Anda di halaman 1dari 19

LAPORAN PENDAHULUAN

DEMAM TYPHOID
A. KONSEP MEDIS
1. Definisi
Demam typhoid atau yang sering disebut thipus abdominalis adalah suatu
penyakit infeksi akut pada saluran pencernaan yang berpotensi menjadi penyakit
multi sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhi (Mutaqin & Kumala,2011)
Demam typhoid adalah suatu sindrom sistemik terutama disebabkan oleh
Salmonella typhi. Demam typhoid merupakan jenis terbanyak dari salmonellosis.
Jenis lain dari demam enterik adalah demam paratifoid yang disebabkan oleh
S.paratyphi A, S. schottmuelleri ( semula S.paratyphi B), dan S hirschfeldii (semula
S.paratyphi C). Demam typhoid memperlihatkan gejala lebih berat dibandingkan
demam enteric yang lain (Widagdo,2011). Kuman tersebut menyerang saluran
pencernaan terutama perut dan usus halus yang masuk melalui makanan dan
minuman yang terkontaminasi ( Elsiver,2013)
2. Anatomi Fisiologi
a. Anatomi

Anatomi sistem pencernaan


(Gozali,AJ.2013)
Saluran pencernaan terdiri dari mulut, tenggorokan (faring), kerongkongan,
lambung, usus halus, usus besar, rectum dan anus. System pencernaan juga terdiri
dari organ – organ yang terletak diluar saluran pencernaan yaitu pancreas, hati
dan kandung empedu.

Ni Luh Sukardiasih, S.Kep Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu 2018 Page 1
1) Mulut
Merupakan suatu rongga terbuka yang merupakan jalan masuk system
pencernaan. Bagian dalam dari mulut dilapisi oleh selaput lendir. Saliva (air
liur), sekresi yang berkaitan dengan mulut yang diproduksi oleh tiga kelenjar
saliva utama yaitu parotis, submandibula, sublingual yang terletak di rongga
mulut yang dikeluarkan melalui duktus didalam mulut. Dalam rongga mulut
terdapat gigi yang membantu untuk memotong dan menghancurkan makanan,
lidah yang membantu menggerakan makanan,
2) Tenggorokan (faring)
Merupakan penghubung antara rongga mulut dan kerongkongan.
Didalam lengkung faring terdapat tonsil ( amandel ) yaitu kelenjar limfe yang
banyak mengandung kelenjar limfosit dan merupakan pertahanan terhadap
infeksi, disini terletak bersimpangan antara jalan nafas dan jalan makanan,
letaknya dibelakang rongga mulut dan rongga hidung, didepan ruas tulang
belakang.
3) Kerongkongan (esophagus)
Merupakan tabung (tube) berotot pada vertebrata yang dilalui sewaktu
makanan mengalir dari bagian mulut ke dalam lambung. Di sebelah depan
kerongkongan terdapat saluran pernapasan yang disebut trakea. Trakea
menghubungkan rongga hidung dengan paru-paru. Pada saat kita menelan
makanan, ada tulang rawan yang menutup lubang ke tenggorokan. Bagian
tersebut dinamakan epiglotis. Epiglotis mencegah makanan masuk ke paru-
paru.
4) Lambung
Lambung ditempatkan dibagian atas abdomen sebelah kiri dari garis
tengah tubuh, tepat dibawah diaghfragma kiri. Lambung merupakan organ
otot berongga yang besar dan berbentuk seperti kandang keledai, terdiri dari
4 bagian yaitu kardia, fundus, korpus dan pilorus. Makanan masuk ke dalam
lambung dari kerongkongan melalui otot berbentuk cincin (sfingter), yang
bisa membuka dan menutup.
5) Usus halus
Lambung melepaskan makanan ke dalam usus dua belas jari (duodenum),
yang merupakan bagian pertama dari usus halus. Disini terjadi pencernaan

Ni Luh Sukardiasih, S.Kep Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu 2018 Page 2
kimia dari makanan. Kemudian masuk di yeyenum dimana kamanan yang
dicerna akan di absorbsi dan selanjutnya di ileum.
6) Hati
Hati merupakan sebuah organ yang terbesar di dalam badan manusia
dan memiliki berbagai fungsi, beberapa diantaranya berhubungan dengan
pencernaan. Organ ini memainkan peran penting dalam metabolisme dan
memiliki beberapa fungsi dalam tubuh termasuk penyimpanan glikogen,
sintesis protein plasma, dan penetralan obat
7) Kandung empedu
Organ berbentuk buah pir yang dapat menyimpan sekitar 50 ml
empedu yang dibutuhkan tubuh untuk proses pencernaan. Fungsinya untuk
membantu pencernaan dan penyerapan lemak, Berperan dalam pembuangan
limbah tertentu dari tubuh, terutama haemoglobin (Hb) yang berasal dari
penghancuran sel darah merah dan kelebihan kolesterol.
8) Pankreas
Pankreas terletak pada bagian posterior perut dan berhubungan erat
dengan duodenum (usus dua belas jari). Pankreas melepaskan enzim
pencernaan ke dalam duodenum dan melepaskan hormon ke dalam darah.
Enzim yang dilepaskan oleh pankreas akan mencerna protein, karbohidrat dan
lemak
9) Usus besar
Kolon merupakan segmen terakhir saluran cerna dimulai dari appendik,
sekum dan valvula bowmanii sampai anus. Secara makro anatomi terdiri atas
sekum yang letaknya intraperitoneal, kolon assendens yang retroperitoneal,
kolon transversum mulai dari fleksura hepatika ke fleksura lienalis yang
letaknya intra peritoneal lalu kolon sigmoid yang letaknya intraperitoneal dan
rektum yang retroperitoneal lalu anus.
b. Fisiologi
Menurut Ziser (2014), setiap tubuh pasti membutuhkan nutrisi yang
diperoleh makanan yang berguna bagi el dalam tubuh. Fungsi utama dari system
pencernaan adalah mencerna makanan baik secara fisik ataupun kimia, proses
absorbs, mengumpulkan dan membuang komponen dari makanan yang tidak
dibutuhkan.

Ni Luh Sukardiasih, S.Kep Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu 2018 Page 3
Pencernaan dibagi dua yaitu pencernaan fisik ( memecahkan makanan yang
berukuran besar menjadi potongan kecil), dan pencernaan kimia ( memecah
ikatan molekul pada molekul organic dengan enzim pencernaan). Terjadi di mulai
dari mulut hingga lambung, tapi proses pencernaan yang paling banyak terjadi di
usus kecil dan usus besar. Kemudian terjadi absorbs dan transport dimana
molekul kan bergerak keluar kea rah saluran pencernaan dan menuju sirkulasi
untuk di distribusikan keseluruh tubuh. Tidak semua molekul (seperti vitamin,
mineral, air) yang sudah dipecah kemudian diabsorbsi. Setelah produk
pencernaan diabsorbsi kemudian ditransport ke bagian tubuh lain dengan dua rute
yang berbeda. Air, ion, dan produk yang larut seperti glukosa, asam amino masuk
kesistem portal hepatic dan ditranspor ke hati.
3. Etiologi
Demam tifoid timbul akibat dari infeksi oleh bakteri golongan Salmonella
yaitu Salmonella thypi, S paratyphi A, S paratyphi B dan S paratyphi C. Bakteri
tersebut memasuki tubuh penderita melalui saluran pencernaan (Inawati, 2009).
4. Patofisiologi
Kuman Salmonella typhi yang masuk ke saluran gastrointestinal akan di telan
oleh sel – sel fagosit ketika masuk melewati mukosa dan oleh makrofag yang ada di
dalam laminapropia. Sebagian dari salmonella typhi ada yang dapat masuk ke usus
halus mengadakan invaginasi kejaringan limfoid usus halus (plakpeyer) dan jaringa
limfoid mesenterika. Kemudian salmonella typhi masuk melalui folikel limfa ke
saluran limpatik dan sirkulasi darah sistemik sehingga terjadi bakterimia. Bakterimia
pertama – tama menyerang system retikuloendotelia (RES) yaitu hati, limpa dan
tulang. Kemudian selanjutnya mengenai seluruh organ didalam tubuh antara lain
system saraf pusat, ginjal dan jaringan limpa (Curtis 2006 dalam Mutaqin dan Sari,
2011)
Usus yang terserang tifus umumnya ileum distal, tetapi kadang bagian lain
usus halus dan kolon proksimal juga dihinggapi.pada mulanya plakatpleyer penuh
dengan vagosit, membesar, menonjol dan tampak seperti infiltrate atau hyperplasia
dimukosa usus.
Pada akhir minggu pertama infeksi, terjadi nekrosis dan tukak. Tukak ini lebih
besar di ileum dari pada di kolon sesuai dengan ukuran plakpeyer yang ada disana.
Kebanyakan tukaknya dangkal, tetapi lebih dalam sampai menimbulkan

Ni Luh Sukardiasih, S.Kep Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu 2018 Page 4
perdarahan.perforasi terjadi pada tukakyang menembus serosa. Setelah penderita
sembuh, biasanya ulkus membaik tanpa meninggalkan jaringan parut dan fibrosis.
Masuknya kuman kedalam intestinal terjadi pada minggu pertama dengan
tanda dan gejala suhu tubuh naik turun khususnya suhu akan naik pada malam hari
dan akan turun menjelang pagi. Demam yang terjadi pada masa ini disebut demam
intermiten. Disamping peningkatan suhu tubuh juga akan terjadi obstipasi sebagai
akibat penurunan motalitas suhu. Setelah kuman melewati fase awal
intestinalkemudian masuk ke sirkulasi sistemik dengan tanda peningkatan suhu tubuh
sangat tinggi dan tanda infeksi seperti nyeri perut kanan atas, splenomegaly,dan
hepatomegaly
Pada minggu selanjutnya dimana infeksi fokal intestinal terjadi dengan tanda –
tanda suhu tubuh masih tetap tinggi, tetapi nilainya lebih rendah dari fase bakterimia
dan berlangsung terus menerus (demam kontinu), lidah kotor, tapi lidah hyperemesis,
penurunan peristaltic, gangguan digesti dan absorbsi sehingga terjadi distensi, diare
dan pasien merasa tidak nyaman. Pada masaini dapat terjadi perdarahan usus,
perforasi, dan peritonitis dengan tanda distensi abdomen berat, peristaltic menurun
bahkan menghilang,melena, syok dan penurunan kesadaran (Parry dalam Muttaqin
dan Sari, 2011)

Ni Luh Sukardiasih, S.Kep Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu 2018 Page 5
5. Pathway Keperawatan
Kuman Salmonella masuk kesaluran pencernaan

Bersarang di dinding usus halus

Pembuluh limfe dan peredaran darah (bakterimia) Inflamasi

Masuk Retikuloendotelial (RES) terutama hati dan limfa

Inflamasi pada Aliran darah


hati dan limpa
splenomegali endotoksin
hepatomegali

plakpeyer Kerusakan sel


NYERI splenomegali
erosi Gangguan motilitas
Merangsang pelepasan
splenomegali
usus
zat epirogen oleh
Penurunan peristaltic leukosit
Hiperperistaltik
usus
Mempengaruhi pusat
Diare termogulator di
Perdarahan masif
erosi Peningkatan hipotalamus
sif Konstipasi asam lambung
Komplikasi perforasi
dan perdarahan usus Mual/muntah Hipertermia

Ketidak seimbangan nutrisi


kurang dari kebutuhan tubuh

Sumber : Muttaqin dan Kumalla, 2011


Wilkinson, 2011

Ni Luh Sukardiasih, S.Kep Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu 2018 Page 6
6. Manifestasi Klinik
a. Masa Inkubasi
Masa inkubasi pada anak berlangsung antara 5 – 40 hari rata – rata 10-14 hari.
Pada awal penyakit keluhan dan gejala penyakit tidaklah khas, berupa :
anoreksia, rasa malas, sakit kepala bagian depan, nyeri otot, lidah kotor,
gangguan perut (perut kembung dan sakit)
b. Gejala Khas
1) Minggu Pertama
Setelah melewati masa inkubasi 10-14 hari, gejala penyakit itu pada
awalnya sama dengan penyakit infeksi akut yang lain, seperti demam tinggi
yang berpanjangan yaitu setinggi 39ºc hingga 40ºc, sakit kepala, pusing,
pegal-pegal, anoreksia, mual, muntah, batuk, dengan nadi antara 80-100
kali permenit, denyut lemah, pernapasan semakin cepat dengan gambaran
bronkitis kataral, perut kembung dan merasa tak enak,sedangkan diare dan
sembelit silih berganti. Pada akhir minggu pertama, diare lebih sering
terjadi. Khas lidah pada penderita adalah kotor di tengah, tepi dan ujung
merah serta bergetar atau tremor.
2) Minggu Kedua
Jika pada minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur meningkat setiap
hari, yang biasanya menurun pada pagi hari kemudian meningkat pada sore
atau malam hari. Karena itu, pada minggu kedua suhu tubuh penderita terus
menerus dalam keadaan tinggi (demam). Suhu badan yang tinggi, dengan
penurunan sedikit pada pagi hari berlangsung. Terjadi perlambatan relatif
nadi penderita. Yang semestinya nadi meningkat bersama dengan
peningkatan suhu, saat ini relatif nadi lebih lambat dibandingkan
peningkatan suhu tubuh. Gejala toksemia semakin berat yang ditandai
dengan keadaan penderita yang mengalami delirium. Gangguan
pendengaran umumnya terjadi. Lidah tampak kering,merah mengkilat. Nadi
semakin cepat sedangkan tekanan darah menurun, sedangkan diare menjadi
lebih sering yang kadang-kadang berwarna gelap akibat terjadi perdarahan.
3) Minggu Ketiga
Suhu tubuh berangsung-angsur turun dan normal kembali di akhir minggu.
Hal itu jika terjadi tanpa komplikasi atau berhasil diobati. Bila keadaan
membaik, gejala-gejala akan berkurang dan temperatur mulai turun.
Ni Luh Sukardiasih, S.Kep Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu 2018 Page 7
Meskipun demikian justru pada saat ini komplikasi perdarahan dan
perforasi cenderung untuk terjadi, akibat lepasnya kerak dari ulkus.
Sebaliknya jika keadaan makin memburuk, dimana toksemia memberat
dengan terjadinya tanda-tanda khas berupa delirium atau stupor,otot-otot
bergerak terus, inkontinensia alvi dan inkontinensia urin.
4) Minggu Keempat
Minggu keempat merupakan stadium penyembuhan untuk demam tifoid.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Darah Perifer Lengkap
Dapat ditemukan leukopeni, dapat pula leukositosis atau kadar leukosit normal.
Leukositosis dapat terjadi walaupun tanpa disertai infeksi sekunder.
b. Pemeriksaan SGOT dan SGPT
SGOT dan SGPT sering meningkat, tetapi akan kembali normal setelah sembuh.
Peningkatan SGOT dan SGPT ini tidak memerlukan penanganan khusus
c. Pemeriksaan Uji Widal
Uji Widal dilakukan untuk mendeteksi adanya antibodi terhadap bakteri
Salmonella typhi. Uji Widal dimaksudkan untuk menentukan adanya aglutinin
dalam serum penderita Demam Tifoid. Akibat adanya infeksi oleh Salmonella
typhi maka penderita membuat antibodi (aglutinin) yaitu:
1) Aglutinin O: karena rangsangan antigen O yang berasal dari tubuh bakteri
2) Aglutinin H: karena rangsangan antigen H yang berasal dari flagela bakteri
3) Aglutinin Vi: karena rangsangan antigen Vi yang berasal dari simpai bakter.
Dari ketiga aglutinin tersebut hanya aglitinin O dan H yang digunakan untuk
diagnosis Demam Tifoid. Semakin tinggi titernya semakin besar kemungkinan
menderita Demam Tifoid ( Sodikin, 2011)
8. Penatalaksanaan
a. Pencegahan
Usaha pencegahan typhoid fever dibagi dalam :
1) Usaha terhadap lingkungan hidup :
a) Penyediaan air minum atau bersih
b) Pembuangan kotoran manusia yang higienis pada tempatnya
c) Pemberantasan lalat dan senantiasa menutup makanan
d) Pengawasan terhadap rumah makan dan penjual makanan
2) Usaha terhadap manusia
Ni Luh Sukardiasih, S.Kep Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu 2018 Page 8
a) Pendidikan kesehatan terhadap masyarakat
b) Menemukan dan atau mengawasi carier typhoid
c) Imunisasi
b. Tindakan keperawatan
1) Memenuhi kebutuhan nutrisi : kalori, cairan dan elektrolit. Bila perlu melalui
sonde
2) Diet TKTP, rendah serat dan mudah dicerna, lunak, cair (klien dengan
penurunan kesadaran)
3) Menurunkan demam
4) Mengawasi komplikasi
5) Health education : perawatan di rumah
6) Memonitor vital sign
7) Bed rest
c. Medis / pengobatan
1) Antipiretik
2) Antibiotik:cloramphenicol 50-100 mg/kgBB/hari, cotrimoksasol 6-10
mg/kgBB/hari, amoksisilin 100 mg/kgBB/hari, Seftriakson 80 mg/kg
BB/hari, sefiksim 10 mg/kg BB/hari
3) Infus D5 %, D10 %, KN 3A
4) Roboransia : Vitamin K ( untuk suplementasi terhadap gangguan flora usus
terhadap pemberian antibiotik yang lama).
5) Kortikosteroid diberikan pada kasus berat dengan penurunan kesadaran.
Deksametoason 1-3 mg/Kg BB/hari intravena dibagi menjadi 3 dosis hingga
kesadaran membaik.
6) Lavemen, Laxantia
7) Tranfusi darah : kadang-kadang diperlukan pada perdarahan saluran cerna
dan perforasi
8) Oksigenasi : diberikan pada klien dengan penurunan kesadaran atau kejang.
9. Komplikasi
Menurut Sodikin, 2011 komplikasi terjadi pada usus halus namun hal tersebut jarang
terjadi. Gangguan pada usus halus dapat berupa :
a. Perdarahan usus
Apabila perdarahan terjadi di usus dalam jumlah sedikit, perdarahan tersebut
hanya dapat ditemukan dengan pemeriksaan tinja dengan benzidin, jika
Ni Luh Sukardiasih, S.Kep Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu 2018 Page 9
perdarahan banyak dapatterjadi melena, yang disertai dengan nyeri perut dengan
tanda renjatan. Perforasi biasanya terjadi pada minggu ketiga atau setelahnya dan
terjadi pada bagian usus distal ileum
b. Perforasi yang tidak disertai dengan peritonitis hanya dapat ditemukan bila
terdapat udara pada rongga peritoneum.
c. Peritonitis
Ditemukan nyeri perut yang hebat, dinding perut yang tegang dan nyeri tekan
d. Komplikasi diluar usus. Terjadi lokalisasi peradangan akibat sepsis yaitu :
meningitis, kolesistisis, ensefalopati. Infeksi ini terjadi karena infeksi sekunder
yaitu bronkopnemonia

B. KONSEP KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas : umur, alamat (daerah endemis ?, lingkungan rumah / sekolah ada yang
menderita demam tifoid ?), Identifikasi. Pemyakit ini sering ditemukan pada anak
berumur diatas 1 tahun.
b. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama : panas, nyeri perut, pusing kepala, mual, muntah, anoreksia,
diare serta penurunan kesadaran.
2) Riwayat kesehatan sekarang (riwayat penyakit yang diderita pasien saat masuk
rumah sakit) : kapan mulai panas ? Pada kasus yang khas, demam berlangsung
selama 3 minggu, bersifat febris remiten, dan suhunya tidak tinggi sekali.
Selama minggu pertama, suhu tubuh berangsur-angsur baik setiap harinya,
biasanya menurun pada pagi hari dan meningkat lagi pada sore dan malam
hari. Pada minggu kedua, pasien terus berada dalam keadaan demam. Saat
minggu ketiga, suhu berangsur turun dan normal kmbali pada akhir ketiga.
Umumnya kesadaran pasien menurun walaupun tidak seberapa dalam, yaitu
apatis sampai somnolen; jarang terjadi stupor, koma, atau gelisah (kecuali bila
penyakitnya berat dan terlambat mendapat pengobatan). Selain gejala-gejala
tersebut, mungkin dapat ditemukan gejala lainnya, seperti pada punggung dan
anggota gerak dapat ditemukan reseola(bintik-bintik kemerahan karena emboli
basil dalam kapiler kulit yang dapat ditemukan pada minmggu pertama
demam), kadang ditemukan juga bradikardi dan eptistaktis pada anak yang
lebih besar.
Ni Luh Sukardiasih, S.Kep Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu 2018 Page 10
3) Riwayat kesehatan yang lalu (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain
yang pernah diderita oleh pasien)
4) Riwayat kesehatan keluarga (riwayat penyakit yang sama atau penyakit lain
yang pernah diderita oleh anggota keluarga yang lain baik bersifat genetik atau
tidak)
5) Riwayat tumbuh kembang : adakah keterlambatan tumbuh kembang ?
6) Riwayat imunisasi
c. Pemeriksaan Fisik
1) Aktivitas / istirahat : keletihan, kelelahan, malaise
2) Sirkulasi : dalam keadaan normal nadi dimana seharusnya setiap kenaikan
suhu 1oC diikuti dengan kenaikan nadi 10 – 15 x/menit, sedangkan pada
penderita ini kenaikan nadi lebih rendah dari kenaikan suhu.
3) Integritas ego : peningkatan faktor resiko, perubahan pola kegiatan/aktivitas,
ansietas, ketakutan, peka rangsang
4) Makanan dan cairan : mual/muntah, anoreksia, penurunan berat badan,turgor
kulit buruk, sering berkeringat, penurunan berat badan, penurunan masa otot/
lemak sub kutan.
5) Hygine : penurunan kemampuan melakukan aktivitas/ peningkatan kebutuhan
bantuan melakukan aktivitas sehari – hari, kebersihan buruk, badan berbau
6) Mulut: terdapat nafas yang berbau tidak sedap, bibir kering, dan pecah-pecah
(ragaden). Lidah tertutup selaput putih kotor (coated tongue), sementara ujung
dan tepinya berwarna kemerahan, dan jarang disertai tremor.
7) Abdomen: dapat ditemukan keadaan perut kembung (meterorismus), bisa
terjadi konstipasi, diare, atau normal.
8) Hati dan limfe: membesar disertai dengan nyeri pada perabaan
9) Eliminasi : BAK 6 jam terakhir, oliguria / anuria, BAB : frekuensi, warna
(merah ?, hitam ? ), konsistensi, bau, darah
d. Pemeriksaan laboratorium
1) Pada pemeriksaan darah tepi terdapat gambaran leukopenia, limfositosis
relatif, dan aneosinofilia pada permukaan yang sakit.
2) Kultur darah (biakan, empedu) dan widal. Biakan empedu basil salmonella
typhosa dapat ditemukan dalam darah pasien pada minggu pertama sakit.
Selanjutnya, lebih sering ditemukan dalam urin dan feses

Ni Luh Sukardiasih, S.Kep Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu 2018 Page 11
3) Pemeriksaan widal, pemeriksaan yang diperlukan adalah titer zat anti terhadap
antigen O. Titer yang bernilai 1/200 atau lebih merupakan kenaikan yang
progesif.
4) Pemeriksaan dipstick. Uji serologis dengan pemeriksaan dipstik
dikembangkan di Belanda dimana dapat mendeteksi antibodi IgM spesifik
terhadap antigen LPS S. typhi dengan menggunakan membran nitroselulosa
yang mengandung antigen S. typhi sebagai pita pendeteksi dan antibodi IgM
anti-human immobilized sebagai reagen kontrol. Pemeriksaan ini
menggunakan komponen yang sudah distabilkan, tidak memerlukan alat yang
spesifik dan dapat digunakan di tempat yang tidak mempunyai fasilitas
laboratorium yang lengkap.
2. Diagnose Keperawatan
Menurut Mutaqin dan Kumala, 2011 masalah keperawatan yang dapat muncul pada
penyakit demam typhoid adalah adalah :
a. Hipertermia berhubungan dengan proses infeksi
b. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis (reaksi radang pada saluran
gastrointestinal)
c. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake yang tidak adekuat
d. Diare berhubungan dengan proses infeksi
e. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas traktus gastrointestinal

Ni Luh Sukardiasih, S.Kep Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu 2018 Page 12
3. Intervensi Keperawatan
No
NOC NIC Rasional
Diagnosa
1 a. Thermoregulasi 1. Pantau suhu pasien (derajat dan pola); 1. Suhu 38,9o – 41,1oC menunjukkan
Setelah dilakukan tindakan perhatikan menggigil /diaphoresis proses penyakit infeksius akut. Pola
keperawatan selama……jam demam dapat membantu dalam
pasien menunjukkan : Suhu tubuh
diagnosis; mis, kurva demam lanjut
dalam batas normal dengan
kreiteria hasil: berakhir lebih dari 24 jam
1. Suhu 36 – 37C menunjukkan demam remitten (
2. Nadi dan RR dalam rentang bervariasi hanya beberapa derajat pada
normal arah tertentu. Menggigil sering
3. Tidak ada perubahan warna mendahului puncak suhu
kulit dan tidak ada pusing, 2. Pantau suhu lingkungan, 2. Suhu ruangan/ jumlah selimut harus
batasi/tambahan linen tempat tidur, diubah untuk mempertahankan suhu
sesuai indikasi mendekati normal.
3. Berikan kompres mandi hangat pada 3. Dapat membantu mengurangi demam.
lipatan paha dan aksila, hindari Catatan : penggunaan air es/alcohol
penggunaan alcohol mungkin menyebabkan kedinginan,
Peningkatan suhu secara actual. Selain
itu alcohol dapat mengeringkan kulit.
4. Tingkatkan intake cairan dan nutrisi 4. Adanya peningkatan energy
menyebabkan kehilangan banyak
energy. Untuk itu diperlukan
peningkatan intake cairan dan nutrisi
5. Kolaborasi dengan pemberian 5. Digunakan untuk mengurangi demam
antipiretik dengan aksi sentral nya pada
hipotalamus, meskipun demam

Ni Luh Sukardiasih, S.Kep Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu 2018 Page 13
mungkin dapat berguna dalam
membatasi pertumbuhan organisme dan
meningkatkan autodestruksi dari sel-sel
yang terinfeksi.
2 a. Pain level, 1. Kaji secara komprehensip terhadap 1. Penilaian pengalaman nyeri merupakan
b. Pain control, nyeri termasuk lokasi, karakteristik, langkah awal dalam perencanaan
c. Comfort level durasi, frekuensi, kualitas, intensitas strategi menajemen nyeri. Sumber
Setelah dilakukan tinfakan nyeri dan faktor presipitasi informasi yang paling handal tentang
keperawatan selama ….jam Pasien rasa sakit adalah pasien, skala deskriptif
tidak mengalami nyeri, dengan seperti analog visual dapat
kriteria hasil: dimanfaatkan untuk membedakan
tingkat rasa sakit.
1. Mampu mengontrol nyeri
2. Observasi reaksi ketidaknyaman secara 2. Untuk mengetahui tingkat
(tahu penyebab nyeri,mampu
nonverbal ketidaknyamanan dirasakan oleh pasien
menggunakan tehnik
3. Gunakan strategi komunikasi 3. untuk mengalihkan perhatian pasien
nonfarmakologi untuk
terapeutik untuk mengungkapkan dari rasa nyeri
mengurangi nyeri,mencari
pengalaman nyeri dan penerimaan
bantuan)
klien terhadap respon nyeri
2. Melaporkan bahwa nyeri
4. Tentukan faktor yang dapat 4. Untuk mengurangi factor yang dapat
berkurang dengan memperburuk nyeri yang dirasakan
memperburuk nyeri. Lakukan evaluasi
menggunakan manajemen klien
dengan klien dan tim kesehatan lain
nyeri
tentang ukuran pengontrolan nyeri
3. Mampu mengenali nyeri yang telah dilakukan
(skala, intensitas, frekuensi 5. Berikan informasi tentang nyeri 5. Pemberian “health education” dapat
dan tanda nyeri) termasuk penyebab nyeri, berapa lama mengurangi tingkat kecemasan dan
4. Menyatakan rasa nyaman nyeri akan hilang, antisipasi terhadap membantu klien dalam membentuk
setelah nyeri berkurang ketidaknyamanan dari prosedur mekanisme koping terhadap rasa nyeri
5. Tanda vital dalam rentang 6. Control lingkungan yang dapat 6. Untuk mengurangi ketidaknyamanan

Ni Luh Sukardiasih, S.Kep Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu 2018 Page 14
normal mempengaruhi respon yang dirasakan klien
6. Tidak mengalami gangguan ketidaknyamanan klien( suhu ruangan,
tidur cahaya dan suara)
7. Hilangkan faktor presipitasi yang dapat 7. Agar nyeri yang dirasakan klien tidak
meningkatkan pengalaman nyeri klien( bertambah
ketakutan, kurang pengetahuan)
8. Ajarkan cara penggunaan terapi non 8. Agar klien mampu menggunakan teknik
farmakologi (distraksi, guide nonfarmakologi dalam memanagement
imagery,relaksasi) nyeri yang dirasakan.
9. Kolaborasi pemberian analgesic 9. Pemberian analgetik dapat mengurangi
rasa nyeri pasien

3 a. Nutritional status: Adequacy of 1. Kaji pemenuhan kebutuhan nutrisi 1. Mengetahui kekurangan nutrisi klien.
nutrient klien.
b. Nutritional Status : food and Fluid 2. Kaji penurunan nafsu makan klien. 2. Agar dapat dilakukan intervensi dalam
Intake pemberian makanan pada klien.
c. Weight Control 3. Jelaskan pentingnya makanan bagi 3. Dengan pengetahuan yang baik
Setelah dilakukan tindakan proses penyembuhan. tentang nutrisi akan memotivasi untuk
keperawatan selama… jam nutrisi meningkatkan pemenuhan nutrisi
kurang teratasi dengan indikator: 4. Ukur tinggi dan berat badan klien. 4. Membantu dalam identifikasi
1) Adanya peningkatan BB sesuai malnutrisi protein-kalori, khususnya
dengan tujuan bila berat badan kurang dari normal
2) BB ideal sesuai dengan TB 5. Dokumentasikan masukan oral selama 5. Mengidentifikasi ketidakseimbangan
3) Mampu mengidentifikasi 24 jam, riwayat makanan, jumlah kalori kebutuhan nutrisi.
kebutuhan nutrisi dengan tepat (intake).
4) Tidak ada tanda – tanda 6. Ciptakan suasana makan yang 6. Membuat waktu makan lebih
malnutrisi menyenangkan. menyenangkan, yang dapat
5) Menunjukan peningkatan meningkatkan nafsu makan

Ni Luh Sukardiasih, S.Kep Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu 2018 Page 15
fungsi pengecapan dan 7. Berikan makanan selagi hangat. 7. Untuk meningkatkan nafsu makan.
menelan 8. Berikan makanan dengan jumlah kecil 8. Untuk memudahkan proses makan.
6) Tidak ada penurunan BB yang dan bertahap.
berarti 9. Menyarankan kebiasaan untuk oral 9. Meningkatkan selera makan klien.
hygine sebelum dan sesudah makan.
10. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk 10. Ahli gizi adalah spesialisasi dalam
membantu memilih makanan yang ilmu gizi yang membantu klien
dapat memenuhi kebutuhan gizi selama memilih makanan sesuai dengan
sakit keadaan sakitnya, usia, tinggi, berat
badannya.
4 a. Bowl Elimination 1. Kaji dan pantau tanda dan gejala 1. Penurunan sirkulasi volume cairan
b. Fluid Balance dehidrasi dan intake output cairan menyebabkan kekeringan mukosa dan
c. Hidration pemekatan urin. Deteksi dini
d. Electrolit and Acid Base Balance
memungkinkan terapi pergantian
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan selama …. diare cairan segera untuk memperbaiki
pasien teratasi dengan kriteria defisit.
hasil: 2. Berikan cairan oral dan parenteral 2. Sebagai upaya mencapai
1. Tidak ada diare sesuai dengan program rehidrasi keseimbangan cairan dan elektrolit
2. Feses tidak ada darah dan dan upaya rehidrasi cairan yang telah
mucus keluar akibat BAB yang berlebihan.
3. Nyeri perut tidak ada
3. Ajarkan keluarga untuk sering 3. Agar keluarga mengetahui
4. Pola BAB normal
5. Elektrolit normal memberikan minum air putih pada memberikan air minum yang sering
6. Asam basa normal pasien. untuk mengganti cairan yang hilang.
7. Hidrasi baik (membrane mukosa 4. Buat lingkungan yang tenang dan 4. agar pasien dapat istirahat dengan
lembab, tidak panas, vital sign nyaman nyamandan menurunkan kebutuhan
normal, hematokrit dan urin 5. metabolic
output dalam batas normal 6. Kolaborasi dengan analis dan dokter 5. Mengetahui penyebab diare dengan
dalam pemberian obat. pemeriksaan tinja dan pemberian obat

Ni Luh Sukardiasih, S.Kep Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu 2018 Page 16
yang tepat sesuai hasil laboratorium.

5 a. Bowl Elimination 1. Berikan penjelasan pada klien dan 1. Klien dan keluarga akan mengerti
b. Hidration keluarga tentang penyebab konstipasi tentang penyebab obstipasi
Setelah dilakukan tindakan 2. Auskultasi bising usus 2. Bising usus menandakan sifat aktivitas
keperawatan selama …. Konstipasi 3. Anjurkan pada klien untuk makan peristaltic
pasien teratasi dengan kriteria hasil: maknanan yang mengandung serat 3. Diit seimbang tinggi kandungan serat
1. Pola BAB dalam batas normal 4. Berikan intake cairan yang cukup (2 merangsang peristaltik dan eliminasi
2. Feses lunak liter perhari) jika tidak ada regular
3. Cairan dan serat adekuat kontraindikasi 4. Masukan cairan adekuat membantu
4. Aktivitas adekuat 5. Lakukan mobilisasi sesuai dengan mempertahankan konsistensi feses
5. Hidrasi adekuat keadaan Klien yang sesuai pada usus dan membantu
6. Kolaborasi dengan tim dokter dalam eliminasi regular
pemberian pelunak feses (laxatif, 5. Aktivitas fisik reguler membantu
suppositoria, enema) eliminasi dengan memperbaiki tonus
otot abdomen dan merangsang nafsu
makan dan peristaltic
6. Pelunak feses meningkatkan efisiensi
pembasahan air usus, yang
melunakkan massa feses dan
membantu eliminasi

Ni Luh Sukardiasih, S.Kep Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu 2018 Page 17
4. Discharge Planing
a. Hindari tempat yang tidak sehat
b. Hindari daerah endemis demam typhoid
c. Cuci tangan dengan sabun dan air bersih
d. Makan makanan yang bernutrisi lengkap dan seimbang
e. Gunakan air yang sudah direbus untuk dimunum dan sikat gigi
f. Mintalah minuman tanpa es kecuali aie es sudah didihkan
g. Lalat perlu dicegah menghinggapi makanan dan minuman
h. Istirahat cukup dan lakukan olahraga teratur
i. Jelaskan terapi yang diberikan : dosis dan efek samping
j. Ketahui gejala – gejala kekambuhan penyakit dan hal yang harus dilakukan untuk
mengatasi gejala tersebut
k. Tekankan untuk melakukan control sesuai waktu yang ditentukan
l. Vaksin demam typhoid
m. Buang sampah pada tempatnya.

Ni Luh Sukardiasih, S.Kep Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu 2018 Page 18
DAFTAR PUSTAKA

Inawati, 2009. Demam Typhoid. Surabaya : Departemen Patologi Anatomi universitas Wijaya
Kusuma
Mutaqin & Kumala. 2011. Gangguan Gastrointestinal : Aplikasi Asuhan. Keperawatan
Medikal bedah. Jakarta : Salemba medika.
Nurarif AH & Kusuma H. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa
Medis dan NANDA NIC NOC. Jogjakarta : MediAction Publishing
Sodikin, 2011. Keperawatan Anak Gangguan Pencernaan. Jakarta: EGC.
Widagdo 2011. Masalah dan Tatalaksana Penyakit Infeksi Pada Anak. Jakarta: CV Sagung
Seto.
Wilkinson, 2011. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Nanda Edisi 9. Jakarta: EGC.

Ni Luh Sukardiasih, S.Kep Profesi Ners STIKes Widya Nusantara Palu 2018 Page 19

Anda mungkin juga menyukai