Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

PASIEN DENGAN CYSTITIS


RUANG LAVENDER RS DR. R. GOETENG TAROENADIBRATA PURBALINGGA

Oleh:
ROKHMAWATI TRI PRIHATIN
I4B016028

PROGRAM PROFESI NERS


JURUSAN KEPERAWATAN
FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
PURWOKERTO
2016

PASIEN DENGAN DIAGNOSA MEDIS CYSTITIS

A. Latar Belakang
Sistitis adalah suatu penyakit yang merupakan reaksi inflamasi sel-sel urotelium melapisi
kandung kemih. Penyakit ini disebabkan oleh berkembangbiaknya mikroorganisme di dalam
kandung kemih. Infeksi kandung kemih menunjukkan adanya invasi mikroorganisme dalam
kandung kemih, dapat mengenai laki-laki maupun perempuan semua umur yang ditunjukkan
dengan adanya bakteri didalam urin disebut bakteriuria (Agus, 2008). Infeksi ini ditemukan pada
semua umur, pria dan wanita mulai bayi baru lahir hingga orang tua. Wanita lebih sering
mengalami sistitis dibanding pria. Kejadian sistitis rata-rata 9.3% pada wanita diatas 65 tahun
dan 2.5-11% pada pria di atas 65 tahun (Smeltzer & Bare, 2002). Sistitis pada neonatus banyak
terdapat pada laki-laki (2,7%) dibanding bayi perempuan (0,7%). Insidensi sistitis menjadi
terbalik seiring bertambahnya usia, yaitu pada masa sekolah sistitis pada anak perempuan sekitar
3% sedangkan anak laki-laki 1,1%. Insidensi sistitis pada usia remaja wanita meningkat 3,3-
5,8% yang akan terus meningkat insidensinya pada usia lanjut (Purnomo, 2008). Morbiditas dan
mortalitas sistitis paling banyak terjadi pada pasien usia kurang dari satu tahun dan usia lebih
dari 65 tahun (Agus, 2008).
Cystitis merupakan masalah kesehatan yang serius karena dapat menyerang berjuta-juta
orang tiap tahunnya. Jumlah pasien sistitis mencapai 150 juta per tahun, dan di Amerika
dilaporkan 6 juta pasien datang ke dokter dengan diagnosis sistitis. Sistitis merupakan infeksi
nosokomial tersering yang mencapai kira-kira 40-60% (Purnomo, 2008). Sistitis merupakan
penyakit infeksi saluran kemih yang menempati urutan kedua dan masuk dalam sepuluh besar
penyakit di salah satu rumah sakit di Yogyakarta (Agus, 2008). Sistitis disebabkan oleh berbagai
macam mikroorganisme, terbanyak adalah bakteri. Bakteri gram negatif yang sering dilaporkan
sebagai penyebab tersering ISK adalah Escherichia coli. Akhir-akhir ini bakteri gram positif
ternyata mulai menunjukkan peningkatan kecenderungan sebagai penyebab ISK, antara lain
Staphylococcus aureusdan Staphylococcus saprophyticus(Agus, 2008). Penyebab lain meskipun
jarang ditemukan adalah jamur, virus, parasit (Muttaqin & Kumalasari, 2011). Berdasarkan hasil
pemeriksaan biakan urin, penyebab sistitis terbanyak adalah bakteri gram negatif aerob yang
biasa ditemukan di saluran pencernaan (Enterobacteriaceae), dan jarang disebabkan bakteri
anaerob (Muttaqin & Kumalasari, 2011).
Laporan pendahuluan ini bertujuan untuk:
1. Mengetahui pengertian cystitis.
2. Mengetahui klasifikasi cystitis.
3. Mengetahui manifestasi klinis cystitis.
4. Mengetahui patofisiologis dan pathway cystitis.
5. Mengetahui pemeriksaan penunjang cystitis.
6. Mengetahui penatalaksanaan cystitis.
7. Mengetahui pengkajian pada pasien cystitis.
8. Mengetahui diagnose keperawatan pada pasien cystitis.
9. Mengetahui focus intervensi pada pasien cystitis.

B. Pengertian
Sistitis adalah inflamasi kandung kemih yang paling sering disebabkan oleh menyebarnya infeksi
dari uretra (Smeltzer & Bare, 2002). Sistitis adalah infeksi kandung kemih (Saputra, 2009).
Sistitis (cystitis) adalah inflamasi akut pada mukosa kandung kemih akibat infeksi oleh bakteri.
Sistitis merupakan inflamasi kandung kemih yang disebabkan oleh penyebaran infeksi dari uretra
(Nursalam & Fransisca, 2009). Sistitis akut adalah inflamasi akut pada mukosa buli-buli yang
sering disebabkan oleh infeksi oleh bakteri. Mikroorganisme penyebab infeksi ini terutama
adalah E. Coli, Enterococci, Proteus, dan Stafilokokus auresus yang masuk ke buli-buli terutama
melalui uretra (Purnomo, 2008). Sistitis interstitial (inflamasi kronik kandung kemih) bukan
disebabkan oleh bakteri dan tidak berespon terhadap antibiotik (Smeltzer & Bare, 2002).

C. Klasifikasi
Sistitis dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Sistitis akut adalah inflamasi akut pada mukosa buli-buli yang sering disebabkan oleh
infeksi oleh bakteri. Mikroorganisme penyebab infeksi ini terutama adalah E. Coli,
Enterococci, Proteus, dan Stafilokokus auresus yang masuk ke buli-buli terutama melalui
uretra (Purnomo, 2008).
2. Sistitis interstitial (inflamasi kronik kandung kemih) bukan disebabkan oleh bakteri dan
tidak berespon terhadap antibiotik (Smeltzer & Bare, 2002).

D. Etiologi
Menurut Saputra (2009), penyebab dari sistitis antara lain:
1. Pada wanita, kebanyakan infeksi kandung kemih diakibatkan oleh infeksiascenden yang
berasal dari uretra dan seringkali berkaitan dengan aktivitas seksual.
2. Pada pria, dapat diakibatkan infeksi ascenden dari uretra atau prostat tetapiagaknya lebih
sering bersifat sekunder terhadap kelainan anatomik dari traktusurinarius.
3. Mungkin berkaitan dengan kelainan kongenital traktus genitourinarius, sepertibladder
neck obstruction, stasis urine, refluks ureter, dan neurogenic bladder.
4. Lebih sering terjadi pada penderita diabetes.
5. Dapat meningkat pada wanita yang menggunakan kontrasepsi atau diafragmayang tidak
terpasang dengan tepat.
6. Kateterisasi urine mungkin menyebabkan infeksi.
Berdasarkan dari pembagian sistitis maka etiologi yang dapat menyebabkan sistitis adalah
sebagai berikut :
1. Sistitis akut
Penyebab dari inflamasi kandung kemih adalah infeksi yang diakibatkan oleh bakteri,
seperti E. Coli, Enterococci, Proteus, dan Stafilokokus auresu (Purnomo, 2008
Cara penularan :
a. Melalui hubungan intim.
b. Pemakaian kontrasepsi spermisid diafragma karena dapat menyebabkan sumbatan
parsial uretra dan pengosongan kandung kemih yang tidak lengkap serta perubahan
pH dan flora normal vagina (Nursalam & Fransisca 2011).
2. Sistitis interstitial
Penyebab sistitis interstitial belum diketahui meskipun terdapat dugaan berasal dari suatu
inflamasi atau otoimun (Smeltzer & Bare, 2002). Menurut Muttaqin dan Kumalasari
(2011) etiologi sistitis interstitial belum diketahui dan kemungkinan multifactorial.
Beberapa faktor yang memungkinkan adalah sebagai berikut :
a. Peran patogenik dari sel mast di dalam lapisan mukosa kandung kemih.
b. Kekurangan lapisan glikosaminoglikan pada permukaan lumen kandung kemih
sehingga peningkatan permeabilitas jaringan submukosa yang mendasari untuk zat
beracun dalam urin.
c. Infeksi dengan agen (misalnya virus lambat atau bakteri).
d. Produksi toksin dalam urin.
e. Reaksi hipersinsitivitas neurogenik atau peradangan diperantarai secara lokal pada
kandung kemih.
f. Manifestasi dari disfungsi otot dasar panggul atau disfungsional pengeluaran urin.
g. Gangguan autoimun

E. Manifestasi klinik
Reaksi inflamasi menyebabkan mukosa buli-buli menjadi kemerahan (eritema), edema, dan
hipersensitif sehingga jika buli-buli terisi urin akan mudah terangsang untuk segera
mengeluarkan isinya, hal ini menimbulkan gejala frekuensi. Kontraksi buli-buli akan
menyebabkan rasa nyeri atau sakit di daerah suprapubik dan eritema mukosa buli-buli mudah
berdarah dan menimbulkan hematuria. Tidak seperti gejala pada infeksi saluran kemih sebelah
atas, sistitis jarang disertai dengan demam, mual, muntah, badan lemah, dan kondisi umum yang
menurun. Jika disertai dengan demam dan nyeri pinggang perlu difikirkan adanya penjalaran
infeksi ke saluran kemih sebelah atas (Purnama, 2008).
Sedangkan menurut Nursalam dan Fransisca (2011) manifestasi klinis dari sistitis adalah
sebagai berikut :
1. Kemerahan pada kandung kemih
2. Edema pada kandung kemih
3. Kandung kemih hipersensitif jika berisi urine
4. Inkontinensia
5. Sering berkemih
6. Nyeri di daerah suprapubik
7. Eritema mukosa kandung kemih
8. Hematuria
9. Jarang disertai demam
10. Mual
11. Muntah
12. Lemah
13. Kondisi umum menurun
14. Bakteriuria (10.000/ml)

E. Patofisiologi
Sistitis merupakan asending infection dari saluran perkemihan. Pada wanita biasanya berupa
sistitis akut karena jarak uretra ke vagina pendek (anatomi), kelainan periuretral, rektum
(kontaminasi) feses, efek mekanik coitus, serta infeksi kambuhan organisme gram negatif dari
saluran vagina, defek terhadap mukosa uretra, vagina, dan genital eksterna memungkinkan
organisme masuk ke vesika perkemihan. Infeksi terjadi mendadak akibat flora (E. coli) pada
tubuh pasien. Pada laki-laki abnormal, sumbatan menyebabkan striktur uretra dan hiperplasi
prostatik (penyebab yang palin sering terjadi). Infeksi saluran kemih atas penyebab penyakit
infeksi kandung kemih kambuhan (Nursalam & Fransisca, 2009).
Chystitis merupakan infeksi saluran kemih bagian bawah yang secara umum disebabkan
oleh bakteri gram negatif yaitu Escheriachia Coli peradangan timbul dengan penjalaran secara
hematogen ataupun akibat obstruksi saluran kemih bagian bawah, baik akut maupun kronik
dapat bilateral maupun unilateral. Kemudian bakteri tersebut berekolonisasi pada suatu tempat
misalkan pada vagina atau genetalia eksterna menyebabkan organisme melekat dan berkolonisasi
disuatu tempat di periutenial dan masuk ke kandung kemih. Kebanyakan saluran infeksi kemih
bawah ialah oleh organisme gram negatif seperti E. Colli, Psedomonas, Klebsiela, Proteus yang
berasal dari saluran intestinum orang itu sendiri dan turun melalui urethra ke kandungmkencing.
Pada waktu mikturisi, air kemih bisa mengalir kembali ke ureter (Vesicouretral refluks) dan
membawa bakteri dari kandung kemih ke atas ke ureter dan ke pelvis renalis. Kapan saja terjadi
urin statis seperti maka bakteri mempunyai kesempatan yang lebih besar untuk bertumbuh dan
menjadikan media yang lebih alkalis sehingga menyuburkan pertumbuhannya. Infeksi saluran
kemih dapat terjadi jika resistensi dari orang itu terganggu. Faktor-faktor utama dalam
pencegahan infeksi saluran kemih adalah integritas jaringan dan suplai darah. Retak dari
permukaan lapisan jaringan mukosa memungkinkan bakteri masuk menyerang jaringan dan
menyebabkan infeksi. Pada kandung kemih suplai darah ke jaringan bisa berkompromi bila
tekanan di dalam kandung kemih meningkat sangat tinggi (Tambayong, 2000). Masuknya
mikroorganisme ke dalam saluran kemih dapat melalui :
1. Penyebaran endogen yaitu kontak langsung dari tempat terdekat saluran kemih yang
terinfeksi.
2. Hematogen yaitu penyebaran mikroorganisme patogen yang masuk melalui darah yang
terdapat kuman penyebab infeksi saluran kemih yang masuk melalui darah dari suplai
jantung ke ginjal.
3. Limfogen yaitu kuman masuk melalui kelenjar getah bening yang disalurkan melalui
helium ginjal.
4. Eksogen sebagai akibat pemakaian alat berupa kateter atau sistoskopi. Menurut Tiber
(1994), agen infeksi kebanyakan disebabkan oleh bakteri E. coly. Tipikal ini berada pada
saluran kencing dari uretra luar sampai ke ginjal melalui penyebaran hematogen,
lymphogendan eksogen.
Tiga faktor yang mempengaruhi terjadnya infeksi adalah virulensi (kemampuan untuk
menimbukan penyakit) dari organisme, ukuran dari jumlah mikroorganisme yang masuk dalam
tubuh, dan keadekuatan dari mekanisme pertahanan tubuh. Terlalu banyaknya bakteri yang
menyebabkan infeksi dapat mempengaruhi pertahanan tubuh alami pasien. Mekanisme
pertahanan tubuh merupakan penentu terjadinya infeksi, normalnya urin dan bakteri tidak dapat
menembus dinding mukosa bladder. Lapisan mukosa bladder tersusun dari sel-sel urotenial yang
memproduksi mucin yaitu unsur yang membantu mempertahankan integritas lapisan bladder dan
mencegah kerusakan serta inflamasi bladder. Mucin juga mencegah bakteri melekat pada
selurotelial. Selain itu pH urine yang asam dan penurunan/kenaikan cairan dari konstribusi urin
dalam batas tetap, berfungsi untuk mempertahankan integritas mukosa, beberapa bakteri dapat
masuk dan sistem urin akan mengeluarkannya. Bentuk anatomi saluran kencing, keduanya
mencegah dan merupakan konstribusi yang potensial untuk perkembangan UTI (Urinary Tract
Infection). Urin merupakan produk yang steril, dihasilkan dari ultrafiltrasi darah pada glumerolus
dari nepron ginjal, dan dianggap sebagai system tubuh yang steril. Tapi uretra merupakan pintu
masuk bagi pathogen yang terkontaminasi. Selain itu pada wanita 1/3 bagian distal uretra disertai
jaringan periuretral dan vestibula vaginalis banyak dihuni bakteri dari usus karena letak anus
tidak jauh dari tempat tersebut. Kolonisasi basi pada wanita di daerah tersebut diduga karena
perubahan flora normal dari daerah perineum, berkurangnya antibody normal, dan bertambahnya
daya lekat oeganisme pada sel spitel pada wanita. Cystitis lebih banyak pada wanita dari pada
laki-laki, hal ini karena uretra wanita lebih pendek dan lebih dekat dengan anus. Mikroorganisme
naik ke bledder pada waktu miksi karena tekanan urine. Dan selama miksi terjadi refluks ke
dalam kandung kemih setelah mengeluarkan urine.

Pathway Cystitis

F. Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi dari perburukan sistitis adalah sebagai berikut (Nursalam dan
Fransisca, 2009) :
1. Pyelonefritis
2. Infeksi darah melalui penyebaran hematogen (sepsis)

G. Pemeriksaan penunjang
Menurut Purnomo (2008), pemeriksaan diagnostik dan labolatorium yang dapat dilakukan untuk
mengetahui terjadinya sistitis meliputi :
1. Urinalisis
a. Leukosuria atau piuria: merupakan salah satu petunjuk penting adanya ISK.
Leukosuria positif bila terdapat lebih dari 5 leukosit/lapang pandang besar (LPB)
sediment air kemih.
b. Hematuria: hematuria positif bila terdapat 5-10 eritrosit/LPB sediment air kemih.
Hematuria disebabkan oleh berbagai keadaan patologis baik berupa kerusakan
glomerulus ataupun urolitiasis.
2. Bakteriologis
a. Mikroskopis.
b. Biakan bakteri.
c. Kultur urine untuk mengidentifikasi adanya organisme spesifik.
d. Hitung koloni: hitung koloni sekitar 100.000 koloni per milliliter urin dari urin
tampung aliran tengah atau dari specimen dalam kateter dianggap sebagai criteria
utama adanya infeksi.
3. Metode tes
a. Tes dipstick multistrip untuk WBC (tes esterase lekosit) dan nitrit (tes Griess untuk
pengurangan nitrat). Tes esterase lekosit positif: maka psien mengalami piuria. Tes
pengurangan nitrat, Griess positif jika terdapat bakteri yang mengurangi nitrat urin
normal menjadi nitrit.
b. Tes Penyakit Menular Seksual (PMS): Uretritia akut akibat organisme menular secara
seksual (missal: klamidia trakomatis, neisseria gonorrhoeae, herpes simplek).
4. Tes- tes tambahan:
Urogram intravena (IVU). Pielografi (IVP), msistografi, dan ultrasonografi juga dapat
dilakukan untuk menentukan apakah infeksi akibat dari abnormalitas traktus urinarius,
adanya batu, massa renal atau abses, hodronerosis atau hiperplasie prostate. Urogram IV
atau evaluasi ultrasonic, sistoskopi dan prosedur urodinamik dapat dilakukan untuk
mengidentifikasi penyebab kambuhnya infeksi yang resisten. Jika sistitis sering kambuh,
perlu dipikirkan adanya kelainan pada kandung kemih (misalnya: keganasan, batu di
saluran kemih/urolithiasis) sehingga diperlukan pemeriksaan pencitraan (PIV, USG) atau
sistoskopi.
5. Tes kimiawi; tes reduksi griess nitrate berupa perubahan warna pada uji carik.
6. Pemeriksaan USG abdomen.
7. Pemeriksaan photo BNO dan BNO IVP.
8. Sinar X ginjal, ureter dan kandung kemih mengidentifikasi anomali struktur nyata.

H. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan untuk membantu pengobatan pada klien dengan cystitis dilakukan dengan
bantuan medis berupa terapi farmakologi dan juga penatalaksanaan keperawatan, berikut ini
petalaksanaanya:
1. Farmakoterapi
Penanganan sistitis yang ideal adalah agens antibakterial yang secara efektif
menghilangkan bakteri dari traktus urinarius dengan efek minimal terhadap flora fekal
dan vagina. Pada uncomplicated sistitis cukup diberikan terapi dengan antimikroba dosis
tunggal atau jangka pendek (1-3 hari). Tetapi jika hal ini tidak memungkinkan, dipilih
antimikroba yang masih cukup sensitif terhadap kuman E. Coli, antara lain :
nitrofurantoin, trimetroprim sulfametoksazol, atau ampisilin. Kadang-kadang diperlukan
obat-batan golongan antikolinergik (propantheline bromide) untuk mencegah
hiperiritabilitas buli-buli dan fenazopiridin hidroklorida sebagai antiseptic pada saluran
kemih (Purnomo, 2008). Sedangakan Tidak ada pengobatan standar ataupun pengobatan
efektif untuk sistitis interstisialis. Beberapa jenis pengobatan yang pernah dicoba
dilakukan pada penderita sistitis interstisialis:
a. Dilatasi (pelebaran) kandung kemih dengan tekanan hidrostatik (tenaga air).
b. Obat-obatan (elmiron, nalmafen).
c. Anti-depresi (memberikan efek pereda nyeri).
d. Antispasmodik.
e. Klorapaktin (dimasukkan ke dalam kandung kemih).
f. Antibiotik (biasanya tidak banyak membantu, kecuali jika terdapat infeksi kandung
kemih).
g. DMSO (dimetilsulfoksida), untuk mengurangi peradangan.
h. Pembedahan.
2. Keperawatan
Penatalaksanaan keperawatan pada cystitis adalah sebagai berikut :
a. Meningkatkan intake cairan 2 3 liter/hari
b. Kaji haluan urine terhadap perubahan warna, bau, dan pola berkemih, masukan dan
haluan setiap 8 jam serta hasil urinalisis ulang
c. Bersihkan daerah perineum dari depan ke belakang
d. Hindari sesuatu yang membuat iritasi, contoh : CD dari nylon
e. Istirahat dan nutrisi adekuat
f. Kosongkan kandung kemih segera setelah merasa ingin BAK

I. Pengkajian
Pengkajian yang diperlukan pada klien dengan cystitis menurut Nursalam dan Fransisca
(2011) adalah sebagai berikut :
1. Kaji riwayat gejala infeksi saluran kemih: nyeri, sering berkemih, mendadak, hesitensi
dan perubahan warna urine.
2. Kaji hubungan antara infeksi saluran kemih dengan hubungan kelamin, kontrasepsi, dan
kebersihan pribadi.
3. Kaji volume urine, warna, konsentrasi dan bau.
4. Tanyakan kebiasaan berkemih: personal hygiene, metode kontrasepsi (jika menggunakan
diafragma dan spermatisid) di hubungkan dengan sistisis.
5. Tanyakan pasien gejala yang berhubungan dengan cairan pervagina (keputihan),
iritasi,disuria merupakan gejala vaginistis atau PMS (Penyakit Menular Seksual.
6. Pemeriksaan suprapubik (benjolan).

J. Diagnosa keperawatan
Diagnosa keperawatan pada klien dengan cystitis adalah sebagai berikut :
1. Hipertermi berhubungan dengan proses inflamasi.
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera biologis.
3. Gangguan eliminasi urin berhubungan dengan infeksi saluran kemih.
4. Risiko infeksi berhubungan dengan ketidakadekuatan pertahanan sekunder.
K. Fokus Intervensi
Diagnosa Tujuan & KH Intervensi Rasional
Hipertermi Tujuan : Setelah NIC : Fever Treatment
berhubungan dilakukan tindakan 1. Pantau tanda-tanda vital 1. Tanda-tanda vital
dengan keperawatan terutama suhu. merupakan aluan untuk
perubahan selama 3x 24 jam 2. Beri pasien banyak mengetahui keadaan
regulasi suhu suhu tubuh normal minum air (1500-2000 umum pasien terutama
tubuh ditandai (36,5-37,5 C). cc/hari). suhu tubuhnya.
dengan badan 3. Beri pasien kompres air 2. Dengan minum banyak
teraba panas, Kriteria hasil : hangat atau air dingin. air diharapkan cairan
mata merah dan Thermoregulation 4. Pantau suhu lingkungan. yang hilang dapat
berair, suhu tubuh 1. Suhu tubuh 5. Kolaborasi dalam diganti.
meningkat, dan dalam rentang pemberian obat 3. Dengan kompres akan
leokositosis. normal. antipiretik dan antibiotic. terjadi perpindahan
2. Tidak ada panas secara konduksi
perubahan dan kompres hangat
warna kulit. akan mendilatasi
pembuluh darah.
4. Suhu ruangan harus
dirubah agar dapat
membantu
mempertahankan suhu
pasien.
5. Pemberian obat
antibiotik unuk
mencegah infeksi
pemberian obat
antipiretik untuk
penurunan panas.

Nyeri akut Tujuan: Setelah NIC: Paint Manajemen


berhubungan dilakukan tindakan 1. Lakukan pengkajian nyeri 1. Untuk mengetahui
dengan infeksi keperawatan secara komprehensif tingkat nyeri pasien.
kandung kemih selama 3x 24 jam termasuk lokasi, 2. Untuk mengetahui
pasien merasa karakteristik, durasu, tingkat
nyaman dan frekuensi, kualitas dan ketidaknyamanan
nyerinya factor predisposisi. dirasakan oleh pasien.
2. Observasi reaksi
berkurang.
ketidaknyaman secara 3. Untuk mengalihkan

nonverbal. perhatian pasien dari


Kriteria Hasil :
3. Gunakan strategi rasa nyeri.
NOC: Pain
komunikasi terapeutik
Control 4. Untuk mengetahui
untuk mengungkapkan
1. Pasien apakah nyeri yang
pengalaman nyeri dan
mengatakan tidak dirasakan klien
penerimaan klien terhadap
ada keluhan nyeri berpengaruh terhadap
respon nyeri.
pada saat 4. Tentukan pengaruh yang lainnya.
berkemih. pengalaman nyeri
2. Kandung kemih 5. Untuk mengurangi
terhadap kualitas hidup
tidak tegang. factor yang dapat
(nafsu makan, tidur,
3. Pasien tampak memperburuk nyeri
aktivitas,mood, hubungan
tenang. yang dirasakan klien.
4. Ekspresi wajah sosial).
5. Tentukan faktor yang 6. untuk mengetahui
tenang
dapat memperburuk nyeri. apakah terjadi
6. Lakukan evaluasi dengan
pengurangan rasa nyeri
klien dan tim kesehatan
atau nyeri yang
lain tentang ukuran
dirasakan. klien
pengontrolan nyeri yang
bertambah.
telah dilakukan.
7. Berikan informasi tentang
7. Pemberian health
nyeri termasuk penyebab
education dapat
nyeri, berapa lama nyeri
mengurangi tingkat
akan hilang, antisipasi
kecemasan dan
terhadap
membantu klien dalam
ketidaknyamanan dari membentuk mekanisme
prosedur. koping terhadap rasa
8. Kontrol lingkungan yang
nyeri.
dapat mempengaruhi
respon ketidaknyamanan 8. Untuk mengurangi

klien (suhu ruangan, tingkat

cahaya dan suara). ketidaknyamanan yang


9. Hilangkan faktor dirasakan klien.
presipitasi yang dapat
9. Agar nyeri yang
meningkatkan
dirasakan klien tidak
pengalaman nyeri klien
bertambah.
(ketakutan, kurang
pengetahuan). 10. Agar klien mampu
10. Ajarkan cara
menggunakan teknik
penggunaan terapi non
nonfarmakologi dalam
farmakologi (distraksi,
memanagement nyeri
guide imagery,relaksasi).
yang dirasakan.

11. Pemberian
analgetik dapat
mengurangi rasa nyeri
pasien.

Gangguan Tujuan : Setelah NIC: Urinary Retention


1. Untuk mengetahui
eliminasi urin dilakukan tindakan Care
1. Ukur dan catat urine adanya perubahan
berhubungan keperawatan
setiap kali berkemih. warna dan untuk
dengan selama 3 x 24 jam
2. Anjurkan untuk
mengetahui
perubahan klien dapat
berkemih setiap 2 3
input/output.
kapasitas mempertahankan
jam. 2. Untuk mencegah
kandung kemih pola eliminasi 3. Palpasi kandung kemih
terjadinya penumpukan
ditandai dengan secara adekuat. tiap 4 jam.
urine dalam vesika
disuria, frekuensi 4. Bantu klien ke kamar urinaria.
3. Untuk mengetahui
miksi b (+), urin Kriteria : Urinary kecil, memakai
adanya distensi
berbau, keruh dan Elimination pispot/urinal.
5. Bantu klien kandung kemih.
hematuria. 1. Kandung kemih
4. Untuk memudahkan
mendapatkan posisi
kosong secara
klien di dalam
berkemih yang nyaman.
penuh.
berkemih.
2. Tidak ada residu 5. Supaya klien tidak
urine >100-200 sukar untuk berkemih.
cc.
3. Intake cairan
dalam rentang
normal.
4. Bebas dari
infeksi saluran
kemih.
Resiko infeksi Tujuan : Setelah di NIC : Risk control:
1. Mengurangi iritasi pada
berhubungan lakukan tindakan Infection Process
1. Anjurkan klien untuk mukosa kandung
dengan adanya keperawatan
banyak minum air putih kemih.
factor resiko selama 3 x 24 jam
2. Mencegah distensi
2 2,5 liter air dan
nosokomial pasien
kandung kemih.
hindari konsumsi kopi
memperlihatkan 3. Mencegah perpindahan
dan alcohol.
tidak adanya tanda- mikroorganisme yang
2. Jelaskan untuk tidak
tanda infeksi. ada di anus.
menahan keinginan
4. Mencegah
berkemih, kosongkan
perkembangan
Kriteria Hasil :
kandung kemih secara
mikroorganisme.
1. Tanda vital
sempurna setiap kali 5. Menyerap cairan dan
dalam batas
berkemih. keringat, memperlancar
normal. 3. Ajarkan perawatan
aliran darah.
2. Nilai kultur perineal yang benar 6. Antibiotik mengatasi
urine negative. terutama setelah infeksi dan mencegah
3. Urine berwarna berkemih dan defekasi, resistensi.
bening dan bersihkan dari depan ke
tidak bau. belakang.
4. Jaga kebersihan perineal
agar tetap kering dan
bersih keringkan depan
sampai ke belakang.
5. Gunakan celana dalam
dari bahan katun,
gunakan celana yang
longgar dan jangan
terlalu ketat.
6. Jelaskan pentingnya
mengkonsumsi
antibiotik sesuai dengan
resep atau sampai habis.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, L. J. (2008). Buku saku rencana asuhan keperawatan. Jakarta: EGC.


Agus, T. (2008). Buku ajar ilmu penyakit dalam: infeksi saluran kemih. Edisi 3. Jakata:
FKUI
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2005). Patofisiologi : konsep klinis proses-proses
penyakit. Jakarta: EGC.
Smeltzer, S. C., & Bare, B. G. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta:
EGC.
Muttaqin, A. & Kumalasari. (2011). Asuhan Keperawatan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
Nursalam dan Fransisca. (2011). Asuhan Keperawatan Dengan Gangguan Sistem
Perkemihan. Jakarta: Salemba Medika.
Purnomo, B. (2008). Dasar-Dasar Urologi. Jakarta : Sagung Seto.
Saputra, L. (2009). Buku kapita selekta kedokteran klinik. Tanggerang: Bina Rupa
Aksara Publiser.

Anda mungkin juga menyukai