PENDAHULUAN
1
Apabila typoid tersebut tidak dideteksi dan diobati secara cepat dan tepat
dapat menyebabkan komplikasi yang berujung pada kematian, seperti perdarahan
usus, kebocoran usus, infeksi selaput usus, renjatan bronkopnemonia (peradangan
paru), dan kelainan pada otak. Maka dari itu untuk mencegah terjadinya typoid
dan menurunkan angka kejadian, harus memperhatikan sanitasi lingkungan, pola
makan yang sehat dan rajin mencuci tangan terutama sebelum dan sesudah
makan.
2
h. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada klien dengan kasus
Typoid.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Typhoid adalah penyakit infeksi sistemik akut yang disebabkan infeksi
salmonella Thypi. Organisme ini masuk melalui makanan dan minuman yang
sudah terkontaminasi oleh faeses dan urine dari orang yang terinfeksi kuman
salmonella. ( Bruner and Sudart, 2004).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman salmonella Thypi ( Arief Maeyer, 2006 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi akut usus halus yang disebabkan oleh
kuman salmonella thypi dan salmonella para thypi A,B,C. sinonim dari penyakit
ini adalah Typhoid dan paratyphoid abdominalis, ( Syaifullah Noer, 2011 ).
Typhoid adalah penyakit infeksi pada usus halus, typhoid disebut juga
paratyphoid fever, enteric fever, typhus dan para typhus abdominalis
(.Seoparman, 2007).
Typhoid adalah suatu penyakit pada usus yang menimbulkan gejala-gejala
sistemik yang disebabkan oleh salmonella typhosa, salmonella type A.B.C.
penularan terjadi secara pecal, oral melalui makanan dan minuman yang
terkontaminasi (Mansoer Orief.M. 2011).
Dari beberapa pengertian diatasis dapat disimpulkan sebagai berikut,
Typhoid adalah suatu penyakit infeksi usus halus yang disebabkan oleh
salmonella type A. B dan C yang dapat menular melalui oral, fecal, makanan dan
minuman yang terkontaminasi.
2.2 Etiologi
Etiologi typhoid adalah salmonella typhi. Salmonella para typhi A. B dan
C. ada dua sumber penularan salmonella typhi yaitu pasien dengan demam
typhoid dan pasien dengan carier. Carier adalah orang yang sembuh dari demam
typhoid dan masih terus mengekresi salmonella typhi dalam tinja dan air kemih
selama lebih dari 1 tahun.
4
Salmonella typhii, basil Gram negatif, bergerak dengan rambut getar, tidak
berspora, mempunyai sekurang - kurangnya empat macam antigen yaitu : antigen
0 (somatik), H (flagella), Vi dan protein membran hialin. (Mansjoer, 2004).
2.3 Patofisiologi
2.3.1 Proses perjalanan penyakit
Penularan salmonella thypi dapat ditularkan melalui berbagai cara, yang
dikenal dengan 5F yaitu Food(makanan), Fingers(jari tangan/kuku), Fomitus
(muntah), Fly(lalat), dan melalui Feses.
Feses dan muntah pada penderita typhoid dapat menularkan kuman
salmonella thypi kepada orang lain. Kuman tersebut dapat ditularkan melalui
perantara lalat, dimana lalat akan hinggap dimakanan yang akan dikonsumsi oleh
orang yang sehat. Apabila orang tersebut kurang memperhatikan kebersihan
dirinya seperti mencuci tangan dan makanan yang tercemar kuman salmonella
thypi masuk ke tubuh orang yang sehat melalui mulut. Kemudian kuman masuk
ke dalam lambung, sebagian kuman akan dimusnahkan oleh asam lambung dan
sebagian lagi masuk ke usus halus bagian distal dan mencapai jaringan limpoid.
Di dalam jaringan limpoid ini kuman berkembang biak, lalu masuk ke aliran
darah dan mencapai sel-sel retikuloendotelial. Sel-sel retikuloendotelial ini
kemudian melepaskan kuman ke dalam sirkulasi darah dan menimbulkan
bakterimia, kuman selanjutnya masuk limpa, usus halus dan kandung empedu.
Semula disangka demam dan gejala toksemia pada typhoid disebabkan
oleh endotoksemia. Tetapi berdasarkan penelitian eksperimental disimpulkan
bahwa endotoksemia bukan merupakan penyebab utama demam pada typhoid.
Endotoksemia berperan pada patogenesis typhoid, karena membantu proses
inflamasi lokal pada usus halus. Demam disebabkan karena salmonella thypi dan
endotoksinnya merangsang sintetis dan pelepasan zat pirogen oleh leukosit pada
jaringan yang meradang.
Kuman salmonella masuk melalui mulut. Sebagian kuman akan
dimusnahkan dalam lambung oleh asam lambung dan sebagian lagi masuk ke
usus halus yang melepaskan zat pirogen dan menimbulkan infeksi. Infeksi ini bisa
5
merangsang pusat mual dan muntah di medulla oblongata dan akan mensekresi
asam lambung berlebih sehingga mengakibatkan mual dan timbul nafsu makan
berkurang. Apabila nafsu makan berkurang maka terjadi intake nutrisi tidak
adekuat dan terjadi perubahan nutrisi. Selain itu juga kuman yang masih hidup
akan masuk ke jaringan limfoid dan berkembang biak menyerang vili usus halus
kemudian kuman masuk ke peredaran darah (bakterimia primer), dan menuju sel-
sel retikuloendotelial, hati, limfa dan organ-organ lainnya (Suriadi, 2006 : 254).
Basil kemudian masuk kedalam peredaran darah melalui pembuluh limpe
sampai di organ-organ terutama hati dan limpa. Basil yang masuk ke peredaran
darah akan mengeluarkan endotoksin sehingga menimbulkan demam dan terjadi
gangguan termoregulasi tubuh. Dari demam tadi akan menimbulkan diaporesis
sehingga terjadi proses kehilangan cairan berlebih. Kehilangan cairan juga dapat
meningkatkan permeabilitas kapiler sehingga terjadi peningkatan absorbsi usus
dan merangsang peningkatan motilitas usus. Basil yang tidak dihancurkan juga
akan berkembang biak dalam hati dan limpa sehingga organ-organ tersebut akan
membesar disertai nyeri pada perabaan. Kemudian basil akan kembali masuk
kedalam darah dan menyebar ke seluruh tubuh terutama ke dalam kelenjar limfoid
usus halus, menimbulkan tukak berbentuk lonjong pada mukosa diatas plak peyer,
tukak tersebut dapat mengakibatkan resiko komplikasi perdarahan, perforasi usus
dan nekrosis jaringan. Keadaan tersebut mengharuskan klien untuk bedrest total
sehingga ADL dibantu agar terpenuhi personal hygiene klien dan gangguan
aktivitas. Selain itu juga kondisi sakit akan menimbulkan efek hospitalisasi dan
mengakibatkan rasa cemas pada klien dan keluarga. (Ngastiyah, 2005).
Typhus dapat bersifat intermitten (sementara), remiten (kambuh), dan
continue (terus-menerus) tergantung dari periode terjadinya demam. Demam
seringkali menyebabkan perasaan tidak nyaman dan meniggalkan kehilangan
cairan yang berlebihan lewat keringat serta udara yang ikut dalam udara ekspirasi,
disamping itu pula terjadi peningkatan permeabilitas kapiler yang mengakibatkan
menurunnya absorbsi usus sehingga tekanan koloid ekstra sel meningkat,
akibatnya cairan berpindah dari intra sel ke ekstra sel. Peningkatan cairan dapat
merangsang peningkatan motilitas untuk mengeluarkan kelebihan cairan dan
6
akhirnya timbulah diare. Timbulnya diare akan mengakibatkan gangguan
keseimbangan cairan dan elektrolit. Disamping menimbulkan gejala diare, salah
satu gejala typhoid adalah timbulnya obstipasi. Hal ini terjadi endoktosin bekerja
menghambat saraf enterik sehingga motilitas usus terhambat.
2.5 Komplikasi
2.5.1 Komplikasi intestinal
1) Perdarahan usus
2) Perporasi usus
3) Ilius paralitik
2.5.2 Komplikasi extra intestinal
1) Komplikasi kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi (renjatan sepsis),
miokarditis, trombosis, tromboplebitis.
2) Komplikasi darah : anemia hemolitik, trobositopenia, dan syndroma
uremia hemolitik.
7
3) Komplikasi paru : pneumonia, empiema, dan pleuritis.
4) Komplikasi pada hepar dan kandung empedu : hepatitis, kolesistitis.
5) Komplikasi ginjal : glomerulus nefritis, pyelonepritis dan perinepritis.
6) Komplikasi pada tulang : osteomyolitis, osteoporosis, spondilitis dan
arthritis.
7) Komplikasi neuropsikiatrik : delirium, meningiusmus, meningitis,
polineuritis perifer, sindroma Guillain bare dan sidroma katatonia.
(Ngastiyah, 2005 : 237).
8
4) Ampisilin dan Amoksilin
Efektivitas Ampisilin dan Amoksilin lebih kecil dibandingkan
kloramfenikol
5) Vitamin B kompleks dan vitamin C
Sangat diperlukan untuk menjaga kesegaran dan kekuatan badan serta
menjaga kesetabilan metabolisme tubuh
6) Kartikosteroi
Diberikan bagi penderita toksemia berat atau gejala berkepanjangan
(Rampengan, 2008 : 58-62).
9
Hasil pemeriksaan satu laboratorium berbeda dengan
laboratorium yang lain, hal ini disebabkan oleh perbedaan teknik
dan media biakan yang digunakan. Waktu pengambilan darah yang
baik adalah pada saat demam tinggi yaitu pada saat bakteremia
berlangsung.
b. Saat pemeriksaan selama perjalanan Penyakit.
Biakan darah terhadap salmonella thypi terutama positif
pada minggu pertama dan berkurang pada minggu-minggu
berikutnya. Pada waktu kambuh biakan darah dapat positif
kembali.
c. Vaksinasi di masa lampau
Vaksinasi terhadap demam typhoid di masa lampau dapat
menimbulkan antibodi dalam darah klien, antibodi ini dapat
menekan bakteremia sehingga biakan darah negatif.
d. Pengobatan dengan obat anti mikroba.
Bila klien sebelum pembiakan darah sudah mendapatkan
obat anti mikroba pertumbuhan kuman dalam media biakan
terhambat dan hasil biakan mungkin negatif.
4) Uji Widal
Uji widal adalah suatu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi
(aglutinin). Aglutinin yang spesifik terhadap salmonella thypi terdapat
dalam serum klien dengan typhoid juga terdapat pada orang yang pernah
divaksinasikan. Antigen yang digunakan pada uji widal adalah suspensi
salmonella yang sudah dimatikan dan diolah di laboratorium. Tujuan dari
uji widal ini adalah untuk menentukan adanya aglutinin dalam serum klien
yang disangka menderita typhoid.
10
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
11
d. Pola tidur dan istirahat
Pola tidur dan istirahat terganggu sehubungan peningkatan suhu
tubuh.
e. Pola persepsi dan konsep diri
Biasanya terjadi kecemasan terhadap keadaan penyakitnya dan
ketakutan merupakan dampak psikologi klien.
f. Pola sensori dan kognitif
Pada penciuman, perabaan, perasaan, pendengaran dan penglihatan
umumnya tidak mengalami kelainan serta tidak terdapat suatu
waham pad klien.
g. Pola hubungan dan peran
Hubungan dengan orang lain terganggu sehubungan klien di rawat
di rumah sakit dan klien harus bed rest total.
h. Pola reproduksi dan seksual
Gangguan pola ini terjadi pada klien yang sudah menikah karena
harus dirawat di rumah sakit sedangkan yang belum menikah tidak
mengalami gangguan.
i. Pola penanggulangan stress
Biasanya klien sering melamun dan merasa sedih karena keadaan
sakitnya.
j. Pola tatanilai dan kepercayaan
Dalam hal beribadah biasanya terganggu karena bedrest total dan
tidak boleh melakukan aktivitas karena penyakit yang dideritanya
saat ini.
7) Pemeriksaan fisik
8) Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan darah tepi
Didapatkan adanya anemi oleh karena intake makanan yang
terbatas, terjadi gangguan absorbsi, hambatan pembentukan darah
dalam sumsum dan penghancuran sel darah merah dalam peredaran
darah. Leukopenia dengan jumlah lekosit antara 3000 – 4000
12
/mm3 ditemukan pada fase demam. Hal ini diakibatkan oleh
penghancuran lekosit oleh endotoksin. Aneosinofilia yaitu
hilangnya eosinofil dari darah tepi. Trombositopenia terjadi pada
stadium panas yaitu pada minggu pertama. Limfositosis umumnya
jumlah limfosit meningkat akibat rangsangan endotoksin. Laju
endap darah meningkat.
b. Pemeriksaan urine
Didapatkan proteinuria ringan ( < 2 gr/liter) juga didapatkan
peningkatan lekosit dalam urine.
c. Pemeriksaan tinja
Didapatkan adanya lendir dan darah, dicurigai akan bahaya
perdarahan usus dan perforasi.
d. Pemeriksaan bakteriologis
Diagnosa pasti ditegakkan apabila ditemukan kuman salmonella
dan biakan darah tinja, urine, cairan empedu atau sumsum tulang.
e. Pemeriksaan serologis
Yaitu reaksi aglutinasi antara antigen dan antibodi (aglutinin ).
Adapun antibodi yang dihasilkan tubuh akibat infeksi kuman
salmonella adalah antobodi O dan H. Apabila titer antibodi O
adalah 1 : 20 atau lebih pada minggu pertama atau terjadi
peningkatan titer antibodi yang progresif (lebih dari 4 kali). Pada
pemeriksaan ulangan 1 atau 2 minggu kemudian menunjukkan
diagnosa positif dari infeksi Salmonella typhi.
f. Pemeriksaan radiologi
Pemeriksaan ini untuk mengetahui apakah ada kelainan atau
komplikasi akibat demam tifoid
g. Penatalaksanaan ( Therapi / Pengobatan termasuk diet )
Terapi obat oral
Terfacep 2 x 2 g ODR2x1
Acran 2 x 1 Sistenol 3 x 1
13
3.1.1 Data Fokus
1. Data subjektif
klien mengatakan badannya panas sejak 1 minggu yang lalu, klien
mengatakan pusing, klien mengatakan masih mual, klien mengatakan
lemas, tidak nafsu makan, lidah terasa pahit, klien mengatakan nyeri pada
perut sebelah kiri bawah hilang timbul seperti ditusuk – tusuk nyeri
menyebar sampai pinggang, skala nyeri 3, durasi ± 10 menit lamany 2
hari.
2. Data Objektif
Klien tampak lemas, wajah klien tampak menahan nyeri, klien
tampak lemah, klien tampak gelisah, kesadaran composmentis, klien
tampak habis 1/2 porsi makan, Tekanan darah 100/70 mmHg, Suhu 39 oc,
Nadi 108 x/menit, Pernafasan 24 x/menit, Berat badan sebelum sakit 65
kg, Berat badan sakit 62 kg, hasil Laboratorium pada tanggal 16 juni 2014
didapatkan Hemoglobin 13,4 gr/dl, Hematokrit 40%, Leukosit 9.67
ribu/mL, Trombosit 357 ribu/mL
14
Q : ditusuk-tusuk
R : Nyeri pada epigastrium lambung
S : 6 (sedang)
T : Berkala tak menentu
Do:
- Klien terlihat meringis
- Klien gelisah
3 Ds : Klien mengatakan nafsu makan Anoreksia Perubahan pola
berkurang, terasa mual dan nutrisi kurang
muntah dari kebutuhan
Do : - Klien tampak mengeluh dan tubuh
meringis
- BB sebelum masuk 48 kg
- BB Sesudah masuk 46 kg
- Klien hanya menghabiskan 4-6
sendok makan
3.2 Diagnosa Keperawatan
Setelah dilakukannya pengkajian dan analisa data, maka tahap selanjutnya
perumusan diagnosa keperawatan adapun diagnosa yang muncul pada klien
dengan Hipertensi adalah:
1) Hipertermi berhubungan dengan proses perjalanan penyakit
Do : Klien terlihat lemah dan gelisah
Ds : Klien mengatakan demam sudah 6 hari
TTV :
TD : 110/80 mmHg
RR : 20 x/menit
N : 102 x/menit
S : 38 °C
2) Nyeri epigastrium berhubungan dengan asam lambung yang meningkat
15
Ds : Klien mengatakan nyeri pada ulu hati
Do: - Klien terlihat meringis
- Klien gelisah
Tujuan dan
No Diagnosa Keperawatan Intervensi Rasional
Kriteria Hasil
1 Hipertermi berhubungan Setelah dilakukan 1. Berikan 1. Untuk
dengan proses perjalanan perawatan selama 1 kompres menurunk
penyakit x 24 jam diharapkan hangat basah an panas
suhu tubuh klien 2. Monitoring klien
Do : Klien terlihat lemah
normal dengan tetesan infuse 2. Untuk
dan gelisah
kriteria hasil : 20 tetes per membatu
Ds : Klien mengatakan
- Suhu tubuh menit kebutuhan
demam sudah 6 hari
36 °C 3. Kolaborasi nutrisi
TTV :
- Klien terlihat pemberian tubuh
TD : 110/80 mmHg
16
3. Untuk
RR : 20 x/menit obat Piresik membantu
N : 102 x/menit tenang dan menurunk
S : 38 °C Antibiotik an panas
klien
2 Nyeri epigastrium berhu Setelah dilakukan 1. Kaji skala 1. Untuk
bungan dengan asam tindakan nyeri mengetah
lambung yang meningkat keperawatan selama ui tingkat
DS : Klien mengatakan 3 x 24 jam. skala
nyeri pada ulu hati Diharapkan nyeri 2. Berikan nyeri
DO : klien hilang dengan posisi 2. Untuk
- Klien terlihat criteria hasil : nyaman membantu
meringis - Skala nyeri 1 menguran
- Klien gelisah - Klien terlihat gi nyeri
santai 3. Kolaborasi 3. Untuk
dengan menguran
dokter gi nyeri
pemberian
obat
analgesik
3 Anoreksi berhubungan Setelah dilakukan 1. Kaji pola 1. Agar
dengan perubahan pola tindakan nutrisi mengeat
nutrisi kurang dari keperawatan hui porsi
kebutuhan tubuh 3 x 24 jam 2. Kolaborasi makan
DS : Klien mengatakan diharapkan klien menganjurka klien
nafsu makan tidak mual dan n makan 2. Agar
berkurang, terasa muntah dengan sedikit tapi makan
mual dan muntah criteria hasil : sering klien
17
DO : - Klien tampak - Klien mau 3. Kolaborasi kembali
mengeluh dan makan dengan normal
meringis - Klien terlihat dokter untuk 3. Agar
- BB sebelum masuk lahap saat makan pemberian pemberi
48 kg obat an gizi
- BB Sesudah masuk suplemen sesuai
46 kg kebutuha
- Klien hanya n tubuh
menghabiskan 4-6
sendok makan
18
II D : Klien mengatakan nyeri pada ulu hati
A:
- Kaji skala nyeri
- Berikan posisi nyaman
- Kolaborasi dengan dokter pemberian
obat analgesic
R:
- Klien terlihat tenang dan nyaman
- Klien tidak gelisah
III D :Klien mengatakan nafsu makan
berkurang, terasa mual dan muntah
A:
- Kaji pola nutrisi
- Kolaborasi menganjurkan makan sedikit
tapi sering
- Kolaborasi dengan dokter untuk
pemberian obat suplemen
- BB klien 46 kg
R:
Klien terlihat santai dan tenang
Klien ridak mual lagi
Klien bisa makan secukupnya
2 Hari ke-2 I D : Klien mengatakan demam , Suhu tubuh
klien 38 C
A :Melanjutkan tindakan memberikan
kompres hangat dingin
Mengkolaborasikan pemberian obat piretik
R:
19
Klien tidak demam lagi
Klien terlihat santai
Suhu tubuh 36 C
II D : Klien mengatakan nyeri pada ulu hati
A:
Mengkaji skala nyeri
Memberi posisi yang nyaman
Mengkolaborasi pemberian obat
analgesic
R:
- Skala nyeri klien 4-6 (sedang)
- Posisi semi fowler telah diberikan
- Klien merasa tenang
20
3 Hari ke-3 I D : Klien mengatakan sudah tidak demam
lagi, suhu tubuh klien 36 C
A:
Melanjutkan tindakan memberikan
kompres hangat dingin
Mengkolaborasikan pemberian obat anti
piretik
R:
Klien tidak demam lagi
Klien terlihat santai
Suhu tubuh 36 C
II D : Klien mengatakan masih nyeri pada ulu
hati
A:
Mengkaji skala nyeri
Memberi posisi yang nyaman
Mengkolaborasi pemberian obat
analgesic
R:
- Skala nyeri klien 4-6 (sedang)
- Posisi semi fowler telah diberikan
- Klien merasa tenang
III D : Klien mengatakan sudah mau makan
dan tidak mual muntah lagi
A:
Mengkaji pola nutrisi
Mengkolaborasi makan sedikit tapi
sering
21
Menganjurkan klien untuk bayak minum
air gula
R:
Klien terlihat lahap saat makan
Klien tidak mual muntah lagi
BB klien naik jadi 47 kg
3.5 Evaluasi
Dalam tahap ini penulis akan menguraikan pelaksanaan dari kasus klien
dengan Typhoid Fever
No
No Tanggal/jam Perkembangan (SOAPIE)
Dx
1 Hari ke-1 S : Klien mengatakan demam sudah 6 hari
I O:
Klien terlihat lemah dan gelisah,
S = 38 C
A : Masalah teratasi
P : Intervensi ditentukan
I:
Memberikan kompres hangat basah
Memonitoring tetesan infuse 20 tetes
per menit
Mengkolaborasi pemberian obat Anti
piretik dan Antibiotik
E:
Klien terlihat tenang pada saat di
kompres
22
Tetesan infuse berjalan dengan lancer
Klien terlihat nyaman dan santai
S : Klien mengatakan tidak nyeri ulu hati
II O:
Klien terlihat santai
Skala nyeri 6
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
I : - Kaji skala nyeri
- Berkolaborasi dalam pemberian
obat analgesik
- Memberikan posisi yang nyaman
E: - Skala nyeri klien 6
- Obat piretik telah diberikan
S : klien mengatakan mual muntah lagi
III dan tidak nafsu makan
O : - Klien terlihat lemah
- BB sebelum masuk 48 kg
- BB Sesudah masuk 46 kg
- Klien hanya menghabiskan 4-6
sendok makan
A : Masalah belum teratasi
P : Intervensi dilanjutkan
I:
Mengkaji pola nutrisi
Mengkolaborasi menganjurkan makan
sedikit tapi sering
Mengkolaborasi dengan dokter untuk
23
pemberian obat suplemen
Menganjurkan minum air gula
secukupnya
E:
Klien tampak lemah
Klien nampak mual dan muntah
Klien enakan saat diberi air gula
2 Hari ke-2 I S : Klien mengatakan masih demam
O :
Klien terlihat pucat,
S = 37 C
A : Masalah teratasi sebagian
P : Lanjutkan intervensi
II S : Klien mengatakan tidak nyeri ulu hati
O:
Klien terlihat santai
Skala nyeri 6
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
III S : klien mengatakan kurang nafsu makan
O : - klien masih mual BB sebelum
masuk 48 kg
- BB Sesudah masuk 46 kg
- Klien hanya menghabiskan 4-6
sendok makan
A : masalah teratasi sebagian
P : Intervensi dilanjutkan
3 Hari ke-3 I S : klien mengatakan sudah tidak demam
24
lagi
O :
klien terlihat tenang dan terbaring
santai,
S = 36 C
A : Masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
III S : klien mengatakan tidak mual muntah
lagi dan nafsu makan sudah ada
O:- Klien terlihat lahap pada saat makan
- BB Sesudah naik 47 kg
- Klien hanya
menghabiskan makannya
A : masalah teratasi
P : Intervensi dihentikan
25
BAB IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Pada klien dengan typhoid ditemukan tanda dan gejala dengan demam
yang berlangsung 1 minggu, bersifat febris remitten dan suhu tidakterlalu tinggi,
pada mulut terdapat bau tidak sedap, bibir kering dan umumnya kesadaran pasien
menurun walaupun tidak dalam yaitu apatis sampai samolen.
Dari hasil pengkajian dapat dirumuskan masalah keperawatan pada klien
dengan typhoid adalah Infeksi hipertermi berhubungan dengan proses salmonella
thypi, Proses inflamasi berhubungan dengan nyeri, Perubahan kebutuhan nutrisi
kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
Pada tahap Perencanaan Dalam merumuskan perencanaan diperlukan
literatur yang lengkap serta membantu dari tenaga keperawatan dan tim kesehatan
lainnya yang ada di Rumah Sakit serta kerjasama yang baik dari klien dan
keluarga.
Pada tahap Implementasi tidak semua perencanaan dapat dilaksanakan
sesuai dengan rencana, karena adanya kendala atau hambatan sehingga pada
implementasi ini sangat diperlukan kerjasama yang baik antara tim kesehatan
yang ada.
Pada tahap evaluasi Asuhan keperawatan yang dilakukan hanya sebagian
yang tercapai sesuai dengan tujuan, karena dalam melakukan asuhan keperawatan
pada klien dengan typhoid memerlukan waktu yang cukup lama dalam
menyelesaikan masalah sesuai kriteria.
26
4.2 Saran
Untuk penulis sendiri supaya lebih meningkatkan lagi dan
mempertahankan kerja sama antara perawat ruangan dan juga keluarga klien
dalam memberikan asuhan keperawatan serta memiliki buku sumber sebagai
acuan. Kemudian bagi perawat yang akan melakukan asuhan keperawatan pada
kasus yang serupa untuklebih memperhatikan keadaan klien, bekerjasama atau
berkolaborasi dengan tim medis sehingga terjalin kerjasama yang baik antara
klien, tim medis, dan perawat yang akan melakukan kasus yang serupa.
27
DAFTAR PUSTAKA
Brunner & suddarth (2013). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
EGC
Suriadi & Yuliani. (2006). Ajaran Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : EGC
Mansjoer & Arif (2004). Kapita Selekta Kedokteran, Media Aesculapis, Jakarta.
28