Anda di halaman 1dari 35

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pada akhir belakangan ini banyaknya keluhan seputar masalah pencernaan yang dihadapi
setiap hari. Dari masalah yang paling ringan, sakit tenggorokan, misalnya, hingga masalah
berat, seperti kanker lambung. Gejala atau penyakit ini kita temui dalam keseharian. Kita,
teman, atau anggota keluarga pasti sering mengalaminya. Penyakit itu salah satu penyakit
yang menyerang saluran pencernaan. Saluran pencernaan disini adalah bagian tubuh yang
terlibat dalam proses pencernaan. Padahal, jika sistem pencernaan terganggu, akan
mengganggu sistem – sistem lainnya di dalam tubuh. Selain itu, banyak yang minim
mengetahui penyakit pencernaan yang kita alami sehari – hari, baik gejala maupun nama
penyakitnya. Karena ketidaktahuan tersebut, penangananpun kadang datang terlambat atau
ketika penyakit sudah parah.
Pada tahun 1995 – 2002, Enterobacteriaceae menginfeksi 24.179 saluran cerna pasien di
Amerika. Enterobacteriaceae adalah bakteri gram negative kedua dalam menginfeksi saluran
cerna manusia dirumah sakit setelah Pseudomonadaceae khususnya spesies Pseudomonas
aeruginosa yang paling banyak ditemukan, kedua bakteri ini ditemukan dalam 4,7% dalam
darah pasien yang berada di ICU, dan 3,1% dalam darah pasien yang dirawat di luar ICU.
Pada tahun 1993 – 2004, dilakukan penelitian di Amerika pada kurang lebih 75.000 orang,
ditemukan 13,5% Enterobacteriaceae dari seluruh subyek penelitian (Fraser, 2012)
Indonesia mempunyai angka kejadian yang tinggi untuk infeksi saluran pencernaan,
contohnya diare yang disebabkan oleh infeksi Escherichia coli yang termasuk keluarga
Enterobacteriaceae, merupakan penyakit yang morbiditasnya cukup tinggi di Indonesia,
walaupun pada tahun 2010 sudah mengalami sedikit penurunan yaitu dari 423 per 1000
penduduk pada tahun 2006 menurun menjadi 411 per 1000 penduduk pada tahun 2010
(Dinkes, 2010). Manusia terinfeksi Enterobacteriaceae secara fecal-oral, biasanya melalui
makanan dan minuman yang kurang terjaga kebersihannya, kurang masak, dan atau individu
lainnya (Todar, 2012).
Agar dapat menyusun intervensi keperawatan yang tepat maka seorang perawat harus
melakukan pengkajian secara menyeluruh terutama yang berkaitan dengan sistem
pencernaan. Pada makalah ini kelompok kami akan menyajikan tentang pengkajian

1
keperawatan terutama pada sistem pencernaan dimana meliputi anatomi fisiologi sampai
dengan proses pengkajian tersebut yang terdiri dari anamneses , cara atau langkah-langkah
untuk mendapatkan data subjetif yang meliputi pemeriksaan fisik , pemeriksaan penunjanag
yang merupakan data obyektif.

1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Untuk memahami proses pengkajian pada sistem pencernaan

1.2.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui anatomi sistem pencernaan


2. Untuk mengetahui fisiologi dan biokimia sistem pencernaan
3. Untuk mengetahui konsep pengkajian pola Gordon pada sistem pencernaan
4. Untuk mengetahui pemeriksaan fisik pada sistem pencernaan
5. Untuk mengetahui pemeriksaan penunjang yang lazim dilakukan pada sistem
gangguan pencernaan

1.3 Manfaat
Dengan adanya makalah ini di harapkann dapat menambah wawasan dan referensi untuk
mahasiswa keperawatan ataupun praktisi keperawatan dalam mengelola atau menangani
pasien dengan kasus sistem pencernaan.

2
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Sistem Pencernaan

Sistem pencernaan merupakan suatu saluran jalan makanan/ nutrisi dari jalan masuk
(input) sampai dengan keluar ( ekskresi/eliminasi ). Secara anatomis sistem pencernaan atau
sering disebut system digestivus atau sistem gastrointestinal terdir iatas berbagai macam
organ dari rongga mulut sampai dengan anus.

Saluran pencernaan merupakan suatu saluran yang mirip tabung dengan panjang sekitar 9m
(30 kaki) yang memanjang dari mulu tsampai anus. Jaringan tersusun atas 4 lapisan dari
dalam keluar ,yaitu mukosa, submucosa,otot,dan serosa. Saluran pencernaan dikendalikan
oleh saraf simpatis melalui susunan saraf otonom dan parasimpatis. Saraf simpatis bersifat
menghambat ( injhibisi ) dan saraf parasimpatis bersifat merangsang (eksitasi). Contoh
pristaltik usus meningkat karena rangsangan parasimpatis seperti kondisi cemas, takut,

3
sedang nyeri akan menyebabkan penurunan peristaltik, karena nyeri melibatkan saraf
simpatis ( kondisi bahaya ). Namun demikian, kerja saluran pencernaan dipengaruhi oleh
saraf intrinsic ( enteric nervous ). Saraf ini sering disebut dengan gut brain yang tersusun
atas sekitar 108 neuron. Funsi utama gut brain ini adalah mengendalikan produksi secret
pada saluran pencernaan. Sistem gastrointestinal diperdarah sekitar 25%-30% dari COP.
Saluran pencernaaan bagian atas( esophagus-lambung ) diperdarahi oleh asplancia. Usus
halus diperdarahi oleh mesenterica superior dan inferior. Yang unik dari sistem sirkulasi
saluran cerna adalah bahwa hampir semua darah balik atau vena bermuara pada vena
hepatica yang menjadi sumber perfusi dari hati melalui vena portae (sistem portae).
Akibatnya, setiap terjadi gangguan peredaran darah pada saluran cerna akan mengganggu
sistem portae, begitu sebaliknya gangguan pada hati akan mengganggu sistem portae dan
organ yang lain.

Secara umum, struktur organ sistem pencernaan dibedakan menjadi dua kategori, yaitu :

1. Alimentary canal (organ utama)


Terdiri atas mulut, esophagus, lambung, usus
2. Ascesoris organ
Merupakan organ diluar saluran pencernaan tetapi mempunyai peran yang penting
dalam sistem pencernaan makanan. Ascesori organ terdiri atas hati, pancreas dan
kandung empedu.
Gigi berfungsi untuk proses mastikasi (chewing), yaitu mengunyah makanan
menjadi lebih lembut atau halus yang disebut dengan bolus. Lidah dan mukosa
berperan dalam memberikan sensasirasa. Proses mastikasi dibanrtu oleh air ludah
atau air liur. Air ludah dihasilkan oleh kelenjar parotis, submaxillaris dan
sublingualis. Ludah terdiri atas air (99,5%) dengan pH sekitar 6,8. Ludah berguna
sebagai pelumas rongga mulut, melunakkan makanan pada sebelum ditelan. Sekresi
air ludah ini dihambat oleh alcohol, morfin, dan ion – ion anorganik (K+, Ca++, HCO -
3,tiosinatdan IgA). Ludah mengandung :
1. Enzim amylase ( ptyalin ) yang dapat menghidrolisi amilium menjadi maltose.
2. Enzim lipase yang memecah lemak menjadi asam lemak dan diasilgliserol

4
2.2 Fisiologi dan Biokimia Sistem Pencernaan
2.2.1 Fisiologi Sistem Pencernaan
Fungsi utama sistem pencernaan adalah menyediakan nutrisi dan mengeluarkan
sisa (eksresi/eleminasi). Fungsi tersebut dapat berjalan melalui empat proses utama,
yaitu:
a. Ingesti (memakan/menelan)
Yaitu, proses memasukkan makanan kedalam mulut, mengunyah dan menelannya
kedalam lambung melalui esophagus.Ingesti dan populasi adalah proses pemasukan
makanan kedalam mulut dan menelannya kedalam lambung. Pada tatanan klinik
sering disebut intake makanan. Proses ingesti ini dikendalikan oleh kondisi lapar atau
nafsu makan (appetite). Nafsu makan inilah yang akan menentukan jumlah intake
makanan pada individu. Pusat sensasi lapar terletak di hipotalamus. Secara fisiologis
rasa lapar akan muncul terstimulasi oleh keadaan hipoglikemia, lambung yang
kosong, dan suhu yang dingin. Rasa, bau, dan lingkungan juga memengaruhi nafsu
makan seseorang. Nafsu makan atau rasa lapar dihambat oleh distansi abdomen, suhu
tubuh yang tinggi, nausea, vomitus, dan obat golongan anfetamin. Termasuk dalam
proses ingesti ini adalah proses menelan (swallowing, deglutition) yaitu proses
makanan masuk kedalam lambung melalui esophagus. Proses ingesti terjadi pada
organ mulut, faring dan esofagus.
1. Mulut
Rongga mulut merupakan suatu ruang yang terbentuk dari mulut, langit-
langit, dan orofaring. Dalam rongga mulut terdapat beberapa komponen yaitu gigi,
gusi, lidah, dan kelenjar-kelenjar air ludah.

5
Gigi berfungsi untuk proses mastikasi (chewing), yaitu mengunyah makanan
menjadi lebih lembut atau halus yang disebut dengan bolus. Lidah dan mukosa
berperan dalam memberikan sensasirasa. Proses mastikasi dibanrtu oleh air ludah
atau air liur. Air ludah dihasilkan oleh kelenjar parotis, submaxillaris dan
sublingualis. Ludah terdiri atas air (99,5%) dengan pH sekitar 6,8. Ludah berguna
sebagai pelumas rongga mulut, melunakkan makanan pada sebelum ditelan. Sekresi
air ludah ini dihambat oleh alcohol, morfin, dan ion – ion anorganik (K+, Ca++, HCO -
3,tiosinatdan IgA). Ludah mengandung :
1. Enzim amylase ( ptyalin ) yang dapat menghidrolisi amilium menjadi maltose.
2. Enzim lipase yang memecah lemak menjadi asam lemak dan diasilgliserol

6
- Gigi susu (dentis desidue) merupakan gigi yang tumbuh pada anak usia 6 bulan
hingga 8 tahun. Sejak usia 6 tahun hingga usia 14 tahun, gigi susu akan tanggal
satu persatu dan digantikan dengan gigi dewasa. Jumlah gigi ini pada anak yakni
20 buah dengan rincian:
 8 buah gigi seri,
 4 buah gigi taring, dan
 8 buah gigi geraham.
- Gigi dewasa atau gigi tetap (dentis permanen) merupakan gigi orang dewasa yang
berjumlah 32 buah. Rinciannya :
 8 buah gigi seri,
 4 buah gigi taring,
 8 buah gigi geraham depan, dan
 12 buah gigi geraham belakang.
2. Faring
Faring merupakan saluran membrane berotot mulai daribawah mulut
sampai esophagus. Faring terdari atas nasofaring, orofaring dan larinofaringeal.

3. Esophagus
Esophagus merupakan organ silindris berongga dengan panjang sekitar
23-25 cm dan diameter 2 cm. Fungsi utama esophagus adalah mengantarkan
makanan dari rongga mulut kedalam lambung. Proses pengantaran atau

7
pemindahan makanan ini sering disebut proses menelan (ingesti). Proses menelan
dibagi atas tiga tahap, yaitu :
1. Fase oral
2. Fasefarengeal
3. Faseesofageal
b. Digesti (mencerna)
Proses mencerna adalah proses mengubah bentuk makanan yang kasar menjadi
lebih halus atau mengubah materi makanan dari yang tidak dapat diabsorpsi menjadi
materi yang dapat diabsorpsi. Proses mencerna ini dilakukan didalam mulut maupun
lambung. Proses digesti ini secara kimiawi melibatkan enzim pencernaan. Digestia
dalah proses mencerna makanan untuk mengubah bentuk fisik dan kimiawi zat
makanan yang pada umumnya sudah melibatkan enzim dan hormon. Organ yang
berperan dalam proses ini anatara lain :
1. Mulut
Rongga mulut merupakan tempat proses digesti pertama. Rongga mulut
menghasilkan saliva yang mengandung 2 enzime pencernaan utama, yaitu enzim
amylase (mengubah amilum/glukosa menjadi maltosa) dan enzim lipase yang
mengubah lemak menjadi asam lemak.
2. Lambung
Secara anatomis lambung terbagi atas fundus, korpus dan antrumpyloricum atau
pylorus. Sebelah kana atas lambung terdapat cekungan kurvatura minor, dan
bagian kiri lambung terdapat kurvatura mayor. Sfingter pada kedua ujung
lambung mengatur pengeluaran dan pemasukan. Sfingter kardia atau sfingter
esophagus bawah, mengalirkan makanan masuk kedalam lambungdan mencegah
refluksi silambung memasuki esophagus kembali. Daerah lambung tempat
pembukaan sfingter kardia dikenal dengan nama daerah kardia. Di saat sfingter
pyloricumbe relaksasi makanan masuk kedalam duodenum, dan ketika
berkontraksi sfingter ini akan mencegah terjadinya aliran balik isi usus kedalam
lambung.

8
3. Usus Halus
Hasil pencernaa di lambung adalah mengubah bentuk fisik bolus menjadi kimus
atau chyeme. Dalam proses pencernaan usus halus (sekitar 6 m) merupakan
bagian yang paling banyak berfungsi dalam menyerap bahan makanan yang sudah
diproses oleh enzim – enzim. Fungsi usus halus :
a. Menerima zat-zat makanan yang telah dicerna lalu diserap melalui kapiler-
kapiler saluran limfe.
b. Menyerap protein dalam bentuk asam amino.
c. Menyerap karbohidrat dalam bentuk monosakarida
d. Menyerap lemak dalam bentuk asam lemak

c. Absorpi (penyerapan)
Proses penyerapan (absorpsi) zat-zat gizi melalui villi-villi usus kedalam vaskuler
dan kemudian ditranspor sampai ketingkat sel.
d. Eliminasi
Proses pengeluaran sisa makanan yang tidak diabsorpsi melalui mekanisme
defeksi atau berak (BAB). Eliminasi merupakan sisa pencernaan melalui usus besar.
Usur besar (colon) terdiri atas colon ascenden, colon transversum, dan colon

9
decendens. Termasuk dalam bagian ini adalah kolon sigmoid, rectum dan anus. Kolon
mensekresi mucus dan berfungsi untuk melicinkan jalannya sisa makanan yang akan
dibuang lewat anus. Fungsi kolon adalah menyerap kembali air garam-garam
amoniak yang masih dibutuhkan tubuh. Kolon ini ini tidak dapat menyerap selulosa,
hemiselosa, atau lignin yang terdapat pada tumbuhan. Materi ini akan menarik air dan
sekaligus menahannya sehingga menyebabkan terbentuk feses yang besar dalam
lunak. Feses tersebut akhirnya dengan gerakn peristaltic dan kontraksi di dorong ke
dalam rectum dan setelah terkumpul dalam jumlah tertentu akan merangsang
munculnya keinginan defekasi. Kondisi ii , missal adanya retensi feses yang terlalu
ama akibat diet rendah serat dapat juga menyebabkan absorpsi amoniak berlebihan
sehingga dapat dapat juga menyebabkan gangguan meningen otak, serta terjadi
peningkatan risiko Ca. Colorectal akibat kontak yang lama dengan zat karsinogen
yang tersimpan pada feses. Pada kasus-kasus tersebut sering dilakukan tindakan
operasi yang disebut Colostomy. Dalam proses lebih lanjut saluran cerna ini juga
diduga juga bisa menghasilkan anti-bodi untuk melawan mikroorganisme .
1. Hepar
Secara anatomis hepar terdiri dari 2 lobus kanan dan kiri, yang
mempunyai dua vaskularisasi besar, yaitu vena portae sebagai tempat
mengumpulnya lairan vena-vena usus dan arteri hepatka yang berfungsi sebagai
penyuplai nutrisi untuk hati. Fungsi hepar dalam proses pencernaan dengan
memproduksi empedu yang mengandung air, garam empedu , kolesterol,
bilirubin, glukonat, dan asam anorganik. Garam empedu membantu
mengemulsikan lemak makanan dan membantu penyerapannya serta penyerapan
vitamin yang larut dalam lemak melalui mukosa intestinal.
Selain itu, hepar juga berfunsi menyimpan adipose melalui metabolisme
trigleserida, asam lemak, dan kolestrol. Bila terjadi hipoglikemi/puasa/kurang
input nutrisi, maka akan terjadi katabolisme zat-zat tersebut yang kemudian akan
terbentuk keton yang berfungsi dalam daur kreb untuk membentuk energy yang
tidak menyertakan sistem saraf.

10
Secara lebih rinci fungsi hati :

1. Katabolisme steroid
2. Metabolism protein, termasuk sintesis protein plasma, pengubahan ammonia
menjadi urea, deaminasi dan transsaminaisi.
3. Pembentukan empedu
4. Metabolisme lemak, termasuk sisntesis lipoprotein, sintesis kolestrol dan
pengubahan protein dan karbohidrat menjedi lemak.
5. Menyimpan mineral dan vitamin
6. Metabolism karbohidrat, termasuk penyimpanan glikogen, glukoneogenesis,
dan pelepasan glukosa ke dalam plasma.
7. Pemecahan obat-obat tertentu.
8. Sintesis factor-faktor koagulasi (I,V,VII,IX, dan XI)

2. Pancreas
Pancreas mesekresi larutan berupa bikarbonat dan kalium bikarbonat.
Bikarbonat menetralisasi chime yang sangat asam yang baru dating dari
duodenum dari lambung. Enzim-enzim pancreas membantu mencerna protein

11
(tripsin, kemotripsin, elastase dan karboksipeptidase) , leak (lipase, kalipase, dan
esterase).
3. Kandung empedu
Cairan empedu yang diproduksi oleh sel-sel hati disimpan dan dipekatkan
di dalam kandung empedu. Di bawah pengaruh aktivitas vagal ,atau CCK ,
kandung empedu berkontraksi untuk mendorong getah empedu masuk kedalam
duodenum dan bercampur dengan chyme sehingga membantu pencernaan dan
absorpsi . getah empedu ini sebelumnya di konjugasi dahulu oleh hati . pada
kondisi tertentu , misal pada kasus cholelithiasis dan cholecystitis empedu tidak
dapat melewati duktus kholeidokus sehingga getah empedu hanya terkumpul
dikandung empedu dan menimbulkan sensasi nyeri yang khas dan tidak ada getah
empedu di duodenum ,sehingga warna feses pucat serta warna urin keruh seperti
air teh.
2.2.2 Biokimia Sistem Pencernaan
1. Pengaturan Hormonal Sitem Pencernaan
Hormon ini diekstrasikan dari dinding usus halus, bila disuntikan pada hewan
percobaan menyebabkan sekresi liur pankreas dengan kandungan berkarbonat yang
tinggi. Hormon GI ini dinamakan sekretin. Sel-sel GI yang menyekresi hormon tidak
mengelopmpok membantu organ yang nyata merupakan sel tunggal yang tersebar
sepanjang epitel lambung dan usus halus. Rangsangan berbagai bahan kimia
menyebabkan dilepaskannya hormon dipermukaan basal yang kemudian berdifusi
kedalam kapiler. Untuk sampai ke sel sasarannya melalui jalur sirkulasi hormon GI
dilepaskan terutama sebagai respon terhadap perubahan lokal tertentu dari isi lumen.
Berbagai polipeptida yang aktif sebagai hormon telah diisolasikan dari mukosa GI.
Penyuntikan polipeptida ini ternyata menimbulkan perubahan pada keaktifan sekresi
dan kontraksi saluran GI sistem organ yang lain. Hormon yang mengendalikan
saluran GI makin bertambah, sebab sejumlah peptida yang ditemukan di saluran GI
diduga sebagai bakal hormon antara lain mortilin dan vilikinin.

12
2. Fungsi Hormon Pencernaan

Hormon Sumber Stimulasi utama Fungsi


untuk sekresi
Gastrin Sel-sel G di daerah Protein di lambung Merangsang sekresi sel
lambung kelenjar pilorus parietal dan sel utama
lambung Meningkatkan motilitas
lambung
Merangsang motilitas ilium
Melemaskan sfingter
iliosekum
Menginduksi gerakan massa
di kolon

Bersifat tropik bagi mukosa


lambung dan usus halus
Sekretin Sel-sel endokrin di Nutrien di lumen Menghambat sekresi lambung
mukosa duodenum duodenum, terutama Merangsang sekresi
produk lemak NaHCO3encer oleh sel-sel
dengan tingkat yang duktus pankreas
lebih rendah dan Bersifat trifik pankreas
produk protein eksokrin
Menghambat pwengosongan
lambung
Merangsang sekresi enzim
pencernaan oleh sel-sel asinus
pankreas
Inhibitor Sel-sel endokrin di Lemak endorinase, Menyebabkan relaksasi
peptida mukosa duodenum hipertonisitas, sfingter menelan
gastrik glukosa dan Besifat trofik bagi pankreas

13
peregangan di eksokrin
duodenum Dapat menimbulkan
perubahan adatif jangka
panjang proporsi enzim-
enzim
Berperan dalam rasa kenyang
Menghambat pengosongan
lambung
Menghambat sekresi lambung
Merangsang sekresi insulin
oleh pankreas

3. Jenis Hormon
 Gastrin
Gastrin terdapat pada dinding lateral kelenjar dan antrum mukosa
lambung. Gastrin adalah reseptor yang menjadi perantara respons gastrin
terhadap perubahan isi lambung pada mikrovilus mukosa lambung. Efek
fisiologis gastrin adalah perangsang sekresi asam lambung, sekresi pepsin,
pertumbuhan mukosa lambung, perangsang motilitas lambung, merangsang
sekresi insulin dan glukosa setelah memakan makanan yang mengandung
protein.
 Kolesitokinin-pankreozimin ( CCK-PZ )
Sel di dalm mukosa usus halus bagian atas menyekresi satu hormon
tunggal yang memiliki dua keakttifan kolesitokinin ( CCK ) dan pankreozimin
( PZ ). Selain di dalam sel endokrin usus halus bagian atas CCK juga
ditemukan pada saraf ilium distal, kolon, dan neoron di otak terutama bagian
korteks dan saraf di tempat lain dalam tubuh. Efek CCK disamping kontaksi
kandung empedu dan sekresi liur pankreas adalah menimbulkan potensiasi
kerja sekretin dalam merangsang sekresi liur yang bersifat basa, menghambat
pengosongan lambung, merangsang pertumbuhan pankreas, meningkatkan
sekresi enterokinase, dapat meningkatkan motilitas usus halus dan kolon.

14
Rangsangan yang meningkatan sekresi CCK adalah sentuhan mukosa usus
dengan hasil pencernaan terutama peptida, asam amino dari asam lemak.
 Sekretin
Hormon ini disekresi oleh sel-sel yang letaknya jauh dalam kelenjar
mukosa usus halus bagian atas. Efek sekretin meliputi meningkatkan sekresi
bikarbonat oleh sel saluran pankreas dan saluran empedu yang menimbulkan
sekresi liur pankreas encer dan bersifat alkalis, menimbulkan potensiasi efek
CCK terhadap sekresi pankreas yang banyak enzimnya, menurunkan sekresi
asam lambung, kontaksi sfringter pilorus. Rangsangan meningkatkan sekresi
skretin adalah hasil penceraan protein asam yang membasahi mukosa usus
halus sebelah atas.
 Glukosa insulinotropik
Glukosa insulinotropik (GIT) ditemukan dalam mukosa duodenum dan
jejenum. Efek GIT menghambat sekresi dan motilitas lambung selama fase
gastrik, merangsang sekresi insulin, mencerna lemak dan glukosa dalam
duodenum, merangsang sekresi elekrolit dan air di usus, menimbulkan dilatasi
pembuluh darah tepi, menghambat sekresi asam lambung, menimbulkan
potensiasi kerja asetilkolin terhadap kelenjar saliva. Hormon lain antara lain
motilin, substansi P, histamin, intestinal gastrin dan serotonin
2.3 Pengkajian Sistem Pencernaan

Pengkajian keperawatan merupakan tahap krusial dalam proses keperawatan. Hasil


pengkajian merupakan dasar dari penentuan masalah keperawatan dan penentuan intervensi
keperawatan yang diberikan. Pengkajian membutuhkan keterampilan dan pengalaman yang
mencukupi yang didasarkan pada penguasan pengetahuan tentang sistem yang akan dikaji.

Pada dasarnya pengkajian atau pengumpulan data mempunyai empat metode, yaitu
wawancara (anamnesis), observasi, pemeriksaan fisik, dan pemeriksan penunjang
(pemeriksaan diagnostik). Sistem pencernaan merupakan suatu sistem yang berfungsi
menyediakan kecukupan nutrisi pada tubuh, sehingga pengkajian sistem pencernaan atau
gastrointestinal sangat penting untuk mengetahui penyebab gangguan nutrisi,
ketidakseimbangan asam basa, episode perdarahan, dan nyeri di dalam sistem. Pengkajian

15
yang cermat berdasar penguasaan pengetahuan tentang sistem gastrointestinal akan
memberikan data yang cukup untuk mengetahui permasalahan spesifik pada pasien.

Analisis data hasil pemeriksaan fisik merupakan langkah yang sangat penting bagi
perawat. Disini perawat bukan hanya dituntut untuk mampu melakukan pemeriksaan fisik,
akan tetapi harus mampu menganalisis hasil pemeriksaan abnormal yang kemudian akan
dapat digunakan sebagai data pendukung munculnya masalah keperawatan. Untuk itu dalam
hal pemeriksaan fisik ini perawat diharapkan sudah memahami apa tujuan dari pemeriksaan
fisik yang akan dilakukan, sehingga setelah hasil diperoleh perawat tidak bingung lagi untuk
mengelompokkan data.

2.3.1 Data Subjektif

A. Wawancara (anamnesis)

Wawancara merupakan metode pengumpulan data dengan memberikan beberapa


pertanyaan kepada klien atau keluarga tentang masalah yang dihadapi. Wawancara
bertujuan untuk mengetahui berbagai macam keluhan kesehatan saat ini, riwayat
kesehatan individu dan keluarga, riwayat diet, status social ekonomi, latar belakang
demografi, dan psikososial. Data – data tersebut sangat penting karena sebagian besar
masalah gastrointestinal sangat berkaitan dengan faktor diet, psikososial, pola makan,
social ekonomi individu dan keluarga.

1. Data Demografi

Pengkajian data demografi meliputi identitas klien, umur, pekerjaan, dan alamat.
Pengkajian umur penting karena banyak penyakit saluran pencernaan dikaitkan
dengan umur pasien, misalnya diare pada anak lebih berbahaya disbanding pada
orang dewasa, penyebab diare akan berbeda antara anak dengan dewasa, begitu juga
terapi untuk diare juga berbeda. Pada umur remaja lebih beresiko mempunyai
penyakit gastritis, sedang pada lansia adalah dyspepsia kakeksia. Alamat atau tempat
tinggal sering dihubungkan dengan budaya atau adat di daerah domisili seseorang.
Contohnya orang yang berdomisili di Sumatra Barat (Padang) cenderung suka makan
makanan yang pedas sehingga beresiko mengalami gastritis, sedangkan pada orang

16
Jawa lazimnya ada budaya “prihatin” yang memungkinkan terjadinya gangguan
lambung dan pemenuhan gizi. Pekerjan seseorang juga berpengaruh terhadap
terjadinya stress, makan tidak teratur, sanitasi lingkungan yang tidak baik, yang
semuanya dapat mencetus gangguan saluran pencernaan. Selain itu, pekerjaan juga
memengaruhi pola makan atau diet seseorang dikaitkan dengan penghasilan atau
status ekonimi. Tingkat ekonomi yang rendah sering dikaitkan dengan kejadian
malnutrisi, penyakit infeksi saluran cerna, dan keganasan. Adapun tingkat ekonomi
yang tinggi akan mengakibatkan pola makan yang salah sehingga beresiko terjadi
pbesitas, hiperkolesterol, dan sebagainya.

2. Riwayat Kesehatan Dahulu

Perlu dikaji adanya riwayat gangguan saluran pencernaan pada masa lalu seperti
diare, dyspepsia, gangguan lambung, usus, hati, pancreas, dan sebagainya. Tanyakan
apakah klien pernah sampai dirawat di rumah sakit, berapa lama, dan pulang dengan
status apa (sembuh, APS, dirujuk, dan sebagainya). Riwayat pembedahan juga perlu
dikaji baik pembedahan abdomen atau sistem yang lain. Adanya fluktasi berat badan
juga perlu diperhatikan untuk dikaji, karena berat badan sering menjadi parameter
utama gangguan saluran pencernaan. Selain itu juga perlu dikaji penggunaan obat –
obatan. Apakah obat yang dikonsumsi berdasar resep dokter atau tidak. Sebagai
contoh kebiasaan mengonsumsi antacid yang berlebihan dapat menyebabkan kondisi
lambung bersifat alkali dan mengganggu pencernaan makanan dan bahkan secara
sistemik berbahaya. Termasuk disini adalah kebiasaan buruk seperti alkoholik, kopi,
dan arsen, merkuri, formalin yang banyak digunakan untuk pengawet makanan.

3. Riwayat Kesehatan Keluarga

Riwayat kesehatan keluarga perlu dikaji secara berhati-hati namun detail, karena
banyak penyakit saluran pencernan terjadi akibat pola kebiasaan pada keluarga yang
kurang baik seperti penyiapan dan penyimpanan makanan, pola diet keluarga, dan
bahkan pola sanitasi keluarga yang kurang seperti cuci tangan, tempat BAB, dan pola
memasak makanan. Selain itu, banyak penyakit saluran pencernaan yang bersifat
menular seperti diare, hepatitis, dan sebagainya.

17
4. riwayat penyakir sekarang

Pengkajian dimulai dengan menanyakan keluhan utama pasien secara kronologis,


yaitu waktu, pencetus, durasi, manajemen keluarga, dan langsung dibawa ke rumah
sakit. Keluhan-keluhan utama yang sering dirasakan oleh klien yang mengalami
gangguan sistem pencernaan antara lain:

a. Anoreksia
Anoreksia merupakan keluhan berupa penurunan nafsu makan. Banyak faktor yang
menyebabkan penurunan nafsu makan, misalnya karena faktor neuropsikologis
(anoreksia nervosa), gangguan pada lambung, respons inflamasisaluran cerna.
b. Mual
Mual (nausea) merupakan gejala awal dari muntah. Sensasi atau keluhan ini muncul
akibat adanya eksitasi pada daerah medulla yang secara erat berhubungan dengan
atau merapakn bagian dari pusat muntah, dan mula dapat disebabkan oleh impuls
iritasi yang datang dari traktus gastrointestinal, impuls yang berasal dari otak bawah
yang berhubungan dengan motion sickness, atau impuls dari korteks cerebri untuk
memulai muntah. Namun demikian, ada juga muntah yang tanpa didahului oleh rasa
mual yang mengindikasikan bahwa hanya bagian-bagian tertentu dari pusat muntah
yang berhubungan dengan sensasi mual.
c. Muntah
Muntah (vomitus) merupakan proses pembersihan lambung dengan sendirinya.
Muntah disebabkan karena ada rangsangan pada pusatmuntah (medula) akibat bagian
gastrointestinal atas teriritasi secara luas, hiperdistensi, atau terangsang oleh bau yang
tidak enak. Muntah juga dapat disebabkan karena gangguan pada otak sendiri, misal
pada trauma kepal. Muntah dapat bersifat proyektil ( menyemprot ), regurgitasi (
keluar perlahan). Muntah yang isinya darah/muntah darah disebut hematemeses.
d. Kembung
Kembung merupakan sensasi atau perasaan tidak nyaman pada perut akibat
akumulasi gas. Gas ini dapat masuk kedalam saluran cerna akibat udara yang ditelan,
hasil atau terbentuk oleh bakteri usus, dan gas berdifusi dari pembuluh darah.

18
e. Diare
Diare adalah perubahan frekuensi dan konsistensi BAB, dimana BAB lebih dari 4x
sehari dengan konsistensi cair. Banyak faktor yang bisa menyebabkan diare, misal
peningkatan motilitas usus akibat hipersekresi karena keracunan makanan, infeksi
usus atau karena pengaruh psikologis atau stress yang merangsang peningkatan
motilitas usus.
f. Nyeri
Nyeri abdomen merupakan nyeri yang sering dirasakan pada klien yang mengalami
gangguan sistem pencernaan. Pengkajian nyeri haru lengkap meliputi : P ( provokatif
atau paliatif ), yaitu faktor yang mencetuskan nyeri, faktor yang menambah dan
mengurangi nyeri ; Q (quality ), yaitu kualitas nyeri seperti panas, tertekan, diremas –
remas dan tertusuk ; R (region ), yaitu lokasi nyeri ; S (severity atau scale), yaitu
intensitas atau skala nyeri ; T (time ), yaitu kapan, berapa lama, durasi, frekuensi
nyeri.

2.3.2 Data Subjektif


1. Pemeriksaan Fisik
Temuan fisik kemudian dikaji untuk memastikan data subjektif yang didapat dari
pasien. Abdomen di inspeksi, di auskultasi, di palpasi dan di perkusi. Pasien ditempatkan
pada posisi supine. Kontur dan simetrisitas dari abdomen dilihat dengan identifikasi
penonjolan lokal, distensi atau gelombang peristaltik. Auskultasi dilakukan sebelum
palpasi dan perkusi untuk mencegah terjadi perubahan motilitasi usus. Karakter, lokasi
dan frekuensi usus dicatat, timpani atau pekak dicatat selama perkusi. Palpasi digunakan
untuk mengidentifikasi massa abdomen atau area nyeri tekan. Adanya temuan abnormal
harus dicatat berdasarkan kwadran atau regio-regio untuk menggambarkan abdomen.

Pemeriksaan fisik pada abdomen:

1. Inspeksi : perubahan warna di abdomen, distribusi rambut, adanya ras, striae,


ptekie, scar atau ikterik kesimetrisan.
2. Auskultasi : bising usus bunyi klik lembut yang terdengar setiap 5 – 10 detik di
setiap kuadran abdomen, bising usus normal terdengar 5 – 12 kali/menit, bising usus

19
tidak ada : dijumpai setelah tindakan pembedahan, peritonitis, ileus paralitik, bising usus
meningkat disebabkan hipermotilitas usus pada diare atau gastroenteritis, obstruksi usus,
bising abdomen (bruit) merupakan bunyi dari pembuluh darah (artery narrowing).
3. Perkusi : menentukan ukuran dan lokasi organ abdomen, menentukan akumulasi
berlebiham dari cairan dan udara dalam abdomen, dilakukan disemua kuadran, bunyi
perkusi normal: timpani pada 4 kuadran, timpani diatas hepar dan limfa.
4. Palpasi : karakter dinding abdomen, ukuran, kondisi dan konsistensi organ, lokasi
nyeri, palpasi ringan : tekan ujung – ujung jari sedalam 1 – 2 cm, palpasi dalam dilakukan
penenkanan sedalam 4 cm, lakukan palpasi secara sistematis pada ke empat kuadran.
Kuadran – kuadran abdomen :
a. Kuadran kanan atas:
Sebagian besar hati, kandung empedu, duodenum, bagian kepala pancreas, fleksur
hepatikus, colon, sebagian colon asenden dan tranversum.
b. Kuadran kiri atas :
Lobus kiri hati, lambung, lien, badan dan ekor pancreas, pleksur splenikus, colon,
sebagian colon tranversum dan asenden.
c. Kuadran kanan bawah :
Sekum, apendiks, ureter kanan, ovarium kanan dan tuba fallopi, korda
spermatikus kanan.
d. Kuadran kiri bawah :
Sebagian colon desenden, colon sigmoid, ureter kiri, ovarium kiri dan tuba
fallopi, korda spermatikus kiri.

20
 Pemeriksaan fisik pada regio-regio abdominalis:
1. Hipokondria kanan; lobus kanan hepar, bagian duodenum, fleksur hepatica, ginjal
kanan, kelenjar suprarenal.
2. Epigastrik; akhir pilorik, duodenum, pankreas.
3. Hipokondria kiri; lambung, limfa, ginjal kiri.
4. Lumbal kanan; kolon asenden, bagian duodenum dan yeyenum.
5. Umbilikalis; omentum, mesentrika, bagian bawah duodenum, yeyenum dan
ileum.
6. Lumbal kiri; kolon desenden, bagian bawah ginjal kiri, bagian jejunum dan ileum.
7. Inguinalis kanan; sekum, apendik, ureter/ovarium.
8. Hipogastrik; ileum, kandung kemih, uterus.
9. Inguinalis kiri; kolon sigmoid, ureter, ovarium.

21
2.4 Program dan prosedur pemeriksaan penunjang pada pasien dengan gangguan sistem
pencernaaan.
1. Endoscopy
a. Fiberoskopi gastrointestinal atas/esofagogastroduedenoskopi (EGD)
Fiberoskopi terhadap saluran gastrointestinal atas memungkinkan untuk
visualisasi langsung esofagus, lambung dan mukosa duodenal melalui endoscopy
berlampu (gas troskop). Prosedur ini khususnya bermakna bila ada abnormalitas
esofagus, lambung atau duodenal dan proses inflamasi, neoplastik atau infeksi
yang dicurigai. Motilitas esofagus dan lambung dapat dievaluasi. Sekresi dan
spesimen jaringan dapat dikumpulkan untuk analisis lanjut. Fotografi video
diambil melalui skop yang memungkinkan untuk dokumentasi temuan.
Fiberoskop adalah skop fleksibel yang dilengkap dengan lensa optic serat.
Tindakan dilakukan dengan hati – hati untuk melindungi skop, karena berkas serat
optik dapat pecah bila skop ditekuk pada sudut yang tajam. Pelindung mulut
essensial untuk mencegah pasien menggigit skop. Ahli gastroenterology
memandang melalui lensa pandang.
Terdapat endoskop video elektronik tersedia yang disambungkan langsung
ke prosesor video, yang mengubah sinyal elektronik ke gambar yang dapat dilihat

22
pada layar televisi. Ini memungkinkan untuk mampu melihat lebih besar dan
kontinu, serta merekam prosedur secara umum.
Skop fleksibel pandangan-samping digunakan untuk melihat duktus
koledukus dan duktus pankreas serta hepatic melalui ampula vater diduodenum.
Prosedur ini membantu dalam mengevaluasi ikterik, pankreastitis, tumor
pankreas, batu duktus koleduktus, dan penyakit saluran empedu. Prosedur ini
disebut Colangio- Pankreatografi retrograde endoskopik (ERCP).
Fiberoskopi gastrointestinal atas juga dapat menjadi prosedur teraupetik
bila dikombinasi dengan prosedur lain. Endoskopi teraupetik dapat digunakan
menghilangkan duktus koleduktus, mendilatasi struktus dan pengobatan gaster
dan varises esofagus. Skop laser-compatible memberikan terapi laser untuk
neoplasma gastrointestinal atas.

Persiapan pasien

Pasien diintruksikan untuk puasa selama 6 jam sampai 12 jam sebelum


pemeriksaan. Persiapan pasien meliputi penyemprotan dan kumur dengan anastetik lokal,
disertai dengan pemberian diazepam (valium) secara intravena segera sebelum skop
dimasukkan. Atropin dapat diberikan untuk mengurangi sekresi. Glucagon dapat
diberikan untuk merilekskan otot halus. Pasien diposisikan miring kiri untuk
memudahkan aliran saliva dan memberikan akses mudah untuk endoskop.

Prosedur

Gastrokop dilumasi dengan pelumas larut air dan kemudian dimasukkan dengan
hati – hati perlahan sepanjang bagian belakang multu dan turun ke esofagus. Ahli
gastroenterologi melihat dinding gaster serta spingternya. Endoskop kemudian
dimasukkan terus ke duodenum untuk pemeriksaan lebih jauh. Forsep biopsi untuk
mendapatkan sel untuk pemeriksaan mikroskopik dapat dimasukkan melalui skop.
Prosedur secara umum memerlukan waktu kira – kira 30 menit. Selama EGD penting
untuk memantau dan mempertahankan jalan nafas oral pasien. Oksigen suplemen dapat
digunakan bila perlu. Peralatan kedaruratan harus siap tersedia.

23
Perawatan pasca prosedur

Setelah gastrokopi pasien diinstruksikan tidak makan atau minum sampai refleks
gag kembali (dalam 1 sampai 2 jam) untuk mencegah aspirasi makanan atau cairan
kedalam paru. Pengkajian pascagastrokopi oleh perawat meliputi observasi tanda – tanda
pervorasi, seperti nyeri, perdarahan, kesulitan menelan yang tidak biasanya dan
peningkatan suhu tubuh. Ketidaknyamanan tenggorok ringan dapat dihilangkan dengan
lozenges, kumur salin dan obat analgesic oral setelah refleks gag kembali. Pasien yang
disedasi untuk prosedur ini dipertahankan tirah baring sampai sadar betul.

b. Anaskopi, proktoskopi dan sigmoidoskopi


Prosedur untuk pmeriksaan. Kolon bagian bawah memerlukan alat yang
menggunakan sinar kecil yang memungkinkan lumen usus bagian bawah. Alat ini
dapat berubah skop kaku atau skop serat optic fleksibel.
1. Anaskop adalah skop kaku yang digunakan untuk memeriksa kanal anal.
2. Prostoskopi dan sigmoidoskopi adalah skop kaku yang digunakan untuk
melihat rectum dan kolon sigmoid, berturut-turut, untuk bukti ulserasi, tumor,
polip atau proses patologis lain. Ini adalah bagian penting dari proses
skrinning kanker.

24
Sigmoidoskopi

Sigmoidoskopi serat optic fleksibel memungkinkan kolon diperiksa sampai 40-50


cm (16-20 inchi) dari anus. Ini lebih dari 25 cm (10 inchi) yang dapat dilihat dengan
sigmoid oskopikaku. Skop fleksibel mempunyai banyak kemampuan adaptasi dan
kemampuan yang sama seperti skop yang digunakan untuk studi GI atas. Pencutraan
video dapat digunakan untuk mendokumentasikan temuan.

Persiapan Pasien

Pemeriksaan ini hanya memerlukan pembatasan persiapan usus enema air


keranhang atau enema fleer diberikan sampai aliran balik jernih. Pembatasan diet tidak
selalu diperlukan, sedasi tidak selalu diperlukan.

Prosedur Skop Kaku

Pasien mengambil posisi lutut-dada padat epitempattidur atau meja periksa.


Punggung anak dengan sudut kira – kira 45 derajat, pasien pada posisi tepat untuk
memasukkanan oskop, protoskop atau sigmoidoskopi. Selama pemeriksaan
proktosigmoisoskopik, pasien diberi informasi tentang kemajuan pemeriksaan. Pasien di
informasikan bahwa tekanan yang ditimbulkan oleh alat akan menciptakan dorongan
untuk defekasi.

Prosedur Skop Fleksibel.

Pasien ditempatkan pada posisi nyaman miring kiri ditempat tidur dengan kaki
ditekuk dan ditempatkan dianterior. Biospi dan polip ektomi juga dapat dilakukan selama
prosedur ini. Implikasi keperawatan yang sama diterapkan pada prosedur skop kaku.

Sebagai bagian pemeriksaan endoskopi, satu lebih potongan, prosedur disebut


sebagai biopsy. Ini dilakukan dengan konsep penusuk kecil yang dimasukkan melalui
alat. Polip rectal dan sigmoid, bila ada dapat dihilang kan dengan kawat sinar, yang
digunakan untuk memegang pedikel atau tungkai. Suatu elektrokoagulasi saat ini
digunakan untuk mengikis polip dan mencegah pendarahan.

25
Semua jaringan yang diambil oleh ahli endoskopi harus ditempatkan dengan segera
pada ka calembab atau pada wadah yang tepat, diberi label dengan benar dan dikirimkan
tanpa penundaan kelaboratorium patologi untuk pemeriksaan.

Perawatan Pasca prosedur

Setelah prosedur ini pasien dipantau untuk perdarahan fekal dantanda – tanda
perforasi usus (mis) demam drain aserektal, distensi abdomen dan nyeri. Pada
penyelesaian pemeriksaan ini, pasien dapat melakukan kembali aktivitas regular dan
praktik diet.

c. Klonoskopi Serat Optik


Inspeksi visual langsung terhadap kolon sampai sekum dimungkinkan oleh alat
kolonoskop optic fleksibel.
Prosedur ini secara umum digunakan sebagai alat diagnostic dan alat skrining
untuk pasien resiko tinggi terhadap kanker. Biopsi jaringan dapat didapatkan sesuai
kebutuhan. Selama prosedur ini, polip dapat dievaluasi dan penyakit inflammasi atau
penyakit usus lain dapat didiagnosa. Skop ini mempunyai kemampuan adaptasi dan
kemampuan sama dengan yang diguankan untuk observasi dan dokumentasi
prosedur dan temuan.
Secara terapeutik prosedur dapat digunakan untuk menangkap polip dengan senar
khusus dan kauter melalui kolonoskop. Banyak kanker kolon mulai dengan polip
adenoma kolon, karenanya, satu tujuan kolonoskopik polipektomi adalah deteksi dini
dan pencegahan terhadap kanker kolon.
Semua polip yang terlihat mengobati area perdarahan atau striktur. Skop laser-
compatibel memberikan terapi laser untuk neoplasma kolonik. Dekomproesi usus
dapat juga dilakukan selama prosesdur.

26
Persiapan Pasien

Kebersihan prosedur tergantung seberapa baik kolon disiapkan. Untuk hal terbaik,
saluran usus disiapkan dengan membatasi masukan cairan pasien (selama 1 sampai 3 hari
sebelum pemeriksaan ). Pembersihan kolon dapat diselesaikan dengan berbagai caraa.
Dokter dapat dapat memebrikan laksatif untuk 2 malam sebelum pemeriksaan dan anema
fleet atau salin sampai aliran balik jernih pada pagi hari untuk tes.

Saat ini, saluran lavaie elektrolit glikol polietilen (Golytely, colyte) digunakan
sebagai lvase usus fektif untuk pemebersihan usus. Pasien di berikan diet cair jernih yang
mulai pada sore hari sebelum prosedur. Larutan lavase kemudian diminum peroral pada
interval lebih dari 3 samapai 4 jam kemudian. Bila perlu, larutan ini dapat diberikan
melalui selang. Pemebrsihan usus cepat (keluaran rectal jernih dalam kira-kira 4 jam) dan
ditoleransi agak baik oleh kebanyakan pasien. Beberapa fek sampai larutan elektrolit
adalah mual, ketidak seimbangan cairan dan elektrolit dan hipotermi (pasien sering
mengatakan meminta untuk minum prepat sedingin mungkin untuk membuatnya lebih
terasa). Efek samping ini khususnya menjadi masalah pada pasien lansia.

1. Pasien diintruksikan untuk menggunakan obat rutin bila larutan lavase dicerna
tidak efektif.
2. Penggunaan larutan lavase dikontraindikasikan pada pasien dengan obstruksi usus
dan penyakit inflamasi efektif.

27
Sebelum pemeriksaan, analgesic narkotik, biasanya meperidin (demoral), dapat diberikan
selama pemeriksaan , diazepam (valium) dapat bermanfaat dalam menghilangkan
ansietas. Glukagen dapat digunkan untuk merelaksasi otot kolonik.

Prosedur

Kolonoskopi dilakukan dengan pasien berbaring miring kiri dengan kaki ditekuk
kedepan dada. Prosedur secara umum memerlukan waktu 1 jam. Ketidaknyamanan dapat
diakibatkan dari pemasukan udara ke kolon atau dari pemasangan dan pelepasan skop.
Forsep biopsi atau sikatan sitologi dapat dimasukkan melalui skop untuk mendapatkan
specimen untuk pemeriksaan histology dan sitologi. Komplikasi potensial dari
kolonoskopi mencakup distritmia jantung dan depresi pernafasan yang diakibatkaan dari
obat-obatan yang diberikan, reaksi vasovagal, dan kelebihan beban sirkulasi atau
persiapan usus. Oleh sebab itu, pemantauan secara kontinu fungsi jantung dan pernafasan
pasien adalah penting. Oksigen suplemen dapat digunakan sesuai kebutuhan.

Perawatan pasca prosedur

Pasien yang disedasi untuk prosedur ini akan dipertahankan tirah baring sampai
benar-benar sadar. Pasien harus diobservasi terhadap tanda dan gejala perforasi usu (mis,
perdarahan rectal, nyeri atau distensi abdomen) demam atau tanda perinatal local.

d. Enteroskopi usus halus


Endoskopi transnasal diameter kecil memungkinkan observasi langsung terhadap
dinding usus halus. Endoskopi yang digunakan untuk prosedur ini sangat panjang dan
fleksibel serta mempunyai balon memperpanjang skop sesuai peristaltik usus halus.
Pasien dapat tetap berada diarea pemulihan atau dipulangkan.
Bila skop telah masuk ileum sital, alat ini dengan perlahan meregang saat ahli
endoskopi memeriksa dinding susu. Prosedur yang lama ini biasanya dilakukan pada
situasi terbatas untuk pasien-pasien yang mengalami perdarahan kontinu meskipun
tes diagnostik telah mengidentifikasi tidak ada arca lam bermasalah.

28
2. Ultrasonografi abdomen

Ultrasonografi adalah tehknik diagnostic noninvasif dimana gelombang bunyi


dimasukkan melalui struktur tubuh internal dan dipantulkan kembali, yanag
menghasilkan citra organ dan struktur abdomen pada oskiloskop. Prosedur ini secara
umum digunakan untuk mengetahui ukuran dan konfigurasi struktur abdomen ini.
Prosedur ini terutama bermanfaat pada pendeteksian kelelitiasis, kolesistisis, dan
apendisitis. Keuntungan utama dari ultrasonografi adalah prosedur tidak memerlukan
radiasi pengionisasi. Tidak terdapat efek samping yang dilaporkan dan prosedur relatif
tidak mahal.
Satu kerugiannya bahwa tehknik ini tidak dapat digunakan untuk memeriksa
struktur yang ada dibalik jaringan tulang, yang mencegah parase gelombang suara ke
struktur yang lebih dalam. Gas dan cairan didalam abdomen atau udara dalam paru
juga bermanfaat karena USG tidak ditransmisikan dengan baik melalui gas, udara atau
cairan. Bila pemeriksaan barium dilakukan harus dijadwalkan setelah tes ini. Oleh
karena, barium akan mempengaruhi transmisi gelombang bunyi digunakan untuk
prosedur ini.
Ultrasonografi endoskopi adalah prosedur enteroskopik khusus yang membantu
diagnosis gangguan GI dengan memberikan pencitraan langsung terhadap area target.
Ini juga membantu untuk pentahapan berbagai kanker gastrointestinal pada pre
operasi. Cahaya ultrasonik frekuensi tinggi ditambahkan pada ujung skop serat optik
sehingga studi transintestinal dapat dilakukan. Gas usus, tulang dan lapisan tebal dari
jaringan lemak-semua yang menghalangi ultrasonografi konvensional-tidak menjadi
masalah bila tehknikini digunakan.

29
3. Terapi computer
Tomografi computer (CT) adalah metode dignostik yang memberikan pencitraan
potongan-silang untuk memungkinkan organ dan struktur abdominal terobservasi
lebing langsung. Sinar-X mutipel diambil dari berbagai sudut, dikomputerrisasi,
direkontruksi kemudian dilihat pada monitor computer. Indikasi untuk pemindaian
CT abdomen adalah penyakit hepar, limpa, ginjal/pancreas dan organ pelvis.
Karena adekuatan dari detil tes tergantung pada adanya lemak, alat diagnostik ini
bermanfaat pada orang yang sangat kurus, pasien kakeksia. Prosedur ini sangat tidak
nyeri. Dosis radiasi, bagaimanapun, dapat dipertimbangkan. Karena waktu
pemindaian yang diperlukan adalah 5 detik, artifak gerakan yang dihasilkan oleh
denyut jantung dan pernafasan tidak dapat dihindari dan gambar hasilnya kurang
jelas.

Gb hasil pemeriksaan scan abdomen

30
2.5 Pengambilan dan Persiapan Pemeriksaan Penunjang yang Lazim pada Saluran Cerna
1. Tes feses
Pemeriksaan dasar feses mencakup inspeksi spesimen untuk jumlah konsistensi
dan warnanya, serta tes skrining untuk darah samar. Perawat dapat melakukan tes ini
ditempat tidur. Tes khusus, termasuk tes untuk urobilino-gen fekal, lemak, nitrogen,
parasit, pathogen, residu makanan, dan zat lain, memerlukan spesimen ini dikirim ke
laboraturium.
Sampel feses biasanya ditampung secara acak kecuali bila dilakukan pemeriksaan
kuantitatif seperti lemak fekal atau urobilinogen. Spesimen acak perlu dikirim secara
langsung ke laboratorium untuk dianalisis. Penampungan kuantitatif 24 jam sampai 72
jam harus tetap dalam pendinginan sampai dibawa ke laboratorium.
Beberapa penampungan feses memerlukan dier khusus untuk ditaati sebelum
penampungan atau obat tertentu ditunda. Penting untuk mengikuti pedoman tes dengan
taat untuk hasil yang akurat.
a. Warna feses
Warna feses dapat bervariasi dari coklat terang sampai coklat gelap. Berbagai
makanan dan obat-obatan mempengaruhi warna feses seperti : protein daging
menghasilkan warna coklat gelap, bayam hijau, wortel dan bit, merah ; kokoa,
merah gelap atau coklat; senna, kekuningan; bismuth, besi, licorice dan karbon
hitam dan barium, penampilan seperti susu.
 Bila darah keluar dalam jumlah cukup kedalam saluran GI atas darah
menghasilkan warna hitam seperti ter (melena)
 Darah yang masuk bagian bawah saluran GI atau melewati saluran GI dengan
cepat tampak merah terang gelap.
 Perdarahan rectal bawah atau anal dicurigai bila ada lapisan darah pada
permukaan feses / bila darah terlihat pada tissue toilet.
b. Konsistensi dan penampilan feses
Pada berbagai gangguan feses menunjukan penampilan khas

31
 Pada steatorea, feses secara umum berbentuk bulk, berminyak, berbusa dan
bau menyengat, warna feses abu –abu dengan lapisan perak.
 Pada obstuksi bilier, feses menjadi akolik dan sedikit abu – abu atau seperti
lempung karena tidak adanya urobilinogen.
 Pada kolitis ulseratif kronis, benang – benang mukus atau pus mungkin
terlihat pada inspeksi langsung terhadap feses.
 Konstipasi obstipasi (konstipasi ekstrem) atau impaksi fekal dapat
mengakibatkan pasase massa yang kecil, kering, keras seperti batu yang
disebut skibola. Tipe feses ini dapat melukai mukosa rektal yang dapat
menyebabkan perdarahan, dimana kasus masa fekal terlapisi oleh darah.
2. Tes terhadap darah samar
Tes ini kemungkinan salah satu yang paling sering dilakukan pada tes feses. Ini
paling bermanfaat pada program skrining kanker dan deteksi kanker dini. Tes dapat
dilakukan pada tempat tidur, dilaboratorium atau dirumah. Tes terhadap darah samar
mendeteksi bagian yang mengandung besi-heme dari molekul hemoglobin yang diubah
selama transit melalui usus.
Perdarahan di dalam saluran pencernaan dapat disebabkan baik oleh iritasi ringan
maupun kanker yang serius. Bila perdarahannya banyak, bias terjadi muntah darah,
dalam tinja terdapat darah segar atau mengeluarkan tinja berwarna kehitaman (melena).
Jumlah darah yang terlalu sedikit sehingga tidak tampak atau tidak merubah
penampilan tinja, bias diketahui secara kimia; dan hal ini bisa merupakan petunjuk awal
dari adanya ulkus, kanker dan kelainan lainnya. Pada pemeriksaan colok dubur, dokter
mengambil sejumlah kecil tinja. Contoh ini diletakkan pada secarik kertas saring yang
mengandung zat kimia. Setelah ditambahkan bahan kimia lainnya, warna tinja akan
berubah bila terdapat darah.
Kemungkinan tes darah samar yang paling luas digunakan adalah hometest. Tes
ini tidak mahal, invasive dan tidak menimbulkan resiko pada pasien. Tetapi tidak boleh
dilakukan apabila ada perdarahan hemoroid. Spesimen feses diusap pada slide
dikirimkan ke dokter dan amplop yang diberikan tujuan tersebut dan spesimen feses
diperiksa. Dianjurkan tes seri 3 hari.

32
Tes bagaimanapun, tidak sempurna. Terdapat factor – factor yang mempengaruhi
sensitivitas spesivitas tes. Hasil positif-palsu dapat terjadi bila pasien telah makan
daging, unggas, lobak cina, melon, salmon, sardin. Obat – obatan seperti besi, lodin,
indometasin, kolkisin, salisilat, kortikosteroid dan vitamin C juga menyebabkan hasil
positif-palsu.
Alternatif baru tes darah samar sekarang tersedia untuk digunakan masyarakat.
Hemetes II SENSA dan Hemoquanta adalah dua contoh tes yang dikembangkan untuk
memberikan pembacaan hasil spesifik dan lebih sensitif.

33
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Sistem pencernaan merupakan suatu saluran jalan makanan/ nutrisi dari jalan
masuk (input) sampai dengan keluar ( ekskresi/eliminasi ). Secara anatomis sistem
pencernaan atau sering disebut system digestivus atau sistem gastrointestinal terdir
iatas berbagai macam organ dari rongga mulut sampai dengan anus. Fungsi utama
sistem pencernaan adalah menyediakan nutrisi dan mengeluarkan sisa
(eksresi/eleminasi). Fungsi tersebut dapat berjalan melalui empat proses utama, yaitu:
ingesti, digesti, absorpsi dan eliminasi. Jenis hormone dalam sistem pencernaan yaitu
gastrin, Kolesitokinin-pankreozimin ( CCK-PZ ), sekretin, dan Glukosa
insulinotropik.
3.2 Saran
Diharapkan kepada masyarakat dan petugas kesehatan untuk benar – benar
memahami tentang fisiologi pencernaan pada manusia. Agar nantinya tidak terjadi
kesalahan dalam hal penyimpulan asumsi terhadap yang dikeluhkan pasien yang
mengalami gangguan system pencernaan, dan kepada masyarakat agar bisa cepat
mengatasi masalah gangguan system pencernaan.

34
DAFTAR PUSTAKA

Dermawan, D. (2010). Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan. Yogyakarta: Gosyen Publishing.

Diyono., M. S. (2010). Keperawatan Medikal Bedah Sistem Pencernaan Nanda Noc Nic. Jakarta: Kencana.

Shanty., M. (2011). Penyakit Saluran Pencernaan. Yogyakarta: Katahati.

Syaifuddin, H. (2011). Anatomi Fisiologi. Jakarta: EGC.

35

Anda mungkin juga menyukai