PENDAHULUAN
2
BAB II
ISI
Gambar 1:
Sistem pencernaan atau sistem gastro instestinal (mulai dari mulut sampai anus) adalah
sistem organ dalam manusia yang berfungsi untuk menerima makanan, mencernanya menjadi
zat-zat gizi dan energi, menyerap zat-zat gizi ke dalam aliran darah serta membuang bagian
makanan yang tidak dapat dicerna atau merupakan sisa proses tersebut dari tubuh. Saluran
pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan, lambung, usus halus, usus
besar, rektum dan anus. Sistem pencernaan juga meliputi organ-organ yang terletak diluar saluran
pencernaan, yaitu pankreas, hati dan kandung empedu.
a. Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka tempat masuknya makanan dan air pada hewan.
Mulut biasanya terletak di kepala dan umumnya merupakan bagian awal dari sistem pencernaan
lengkap yang berakhir di anus. Mulut dibatasi oleh mukosa mulut, pada bagian atap terdapat
palatum dan bagian posterior mulut terdapat uvula yang tergantung pada palatum. Mulut
merupakan jalan masuk untuk sistem pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput
lendir. Pengecapan dirasakan oleh organ perasa yang terdapat di permukaan lidah. Pengecapan
relatif sederhana, terdiri dari manis, asam, asin dan pahit. Penciuman dirasakan oleh saraf
olfaktorius di hidung dan lebih rumit, terdiri dari berbagai macam bau.
b. Lidah
Lidah terdiri dari jaringan epitel dan jaringan epitelium lidah dibasahi oleh sekresi dari
kelenjar ludah yang menghasilkan sekresi berupa air, mukus dan enzim lipase. Enzim ini
berfungsi untuk menguraikan lemah terutama trigleserida sebelum makanan di telan. Fungsi
utama lidah meliputi, proses mekanik dengan cara menekan, melakukan fungsi dalam proses
menelan, analisis terhadap karakteristik material, suhu dan rasa serta mensekresikan mukus dan
enzim.
4
c. Kelenjar Saliva
Kira-kira 1500 mL saliva disekresikan per hari, pH saliva pada saat istirahat sedikit lebih
rendah dari 7,0, tetapi selama sekresi aktif, pH mencapai 8,0. Saliva mengandung 2 enzim yaitu
lipase lingual disekresikan oleh kelenjar pada lidah dan α-amilase yang disekresi oleh kelenjar-
kelenjar saliva. Kelenjar saliva tebagi atas 3, yaitu kelenjar parotis yang menghasilkan serosa
yang mengandung ptialin. Kelenjar sublingualis yang menghailkan mukus yang mengandung
musin, yaitu glikoprotein yang membasahi makanan dan melndungi mukosa mulut dan kelenjar
submandibularis yang menghasilkan gabungan dari kelenjar parotis dan sublingualis. Saliva
juga mengandung IgA yang akan menjadi pertahanan pertama terhadapkuman dan virus.
Fungsi penting saliva antara lain, memudahkan poses menelan,mempertahankan mulut
tetap lembab,bekerja sebagai pelarut olekul-molekul yang merangsang indra pengecap,
membantu proses bicara dengan memudahkan gerakan bibir dan lidah dan mempertahankan
mulut dan gigi tetap bersih (Ganong, 2002).
d. Gigi
Fungsi gigi adalah sebagai penghancur makanan secara mekanik. Jenis gigi di sesuaikan
dengan jenis makanan yang harus dihancurkannya dan prosses penghancurannya. Pada gigi seri,
terdapat di bagian depan rongga mulut berfungsi untuk memotong makanan yang sedikit lunak
dan potongan yang dihasilkan oleh gigi seri masih dalam bentuk potongan yang kasar, nantinya
potongan tersebut akan dihancurkan sehingga menjadi lebih lunak oleh gigi geraham dengan
dibantu oleh saliva sehingga nantinya dapat memudahkan makanan untuk menuju saluran
pencernaan seterusnya. Gigi taring lebih tajam sehingga difungsikan sebagai pemotong daging
atau makanan lain yang tidak mampu dipotong oleh gigi seri.
2.1.2 Faring
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan. Berasal dari bahasa
yunani yaitu Pharynk. Didalam lengkung faring terdapat tonsil ( amandel ) yaitu kelenjar limfe
yang banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap infeksi, disini
terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan, letaknya dibelakang rongga mulut
dan rongga hidung, didepan ruas tulang belakang Keatas bagian depan berhubungan dengan
rongga hidung, dengan perantaraan lubang bernama koana, keadaan tekak berhubungan dengan
5
rongga mulut dengan perantaraan lubang yang disebut ismus fausium. Tekak terdiri dari; Bagian
superior =bagian yang sangat tinggi dengan hidung, bagian media = bagian yang sama tinggi
dengan mulut dan bagian inferior = bagian yang sama tinggi dengan laring. Bagian superior
disebut nasofaring, pada nasofaring bermuara tuba yang menghubungkan tekak dengan ruang
gendang telinga,Bagian media disebut orofaring,bagian ini berbatas kedepan sampai diakar lidah
bagian inferior disebut laring gofaring yang menghubungkan orofaring dengan laring.
Faring merupakan jalan untuk masuknya material makanan, cairan dan udara menuju
esofagus. Faring berbentuk seperti corong dengan bagian atasnya melebar dan bagian bawahnya
yang sempit dilanjutkan sabagai esofagus setinggi vertebrata cervicalis keenam. Bagian dalam
faring terdapat 3 bagian yaitu nasofaring,orofaring dan laringfaring. Nasofaring adalah bagian
faring yang berhubungan ke hidung. Orofaring terletak di belakang cavum oris dan terbentang
dari palatum sampai ke pinggir atas epiglotis. Sedangkan laringfaring terletak dibelakang pada
bagian posterior laring dan terbentang dari pinggir atas epiglotis sampai pinggir bawah cartilago
cricoidea (Snell, 2006).
2.1.3 Laring
Laring adalah organ yang mempunyai sfingter pelindung pada pintu masuk jalan nafas
dan berfungsi dalam pembentukan suara. Sfingter pada laring mengatur pergerakan udara dan
makanan sehingga tidak akan bercampur dan memasuki tempat yang salah atau yang bukan
merupakan tempatnya. Sfingter tersebut meupakan epiglotis. Epiglotis akan menutup jalan masuk
udara saat makanan ingin masuk ke esofagus (Snell, 2006).
6
2.1.4 Esophagus
Kerongkongan adalah tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu
makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Makanan berjalan melalui
kerongkongan dengan menggunakan proses peristaltik. Sering juga disebut esophagus (dari
bahasa Yunani: οiσω, oeso - "membawa", dan eso phagus - "memakan").
Esofagus bertemu dengan faring pada ruas ke-6 tulang belakang. Menurut histologi,
Esofagus dibagi menjadi tiga bagian:
a. bagian superior (sebagian besar adalah otot rangka)
b. bagian tengah (campuran otot rangka dan otot halus)
c. Bagian inferior (terutama terdiri dari otot halus)
Esofagus adalah saluran berotot dengan panjang sekitar 25 cm dan diameter sekitar 2 cm
yang berfungsi membawa bolus makanan dan cairan menuju lambung (Gavaghan, 2009). Otot
esofagus tebal dan berlemak sehingga moblitas esofagus cukup tinggi. Peristaltik pada esofagus
mendorong makanan dari esofagus memasuki lambung. Pada bagian bawah esofagus terdapat
otot-otot gastroesofagus (lower esophageal sphincter, LES) secara tonik aktif, tetapi akan
melemas sewaktu menelan. Aktifasi tonik LES antara waktu makan mencegah refluks isi
lambung ke dalam esofagus. Otot polos pada esofagus lebih menonjol diperbatasan dengan
lambung (sfingter intrinsik). Pada tempat lain, otot rangka melingkari esofagus (sfrinter
ekstrinsik) dan bekerja sebagai keran jepit untuk esofagus. Sfringte ekstrinsik dan intrinsik akan
bekerjasama untuk memungknkan aliran makanan yang teratur kedalam lambung dan mencegah
refluks isi lambung kembali ke esofagus.
2.1.5 Lambung
Lambung terletak di bagian kiri atas abdomen tepat di bawah diafragma. Dalam keadaan
kosong, lambung berbentuk tabung J dan bila penuh akan tampak seperti buah alpukat. Lambung
terbagi atas fundus, korpus dan pilorus. Kapasitas normal lambung adalah 1-2 L (Lewis, 2000).
Pada saat lambung kosong atau berileksasi, mukosa masuk ke lipatan yang dinamakan rugae.
Rugae yang merupakan dinding lambung yang berlipat-lipat dan lipatan tersebut akan
7
menghilang ketika lambung berkontraksi (Simon, 2003). Sfingter pada kedua ujung lambung
mengatur pengeluarn dan pemasukan lambung. Sfingter kardia, mengalirkan makanan masuk ke
lambung dan mencegah refluks isi lambung memasuki esofagus kembali. Sedangkan sfingter
pilorus akan berelaksasi saat makanan masuk ke dalam duodenum dan ketika berkontraksi,
sfingter ini akan mencegah aliran balik isi usus halus ke lambung (Corwin, 2007).
Tidak seperti pada daerah gastrointestinal lain, bagian otot-otot lambung tersusun dari tiga
lapis otot polos yaitu, lapisan longitudinal di bagian luar, lapisan sirkular di bagian dalam dan
lapisan oblik di bagian dalam. Susunan serat otot yang unik pada lambung memungkinkan
berbagai macam kombinasi kontraksi yang diperlukan untuk memecahkan makanan menjadi
partikel-partikel yang kecil, mengaduk dan mencampur makanan tersebut dengan cairan
lambung, lalu mendorongnya ke arah duodenum (Simon, 2003).
Lambung terdiri dari 3 bagian yaitu :
a. Kardia.
b. Fundus.
c. Pilorus
Dinding lambung tersusun dari empat lapisan dasar utama, sama halnya
dengan lapisan saluran cerna secara umum dengan modifikasi tertentu yaitu lapisan
mukosa, submukosa, muskularis eksterna, dan serosa (Schmitz & Martin, 2008).
a. Lapisan mukosa terdiri atas epitel permukaan, lamina propia, dan muskularis
mukosa. Epitel permukaan yang berlekuk ke dalam lamina propia dengan
kedalaman yang bervariasi, dan membentuk sumur-sumur lambung disebut
foveola gastrika. Epitel yang menutupi permukaan dan melapisi lekukan-
8
lekukan tersebut adalah epitel selapis silindris dan semua selnya menyekresi
mukus alkalis. Lamina propia lambung terdiri atas jaringan ikat longgar yang
disusupi sel otot polos dan sel limfoid. Muskularis mukosa yang memisahkan
mukosa dari submukosa dan mengandung otot polos (Tortora & Derrickson,
2009).
b. Lapisan sub mukosa mengandung jaringan ikat, pembuluh darah, sistem
limfatik, limfosit, dan sel plasma. Sebagai tambahan yaitu terdapat pleksus
submukosa (Meissner) (Schmitz & Martin, 2008).
c. Lapisan muskularis propia terdiri dari tiga lapisan otot, yaitu (1) inner
oblique,(2) middle circular, (3) outer longitudinal. Pada muskularis propia
terdapat pleksus myenterik (auerbach) (Schmitz & Martin, 2008) Lapisan oblik
terbatas pada bagian badan (body) dari lambung (Tortora & Derrickson, 2009)
d. Lapisan serosa adalah lapisan yang tersusun atas epitel selapis skuamos
(mesotelium) dan jaringan ikat areolar (Tortora & Derrickson, 2009). Lapisan
serosa adalah lapisan paling luar dan merupakan bagian dari viseral peritoneum
(Schmitz & Martin, 2008).
9
Setiap hari lambung mengeluarkan sekitar 2 liter getah lambung. Sel-sel yang
bertanggungjawab untuk fungsi sekresi, terletak di lapisan mukosa lambung. Secara
umum, mukosa lambung dapat dibagi menjadi dua bagian terpisah : (1) mukosa
oksintik yaitu yang melapisi fundus dan badan (body), (2) daerah kelenjar pilorik
yang melapisi bagian antrum. Sel-sel kelenjar mukosa terdapat di kantong lambung
(gastric pits), yaitu suatu invaginasi atau kantung pada permukaan luminal lambung.
Variasi sel sekretori yang melapisi invaginasi ini beberapa diantaranya adalah
eksokrin, endokrin, dan parakrin (Sherwood,2010).
Ada tiga jenis sel tipe eksokrin yang ditemukan di dinding kantung dan
kelenjar oksintik mukosa lambung (Gambar 2.3), yaitu :
1. Sel mukus yang melapisi kantung lambung, yang menyekresikan mukus yang
encer.
10
2. Bagian yang paling dalam dilapisi oleh sel utama (chief cell) dan sel parietal.
Sel utama menyekresikanprekursor enzim pepsinogen.
3. .Sel parietal (oksintik) mengeluarkan HCl dan faktor intrinsik. Oksintik
artinya tajam, yang mengacu kepada kemampuan sel ini untuk menghasilkan
keadaan yang sangat asam. Semua sekresi eksokrin ini dikeluarkan ke lumen
lambung dan mereka berperan dalam membentuk getah lambung (gastric
juice )(Sherwood, 2010).
Sel mukus cepat membelah dan berfungsi sebagai sel induk bagi semua sel
baru di mukosa lambung. Sel-sel anak yang dihasilkan dari pembelahan sel akan
bermigrasi ke luar kantung untuk menjadi sel epitel permukaan atau berdiferensiasi
ke bawah untuk menjadi sel utama atau sel parietal. Melalui aktivitas ini, seluruh
mukosa lambung diganti setiap tiga hari (Sherwood, 2010).
Kantung-kantung lambung pada daerah kelenjar pilorik terutama
mengeluarkan mukus dan sejumlah kecil pepsinogen, yang berbeda dengan mukosa
oksintik. Sel-sel di daerah kelenjar pilorik ini jenis selnya adalah sel parakrin atau
endokrin. Sel-sel tersebut adalah sel enterokromafin yang menghasilkan histamin, sel
G yang menghasilkan gastrin, sel D menghasilkan somatostatin. Histamin yang
dikeluarkan berperan sebagai stimulus untuk sekresi asetilkolin, dan gastrin. Sel G
yang dihasilkan berperan sebagai stimuli sekresi produk protein, dan sekresi
asetilkolin. Sel D berperan sebagai stimuli asam (Sherwood, 2010).
11
Fisiologi lambung terdiri dari dua fungsi yaitu, fungsi motorik sebagai proses
pergerakan dan fungsi pencernaan yang dilakukan untuk mensintesis zat makanan,
dimana kedua fungsi ini akan bekerja bersamaam, berikut adalah fisiologi lambung :
a. Fungsi motorik :
1) Reservoir, yaitu menyimpan makanan sampai makanan tersebut sedkit demi
sedikit dicernkan dan bergerak pada saluran cerna. Menyesuaikan
peningkatan volume tanpa menambah tekanan dan relaksasi reseptif otot
polos.
2) Mencapur, yaitu memecahkan makanan menjadi partikel-partikel kecil dan
mencampurnya dengan getah lambung melauli kontraksi otot yang
mengeliligi lambung.
3) Pengosongan lambung, diatur oleh pembukaan sfingter pilorus yang
dipengaruhi oleh viskositas, volume, keasaman, aktivitas osmotik, keadaan
fisik, emosi, aktivitas dan obat-obatan.
12
b. Fungsi pencernaan :
1) Pencernaan protein, yang dilakukan oleh pepsin dan sekresi HCl dimulai
pada saat tersebut. Pencernaan kabohidrat dan lemak oleh amilase dan
lipase dalam lambung sangat kecil.
2) Sistesis dan pelepasan gastrin, hal ini dipengaruhi oleh protein yang
dimakan, peregangan antrum, alkalinisasi antrum dan rangsangan vagus.
3) Sekresi faktor intrinsik, yang memungkinkan terjadinya absorpsi vitamin
B2 dari usus halus bagian distal.
4) Sekresi mukus, sekresi ini membentuk selubung yang melindungi lambung
serta berfungsi sebagai pelumas sehigga makanan lebih mudah diangkut.
Sekesi caian lambung memiliki 3 fase yang bekerja selama berjam-jam. Berikut
adalah fase-fase tersebut :
a. Fase sefalik, berfungsi untuk mempersiapkan lambung dari kedatangan
makanan dengan memberikan reaksi terhadap stimulus lapar, rasa makanan atau
stimulus bau dari indra penghidu. Reaksi lambung pada fase ini dengan
meningkatkan volume lambungdari stimulasi mukus, enzim dan prooduksi
asam, serta pelepasan gastrin oleh sel-sel G dalam durasi yang relatif singkat.
b. Fase gaster, berfungsi untuk memulai pengeluaran sekresi dari kimus dan
terjadinya permulaan digesti protein oleh pepsin. Reaksi tersebut terjadi dalam
durasi yang agak lama mencapai 3-4 jam. Saat reaksi ini selain terjadi
peningkatan produksi asam dan pepsinogen juga terjadi penigkatan motiltas dan
proses penghancuran material.
c. Fase intestinal, berfungsi untuk mengontrol pengeluaran kimus ke duodenum
dengan durasi yang lama dan menghasilkan reaksi berupa umpan balik dalam
menghambat produksi asam lambung dan pepsinogen serta pengurangan
motilitas lambung.
13
2.1.6 Usus Halus (Usus Kecil)
Usus halus atau usus kecil adalah bagian dari saluran pencernaan yang terletak
di antara lambung dan usus besar. Dinding usus kaya akan pembuluh darah yang
mengangkut zat-zat yang diserap ke hati melalui vena porta. Dinding usus
melepaskan lendir (yang melumasi isi usus) dan air (yang membantu melarutkan
pecahan-pecahan makanan yang dicerna). Dinding usus juga melepaskan sejumlah
kecil enzim yang mencerna protein, gula dan lemak.
Lapisan usus halus ; lapisan mukosa ( sebelah dalam ), lapisan otot melingkar
( M sirkuler ), lapisan otot memanjang ( M Longitidinal ) dan lapisan serosa ( Sebelah
Luar ). Usus halus terdiri dari tiga bagian yaitu usus dua belas jari (duodenum), usus
kosong (jejunum), dan usus penyerapan (ileum).
Ada 3 jenis kontraksi otot polos pada usus halus antara lain :
a. Pistaltik, yaitu gerakan yang akan mendorong isi usus (kimus) ke arah usus
besar.
b. Kontraksi segmentalis, merupakan kontrasi mirip-cincin yang muncul dalam
interval yang relatif teratur di sepanjang usus lalu menghilang dan digantikan
oleh serangkaian kontrakisi cincin lain di segmen-segmen diantara kontraksi
sebelumnya. Kontrasi ini mendorong kimus maju mundur dan meningkatkan
pemajanannya dengan pemukaan mukosa.
c. Kontrasi tonik, merupakan kontraksi yang relatif lama untuk mengisolasi satu
segmen usus dngan segmen lain.
14
pH usus dua belas jari yang normal berkisar pada derajat sembilan. Pada usus
dua belas jari terdapat dua muara saluran yaitu dari pankreas dan kantung empedu.
Nama duodenum berasal dari bahasa Latin duodenum digitorum, yang berarti dua
belas jari. Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum),
yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Makanan masuk ke dalam
duodenum melalui sfingter pilorus dalam jumlah yang bisa di cerna oleh usus halus.
Jika penuh, duodenum akan megirimkan sinyal kepada lambung untuk berhenti
mengalirkan makanan.
15
dan 8 (netral atau sedikit basa) dan berfungsi menyerap vitamin B12 dan garam-
garam empedu.
16
fungsi normal dari usus. Beberapa penyakit serta antibiotik bisa menyebabkan
gangguan pada bakteri-bakteri didalam usus besar. Akibatnya terjadi iritasi yang bisa
menyebabkan dikeluarkannya lendir dan air, dan terjadilah diare.
17
Umbai cacing terbentuk dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang dewasa,
Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20 cm.
Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda - bisa
di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang jelas tetap terletak di peritoneum.
Banyak orang percaya umbai cacing tidak berguna dan organ vestigial (sisihan),
sebagian yang lain percaya bahwa apendiks mempunyai fungsi dalam sistem limfatik.
Operasi membuang umbai cacing dikenal sebagai appendektomi.
18
2.1.11 Pankreas
Pankreas adalah organ pada sistem pencernaan yang memiliki dua fungsi
utama yaitu menghasilkan enzim pencernaan serta beberapa hormon penting seperti
insulin. Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan erat dengan
duodenum (usus dua belas jari).
Pankraes terdiri dari 2 jaringan dasar yaitu :
a. Asini, menghasilkan enzim-enzim pencernaan
b. Pulau pankreas, menghasilkan hormon
2.1.12 Hati
Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia dan
memiliki berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan pencernaan.
Organ ini memainkan peran penting dalam metabolisme dan memiliki beberapa
fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen, sintesis protein plasma, dan
penetralan obat. Dia juga memproduksi bile, yang penting dalam pencernaan. Istilah
medis yang bersangkutan dengan hati biasanya dimulai dalam hepat- atau hepatik dari
kata Yunani untuk hati, hepar.
Zat-zat gizi dari makanan diserap ke dalam dinding usus yang kaya akan
pembuluh darah yang kecil-kecil (kapiler). Kapiler ini mengalirkan darah ke dalam
vena yang bergabung dengan vena yang lebih besar dan pada akhirnya masuk ke
dalam hati sebagai vena porta. Vena porta terbagi menjadi pembuluh-pembuluh kecil
19
di dalam hati, dimana darah yang masuk diolah. Hati melakukan proses tersebut
dengan kecepatan tinggi, setelah darah diperkaya dengan zat-zat gizi, darah dialirkan
ke dalam sirkulasi umum.
2.1.13 Empedu
Kandung empedu (Bahasa Inggris: gallbladder) adalah organ berbentuk buah
pir yang dapat menyimpan sekitar 50 ml empedu yang dibutuhkan tubuh untuk proses
pencernaan. Pada manusia, panjang kandung empedu adalah sekitar 7-10 cm dan
berwarna hijau gelap - bukan karena warna jaringannya, melainkan karena warna
cairan empedu yang dikandungnya. Organ ini terhubungkan dengan hati dan usus dua
belas jari melalui saluran empedu.
Empedu memiliki 2 fungsi penting yaitu:
a. Membantu pencernaan dan penyerapan lemak
b. Berperan dalam pembuangan limbah tertentu dari tubuh, terutama haemoglobin
(Hb) yang berasal dari penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol.
20
2.2 Patofisiologis Gastrointestinal
2.2.1 Gastritis
Sakit maag atau yang dalam istilah medis dikenal sebagai gastritis
adalah peningkatan produksi asam lambung sehingga terjadi iritasi lambung.
Gastritis disebabkan oleh banyak faktor antara lain makan pedas dan asam,
alkohol dan stress. Gastritis adalah suatu proses inflamasi pada lapisan
mukosa dan submukosa lambung. Secara histopatologik dapat dibuktikan
adanya infiltrasi sel-sel radang pada daerah tersebut. Secara garis besar,
gastritis dapat dibagi menjadi beberapa bentuk, atas dasar:
1. Manifestasi klinik
3. Distribusi anatomik
a. Gastritis akut
21
Inflamasi akut mukosa lambung pada sebagian besar merupakan
penyakit ringan dan sembuh sempurna. Salah satu bentuk gastritis akut yang
manifestasi klinisnya dapat berbentuk penyakit yang berat adalah gastritis
erosif atau gastritis hemoragik. Disebut gastritis hemoragik karena pada
penyakit ini dijumpai perdarahan mukosa lambung dalam berbagai derajat dan
terjadi erosi yang berarti hilangnya kontinuitas mukosa lambung pada
beberapa tempat menyertai inflamasi pada mukosa lambung tersebut
b. Gastritis kronik
2.2.2 Dispepsia
1. Pengertian
22
episodik disertai dengan keluhan seperti rasa penuh saat makan, cepat
kenyang, kembung, sendawa, anoreksia, mual, muntah, heartburn, regurgitasi.
2. Etiologi
23
h. Mual dengan atau tanpa muntah
i. Muntah
4. Patofisiologi
Berbagai hipotesis mekanisme telah diajukan untuk
menerangkan patogenesis terjadinya dispepsia fungsional, antara lain:
sekresi asam lambung, dismotilitas gastrointestinal, hipersensitivitas
viseral, disfungsi autonom, diet dan faktor lingkungan, psikologis
(Djojoningrat, 2009).
24
b) Dismotilitas Gastrointestinal
Berbagai studi melaporkan bahwa pada dispepsia fungsional
terjadi perlambatan pengosongan lambung, adanya hipomotilitas
antrum (sampai 50% kasus), gangguan akomodasi lambung saat
makan, dan hipersensitivitas gaster. Salah satu dari keadaan ini
dapat ditemukan pada setengah atau dua pertiga kasus dispepsia
fungsional. Perlambatan pengosongan lambung terjadi pada 25-
80% kasus dispepsia fungsional dengan keluhan seperti mual,
muntah, dan rasa penuh di ulu hati (Djojoningrat, 2009).
Gangguan motilitas gastrointestinal dapat dikaitkan dengan
gejala dispepsia dan merupakan faktor penyebab yang mendasari
dalam dispepsia fungsional. Gangguan pengosongan lambung dan
fungsi motorik pencernaan terjadi pada sub kelompok pasien
dengan dispepsia fungsional. Sebuah studi meta-analisis
menyelidiki dispepsia fungsional 26 dan gangguan pengosongan
lambung,ditemukan 40% pasien dengan dyspepsia fungsional
memiliki pengosongan lebih lambat 1,5 kali dari pasien normal
(Chan & burakoff 2010).
c. Hipersensitivitas viseral
Dinding usus mempunyai berbagai reseptor, termasuk reseptor
kimiawi, reseptor mekanik, dan nociceptor (Djojoningrat, 2009).
Beberapa pasien dengan dispepsia mempunyai ambang nyeri yang
lebih rendah. Peningkatan persepsi tersebut tidak terbatas pada
distensi mekanis, tetapi juga dapat terjadi pada respon terhadap
stres, paparan asam, kimia atau rangsangan nutrisi, atau hormon,
seperti kolesitokinin dan glucagon-like peptide.
25
d) Gangguan akomodasi lambung
Dalam keadaan normal, waktu makanan masuk lambung
terjadi relaksasi fundus dan korpus gaster tanpa meningkatkan
tekanan dalam lambung. Akomodasi lambung ini dimediasi oleh
serotonin dan nitric oxide melalui saraf vagus dari sistem saraf
enterik. Dilaporkan bahwa pada penderita dispepsia fungsional
terjadi penurunan kemampuan relaksasi fundus postprandial pada
40% kasus dengan pemeriksaan gastricscintigraphy dan
ultrasound (USG)
e) Helicobacter pylori
Peran infeksi Helicobacter pylori pada dispepsia fungsional
belum sepenuhnya dimengerti dan diterima. Kekerapan infeksi H.
pylori terdapat sekitar 50% pada dispepsia fungsional dan tidak
berbeda pada kelompok orang sehat. Mulai terdapat
kecenderungan untuk melakukan eradikasi H. pylori pada
dispepsia fungsional dengan H. pylori positif yang gagal dengan
pengobatan konservatif baku (Djojoningrat, 2009).
f) Diet
Faktor makanan dapat menjadi penyebab potensial dari gejala
dispepsia fungsional. Pasien dengan dispepsia fungsional cenderung
mengubah pola makan karena adanya intoleransi terhadap beberapa
makanan khususnya makanan berlemak yang telah dikaitkan
dengan dispepsia. Intoleransi lainnya dengan prevalensi yang
dilaporkan lebih besar dari 40% termasuk rempah-rempah, alkohol,
makanan pedas, coklat, paprika, buah jeruk, dan ikan (Chan &
Burakoff, 2010). 28
g) Faktor psikologis
Berdasarkan studi epidemiologi menduga bahwa ada hubungan
antara dispepsia fungsional dengan gangguan psikologis. Adanya
stres akut dapat mempengaruhi fungsi gastrointestinal dan
mencetusakan keluhan pada orang sehat. Dilaporkan adanya
26
penurunan kontraktilitas lambung yang mendahului mual setelah
stimulus stres sentral. Tetapi korelasi antara faktor psikologik stres
kehidupan, fungsi otonom dan motilitas masih kontroversial
(Djojoningrat, 2009).
5. Prognosis
Statistik menunjukkan sebanyak 20% pasien dispepsia
mempunyai ulkus peptikum, 20% mengidap Irritable Bowel
Syndrome, kurang daripada 1% pasien terkena kanker, dan dispepsia
fungsional dan dyspepsia non ulkus adalah 5-40%.17
Terkadang dispepsia dapat menjadi tanda dari masalah serius,
contohnya penyakit ulkus lambung yang parah. Tak jarang, dispepsia
disebabkan karena kanker lambung, sehingga harus diatasi dengan
serius. Ada beberapa hal penting yang harus diperhatikan bila terdapat
salah satu dari tanda ini, yaitu: Usia 50 tahun ke atas, kehilangan berat
badan tanpa disengaja, kesulitan menelan, terkadang mual-muntah,
buang air besar tidak lancar dan merasa penuh di daerah perut.
6. Pencegahan
Pencegahan terhadap penyakit dispepsia ini adalah sebagai
berikut:
1. Pencegahan Primordial
27
cara membatasi atau menghilangkan kebiasaan-kebiasaan yang tidak
sehat seperti, makan tidak teratur, merokok, mengkonsumsi alkohol,
minuman bersoda, makanan berlemak, pedas, asam, dan menimbulkan
gas di lambung. Berat badan perlu dikontrol agar tetap ideal, karena
gangguan pada saluran pencernaan, seperti rasa nyeri di lambung,
kembung, dan konstipasi lebih umum terjadi pada orang yang
mengalami obesitas. Rajin olahraga dan manajemen stres juga dapat
menurunkan resiko terjadinya dispepsia (Redaksi, 2009).
3. Pencegahan Sekunder
4. Pencegahan Tersier
28
1. Pola makan
Terjadi kontak dalam waktu yang cukup lama antara bahan refluksat
dengan mukosa esophagus
Terjadi penurunan resistensi jaringan mukosa esophagus
Manifestasi Klinik
Gejala klinik yang khas dari GERD adalah nyeri/rasa tidak enak di
epigastrium atau retrosternal bagian bawah. Rasa nyeri dideskripsikan sebagai
rasa terbakar (heartburn), kadang-kadang bercampur dengan ejala disfagia
(kesulitan menelan makanan), mual atau regurgitasi dan rasa pahit di lidah.
29
Kadang-kadang timbul rasa tidak enak retrosternal yang mirip dengan angina
pectoris.
30
esofagitis (pada keadaan ini terjadi pertumbuhan sel secara abnormal yang
dikatakan sebagai permulaan terjadinya kanker).
2.2.4 Apendisitis
Apendisitis akut.
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala khas yang didasari oleh
radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat, disertai
maupun tidak disertai rangsang peritonieum lokal. Gajala apendisitis akut
talah nyeri samar-samar dan tumpul yang merupakan nyeri viseral didaerah
epigastriumdisekitar umbilikus. Keluhan ini sering disertai mual dan kadang
muntah. Umumnya nafsu makan menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan
berpindah ketitik mcBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas
letaknya sehingga merupakan nyeri somatik setempat.
31
Apendisitis kronik.
32
Obstruksi tersebut menyebabkan mukus yang diproduksi mukosa mengalami
bendungan. Semakin lama mucus tersebut semakin banyak, namun elastisitas
dinding apendiks mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan
peningkatan tekanan intralumen. Tekanan yang meningkat tersebut akan
menghambat aliran limfe yang mengakibatkan edema, diapedesis bakteri, dan
ulserasi mukosa. Pada saat inilah terjadi apendisitis akut lokal yang ditandai
oleh nyeri epigastrium. Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus
meningkat. Hal tersebut akan menyebkan obstruksi vena, edema bertambah,
dan bakteri akan menembus dinding. Peradangan yang timbul meluas dan
mengenai peritoneum setempat sehingga menimbulkan nyeri didaerah kanan
bawah. Keadaan ini disebut apendisitis supuratif akut. Bila kemudian aliran
arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks yang diikuti dengan
gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa. Bila dinding
yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa lokal
yang disebut infiltrate apendikularis. Peradangan pada apendiks tersebut dapat
menjadi abses atau menghilang. Pada anak-anak, kerena omentum lebih
pendek dan apendiks lebih panjang, maka dinding apendiks lebih tipis.
Keadaan tersebut ditambah dengan daya tahan tubuh yang masih kurang
sehingga memudahkan terjadinya perforasi. Sedangkan pada orang tua,
perforasi mudah terjadi karena telah ada gangguan pembuluh darah.
Manifestasi Klinik
Apendisitis akut sering tampil dengan gejala yang khas yang didasari
oleh radang mendadak umbai cacing yang memberikan tanda setempat. nyeri
kuadran bawah terasa dan biasanya disertai oleh demam ringan, mual, muntah
dan hilangnya nafsu makan. Pada pasien lansia, tanda dan gejala apendisitis
33
dapat sangat bervariasi. Tanda-tanda tersebut dapat sangat meragukan,
menunjukkan obstruksi usus atau proses penyakit lainnya. Pasien mungkin
tidak mengalami gejala sampai ia mengalami ruptur apendiks. Insidens
perforasi pada apendiks lebih tinggi pada lansia karena banyak dari pasien-
pasien ini mencari bantuan perawatan kesehatan tidak secepat pasien-pasien
yang lebih muda.
2.2.5 Diare
1. Pengertian
Diare adalah defekasi encer lebih dari 3 kali sehari, dengan/tanpa darah
dan lendir dalam tinja.9 Diare dikatakan sebagai keluarnya tinja berbentuk cair
sebanyak tiga kali atau lebih dalam dua puluh jam pertama, dengan temperatur
rectal di atas 38°C, kolik, dan muntah-muntah. Diare diartikan sebagai buang
air besar yang tidak normal atau bentuk tinja yang encer dan frekuensinya lebih
banyak dari biasanya.
34
keluhan abdomen seperti mulas sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah,
demam, tenesmus, serta gejala dan tanda dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja
rutin secara makroskopis ditemukan lendir dan/atau darah, serta mikroskopis
didapati sel leukosit polimorfonuklear. Pada diare non inflamasi, diare
disebabkan oleh enterotoksin yang mengakibatkan diare cair dengan volume
yang besar tanpa lendir dan darah. Keluhan abdomen biasanya minimal atau
tidak ada sama sekali, namun gejala dan tanda dehidrasi cepat timbul, terutama
pada kasus yang tidak mendapat cairan pengganti. Pada pemeriksaan tinja
secara rutin tidak ditemukan leukosit.
Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat dibagi
menjadi kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif dan gangguan motilitas. Diare
osmotik terjadi bila ada bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan
osmolaritas dalam lumen yang menarik air dari plasma sehingga terjadi diare.
Contohnya adalah malabsorbsi karbohidrat akibat defisiensi laktase atau akibat
garam magnesium. Diare sekretorik bila terjadi gangguan transport elektrolit
baik absorbsi yang berkurang ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat
terjadi akibat toksin yang dikeluarkan bakteri misalnya toksin kolera atau
pengaruh garam empedu, asam lemak rantai pendek, atau laksantif non
osmotik. Beberapa hormon intestinal seperti gastrin vasoactive intestinal
polypeptide (VIP) juga dapat menyebabkan diare sekretorik.
Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi
bakteri paling tidakada dua mekanisme yang bekerja peningkatan sekresi usus
dan penurunan absorbsi di usus.Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan
35
mengeluarkan toksin yang menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang
invasif mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit dalam feses. Pada
dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen meliputi
penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa, invasi
mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat
menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi
pertahanan mukosa usus.
3. Etiologi Diare
Rotavirus merupakan etiologi paling penting yang menyebabkan diare
pada anak dan balita. Infeksi rotavirus biasanya terdapat pada anak umur 6
bulan- 2 tahun (Suharyono,2008). Infeksi Rotavirus menyebabkan sebagian
besar perawatan rumah sakit karena diare berat pada anak- anak kecil
merupakan infeksi nasokomial yang signifikan oleh mikroorganisme
pathogen. Salmonella, Shigella dan Campylobacter merupakan bakteri
pathogen yang paling sering di isolasi. Mikroorganisme Giardia lamblia dan
Cryptosporodium merupakan parasit yang paling sering menimbulkan diare
infeksius akut (Wong,2009). Selain Rotavirus, telah ditemukan juga virus
baru yaitu Norwalk virus. Virus ini lebih banyak pada kasus orang dewasa
dibandingkan anak- anak (Suharyono, 2008). Kebanyakan mikroorganisme
penyebab diare disebarluaskan lewat jalur fekal oral melalui makanan, air
yang terkontaminasi atau ditularkan antar manusia dengan kontak yang erat
(Wong, 2009).
36
4. Patofisiologi
Patofisiologi dasar dari semua diare adalah gangguan transportasi
larutan usus, perpindahan air melalui membran usus berlangsung secara
pasif dan hal ini ditentukan oleh aliran larutan secara aktif maupun pasif,
terutama natrium, klorida, dan glukosa (Ulscen, 2000).
Mekanisme patofisiologi
37
Manifestasi Klinis
a. Infeksi non-invasif.
Stafilococcus aureus
38
Bacillus cereus
Clostridium perfringens
Vibrio cholerae
39
mempengaruhi transport cairan pada usus halus dengan meningkatkan cAMP,
sekresi, dan menghambat absorpsi cairan. Penyebaran kolera dari makanan dan
air yang terkontaminasi. Gejala awal adalah distensi abdomen dan muntah,
yang secara cepat menjadi diare berat, diare seperti air cucian beras. Pasien
kekurangan elektrolit dan volume darah. Demam ringan dapat terjadi.
Kimia darah terjadi penurunan elektrolit dan cairan dan harus segera
digantikan yang sesuai. Kalium dan bikarbonat hilang dalam jumlah yang
signifikan, dan penggantian yang tepat harus diperhatikan. Biakan feses dapat
ditemukan V.cholerae. Target utama terapi adalah penggantian cairan dan
elektrolit yang agresif. Kebanyakan kasus dapat diterapi dengan cairan oral.
Kasus yang parah memerlukan cairan intravena. Antibiotik dapat mengurangi
volume dan masa berlangsungnya diare. Tetrasiklin 500 mg tiga kali sehari
selama 3 hari, atau doksisiklin 300 mg sebagai dosis tunggal, merupakan
pilihan pengobatan. Perbaikan yang agresif pada kehilangan cairan menurunkan
angka kematian ( biasanya < 1 %). Vaksin kolera oral memberikan efikasi lebih
tinggi dibandingkan dengan vaksin parenteral.
40
Kebanyakan pasien dengan ETEC, EPEC, atau EAEC mengalami gejala
ringan yang terdiri dari diare cair, mual, dan kejang abdomen. Diare berat jarang
terjadi, dimana pasien melakukan BAB lima kali atau kurang dalam waktu 24
jam. Lamanya penyakit ini rata-rata 5 hari. Demam timbul pada kurang dari 1/3
pasien. Feses berlendir tetapi sangat jarang terdapat sel darah merah atau sel darah
putih. Lekositosis sangat jarang terjadi. ETEC, EAEC, dan EPEC merupakan
penyakit self limited, dengan tidak ada gejala sisa. Pemeriksaan laboratorium
tidak ada yang spesifik untuk E coli, lekosit feses jarang ditemui, kultur feses
negatif dan tidak ada lekositosis. EPEC dan EHEC dapat diisolasi dari kultur, dan
pemeriksaan aglutinasi latex khusus untuk EHEC tipe O157. Terapi dengan
memberikan rehidrasi yang adekuat. Antidiare dihindari pada penyakit yang
parah. ETEC berespon baik terhadap trimetoprim-sulfametoksazole atau kuinolon
yang diberikan selama 3 hari. Pemberian antimikroba belum diketahui akan
mempersingkat penyakit pada diare EPEC dan diare EAEC. Antibiotik harus
dihindari pada diare yang berhubungan dengan EHEC.
b. Infeksi Invasif
Shigella
41
Manifestasi ekstraintestinal Shigellosis dapat terjadi, termasuk gejala
pernapasan, gejala neurologis seperti meningismus, dan Hemolytic Uremic
Syndrome. Artritisoligoartikular asimetris dapat terjadi hingga 3 minggu sejak
terjadinya disentri.Pulasan cairan feses menunjukkan polimorfonuklear dan sel
darah merah. Kulturfeses dapat digunakan untuk isolasi dan identifikasi dan
sensitivitas antibiotik.Terapi dengan rehidrasi yang adekuat secara oral atau
intravena, tergantung dari keparahan penyakit. Derivat opiat harus dihindari.
Terapi antimikroba diberikan untuk mempersingkat berlangsungnya penyakit
dan penyebaran bakteri. Trimetoprimsulfametoksazole atau fluoroquinolon dua
kali sehari selama 3 hari merupakan antibiotic yang dianjurkan.
Salmonella nontyphoid
42
Salmonella typhi
43
flourokinolon. Sepalosforin generasi ketiga menunjukkan effikasi sangat baik
melawan S. Thypi dan harus diberikan IV selama 7-10 hari, Kuinolon seperti
ciprofloksasin 500 mg 2 kali sehari selama 14 hari, telah menunjukkan efikasi
yang tinggi dan status karier yang rendah. Vaksin thipoid oral (ty21a) dan
parenteral (Vi) direkomendasikan jika pergi ke daerah endemik.
Campylobakter
Vibrio non-kolera
44
memerlukan media khusus. Terapi dengan koreksi elektrolit dan cairan.
Antibiotik tidak memperpendek berlangsungnya penyakit. Namun pasien
dengan diare parah atau diare lama, direkomendasikan menggunakan
tetrasiklin.
Yersinia
EHEC telah dikenal sejak terjadi wabah kolitis hemoragik. Wabah ini
terjadi akibat makanan yang terkontaminasi. Kebanyakan kasus terjadi 7-10
hari setelah asupan makanan atau air terkontaminasi. EHEC dapat merupakan
penyebab utama diare infeksius. Subtipe0157 : H7 dapat dihubungkan dengan
perkembangan Hemolytic Uremic Syndrom (HUS). Centers for Disease Control
(CDC) telah meneliti bahwa E Coli 0157 dipandang sebagai penyebab diare
berdarah akut atau HUS. EHEC non-invasif tetapi menghasilkan toksin shiga,
yang menyebabkan kerusakan endotel, hemolisis mikroangiopatik, dan
45
kerusakan ginjal. Awal dari penyakit dengan gejala diare sedang hingga berat
(hingga 10-12 kali perhari). Diare awal tidak berdarah tetapi berkembang
menjadi berdarah. Nyeri abdomen berat dan kejang biasa terjadi, mual dan
muntah timbul pada 2/3 pasien. Pemeriksaan abdomen didapati distensi
abdomen dan nyeri tekan pada kuadran kanan bawah. Demam terjadi pada 1/3
pasien. Hingga 1/3 pasien memerlukan perawatan di rumah sakit. Lekositosis
sering terjadi. Urinalisa menunjukkan hematuria atau proteinuria atau
timbulnya lekosit. Adanya tanda anemia hemolitik mikroangiopatik (hematokrit
< 30%), trombositopenia (<150 x 109 /L), dan insufiensi renal (BUN >20
mg/dL) adalah diagnosa HUS. HUS terjadi pada 5-10% pasien dan di diagnosa
6 hari setelah terkena diare. Faktor resiko HUS, usia (khususnya pada anak-
anak dibawah usia 5 tahun) dan penggunaan anti diare.Penggunaan antibiotik
juga meningkatkan resiko. Hampir 60% pasien dengan HUS akan sembuh, 3-
5% akan meninggal, 5% akan berkembang ke penyakit ginjal tahap akhir dan
30% akan mengalami gejala sisa proteinuria. Trombosit trombositopenik
purpura dapat terjadi tetapi lebih jarang dari pada HUS.
Aeromonas
46
feses berdarah. Penyakit sembuh sendiri dalam 7 hari. Diagnosa ditegakkan dari
biakan kotoran. Antibiotik direkomendasikan pada pasien dengan diare panjang
atau kondisi yang berhubungan dengan peningkatan resiko septikemia,
termasuk malignansi, penyakit hepatobiliar, atau pasien immunocompromised.
Pilihan antibiotik adalah trimetroprim sulfametoksazole.
Plesiomonas
2.2.6 Konstipasi
1. Pengertian
47
defekasi kurang dari 3 kali per minggu, inkontinensia, frekuensi tinja lebih
besar dari satu kali per minggu, massa tinja yang keras yang dapat mengetuk
kloset, massa tinja teraba di abdomen, perilaku menahan defekasi, nyeri saat
defekasi.
2. Klasifikasi Konstipasi
3. Patofisiologi Konstipasi
Menurut Akmal, dkk (2010), ada beberapa tanda dan gejala yang
umum ditemukan pada sebagian besar atau terkadang beberapa penderita
sembelit sebagai berikut:
48
c. Sering berdebar-debar sehingga memicu untuk cepat emosi,
mengakibatkan stress, rentan sakit kepala bahkan demam
d. Aktivitas sehari-hari terganggu karena menjadi kurang percaya diri,
tidak
bersemangat, tubuh terasa terbebani, memicu penurunan kualitas, dan
produktivitas kerja
e. Feses lebih keras, panas, berwarna lebih gelap, dan lebih sedikit
daripada biasanya
f. Feses sulit dikeluarkan atau dibuang ketika air besar, pada saat
bersamaan tubuh berkeringat dingin, dan terkadang harus mengejan
atupun menekannekan perut terlebih dahulu supaya dapat
mengeluarkan dan membuang feses ( bahkan sampai mengalami
ambeien/wasir )
g. Bagian anus atau dubur terasa penuh, tidak plong, dan bagai terganjal
sesuatu disertai rasa sakit akibat bergesekan dengan feses yang kering
dan keras atau karena mengalami wasir sehingga pada saat duduk tersa
tidak nyaman
h. Lebih sering bung angin yang berbau lebih busuk daripada biasanya
i. Usus kurang elastis ( biasanya karena mengalami kehamilan atau usia
lanjut), ada bunyi saat air diserap usus, terasa seperti ada yang
mengganjal, dan gerakannya lebih lambat daripada biasanya
j. Terjadi penurunan frekuensi buang air besar
Adapun untuk sembelit kronis ( obstipasi ), gejalanya tidak terlalu
berbeda hanya sedikit lebih parah, diantaranya:
a. Perut terlihat seperti sedang hamil dan terasa sangat mulas
b. Feses sangat keras dan berbentuk bulat-bulat kecil
c. Frekuensi buang air besar dapat mencapai berminggu-minggu
d. Tubuh sering terasa panas, lemas, dan berat
e. Sering kurang percaya diri dan terkadang ingin menyendiri
5. Patofisiologi
49
hormon kehamilan memperlambat transit makanan melalui saluran
pencenaan dan rahim yang membesar menekan poros usus ( rektum ).
Suplemen zat besi prenatal juga dapat memperburuk sembelit.
Berolahraga secara teratur, menyantap makanan yang kaya serat serta
minum banyak air dapat membantu meredakan masalah tersebut ( Kasdu,
2005 ).
6. Pengobatan Konstipasi
50
meringankan konstipasi. Namun , mengkomsumsi makanan kaya serat dalam
jumlah besar secara tiba-tiba dapat menyebabkan perut terasa tidak enak dan
kembung. Ibu hamil sebaiknya mengkonsumsi makanan secara teratur dan
minum air dalam jumlah cukup (6-8 gelas/hari). Perubahan gaya hidup,
misalnya: olahraga teratur dapat memperbaiki saluran cerna.
b. Terapi obat
51
Sensor utama stimulus somatik berlokasi di usus dan CTZ.
Stimulus emetik dari usus berasal dari dua tipe serat saraf aferen vagus.
52
53
3. Etiologi
Penyebab muntah dibagi menjadi 3 fase berbeda, yaitu (Walsh, 1997 :
479).
1. Nausea
Merupakan sensasi psikis yang dapat ditimbulkan akibat rangsangan pada
organ-organ dalam, labirin, atau emosi dan tidak selalu diikuti oleh
retching atau muntah.
2. Retching,
Merupakan fase di mana terjadi gerak nafas pasmodik dengan glotis
tertutup, bersamaan dengan adanya usaha inspirasi dari otot dada dan
diafragma sehinggamenimbulkan tekanan intratoraks yang negatif.
3. Emesis,
Terjadi bila fase retching mencapai puncaknya yang ditandai dengan
kontraksi kuatotot perut, diikuti dengan bertambah turunnya diafragma,
disertai penekanan mekanismeanti refluks. Pada fase ini, pilorus dan
antrum berkontraksi, fundus dan eksofagus relaksasi,dan mulut terbuka.
4. Pengobatan
54
Antagonist Dopamin: Reseptor Dopamin ini mempunyai reseptor
di CTZ, bila reseptor ini dirangsang akan terjadi muntah,
antagonist Dopamin tersebut seperti:Benzamida (Metoklopramide
dan Domperidon),Phenotiazine (Clorpromazine dan
Proclorpromazine), dan Butirophenon( Haloperidol dan
Droperidol).
Antihistamin: Obat ini ( Prometazine dan Siklizine ) memblok H1
dan Reseptor muskarinik di pusat muntah. Obat ini mempunyai
efek dalam penatalaksanaan PONV yang berhubungan dengan
aktivasi sistem vestibular tetapi mempunyai efek yang kecil untuk
muntah yang dirangsang langsung di CTZ
Obat Antikholinergik: Obat ini ( Hyoscine hydrobromide atau
Scopolamin) mencegah rangsangan di pusat muntah dengan
memblok kerja dari acetylcolin di pada reseptor muskarinik di
system vestibular.
E. Steroid : Dalam hal ini obat yang sering digunakan adalah
deksametason. Deksametason berguna sebagai profilaksis PONV
dengan cara menghambat pelepasan prostaglandin. Efek samping
pemakaian berulang deksametason adalah peningkatan infeksi,
supressi adrenal, tetapi tidak pernah dilaporkan efek samping
timbul pada pemakaian dosis tunggal. Obat ini juga menurunkan
motilitas lambung dan rangsangan aferen di pusat muntah, efek
samping yang sering terjadi pada obat ini adalah pandangan kabur,
retensi urine, mulut kering, drowsiness.
Non Farmakologikal
Ada bebagai macam tehnik non farmakologikal termasuk
akupuntur, rangsangan saraf melalui transkutaneus, acupoint
stimulation, acupressure.
Ondansetron
55
neurologikal yang lebih kecil dibanding dengan Droperidol
ataupun Metoklopramid
Deksametason
56
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Peradangan sistem pencernaan bisa menimpa siapa saja. Gejala ini biasanya
ditandai dengan perut terasa panas sesudah makan atau muncul bercak darah ketika
buang air besar. Usus akan terasa sakit karena terjadi peradangan dan biasanya
disertai gejala diare, muntah dan menurunnya berat badan. Untuk mengatasi hal itu,
para ilmuwan telah menemukan beberapa jenis serat larut yang dapat membantu
mencegah bakteri menempel pada dinding usus, sehingga mengurangi perkembangan
penyakit ini.
Infeksi pada sistem pencernaan dapat disebabkan oleh pola makan yang salah,
infeksi bakteri, dan kelainan alat pencernaan. Di antara gangguan-gangguan ini
adalah diare, sembelit, tukak lambung, peritonitis, kolik, sampai pada infeksi usus
buntu (apendisitis). Obstruksi pintu keluar lambung akibat peradangan dan edema,
pilorospasme, atau jaringan parut, terjadi pada sekitar 5% penderita tukak peptic.
57
Obstruksi timbul lebih sering pada penderita tukak duodenum, tetapi kadang-kadang
terjadi bila tukak lambung terletak dekat dengan sfingter pylorus.
Obstruksi usus dapat didefinisikan sebagai gangguan (apapun penyebabnya)
aliran normal isi usus sepanjang saluran usus. Obstruksi usus dapat akut atau kronik,
parsial atau total. Obstruksi usus kronik biasanya mengenai kolon akibat karsinoma,
dan perkembangannya lambat. Sebagian obstruksi mengenai usus halus.
3.2 Saran
Dengan selesainya makalah ini disarankan kepada para pembaca agar dapat
lebih memperdalam lagi pengetahuan tentang Patofisiologi Kelainan Sistem
Pencernaan.
58