Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang


Typoid merupakan suatu penyakit infeksi sistemik yang disebabkan oleh
salmonella thypi yang masih dijumpai secara luas di berbagai negara berkembang
yang terutama terletak didaerah tropis dan subtropis. Penyakit ini juga merupakan
masalh kesehatan masyarakat yang penting karena penyebarannya berkaitan erat
dengan urAbanisasi, kepadatan penduduk, kesehatan ingkungan, sumber air dan
sanitasi yang buruk serta stanydart higiene industri pengolahan makanan yang
masih rendah (Simanjuntak, C.H, 2009).
Suatu penelitian epidemiologi di masyarakat vietnam khususnya di delta
sungai Mekong, di peroleh angka insidensi 198 per 100.000 pendudu. Pada
beberapa dekade terakhir typoid sudah jarang terjadi di negara-negara industri,
namun tetap menjadi maslah kesehatan yang serius disebagian wilayah dunia,
seperti bekas neggara Uni Soviet, anak benua India, Asia Tenggara amerika
Selatan dan Afrika. Menurut WHO, diperkirakan terjadi 16 juta kasus pertahun
dan 600 ribu diantaranya berakhir dengan kematian. Sekitar 70% dari seluruh
kasus kematian itu menimpa penderita typoid di Asia.
Berasarkan laporan Ditjen Pelayanan Medis Depkes RI, pada tahun 2008,
tyfoid menempati urutan kedua dari 10 penyakit terbanyak pasien rawat inap di
rumah sakit d Indonesia dengan jumlah kasus 81.116 dengan proporsi 3,15%,
urutan pertama ditempati oleh diare dengan jumlah kasus 193.856 dengan
proporsi 7,52%, urutan ketiga ditempati oleh DBD degan jumlah kasus 77.539
dengan proporsi 3,01% (Depkes RI, 2009).
Berdasarkan penelitian Cyrus H. Simanjuntak, di Paseh (Jawa Barat)
Tahun 2009, insidens rate typoid pada masyarakat di daerah semi urban adalah
357,6 per 100.000 penduduk per tahun. Insiden typoid bervariasi ditiap daerah dan
biasanya terkait dengan sanitasi lingkungan, di daerah Jawa Barat,terdapat 157
kasus per 100.000 penduduk sedangkan didaerah urban ditemukan 760-810 per
100.000 penduduk.

1
Apabila typoid tersebut tidak dideteksi dan diobati secara cepat dan tepat
dapat menyebabkan komplikasi yang berujung pada kematian, seperti perdarahan
usus, kebocoran usus, infeksi selaput usus, renjatan bronkopnemonia (peradangan
paru), dan kelainan pada otak. Maka dari itu untuk mencegah terjadinya typoid
dan menurunkan angka kejadian, harus memperhatikan sanitasi lingkungan, pola
makan yang sehat dan rajin mencuci tangan terutama sebelum dan sesudah
makan.

1.2 Tujuan Penulisan


Adapun tujuan penulisan makalah ilmiah ini, terdiri dari tujuan umum dan
tujuan khusus yaitu sebagai berikut :
1.2.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari karya tulis ilmiah ini adalah memberikan pemahaman
bagi penulis dan pembaca agar berfikir logis dan ilmiah dalam
menguraikan dan membahas asuhan keperawatan pada klien dengan kasus
Typoid.
1.2.2 Tujuan Khusus
a. Mampu melakukan pengkajian pada klien dengan kasus Typoid.
b. Mampu menentukan dan menegakan masalah keperawatan pada
klien dengan kasus Typoid.
c. Mampu merencanakan asuhan keperawatan pada klien dengan
kasus Typoid.
d. Mampu melaksanakan rencana asuhan keperawatan pada klien
dengan kasus Typoid.
e. Mampu melakukan evaluasi keperawatan pada klien dengan kasus
Typoid.
f. Mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori dan
praktek.
g. Mengidentifikasi faktor-faktor pendukung, penghambat serta
mencari solusi atau alternatif pencegahan masalah.

2
h. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada klien dengan kasus
Typoid.

1.3 Manfaat Penulisan


1.3.1 Bagi Mahasiswa
Agar mampu memahami dan mempelajari tentang bagaimana pemberian
asuhan keperawatan pada klien penderita demam typhoid.
1.3.2 Bagi Instansi Akademik
Dapat digunakan sebagai informasi bagi institusi pendiddikan dalam
pengembangan dan peningkatan untuk mendidik di masa yang akan
datang.
1.3.3 Bagi Rumah Sakit
Dapat digunakan sebagai acuan dalam melakukan asuhan keperawatan
khususnya pada klien dengan demam typhoid.
1.3.4 Bagi Masyarakat
Agar mengetahui dan mendapatkan gambaran tentang penyakit demam
typhoid dancara perawatan demam typhoid yang benar.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi
salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang
sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman
salmonella. ( Bruner and Sudart, 2004).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman salmonella Thypi ( Arief Maeyer, 2006 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit
ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis, ( Syaifullah Noer, 2011 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut juga
paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis
(.Seoparman, 2007).
Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala
sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C.
penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 2011).
Dari beberapa pengertian diatasis dapat disimpulkan sebagai berikut,
Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh
salmonella type A. B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan
minuman yang terkontaminasi.

2.2 Etiologi
Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan
C. ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam
typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam
typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih
selama lebih dari 1 tahun.

4
Salmonella typhii, basil Gram negatif, bergerak dengan rambut getar, tidak
berspora, mempunyai sekurang - kurangnya empat macam antigen yaitu : antigen
0 (somatik), H (flagella), Vi dan protein membran hialin. (Mansjoer, 2004).

2.3 Patofisiologi
2.3.1 Proses perjalanan penyakit
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang
dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus
(muntah), Fly(lalat), dan melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman
salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui
perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh
orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan
dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella
thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk
ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan
sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid.
Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran
darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini
kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan
bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan
oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan
bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid.
Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses
inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan
endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada
jaringan yang meradang.
Kuman salmonella masuk melalui mulut. Sebagian kuman akan
dimusnahkan dalam lambung oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke
usus halus yang melepaskan zat pirogen dan menimbulkan infeksi. Infeksi ini bisa

5
merangsang pusat mual dan muntah di medulla oblongata dan akan mensekresi
asam lambung berlebih sehingga mengakibatkan mual dan timbul nafsu makan
berkurang. Apabila nafsu makan berkurang maka terjadi intake nutrisi tidak
adekuat dan terjadi perubahan nutrisi. Selain itu juga kuman yang masih hidup
akan masuk ke jaringan limfoid dan berkembang biak menyerang vili usus halus
kemudian kuman masuk ke peredaran darah (bakterimia primer), dan menuju sel-
sel retikuloendotelial, hati, limfa dan organ-organ lainnya (Suriadi, 2006 : 254).
Basil kemudian masuk kedalam peredaran darah melalui pembuluh limpe
sampai di organ-organ terutama hati dan limpa. Basil yang masuk ke peredaran
darah akan mengeluarkan endotoksin sehingga menimbulkan demam dan terjadi
gangguan termoregulasi tubuh. Dari demam tadi akan menimbulkan diaporesis
sehingga terjadi proses kehilangan cairan berlebih. Kehilangan cairan juga dapat
meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi peningkatan absorbsi usus
dan merangsang peningkatan motilitas usus. Basil yang tidak dihancurkan juga
akan berkembang biak dalam hati dan limpa sehingga organ-organ tersebut akan
membesar disertai nyeri pada perabaan. Kemudian basil akan kembali masuk
kedalam darah dan menyebar ke seluruh tubuh terutama ke dalam kelenjar limfoid
usus halus, menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa diatas plak peyer,
tukak tersebut dapat mengakibatkan resiko komplikasi perdarahan, perforasi usus
dan nekrosis jaringan. Keadaan tersebut mengharuskan klien untuk bedrest total
sehingga ADL dibantu agar terpenuhi personal hygiene klien dan gangguan
aktivitas. Selain itu juga kondisi sakit akan menimbulkan efek hospitalisasi dan
mengakibatkan rasa cemas pada klien dan keluarga.  (Ngastiyah, 2005).
Typhus dapat bersifat intermitten (sementara), remiten (kambuh), dan
continue (terus-menerus) tergantung dari periode terjadinya demam. Demam
seringkali menyebabkan perasaan tidak nyaman dan meniggalkan kehilangan
cairan yang berlebihan lewat keringat serta udara yang ikut dalam udara ekspirasi,
disamping itu pula terjadi peningkatan permeabilitas kapiler yang mengakibatkan
menurunnya absorbsi usus sehingga tekanan koloid ekstra sel meningkat,
akibatnya cairan berpindah dari intra sel ke ekstra sel. Peningkatan cairan dapat
merangsang peningkatan motilitas untuk mengeluarkan kelebihan cairan dan

6
akhirnya timbulah diare. Timbulnya diare akan mengakibatkan gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Disamping menimbulkan gejala diare, salah
satu gejala typhoid adalah timbulnya obstipasi. Hal ini terjadi endoktosin bekerja
menghambat saraf enterik sehingga motilitas usus terhambat.

2.4 Manifestasi Klinis


Masa tunas typhoid 10 – 14 hari
1. Minggu I
Pada umumnya demam berangsur naik, terutama sore hari dan
malam hari. Dengan keluhan dan gejala demam, nyeri otot, nyeri kepala,
anorexia dan mual, batuk, epitaksis, obstipasi atau diare, perasaan tidak
enak di perut.
2. Minggu II
Pada minggu II gejala sudah jelas dapat berupa demam, bradikardi,
lidah yang khas (putih, kotor, pinggirnya hiperemi), hepatomegali,
meteorismus, penurunan kesadaran.
3. Minggu III
Demam tinggi,nyeri perut, feces bercampur darah (melena).
4. Minggu IV
Penyembuhan ulkus

2.5 Komplikasi
2.5.1 Komplikasi intestinal
1) Perdarahan usus
2) Perporasi usus
3) Ilius paralitik
2.5.2 Komplikasi extra intestinal
1) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis),
miokarditis, trombosis, tromboplebitis.
2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma
uremia hemolitik.

7
3) Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
4) Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
5) Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
6) Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan
arthritis.
7) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis,
polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.
(Ngastiyah, 2005 : 237).

2.6 Penatalaksanaan Medis


2.6.1 Perawatan.
1) Klien diistirahatkan 7 hari sampai demam tulang atau 14 hari untuk
mencegah komplikasi perdarahan usus.
2) Mobilisasi bertahap bila tidak ada panas, sesuai dengan pulihnya tranfusi
bila ada komplikasi perdarahan (Syaifullah, 2005 : 439).
2.6.2 Diet.
1) Diet yang sesuai ,cukup kalori dan tinggi protein.
2) Pada penderita yang akut dapat diberi bubur saring.
3) Setelah bebas demam diberi bubur kasar selama 2 hari lalu nasi tim.
4) Dilanjutkan dengan nasi biasa setelah penderita bebas dari demam
selama 7 hari (Ngastiyah, 2005 : 239)
2.6.3 Obat-obatan.
1) Kloramfenikol
Merupakan obat antimikroba yang dapat menurunkan demam lebih cepat.
Dosis untuk anak-anak 100mg/kg BB /hari.diberikan 4 kali sehari peroral
atau IV atau IM
2) Tiamfenikol
Dosis dan efektivitas tiamfenikol pada demam thypoid sama dengan
kloramfeenikol
3) Kontrimossasol
Ekfetivitas kontrimossasol kurang lebih sama dengan kloramfenikol

8
4) Ampisilin dan Amoksilin
Efektivitas Ampisilin dan Amoksilin lebih kecil dibandingkan
kloramfenikol
5) Vitamin B kompleks dan vitamin C
Sangat diperlukan untuk menjaga kesegaran dan kekuatan badan serta
menjaga kesetabilan metabolisme tubuh
6) Kartikosteroi
Diberikan bagi penderita toksemia berat atau gejala berkepanjangan
(Rampengan, 2008 : 58-62).

2.7 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang pada klien dengan typhoid adalah pemeriksaan
laboratorium, yang terdiri dari :
1) Pemeriksaan leukosit
Di dalam beberapa literatur dinyatakan bahwa demam typhoid
terdapat leukopenia dan limposistosis relatif tetapi kenyataannya
leukopenia tidaklah sering dijumpai. Pada kebanyakan kasus demam
typhoid, jumlah leukosit pada sediaan darah tepi berada pada batas-batas
normal bahkan kadang-kadang terdapat leukosit walaupun tidak ada
komplikasi atau infeksi sekunder. Oleh karena itu pemeriksaan jumlah
leukosit tidak berguna untuk diagnosa demam typhoid.
2) Pemeriksaan SGOT DAN SGPT
SGOT dan SGPT pada demam typhoid seringkali meningkat tetapi
dapat kembali normal setelah sembuhnya typhoid.
3) Biakan darah
Bila biakan darah positif hal itu menandakan demam typhoid,
tetapi bila biakan darah negatif tidak menutup kemungkinan akan terjadi
demam typhoid. Hal ini dikarenakan hasil biakan darah tergantung dari
beberapa faktor :
a. Teknik pemeriksaan Laboratorium

9
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan
laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik
dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang
baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia
berlangsung.
b. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif
pada minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu
berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif
kembali.
c. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat
menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat
menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
d. Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan
obat anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan
terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.
4) Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat
dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah
divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari
uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien
yang disangka menderita typhoid.

10
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian Keperawatan


1) Identitas : Meliputi nama, umur, jenis kelamin, alamat, pekerjaan,
suku/bangsa, agama, satatus pekawinan, tangga masuk rumah sakit, nomor
register dan diagnosa medik.
2) Keluhan utama : Keluhan utama Typoid adalah panas atau demam yang
tidak turun-turun, nyeri perut, pusing kepala, mual, anoreksia, diare, serta
penurunan kesadaran.
3) Riwayat penyakit sekarang : Peningkatan suhu tubuh karena masuknya
kuman salmonella typhi ke dalam tubuh.
4) Riwayat penyakit dahulu : Apakah sebelumnya pernah sakit demam tifoid.
5) Riwayat psikososial dan spiritual : Biasanya klien cemas, bagaimana
koping mekanisme yang digunakan.  Gangguan dalam beribadat karena
klien tirah baring total dan lemah.
6) Pola-pola fungsi kesehatan :
a. Pola nutrisi dan metabolisme:
Klien akan mengalami penurunan nafsu makan karena mual dan
muntah  saat makan  sehingga makan hanya sedikit bahkan tidak
makan  sama sekali.
b. Pola eliminasi
Eliminasi alvi.  Klien dapat mengalami konstipasi oleh karena tirah
baring lama.  Sedangkan eliminasi urine tidak mengalami
gangguan, hanya warna urine menjadi kuning kecoklatan.   Klien
dengan demam tifoid terjadi peningkatan suhu tubuh yang
berakibat keringat banyak keluar dan merasa haus, sehingga dapat
meningkatkan kebutuhan cairan tubuh.
c. Pola aktivitas dan latihan
Aktivitas klien akan terganggu karena harus tirah baring total, agar
tidak terjadi komplikasi maka segala kebutuhan klien dibantu.

11
d. Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu
tubuh.
e. Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan penyakitnya dan
ketakutan merupakan dampak psikologi klien.
f. Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan
umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu
waham pad klien.
g. Pola hubungan dan peran
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat
di rumah sakit dan klien harus bed rest total.
h. Pola reproduksi dan seksual
Gangguan  pola ini terjadi pada klien yang sudah menikah karena
harus dirawat di rumah sakit sedangkan yang belum menikah tidak
mengalami gangguan.
i. Pola penanggulangan stress
Biasanya klien sering melamun dan merasa sedih karena keadaan
sakitnya.
j. Pola tatanilai dan kepercayaan
Dalam hal beribadah biasanya terganggu karena bedrest total dan
tidak boleh melakukan aktivitas karena penyakit yang dideritanya
saat ini.
7) Pemeriksaan fisik
8) Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan darah tepi
Didapatkan adanya anemi oleh karena intake makanan yang
terbatas, terjadi gangguan absorbsi, hambatan pembentukan darah
dalam sumsum dan penghancuran sel darah merah dalam peredaran
darah.  Leukopenia dengan jumlah lekosit antara 3000 – 4000

12
/mm3 ditemukan pada fase demam. Hal ini diakibatkan oleh
penghancuran lekosit oleh endotoksin.  Aneosinofilia yaitu
hilangnya eosinofil dari darah tepi.  Trombositopenia terjadi pada
stadium panas yaitu pada minggu pertama.  Limfositosis umumnya
jumlah limfosit meningkat akibat rangsangan endotoksin.  Laju
endap darah meningkat.
b. Pemeriksaan urine
Didapatkan proteinuria ringan ( < 2 gr/liter) juga didapatkan
peningkatan lekosit dalam urine.
c. Pemeriksaan tinja
Didapatkan adanya lendir dan darah, dicurigai akan bahaya
perdarahan usus dan perforasi.
d. Pemeriksaan bakteriologis
Diagnosa pasti ditegakkan  apabila ditemukan kuman salmonella
dan biakan darah tinja, urine, cairan empedu atau sumsum tulang.
e. Pemeriksaan serologis
Yaitu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin ).
Adapun antibodi  yang dihasilkan tubuh akibat infeksi kuman
salmonella adalah antobodi O dan H.   Apabila titer antibodi O
adalah 1 : 20 atau lebih pada minggu pertama atau terjadi
peningkatan titer antibodi yang progresif (lebih dari 4 kali).  Pada
pemeriksaan ulangan 1 atau 2 minggu kemudian menunjukkan
diagnosa  positif dari infeksi Salmonella typhi.
f. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah ada kelainan atau
komplikasi akibat demam tifoid
g. Penatalaksanaan ( Therapi / Pengobatan termasuk diet )
Terapi obat oral
Terfacep 2 x 2 g ODR2x1
Acran 2 x 1 Sistenol 3 x 1

13
3.1.1 Data Fokus
1. Data subjektif
klien mengatakan badannya panas sejak 1 minggu yang lalu, klien
mengatakan pusing, klien mengatakan masih mual, klien mengatakan
lemas, tidak nafsu makan, lidah terasa pahit, klien mengatakan nyeri pada
perut sebelah kiri bawah hilang timbul seperti ditusuk – tusuk nyeri
menyebar sampai pinggang, skala nyeri 3, durasi ± 10 menit lamany 2
hari.
2. Data Objektif
Klien tampak lemas, wajah klien tampak menahan nyeri, klien
tampak lemah, klien tampak gelisah, kesadaran composmentis, klien
tampak habis 1/2 porsi makan, Tekanan darah 100/70 mmHg, Suhu 39 oc,
Nadi 108 x/menit, Pernafasan 24 x/menit, Berat badan sebelum sakit 65
kg, Berat badan sakit 62 kg, hasil Laboratorium pada tanggal 16 juni 2014
didapatkan Hemoglobin 13,4 gr/dl, Hematokrit 40%, Leukosit 9.67
ribu/mL, Trombosit 357 ribu/mL

3.1.2 Analisa Data

Data Etiologi Masalah


1 Ds :  Klien mengatakan demam Proses Hipertermi
sudah  6 hari perjalanan
TTV : penyakit
TD : 110/80 mmHg               
RR : 20 x/menit         
N : 102 x/menit
S : 38 °C
Do : Klien terlihat lemah dan gelisah
2 Ds : Klien mengatakan nyeri pada ulu Peningkatan Nyeri epigastrium
hati asam
P : Nyeri pada abdomen

14
Q : ditusuk-tusuk
R : Nyeri pada epigastrium lambung
S : 6 (sedang)
T : Berkala tak menentu
Do:
-          Klien terlihat meringis
-          Klien gelisah
3 Ds : Klien mengatakan nafsu makan Anoreksia Perubahan  pola
berkurang, terasa mual dan nutrisi kurang
muntah dari kebutuhan
Do :  - Klien tampak mengeluh dan tubuh
meringis
- BB sebelum masuk 48 kg
- BB Sesudah masuk 46 kg
- Klien hanya menghabiskan 4-6
sendok  makan

3.2 Diagnosa Keperawatan
Setelah dilakukannya pengkajian dan analisa data, maka tahap selanjutnya
perumusan diagnosa keperawatan adapun diagnosa yang muncul pada klien
dengan Hipertensi adalah:
1) Hipertermi berhubungan dengan proses perjalanan penyakit
Do : Klien terlihat lemah dan gelisah
Ds :  Klien mengatakan demam sudah  6 hari
TTV :
TD : 110/80 mmHg            
RR : 20 x/menit     
N : 102 x/menit
S : 38 °C
2) Nyeri epigastrium berhubungan dengan asam lambung yang meningkat

15
Ds : Klien mengatakan nyeri pada ulu hati
Do: -   Klien terlihat meringis
-   Klien gelisah

3) Anoreksia berhubungan dengan perubahan pola nutrisi kurang dari


kebutuhan tubuh

Ds : Klien mengatakan nafsu makan berkurang, terasa mual dan muntah

Do : -  Klien tampak mengeluh dan meringis

-  BB sebelum masuk 48 kg

-  BB Sesudah masuk 46 kg

-  Klien hanya menghabiskan 4-6 sendok  makan

3.3 Intervensi Keperawatan


Dalam tahap ini dirumuskan tujuan dan intervensi berdasarkan diagnosa
keperawatan yang ada pada klien dengan Tipoid Fever.

Tujuan dan
No Diagnosa Keperawatan Intervensi Rasional
Kriteria Hasil
1 Hipertermi berhubungan Setelah dilakukan 1. Berikan 1.  Untuk
dengan proses perjalanan perawatan selama 1 kompres menurunk
penyakit x 24 jam diharapkan hangat basah an panas
suhu tubuh klien 2.    Monitoring klien
Do : Klien terlihat lemah
normal dengan tetesan infuse 2.  Untuk
dan gelisah
kriteria hasil : 20 tetes per membatu
Ds :  Klien mengatakan
-  Suhu tubuh menit kebutuhan
demam sudah  6 hari
36 °C 3.  Kolaborasi nutrisi
TTV :
-  Klien terlihat pemberian tubuh
TD : 110/80 mmHg

16
3.  Untuk
RR : 20 x/menit obat Piresik membantu
N : 102 x/menit tenang dan menurunk
S : 38 °C Antibiotik an panas
klien
2 Nyeri epigastrium  berhu Setelah dilakukan 1.  Kaji skala 1.  Untuk
bungan dengan asam tindakan nyeri mengetah
lambung yang meningkat keperawatan selama ui tingkat
DS : Klien mengatakan 3 x 24 jam. skala
nyeri pada ulu hati Diharapkan nyeri 2.  Berikan nyeri
DO :      klien hilang dengan posisi 2.  Untuk
-    Klien terlihat criteria hasil : nyaman membantu
meringis -    Skala nyeri 1 menguran
-    Klien gelisah -    Klien terlihat gi nyeri
santai 3.  Kolaborasi 3.  Untuk
dengan menguran
dokter gi nyeri
pemberian
obat
analgesik
3 Anoreksi berhubungan Setelah dilakukan 1.  Kaji pola 1.   Agar
dengan perubahan pola tindakan nutrisi mengeat
nutrisi kurang dari keperawatan hui porsi
kebutuhan tubuh 3 x 24 jam 2.  Kolaborasi makan
DS : Klien mengatakan diharapkan klien menganjurka klien
nafsu makan tidak mual dan n makan 2.  Agar
berkurang, terasa muntah dengan sedikit tapi makan
mual dan muntah criteria hasil : sering klien

17
DO : -  Klien tampak -    Klien mau 3.  Kolaborasi kembali
mengeluh dan makan dengan normal
meringis -    Klien terlihat dokter untuk 3.  Agar
- BB sebelum masuk lahap saat makan pemberian pemberi
48 kg obat an gizi
- BB Sesudah masuk suplemen sesuai
46 kg kebutuha
- Klien hanya n tubuh
menghabiskan 4-6
sendok  makan

3.4 Implementasi Keperawatan


Dalam tahap ini penulis akan menguraikan pelaksanaan dari kasus klien
dengan Typhoid Fever

No Hari/Tanggal No Dx Implementasi (DAR)


1 Hari ke-1 I D : Klien mengatakan demam sudah 6 hari
A:
-    Berikan kompres hangat basah
-    Monitoring tetesan infuse 20 tetes per
menit
-    Kolaborasi pemberian obat anti
piretik dan Antibiotik
R:
          Kompres hangat basah sudah diberikan
          Observasi tetesan infuse normal
     pemberian obat sesuai dosis sudah diberikan

18
II D : Klien mengatakan nyeri pada ulu hati
A:
-    Kaji skala nyeri
-    Berikan posisi nyaman
-    Kolaborasi dengan dokter pemberian
obat analgesic
R:
-     Klien terlihat tenang dan nyaman
-     Klien tidak gelisah
III D :Klien mengatakan nafsu makan
berkurang, terasa mual dan muntah
A:
       - Kaji pola nutrisi
     - Kolaborasi menganjurkan makan sedikit
tapi sering
       -  Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian obat suplemen
      -   BB klien 46 kg
R:
          Klien terlihat santai dan tenang
          Klien ridak mual lagi
          Klien bisa makan secukupnya
2 Hari ke-2 I D : Klien mengatakan demam , Suhu tubuh
klien 38 C
A :Melanjutkan tindakan memberikan
kompres hangat dingin
      Mengkolaborasikan pemberian obat piretik
R:

19
          Klien tidak demam lagi
          Klien terlihat santai
          Suhu tubuh 36 C
II D : Klien mengatakan nyeri pada ulu hati
A:
          Mengkaji skala nyeri
          Memberi posisi yang nyaman
          Mengkolaborasi pemberian obat
analgesic
R:
 -    Skala nyeri klien 4-6 (sedang)
 -    Posisi semi fowler telah diberikan
 -    Klien merasa tenang

III D : Klien mengatakan masih belum ada


nafsu makan dan tidak mual muntah
lagi
A:
          Mengkaji pola nutrisi
          Mengkolaborasi makan sedikit tapi
sering
          Menganjurkan klien untuk bayak minum
air gula
R:
          Klien klien hanya menghabiskan 5-6
sendok saja
          Klien masih mual muntah
          BB klien 46 kg

20
3 Hari ke-3 I D : Klien mengatakan sudah tidak demam
lagi, suhu tubuh klien 36 C
A:
          Melanjutkan tindakan memberikan
kompres hangat dingin
          Mengkolaborasikan pemberian obat anti
piretik
R:
          Klien tidak demam lagi
          Klien terlihat santai
          Suhu tubuh 36 C
II D : Klien mengatakan masih nyeri pada ulu
hati
A:
          Mengkaji skala nyeri
          Memberi posisi yang nyaman
          Mengkolaborasi pemberian obat
analgesic
R:
 -    Skala nyeri klien 4-6 (sedang)
  -    Posisi semi fowler telah diberikan
  -    Klien merasa tenang
III D :   Klien mengatakan sudah mau  makan
dan tidak mual muntah lagi
A:
          Mengkaji pola nutrisi
          Mengkolaborasi makan sedikit tapi
sering

21
          Menganjurkan klien untuk bayak minum
air gula
R:
          Klien terlihat lahap saat makan
          Klien tidak mual muntah lagi
          BB klien naik jadi 47 kg

3.5 Evaluasi
Dalam tahap ini penulis akan menguraikan pelaksanaan dari kasus klien
dengan Typhoid Fever

No
No Tanggal/jam Perkembangan (SOAPIE)
Dx
1 Hari ke-1 S : Klien mengatakan demam sudah 6 hari
I O:
          Klien terlihat lemah dan gelisah,
          S = 38 C
A : Masalah teratasi
P : Intervensi ditentukan
I:
          Memberikan kompres hangat basah
          Memonitoring tetesan infuse 20 tetes
per menit
          Mengkolaborasi pemberian obat Anti
piretik dan Antibiotik
E:
          Klien terlihat tenang pada saat di
kompres

22
          Tetesan infuse berjalan dengan lancer
          Klien terlihat nyaman dan santai
S : Klien mengatakan tidak nyeri ulu hati
II O:
          Klien terlihat santai
          Skala nyeri 6
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
I :  -   Kaji skala nyeri
-   Berkolaborasi dalam pemberian
obat analgesik
-   Memberikan posisi yang nyaman
E: -   Skala nyeri klien 6
-    Obat piretik telah diberikan
S : klien mengatakan mual muntah lagi
III dan tidak nafsu makan
O :  - Klien terlihat lemah
- BB sebelum masuk 48 kg
- BB Sesudah masuk 46 kg
- Klien hanya menghabiskan 4-6
sendok  makan
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
I:
          Mengkaji pola nutrisi
          Mengkolaborasi menganjurkan makan
sedikit tapi sering
          Mengkolaborasi dengan dokter untuk

23
pemberian obat suplemen
          Menganjurkan minum air gula
secukupnya
E:
          Klien tampak lemah
          Klien nampak mual dan muntah
          Klien enakan saat diberi air gula
2 Hari ke-2 I S : Klien mengatakan masih demam
O :        
          Klien terlihat pucat,
          S = 37 C
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
II S :   Klien mengatakan tidak nyeri ulu hati
O:
          Klien terlihat santai
          Skala nyeri 6
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
III S : klien mengatakan kurang nafsu makan
O : - klien masih mual BB sebelum
masuk 48 kg
 - BB Sesudah masuk 46 kg
 - Klien hanya menghabiskan 4-6
sendok  makan
A : masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
3 Hari ke-3 I S : klien mengatakan sudah tidak demam

24
lagi
O :        
          klien terlihat tenang dan terbaring
santai,
          S = 36 C
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
III S : klien mengatakan tidak mual muntah
lagi dan nafsu makan sudah ada
O:-  Klien terlihat lahap pada saat makan
- BB Sesudah naik 47 kg
- Klien hanya
menghabiskan  makannya
A : masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan

25
BAB IV

PENUTUP

4.1 Kesimpulan

Pada klien dengan typhoid ditemukan tanda dan gejala dengan demam
yang berlangsung 1 minggu, bersifat febris remitten dan suhu tidakterlalu tinggi,
pada mulut terdapat bau tidak sedap, bibir kering dan umumnya kesadaran pasien
menurun walaupun tidak dalam yaitu apatis sampai samolen.
Dari hasil pengkajian dapat dirumuskan masalah keperawatan pada klien
dengan typhoid adalah Infeksi hipertermi berhubungan dengan proses salmonella
thypi, Proses inflamasi berhubungan dengan nyeri, Perubahan kebutuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
Pada tahap Perencanaan Dalam merumuskan perencanaan diperlukan
literatur yang lengkap serta membantu dari tenaga keperawatan dan tim kesehatan
lainnya yang ada di Rumah Sakit serta kerjasama yang baik dari klien dan
keluarga.
Pada tahap Implementasi tidak semua perencanaan dapat dilaksanakan
sesuai dengan rencana, karena adanya kendala atau hambatan sehingga pada
implementasi ini sangat diperlukan kerjasama yang baik antara tim kesehatan
yang ada.
Pada tahap evaluasi Asuhan keperawatan yang dilakukan hanya sebagian
yang tercapai sesuai dengan tujuan, karena dalam melakukan asuhan keperawatan
pada klien dengan typhoid memerlukan waktu yang cukup lama dalam
menyelesaikan masalah sesuai kriteria.

26
4.2 Saran
Untuk penulis sendiri supaya lebih meningkatkan lagi dan
mempertahankan kerja sama antara perawat ruangan dan juga keluarga klien
dalam memberikan asuhan keperawatan serta memiliki buku sumber sebagai
acuan. Kemudian bagi perawat yang akan melakukan asuhan keperawatan pada
kasus yang serupa untuklebih memperhatikan keadaan klien, bekerjasama atau
berkolaborasi dengan tim medis sehingga terjalin kerjasama yang baik antara
klien, tim medis, dan perawat yang akan melakukan kasus yang serupa.

27
DAFTAR PUSTAKA

Asmadi. (2008). Konsep Dasar Keperawatan. Jakarta : EGC

Brunner & suddarth (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
EGC

Suriadi & Yuliani. (2006). Ajaran Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC

Mansjoer & Arif (2004). Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapis, Jakarta.

Marjory Gordon, dkk, 2005, Nursing Diagnoses: Definition & Classification

Brunners & Suddart, (2002), Buku Ajar Keperawatan, Edisi 8, Penerbit EGC,


Jakarta.

Doengoes, Marilyn E., (2002), Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman untuk


Perencanaan dan pendokumentasian Tujuan Perawatan Pasien, Edisi
III, EGC, Jakarta.
.
Nursalam, (2001), Proses Dokumentasi Keperawatan, Edisi I, Salemba Medika,
Jakarta.

28

Anda mungkin juga menyukai