Anda di halaman 1dari 28

LAPORAN PENDAHULUAN

CORONARY ARTERY DISEASE

DI SUSUN OLEH:

SUCI SUNDARI 105111100822


MAWADDAH MUSA 105111103522
IRSAM WIJAYA 105111101922

PRODI D-III KEPERAWATAN

FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR

TAHUN AJARAN

2022/2023

1
DAFTAR ISI

BAB I....................................................................................................................3
PENDAHULUAN................................................................................................3
BAB II..................................................................................................................7
TINJAUAN TEORITIS......................................................................................7
A. DEFINISI.................................................................................................7
B. ETIOLOGI...............................................................................................9
D. MANIFESTASI KLINIS.......................................................................13
E. KOMPLIKASI.......................................................................................14
F. PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN DIAGNOSTIK
PENUNJANG................................................................................................16
G. DIAGNOSA KEPERAWATAN.......................................................20
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................27

2
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Penyakit jantung koronari disebut sebagai penyakit pembunuh


nomor satu di dunia, dan dianggap musuh nomor satu dalam kehidupan
yang paling ditakuti. Selain itu, juga menduduki tempat teratas, penyakit
jantung bukan lagi menjadi pembunuh misteri. Pada kolesterol yang
tinggi, diabetes, hipertensi, kegemukan, merokok, kurang
melakukan olahraga, dan proses penuaan adalah antara faktor penyumbang
kepada penyakit ini. Isu-isu yang dikaitkan dengan penyakit ini lebih
banyak berkisar kepada aspek pencegahan yang termasuk gaya hidup
sehat, makanan yang seimbang, olahraga dan sebagainya.
Namun,statistik kematian mengenai penyakit jantung tetap mencatatkan
peningkatan yang membimbangkan.(Noer, Sjaifoellah. 1996)

Organisasi Kesehatan Sedunia (WHO) dan organisasi Federasi


Jantung Sedunia (World Heart Federation) jantung akan menjadi penyebab
utama kematian di negara-negara Asia pada tahun 2010. Saat ini,
sedikitnya 78% kematian global akibat penyakit jantung terjadi pada
kalangan masyarakat miskin dan menengah. Berdasarkan kondisi itu,
dalam keadaan ekonomi terpuruk maka upaya pencegahan merupakan hal
terpenting untuk menurunkan penyakit kardiovaskuler pada tahun 2010. Di
negara berkembang dari tahun 1990 sampai 2020, angka kematian akibat
penyakit jantung akan meningkat 137% pada laki-laki dan 120% pada
wanita, sedangkan di negara maju peningkatannya lebih rendah yaitu 48%
pada laki-laki dan 29% pada wanita. Ditahun 2020, diperkirakan penyakit
kardiovaskuler menjadi penyebab kematian 125 orang setiap tahunnya.
Oleh karena itu penyakit jantung penyebab kematian dan kecacatan nomor
satu di dunia. (Vany Yany, 2010).

Di Indonesia, angka kematian karena penyakit jantung koroner


dalam 10 tahun terakhir ini meningkat mencapai 53,5% per 100.000

3
penduduk Indonesia (Surevei Kesehatan Rumah Tangga Nasional, 2004).
Berdasarkan data pola penyakit di rumah sakit se-Jakarta tahun 2005,
penyakit jantung dan pembuluh darah menempati urutan ketiga. Kejadian
kasus penyakit jantung koroner mengalami peningkatan di Jakarta.
Berdasarkan data rumah sakit se-Jakarta Timur pada tahun 2007 sebanyak
24,92%, tahun 2008 sebanyak 26.85%. (Vany Yany, 2010).

Data dari RS Harapan Kita ternyata pasien penderita Penyakit


Jantung Koroner baik yang rawat jalan maupun rawat inap terjadi
pengingkatan 10% setiap tahun. Bahkan dalam setahun terdapat 500 orang
pasien bedah jantung.(Novi Herdiyani, 2010).

Memberikan layanan berupa asuhan keperawatan secara langsung


kepada klien (individu, keluarga, maupun komunitas) sesuai dengan
kewenangannya, sebagai pengelola (manager) yaitu perawat mempunyai
peran dan tanggung jawab dalam mengelola layanan keperawatan disemua
tatanan layanan kesehatan, sebagai pembela (advokad) berfungsi membela
kepentingan klien, sebagai Pendidik (edukator) yaitu dengan memberikan
informasi kesehatan melalui upaya perawat secara promotif yang
merupakan upaya untuk meningkatkan derajat kesehatan. Upaya preventif
dengan menyarankan agar menjalani pola hidup sehat : makan-makanan
yang rendah lemak, kurangi merokok dan rajin berolahraga. Upaya kuratif
yaitu memberi saran pasien agar kooperatif yaitu dengan mentaati
peraturan perawatan dan terapi yang dianjurkan dokter. Dan upaya
rehabilitatif yaitu dengan menganjurkan pasien agar tetap kontrol ke
dokter secara rutin, menjaga diet jangan memakan yang tinggi kolesterol,
penyesuaian gaya hidup rajin belorah raga dan tidak melakukan aktifitas
fisik yang berat.

Berdasarkan uraian di atas, meningkatnya angka kematian setiap


tahunnya dan pentingnya peran perawat dari segi upaya promotif,
preventif, kuratif dan rehabilitatif sehingga penulis tertarik untuk
menerapkan “Asuhan Keperawatan Pada Klien Ny.R dengan
CORONARY ARTERY DISEASE diruang ICU Rumah Sakit umum

4
daerah cibiong selama tiga hari perawatan dari tanggal 24april
2016 sampai dengan 27 april 2016. dengan menggunakan pendekatan
proses keperawatan secara komprehensif.

B. Tujuan

1. Tujuan Umum
Tujuan penulis memilih judul tersebut adalah penulis
mendapatkan pengalaman nyata dalam penerapan asuhan
keperawatan pada klien dengan CORONARY ARTERY DISEASE
2. Tujuan Khusus
Setelah menerapkan asuhan keperawatan pada klien dengan
CORONARY ARTERY DISEASE maka penulis diharapkan
mampu :
a. Melakukan pengkajian keperawatan pada klien dengan
CORONARY ARTERY DISEASE
b. Menentukan diagnosa keperawatan pada klien
dengan CORONARY ARTERY DISEASE
c. Merencanakan asuhan keperawatan pada klien
dengan CORONARY ARTERY DISEASE
d. Melaksanakan tindakan keperawatan pada klien
dengan CORONARY ARTERY DISEASE
e. Melakukan evaluasi keperawatan pada klien
dengan CORONARY ARTERY DISEASE
f. Mengidentifikasi kesenjangan yang terdapat antara teori
dan kasus.
g. Mengidentifikasi faktor-faktor pendukung, penghambat,
serta solusi/ alternatif pemecahan masalah.
h. Mendokumentasikan asuhan keperawatan pada klien
dengan CORONARY ARTERY DISEASE

5
C. Ruang Lingkup

Dalam penulisan makalah ini, penulis membatasi pada satu kasus,


yaitu “Asuhan Keperawatan pada klien Ny.R dengan CORONARY
ARTERY DISEASE diruang ICU Rumah Sakit umum daerah
cibinong selama tiga hari perawatan dari tanggal 24april 2016 sampai
dengan 27 april 2016.

6
BAB II

TINJAUAN TEORITIS
A. DEFINISI

Penyakit arteri koroner (CAD) adalah penyempitan atau


penyumbatan arteri koroner, arteri yang menyalurkan darah ke otot
jantung. Bila aliran darah melambat, jantung tak mendapat cukup oksigen
dan zat nutrisi. Hal ini biasanya mengakibatkan nyeri dada yang disebut
angina. Bila satu atau lebih dari arteri koroner tersumbat sama sekali,
akibatnya adalah serangan jantung (kerusakan pada otot jantung).( Brunner
and Sudarth, 2001).

Penyakit Jantung Koroner (PJK) adalah penebalan dinding dalam


pembuluh darah jantung (pembuluh koroner). Di dalam kondisi seperti ini,
darah yang mengalir ke otot jantung berkurang, sehingga organ yang
berukuran sekitar sekepalan tangan itu kekurangan darah.

Penyakit jantung koroner / penyakit arteri koroner merupakan suatu


manifestasi khusus dan aterosklerosis pada arteri koroner. Plak terbentuk
pada percabangan arteri yang ke arah arteri kiri, arteri koronaria kanan dan
agak jarang pada arteri sirkumflek. Aliran darah ke distal dapat mengalami
obstruksi secara permanen maupun sementara yang disebabkan oleh
akumulasi plak atau penggumpalan. Sirkulasi kolateral berkembang di

7
sekitar obstruksi arteromasus yang menghambat pertukaran gas dan nutrisi
ke miokardium.

(Joanne and Gloria. 1995)

Gagal jantung sering disebut dengan gagal jantung kongestif adalah


ketidakmampuan jantung untuk memompakan darah yang adekuat untuk
memenuhi kebutuhan jaringan akan oksigen dan nutrisi.Istilah gagal
jantung kongestif sering digunakan kalau terjadi gagal jantung sisi kiri dan
kanan (Brunner & Suddarth, 2002)

Penyakit jantung koroner/ penyakit arteri koroner (penyakit jantung


artherostrofik) merupakan suatu manifestasi khusus dan arterosclerosis
pada arteri koroner. Unsur lemak yang disebut palque dapat terbentuk
didalam arteri, menutup dan membuat aliran darah dan oksigen yang
dibawanya menjadi kurang untuk disuplai ke otot jantung. Plaque
terbentuk pada percabangan arteri yang ke arah aterion kiri, arteri
koronaria kanan dan agak jarang pada arteri sirromflex. Aliran darah ke
distal dapat mengalami obstruksi secara permanen maupun sementara yang
di sebabkan oleh akumulasi plaque atau penggumpalan. Sirkulasi kolateral
berkembang di sekitar obstruksi arteromasus yang menghambat pertukaran
gas dan nutrisi ke miokardium. Kegagalan sirkulasi kolateral untuk
menyediakan supply oksigen yang adekuat ke sel yang berakibat
terjadinya penyakit arteri koronaria, gangguan aliran darah karena

8
obstruksi tidak permanen (angina pektoris dan angina preinfark) dan
obstruksi permanen (miocard infarct) Pusat Pendidikan Tenaga Kesehatan
Dep.kes, 1993.

Kegagalan sirkulasi kolateral untuk menyediakan suplai oksigen


yang adekuat ke sel yang berakibat terjadinya penyakit arteri koronaria,
gangguan aliran darah karena obstruksi tidak permanen (angina pektoris
dan angina preinfark) dan obstruksi permanen (miocard infarct).(Pusat
Pendidikan Tenaga Kesehatan Dep.kes, 1993).

B. ETIOLOGI

Penyakit arteri koroner bisa menyerang semua ras, tetapi angka


kejadian paling tinggi ditemukan pada orang kulit putih. Tetapi ras sendiri
tampaknya bukan merupakan bourgeois penting dalam gaya hidup
seseorang. Secara spesifik, faktor-faktor yang meningkatkan resiko
terjadinya penyakit arteri koroner adalah :

1. Berusia lebih dari 45 tahun (bagi pria).

Sangat penting bagi kaum pria mengetahui usia rentan terkena


penyakit jantung koroner. Pria berusia lebih dari 45 tahun lebih banyak
menderita serangan jantung ketimbang pria yang berusia jauh di bawah
45 tahun.

2. Berusia lebih dari 55 tahun atau mengalami menopause dini sebagai


akibat operasi (bagi wanita).

Wanita yang telah berhenti mengalami menstruasi (menopause) secara


fisiologis ataupun secara dini (pascaoperasi) lebih kerap terkena
penyakit jantung koroner apalagi ketika usia wanita itu telah
menginjak usila (usia lanjut).

3. Riwayat penyakit jantung dalam keluarga

9
Riwayat penyakit jantung di dalam keluarga sering merupakan akibat
dari profil kolesterol yang tidak normal, dalam artian terdapat
kebiasaan yang "buruk" dalam segi diet keluarga.

4. Diabetes.

Kebanyakan penderita diabetes meninggal bukanlah karena


meningkatnya level gula darah, namun karena kondisi komplikasi ke
jantung mereka.

5. Merokok.

Merokok telah disebut-sebut sebagai salah satu faktor risiko utama


penyakit jantung koroner. Kandungan nikotin di dalam rokok dapat
merusak dinding (endotel) pembuluh darah sehingga mendukung
terbentuknya timbunan lemak yang akhirnya terjadi sumbatan
pembuluh darah.

6. Tekanan darah tinggi (hipertensi).

Tekanan darah yang tinggi dan menetap akan menimbulkan trauma


langsung terhadap dinding pembuluh darah arteri koronaria, sehingga
memudahkan terjadinya arterosklerosis koroner (faktor koroner) yang
merupakan penyebab penyakit arteri/jantung koroner.

7. Kegemukan (obesitas).

Obesitas (kegemukan yang sangat) bisa merupakan manifestasi dari


banyaknya lemak yang terkandung di dalam tubuh. Seseorang yang
obesitas lebih menyimpan kecenderungan terbentuknya plak yang
merupakan cikal bakal terjadinya penyakit jantung koroner.

10
8. Gaya hidup buruk.

Gaya hidup yang buruk terutama dalam hal jarangnya olahraga ringan
yang rutin serta pola makan yang tidak dijaga akan mempercepat
seseorang terkena pneyakit jantung koroner.

9. Stress.

Banyak penelitian yang sudah menunjukkan bahwa bila menghadapi


situasi yang tegang, dapat terjadi aritmia jantung yang membahayakan
jiwa.

C. PPATOFISIOLOGI

11
D. MANIFESTASI KLINIS

Manifestasi klinis menurut Price & Lorraine (2001) seperti:

1. Dada terasa tak enak(digambarkan sebagai mati rasa, berat,


atau terbakar;dapat menjalar ke pundak kiri, lengan, leher,
punggung, atau rahang)

12
2. Sesak napas

3. Berdebar-debar

4. Denyut jantung lebih cepat

5. Pusing

6. Mual

7. Kelemahan yang luar biasa

E. KOMPLIKASI

1. Aritmia

Merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan. Aritmia


yaitu gangguan dalam irama jantung yang bisa menimbulkan
perubahan eloktrofisiologi otot-otot jantung. Perubahan
elektrofisiologi ini bermanifestasi sebagai perubahan bentuk
potensial aksi yaitu rekaman grafik aktivitas listrik sel.
Misalnya perangsangan simpatis akan meningkatkan kecepatan
denyut jantung.

2. Gagal Jantung Kongestif

13
Merupakan kongesti sirkulasi akibat disfungsi miokard.
Disfungsi ventrikel kiri atau gagal jantung kiri akan
menimbulkan kongesti pada vena pulmonalis sedangkan pada
disfungsi ventrikel kanan akan menimbulkan kongesti pada
vena sistemik.

3. Syok kardikardiogenik

Syok kardiogenik diakibatkan oleh disfungsi nyata ventrikel


kiri sesudah mengalami infark yang massif. Timbulnya
lingkaran setan perubahan hemodinamik progresif hebat yang
irreversible yaitu penurunan perfusi perifer, penurunan perfusi
koroner, peningkatan kongesti paru yang bisa berakhir dengan
kematian.

4. Disfungsi Otot Papillaris

Disfungsi iskemik atau rupture nekrotik otot papilaris akan


mengganggu fungsi katup mitralis. Inkompetensi katup
mengakibatkan aliran balik dari ventrikel kiri ke atrium kiri
sebagai akibat pengurangan aliran ke aorta dan peningkatan
kongesti pada atrium kiri dan vena pulmonalis.

5. Ventrikuler Aneurisma

Aneurisma ini biasanya terjadi pada permukaan atrium atau


apek jantung. Aneurisma ventrikel akan mengembang bagaikan
balon pada setipa sistolik, teregang secara pasif oleh sebagian
curah sekuncup. Aneurisma ventrikel dapat menimbulkan 3
masalah yaitu gagal jantung kongestif kronik, embolisasi
sistemik dari thrombus mural dan aritmia ventrikel refrakter.

6. Perikarditis

14
Infark transmural dapat membuat lapisan epikardium yang
langsung berkontak dengan pericardium menjadi kasar,
sehingga merangsang permukaan pericardium dan
menimbulkan reaksi peradangan.

7. Emboli Paru

Emboli paru bisa menyebabkan episode dipsnea, aritmia atau


kematian mendadak. Trombosis vena profunda lebih lazim
pada pasien payah jantung kongestif yang parah

F. PEMERIKSAAN LABORATORIUM DAN DIAGNOSTIK


PENUNJANG

1. Analisa gas darah (AGD)

2. Pemeriksaan darah lengkap

3. Hb, Ht

4. Elektrokardiogram (EKG)

Pemeriksaan aktifitas listrik jantung atau gambaran


elektrokardiogram (EKG) adalah pemeriksaan penunjang untuk
memberi petunjuk adanya PJK. Dengan pemeriksaan ini kita
dapat mengetahui apakah sudah ada tanda-tandanya. Dapat
berupa serangan jantung terdahulu, penyempitan atau serangan
jantung yang baru terjadi, yang masing-masing memberikan
gambaran yang berbeda.

5. Foto Rontgen Dada

Dari foto rontgen dada dapat menilai ukuran jantung, ada-


tidaknya pembesaran (Kardomegali). Di samping itu dapat juga
dilihat gambaran paru. Kelainan pada koroner tidak dapat
dilihat dalam foto rontgen ini. Dari ukuran jantung dapat dinilai

15
apakah seorang penderita sudah berada pada PJK lanjut.
Mungkin saja PJK lama yang sudah berlanjut pada payah
jantung.

6. Pemeriksaan laboratorium

Dilakukan untuk mengetahui kadar trigliserida sebagai factor


resiko meningkat. Dari pemeriksaan darah juga diketahui ada-
tidaknya serangan jantung akut dengan melihat kenaikan enzim
jantung

7. Treadmill

Berupa ban berjalan serupa dengan alat olah raga umumnya,


namun dihubungkan dengan monitor dan alat rekam EKG.
Prinsipnya adalah merekam aktifitas fisik jantung saat latihan.
Dapat terjadi berupa gambaran EKG saat aktifitas, yang
memberi petunjuk adanya PJK. Hal ini disebabkan karena
jantung mempunyai tenaga serap, sehingga pada keadaan
sehingga pada keadaan tertentu dalam keadaan istirahat
gambaran EKG tampak normal.

8. Kateterisasi Jantung

Pemeriksaan ini dilakukan dengan memasukkan kateter


semacam selang seukuran ujung lidi. Selang ini dimasukkan
langsung ke pembuluh nadi (arteri). Bisa melalui pangkal paha,
lipatanlengan atau melalui pembuluh darah di lengan bawah.
Kateter didorong dengan tuntunan alar rontgen langsung ke
muara pembuluh koroner. Setelah tepat di lubangnya,
kemudian disuntikkan cairan kontras sehingga mengisi
pembuluh koroner yang dimaksud. Setelah itu dapat dilihat
adanya penyempitan atau malahan mungkin tidak ada
penyumbatan. Penyempitan atau penyumbatan ini dapat saja
mengenai beberapa tempat pada satu pembuluh koroner. Bisa

16
juga sekaligus mengenai beberapa pembuluh koroner. Atas
dasar hasil kateterisasi jantung ini akan dapat ditentukan
penanganan lebih lanjut. Apakah apsien cukup hanya dengan
obat saja, disamping mencegah atau mengendalikan factor
resiko. Atau mungkin memerlukan intervensi yang dikenal
dengan balon. Banyak juga yang menyebut dengan istilah
ditiup atau balonisasi. Saat ini disamping dibalon dapat pula
dipasang stent, semacam penyangga seperti cincin atau gorng-
gorong yang berguna untuk mencegah kembalinya
penyempitan. Bila tidak mungkin dengan obat-obatan, dibalon
dengan atau tanpa stent, upaya lain adalah dengan melakukan
bedah pintas koroner.

G. PENATALAKSANAAN
Berbagai obat-obatan membantu pasien dengan penyakit arteri
jantung. Yang paling umum diantaranya:

1. Aspirin / Klopidogrel / Tiklopidin.

Obat-obatan ini mengencerkan darah dan mengurangi


kemungkinan gumpalan darah terbentuk pada ujung arteri
jantung menyempit, maka dari itu mengurangi resiko serangan
jantung.

2. Beta-bloker (e.g. Atenolol, Bisoprolol, Karvedilol).

Obatan-obatan ini membantu untuk mengurangi detak jantung


dan tekanan darah, sehingga menurunkan gejala angina juga
melindungi jantung.

3. Nitrates (e.g. Isosorbide Dinitrate).

Obatan-obatan ini bekerja membuka arteri jantung, dan


kemudian meningkatkan aliran darah ke otot jantung dan

17
mengurangi gejala nyeri dada. Bentuk nitrat bereaksi cepat,
Gliseril Trinitrat, umumnya diberikan berupa tablet atau
semprot di bawah lidah, biasa digunakan untuk penghilang
nyeri dada secara cepat.

4. Angiotensin-Converting Enzyme Inhibitors (e.g. Enalapril,


Perindopril) and Angiotensin Receptor Blockers (e.g. Losartan,
Valsartan).

Obatan-obatan ini memungkinkan aliran darah ke jantung lebih


mudah, dan juga membantu menurunkan tekanan darah.

5. Obatan-obatan penurun lemak (seperti Fenofibrat, Simvastatin,


Atorvastatin, Rosuvastatin).

Obatan-obatan ini menurunkan kadar kolesterol jahat


(Lipoprotein Densitas-Rendah), yang merupakan salah satu
penyebab umum untuk penyakit jantung koroner dini atau
lanjut. Obat-obatan tersebut merupakan andalan terapi penyakit
jantung koroner.

6. Intervensi Jantung Perkutan.

Ini adalah metode invasif minimal untuk membuka arteri


jantung yang menyempit. Melalui selubung plastik ditempatkan
dalam arteri baik selangkang atau pergelangan, balon diantar ke
segmen arteri jantung yang menyempit, dimana itu kemudian
dikembangkan untuk membuka penyempitan.Kemudian, tube
jala kabel kecil (cincin) disebarkan untuk membantu menahan
arteri terbuka. Cincin baik polos (logam sederhana) atau
memiliki selubung obat (berlapis obat). Metode ini seringkali
menyelamatkan jiwa pasien dengan serangan jantung akut.
Untuk penyakit jantung koroner stabil penyebab nyeri dada, ini
dapat meringankan gejala angina dengan sangat efektif.
Umumnya, pasien dengan penyakit pembuluh darah single atau

18
double mendapat keuntungan dari metode ini. Dengan penyakit
pembuluh darah triple, atau keadaan fungsi jantung buruk,
prosedur bedah dikenal dengan Bedah Bypass Arteri Jantung
sering merupakan alternatif yang baik atau pilihan pengobatan
yang lebih baik.

7. Operasi.

a. Bedah Bypass Arteri Jantung (CABG).

CABG melibatkan penanaman arteri atau vena lain dari


dinding dada, lengan, atau kaki untuk membangun rute baru
untuk aliran darah langsung ke otot jantung. Ini menyerupai
membangun jalan tol parallel ke jalan yang kecil dan
sempit. Ini adalah operasi yang aman, dengan rata-rata
resiko kematian sekitar 2%. Pasien tanpa serangan jantung
sebelumnya dan melakukan CABG sebagai prosedur
elektif, resiko dapat serendah 1 persen.

b. Revaskularisasi Transmiokardia

Untuk pasien dengan pembuluh darah yang terlalu kecil


untuk melakukan CABG, prosedur disebut Revaskularisasi
Transmiokardia juga tersedia di NHCS. Pada prodesur ini,
laser digunakan untuk membakar banyak lubang kecil pada
otot jantung. Beberapa lubang ini berkembang ke pembuluh
darah baru, dan ini membantu mengurangi angina

G. Diagnosa Keperawatan

 Penurunan curah jantung berhubungan dengan perubahahan


kontraktilitas, perubahan struktual (kelainan katup,aneurisme
ventrikular).

 Intoleran aktivitas berhubungan dengan kelalahan dan dispnue


akibat turunnya curah jantung.

19
 Kelebihan volume cairan b.d Menurunnya laju filtrasi glomerulus
(menurunnya curah jantung) atau meningkatnya produksi ADH dan
retensi natrium dan air

 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan


membran kapiler paru, contoh pengumpalan cairan didalam area
interstial/alveoli.

 Resiko tinggi kerusakan integritas kulit b.d Tirah baring., edema,


penurunan perfusi jaringan.

Intervensi Keperawatan

 Curah jantung menurun b.d Perubahan kontraktilitas miokardial


atau perubahan inotropik, perubahan frekuensi, irama, konduksi
jantung, perubahan struktural. (mis: kelainan katup, aneurisma
ventrikel)

Tujuan : setalah dilakukan tindakan keperawatan, klien


menunjukkan adanya penurunan curah jantung.
Kriteria Hasil:
 Frekuensi jantung meningkat
 Status Hemodinamik stabil
 Haluaran Urin adekuat
 Tidak terjadi dispnu
 Akral Hangat

Intervensi

1. Auskultasi nadi apical,kaji frekuensi,irama jantung.

20
Rasional : Biasanya terjadi tachycardia untuk mengkompensasi
penurunan kontraktilitasjantung.
2. Catatbunyijantung.
Rasional : S1 dan s2 lemah, karena menurunnya kerja pompa
S3 sebagai aliran ke dalam serambi yaitu distensi. S4
menunjukkan inkopetensi atau stenosis katup.
3. Palpasi nadi perifer.
Rasional : Untuk mengetahui fungsi pompa jantung yang
sangat dipengaruhi oleh CO dan pengisisan jantung.
4. Pantau tekanan darah.
Untuk mengetahui fungsi pompa jantung yang sangat
dipengaruhi oleh CO dan pengisisanjantung.
5. Pantau keluaran urine, catat penurunan keluaran, dan kepekatan
atau konsentrasi urine.
Rasional : Dengan menurunnya CO mempengaruhi suplai
darah ke ginjal yang juga mempengaruhi pengeluaran hormone
aldosteron yang berfungsi pada proses pengeluaran urine.
6. Kaji perubahan pada sensori contoh: letargi, bingung,
disorientasi, cemas dan depresi.
Rasional : Menunjukkan tidak adekuatnya perfusi serebral
sekunder terhadap penurunan curah jantung.
7. Berikan istirahat semi recumbent (semi-fowler) pada tempat
tidur.
Rasional : Memperbaiki insufisiensi kontraksi jantung dan
menurunkan kebutuhan oksigen dan penurunan venous return.
8. Kolaborasi dengan dokter untuk terapi, oksigen, obat jantung,
obat diuretic dan cairan.
Rasional : Membantu dalam proses kimia dalam tubuh.

 Intoleransi aktivitas b.d Kelemahan, kelelahan, perubahan tanda


vital, adanya dysritmia, dyspnea, pucat, berkeringat.

21
Tujuan dan kriteria hasil:

 Klien akan berpartisipasi pada aktivitas yang diinginkan


 Memenuhi perawatan diri sendiri
 Mencapai peningkatan toleransi aktivitas yang dapat diukur,
dibuktikan oleh menurunnya kelemahan dan kelelahan.

Intervensi

1. Periksa tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas, khususnya


bila pasien menggunakan vasodilator, diuretic
Rasional : Hipotensi ortostatik dapat terjadi dengan aktivitas
karena efek obat (vasodilatasi), perpindahan cairan atau
pengaruh fungsi jantung.
2. Catat respon kardiopulmonal terhadap aktivitas, catat takikardi,
disritmia, dispnea, berkeringat, pucat
Rasional : Penurunan atau ketidakmampuan miokardium untuk
meningkatkan volume sekuncup selama aktivitas dapat
menyebabkan peningkatan segera frekuensi jantung.
3. Kaji penyebab kelemahan contoh pengobatan, nyeri, obat.
Rasional : Kelemahan adalah efek samping beberapa obat (beta
bloker, traquilizer, sedative), nyeri dan program penuh stress
juga memerlukan energi dan menyebabkan kelemahan.
4. Evaluasi peningkatan intoleransi aktivitas
Rasional : Dapat menunjukkan peningkatan dekompensasi
jantung daripada kelebihan aktivitas.
5. Berikan bantuan dalam aktivitas perawatan diri sesuai indikasi,
selingi periode aktivitas dengan istirahat
Rasional : Pemenuhan kebutuhan perawatan diri pasien tanpa
mempengaruhi stress miokard.

22
6. Implementasikan program rehabilitasi jantung atau aktivitas.
Rasional : Peningkatan bertahap pada aktivitas menghindarai
kerja jantung atau konsumsi oksigen berlebih. Penguatan dan
perbaikan fungsi jantung dibawah stress, : bila disfungsi
jantung tidak dapat baik kembali.

 Kelebihan volume cairan b.d Menurunnya laju filtrasi glomerulus


(menurunnya curah jantung) atau meningkatnya produksi ADH dan
retensi natrium dan air.

Intervensi

1. Pantau keluaran urin, catat jumlah dan warna saat hari dimana
diuresis terjadi
Rasional : Keluaran urin mungkin sedikit dan pekat (khususnya
selama sehari) karena penurunan perfusi ginjal
2. Hitung keseimbangan pemasukan dan pengeluaran selama 24
jam.
Rasional : Terapi diuretic dapat disebabkan oleh kehilangan
cairan tiba-tiba atau berlebih (hipovolemia) meskipun edema
atau asites masih ada
3. Berikan posisi kaki lebih tinggi dari kepala.
Rasional : Pembentukan edema, sirkulasi melambat, gangguan
pemasukan nutrisidan imobilisasi dan tirah baring yang lama
4. Auskultasi bunyi napas, catat penurunan dan atau bunyi napas
tambahan contoh krekels, mengi atau batuk.
5. Kelebihan cairan sering menimbulkan kongersti paru.
Rasional : Gejala edema paru dapat menunjukkan gagal jantung
kiri akut.
6. Berikan makanan yang mudah dicerna, porsi kecil dan sering.
Rasional : Penurunan motilitas gaster dapat berefek merugikan
pada digestif.

23
7. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian terapi diuetik,
cairan dan elektrolit.
Rasional : Diuretic meningkatkan laju aliran urin dan dapat
menghambat reabsorbsi.
8. Kolaborasi dengan ahli gizi
Rasional : Perlu memberikan diet yang dapat diterima klien
yang memenuhi kebutuhan kalori dalam pembatasan natrium.
 Pertukaran gas, kerusakan, resiko tinggi b.d Perubahan membrane
kapiler-alveolus, contoh pengumpulan atau perpindahan cairan ke
dalam area interstitial ataualveoli.

Intervensi:
1. Auskultasi bunyi napas, catat krekels.
Rasional : Menyatakan adanya kongesti paru atau
pengumpulan secret
2. Anjurkan klien untuk batuk efektif, napas dalam
Rasional : Membersihkan jalan napas dan memudahkan aliran
oksigen
3. Dorong perubahan posisi
Rasional : Membantu mencegah atelektasis dan pneumonia.
4. Pertahankan tirah baring 20-300 posisi semi fowler.
Rasional : Menurunkan konsumsi oksigen atau kebutuhan dan
meningkatkan inspaksi paru maksimal
5. Kolaborasi dengan dokter dalam terapi o2 dan laksanakan
sesuai indikasi.
Rasional : Meningkatkan konsentrasi oksigen alveolar yang
dapat memperbaiki atau menurunkan hipoksia jaringan.
6. Laksanakan program dokter dalam pemberian obat seperti
diuretic dan bronkodilator.
Rasional : Menurunkan kongestif alveolar, meningkatkan
pertukaran gas, meningkatkan aliran oksigen dengan

24
mendilatasi jalan napas dan mengeluarkan efek diuretic ringan
untuk menurunkan kongestif paru.

 Resiko tinggi kerusakan integritas kulit b.d Tirah baring., edema,


penurunan perfusijaringan.

Intervensi
1. Lihat kulit catat penonjolan tulang. Lihat adanya edema, area
sirkulasinya terganggua atau pigmentasi atau kegemukan.
Rasional : Kerana gangguan sirkulasi perifer kulit beresiko
imobilisasi fisik dan gangguan status nutrisi.
2. Pijat area kemerahan
Rasional : Meningkatkan aliran darah, meminimalkan hipoksia
jaringan.
3. Sering rubah posisi di tempat tidur atau kursi. Bantu lakukan
latihan rentang gerak pasif/aktif.
Rasional : Memperbaiki sirkulasi atau menurunkan waktu satu
area yang mengganggu aliran darah.
4. Sering berikan perawatan kulit, meminimalkan kelembaban
Rasional : Kulit terlalu kering dan lembab dapat merusak kulit
dan mempercepat kerusakan.
5. Periksa sepatu atau sandal yang kesempitan, ubah sesuai
kebutuhan
Rasional : Sepatu terlalu sempit dapat menyebabkan edema
dependen., meningkatkan resiko tertekan dan kerusakan kulit
pada kaki.
6. Hindarai obat intramuscular.
Rasional : Edema interstitial dan gangguan sirkulasi
memperlambat absorbsi obat dan predisposisi untuk kerusakan
kulit atau terjadinya infeksi.

25
DAFTAR PUSTAKA

Adam Sagan, 2009. Coronary Heart Disease Risk Factors and


Cardiovascular Risk in Physical Workers and Managers.

Anwar, B. 2004. Dislipidemia sebagai Faktor Risiko Penyakit Jantung


Koroner. www.library.usu.ac.id [diakses 18 Mei 2014].

Christian Sandi, Saryono, Dian Ramawati. (2013). Penelitian Tentang


Perbedaan Kadar Kolesterol Darah Pada Pekerja Kantoran dan Pekerja
Kasar.

Corwin J. Elizabeth, ( 2009 ), Buku Saku Patofisiologi, Edisi Revisi 3,


Penerbit : Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

Corwin Elizabeth J. Buku saku patofisiologi : Sistem kardiovaskular. Edisi


1. Jakarta : EGC, 2009.

Davidson Christopher. (2003), Penyakit Jantung Koroner. Penerbit Dian


Rakyat, Jakarta.

Diah Krisnatuti dan Rina Yenrina. (1999). Panduan Mencegah &


Mengobati

Penyakit Jantung. Jakarta: Pustaka Swara

Hendriantika, H. (2012), Penelitian Tentang Studi Komparatif Aktivitas


Fisik dengan Faktor Resiko Terjadinya Penyakit jantung Koroner.

Hermansyah, Citrakesumasari, Aminuddin. (2009). Aktifitas Fisik dan


Kesehatan Mental Terhadap Kejadian Penyakit Jantung Koroner.

Hariadi, Ali Arsad Rahim, (2005). Hubungan Obesitas dengan Beberapa


Faktor Risiko Penyakit Jantung Koroner.

Kurniastuti, Y. (2009). Faktor Resiko Penyakit Janting Koroner di


Indonesia.

26
Marianna Virtanen, (2012). Long Working Hours and Coronary Heart
Disease: A Systematic Review and Meta-Analysis.

Marianna Virtanen, (2010). Overtime Work and Incident Coronary Heart


Disease:The Whitehall II Prospective Cohort Study.

Mika Kivimäki, (2013). Associations of job strain and lifestyle risk factors
with risk of coronary artery disease: a meta-analysis of individual
participant data.

Tracey C. C. W. Rompas, A. Lucia Panda, Starry H. Rampengan.


(2012), Hubungan Obesitas Umum dan Obesitas Sentral dengan Penyakit
Jantung Koroner

Sallim Annisa Yuliana, (2013), Hubungan Olahraga dengan Kejadian


Penyakit Jantung Koroner.

Sivaramakrishna, R., Nancy A., William, A., Gilda, C., dan Kimerly, A.
2000. Powell American Journal of Roentgenology, 175, 45-51

Sulistiani, W. (2005). Analisis factor Resiko Yang Berkaitan Dengan


Penyakit Jantung. Universitas Diponegoro.

Kuswadji, S. 2009. Kadar Lemak Darah pada Pekerja Bergilir di Suatu


Instalasi Pengeboran Minyak dan Gas
Bumi.www.cerminduniakedokteran.com [diakses 18 Mei 2014]

Yuet Wai Kan. 2000. Adeno-associated viral vector-mediated vascular

www.digilib.unimus.ac.id Diakses tanggal 15 Mei 2014

www.americanhearth.org. (2009). Aktivitas Penderita Kardiovaskular.


Diakses tanggal 15 Mei 2014

27
28

Anda mungkin juga menyukai