Anda di halaman 1dari 45

ASUHAN KEPERAWATAN

COLITIS ULSERATIVE
HEMOROID
KAROLINA JUN
LIDYA DENIATI

MARGARETA SUSAN
RIA AGUSTINA
ANATOMI FISIOLOGI
KOLON
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu dan rektum. Fungsi utama organ ini adalah menyerap air
dari feses. Usus besar terdiri dari :

• Usus Buntu (sekum)

Usus buntu atau sekum (Bahasa Latin: caecus, “buta”) dalam istilah anatomi adalah suatu kantung yang terhubung pada usus
penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar. Organ ini ditemukan pada mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil.
Sebagian besar herbivora memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang kecil, yang sebagian atau
seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.

• Umbai Cacing (Appendix)

Umbai cacing atau apendiks adalah organ tambahan pada usus buntu. Dalam anatomi manusia, umbai cacing atau dalam bahasa Inggris,
vermiform appendix (atau hanya appendix) adalah ujung buntu tabung yang menyambung dengan caecum. Umbai cacing terbentuk
dari caecum pada tahap embrio. Dalam orang dewasa, Umbai cacing berukuran sekitar 10 cm tetapi bisa bervariasi dari 2 sampai 20
cm. Walaupun lokasi apendiks selalu tetap, lokasi ujung umbai cacing bisa berbeda – bisa di retrocaecal atau di pinggang (pelvis) yang
jelas tetap terletak di peritoneum. Apendiks berfungsi dalam sistem limfatik.
• Kolon asendens (kanan)
Panjangnya sekitar 13 cm terletak di bawah abdomen sebelah kanan, membujur keatas dari
dari ileum ke bawah hati.
• Kolon transversum
Panjangnya sekitar 38 cm,membujur dari kolon desendens berada dibawah abdomen,
sebelah kanan terdapat fleksura hepatica dan sebelah kiri terdapat fleksura lienalis.
• Kolon desendens (kiri)
Panjangnya sekitar 25 cm ,terletak di bawah abdomen bagian kiri membujur dari atas ke
bawah dan fleksura lienalis sampai ke depan ileum kiri bersambung dengan kolon sigmoid
• Kolon sigmoid (berhubungan dengan rektum)
Kolon sigmoid merupakan lanjutan kolon desendens, terletak miring dalam rongga pelvis
sebelah kiri,bentuknya menyerupai huruf S, ujung bawahnya berhubungan dengan rectum.
ANATOMI FISIOLOGI
REKTUM
• Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah sebuah ruangan yang berawal dari ujung
usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir di anus. Organ ini berfungsi sebagai tempat
penyimpanan sementara feses.

• Biasanya rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada kolon
desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum, maka timbul keinginan untuk
buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding rektum karena penumpukan material di dalam rektum
akan memicu sistem saraf yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak
terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan air akan kembali
dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama, konstipasi dan pengerasan feses akan
terjadi.

• Orang dewasa dan anak yang lebih tua bisa menahan keinginan ini, tetapi bayi dan anak yanglebih muda
mengalami kekurangan dalam pengendalian otot yang penting untuk menunda buang air besar.
ANATOMI FISIOLOGI
ANUS
Anus merupakan lubang di ujung saluran pencernaan, dimana bahan limbah keluar
dari tubuh. Anus terletak di dasar pelvis, dindingnya diperkuat oleh 3 sfingter.
• Sfingter ani internus (sebelah atas), bekerja tidak menuruti kehendak.
• Sfingter levator ani , bekerja juga tidak menuruti kehendak
• Sfingter ani eksternus ( sebelah bawah), bekerja menuruti kehendak.
Sebagian anus terbentuk dari permukaan tubuh (kulit) dan sebagiannya lagi dari
usus. Pembukaan dan penutupan anus diatur oleh otot sphinkter. Feses dibuang dari
tubuh melalui proses defekasi (buang air besar) yang merupakan fungsi utama anus.
DEFINISI
• Ulcerative colitis (Colitis ulcerosa, UC) adalah suatu bentuk penyakit radang usus (IBD). Ulcerative colitis
adalah suatu bentuk radang usus besar, suatu penyakit dari usus, khususnya usus besar atau usus besar,
yang meliputi karakteristik bisul, atau luka terbuka, di dalam usus. Gejala utama penyakit aktif biasanya
konstan diare bercampur darah, dari onset gradual. Kolitis ulseratif ,biasanya diyakini memiliki sistemik
etiologi yang mengarah ke banyak gejala di luar usus. Karena nama, IBD sering bingung dengan sindrom
iritasi usus besar (IBS), yang merepotkan, tapi kurang serius, kondisi. Kolitis ulseratif memiliki kemiripan
dengan penyakit Crohn, bentuk lain dari IBD. Kolitis ulseratif adalah penyakit hilang timbul, dengan gejala
diperburuk periode, dan periode yang relatif gejala-bebas. Meskipun gejala kolitis ulserativa kadang-kadang
dapat berkurang pada mereka sendiri, penyakit biasanya membutuhkan perawatan untuk masuk ke remisi.

• Colitis ulseratif adalah gangguan usus inflamatori kronik yang menyerang mukosa dan submuosa, kolon
dan rektum. Kebanyakan orang yang mengalami kolitis ulseratif memiliki penyakit ringan atau sedang,
dengan defekasi 6 kali atau kurang per hari. Awitannya biasanya tersembunyi, dengan serangan yang
bertahan selama sau sampai tiga tahun. Biasanya, hanya kolon distal yang terserang, dengan sedikit
manisfistasi sistemik akibat penyakit. Sekitar 15% masyarakat yang menderita kolitis ulseratif mengalami
kolitis fulminan, yang mengenai seluruh bagian kolon, diare berdarah berat, nyeri abdomen akut, dan
demam. Pasien yang mengalami kolitis fulminant beresiko tinggi menglami komplikasi.
Karakterristik Kolitis ulseratif
Klinis Jenis kelamin Sama
Usia awitan 15-30 tahun, puncak sekunder 60-80 tahun
Perjalanan penyakit Biasanya kronis dan intermiten
Diare 5-30 kali defekasi cair per hari bercampur darah dan mukus

Nyeri abdomen Rasa kram pada kuadran kiri bawah, direndahkan dengn defekasi

Kurang gizi Kurang terjadi, melibatkan anemia, hipoalbuminemia, dan penurunan berat
badan
Manifestasi pendukung Demam jarang terjadi, dapat di kaitkan dengan artritis, kulit, atau
mengenai organ lain, seperti eritema nodosum atau uveitis

Patologis Kedalaman yang terkena Mukosa dan submucosa

Bagian usus yang terkena Biasanya rektum dan kolon sigmoid, dapat meluas hingga seluruh usus
besar
Distribusi Berlanjut dari rektum
Tampilan mukosa Granular, tumpul, hiperemik, rapuh:, penyakitnya seragam pada usus yang
terkena, pseudopilips dapat terlihat

Komplikas Akut Megakolon tosik, perforasi, hemarogik massif

Jangka panjang Kanker kolorektal

Tabel Karakteristik Ulseratif


ETIOLOGI

Etiologi kolitis ulserativ tidak diketahui. Namun faktor genetik tampaknya berperan dalam
etiologi, karena terdapat hubungan familial. Juga terdapat bukti yang menduga bahwa
autoimunnita berperan dalam patogenisis kolitis ulserativa. Antibodi antikolon telah
ditemukan dalam serum penderita penyakit ini. Dalam biakan jaringan limfosit dari
penderrita kolitis ulserativa merusak sel epitel pada kolon.
Selain itu ada juga beberapa fakor yang dicurigai menjadi penyebab terjadinya colitis ulseratif
diantaranya adalah hipersensitifitas terhadap faktor lingkungan dan makanan, interaksi imun
tubuh dan bakteri yang tidak berhasil (awal dari terbentuknya ulkus), pernah mengalami
perbaikan pembuluh darah, dan stress.
PATOFISIOLOGI

• Proses inflamasi kolitis ulseratif di mulai dari area rektosigmoid kanal anal dan berkembang secara
proksimal. Pada kebanyakan pasien, penyakit ini hanya terbatas pada rektum dan kolon sigmoid. kondisi
ini dapat berkembang hingga melibatkan seluruh kolon berhenti pada taut ileosekal.
• Kolitis ulseratif dengan inflamasi pada dasar Kriptus liberkuhn pada bagian distal usus besar dan rektum.
Hemoragik mukosal yang jelas dan mikroskopi terjadi, dan abses kriptus terjadi. Abses ini menembus
submukosa superfisial dan menyebar secara lateral,menyebabkan nekrosis dan mengelupasnya mukosa
usus.kerusakkan jaringan lebih lanjut disebabkan oleh eksudat inlamasi dan pelepasan mediator
inflamasi,seperti prostaglandin dan sioksin lain.mukosa berwarna merah dan edematous akibat kongestif
vaskuler,rapuh (mudah pecah),dan ulerasi. Mudah berdarah dan hemoragik bisa terjadi.edema
menciptakkan tampilan granular.pseudopolips,proyeksi mukosa usus tampak seperti lidah kedalam lumen,
dapat terjadi ketika lapisan epithelial usus kembali terbentuk. Inflamasikronik akan menyebabkan atrofi,
penyempitan dan pemendekan kolon, disertai hilangnya haustra normal.
WHAT IS ULCERATIVE COLITIS?
MANIFESTASI KLINIS

• Diare merupakan manifestasipredominan dari kolitis ulseratif. feses mengandung darah dan muskus.diare
noktrunal dapat terjadi.kolitis ulseratif ringan ditandai oleh defekasi kurang dari 4 kali per hari, perdarahan
rektal intermitem dan muskus, dan sedikit manifestasi sistemik. Kolitis ulseratif berat dapat mengakibatkan
feses berdarah lebih dari 6 sampai 10 kali per hari, ketrlibatan kolon secara ekstensif,anemia,hipovolemia dan
malnutrisi.inflamasi rektal menyebabkan keinginan kuat untuk defekasi dan tenesmus. Keram pada kuadran kiri
bawah yang dapat diredakan dengan defekasi biasa terjadi.manifestasi lain mencakup keletihan, anoreksia,dan
kelemahan. Pasien yang mengalami penyakit berat dapat juga mengalami manifestasi sistemik,seperti artritis
yang melibatkan satu atau beberapa sendi, lesi kulit dan membran mukosa, atau ufeitis (inflamasi uvea,lapisan
pembuluh darah pada mata, yang juga dapat mengenai sclera dan kornea). Beberapa pasien mengalami
tromboemboli, dengan obstruksi pembuluh darah akibat gumpalan darah yang terbawa dari area
pembentukannya. Sistem hati dan empedu dapat terjangkiti oleh penyakit ini, begitu juga dengan ginjal, dengan
peningkatan resiko batu empedu, sirosis, batu ginjal, dan obstruksi uretral (Fauci et al.,2008).
KOMPLIKASI

• Perforasi kolon
• Hemoragi massif
• Megakolon toksik
• Aritmi
• Iritis/uveitis
• Eritema
• Gangrenosa
• Karsinoma
• Ankilosing spondylitis
• Hepatitis
• Kolelitiasis
PENATALAKSANAAN

Intervensi yang dilakukan, meliputi hal-hal berikut (Wu,2009).


• Terapi farmakologi
Tujuan terapi farmakologi adalah untuk mengurangi morbiditas dan untuk mencegah komplikasi dengan
pertimbangan terapi berikut ini.
• Tumor necrosis factor (TNF) inhibitor. Agen ini mencegah sitokin endogen dari mengikat ke reseptor
permukaan sel dan mengarahkan aktivitas biologis.
• Immunomodulators Agen ini mengatur factor-faktor kunci dari system kekebalan tubuh.
• Antibiotic. Antibiotik belum terbukti memberikan keuntungan yang konsisten dari beberapa uju coba terkotrol
untuk pengobatan kolitis ulseratif aktif. Akan tetapi ,biasanya diberikan pada dasar empiris pada pasien dengan
kolitis yang parah dan dapat membantu menghndar suatu infeksi yang mengancam jiwa.
• Kortikoseroid. Digunakan dalam meoderat hingga berat kasus aktif untk induksi remisi. Agen ini tidak memiliki
manfaat dalam mencegah remisi;penggunaan jangka panjang dapat menyebabkan efek samping.
• Terapi bedah
Bedah memainkan peran integral dalam pengobatan kolitis
ulseratif untuk mengontrol dan mengobati gejala komplikasi.

Pembedahan dilakukan sesuai kondisi klinik individu.


Beberapa jenis pembedahan pada kolitis ulseratif, meliputi:
• Subtotal colettomi with ileostomy and hartmann’s pouch
• Total proctocolectomy with ileostomy
• Total abdominal colectomy with ileal rectal anastomosis
• Total proctolectomy with continent (kock) pouch
• Total proctocolectomy with ileal pouch anal anastomosis

• Anal transition zone preservation


• Diverting ileostomy.
Pertimbangan untuk total kolektomi adalah sebagai • Megakolon toksik
berikut (Becker,1999)
• Perforasi
• Refraktori penyakit dengan kegagalan terapi medis.
• Obstruksi dan striktur dengan kecurigaan untuk
• Terdapat bukti karsinoma atau dysplasia. kanker
• Pendarahan parah • Sistemik komplikasi dari obat, khususnya steroid
• Kolitis fullminan tidak respnsif terhadap pengobatan • Gagal tumbuh pada anak-anak
TES DIAGNOSTIK
Pengkajian pemeriksaan diagnostik terdiri atas pemeriksaan laboratorium, adiografik, dan endoskopik.

• Pemeriksaan laboratorium (Wu, 2009)

Temuan pada pemeriksaan laboatorium dalam evaluasi kolitis ulseratif menunjukan tanda-tanda berikut :
• Anemia ( yaitu hemoglobin < 14 g/dL pada pria dan < 12 g/dL pada wanita).
• Trombostosis ( yaitu platelet . 350.000/qL)
• Peningkatan sedimentasi 9 variable referensi rentang,biasanya 0-33 mm/jam). Dan peningkatan C-reactive protein ( yaitu
>100 mg/L).kedua temuan ini berkolerasi dengan aktifitas penyakit.
• Hypoalbuminemia ( yaitu albumin < 3,5 mg/dL).
• Hypokalemia ( yaitu kalium <3,5 mEq/L).
• Hipomagnesimea ( yaitu magnesium <1,5 mg/dL).
• Peningkatan alkalin fosfate : lebih dari 125 U/L menunjukkan kolangingitis sclerosing primer ( biasanya >3 kali batas atas
dari kisaran eferensi).
• Pada diagnosis kolitis ulseratif kronis, pemeriksaan feses yang cermat dilakukan untuk membedakannya dengan disentri
yang disebabkan oleh organisme usus umum, khususnya entameba histolytica. Feses positif terhadap darah.
• Pemeriksaan Radiografik
• Foto polos abdomen
• Sinar rontgen mungkin menunjukan dilatasi kolon,dalam kasus yang parah bisa didapatkan megakolontoksik.
Selain itu,bukti perforasi,obstruksi,atau ileus juga dapat diamati (Khan,2009)
• Studi kontras barium
• Barium edema dapat dilakukan dengan aman dalam kasus ringan. Dengan barium enema dapat dilihat adanya
megakolon toksik,kondisi ulkus, dan penyempitan kolon. Selain itu,enema barium akan menunjukan
iregularitas mucosal,pemendkan kolon,dan dilatasi lengkung usus (carucci,2002).
• Secara umun CT scan memainkan peran yang kecil dalam diagnosis kolitis ulseratif. CT scan dapat
mennjukan penebalan dinding kolon dan dilatasi bilier primer kolangitis sclerosis (carucci, 2002).

• Prosedur Endoskopi
Endoskopi dapat menunjukan mukosa yang rapuh,mukosa terimplamasi dengan eksudat dan ulserasi. Temuan di
sigmoidoskopi fleksibel dapat memberikan diagnosis kolitis. Tujuan lain dari pemeriksan ini adalah untuk
mendokumentasikan sejauh mana progresivitas penyakit,untuk memantau aktifitas penyakit,dan sebagai
surveilans untuk dysplasia atau kanker. Namun,berhati-hati dam upaya kolonoskopi dengan biopsy pada pasien
dengan penyakit parah karena resiko yang mungkin perforasi atau lainnya komplikasi. (Rajwal.2004)
ASUHAN KEPERAWATAN
11 POLA KESEHATAN FUNGSIONAL MENURUT GORDON
NO POLA INTERVENSI

1. 1) Pola persepsi kesehatan Pola persepsi kesehatan dan management kesehatan. Menggambarkan pola pikir
kesehatan pasien, keadaan sehat, dan bagaimana memelihara kondisi kesehatan.
Termasuk persepsi individu tentang status dan riwayat kesehatan, hubungannya dengan
aktivitas dan rencana yang akan datang serta usaha-usaha preventif yang dilakukan
pasien untuk menjaga kesehatannya.

2. Pola nutrisi metabolik Menggunakan pola konsumsi makanan dan cairan untuk kebutuhan metabolik dan
suplai nutrisi, kualitas makanan setiap harinya, kebiasaan makan dan makanan yang
disukai maupun penggunaan vitamin tambahan, keadaan kulit, rambut, kuku, membran
mukosa, gigi, suhu, berat badan, tinggi badan, juga kemampuan penyembuhan.

3. Pola eliminasi Kaji frekuensi defeksasi dan berkemih klien.


4. Pola aktivitas dan latihan a. Pola aktivitas, latihan dan rekreasi.
b. Pembatasan gerak.
c. Alat Bantu yang dipakai, posisi tubuhnya.
5. Pola tidur dan istirahat a. Kaji apakah klien mengalami insomnia.
b. Kaji apakah istirahat klien cukup.
6. Pola persepsi kognitif a. Penglihatan, pendengaran, rasa, bau, sentuhan.
b. Kemampuan bahasa.
c. Kemampuan membuat keputusan.
d. Ingatan.
e. Ketidaknyamanan dan kenyamanan.
7. Pola persepsi dan konsep a. Body image.
diri b. Identitas diri.
c. Harga diri.
d. Peran diri.
e. Ideal diri.
8. Pola peran dan hubungan a. Pola hubungan keluarga dan masyarakat.
dengan sesama b. Masalah keluarga dan masyarakat.
c. Peran tanggung jawab.
9. Pola reproduksi-seksualitas Kaji apakah klien mengalami perubahan atau masalah yang berhubungan dengan peyakit yang di derita klien.

10. Pola mekanisme koping dan a. Kaji adakah gangguan penyesuaian diri terhadap lingkungan dan situasi baru.
tolesransi terhadap stress b. Kaji ketidak mampuan koping klien terhadap berbagai hal.

11. Pola system kepercayaan a. Apakah klien menyalahkan Tuhan atas penyakit yang dderitanya.
b. Kaji pemahaman klien tentang kondisi, pemeriksaan diagnostik, dan rencana tindakan.
PENGKAJIAN
Pada pemeriksaan fisik focus akan didapatkan:

• Sistem Pernapasan: takipnea dapat hadir karena sembelit atau sebagai mekanisme kompensasi acidosis dalam kasus dehdrasi parah.

• Sistem Kardiovaskular: takikardia dapat mewakili anemia atau hipovolemia. Turgor kulit >3 detik menadakan gejala dehidrasi.

• Sistem Persarafan: perubahan tingkat kesadara berhubungan dengan penurunan perfusi ke otak. Pasien dengan episkleritis dapat hadir dengan eritematous yang
menyakitkan mata.

• Sistem Perkemihan: oliguria dan anuria pada dehidrasi berat.

• Sistem Pencernaan:
• Inspeksi: kram abdomen didapatkan. Perut didapatkan kembung. Pada kondis kronis, Status nutrisi bisa didapatkan tanda-tanda kekurangan gizi,seperti atrovi
otot dan pasien terlihat kronis
• Palpasi: nyeri tekan abdomen(terdernes),menunjukan penyakit parah dan kemungkinan perforasi. Nyeri lepas dapat terjadi pada kuadran kanan bawah.
Sebuah massa dapat teraba menunjukan obstruksi atau megakolon. Pembesaran limpa mungkin menunjukan hipertensi portal dari hepatitis autoimun
terkait atau kolangitis sclerosis.
• Perkusi : nyeri ketuk dan timpani akibat adanya flatulen.
• Auskultasi : bising usus bisa normal,hiperaktif atau hipoaktif. Nada gemerincing bernada tinggi dapat ditemukan dalam kasus-kasus obstruksi.

• Sistem Muskuloskeletal: kelemahan fisik umum sekunder dari keletihan dan pemakaian energy setelah nyeri dan diare. Nyeri sendi (arthralgia) adalah gejala umum
yang ditemukan pada penyakit imflamasi usus. Sendi besar,seperti lutut,pergelangan kaki,pergelangan tangan,dan siku,yang paling sering terlibat,tetapi setiap sendi
dapat terlibat. Pada integument,kulit pucat mungkin mengungkapkan anemia,penurunan turgor kulit dalam kasus dehidrasi,eritema nodosum dapat terlihat pada
permukaan ekstensor.
DIAGNOSA

• Diare berhubungan dengan proses inflamasi, iritasi atau malabsopsi.


• Nyeri abdomen di quadran kiri bawah berhubungan dengan iritasi pada colon.
• Feses berlendir dan bercampur darah berhubungan dengan terjadinya infeksi dan iritasi
pada kolon.
• Kurangnya nafsu makan berhubungan dengan rasa mual.
• Nyeri abdomen, berhubungan dengan peningkatan peristatik dan inflamasi.
• Kurang volume cairan dan elektrolit berhubungan dengan anoreksia, mual, dan diare.
• Perubahan nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan pembatasan diet
dan mual.
IMPLEMENTASI

• Tujuan utama mencakup mendapatkan eliminasi usus normal, hilangnya nyeri abdomen,
dan keram, mencegah kekurangan volume cairan, mempertahankan nutrisi dan berat
badan optimal, menghindari keletihan, penurunan anxietas, mencegah kerusakan kulit,
mendapatkan pengetahuan dan pembahasan tentang proses penyakit dan program
terapeutik dan tidak adanya komplikasi
INTERVENSI
Mandiri Rasional
 Observasi dan catat frekuensi defekasi,  Agar mengurangi bau tak sedap untuk menghindari malu pasien
karakteristik, jumlah dan factor pencetus  Istirahat menurunkan mobilitas khusus, juga menurunkan laju
 Buang feses dengan tepat, berikan pengharum metabolism
ruangan.  Untuk mencegah keregangan otot yang dapat menimbulkan resiko
 Tingkatkan tirah baring, berikan alat alat di peningkatan stimulasi nikotinik-muskarinik pada system saraf
samping tempat tidur. pusat.
 Ø Membantu membedakan penyakit individu dan  Untuk mencegah eksitasi yang meransang otak yang sudah iritas
mengkaji beratnya episode dan dapat menimbulkan kejang.
 Bantu seluruh aktivitas dan gerak- gerakan pasien.  Untuk mengurangi disorientasi dan untuk klarifikasi persepsi
Beri petunjuk untuk BAB. Anjurkan pasien untuk sensorik terganggu.
menghembuskan nafas nafas dalam bila mirig dan
bergerak di tempat tidur. Cegah posisi fleksi pada
lutut
 Waktu prosedur di sesuaikan dan diatur tepat
waktu dengan periode relaksasi, hindari
rangsangan lingkungan yang tidak perlu
 Beri penjelasan keadaan lingkungan pada pasien
EVALUASI
• Pada diagnosis kolitis ulserative kronis, pemeriksaan feses yang cermat dilakukan untuk membedakannya dengan
disentri yang di sebabkan oleh organisme usus umum, khususnya entamoeba histolityca. Feses positif terhadap
darah. Tes laboratorium akan menunjukkan hematokrik dan hemoglobin yang rendah, peningkatan hitung darah
lengkap, albumin rendah, dan ketidakseimbangna elektrorit. Sigmoidoskopi dan enemabarium dapat membedakan
kondisi ini dari penyakit kolon yang lain dengan gejala yang serupa. Enema barium akan menunjukkan iregularitas
mukosal, pemendekkan kolon, dan dilatasi lengkung usus.
• Hasil yang diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan adalah sebagai berikut.
• Nyeri dilaporkan berkurang atau teradaptasi.
• Status hidrasi optimal.
• Pemenuhan nutrisi optimal.
• Pemenuhan informasi kesehatan optimal.
• Tidak terjadi injury.
• Jalan napas efektif.
• Tdak terjadi infeksi pasca bedah.
• Penurunan respon kecemasan.
DEFINISI

• Hemoroid berasal dari kata haima yang berarti darah dan rheo yang berarti mengalir,
sehingga pengertian hemoroid secara harfiah adalah darah yang mengalir. Namun secara
klinis diartikan sebagai pelebaran vasa/vena didalam pleksus hemoroidalis yang tidak
merupakan keadaan patologik. tetapi akan menjadi patologik apabila tidak mendapat
penanganan/pengobatan yang baik. Hemoroid tidak hanya sekedar pelebaran vasa saja,
tetapi juga diikuti oleh penambahan jaringan disekitar vasa atau vena. Hemoroid adalah
bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal.
KLASIFIKASI
Secara garis besar hemoroid bisa dibedakan menjadi 2 macam, yaitu:
• Hemoroid ekternal merupakan varies vena hemoroidalis inferior.
• Hemoroid internal merupakan varies vena hemoroidalis superior dan media.

Sedangkan hemoroid interna dibagi menjadi 4 derajat, yaitu:


• Derajat I
Terjadi varises / pelebaran vena tetapi belum ada benjolan / prolaps saat defekasi, walaupun defekasi dengan sekuat
tenaga. Derajat I dapat diketahui melalui adanya perdarahan melalui sigmiodoskopi.
• Derajat II
Adanya perdarahan dan prolaps jaringan diluar anus saat mengejan selama defekasi berlangsung, tapi prolaps ini
dapat kembali secara spontan.
• Derajat III
Sama dengan derajat II, hanya saja prolapsus tidak dapat kembali secara spontan dan harus didorong (reposisi
manual).
• Derajat IV
Prolapsus tidak dapat direduksi / inkarserasi. Benjolan / prolapses dapat terjepit diluar, dapat mengalami iritasi,
inflamasi, oedema, dan ulserasi, sehingga saat hal ini terjadi baru timbul rasa.
ETIOLOGI

Berbagai penyebab yang dipercaya menimbulkan terjadinya hemoroid, antara lain sebagai berikut:
• BAB dengan posisi jongkok yang terlalu lama. Hal ini akan meningkatkan tekanan vena yang
akhirnya mengakibatkan pelebaran vena. Sedangkan BAB dengan posisi duduk yang terlalu lama
merupakan factor resiko hernia, karena saat duduk pintu hernia dapat menekan.
• Obtipasi atau konstipasi kronis, konstipasi adalah suatu keadaan dimana seseorang mengalami
kesulitan saat Buang Air Besar (BAB) sehingga terkadang harus mengejan dikarenakan feses
yang mengeras, berbau lebih busuk dan berwarna lebih gelap dari biasanya dan frekwensi BAB
lebih dari 3 hari sekali. Pada obstipasi atau konstipasi kronis diperlukan waktu mengejan yang
lama. Hal ini mengakibatkan peregangan muskulus sphincter ani terjadi berulang kali, dan
semakin lama penderita mengejan maka akan membuat peregangannya bertambah buruk.
• Tekanan darah (Aliran balik venosa), seperti pada hipertensi portal akibat sirosis hepatis.
Terdapat anastomosis antara vena hemoroidalis superior,media dan inferior, sehingga
peningkatan tekanan portal dapat mengakibatkan aliran balik ke vena-vena ini dan
mengakibatkan hemoroid.
• Faktor pekerjaan. Orang yang harus berdiri,duduk lama, atau harus menggangkat barang
berat mempunyai predisposisi untuk terkena hemoroid.
• Olah raga berat adalah olahraga yang mengandalkan kekuatan fisik.Yang termasuk
olahraga berat antara lain mengangkat beban berat/angkat besi, bersepeda, berkuda,
latihan pernapasan, memanah, dan berenang. Seseorang dengan kegiatan berolahraga yang
terlalu berat seperti mengangkat beban berat/angkat besi, bersepeda, berkuda, latihan
pernapasan lebih dari 3 kali seminggu dengan waktu lebih dari 30 menit akan
menyebabkan peregangan . sphincter ani terjadi berulang kali, dan semakin lama penderita
mengejan maka akan membuat peregangannya bertambah buruk.
• Diet rendah serat sehingga menimbulkan obstipasi.
PATOFISIOLOGI
• Hemoroid adalah bagian normal dari anorektal manusia dan berasal dari bantalan jaringan ikat subepitelial di dalam kanalis
analis. Sejak berada didalam kandungan, bantalan tersebut mengelilingi mengelilingi dan mendukung anastomosis distal antara a.
rectalis superiordenganv.rectalis superior, media, dan inferior. Bantalan tersebut sebagian besar disusun oleh lapisan otot halus
subepitelial. Jaringan hemoroid normalmenimbulkan tekanan didalam anus sebesar 15-20 % dari keseluruhan tekanan anus
pada saat istirahat (tidak ada aktivitas apapun) dan memberikan informasi sensoris penting yang memungkinkan anus untuk
dapat memberikan presepsi berbeda antara zat padat, cair, dan gas.Pada umumnya, setiap orang memiliki 3 bantalan jaringan
ikat subepitelial pada anus. Bantalan – bantalan tersebut merupakan posisi-posisi dimana hemoroid bias terjadi.

• Ada 3 posisi utama, yaitu: jam 3 (lateral kiri), jam 7 (posterior kanan), dan jam 11 (anterior kanan). Sebenarnya hemoroid dapat
juga menunjuk pada posisi lain, atau bahkan dapat sirkuler, namun hal ini jarang terjadi. Mengenai jam tersebut, pemberian
angka angka berdasarkan kesepakatan: angka 6 (jam 6) menunjukan arah posterior / belakang, angka 12 (jam 12) menunjukan
arah anterior / depan, angka 3 (jam 3) menunjukan arah kiri, angka 9 (jam 9) menunjukan arah kanan. Dengan pedoman
tersebut kita bisa tentukan arah jam lainnya. Secara umum gejala hemoroid timbul ketika hemoroid tersebut menjadi besar,
inflamasi, trombosis, atau bahkan prolaps. Adanya pembengkakan abnormal pada bantalan anus menyebabkan dilatasi dan
pembengkakan pleksus arterivenous. Hal ini mengakibatkan peregangan otot suspensorium dan terjadi prolaps jaringan rectum
melalui kanalis analis. Mukosa anus yang berwarna merah terang karena kaya akan oksigen yang terkandung di dalam
anastomosis arterivenous.
PATOFISIOLOGI HEMOROID
KOMPLIKASI

Perdarahan akut pada umumnya jarang, hanya terjadi apabila yang pecah adalah pembuluh darah
besar. Hemoroid dapat membentuk pintasan portal sistemik pada hipertensi portal dan apabila
hemoroid semacam ini mengalami perdarahan maka darah dapat sangat banyak. Perdarahan akut
semacam ini dapat menyebabkan syok hipovolemik. Sedangkan perdarahan kronis menyebabkan
terjadinya. kronis menyebabkan terjadinya anemia, karena jumlah eritrosit yang diproduksi tidak
bisa mengimbangi jumlah yangkeluar. Sering pasien datang dengan Hb 3-4. pada pasien ini
penanganannya tidak langsung operasi tetapi ditunggu sampai Hb pasien menjadi 10. prolaps
hemoroid interna dapat menjadi ireponibel, terjadi inkarserasi ( prolaps & terjepit diluar )
kemudian diikuti infeksi sampai terjadi sepsis. Sebelum terjadi iskemik dapat terjadi gangren dulu
dengan bau yang menyengat.
PENATALAKSANAAN
1) Terapi konservatif
a. Pengelolaan dan modifikasi diet Diet berserat, buah-buahan dan sayuran, dan intake air ditingkatkan. Diet serat yang
dimaksud adalah diet dengan kandungan selulosa yang tinggi. Selulosa tidak mampu dicerna oleh tubuh tetapi selulosa
bersifat menyerap air sehingga feses menjadi lunak. Makanan-makanan tersebut menyebabkan gumpalan isi usus
menjadi besar namun lunak sehingga mempermudah defekasi dan mengurangi keharusan mengejan secara berlebihan.
b. Medikamentosa
Terapi medikamentosa ditujukan bagi pasien dengan hemoroid derajat awal. Oba-obatan yang sering digunakan adalah:
a) Stool Softener, untuk mencegahkonstipasi sehingga mengurangi kebiasaan mengejan, misalnya Docusate Sodium.
b) Anestetik topikal, untuk mengurangi rasa nyeri, misalnya Liidocaine ointmenti 5% (Lidoderm, Dermaflex). Yang penting untuk
diperhatikan adalah penggunaan obat-obatan topikal per rectal dapat menimbulkan efek samping sistematiK.
c) Mild astringent, untuk mengurangi rasa gatal pada daerah perianal yang timbul akibat iritasi karena kelembaban yang terus-
menerus dan rangsangan usus, misalnya Hamamelis water (Witch Hazel)
d) Analgesik, untuk mengatasi rasanyeri, misalnya Acetaminophen (Tylenol, Aspirin Free Anacin dan Feverall) yang
merupakan obat anti nyeri pilihan bagi pasien yang memiliki hiperensitifitas terhadap aspirin atau NSAID, atau pasien dengan
penyakit saluran pencernaan bagian atas atau pasien yang sedang mengkonsumsi antikoagulan oral.
e) Laxantina ringan atau berak darah (hematoscezia). Obat supositorial anti hemoroid masih diragukan khasiatnya karena hasil yang
mampu dicapai hanya sedikit. Obat terbaru di pasaran adalah Ardium. Obat ini mampu mengecilkan hemoroid setelah
dikonsumsi beberapa bulan. Namun bila konsumsi berhenti maka hemoroid tersebut akan kambuh lagi.
• Terapi Tindakan Non Operatif Elektif

• Skleroterapi

Vasa darah yang mengalami varises disuntik Phenol 5 % dalam minyak nabati sehingga terjadi nekrosis lalu fibrosis. Akibatnya, vasa darah yang
menggelembung akan berkontraksi / mengecil. Untuk itu injeksi dilakukan ke dalam submukosa pada jaringan ikat longgar di atas hemoroid interna
agar terjadi inflamasi dan berakhir dengan fibrosis. Untuk menghindari nyeri yang hebat, suntikan harus di atas mucocutaneus juction (1-2 ml bahan
diinjeksikankekuadran simptomatik dengan alat hemoroid panjang dengan bantuan anoskopi). Komplikasi : infeksi, prostitis akut dan reaksi
hipersensitifitas terhadap bahan yang disuntikan. Skleroterapi dan diet serat merupakan terapi baik untuk derajat 1 dan 4.

• Ligasi dengan cincin karet (Rubber band Ligation)

Teknik ini diperkenalkan oleh Baron pada tahun 1963 dan biasa dilakukan untuk hemoroid yang besar atau yang mengalami prolaps. Tonjolan ditarik
dan pangkalnya (mukosa pleksus hemoroidalis) diikat denga cincin karet. Akibatnya timbul iskemik yang menjadi nekrosis dan akhirnya terlepas. Pada
bekasnya akanmengalami fibrosis dalam beberapa hari. Pada satu kali terapi hanya diikat satu kompleks hemoroid sedangkan ligasi selanjutnya
dilakukan dalam jangka waktu dua sampai empat minggu. Komplikasi yang mungkin timbul adalah nyeri yang hebat terutama pada ligasi mucocutaneus
junction yang kaya reseptor sensorik dan terjadi perdarahan saat polip lepas atau nekrosis (7 sampai 10 hari) setelah ligase

• Bedah Beku (Cryosurgery)

Tonjolan hemoroid dibekukan dengan CO2 atu NO2 sehingga terjadi nekrosis dan akhirnya fibrosis. Terapi ini jarang dipakai karena mukosa yang
akan dibekukan (dibuat nekrosis) sukar untuk ditentukan luasnya. Cara ini cocok untuk terapi paliatif pada karsinoma recti inoperabel.

• IRC (Infra Red Cauter).

Tonjolan hemoroid dicauter / dilelehkan dengan infra merah. Sehingga terjadilah nekrosis dan akhirnya fibrosisTerapi ini diulang tiap seminggu sekali.
• Terapi Operatif
• Hemoroidektomi
• Banyak pasien yang sebenarnya belum memerlukan operasi minta untuk dilakukan hemoroidektomi.
Biasanya jika ingin masuk militer, pasien meminta dokter untuk menjalankan operasi ini. Indikasi operasi
untuk hemoroid adalah sebagai berikut:
• Gejala kronik derajat 3 atau 4.
• Perdarahan kronik yang tidak berhasil dengan terapi sederhana.
• Hemoroid derajat 4 dengan nyeri akut dan trombosis serta gangren. Prinsip hemoroidektomi:
• Eksisi hanya pada jaringanyang benar-benar berlebih.
• Eksisi sehemat mungkin dilakukan sehingga anoedema dan kulit normal tidak terganggu Spincht.

• Stapled Hermorrhoid Surgery (Procedure for prolapse and hemorrhoids/ PPH)


Prosedur penanganan hemoroid ini terhitung baru karena baru dikembangkan sekitar tahun 1990-an.
Prinsip dari PPH adalah mempertahankan fungsi jaringan hemoroid serta mengembalikan jaringan ke posisi
semula. Jaringan hemoroid ini sebenarnya masih diperlukan sebagai bantalan saat BAB sehingga tidak perlu
dibuang semua. Prosedur tidak bisa diterapi secara konservatif maupun terapi nonoperatif
PEMERIKSAAN PENUNJANG

• Hemoglobin, mengalami penurunan < 12 mg%.


• Anoscopy, pemeriksaan dalam rektal dengan menggunakan alat, untuk mendeteksi ada
atau tidaknya hemoroid.
• Digital rectal examination, pemeriksaan dalam rektal secara digital.
• Sigmoidoscopy dan barium enema, pemeriksaan untuk hemoroid yang disertai karsinoma.
• Inspeksi Hemoroid eksterna mudah terlihat, terutama bila sudah menjadi thrombus.
Hemoroid interna yang menjadi prolaps dapat terlihat dengan cara menyuruh pasien
mengejan. Prolaps dapat terlihat sebagai benjolan yang tertutup mukosa.
• Rectal Toucher (RT) Hemoroid interna stadium awal biasanya tidak teraba dan tidak nyeri,
hemoroid ini dapat teraba bila sudah ada thrombus atau fibrosis. Apabila hemoroid sering
prolaps, selaput lendir akan menebal. Trombosis dan fibrosis pada perabaan terasa padat
dengan dasar yang lebar. Rectal toucher (RT) diperlukan untuk menyingkirkan
kemungkinan adanya karsinoma recti.
• Pemeriksaan diperlukan untuk melihat hemoroid interna yang belum prolaps. Anaskopi
dimasukan untuk mengamati keempat kuadran dan akan terlihat sebagai struktur
vaskuler yang menonjol kedalam lumen. Apabila penderita diminta mengejan sedikit maka
ukuran hemoroid akan membesar dan penonjolan atau prolaps akan lebih nyata.
Banyaknya benjolan, derajatnya, letak, besarnya, dan keadaan lain seperti polip, fissure ani,
dan tumor ganas harus diperhatikan.
DIAGNOSA DAN PERENCANAAN KEPERAWATAN
Pre operasi
NO Diagnosa keperawatan NOC NIC
1 Nyeri b.d adanya Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji skala nyeri pasien.
pembengkakan, trombus keperawatan 2. Anjurkan untuk menarik nafas dalam setiap kali timbul nyeri.
pembuluh darah pada anus 3x24jam dengan kriteria hasil: 3. Berikan posisi yang nyaman sesuain keinginan pasien
Skala nyeri 0-1 4. Observasi tanda-tanda vital
Wajah pasien tampak rileks. 5. Berikan bantal/alas pantat
6. Anjurkan tidak mengejanyang berlebihan saat defekasi.
7. Kolaborasi untuk pemberian terapi analgetik.
2. Konstipasi b.d mengabaikan Setelah dilakukan perawatan 1. Kaji pola eliminasi dan konsistensi feces.
dorongan untuk defekasi akibat selama3x24Jam dengan kriteria hasil: 2. berikan minum air putih 2-3 liter perhari (bila tidak ada kontraindikasi)
nyeri selama defekasi. Buang air besar 1 kali 3. Berikan banyak makan sayur dan buah.
perhari. 4. Anjurkan untuk segera berespon bila ada rangsangan buang air besar
Konsistensi faeces lembek, 5. Anjurkan untuk melakukan latihan relaksasi sebelum defekasi.
tidak ada darah dan pus 6. Anjurkan untuk olahraga ringan secara teratur.
Buang air besar tidak nyeri 7. kol mn n maborasi untuk pemberian terapi laxantia dan analgetik
dan tidak perlu mengejan lama.
3. Cemas b.d rencana Setelah dilakukuan perawatan 1. Kaji tingkat kecemasan
pembedahan selama 3x24 jam dengan krteria hasil: 2. Kaji tingkat pengetahuan pasien tentang pembedahan.
Pasien mengatakan 3. Berikan kesempatan pasien untuk mengungkapkan perasaannya
kecemasan berkurang. 4. Dampingi dan dengarkan pasien
Pasien berpartisipasi aktif 5. Libatkan keluarga atau pasien lain yang menderita penyakit yang sama untuk
dalam perawatan. memberikan dukungan
6. Anjurkan pasien untuk mengungkapkan kecemasannya
7. Kolaborasi dengan dokter untuk penjelasan prosedur operasi.
8. Kolaborasi untuk terapi anti ansietas (bila perlu).
NO. Diagnosa NOC NIC
keperawatan
Nyeri b.d adanya luka Setelah dilakukan perawatan selama 1. Kaji skala nyeri
operasi. 3x24 jam dengan kriteria hasil: 2. Anjurkan teknik nafas dalam dan pengalihan perhatian
Skala nyeri 0-1 3. Berikan posisi supine
Wajah pasien tampak rileks. 4. Observasi tanda-tanda vital
5. Berikan bantalan flotasi di bawah bokong saat duduk
6. Kolaborasi pelunak feses dan laksatif. Beri masukan oral setiap
hari sedikitnya 2-3 liter cairan, makanan berserat
7. Kolaborasi untuk pemberian terapi analgetik
2. Resiko tinggi perdarahan Setelah dilakukan perawatan 1. Monitor tanda-tanda vital setiap 4 jam selama 24 jam pertama
b.d hemoroidectomi. selama 3x24jam dengan kriteria hasil: 2. Monitor tanda-tanda hipovolemik.
balutan luka operasi tidak 3. Periksa daerah rectal atau balutan setiap dua jam selama 24 jam
basah. pertama.
Tanda-tanda vital dalam batas 4. Berikan kompres dingin
normal 5. Kolaborasi untuk pemberian terapi astrigen.

3. Resiko tinggi b.d adanya Setelah dilakukan perawatan


luka operasi di daerah selama 3x24jam dengan kriteria hasil: 1. Observasi tanda-tanda vital
anorektal Luka sembuh dengan baik. 2. Kaji daerah operasi terhadap pembengkakn dan pengeluaran pus
tanda-tanda vital dalam batas 3. Ganti tampon setiap kali setelah BAB
normal. 4. Kolaborasi untuk pemberian terapi antibiotika
EVALUASI

• Hasil evaluasi diharapkan setelah dilakukan tindakan keperawatan adalah sebagai berikut.
• Informasi kesehatan terpenuhi.
• Tidak mengalami injuri pasca prosedur bedah reaksi kolon.
• Nyeri berkurang atau teradaptasi.
• Asupan nutrisi optimal sesuai tingkat toleransi individu.
• Infeksi luka oprasi tidak terjadi.
• Kecemasn berkurang.
• Peningkatan konsep diri.
• Peningkatan aktifitas.

Anda mungkin juga menyukai