. kerja enzim ini dapat dipercepat dengan mamasukkan sulfur
ke dalam tubuh. Secara klinis hal inilah yang dipakai sebagai dasar
menyuntikkan natrium tiosulfat pada pengobatan keracunan oleh singkong.
Hidrogen sianida masuk kedalam tubuh dengan cepatdidistribusikan
keseluruh tubuh oleh darah. Tingkat sianida dalam berbagai jaringan
manusia pada kasus keracunan HCN yang telah dilaporkan, bahwa pada
lambung : 0,03, pada darah : 0,5 , pada hati : 0,03 , ginjal : 0,11, otak 0,07 ,
urin 0,2 ( MG/100 g). Secara pisiologi tubuh hidrogen sianida
menginaktifasi enzim sitokrom oksidase dalam mitokondria sel dengan
mengikat Fe3+Fe2 yang terkandung dalam enzim. Hal ini dapat
menyebabkan penurunan dalam permanfaataan oksigendalam jaringan.
Sehingga organ yang sensitif dalam kondisi kurangnya O2 akan sangat
menderita terutama jaringan otak. Sehingga dapat menimbulkan asfiksia,
hiposia dan kejang.
15
Selain itu sianida menyebabkan peningkatan glukosa darah dan kadar asam
laktat serta penurunan ATP yang menunjukan pergeseran dari aerob untuk
metabolisme anaerob. Hidro sianida akan mengurangi ketersedian energi
kesemua sel, tetapi efeknya akan semakin cepat muncul pada sistem
pernafasan pada jantung.
d) Gejala klinis
Biasanya gejala akan timbul beberapa jam setelah makan singkong. Gejalan
keracunan singkong ini antara lain:
a) Gangguan saluran pencernaan seperti mual, muntah dan diare.
b) Sesak nafas , takikardi, cyanosis dan hipotensi
c) Perasaan pusing, lemah,kesadaran menurun ( apatis- koma)
d) Renjatan atau kejang
e) Syok
e) Penatalaksanaan
Sebelum dibawa kerumah sakit pasien dapat diberikan pertolongan pertama
oleh penolong atau keluarga pasien dengan memberikan arang aktif, namun
dalam pemberian arang aktif ini harus berhati-hati dan sesuai dengan dosis
yang tercantum dalam kemasannya. Rangsang muntah dapat dilakukan jika
arang aktif tidak tersedia dan perjalanan kerumah sakit membutuhkan waktu
lebih dari 20 menit.
Pengobatan harus dilakukan secepatnya. Penatalaksanaannya antara lain :
(1) Stabilisasi pasien melalui penatalaksanaan jalan nafas, fungsi
pernafasan dan sirkulasi.
(2) Bila makanan diperkirakan masih ada dilambung (kurang dari 4 jam
setelah makan singkong), dilakukan pencucian lambung atau membuat
penderita muntah.
(3) Natrium thiosulfat 30% (antidotum) sebanyak 10-30 ml secara
intravena perlahan Sebelumnya dapat diberikan amil nitrit secara
inhalasi.
(4) Bila timbul cyanosis dapat diberikan oksigen.
(5) Beri 10 cc Na Nitrit 5% iv dalam 3 menit.
(6) Beri 50 cc Na thiosulfat 25% iv dalam 10 menit
(7) Bila gejala sangat berat, bawa kerumah sakit.
16
(8) Pencegahan keracunan
Kenali jenis singkong dengan cara jika pada singkong terdapat bercak
biru sebaiknya tidak dikonsumsi, kemungkinan kandungan HCNnya
tinggi dan tidak banyak berkurang walaupun sudah dicuci dan
dimasak.
17
b. Breathing and ventilation
Apakah pernafasan efektif
1) Pernapasan efektif ketika warna kulit dalam batas normal dan capillary refill
kurang dari 3 detik.
2) Jika pernapasan tidak efektif pertimbangkan pemberian oksigendan penempatan
alat bantu.
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran gas yang terjadi
padasaat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan CO dari tubuh.
Ventilasi yang baik meliputi: fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan difragma.
Setiap komponen ini harus dievaluasi secara cepat.
Dada penderita harus dibuka untuk melihat pernapasan yang baik. Auskultasi dilakukan
untuk memastikan masuknya udara kedalam paru. Perkusi dilakukan untuk menilai
adanya udara atau darah dalam rongga pleura. Inspeksi dan palpasi dapat
memperlihatkan kelainan dinding dada yang mungkin mengganggu vnetilasi. Perlakuan
yang baik mengakibatkan gangguan ventilasi yang berat adalah pneumotoraks, flail
chest dengan kontusio paru, open pneumotoraks dan hemotoraks-masif.
c. Circulation and hemorrhage control
1) Volum darah dan jurang jantung (cardiac output)
Perdarahan merupakan sebab utama kematian pasca bedah yang mungkin dapat
diatasi dengan terapi yang cepat dan tepat di rumah sakit. Suatu keadaan hipotensi
harus disebabkan oleh hipovolemik, sampai terbukti sebaliknya. Dugaan demikian
maka diperlukan penilaian yang cepat dari status hemodinamik penderita.
Ada 3 observasi yang dalam hitungan detik dapat memberikaninformasi mengenai
keadaan hemodinamik yakni kesadaran, warna kulit dan nadi.
a) Tingkat kesadaran
Bila volume darah menurun, perfusi darah ke otak dapat berkurang, yang
akan mengakibatkan penurunan kesadaran ( walaupun demikian kehilangan
darah yang dalam jumlah banyak belum tentu mengakibatkan gangguan
kesadaran).
b) Warna kulit
Warna kulit dapat membantu diagnosis hipovolemia. Penderita trauma yang
kulitnya kemerahan, trauma pada wajah dan ektremitas, jarang yang dalam
keadaan hipovolemia.sebaliknya wajah pucat keabu abuan dan kulit
18
ekremitas yang pucat, merupakan tanda tanda hipovolemia. Bila memang
disebabkan hipovolemia maka ini menandakan kehilangan darah minimal
30% dari volume darah.
c) Nadi
Nadi yang besar seperti arteri femoralis atau arteri karotis harus diperiksa
bilateral, untuk kekuatan nadi, kecepatan dan irama. Pada syok nadi akan
kecil dan cepat. Nadi yang tidak cepat, kuat dan teratur biasanya merupakan
tanda normo-volomia. Nadi yang cepat dan kecil merupakan tanda
hipovolemia, namun harus diingat sebab lain yang dapat menyebabkannya.
Nadi yang tidak teratur biasanya merupakan tanda tanda gangguan jantung.
Tidak ditemukannya pulsasi dari nadi arteri sentral.
2) Control perdarahan
Perdarahan hebat dikelola pada survey primer. Perdarahaan eksternal dengan
penekanan langsung pada luka jangan di jahit terlebih dahulu. Spalk udara dapat
digunakan untuk mengontrol perdarahan. Spalk jenis ini harus ditembus cahaya
untuk dapat dilakukannya pengawasan perdarahan. Tornoquet jangan dipakai
karena merusak jaringan dan menyebabkan distal dari tourniquet. Pemakaian dari
hemostal memerlukan waktu dan dapat merusak jaringan sekitar saraf seperti
syaraf dan pembuluh darah. Perdarahan dalam rongga toraks, abdomen, sekitar
fraktur atau sebagai akibat dari luka tembus, dapat menyebabkan perdarahan besar
yang tidak terlihat.
Apakah sirkulasi pasien effective
1) Sirkulasi efektife ketika nadi radialis baik dan kulit hangat serta kering.
2) Jika sirkulasi tidak efectitive pertimbangkan penempatan pasien pada posisi
recumbent, membuat jalan masuk di dalam intravena untuk pemberian bolus
cairan 200 ml.
d. Disability
Menjelang akhir survey primer dievaluasi keadaan neurologis ecara cepat yaitu tingkat
kesadaran, ukuran dan reaksi pupil.
GCS adalah system scoring yang sederhana dan dapat meramalkan kesudahan
(outcome) penderita. Penurunan kesadaran dapat disebabkan perlukaan pada otak
sendiri. Penurunan kesadaran dapat menuntut dilakukannya pemeriksaan terhadap
keadaan perfusi, ventilasi dan oksigen.
19
Alcohol dan obat obatan dapat mengganggu tingkat kesadaran penderita. Walaupun
sudah demikian bila disingkirkan kemngkinan hipoksia tau hipovolemia sebagai sebab
penurunan kesadaran, maka trauma kapitis dapat dianggap sebagai penyebabnya sampai
terbukti sebaliknya.
Apakah ada tanda bahaya pada pasien
1) Gunakan GCS dan AVPU untuk mengevaluasi kerusakan daya ingat akibat
trauma pada pasien.
2) Pada GCS nilai didapat dari membuka mata, verbal dan motoric.
3) AVPU
A : untuk membantu pernyataan daya ingat pasien, kesadaran respon terhadap
suara dan berorientasi pada orang, waktu dan tempat.
V : Untuk pernyataan verbal pasien terhadap respon suara tetapi, tidak
berorientasi penug pada orang, waktu dan tempat.
P : untuk pernyataan nyeri pada pasien yang tidak respon pada suara tetapi respon
terhadap rangsangan nyeri.
U : untuk yang tidak responsive terhadap rangsangan nyeri.
Penilaian keadaan penderita dan prioritas terapi dilakukan berdasarka jenis perlakuan,
stabilitas tanda tanda vitaldan mekanisme ruda paksa, berdasar kan penilaian :
A : Airway jalan nafas terkontrol servikal
B : Breathing dan ventilasi
C : Circulation dengan control perdarahan
D : Exposure/ environment control : Buka baju penderita tetapi cegah hipotermia.
Yang penting pada frase pra-RS adalah ABC, dilakukan resusitasi dimna perlu,
kemudian fiksasi penderitalalu transportasi.
e. Exposure and Environment
Exposure dilakukan di rumah sakit, terapi dimna perlu dapat membuka pakaian,
misalnya membuka baju untk melakukan pemeriksaan toraks fisik. Di rumah sakit
penderita harus dibuka seluruh pakaiannya untuk evaluasi.
Apakah pasien merasakan nyeri atau tidak nyaman pada tulang belakang
1) Immobilisasi leher yang nyeri atai tidak nyaman dengan collar spine jika injuri
kurang dri 48 jam.
2) Tempatkan leher pada C-collar yang keras dan immobilisasi daerah tulang
belakang dengan mengangkat pasien dengan stretcher.
20
2. Secondary survey
1) Focus assessment
2) Head to toe assessment
Survey sekunder dilakukan setelah survey primer selesai, resusitasi dilakukan dari
penderita stabil. Survey sekunder adalah pemeriksaan head to toe dan
pemeriksaan tanda tanda vital. Survey sekunder hanya dilakukan apabila penderita
sudah stabil.
2. Breathing
a. Resiko pola nafas tidak efektif
b. Gangguan pertukaran gas
3. Circulation
a. Kurang volume cairan
b. Gangguan perfusi jaringan
2.2.3. Perencanaan
1. Airway
Airway harus dijaga dengan baik pada penderita tidak sadar. Jaw trust atau chin lift dapat
dipakai pada beberapa kasus, pada penderita yang masih sadar dapat dipakai naso-pharyngeal
airway. Bila penderita tidak sadar dan tidak ada reflek bertahan dapat dipakai oroparingeal
airwayta yang airway terganggu. Control jalan nafas pada penderita yang airway terganggu
karena factor mekanik atau ada gangguan ventilasi akibat gangguan kesadaran, dicapai
dengan intubasi endo-tracheal baik oral maupun nasal. Proedur ini harus dilakukan dengan
control terhadap servikal. Surgical airway dapat dilakukan bila intubasi endotracheal tidak
mungkin karena kontraindikasi atau karena masalah mekanis.
21
2. Breathing
Adanya tenson pneuomotoraks mengganggu ventilasi dan bila dicurigai, harus segera
dilakukan kompresi ( tusuk dengan jarum besar, disusul WSD) setiap penderita trauma
diberikan oksigen. Bila tanpa intubasi, sebaiknya oksigen diberikan dengan fas mask.
3. Circulation
Bila ada gangguan sirkulasiharus segera dipasang 2 jalur IV line. Kateter IV yang dipakai
harus berukuran besar. Pada awalnya sebaiknya menggunakan vena pada lengan. Penderita
diinfus cepat dengan 1,5-2 liter cairan kristaloid, atau ringer laktat. Bila tidak ada respon
dengn pemberian cairan kristaloid, berikan darah segolongan. Pemberian vasopressor steroid
atau Bic Nat tida diperkenankan.
22
Tindakan resusitasi ddilakukan pada saat masalahnya dikenali, bukan setelah survey primer
dilakukan.
2.2.4. Pelaksanaan
1. Komprehensive
2. Humanistic and holistic
2.2.5. Evaluasi
1. Proses
2. Hasil
23
DAFTAR PUSTAKA
Alimul Hidayat A. Aziz dan Uliah Musrifatul. Kebutuhan Dasar Manusia. Jakarta: EGC,
2004.
Betz Cecily L dan Sowden Linda A. Keperawatan Pediatri Ed. 3. Jakarta : EGC, 2002.
Gallo, Hudak. 2010. Keperawatan Kritis pendekatan Holistik Volume 2. Jakarta: EGC
Indonesian nursing. (2008). Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Luka Bakar
(Combustio). Dari:http://indonesiannursing.com/2008/10/asuhan-keperawatan-pada-
klien-dengan-luka-bakar-combustio/. Diakses tanggal 16 April 2012.
Krisanty, dkk. (2011). Asuhan Keperawatan Gawat Darurat. Jakarta: Trans Info Media.
Panitia S. A. K. Standar Asuhan Keperawatan Pasien Anak Seri III. Jakarta: Komisi
Keperawatan P. K. St. Carolus, 2000.
Pudijiadi, solihin. 2000.Ilmu gizi klinis pada anak Ed. 4 . Jakarta; Gaya baru
Smeltzer, Suzanne C., & Bare, Brenda G. Buku Ajar: Keperawatan Medikal Bedah, vol: 3.
Jakarta: EGC.
24