Anda di halaman 1dari 59

LAPORAN SEMINAR KASUS

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN. A DENGAN DIAGNOSIS


CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF) DI RUANG PERAWATAN
PUSAT JANTUNG TERPADU LANTAI 4 RUMAH SAKIT
DR. WAHIDIN SUDIROHUSODO

DISUSUN OLEH : KELOMPOK 5

Nur Naningsi R014221055


Desriyani Saputri R014221056
Nurul Rezky Mardianthy R014221057
Puspita Sari R014221058
Nur Rahma R014221059
Khafifah Aulia R. R014221060
Ekautsarman R014221041

PRESEPTOR :
Dr. Andina Setyawati, S.Kep.,Ns.,M.Kep

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
MAKASSAR
2022

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan petunjuk dan hidayah-
Nya sehingga pembuatan Laporan Seminar Kasus dengan judul Asuhan Keperawatan
Congestive Heart Failure (CHF) pada praktek Profesi Keperawatan Medikal Bedah I berjalan
dengan baik.
Adapun penyusunan laporan ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan
tentunya dengan bantuan Preceptor, sehingga dapat memperlancar penyusunan laporan ini.
Untuk itu, kami tidak lupa menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian laporan ini.
Laporan ini merupakan hasil dari kemampuan kami sehingga saran dan kritik yang
membangun sangat kami harapkan demi penyempurnaan penulisan-penulisan yang akan
datang. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Makassar, 7 September 2022

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ...............................................................................................................ii


DAFTAR ISI............................................................................................................................ iii
BAB I ......................................................................................................................................... 1
PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 1
A. Latar Belakang ................................................................................................................ 1
B. Tujuan ............................................................................................................................. 2
C. Manfaat ........................................................................................................................... 2
BAB II........................................................................................................................................ 3
KONSEP KEPERAWATAN..................................................................................................... 3
A. Asuhan Keperawatan Teori CHF (Congestive Heart Failure) ....................................... 3
B. Web Of Caution (WOC) ............................................................................................... 29
BAB III LAPORAN KASUS .................................................................................................. 30
A. Pengkajian ..................................................................................................................... 30
B. Analisa Data .................................................................................................................. 38
C. Intervensi Keperawatan ................................................................................................ 40
D. Implementasi dan Evaluasi ........................................................................................... 45
BAB IV EVIDENCE BASED PRACTICE (EBP) .................................................................. 50
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN .................................................................................. 54
A. Kesimpulan ................................................................................................................... 54
B. Saran ............................................................................................................................. 54
DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 55

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Congestive Heart Failure (CHF) atau sering disebut gagal jantung kongestif
adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak
mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan atau
kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal
(Puspitasari & Kuswardani, 2017). Secara global, penyakit jantung menjadi penyebab
kematian tertinggi di seluruh dunia sejak 20 tahun terakhir (WHO, 2020)
Penyebab awal CHF (congestive heart failure) adalah adanya gangguan pada
dinding-dinding otot jantung yang melemah yang berdampak pada kegagalan jantung
dalam memompa dan mencukupi pasokan darah yang dibutuhkan oleh tubuh (Prahasti
& Fauzi, 2021). CHF (congestive heart failure) menimbulkan berbagai gejala klinis
diantaranya, dispnea, orttopnea pernafasan Cheyne-Strokes, Paroxysmal Nocturnal
Dyspnea (PND), ansietas, pitting edema, erat badan meningkat, dan gejala yang paling
sering di jumpai adalah sesak nafas pada malam hari, yang mungkin muncul tiba-tiba
dan menyebabkan penderita terbangun. Munculnya berbagai gejala klinis pada pasien
gagal jantung tersebut akan menimbulkan masalah keperawatan dan menggangu
kebutuhan dasar manusia salah satu di antaranya seperti adanya nyeri dada pada
aktivitas, dypnea pada istirahat atau aktivitas, letargi dan gangguan tidur (Udjianti,
2018).
Pasien gagal jantung dalam melakukan aktivitas sehari-hari akan mengalami
keterbatasan sehingga pasien menjadi sangat rentan mengalami depresi, stress, cemas,
dan sulit untuk mengendalikan emosinya sendiri. Pasien juga berfikir tentang biaya
pengobatan, prognosis penyakitnya, dan lamanya penyembuhan sehingga dapat
menyebabkan kualitas hidup pasien gagal jantung menurun (Hemia & Arum, 2020).
Ukuran kualitas hidup juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti umur, jenis
kelamin, pekerjaan, pendidikan, derajat New York Heart Association (NYHA),
keparahan gagal jantung, risiko mortalitas, dan kesehatan mental. Gejala yang
ditimbulkan akibat gagal jantung berupa gejala fisik (seperti dyspnea, lelah, edema,
kehilangan nafsu makan) maupun gejala psikologis (seperti kecemasan dan depresi)
yang dapat mempengaruhi kualitas hidup (Wang, Huang, & Chiou, 2016). Oleh karena

1
itu makalah ini akan menjelaskan mengenai asuhan keperawatan pada pasien CHF
(congestive heart failure).

B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan dengan diagnosa CHF
(congestive heart failure)
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian Keperawatan pada pasien CHF (congestive heart
failure)
b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien CHF (congestive heart failure)
c. Membuat perencanaan keperawatan pada pasien CHF (congestive heart failure)
d. Melakukan tindakan keperawatan pada pasien CHF (congestive heart failure)

C. Manfaat
a. Manfaat Teori
Meningkatkan pengetahuan pembaca dan untuk mengembangkan ilmu
keperawatan agar dapat melakukan asuhan keperawatan pada pasien CHF
(congestive heart failure)
b. Manfaat Praktis
Dapat dipakai untuk acuan dalam melakukan tindakan asuhan dan melakukan
pencegahan dan dapat menambah wawasan tentang asuhan keperawatan pada
pasien CHF (congestive heart failure)

2
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN

A. Asuhan Keperawatan Teori CHF (Congestive Heart Failure)

a. Anatomi dan Fisiologi Sistem Kardiovaskuler

Jantung terletak di dalam rongga mediastinum dari rongga paru (toraks),


diantara kedua paru-paru dengan berat sekitar 330 gram yang tersusun dari otot-otot
jantung (miokardium). Berfungsi sebagai penyuplai oksigen ke jaringan dengan
memompa darah melaluii pembuluh arteri.

Jantung terdiri atas 4 ruang, yaitu 2 ruang yang berdinding tipis disebut atrium
(bilik) dan 2 ruang yang berdinding tebal disebut ventrikel (serambi). Berikut
merupakan ruang-ruang di dalam jantung :

a. Atrium kanan berfungsi menampung darah dari seluruh tubuh dengan rendah oksigen.
Darah tersebut mengalir dari vena cava superior, vena cava inferior, serta sinus
coronaries yang berasal dari jantung sendiri.
b. Atrium kiri menerima darah yang kaya oksigen dari kedua paru melalui empat buah
vena pulmonalis. Kemudian darah menuju ventrikel kiri, dan selanjutnya ke seluruh
tubuh melalui aorta.
c. Ventrikel kanan menerima darah dari atrium kanan dan dipompakan ke paru-paru
melalui arteri pulmonalis.

3
d. Ventrikel kiri menerima darah dari atrium kiri dan dipompakan keseluruh tubuh melalui
aorta. Memiliki 2-3 klai lebih tebal dari ventrikel kanan.
Katup jantung adalah jaringan khusus di dalam ruang jantung yang mengatur
urutan aliran darah dari satu bagian ke bagian lain. Berikut merupakan katup yang
berada di dalam jantung beserta letak dan fungsinya :
a. Katup tricuspid, berlokasi di antara atrium kanan dan ventrikel kanan. Terdiri dari
tiga daun katup yang mencegah aliran balik darah dari ventrikel kanan ke atrium
kanan selama kontraksi ventrikel
b. Katup semilunar paru, terletak antara ventrikel kanan dan batang paru. Terdiri dari
tiga flaps-bulan berbentuk setengah. Mencegah aliran balik darah dari trunkus paru
ke ventrikel kanan selama ventrikel relaksasi.
c. Katup bicuspid (mitral), terletak antara atrium kiri dan ventrikel kiri. Terdiri dari
dua katup yang mencegah aliran balik darah dari ventrikel kiri ke atrium kiri selama
kontraksi ventrikel
d. Katup semilunar aorta, terletak antara ventrikel kiri dan aorta menaik. Terdiri dari
tiga flaps-bulan berbentuk setengah. Mencegah aliran balik darah dari aorta ke
ventrikel kiri selama kontraksi ventrikel (Wahyuningsih & Kusmiyati, 2017).

b. Pengertian CHF
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu keadaan dimana jantung tidak
dapat memompa darah yang mencukupi untuk kebutuhan tubuh yang dapat
disebabkan oleh gangguan kemampuan otot jantung berkontraksi atau
meningkatnya beban kerja dari jantung. Gagal jantung kongestif diikuti oleh
peningkatan volume darah yang abnormal dan cairan interstisial jantung
(Karundeng et al., 2018). Sindrom klinik ini disebabkan oleh berkurangnya volume
pemompaan jantung untuk keperluan relative tubuh, disertai hilangnya curah
jantung dalam mempertahankan aliran balik vena. Hal ini sekaligus berakibat
bendungan balik darah ke dalam sistem vena dan bersamaan terjadinya
pengurangan pengisian percabangan arteri (Robbins & Kumar, 1995).

c. Etiologi
Gagal jantung disebabkan adanya defek pada miokard atau terdapat kerusakan
pada otot jantung sehingga suplai darah keseluruh tubuh tidak terpenuhi. Hal lain
yang dapat mengakibatkan terjadinya CHF yaitu: kelainan otot jantung,
4
aterosklerosis koroner, hipertensi sistemik atau pulmonal, peradangan dan penyakit
miokardium degenerative (Yunita et al., 2020).
Bila jantung bagian kanan dan kiri bersama-sama gagal akibat gangguan aliran
darah dan adanya bendungan, maka akan tampak tanda dan gejala gagal jantung
pada sirkulasi sistemik dan sirkulasi paru. Keadaan ini disebut gagal jantung
kongestif (Astuti et al., 2018).

Sebab-Sebab Gagal Pompa Jantung


Secara Menyeluruh
Kelainan mekanis 1. Peningkatan beban tekanan
2. Peningkatan beban volume (regurgitasi katup, pirau,
peningkatann beban awal, dsb)
3. Obstruksi terhadap pengisian ventrikel (stenosis mitralis atau
trikuspidalis)
4. Tamponade pericardium
5. Retriksi endocardium atau miokardium
6. Aneurisme ventrikel
7. Dis-sinergi ventrikel
Kelainan miokardium 1. Primer (kardiomiopati, miokarditis, kelainan metabolic,
toksisitas, dan presbikardia)
2. Kelainan dis-dinamik sekunder (kekurangan oksigen, kelianan
metabolic, inflamasi, penyakit sistemik, dan PPOK)
Berubahnya irama jantung 1. Henti jantung
atau urutan konduksi 2. Fibrilasi
3. Takikardia atau bradikardia yang berat
4. Asinkronik listrik, gangguan konduksi
(Price & Wilson, 1995)

d. Manifestasi Klinik

Manifestasi klinis gagal jantung dapat diperhatikan secara relatif dari derajat
latihan fisik yang diberikan. Pada pasien gagal jantung, toleransi terhadap latihan
fisik akan semakin menurun dan gejala gagal jantung akan muncul lebih awal
dengan aktivitas yang ringan. Gejala awal yang umumnya terjadi pada penderita
gagal jantung yakni dyspnea (sesak napas), mudah lelah dan adanya retensi cairan.
Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) yaitu kondisi mendadak bangun karena
dyspnea yang dipicu oleh timbulnya edema paru interstisial. PND merupakan salah
satu manifestasi yang spesifik dari gagal jantung kiri. Backward failure pada sisi
5
kanan jantung dapat meningkatkan tekanan vena jugularis (Nurkhalis & Adista,
2020).

Penimbunan cairan dalam ruang interstisial dapat menyebabkan edema dan


jika berlanjut akan menimbulkan edema anasarka. Forward failure pada ventrikel
kiri menimbulkan tanda-tanda berkurangnya perfusi ke organ tubuh seperti kulit
pucat dan kelemahan otot rangka. Makin menurunnya curah jantung dapat disertai
insomnia, kegelisahan, dan kebingungan. Bahkan pada gagal jantung kronis yang
berat, dapat terjadi kehilangan berat badan yang progresif (Nurkhalis & Adista,
2020).

Gejala Tanda
Tipikal Spesifik
Sesak napas Peningkatan JVP
Ortopneu Refluks hepatojugular
Paroxysmal nocturnal dyspnoe (PND) Suara jantung S3 (gallop)
Toleransi aktifitas yang berkurang Apex jantung bergeser ke lateral
Mudah lelah Bising jantung
Bengkak di pergelangan kaki
Kurang Tipikal Kurang tipikal
Batuk di malam/dini hari Edema perifer
Mengi Krepitasi pulmonal
Berat badan bertambah > 2 kg/minggu Suara pekak di basal paru pada perkusi
Berat badan turun Takikardia
Perasaan kembung/begah Nadi irreguler
Nafsu makan menurun Nafas cepat
Perasaan bingung (pada pasien usia lanjut) Hepatomegali
Depresi Asites
Berdebar Kaheksia
Pingsan
(Nurkhalis & Adista, 2020)

6
e. Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan kelainan Klasifikasi berdasarkan kapsitas
struktural jantung (AHA) fungsional (NYHA)
Stadium A Kelas I
Memiliki risiko tinggi untuk berkembang Tidak terdapat batasan dalam melakukan
menjadi gagal jantung. Tidak terdapat aktifitas fisik. Aktifitas fisik sehari-hari
gangguan struktural atau fungsional tidak menimbulkan kelelahan, palpitasi
jantung, tidak terdapat tanda atau gejala. atau sesak nafas.
Stadium B Kelas II
Telah terbentuk penyakit struktur jantung Terdapat batasan aktifitas ringan. Tidak
yang berhubungan dengan terdapat keluhan saat istrahat, namun
perkembangan gagal jantung, tidak aktifitas fisik seharihari menimbulkan
terdapat tanda atau gejala. kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.
Stadium C Kelas III
Gagal jantung yang simptomatik Terdapat batasan aktifitas bermakna.
berhubungan dengan penyakit struktural Tidak terdapat keluhan saat istrahat,
jantung yang mendasari. tetapi aktfitas fisik ringan menyebabkan
kelelahan, palpitasi atau sesak.
Stadium D Kelas IV
Penyakit jantung struktural lanjut serta Tidak dapat melakukan aktifitasfisik
gejala gagal jantung yang sangat tanpa keluhan. Terdapat gejala saat
bermakna saat istrahat walaupun sudah istrahat. Keluhan me ningkat saat
mendapat terapi medis maksimal melakukan aktifitas.
(refrakter).
(Nurkhalis & Adista, 2020)

f. Penatalaksanaan Medis
1. Farmakologis
a. Diuretik

Diuretik merupakan cara paling efektif meredakan gejala pada pasien-


pasien dengan gagal jantung kongestif sedang sampai berat. Sebagai terapi awal
sebaiknya digunakan kombinasi dengan ACEI. Pada pasien dengan tanda-tanda
retensi cairan hanya sedikit pasien yang dapat diterapi secara optimal tanpa

7
diuretik. Tetapi diuresis berlebihan dapat menimbulkan ketidakseimbangan
elektrolit dan aktivasi neurohormonal.

Kerja diuretik untuk mengurangi volume cairan ekstrasel dan tekanan


pengisian ventrikel tetapi biasanya tidak menyebabkan pengurangan curah
jantung yang penting secara klinis, terutama pada pasien gagal jantung lanjut
yang mengalami peningkatan tekanan pengisian ventrikel kiri, kecuali jika
terjadi natriuresis parah dan terus menerus yang menyebabkan turunnya volume
intravaskular yang cepat. Diuretik digunakan pada relieve pulmonary dan
peripeheral oedema akibat masuknya natrium dan ekskresi klorida dengan cara
menghambat reabsorbsi natrium ditubula renal. Diuretik menghilangkan retensi
natrium pada CHF dengan menghambat reabsorbsi natrium atau klorida pada
sisi spesifik ditubulus ginjal.

Bumetamid, furosemid,dan torsemid bekerja pada tubulus distal ginjal.


Diuretik harus dikombinasikan dengan diet rendah garam (kurang dari 3
gr/hari). Pasien tidak berespon terhadap diuretik dosis tinggi karena diet natrium
yang tinggi, atau minum obat yang dapat menghambat efek diuretik antara lain
NSAID atau penghambat siklooksigenase-2 atau menurunya fungsi ginjal atau
perfusi

Pasien dengan gagal jantung yang lebih berat sebaiknya diterapi dengan
salah satu loop diuretik, obat-obat ini onsetnya cepat dan durasi aksinya cukup
singkat. Pada pasien dengan fungsi cadangan ginjal yang masih baik, lebih
disukai pemberian dosis tunggal dalam 2 dosis atau lebih. Pada keadaan akut
atau jika kondisi absorbs gastrointestinal diragukan, sebaiknya obat-obat ini
diberikan intravena. Loop diuretik menghambat absorbsi klorida asenden loop
of henle, menyebabkan natriuresis, kaliuresis, dan alkalosis metabolik. Obat ini
aktif terutama pada keadaan insufisiensi ginjal berat, tetapi mungkin perlu dosis
yang lebih besar (Lewis et al, 2012)

8
Diuretik Dosis awal (mg) Dosis harian (mg)

Diuretik loop

Furosemide 20 – 40 40 - 240

Bumetadine 0,5 – 1,0 1-5

Torasemide 5 - 10 10 - 20

Tiazid

Hidrochlortiazide 25 12,5 – 100

Metolazone 2,5 2,5 – 10

Indapamide 2,5 2,5 - 5

Diuretik hemat kalium

Spironolakton (+ ACEI/ARB) 12,5 - 25 (+ ACEI/ARB) 50

(- ACEI/ARB) 50 (- ACEI/ARB) 100 - 200

Manfaat terapi diuretik yaitu dapat mengurangi edema pulmo dan


perifer dalam beberapa hari bahkan jam. Diuretik merupakan satu-satunya obat
yang dapat mengontrol retensi cairan pada gagal jantung. Meskipun diuretik
dapat mengendalikan gejala gagal jantung dan retensi cairan, namun diuretik
saja belum cukup menjaga kondisi pasien dalam kurun waktu yang lama. Resiko
dekompensasi klinik dapat diturunkan apabila pemberian diuretic
dikombinasikan dengan ACEI dan β-Bloker. Mekanisme aksinya dengan
menurunkan retensi garam dan air, yang karenanya menurunkan preload
ventrikuler.

b. ACE Inhibitor

ACE Inhibitor merupakan obat pilihan untuk gagal jantung kongestif. Obat ini
bekerja dengan menghambat enzim yang berasal dari angiotensin I membentuk
vasokontriktor yang kuat angiotensin II. Penghambatan ACE mengurangi volume dan

9
tekanan pengisian ventrikel kiri, dan meningkatkan curah jantung. Konsep dasar
pemakaian inhibitor ACE sebagai vasodilator dalam pengobatan gagal jantung adalah
karena kemampuannya untuk : (a) Menurunkan retensi vaskular perifer yang tinggi
akibat tingginya tonus arteriol dan venul (peripheral vascular resistance) (b)
Menurunkan beban tekanan pengisian ventrikel yang tinggi (ventricular filling
pressure). Pada pemakaian ACE Inhibitor harus diwaspadai terjadinya hiperkalemia,
karena itu pemakaiannya dengan diuretik hemat K+ atau pemberian K+ harus dengan
hati-hati demikian juga pasien hipotensi (baik akibat pemberian diuretik berlebihan
maupun karena hipotensi sistemik) serta pada gagal ginjal.

Obat Dosis awal (mg) Dosis harian (mg)

Captopril 6,25 (3x sehari) 50 – 100 (3x sehari)


Enalapril 2,5 (2x sehari) 10 – 2- (2x sehari)
Lisinopril 2,5 – 5 (1x sehari) 20 – 40 (1x sehari)
Ramipril 2,5 (1x sehari) 5 (2x sehari)
Perindopril 2 (1x sehari) 8 (1x sehari)

c. Antagonis Aldesteron

Antagonis aldosteron termasuk spironolakton dan inhibitor konduktan natrium


duktus kolektifus (triamteren dan amirolid). Obat-obat ini sangat kurang efektif bila
digunakan sendiri tanpa kombinasi dengan obat lain untuk penatalaksaanaan gagal
jantung. Meskipun demikian, bila digunakan dalam kombinasi dengan tiazid atau
diuretika Ansa Henle, obat-obat golongan ini efektif dalam mempertahankan kadar
kalium yang normal dalam serum. Spironolakton merupakan inhibitor spesifik
aldosteron yang sering meningkat pada gagal jantung kongestif dan mempunyai efek
penting pada retensi potassium. Triamteren dan amirolid beraksi pada tubulus distal
dalam mengurangi sekresi potassium. Potensi diuretik obat-obat tersebut ringan dan
tidak cukup untuk sebagian besar pasien gagal jantung, namun dapat meminimalkan
hipokalemia akibat agen tertentu. Efek samping akibat pemakaian spironolakton adalah
gangguan saluran cerna, impotensi, ginekomastia, menstruasi tidak teratur, letargi, sakit
kepala, ruam kulit, hiperkalemia, hepatotoksisitas, dan osteomalasia. Spironolakton

10
dapat berinteraksi dengan aspirin, suplemen kalium, kolestiramin, digoksin dan
propoksifen. Spironolakton kontraindikasi pada pasien insufisiensi ginjal akut, anuria,
hiperkalemia, hipermagnesia dan gagal ginjal berat.

Obat Dosis awal (mg) Dosis target (mg)

Eplerenon 25 (1x sehari) 50 (1x sehari)

Spironolakton 25 (1x sehari) 25 - 50 (1x sehari)

d. β- Bloker

Pemberian β- bloker pada gagal jantung sistolik akan mengurangi kejadian


iskemia miokard, mengurangi stimulasi sel-sel automatik jantung dan efek antiaritmia
lainnya, sehingga mengurangi resiko terjadinya aritmia jantung, dan dengan demikian
mengurangi resiko terjadinya kematian mendadak (kematian kardiovaskular). Pada
pasien gagal jantung dengan gejala-gejala yang lebih parah (NYHA kelas III dan IV).
Pengalaman yang terbatas menunjukan bahwa meraka dapat mentoleransi β-bloker dan
mendapat keuntungan , tapi karena resiko yang tinggi dan pengalaman yang masih
terbatas, penggunaan β-bloker ini harus sangat hati-hati. Oleh karena β-bloker pada
gagal jantung bukan class effect, maka hanya bisoprolol, karvedilol dan metoprolol
lepas lambat yang dapat direkomendasikan untuk pengobatan gagal jantung (Lewis et
al, 2012).

Obat Dosis awal (mg) Dosis target (mg)

Bisoprolol 1,25 (1x sehari) 10 (1x sehari)

Carvedilol 3,125 (2x sehari) 25 - 50 (1x sehari)

Metoprolol 12,5/25 (1x sehari) 200 (1x sehari)

e. Vasodilator

Vasodilator berguna untuk mengatasi preload dan afterload yang berlebihan.


Preload adalah volume darah yang mengisi ventrikel selama diastole. Peningkatan

11
preload menyebabkan pengisian jantung berlebih. Afterload adalah tekanan yang harus
di atasi jantung ketika memompa darah ke sistem arterial. Dilatasi vena mengurangi
preload jantung dengan meningkatkan kapasitas vena, dilator arterial menurunkan
resistensi arteriol sistemik dan menurunkan afterload. Contoh obat yang berfungsi
sebagai arteriodilator adalah hidralazin, fentolamin, sedangkan venodilator adalah nitrat
organik penghambat Angiotensin Converting Enzyme (penghambat ACE), α bloker,
dan Na-nitropusid bekerja sebagai dilator arteri dan vena. Vasodilator lain yang dapat
digunakan untuk gagal jantung adalah hidralazin dan prazosin selain golongan nitrat
yang efek kerjanya pendek serta sering menimbulkan toleransi. Hidralazin oral
merupakan dilator oral poten dan meningkatkan cardiac output secara nyata pada pasien
dengan gagal jantung kongestif. Tetapi sebagai obat tunggal, selama pemakaian jangka
panjang, ternyata obat ini tidak dapat memperbaiki gejala atau toleransi terhadap
latihan. Kombinasi nitrat dengan hidralazin dapat menghasilkan hemodinamik dan efek
klinis yang lebih baik. Efek samping dari hidralazin adalah distress gastrointestinal,
tetapi yang juga sering muncul adalah nyeri kepala, takikardia, hipotensi dan sindrom
lupus akibat obat. Nitrat bekerja langsung merelaksasi otat polos pembuluh vena, tanpa
bergantung pada sistem pernafasan miokardium. Efek sampingnya merupakan akibat
dari efek vasodilatasi, yaitu sakit kepala, muka merah, dan hipotensi postural yang
muncul pada awal pengobatan. Efek samping ini dapat membatasi terapi, terutama pada
angina yang berat atau pada pasien yang sangat sensitif terhadap efek nitrat (Lewis et
al, 2012)

f. Obat-obat Inotropik
a. Obat-obat simpatomimetik
adalah obat inotropik kuat yang terutama digunakan untuk terapi gagal jantung
berat pada suasana akut. Contoh obat ini adalah dopamine dan dobutamin. Efek-
efek merugikan yang terpenting berkaitan dengan sifat alami obat ini yang
aritmogenik dan potensi obat untuk menimbulkan iskemia otot jantung, takikardi,
dan iritabilitas ventricular dapat dikurangi dengan memperkecil dosis. Dobutamin
menyebabkan peningkatan siklik AMP intrasel, yang menyebabkan aktivasi protein
kinase. Saluran kalsium lambat merupakan tempat penting fosforilasi protein
kinase. Jika ion kalsium dalam sel miokard meningkat, kontraksi akan meningkat.
Efek samping dari obat ini utamanya adalah takikardia berlebihan dan aritmia.
b. Inhibitor fosfodiesterase

12
Contoh obat golongan ini adalah amrinon dan milrinon. Obat ini menyebabkan
peningkatan kalsium intrasel dan kontraktilitas jantung. Pada penggunaan jangka
panjang obat ini meningkatkan mortalitas (mempercepat kematian). Karena itu
indikasinya hanya untuk penggunaan jangka pendek pada gagal jantung tahap akhir
dengan gejala-gejala yang refrakter terhadap obat lain
c. Digitalis
Sifat umumnya sebagai inotropik positif yaitu meningkatkan kekuatan kontraksi
miokard. Preparat digitalis mempunyai 3 khasiat pada otot jantung, yaitu kerja
inotropik positif (meningkatkan kontraksi miokard), kerja kronotropik negatif
(memperlambat denyut jantung), dan kerja dromotropik negatif (mengurangi
hantaran sel-sel jantung). Contoh preparat digitalis yang banyak digunakan adalah
digoksin. Over dosis digoksin menyebabkan toksisitas digitalis dengan tanda-tanda
anoreksia, diare, mual dan muntah, bradikardi dan takikardi, kontraksi ventrikel
prematur, aritmia jantung, sakit kepala, penglihatan kabur, ilusi penglihatan,
bingung dan delirium. Orang lanjut usia lebih rentan terjadi toksisitas. Digoksin
dapat ditambahkan pada pasien dengan gejala berat yang belum bereaksi selama
terapi diuretik, ACEI, atau β-bloker. Digoksin diberikan secara rutin pada pasien
gagal jantung dan fibrilasi atrial. Efek samping yang ditimbulkan adalah aritmia,
gangguan pencernaan dan gangguan saraf (Nurkhalis & Adista, 2020).

2. Non-Farmakologis

Terapi non-farmakologi pada penderita gagal jantung berbentuk


manajemen perawatan mandiri. Manajemen perawatan mandiri diartikan
sebagai tindakan-tindakan yang bertujuan untuk menjaga stabilitas fisik,
menghindari perilaku yang dapat memperburuk kondisi dan mendeteksi gejala
awal perburukan gagal jantung. Manajemen perawatan diri berupa ketaatan
berobat, pemantauan berat badan, pembatasan asupan cairan, pengurangan berat
badan (Stadium C), pemantauan asupan nutrisi, dan latihan fisik. Terapi non-
farmakologis juga dapat dilakukan dengan restriksi garam, penurunan berat
badan, diet rendah garam dan rendah kolesterol, tidak merokok, dan dengan
melakukan olahraga (Nurkhalis & Adista, 2020).

a. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium

13
Pemeriksaan laboratorium mencakup pemeriksaan darah perifer lengkap,
elektrolit, ureum, kreatinin serum, uji fungsi hati, profil lipid, thyroid-stimulating
hormone (TSH), asam urat dan urinalisis.
Abnormalitas Penyebab

Peningkatan kreatinin serum (>150 µ Penyakit ginjal, ACEI, ARB, Antagonis


mol/L) aldosterone

Anemia (Hb<13 gr/dL pada laki-laki, Gagal jantung kronik, gagal ginjal,
<12 gr/dL pada perempuan) hemodilusi, kehilangan zat besi atau
penggunaan

Hyponatremia (<135 mmol/L) Gagal jantung kronik, hemodilusi,


pelepasan AVP (Arginine, Vasopressin
Diuretik)

Hypernatremia (>150 mmol/L) Hiperglikemia, dehidrasi

Hipokalemia (<3,5 mmol/L) Diuretik, hiperadolsteronisme sekunder

Hiperkalemia (>5,5 mmol/L) Gagal ginjal, suplemen kalium, penyekat


system renin-angiotensin- aldosterone

Hiperglikemia (>200 mg/dL) Diabetes, resitensi insulin

Hiperurisemia (>500 µ mol/L) Terapi diuretic, gout, keganasan

BNP <100 pg/mL, NT proBNP <400 Tekanan dinding ventrikel normal


pg/mL
BNP >400 pg/mL, NT proBNP >2000 Tekanan dinding ventrikel meningkat
pg/mL
Kadar albumin tinggi (>45 g/L) Dehidrasi, myeloma

Kadar albumin rendah (<30 g/L) Nutrisi buruk, kehilangan albumin


melalui ginjal

Peningkatan transaminase Disfungsi hati, gagal jantung kanan,


toksisitas obat

Peningkatan troponin Nekrosis miosit iskemia berkepanjangan,


gagal jantung berat, miokarditis, sepsis,
gagal ginjal, emboli paru,

Tes troid abnormal Hiper/hipotroidisme, amiodaron

Urinalis Proteinuria, glikosuria,bacteriuria

14
INR >2,5 Overdosis antikoagulan, kongesti hati

CRP > 10 mg/l, leukositosis neutroflik Infeksi, inflamasi

(PERKI, 2015)

2. Pemeriksaan Rontgen Thoraks


Rontgen thoraks atau rontgen dada adalah pemeriksaan dengan
menggunakan radiasi gelombang elektromagnetik yang berguna untuk
menampilkan gambaran bagian dalam dada. Melalui rontgen dada dapat melihat
gambar jantung, paru-paru, saluran pernapasan, pembuluh darah dan nodus limfa
(Hasan & Siagian, 2018). Adapun teknik foto yang baik untuk menghasilkan
rontgen thoraks yang bersifat diagnostik, yaitu :
1) Faktor pajanan : teknik kV>120 yang tinggi untuk memperbaiki visualisasi
jaringan lunak mediastinum dan percabangan trakeobronkial. Pembuluh darah
paru terlihat dengan baik menggunakan teknik ini. Untuk dapat melihat dengan
jelas gambaran Kerley B pesawat rontgen harus berfrekuensi 300 mA, apabila
kurang tidak akan terlihat jelas gambaran Kerley B.
2) Ukuran dan bentuk toraks : pajanan akan bervariasi bergantung pada ukuran dan
bentuk toraks.
3) Inspirasi yang baik sangat penting : pada foto toraks, radiografer bertujuan
memvisualisasikan setidaknya 11 kosta posterior di atas diafragma. Inspirasi
yang buruk akan menimbulkan kesulitan dalam pengukuran besar jantung dan
penilaian terhadap paru.
4) Posisi pasien : posisi PA adalah posisi yang terbaik. Jarak antara pesawat
rontgen dengan pasien biasanya berkisar antara 1,8 –2 m. Foto AP menimbulkan
kesulitan dalam penilaian besar jantung dan penilaian terhadap paru. Pastikan
bahwa posisi pasien tidak berputar dengan memeriksa apakah tepi medial
klavikula dan vertebra memiliki jarak yang sama.

Secara umum gambaran foto rontgen thoraks pada pasien gagal jantung
adalah sebagai berikut :

a) Pembesaran Jantung
Tidak semua pasien gagal jantung ditemukan gambaran rontgen
kardiomegali. Pada gagal jantung akut, seperti pasien Miokard Infard dini, tidak

15
ditemukan kardiomegali. Sedangkan kardiomegali sering ditemukan pada gagal
jantung kronis.

b) Penonjolan vaskular pada lobus atas : akibat meningkatnnya tekanan vena


pulmonalis.
c) Efusi pleura : terlihat sebagai penumpukan sudut kostofrenikus, namun dengan
semakin luasnya efusi, terdapat gambaran opak yang homogen di bagian basar
dengan tepi atas yang cekung.
d) Edema pulmonal interstisial : pada awalnya, merupakan penonjolan pembuluh darah
pada lobus atas dan penyempitan pembuluh darah pada lobus bawah. Seiring
meningkatnya tekanan vena, terjadi edema interstisial dan cairan kemudian
berkumpul di daerah interlobular dengan garis septal di bagian perifer (garis Kerley
‘B’)

16
e) Edema pulmonal alveolus
Dengan semakin meningkatnya tekanan vena, cairan melewati rongga alveolus
(bayangan alveolus) dengan kekaburan dan gambaran berkabut pada regio perihilar;
pada kasus yang berat, terjadi edema pulmonal di seluruh kedua lapangan paru.
Sepertiga bagian luar paru dapat terpisah, edema sentral bilateral digambarkan
sebagai ‘bat’s wing’ (sayap kelelawar).

3. Pemeriksaan EKG
Elektrokardiogram (EKG) adalah suatu sinyal yang dihasilkan oleh aktifitas listrik
otot jantung. Elektrokardiogram ini merupakan rekaman informasi kondisi jantung yang
diambil dengan memasang elektroda pada badan. Rekaman EKG ini digunakan untuk
menentukan kondisi jantung dari pasien. Elektrokardiogram mempunyai banyak manfaat,
baik untuk diagnosis, manajemen dan terapi lanjut dari pasien dengan gagal jantung
kongetif. Gambaran EKG pada pasien gagal jantung kongestif dapat menunjukkan
berbagai macam kelainan. Terkadang pasien dengan gagal jantung kongestif dapat
memberikan gambaran EKG normal, atau hanya menunjukkan sinus takikardi tanpa
kelainan lainnya. Secara umum, hasil EKG pada pasien gagal jantung kongestif
memberikan gambaran hipertrofi ventrikel kiri (LVH), semua jenis aritmia atrium dan
ventrikel, blok konduksi atrio-ventrikular dan intraventrikel, adanya iskemia dan/atau
infark miokard, hipertrofi ventrikel kanan dan kiri, serta kelainan atrium kanan (Raka,
Danes, & Supit, 2015). Berikut gambar hasil elektrokardiogram (EKG) pada pasien
Congestive Heart Failure (CHF) :

17
Gambar hasil elektrokerdiogram (EKG) pada pasien Congestive Heart Faiure (CHF)
4. Pemeriksaan Echocardiography
Echocardiography atau USG jantung merupakan suatu pemeriksaan yang
memberikan gambaran dan merekam gambar jantung yang sedang berdenyut
menggunakan gelombang suara dengan frekuensi tinggi untuk memvisualisasikan
gambaran struktur dan fungsi jantung dilayar monitor.
• Tujuan echocardiography yaitu :
- Untuk memeriksa ukuran ruang jantung
- Memeriksa apakah ada kelebihan cairan di dalam kantong yang
melindungi jantung sehingga mengganggu fungsi pompa jantung
- Untuk melihat kemampuan otot jantung dalam memompa darah

18
- Untuk melihat apakah ada kebocoran sekat-sekat yang memisahkan ruang
di dalam jantung seperti yang ditemukan pada penyakit jantung bawaan
- Untuk melihat adakah tumor atau gumpalan darah di dalam ruang-ruang
jantung
• Prosedur :
- Pasien berbaring di tempat tidur
- Pemeriksa memasang kabel elektroda ECG sebagai monitor denyut
jantung
- Kemudian jelly diletakkan di ujung probe (alat seperti mikrofon yang
memancarkan gelombang suara frekuensi tinggi untuk mendapatkan
gambaran struktur dan fungsi jantung) ke dinding dada bagian depan
pasien
- Sambil dilakukan pemeriksaan, pasien dapat menyaksikan bagian dalam
jantungnya melalui layar monitor sembari diberi penjelasan tentang
keadaan jantungnya
(Rahmianti & Trisna, 2020)
• Gambar alat echocardiography

Gambar hasil echocardiography

19
Asuhan Keperawatan Teori

1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas
1. Identitas pasien: Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, alamat,
pekerjaan, suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah
sakit (MRS), nomor register, dan diagnosa medik.
2. Identitas Penanggung Jawab: meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, alamat,
pekerjaan, serta status hubungan dengan pasien.
b. Keluhan Utama
a. Dada terasa berat
b. Palpitasi atau berdebar-debar
c. Paroxysmal Nocturnal Dyspneu (PND) sesak nafas saat beraktivitas,
batuk, tidur harus pakai bantal lebih dari 2
d. Tidak nafsu makan, mual, muntah
e. Letargi (kelesuan) atau fatigue (kelelahan)
f. Kaki bengkak
g. Insomnia
h. Jumlah urine menurun
i. Serangan timbul mendadak
c. Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian yang mendukung keluhan utama dengan memberikan pertanyaan
tentang kronologi keluhan utama. Pengkajian yang didapat dengan gejala-gejala
kongesti vaskuler pulmonal, yakni munculnya dispnea, ortopnea, batuk, dan edema
pulmonal akut. Tanyakan juga gajala-gejala lain yang mengganggu pasien.
d. Riwayat penyakit dahulu
Untuk mengetahui riwayat penyakit dahulu tanyakan kepada pasien
apakah pasien sebelumnya menderita nyeri dada khas infark miokardium,
hipertensi, DM, atau hiperlipidemia. Tanyakan juga obat-obatan yang biasanya
diminum oleh pasien pada masa lalu, yang mungkin masih relevan. Tanyakan
juga alergi yang dimiliki pasien
e. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada keluarga pasien yang menderita penyakit jantung, dan
penyakit keteurunan lain seperti DM, Hipertensi

20
f. Pengkajian data
1. Aktifitas dan istirahat: adanya kelelahan, insomnia, letargi, kurang istirahat, sakit
dada, dipsnea pada saat istirahat atau saat beraktifitas.
2. Sirkulasi : riwayat hipertensi, anemia, syok septik, asites, disaritmia, fibrilasi
atrial,kontraksi ventrikel prematur, peningkatan JVP, sianosis, pucat.
3. Respirasi : dipsnea pada waktu aktifitas, takipnea, riwayat penyakit paru.
4. Pola makan dan cairan : hilang nafsu makan, mual dan muntah.
5. Eliminasi : penurunan volume urine, urin yang pekat, nokturia, diare atau
konstipasi.
6. Neuorologi : pusing, penurunan kesadaran, disorientasi.
7. Interaksi sosial : aktifitas sosial berkurang
8. Rasa aman : perubahan status mental, gangguan pada kulit/dermatitis
g. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan Umum : Kesadaran dan keadaan emosi, kenyamanan, distress,
sikap dan tingkah laku pasien.
2. Tanda-tanda Vital :
a) Tekanan Darah
Nilai normalnya :
Nilai rata-rata sistolik : 110-140 mmHg
Nilai rata-rata diastolik : 80-90 mmHg
b) Nadi
Nilai normalnya : Frekuensi : 60-100x/menit (bradikardi atau
takikkardi)
c) Pernapasan
Nilai normalnya : Frekuensi : 16-20 x/menit
Pada pasien : respirasi meningkat, dipsnea pada saat istirahat / aktivitas
d) Suhu Badan
Metabolisme menurun, suhu menurun
3. Head to toe:
a) Kepala : bentuk , kesimetrisan
b) Mata: konjungtiva: anemis, ikterik atau tidak ?
c) Mulut: apakah ada tanda infeksi?
d) Telinga : kotor atau tidak, ada serumen atau tidak, kesimetrisan
e) Muka; ekspresi, pucat

21
f) Leher: apakah ada pembesaran kelenjar tiroid dan limfe
g) Dada: gerakan dada, deformitas
h) Abdomen : Terdapat asites, hati teraba dibawah arkus kosta kanan
i) Ekstremitas: lengan-tangan:reflex, warna dan tekstur kulit, edema, clubbing,
bandingakan arteri radialis kiri dan kanan.
j) Pemeriksaan khusus jantung :
(1)Inspeksi : vena leher dengan JVP meningkat, letak ictus cordis (normal : ICS ke5)
(2)Palpasi : PMI bergeser kekiri, inferior karena dilatasi atau hepertrofi ventrikel
(3)Perkusi : batas jantung normal pada orang dewasa
Kanan atas : SIC II Linea Para Sternalis Dextra
Kanan bawah : SIC IV Linea Para Sternalis Dextra
Kiri atas : SIC II Linea Para Sternalis sinistra
Kiri bawah : SIC IV Linea Medio Clavicularis Sinistra
(4)Auskulatsi : bunyi jantung I dan II
BJ I : terjadi karena getaran menutupnya katup atrioventrikular, yang terjadi pada saat
kontraksi isimetris dari bilik pada permulaan systole
BJ II : terjadi akibat getaran menutupnya katup aorta dan arteri pulmonalis pada
dinding toraks. Ini terjadi kira-kira pada permulaan diastole.
(BJ II normal selalu lebih lemah daripada BJ I) (Tio, 2018).
2. Diagnosa Keperawatan
• Pola napas tidak efektif
• Penurunan curah jantung
• Perfusi perifer tidak efektif
• Kelebihan volume cairan
• Intoleran aktivitas
• Gangguan pola tidur

22
3. Intervensi

No. Diagnosa Keperawatan Outcome Intervensi


1. Pola napas tidak efektif Tujuan : Setelah dilakukan tindakan Manajemen jalan nafas (I.010111)
keperawata diharapkan pola nafas Observasi :
membaik. - Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman,
Kriteria hasil :(pola nafas L.01004) usaha nafas)
1. Frekuensi nafasdalam rentang - Monitor bunyi nafas tambahan (mis:gagling,
normal mengi, Wheezing, ronkhi)
2. Tidak adapengguanaan ototbantu - Monitor sputum (jumlah warna, aroma)
pernafasan Teraupetik :
3. Pasien tidakmenunjukkan tanda - Posisikan semi fowler atau fowler
dipsnea Edukasi :
- Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi :
- Kolaborasi pemberian bronkodilato,
eksetoran, mukolitik, jika perlu.

2. Penurunan curah jantung yang Hasil yang diharapkan setelah dilakukan Perawatan Jantung
berhubungan dengan gagal jantung tindakan keperawatan 2x24 jam
atau disritmia atau keduanya. diharapkan masalah penurunan curah Observasi
(NANDA, domain 4 jantung dapat teratasi - Monitor EKG sebagaimana mestinya, apakah
Aktivitas/istirahat, kelas 4 terdapat perubahan segmen ST
Kriteria hasil:
Respons - Monitor tanda-tanda vital secara rutin
Kardiovaskular/pulmonal, hal. Keefektifan Pompa Jantung - Monitor status pernafasan terkait dengan
229) adanya gejala gagal jantung
- Tekanan darah dalam batas normal
- Monitor toleransi aktivitas pasien

23
- Suara jantung normal - nstruksikan pasien tentang pentingnya untuk
segera melaporkan bila merasakan nyeri dada
- Tidak terjadi asites Teraupetik
- Tidak terjadi hepatomegali - Instruksikan pasien dan keluarga mengenai
tujuan perawatan dan bagaimana kemajuan
- Tidak ada sianosis akan diukur
- Rujuk ke program gagal jantung untuk dapat
- Pernapasan normal
mengikuti program edukasi pada rehabilitasi
jantung, evaluasi dan dukungan yang sesuai
panduan untuk meningkatkan aktivitas dan
membangun hidup kembali.
3. Perfusi perifer tidak efektif Setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajemen sensasi perifer
selama 3x24 jam, perfusi perifer Observasi
meningkat dengan kiteria hasil:
- Monitor perubahan kulit
- Edema perifer menurun - Monitor adanya tromboflebitis dan
- Akral membaik tromboemboli vena
- Turgor kulit membaik
Kolaborasi
- Penyembahan luka meningkat
- Kolaborasi pemberian analgesik

Perawat sirkulasi
Observasi
- Periksa sirkulasi perifer mis nadi perifer,
edema, suhu warna dll
- Identifikasi faktor resiko gangguan
sirkulasi mis diabetes
- Monitor bengkak, nyeri, kemerahan pada
ekstremitas
Teraupetik

24
- Lakukan pencegahn infeksi
Edukasi
- Anjurkan melakukan perawatan kulit yang
tepat

25
4. Kelebihan volume cairan Hasil yang diharapkan setelah dilakukan Manajemen elektrolit/cairan:
berhubungan dengan penurunan tindakan keperawatan 2x24 jam masalah
filtrasi glomerulus, peningkatan kelebihan volume cairan dapat teratasi Observasi
produksi hormone antideuretik -
Monitor perubahan status paru atau jantung
(ADH) (NANDA, domain 2 Kriteria hasil:
yang menunjukkan kelebihan cairan atau
Nutrisi, kelas 5 Hidrasi, hal. Keseimbangan Cairan dehidrasi
183) - Monitor hasil laboratorium yang relevan
- Tekanan darah dalam batas normal dengan keseimbangan cairan (misalnya
(120/80 mmHg)
hematokrit, BUN, albumin, protein total)
- Keseimbangan ntake dan output - Pantau adanya tanda dan gejala retensi cairan
dalam 24 jam tidak terganggu - Monitor tanda-tanda vital yang sesuai
- Tidak ada suara nafas tambahan - Berikan resep diet yang tepat untuk cairan
- Tidak ada edema perifer
tertentu atau pada ketidakseimbangan
- Tidak ada asites elektrolit (misalnya rendah sodium, cairan
dibatasi)
Kolaborasi
- Konsultasikan dengan dokter jika tanda dan
gejala kelebihan volume cairan menetap atau
memburuk

5. Intoleransi aktivitas berhubungan Hasil yang diharapkan setelah dilakukan Terapi aktivitas:
dengan ketidakseimbangan antara tindakan keperawatan 2x24 jam masalah
1. Monitor respon emosi, fisik, sosial, dan spiritual
suplai dan kebutuhan oksigen intoleransi aktivitas dapat teratasi
(NANDA, domain 4 terhadap aktivitas
Kriteria hasil: 2. Pertimbangkan kemampuan klien dalam
Aktivitas/Istirahat, kelas 4
Respons berpartisipasi melalui
Toleransi terhadap aktivitas: 3. Berikan aktivitas motorik untuk mengurangi
Kardiovaskular/Pulmonal, hal.
226) - Saturasi oksigen ketika beraktivitas terjadinya kejang otot
normal

26
- Frekuensi nadi ketika beraktivitas 4. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas
normal (60-100x/ menit) yang diinginkan
- Frekuensi pernapasan ketika 5. Bantu klien dan keluarga memantau
beraktivitas normal (12-24x/ menit) perkembangan klien terhadap pencapaian tujuan
- Tekanan darah normal (120/80 yang diharapkan
mmHg) 6. Berkolaborasi dengan ahli terapis fisik, okupasi
- Kemudahan bernapas ketika dan terapis rekreasional dalam perencanaan dan
beraktivitas pemantauan program aktivitas, jika memang
- Kemudahan dalam melakukan diperlukan
aktivitas hidup harian

6. Gangguan Pola Tidur Setelah dilakukan intervensi selama Peningkatan tidur


3x24 jam diharapkan gangguan pola Observasi
tidur dapat tertasi dengan kriteria hasil : - Monitor pola tidur dan catat kondisi fisik
Tidur Teraupetik
- Jumlah jam tidur dalam batas - Tentukan pola tidur, aktivitas pasien
normal - Mulai terapkan langkah-langkah
- Pola tidur membaik kenyamanan, seperti pemberian posisi
- Kualitas pola tidur normal Edukasi
- Anjurkan pasien untuk memantau pola
tidur
Kolaborasi
- Diskusikan pasien dan keluarga mengenai
teknik untuk meningkatkan tidur

27
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai
tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana intervensi
disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan
yang diharapkan. Oleh karena itu rencana intervensi yang spesifik dilaksanakan
untuk memodifikasi faktorfaktor yang memengaruhi masalah kesehatan klien.
Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping. Perencanaan asuhan keperawatan
akan dapat dilaksanakan dengan baik, jika klien mempunyai keinginan untuk
berpartisipasi dalam implementasi asuhan keperawatan. Selama tahap
implementasi, perawat terus melakukan pengumpulan data dan memilih asuhan
keperawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan klien semua . semua intervensi
keperawatan didokumentasikan dalam format yang telah ditetapkan oleh instansi.
Komponen tahap implementasi (Potter & Perry, 2021) :

a. Tindakan keperawatan mandiri


b. Tindakan keperawatan kolaboratif
c. Dokumentasi tindakan keperawatan dan respon klien terhadap asuhan
keperawatan.
5. Evaluasi Keperawatan
Evaluasi yaitu penilaian hasil dan proses. Penilaian hasil menentukan
seberapa jauh keberhasilan yang dicapai sebagai keluaran dari tindakan. Penilaian
proses menentukan apakah ada kekeliruan dari setiap tahapan proses mulai dari
pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, dan evaluasi itu sendiri.
Evaluasi adalah membandingkan secara sistematik dan terencana tentang
kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan dengan kenyataan yang ada
pada pasien, dilakukan dengan cara bersinambungan dengan melibatkan psien dan
tenaga kesehatan lainnya. Evaluasi keperawatan merupakan tahap akhir dari
rangkaian proses keperawatan yang berguna apakah tujuan dari tindakan
keperawatan yang telah dilakukan tercapai (Muryanti & Dinarti, 2017)
Evaluasi disusun menggunakan SOAP yaitu :

28
S : Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh
keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.
O : Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan
pengamatan yang objektif.
A : Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif.
P : Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.

A. Web Of Caution (WOC)

29
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Pengkajian
PENGKAJIAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB)

Nama/RM : Tn.A

Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 39 tahun

Ruangan : Perawatan Jantung Terpadu Lt 4

Data Pengkajian

Tanggal : 30 Agustus 2022 Jam : S : 36 P : 17x/menit N : 96x/mnt SaO2 :


15.30 98%

Cara dengan : TD : 101/60

⃝ Jalan kaki ⃝ Kursi roda Cara Ukur : ⃝ Berdiri ⃝ Berbaring

⃝ Brankard ⃝ Lainnya : ⃝ Duduk

Datang melalui : TB : 160 BB : 55kg IMT : 21,48

⃝ UGD ⃝ Poliklinik

⃝ OK ⃝ Lainnya :

Diagnosa Masuk : Suspek Deep Vein Thrombosis

Diagnosis Medis : CHF NYHA III

Keluhan utama :.

Bengkak dan nyeri pada kaki kanan

Riwayat Alergi : Ada/ Tidak

⃝ Makanan laut : ⃝ Udara dingin ⃝ Lainnya :

⃝ Obat : ⃝ Debu

30
Penggunaan alat bantu : Ya/ Tidak

⃝ Kacamata/lensa kontak ⃝ Alat bantu dengar ⃝ Lainnya :

⃝ Gigi palsu ⃝ Kruk/walker/kursiroda

Riwayat Pasien

Riwayat penyakit : Ya/tidak

⃝ Hipertensi : tidak ada ⃝ PPOK : tidak ada ⃝ Diabetes : ada

⃝ Kanker: tidak ada

⃝ Penyakit jantung : tidak ada ⃝ Asma : tidak ada ⃝ Hepatitis : tidak ada

⃝ Stroke:tidak ada

⃝ TB : tidak ada ⃝ Gangguan mental : tidak ada

⃝ Lainnya :

Riwayat operasi : Ya/tidak

Merokok : Ya/ tidak sudah berhenti sejak 1 tahun yang lalu

Konsumsi alkohol : Ya/tidak

Riwayat Penyakit Keluarga

⃝ Hipertensi : tidak ada ⃝ PPOK : tidak ada ⃝ Diabetes :

⃝ Kanker: tidak ada

⃝ Penyakit jantung : tidak ada ⃝ Asma : tidak ada ⃝ Hepatitis : tidak ada

⃝ Stroke:tidak ada

⃝ TB : tidak ada ⃝ Gangguan mental : tidak ada

⃝ Lainnya :

Psikososial/Ekonomi

Status pernikahan : ⃝ belum menikah ⃝ Menikah ⃝ Janda/duda

Keluarga : ⃝ tinggal bersama ⃝ tinggal sendiri

Tempat tinggal : ⃝ Rumah ⃝ Panti ⃝ Lainnya :

Pekerjaan : ⃝ PNS ⃝ Wiraswasta ⃝ Pensiunan

⃝ Lainnya :

Status emosi : ⃝ Kooperatif ⃝ Tidak kooperatif

Pengalaman hospitalisasi : Ya/ tidak

Keterangan : 5 hari di RSUD Morowali

Sumber informasi : ⃝ Pasien ⃝ Keluarga ⃝ Lainnya :

31
Pemeriksaan Fisik (Ceklist pada bagian yang tidak normal)

⃝Gangguan Penglihatan :

⃝Gangguan pendengaran :
MATA, TELINGA, HIDUNG

⃝ Gangguan penciuman :

⃝Kemerahan : ⃝Bengkak: ⃝Drainase:

⃝Nyeri : ⃝Lesi:

Catatan: tidak ada keluhann

⃝ Asimetri: ⃝ Takipnea : ⃝ Crackles :

⃝Kanan atas/bawah ⃝Kiri atas/bawah

⃝ Bentuk dada : ⃝ Bradipnea : ⃝ Sputum-warna :

⃝ Batuk : ⃝ Dispnea

⃝ Wheezing: ⃝Kanan atas/bawah


RESPIRASI

⃝Kiri atas/bawah ⃝ Modulasi O2 : …lpm via…

Catatan : tidak ada keluhan

⃝ Takikardi : ⃝ Iregular:

⃝ Tingling : ⃝ Edema :
VASKULAR

⃝ Bradikardi: ⃝ Murmur:
KARDIO

⃝ Mati rasa : ⃝ Nadi tidak teraba:

Catatan : tidak ada

⃝ Distensi ⃝ Hipoperistaltik :

⃝ Anoreksia: ⃝ Diare: ⃝ Inkontinensia


INTESTINAL
GASTRO

⃝ Rigiditas ⃝ Hiperperistaltik: ⃝ Disfagia

⃝ Konstipasi ⃝ Ostomi

⃝ Diet khusus ⃝ Intoleransi diit

32
Catatan : tidak ada keluhan

⃝ penurunan BB > 10% satu bulan terakhir ⃝ Dekubitus : Stage 1/2/3/4

⃝ perubahan nafsu makan lebih dari 3 hari ⃝ TPN/PPN/tube feeding


NUTRISI

⃝Diare-frekuensi : /hari ⃝ Malnutrisi

Catatan :

tidak ada keluhan

⃝ Disuria ⃝ Hesitansi ⃝ Nokturia ⃝ Folley

⃝ Menopause ⃝ Lendir
GENITOURINARI/ GINEKOLOGI

⃝ Frekuensi ⃝ Inkontinensia ⃝ hematuria

⃝ Urostomy ⃝ Kehamilan

Catatan :

tidak ada keluhan

⃝ Konfusi ⃝ Sedasi ⃝ Pupil non reaktif

⃝ vertigo ⃝ Tremor ⃝ tidak seimbang

⃝ Koma ⃝ letargi ⃝ afasia

⃝ Sakitkepala ⃝ mati rasa ⃝ Paralise


NEUROLOGI

⃝ Semi-koma ⃝ Suara serak ⃝ Seizure

⃝ Tingling ⃝ Kelemahan

Catatan :

tidak ada keluhan

⃝ Bengkak ⃝ Diaforesis ⃝ Lembab


INTEGUMEN

⃝ prosthesis ⃝ Warna kulit : gelap ⃝ teraba panas

⃝ atrofi/deformitas ⃝ turgor buruk ⃝ teraba dingin ⃝ Drainase :

33
Gambaran area luka dan jelaskan karakteristik luka (Gambarkan lukanya)

Catatan : bengkak dan nyeri pada kaki kanna

Bulla + Hiperemis + Edema Nyeri + Akral dingin D dimer 2,43

1. Sangat 2. Buruk 3. Sedang 4.Baik 4


buruk
Kondisi 1. Stupor 2. Konfusi 3. Apatis 4.Sadar 4
mental
NORTON SCALE (Skin Risk Assessment)

Aktivitas 1. Ditempattidu 2. Kursi roda 3. Jalan dengan 4.Jalan Sendiri 1


r bantuan
Mobilitas 1. Tidak 2. Sangat terbatas 3. Agak terbatas 4.Bebas bergerak 2
Mampu
bergerak
Inkontinensia 1. Inkontinenur 2. Selalu 3. Kadang-kadang 4.Inkontinen 4
in inkontinen urin inkontinen urin
dan alvi
Ket : Skor 15

< 12 : resiko tinggi decubitus, 12-15 resiko sedang decubitus, 16-20 :


resiko rendah

Mengendali kanrangsang 0. Perlu pencahar 1. Kadang perlu 2 Mandiri


BAB pencahar

Mengendalikan rangsang 0. Pakai kateter/ tak 1. Kadang tak 2. Mandiri


BARTEL INDEX (Functional Status Assassment)

BAK terkendali terkendali

Membersihkan diri 0. Butuh bantuan 1. Mandiri

Melepas dan memakai 0. Tergantung orang 1. Tergantung pada 2. Mandiri


celana, membersihkan, lain pada setiap beberapa
menyiram jamban kegiatan kegiatan

Makan 0. Tidak mampu 1. Perlu dibantu 2. Mandiri


memotong
makanan
Berubah posisi dari 0. Tidak mampu 1. Dibantu lebih 2. Dibantu 1 atau 2 3. Mandiri
berbaring ke duduk dari 2 orang orang

Berpindah/berjalan 0. Tidak mampu 1. dengan kursi 2. dibantu 1 orang 3. mandiri


roda
Memakai baju 0. tergantung 1. sebagian dibantu 2. mandiri

Naik turun tangga 0. tidak mampu 1. sebagian dibantu 2. mandiri

34
Mandi 0. tergantung 1. mandiri

Total Skor = 11

Keterangan :

20 : Mandiri, 12-19 : ketergantungan ringan, 9-11 : ketergantungan sedang,

5-8 : ketergantungan berat, 0-4 : ketergantungan total

Riwayat jatuh 3 bulan Tidak = 0 Ya = 25 0


terakhir

Diagnosis medis skunder > Tidak = 0 Ya = 15 15


1

Alat bantu jalan Dibantu orang = Penopang = 15 Furniture = 30 0


0
FALL RISK

Menggunakan infus Tidak = 0 Ya = 25 25

Cara berjalan/berpindah Bed rest = 0 Lemah = 15 Terganggu = 30 15

Status mental Orientasi sesuai = Orientasi tidak sesuai = 0


0 15

Total Skor = 55

Keterangan :

0-24 : tidak beresiko, 25-50 : resiko rendah, > 50 : resiko tinggi

Skala nyeri : 7 ⃝ Skala angka ⃝ Face scale

Lokasi : kaki kanan

Onset : saat digerakkan

Paliatif :

Kualitas : seperti tertususk-tusuk


NYERI

Medikasi : paracetamol

Efek nyeri :

⃝ Hubungan relasi ⃝ tidur ⃝ Nafsu makan

⃝ aktivitas ⃝ Emosi

⃝ Lainnya :

Obat Dosis/Rute Tujuan Cara KerjaObat

Furosemid 40mg/ 12 jam/ IV Furosemide adalah obat Furosemide bekerja dengan cara
MEDIKASI

untuk mengatasi mengurangi penyerapan kembali


penumpukan cairan di elektrolit yakni natrium ke dalam
dalam tubuh atau edema darah pada saluran ginjal sehingga
urin yang dihasilkan menjadi lebih
banyak

35
Spironolactone 25mg/ 24 jam/ oral Spironolactone adalah Obat ini bekerja dengan cara
obat yang digunakan menghambat penyerapan garam
untuk menurunkan (natrium) dan air berlebih ke dalam
tekanan darah pada tubuh serta menjaga agar kadar
hipertensi. Obat ini juga kalium darah tidak terlalu rendah.
dapat digunakan dalam Dengan begitu, pengeluaran air lewat
pengobatan gagal jantung, urine bisa ditingkatkan dan tekanan
hipokalemia, sirosis, atau darah dapat diturunkan.
kondisi ketika tubuh
terlalu banyak
memproduksi hormon
aldosterone
(hiperaldosteronisme).

Ramipril 2,5 mg/ 24 jam/ oral Ramipril adalah obat Ramipril merupakan obat golongan
untuk menangani ACE inhibitor yang bekerja dengan
hipertensi. Selain itu, cara menghambat perubahan
obat ini juga digunakan angiotensin I menjadi angiotensin II.
dalam pengobatan gagal Angiotensin berperan dalam
jantung dan setelah menyempitkan pembuluh darah.
serangan jantung.
Cara kerja ini akan membuat
pembuluh darah melebar, aliran darah
lebih lancar, dan tekanan darah pun
menurun.

Atorvastatin 20 mg/ 24 jam/ oral Atorvastatin adalah obat Atorvastatin menurunkan kolesterol
untuk menurunkan dalam plasma dan menurunkan kadar
kolesterol jahat (LDL) dan lipoprotein dengan cara menghambat
trigliserida, serta HMG-CoA reductase dan
meningkatkan kadar menghambat sintesis kolesterol di
kolesterol baik (HDL) di hati, serta meningkatkan reseptor
dalam darah. LDL pada permukaan sel hati,
sehingga terjadi peningkatan ambilan
dan katabolisme kolesterol LDL

Ceftriaxone 2 gr/ 24 jam/ iv Ceftriaxone adalah obat Obat ini bekerja dengan cara
untuk mengatasi penyakit membunuh dan menghambat
akibat infeksi bakteri, pertumbuhan bakteri penyebab
seperti gonore, meningitis, infeksi di dalam tubuh
otitis media, sifilis, dan
penyakit Lyme

Paracetamol 1 gr/8jam/iv Paracetamol adalah obat paracetamol diketahui bekerja pada


untuk meredakan demam pusat pengaturan suhu yang ada di
dan nyeri otak untuk menurunkan suhu tubuh
saat seseorang sedang mengalami
demam. Selain itu, obat ini juga bisa
menghambat pembentukan
prostaglandin, sehingga bisa
meredakan nyeri.

36
Pemeriksaan penunjang;
Radiografi Thorax AP
- Cor kesan membesar, aorta dilatasi
- Perkabutan pada parahilar dan paracardial
Kesan :

Cardiomegaly disertai gambaran edema paru

Dilatio aortae

USG Doppler Right Lower Extremity


PEMERIKSAAN PENUNJANG

- Dengan kompresi menggunakan probe, tampak vena-vena tersebut kolaps


- Tampak penebalan dermis disertai peningkatan echogenitas jaringan subcutan yang memberi
gambaran “cobble stone” pada regio femur, cruris hingga pedis
Kesan :

Doppler vascular ekstremitas inferior dextra dalam batas normal

Gambaran selulitis ekstremitas inferior dextra

Hasil Pemeriksaan : Sinus rhytm, HR 100 bpm, regular, LAD, P wave 0,08 sec,
PR Interval 0,016 sec, QRS 0,04 sec, poor R wave progression.

37
PEMERIKSAAN LABORATORIUM

*Jika perlu terutama pada kasus herediter


GENOGRAM

B. Analisa Data

No. Data Fokus Masalah Keperawatan

1. DS : Penurunan Curah Jantung

DO :

- JVP R+2 cm
- EF 22 %
- Bengkak pada ekstremitas bawah
- Cor kesan membesar, aorta dilatasi
- Cardiomegaly disertai gambaran edema
paru
- Dilatio aortae

38
2. DS : Nyeri pada ekstremitas bawah Perfusi perifer tidak efektif

DO :

- Edema pada ekstremitas bawah


- Akral teraba dingin
- Turgor kulit gelap
- Penyembuhan luka lambat
- DVT

3. DS : Nyeri akut

- Pasien mengeluh nyeri pada kaki


kanan
- Pasien mengatakan skala nyeri 7
DO :

- Pasien tampak meringis


- Pasien merintih kesakitan
- Warna luka merah, ada pus
P : luka terbuka
Q: nyeri terasa tertusuk-tusuk
R : lokasi nyeri di kaki kanan
S : 7 NRS

4. DS : Kerusakan integritas kulit

DO :

- Luka terbuka pada kaki kanan


- Bulla +
- Edema +
- Hiperemis +
- D dimer 2,43
- Turgor buruk
- Warna kulit gelap

5. DS : Kelebihan volume cairan

DO :

- Edema pada ekstremitas bawah


- JVP R+2 cm
- Cardiomegaly disertai gambaran edema
paru
- Hb 11.0

39
6. DS : Intoleran aktivitas

- Pasien mengatakan nyeri memberat


pada kaki kanan saat beraktivitas
- Pasien mengatakan tubuhnya terasa
lemas
- Klien mengatakan jika ingin ke wc
harus menggunakan satu kaki dan
dibantu oleh keluarga
DO :

- Pasien tampak lemah


- Beberapa aktivitas pasien bergantung
pada keluarga
- Gerakan terbatas
- Bartel index pasien 11 (ketergantungan
sedang)

7. Faktor risiko Risiko infeksi

- Luka terbuka pada kaki kanan


- Riwayat diabetes melitus
- WBC 21.300
- Luka 2 minggu
- Luka merah ada pus

C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Outcome Intervensi

1. Penurunan Curah Jantung Setelah dilakukan intervensi selama Perawatan jantung


1x24 jam maka curah jantung
DS : meningkat dengan kriteria hasil: Observasi

DO : - Monitor tekanan darah (tekanan


darah ortostatik)
- JVP R+2 cm Curah Jantung - Monitor intake dan output cairan
- Bengkak pada
ekstremitas bawah - Monitor saturasi oksigen
- Bradikardi menurun
- Cor kesan membesar, - Monitor keluhan dada (misalnya
- Distensi vene jugularis
aorta dilatasi intensitas, lokasi, radiasi, durasi,
menurun
- Cardiomegaly disertai presipitasi yang mengurangi
gambaran edema paru - Tekanan darah membaik
nyeri)
- Dilatio aortae
- Monitor EKG 12 sadapan
- Monitor aritmia (kelaianan irama
dan frekuensi)
Terapeutik

40
- Posisikan pasien semi fowler atau
fowler dengan kaki dibawah atau
posisi nyaman
- Fasilitasi pasien dan keluarga
untuk modifikasi gaya hidup sehat
- Berikan terapi relaksasi untuk
mengurangi stress jika perlu
- Berikan dukungan emosional dan
spiritual
Edukasi

- Anjurkan beraktivitas fisik sesuai


toleransi
- Anjurkan beraktivitas fisik secara
bertahap

2. Perfusi perifer tidak efektif Setelah dilakukan intervensi Manajemen sensasi perifer
keperawatan selama 3x24 jam, Observasi
DS : Nyeri pada ekstremitas perfusi perifer meningkat dengan
bawah kiteria hasil: - Monitor perubahan kulit
- Monitor adanya tromboflebitis
DO : - Edema perifer menurun dan tromboemboli vena
- Akral membaik Kolaborasi
- Edema pada ekstremitas
bawah - Turgor kulit membaik
- Penyembahan luka - Kolaborasi pemberian analgesik
- Akral teraba dingin
meningkat
- Turgor kulit gelap Perawat sirkulasi
- Penyembuhan luka Observasi
lambat
- DVT - Periksa sirkulasi perifer mis nadi
perifer, edema, suhu warna dll
- Identifikasi faktor resiko
gangguan sirkulasi mis diabetes
- Monitor bengkak, nyeri,
kemerahan pada ekstremitas
Teraupetik

- Lakukan pencegahn infeksi


Edukasi

- Anjurkan melakukan perawatan


kulit yang tepat
3. Nyeri akut Setelah dilakukan intervensi selama Terapi Relaksasi
1x24 jam maka tingkat nyeri
DS : menurun dengan kriteria hasil: Observasi

- Pasien mengeluh nyeri - Identifikasi teknik relaksasi yang


pada kaki kanan pernah efektif digunakan
- Pasien mengatakan Tingkat Nyeri
skala nyeri 7

41
DO : - Keluhan nyeri menurun - Periksa ketegangan otot, frekuensi
- Meringis menurun nadi, tekanan darah, dan suhu
- Pasien tampak meringis sebelum dan sesudah latihan
- Pasien merintih
kesakitan
- Monitor respon terhadap relaksasi
- Warna luka merah, ada Terapeutik
pus
P : luka terbuka - Ciptakan lingkungan tenang dan
Q: nyeri terasa tertusuk- tanpa gangguan dengan
tusuk pencahayaan dan suhu ruang
R : lokasi nyeri di kaki nyaman, jika memungkinkan
kanan - Gunakan pakaian Longgar
S : 7 NRS - Gunakan nada suara lembut
dengan irama lambat
Edukasi

- Jelaskan tujuan, manfaat, batasan


dan jenis relaksasi yang tersedia
(mis: teknik nafas dalam,
relaksasi otot progresif)
- Jelaskan secara rinci intervensi
relaksasi yang dipilih
- Anjurkan mengambil posisi
nyaman
- Anjurkan rileks dan merasakan
sensasi relaksasi
- Demonstrasikan dan latih teknik
relaksasi

Teknik Distraksi

Observasi

- Identifikasi pilihan tehnik


distraksi yang diinginkan
Terapeutik

- Gunakan tehnik distraksi (missal


membaca buku, menonton
televise, aktivitas terapi)
Edukasi

- Jelaskan manfaat dan jenis


distraksi bagi panca indera
- Anjurkan menggunakan teknik
sesuai dengan tingkat energi
kemampuan, usia, tingkat
perkembangan

42
- Anjurkan daftar aktivitas yang
menyenangkan
- Anjurkan berlatih teknik distraksi
4. Kerusakan Integritas Kulit Setelah dilakukan tindakan Perawatan Luka
keperawatan selama 3x24 jam Observasi :
DS : penyembuhan luka meningkat
teratasi dengan kriteria hasil : - Monitor karakteristik luka
DO : - Monitor tanda-tanda infeksi
- Edema menurun Terapeutik :
- Luka terbuka pada kaki
kanan - Nyeri menurun
- Bulla + - Peradangan luka menurun - Bersihkan dengan cairan Nacl
- Edema + atau pembersih nontosik, sesuai
- Hiperemis + kebutuhan
- D dimer 2,43 - Beriakn salep yang sesuai
- Turgor buruk Edukasi :
- Warna kulit gelap
- Ajarkan tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan prosedur perawatan luka
Kolaborasi :

- Kolaborasi pemberian antibiotik


5. Kelebihan volume cairan Setelah dilakukan tindakan Manajemen Hipervolemia
keperawatan selama 3x24 jam Observasi :
DS : keseimbangan cairan meningkat
teratasi dengan kriteria hasil : - Periksa tanda dan gejala
DO : hipervolemia mis edema
- Edema menurun - Identifikasi penyeybab
- Edema pada ekstremitas hipervolemia
bawah - Tekanan darah membaik
- Turgor kulit membaik
- Monitor status hemodinamik
- JVP R+2 cm - Monitor intake dan output
- Cardiomegaly disertai
gambaran edema paru Terapeutik :
- Hb 11.0
- Batasi asupan cairan
- Catat intake-output dan hitung
balans cairan 24 jam.
- Berikan asupan cairan, sesuai
kebutuhan
-
Edukasi :

- Ajarkan cara membatasi cairan


Kolaborasi :

- Kolaborasi pemberian diuretik

6. Intoleran Aktivitas Setelah dilakukan intervensi selama Terapi aktivitas


3x24 jam maka toleransi aktivitas
DS : meningkat dengan kriteria hasil: Observasi

- Pasien mengatakan - Identifikasi defisit tingkat


nyeri memberat pada aktivitas

43
kaki kanan saat Toleransi Aktivitas - Identifikasi kemampuan
beraktivitas berpatisipasi dalam aktivitas
- Pasien mengatakan - Frekuensi nadi meningkat tertentu
tubuhnya terasa lemas - Kemudahan dalam - Identifikasi strategi meningkatkan
- Klien mengatakan jika melakukan aktivitas sehari- partisipasi dalam aktivitas
ingin ke wc harus hari
menggunakan satu kaki Terapeutik
- Perasaan lemah menurun
dan dibantu oleh
keluarga - Fasilitasi fokus pada kemampuan,
DO : bukan defisit yang dialami
- Sepakati komitmen untuk
- Pasien tampak lemah meningkatkan frekuensi dan
- Beberapa aktivitas rentang aktivitas
pasien bergantung pada - Fasilitasi memilih aktivitas dan
keluarga
tetapkan tujuan aktivitas yang
- Gerakan terbatas
- Bartel index pasien 11 konsisten sesuai kemampuan
(ketergantungan sedang) fisik, psikologis, dan sosial
- Koordinasikan pemilihan aktivitas
sesuai usia
- Fasilitasi pasien dan keluarga
dalam menyesuaikan lingkungan
untuk mengakomodasi aktivitas
yang dipilih
- Fasilitasi aktivitas rutin (missal
ambulasi, mobilisasi, dan
perawatan diri sesuai kebutuhan)
- Fasilitasi aktivitas pengganti saat
mengalami keterbatasan waktu
energi atau gerak
- Fasilitasi aktivitas motorik untuk
merelaksasi otot
- Libatkan keluarga dalam aktivitas
jika perlu
Edukasi

- Ajarkan cara melakukan aktivitas


yang dipilih
- Anjurkan melakukan aktivitas
fisik, sosial, spiritual, dan kognitif
dalam menjalankan fungsi dan
kesehatan
7. Risiko Infeksi Setelah dilakukan tindakan Pencegahan Infeksi
keperawatan selama 3x24 jam
Faktor risiko tingkat infeksi menurun dengan Observasi
kriteria hasil :
- Luka terbuka pada kaki - Monitor tanda & gejala infeksi
kanan lokal & sistemik
- Kemerahan menurun
- Riwayat diabetes Terapeutik
- Nyeri menurun
melitus
- Bengkak menurun
- WBC 21.300
- Kultur area luka membaik

44
- Kemerahan, nyeri, - Kadar sel darah putih - Jelaskan tanda, gejala infeksi &
bengkak ada pus membaik anjurkan pasien/keluarga
melaporkan.
- Batasi jumlah pengunjung
- Cuci tangan dan alat sebelum dan
sesudah kontak dengan pasien
- Pertahankan teknik aseptic pasien
dengan risiko tinggi
Edukasi

- Jelaskan tanda dan gejala infeksi


- Ajarkan cara mencuci tangan dan
benar
- Anjurkan meningkatkan nutrisi
sesuai kebutuhan yang telah
ditentukan petugas

D. Implementasi dan Evaluasi

Diagnosa Keperawatan : Penurunan Curah Jantung


Hari 1

Rabu, 31 Agustus 2022 Kamis, 1 September 2022 Jumat, 2 September 2022

Hari 1 Hari 2 Hari 3

Pukul 15.00 Pukul 21.00 Pukul 07.30

- Bina hubungan saling - Monitor TTV - Monitor saturasi oksigen


percaya dengan pasien dan - Identifikasi posisi dan - Mengidentifikasi posisi
keluarga nyaman pasien
kenyamanan pasien
- Melakukan pengkajian ke - Identifikasi posisi dan
- Anjurkan beraktivitas fisik
pasien (keluhan, riwayat kenyamanan pasien
sesuai toleransi
penyakit, TTV, head to toe)
- Identifikasi defisit tingkat - Anjurkan beraktivitas fisik
secara bertahap
aktivitas
- Mengkaji perubahan status
Pukul 17.30 mental
- Monitor tekanan darah
(tekanan darah ortostatik) Pukul 22.00

- Identifikasi defisit tingkat


Pukul 21.00 aktivitas
- Monitor intake dan output - Identifikasi kemampuan
cairan berpatisipasi dalam aktivitas
- Monitor saturasi oksigen tertentu

45
- Mengatur posisi semifowler

EVALUASI

Rabu, 31 Agustus 2022 Kamis, 1 September 2022 Jumat, 2 September 2022

Hari 1 Hari 2 Hari 3

Pukul 15.00 Pukul 21.00 Pukul 07.30

S: klien mengatakan sesak napas S S


memberat jika posisi berbaring : :
- Klien mengatakan sesak - Klien mengatakan sesak
O: mulai membaik danmerasa mulai membaik danmerasa
nyaman dengan posisi nyaman dengan posisi
- composmentis
semifowler. semifowler.
- TD: 101/60
- Nadi:96x/menit O: O:
- SpO2: 90% - Compos mentis - Compos mentis
A: penurunan curah jantung - Klien tampak nyaman - Klien tampak nyaman
dengan posisi dengan posisi
P: lanjutkan intervensi semifowler semifowler
- Tanda vital : - Tanda vital :
TD: 103/73 TD: 100/65
Nadi:104x/menit Nadi:96x/menit

A: A:

- Masalah belum teratasi - Masalah belum teratasi


P: P:

- Lanjutkan intervensi - Lanjutkan intervensi

Diagnosa Keperawatan : Nyeri Akut


Catatan Implementasi

Rabu, 31 Agustus 2022 Kamis, 1 September 2022 Jumat, 2 September 2022

Hari 1 Hari 2 Hari 3

Pukul 15.00 Pukul 21.00 Pukul 07.00

- Observasi vital sign - Identifikasi teknik relaksasi


- Kaji tingkat nyeri - Melakukan pengkajian nyeri yang pernah efektif
lengkap (paliatif, quality, digunakan
- Beri posisi nyaman regio, scale, time)

46
- Monitor keadaan umum - Periksa ketegangan otot,
- Ajarkan teknik relaksasi pasien frekuensi nadi, tekanan
- Penatalaksanaan pemberian darah
analgetik
Pukul 22.00
- Anjurkan mengambil posisi 15.30
nyaman dan rileks dan - Memberi teknik distraksi
merasakan sensasi relaksasi (mengalihkan pasien dari
- Demonstrasikan dan latih rasa nyerinya)
teknik relaksasi nafas dalam - Menganjurkan daftar
aktivitas yang disenangi
pasien

EVALUASI

Rabu, 31 Agustus 2022 Kamis, 1 September 2022 Jumat, 2 September 2022

Hari 1 Hari 2 Hari 3

Pukul 15.00 Pukul 21.00 Pukul 07.00

S: Pasien mengatakan nyeri pada kaki S: Pasien mengeluh nyeri pada S: Pasien mengeluh nyeri pada kaki
kanan kaki kanan kanan

O: Ekspresi pasien menunjukkan nyeri. O: O:


NRS 7
- Pengkajian nyeri - Pasien meringis
- Pasien meringis P : luka terbuka - Pasien merintih kesakitan
- Pasien merintih kesakitan Q: nyeri terasa - Pengkajian nyeri
- Pengkajian nyeri tertusuk-tusuk P : luka terbuka
keadaan umum lemah R : lokasi nyeri di kaki Q: nyeri terasa tertusuk-tusuk
kanan R : lokasi nyeri di kaki kanan
A: nyeri belum teratasi S : 6 NRS
S : 5 NRS
P: lanjutkan pengkajian nyeri A: Masalah belum teratasi
A: Masalah belum teratasi

P: Berikan teknik relaksasi dan P: Berikan teknik relaksasi dan


distraksi distraksi

Diagnosa Keperawatan : Kelebihan Volume Cairan


Catatan Implementasi

Rabu, 31 Agustus 2022 Kamis, 1 September 2022 Jumat, 2 September 2022

Hari 1 Hari 2 Hari 3

Pukul 15.00 Pukul 21.00 Pukul 07.00

- Monitor status hidrasi (mis, - Monitor status hidrasi (mis, - Monitor status hidrasi (mis,
frekuensi nadi, kekuatan nadi, frekuensi nadi, kekuatan frekuensi nadi, kekuatan
akral, pengisian kapiler, nadi, akral, pengisian kapiler, nadi, akral, pengisian

47
kelembapaan mukosa, turgor kelembapaan mukosa, turgor kapiler, kelembapaan
kulit, tekanan darah) kulit, tekanan darah) mukosa, turgor kulit,
- Monitor berat badan harian tekanan darah)
17.00 - Monitor berat badan harian
- Catat intake-output dan hitung 22.10 - Berikan asupan cairan,
balans cairan 24 jam. - Catat intake-output dan sesuai kebutuhan
- Berikan asupan cairan, sesuai hitung balans cairan 24 jam. - Kolaborasi pemberian
kebutuhan - Berikan asupan cairan, sesuai diuretik.
- Kolaborasi pemberian diuretik. kebutuhan
- Berikan cairan intervena
- Kolaborasi pemberian
diuretik.
EVALUASI

Rabu, 31 Agustus 2022 Kamis, 1 September 2022 Jumat, 2 September 2022

Hari 1 Hari 2 Hari 3

Pukul 15.00 Pukul 21.00 Pukul 07.00

S: S: S:

O: O: O:

- Edema pada ekstremitas bawah - Edema pada - Edema pada ekstremitas


- JVP R+2 cm ekstremitas bawah bawah
- Hb 11.0 - JVP R+2 cm - JVP R+2 cm
- Hb 11.0 - Hb 11.0

A:
A: A:
- Masalah belum teratasi
P: - Masalah belum - Masalah belum teratasi
teratasi P:
- Lanjutkan intervensi P:
- Lanjutkan intervensi
- Lanjutkan intervensi

Diagnosa Keperawatan: Intoleransi Aktivitas

CATATAN IMPLEMENTASI

Rabu, 31 Agustus 2022 Kamis, 1 September 2022 Jumat, 2 September 2022

Hari 1 Hari 2 Hari 3

Pukul 17.15 Pukul 21.00 Pukul 07.15


- Melakukan pengkajian
ke pasien (keluhan, - Mengkaji toleransi • Memberikan edukasi dan
pasien melakukan fasilias aktivitas rutin (misal
riwayat penyakit,
aktivitas ambulasi, mobilisasi, dan
TTV, head to toe)

48
- Monitor adanya - Anjurkan perawatan diri sesuai
keluhan nyeri pada meningkatkan kebutuhan)
kaki kanan aktivitas fisik secara • Fasilitasi aktivitas motorik
bertahap untuk merelaksasi otot
- mengidentifikasi
• Anjurkan beraktivitas fisik
defisit tingkat aktivitas
sesuai toleransi
Pukul 21.45
• Anjurkan beraktivitas fisik
Pukul 19.15
secara bertahap
- Identifikasi - Mengidentifikasi
kemampuan kemampuan
berpatisipasi dalam berpatisipasi dalam Pukul 15.25
aktivitas tertentu aktivitas tertentu
- amemberikan strategi - Mengidentifikasi posisi
dan edukasi dalam nyaman pasien
meningkatkan - Berikan terapi relaksasi
untuk mengurangi nyeri
partisipasi dalam
aktivitas

EVALUASI

Rabu, 31 Agustus 2022 Kamis, 1 September 2022 Jumat, 2 September 2022

Hari 1 Hari 2 Hari 3

Pukul 17.15 Pukul 21.00 Pukul 07.15

S: S: S:

klien mengatakan nyeri dan sesak klien mengatakan nyeri dan klien mengatakan nyeri dan
memberat pada saat beraktivitas sesak memberat pada saat sesak memberat pada saat
beraktivitas beraktivitas
O:
O: O:
- Composmentis
- SpO2 :90% - Composmentis - Composmentis
- SpO2 :90% - SpO2 :90%

A:
A: A:
- Masalah belum teratasi
P: - Masalah belum - Masalah belum teratasi
teratasi P:
- Monitor tanda vital P:
- Ajarkan aktivitas secara - Monitor tanda vital
bertahap - Monitor tanda vital - Ajarkan aktivitas
- Ajarkan aktivitas secara bertahap
secara bertahap
-

49
BAB IV
EVIDENCE BASED PRACTICE (EBP)

1. Tinjauan EBP Monitor Balance Cairan pada pasien Congestive Heart

Failure (CHF)

Congestive Heart Failure adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami

kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel – sel tubuh

akan nutrien dan oksigen secara adekuat sehingga mengakibatkan metabolik

tubuh terganggu (Suharto et al. 2020). Pada pasien gagal jantung, perfusi renal

mengalami perubahan yang mengakibatkan meningkatnya aktivasi simpatik dan

stimulasi sistem renin angiotensi aldosteron (RAAS) yang menyebabkan cairan

dan natrium tetap dipertahankan sehingga terjadi peningkatan volume untuk

menjaga cardiac output. Walaupun awalnya menguntungkan, namun retensi

cairan dan natrium yang menumpuk akan meningkatkan beban afterload dan

preload yang memperparah kondisi (Purwowiyoto & Trifena, 2021).

Salah satu gejala yang dialami penderita gagal jantung kongestif adalah

terjadinya dispnea. Hal tersebut disebabkan oleh adanya penimbunan cairan

pada aliran balik vena. Terapi non farmakologis yang dapat dilakukan untuk

mengatasi masalah tersebut adalah pembatasan cairan. Pembatasan cairan

berfungsi untuk menyeimbangkan antara asupan cairan dengan keluaran cairan

sehingga tidak terjadi kelebihan maupun kekurangan volume cairan (balance

cairan) (Black & Hawks, 2014). Jika terjadi kelebihan volume cairan dapat

menyebabkan kerja jantung meningkat dan skala sesak pun meningkat

50
(Putradana, Mardiyono, & Rochana, 2021). Intervensi yang dapat diberikan pada

pasien adalah membatasi asupan cairan seperti air minum. Pasien dapat

diberikan batas maksimal volume cairan per hari atau dapat diberikan batas

maksimal volume cairan dalam satu kali minum. Pembatasan ini juga melatih

pasien untuk bisa minum sedikit tapi sering sehingga tidak terjadi dehidrasi

sekaligus menjaga keseimbangan homeostatis tubuh (Zheng et al., 2017). Peran

perawat dalam pembatasan cairan adalah memberikan edukasi kepada pasien

dan keluarga tentang cara memantau cairan. Perawat turut memonitor dan

mendukung pasien agar mematuhi pilihan gaya hidup dan pembatasan cairan

yang di anjurkan (Saelan et al., 2021). Untuk membatasi cairan juga dapat

dilakukan dengan pemberian injeksi furosemide yang berfungsi dalam

mengurangi sesak napas serta mengurangi kelebihan cairan (Astuti, Setyorini, &

Rifai, 2018).

2. Tinjauan EBP Pengaturan Posisi Semi-Fowler untuk Mengurangi

Sesak dan Memberikan Rasa Nyaman pada Pasien CHF

Ciri khas dari CHF adalah sesak (dyspnea), edema dan fatigue (kelelahan).

Pada pasien gagal jantung terjadi penurunan curah jantung yang mengakibatkan

peningkatan volume darah dan peningkatan aliran balik vena sehingga

mengakibatkan peningkatan kerja jantung dan meningkatkan kebutuhan oksigen

otot jantung. Jika respon ini terjadi terus menerus maka tubuh akan merespon

dengan pernpasan cepat dan dangkal untuk memenuhi kebutuhan oksigen dalam

darah dan mengakibatkan sesak napas (dyspnea). Sesak yang dirasakan bisa

51
muncul saat melakukan aktivitas atau tidak melakukan aktivitas (Wijayati et al.,

2019) .

Salah satu intervensi yang dimuat di Standar Intervensi Keperawatan Indonesia

untuk pasien gagal jantung adalah pengaturan posisi. Positioning merupakan

salah satu tindakan keperawatan yang dapat membantu meminimalkan

bendungan sirkulasi (Khasanah et al., 2019). Posisi semi fowler akan

mengurangi aliran balik vena ke jantung (preload) dan kongesi paru, dan

penekanan diagfragma ke hepar menjadi minimal, sehingga oksigenasi lebih

adekuat dan pernafasan menjadi normal dan membuat pasien merasa leih

nyaman (Kasan & Sutrisno, 2020).

Pasien dapat diposisikan setengah duduk (30- 45o) untuk mengurangi kongesti

paru dan sesak (Willim et al., 2020). Penelitian yang dilakukan oleh Pambudi &

Widodo (2020) mengatakan bahwa pengaturan posisi yang tepat dan nyaman

pada pasien sangatlah penting terutama pasien yang mengalami sesak nafas,

hasil penelitian menunjukkan bahwa posisi semi fowler lebih nyaman dan lebih

mudah dipahami oleh pasien akan tetapi posisi fowler lebih efektif untuk

penurunan sesak nafas dan meningkatkan saturasi oksigen dengan ditunjukkan

rata-rata penurunan sesak nafas 4-5x/ menit dan peningkatan saturasi oksigen

sebesar 5-6%.

3. Tinjauan EBP Terapi Relaksasi Napas Dalam untuk Mengurangi

Nyeri pada Pasien CHV debgab diagnosa sekunder DVT

52
Relaksasi napas dalam merupakan tindakan yang disadari untuk mengatur

pernapasan secara dalam dan lambat yang dapat menimbulkan efek . Tekhnik

relaksasi nafas dalam dengan cara menarik nafas dalam-dalam kemudian hitung

sampai hitungan tiga (hitung perlahan “satu, dua, tiga). Saat bernafas perut harus

terangkat dada akan bergerak sedikit dan perut akan mengembang kemudian

menghembuskannya melalui mulut secara perlahan, dengan seperti itu oksigen

akan mengalir ke dalam darah kemudian mengalir keseluruh tubuh sehingga

hormon endorphin keluar yang berfungsi untuk menghilangkan rasa

nyeri (Meilati, 2021).

Secara fisiologi, keadaan relaksasi ditandai dengana penurunan kadar

epinefrin dan non epinefrin dalam darah, menyebabkan penurunan ketegangan

otot, metabolisme menurun, vasodilitas dan peningkatan temperatur pada

ekstremitas (Wahyu Widodo dan Neli Qoniah, 2020). Tehnik relaksasi nafas

dalam merupakan salah satu keadaan yang mampu merangsang tubuh untuk

mengeluarkan opoid endogen sehingga terbentuk system penekan nyeri yang

akhirnya akan menyebabkan penurunan intensitas nyeri (Fitriana and Vidayanti

2019). Hal inilah yang menyebakan adanya perbedaan penurunan intensitas

nyeri sebelum dan sesudah dilakukannya teknik relaksasi nafas dalam. Dengan

demikian, terapi relaksasi napas dalam adalah tindakan yang efektif digunakan

untuk mengurangi intensitas nyeri yang dirasakan pasien.

53
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan
Congestive Heart Failure (CHF) atau sering disebut gagal jantung kongestif
adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak
mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan atau
kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal
(Puspitasari & Kuswardani, 2017). Penyebab awal CHF (congestive heart failure)
adalah adanya gangguan pada dinding-dinding otot jantung yang melemah yang
berdampak pada kegagalan jantung dalam memompa dan mencukupi pasokan darah
yang dibutuhkan oleh tubuh (Prahasti & Fauzi, 2021). CHF (congestive heart failure)
menimbulkan berbagai gejala klinis diantaranya, dispnea, orttopnea pernafasan
Cheyne-Strokes, Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND), ansietas, pitting edema, erat
badan meningkat, dan gejala yang paling sering di jumpai adalah sesak nafas pada
malam hari, yang mungkin muncul tiba-tiba dan menyebabkan penderita terbangun.
Munculnya berbagai gejala klinis pada pasien gagal jantung tersebut akan
menimbulkan masalah keperawatan seperi penunrunan curah jantung, gangguan
pertukaran gas, nyeri akut, intoleransi aktivitas dan masalah keperawatan lainnya.

B. Saran
Diharapakan mahasiswa keperawatan mampu memberikan asuhan keperawatan
kepada pasien CHF (congestive heart failure). Diharapkan agar dapat mencari
informasi dan memperluas wawasan mengenai klien dengan CHF (congestive heart
failure) karena dengan adanya pengetahuan dan wawasan yang luas mahasiswa akan
mampu mengembangkan kemampuan dan potensial diri dalam dunia keperawatan, dan
kesehatan, dan dapat memberikan pendidikan kesehatan mengenai CHF (congestive
heart failure) pada masyarakat.

54
DAFTAR PUSTAKA

Astuti, Y. E., Setyorini, Y., & Rifai, A. (2018). HipervolemiaPada Pasien Con
gestive Heart Failure (CHF).Interest :JurnalIlmuKesehatan,7(2),155–
167. https://doi.org/10.37341/interest.v7i2.28
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan MedikalBedah : Manajemen K
linis untuk Hasil yang Diharapkan. Singapore: Elsevier.
Fitriana, Lala Budi, and Venny Vidayanti. 2019. “Pengaruh Massage Effleurage Dan
Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Nyeri Punggung Ibu Hamil Trimester
III.” Bunda Edu-Midwifery Journal (BEMJ) 1(1):3–4.
Kasan, N., & Sutrisno. (2020). Efektifitas posisi semifowler terhadap penurunan
respiratori rate pasien gagal jantung kronik (CHF) di ruang Lily RSUD Sunan
Kalijaga Demak. Journal of TSCNers, 5(1), 1–8.
Khasanah, S., Yudono, D. T., & Surtiningsih. (2019). Perbedaan Saturasi Oksigen
dan Respirasi Rate Pasien Congestive Heart Failure pada Perubahan
Posisi. Jurnal Ilmu KeperawatanMedikal Bedah, 2(1),
1.https://doi.org/10.32584/jikmb.v2i1.157
Meilati, R. 2021. “Asuhan Teknik Kebidanan Terintegrasi Pada Ibu Hamil, Bersalin,
Nifas, Dan Bbl Dengan Intervensi Relaksasi Nafas Dalam Untuk Mengurangi
Nyeri Persalinan Kala I Fase Aktif Di Puskesmas Pagarsih Tahun 2021 Laporan.”
Putradana, A., Mardiyono, M., & Rochana, N. (2021). PengaruhDiet Sodium dan
Pembatasan Cairan Berbasis AplikasiAndroid Terhadap Keseimbangan Cairan
Dan Dyspnea PadaPasien Gagal Jantung Kongestif (CHF). JISIP (JurnalIlmu
Sosial DanPendidikan),5(1).https://doi.org/10.36312/jisip.v5i1.1768
Pambudi, D. A., & Widodo, S. (2020). Posisi Fowler untuk Meningkatkan Saturasi
Oksigen
Pada Pasien (CHF)Congestive Heart Failure yang Mengalami Sesak Nafas. N
ersMuda, 1(3), 156. https://doi.org/10.26714/nm.v1i3.5775
Purwowiyoto, S. L., & Trifena, G. (2021). Diet dan Nutrisi Pasien Gagal Jantung:
Tinjauan
Mini Bagi Praktisi Klinis.Argipa (Arsip Gizi Dan Pangan), 6(2), 111–
121.https://doi.org/10.22236/argipa.v6i2.7187
Saelan., Toyyibah, D., Adi, GS., Prasetyo, B. (2021). Pelaksanaan Self
Management Terhadap Perilaku Perawatan Diri pada Pasien Gagal Jantung di
Desa Plesungan. Wiraja Medika : Jurnal Kesehatan, 2(11), 49-55.

55
Suharto, Dewi Nurviana, Agusrianto Agusrianto, Dafrosia Darmi Manggasa, and
Firsya Dita Maulinda Liputo. 2020. “Posisi Tidur Dalam Meningkatkan
Kualitas Tidur Pasien Congestive Heart Failure.” Madago Nursing
Journal 1(2):43–47
Wahyu Widodo, Neli Qoniah. 2020. “Penerapan Teknik Relaksasi Nafas Dalam
Menurunkan Intensitas Nyeri Pada Pasien Appendicitis Di Rsud
Wates.” Nursing Science Journal (NSJ)1(1):25–28.
Wijayati, S., Ningrum, D. H., & Putrono, P. (2019). PengaruhPosisi Tidur Semi Fo
wler 45 Derajat
Willim, H. A., Cristianto, Prahasti, D. S., Cipta, H., & Utami, A. A. (2020). Aspek
klinis dan tatalaksana gagal jantung pada anak: tinjauan pustaka. Intisari Sains
Medis, 11(3), 1456–1466. https://doi.org/10.15562/ism.v11i3.827
Zheng, C., Li, M., Kawada, T., Inagaki, M., Uemura, K., & Sugimachi, M. (2017).
Frequent drinking of small volumes improves cardiac function and survival in
rats with chronic heart failure. Physiological Reports, 5(21) , 1–13.
https://doi.org/10.14814/phy2.13497

56

Anda mungkin juga menyukai