PRESEPTOR :
Dr. Andina Setyawati, S.Kep.,Ns.,M.Kep
i
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT karena dengan petunjuk dan hidayah-
Nya sehingga pembuatan Laporan Seminar Kasus dengan judul Asuhan Keperawatan
Congestive Heart Failure (CHF) pada praktek Profesi Keperawatan Medikal Bedah I berjalan
dengan baik.
Adapun penyusunan laporan ini telah kami usahakan semaksimal mungkin dan
tentunya dengan bantuan Preceptor, sehingga dapat memperlancar penyusunan laporan ini.
Untuk itu, kami tidak lupa menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyelesaian laporan ini.
Laporan ini merupakan hasil dari kemampuan kami sehingga saran dan kritik yang
membangun sangat kami harapkan demi penyempurnaan penulisan-penulisan yang akan
datang. Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Congestive Heart Failure (CHF) atau sering disebut gagal jantung kongestif
adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak
mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan atau
kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal
(Puspitasari & Kuswardani, 2017). Secara global, penyakit jantung menjadi penyebab
kematian tertinggi di seluruh dunia sejak 20 tahun terakhir (WHO, 2020)
Penyebab awal CHF (congestive heart failure) adalah adanya gangguan pada
dinding-dinding otot jantung yang melemah yang berdampak pada kegagalan jantung
dalam memompa dan mencukupi pasokan darah yang dibutuhkan oleh tubuh (Prahasti
& Fauzi, 2021). CHF (congestive heart failure) menimbulkan berbagai gejala klinis
diantaranya, dispnea, orttopnea pernafasan Cheyne-Strokes, Paroxysmal Nocturnal
Dyspnea (PND), ansietas, pitting edema, erat badan meningkat, dan gejala yang paling
sering di jumpai adalah sesak nafas pada malam hari, yang mungkin muncul tiba-tiba
dan menyebabkan penderita terbangun. Munculnya berbagai gejala klinis pada pasien
gagal jantung tersebut akan menimbulkan masalah keperawatan dan menggangu
kebutuhan dasar manusia salah satu di antaranya seperti adanya nyeri dada pada
aktivitas, dypnea pada istirahat atau aktivitas, letargi dan gangguan tidur (Udjianti,
2018).
Pasien gagal jantung dalam melakukan aktivitas sehari-hari akan mengalami
keterbatasan sehingga pasien menjadi sangat rentan mengalami depresi, stress, cemas,
dan sulit untuk mengendalikan emosinya sendiri. Pasien juga berfikir tentang biaya
pengobatan, prognosis penyakitnya, dan lamanya penyembuhan sehingga dapat
menyebabkan kualitas hidup pasien gagal jantung menurun (Hemia & Arum, 2020).
Ukuran kualitas hidup juga dipengaruhi oleh beberapa faktor, seperti umur, jenis
kelamin, pekerjaan, pendidikan, derajat New York Heart Association (NYHA),
keparahan gagal jantung, risiko mortalitas, dan kesehatan mental. Gejala yang
ditimbulkan akibat gagal jantung berupa gejala fisik (seperti dyspnea, lelah, edema,
kehilangan nafsu makan) maupun gejala psikologis (seperti kecemasan dan depresi)
yang dapat mempengaruhi kualitas hidup (Wang, Huang, & Chiou, 2016). Oleh karena
1
itu makalah ini akan menjelaskan mengenai asuhan keperawatan pada pasien CHF
(congestive heart failure).
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Meningkatkan pengetahuan tentang asuhan keperawatan dengan diagnosa CHF
(congestive heart failure)
2. Tujuan Khusus
a. Melakukan pengkajian Keperawatan pada pasien CHF (congestive heart
failure)
b. Merumuskan diagnosa keperawatan pada pasien CHF (congestive heart failure)
c. Membuat perencanaan keperawatan pada pasien CHF (congestive heart failure)
d. Melakukan tindakan keperawatan pada pasien CHF (congestive heart failure)
C. Manfaat
a. Manfaat Teori
Meningkatkan pengetahuan pembaca dan untuk mengembangkan ilmu
keperawatan agar dapat melakukan asuhan keperawatan pada pasien CHF
(congestive heart failure)
b. Manfaat Praktis
Dapat dipakai untuk acuan dalam melakukan tindakan asuhan dan melakukan
pencegahan dan dapat menambah wawasan tentang asuhan keperawatan pada
pasien CHF (congestive heart failure)
2
BAB II
KONSEP KEPERAWATAN
Jantung terdiri atas 4 ruang, yaitu 2 ruang yang berdinding tipis disebut atrium
(bilik) dan 2 ruang yang berdinding tebal disebut ventrikel (serambi). Berikut
merupakan ruang-ruang di dalam jantung :
a. Atrium kanan berfungsi menampung darah dari seluruh tubuh dengan rendah oksigen.
Darah tersebut mengalir dari vena cava superior, vena cava inferior, serta sinus
coronaries yang berasal dari jantung sendiri.
b. Atrium kiri menerima darah yang kaya oksigen dari kedua paru melalui empat buah
vena pulmonalis. Kemudian darah menuju ventrikel kiri, dan selanjutnya ke seluruh
tubuh melalui aorta.
c. Ventrikel kanan menerima darah dari atrium kanan dan dipompakan ke paru-paru
melalui arteri pulmonalis.
3
d. Ventrikel kiri menerima darah dari atrium kiri dan dipompakan keseluruh tubuh melalui
aorta. Memiliki 2-3 klai lebih tebal dari ventrikel kanan.
Katup jantung adalah jaringan khusus di dalam ruang jantung yang mengatur
urutan aliran darah dari satu bagian ke bagian lain. Berikut merupakan katup yang
berada di dalam jantung beserta letak dan fungsinya :
a. Katup tricuspid, berlokasi di antara atrium kanan dan ventrikel kanan. Terdiri dari
tiga daun katup yang mencegah aliran balik darah dari ventrikel kanan ke atrium
kanan selama kontraksi ventrikel
b. Katup semilunar paru, terletak antara ventrikel kanan dan batang paru. Terdiri dari
tiga flaps-bulan berbentuk setengah. Mencegah aliran balik darah dari trunkus paru
ke ventrikel kanan selama ventrikel relaksasi.
c. Katup bicuspid (mitral), terletak antara atrium kiri dan ventrikel kiri. Terdiri dari
dua katup yang mencegah aliran balik darah dari ventrikel kiri ke atrium kiri selama
kontraksi ventrikel
d. Katup semilunar aorta, terletak antara ventrikel kiri dan aorta menaik. Terdiri dari
tiga flaps-bulan berbentuk setengah. Mencegah aliran balik darah dari aorta ke
ventrikel kiri selama kontraksi ventrikel (Wahyuningsih & Kusmiyati, 2017).
b. Pengertian CHF
Congestive Heart Failure (CHF) adalah suatu keadaan dimana jantung tidak
dapat memompa darah yang mencukupi untuk kebutuhan tubuh yang dapat
disebabkan oleh gangguan kemampuan otot jantung berkontraksi atau
meningkatnya beban kerja dari jantung. Gagal jantung kongestif diikuti oleh
peningkatan volume darah yang abnormal dan cairan interstisial jantung
(Karundeng et al., 2018). Sindrom klinik ini disebabkan oleh berkurangnya volume
pemompaan jantung untuk keperluan relative tubuh, disertai hilangnya curah
jantung dalam mempertahankan aliran balik vena. Hal ini sekaligus berakibat
bendungan balik darah ke dalam sistem vena dan bersamaan terjadinya
pengurangan pengisian percabangan arteri (Robbins & Kumar, 1995).
c. Etiologi
Gagal jantung disebabkan adanya defek pada miokard atau terdapat kerusakan
pada otot jantung sehingga suplai darah keseluruh tubuh tidak terpenuhi. Hal lain
yang dapat mengakibatkan terjadinya CHF yaitu: kelainan otot jantung,
4
aterosklerosis koroner, hipertensi sistemik atau pulmonal, peradangan dan penyakit
miokardium degenerative (Yunita et al., 2020).
Bila jantung bagian kanan dan kiri bersama-sama gagal akibat gangguan aliran
darah dan adanya bendungan, maka akan tampak tanda dan gejala gagal jantung
pada sirkulasi sistemik dan sirkulasi paru. Keadaan ini disebut gagal jantung
kongestif (Astuti et al., 2018).
d. Manifestasi Klinik
Manifestasi klinis gagal jantung dapat diperhatikan secara relatif dari derajat
latihan fisik yang diberikan. Pada pasien gagal jantung, toleransi terhadap latihan
fisik akan semakin menurun dan gejala gagal jantung akan muncul lebih awal
dengan aktivitas yang ringan. Gejala awal yang umumnya terjadi pada penderita
gagal jantung yakni dyspnea (sesak napas), mudah lelah dan adanya retensi cairan.
Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND) yaitu kondisi mendadak bangun karena
dyspnea yang dipicu oleh timbulnya edema paru interstisial. PND merupakan salah
satu manifestasi yang spesifik dari gagal jantung kiri. Backward failure pada sisi
5
kanan jantung dapat meningkatkan tekanan vena jugularis (Nurkhalis & Adista,
2020).
Gejala Tanda
Tipikal Spesifik
Sesak napas Peningkatan JVP
Ortopneu Refluks hepatojugular
Paroxysmal nocturnal dyspnoe (PND) Suara jantung S3 (gallop)
Toleransi aktifitas yang berkurang Apex jantung bergeser ke lateral
Mudah lelah Bising jantung
Bengkak di pergelangan kaki
Kurang Tipikal Kurang tipikal
Batuk di malam/dini hari Edema perifer
Mengi Krepitasi pulmonal
Berat badan bertambah > 2 kg/minggu Suara pekak di basal paru pada perkusi
Berat badan turun Takikardia
Perasaan kembung/begah Nadi irreguler
Nafsu makan menurun Nafas cepat
Perasaan bingung (pada pasien usia lanjut) Hepatomegali
Depresi Asites
Berdebar Kaheksia
Pingsan
(Nurkhalis & Adista, 2020)
6
e. Klasifikasi
Klasifikasi berdasarkan kelainan Klasifikasi berdasarkan kapsitas
struktural jantung (AHA) fungsional (NYHA)
Stadium A Kelas I
Memiliki risiko tinggi untuk berkembang Tidak terdapat batasan dalam melakukan
menjadi gagal jantung. Tidak terdapat aktifitas fisik. Aktifitas fisik sehari-hari
gangguan struktural atau fungsional tidak menimbulkan kelelahan, palpitasi
jantung, tidak terdapat tanda atau gejala. atau sesak nafas.
Stadium B Kelas II
Telah terbentuk penyakit struktur jantung Terdapat batasan aktifitas ringan. Tidak
yang berhubungan dengan terdapat keluhan saat istrahat, namun
perkembangan gagal jantung, tidak aktifitas fisik seharihari menimbulkan
terdapat tanda atau gejala. kelelahan, palpitasi atau sesak nafas.
Stadium C Kelas III
Gagal jantung yang simptomatik Terdapat batasan aktifitas bermakna.
berhubungan dengan penyakit struktural Tidak terdapat keluhan saat istrahat,
jantung yang mendasari. tetapi aktfitas fisik ringan menyebabkan
kelelahan, palpitasi atau sesak.
Stadium D Kelas IV
Penyakit jantung struktural lanjut serta Tidak dapat melakukan aktifitasfisik
gejala gagal jantung yang sangat tanpa keluhan. Terdapat gejala saat
bermakna saat istrahat walaupun sudah istrahat. Keluhan me ningkat saat
mendapat terapi medis maksimal melakukan aktifitas.
(refrakter).
(Nurkhalis & Adista, 2020)
f. Penatalaksanaan Medis
1. Farmakologis
a. Diuretik
7
diuretik. Tetapi diuresis berlebihan dapat menimbulkan ketidakseimbangan
elektrolit dan aktivasi neurohormonal.
Pasien dengan gagal jantung yang lebih berat sebaiknya diterapi dengan
salah satu loop diuretik, obat-obat ini onsetnya cepat dan durasi aksinya cukup
singkat. Pada pasien dengan fungsi cadangan ginjal yang masih baik, lebih
disukai pemberian dosis tunggal dalam 2 dosis atau lebih. Pada keadaan akut
atau jika kondisi absorbs gastrointestinal diragukan, sebaiknya obat-obat ini
diberikan intravena. Loop diuretik menghambat absorbsi klorida asenden loop
of henle, menyebabkan natriuresis, kaliuresis, dan alkalosis metabolik. Obat ini
aktif terutama pada keadaan insufisiensi ginjal berat, tetapi mungkin perlu dosis
yang lebih besar (Lewis et al, 2012)
8
Diuretik Dosis awal (mg) Dosis harian (mg)
Diuretik loop
Furosemide 20 – 40 40 - 240
Torasemide 5 - 10 10 - 20
Tiazid
b. ACE Inhibitor
ACE Inhibitor merupakan obat pilihan untuk gagal jantung kongestif. Obat ini
bekerja dengan menghambat enzim yang berasal dari angiotensin I membentuk
vasokontriktor yang kuat angiotensin II. Penghambatan ACE mengurangi volume dan
9
tekanan pengisian ventrikel kiri, dan meningkatkan curah jantung. Konsep dasar
pemakaian inhibitor ACE sebagai vasodilator dalam pengobatan gagal jantung adalah
karena kemampuannya untuk : (a) Menurunkan retensi vaskular perifer yang tinggi
akibat tingginya tonus arteriol dan venul (peripheral vascular resistance) (b)
Menurunkan beban tekanan pengisian ventrikel yang tinggi (ventricular filling
pressure). Pada pemakaian ACE Inhibitor harus diwaspadai terjadinya hiperkalemia,
karena itu pemakaiannya dengan diuretik hemat K+ atau pemberian K+ harus dengan
hati-hati demikian juga pasien hipotensi (baik akibat pemberian diuretik berlebihan
maupun karena hipotensi sistemik) serta pada gagal ginjal.
c. Antagonis Aldesteron
10
dapat berinteraksi dengan aspirin, suplemen kalium, kolestiramin, digoksin dan
propoksifen. Spironolakton kontraindikasi pada pasien insufisiensi ginjal akut, anuria,
hiperkalemia, hipermagnesia dan gagal ginjal berat.
d. β- Bloker
e. Vasodilator
11
preload menyebabkan pengisian jantung berlebih. Afterload adalah tekanan yang harus
di atasi jantung ketika memompa darah ke sistem arterial. Dilatasi vena mengurangi
preload jantung dengan meningkatkan kapasitas vena, dilator arterial menurunkan
resistensi arteriol sistemik dan menurunkan afterload. Contoh obat yang berfungsi
sebagai arteriodilator adalah hidralazin, fentolamin, sedangkan venodilator adalah nitrat
organik penghambat Angiotensin Converting Enzyme (penghambat ACE), α bloker,
dan Na-nitropusid bekerja sebagai dilator arteri dan vena. Vasodilator lain yang dapat
digunakan untuk gagal jantung adalah hidralazin dan prazosin selain golongan nitrat
yang efek kerjanya pendek serta sering menimbulkan toleransi. Hidralazin oral
merupakan dilator oral poten dan meningkatkan cardiac output secara nyata pada pasien
dengan gagal jantung kongestif. Tetapi sebagai obat tunggal, selama pemakaian jangka
panjang, ternyata obat ini tidak dapat memperbaiki gejala atau toleransi terhadap
latihan. Kombinasi nitrat dengan hidralazin dapat menghasilkan hemodinamik dan efek
klinis yang lebih baik. Efek samping dari hidralazin adalah distress gastrointestinal,
tetapi yang juga sering muncul adalah nyeri kepala, takikardia, hipotensi dan sindrom
lupus akibat obat. Nitrat bekerja langsung merelaksasi otat polos pembuluh vena, tanpa
bergantung pada sistem pernafasan miokardium. Efek sampingnya merupakan akibat
dari efek vasodilatasi, yaitu sakit kepala, muka merah, dan hipotensi postural yang
muncul pada awal pengobatan. Efek samping ini dapat membatasi terapi, terutama pada
angina yang berat atau pada pasien yang sangat sensitif terhadap efek nitrat (Lewis et
al, 2012)
f. Obat-obat Inotropik
a. Obat-obat simpatomimetik
adalah obat inotropik kuat yang terutama digunakan untuk terapi gagal jantung
berat pada suasana akut. Contoh obat ini adalah dopamine dan dobutamin. Efek-
efek merugikan yang terpenting berkaitan dengan sifat alami obat ini yang
aritmogenik dan potensi obat untuk menimbulkan iskemia otot jantung, takikardi,
dan iritabilitas ventricular dapat dikurangi dengan memperkecil dosis. Dobutamin
menyebabkan peningkatan siklik AMP intrasel, yang menyebabkan aktivasi protein
kinase. Saluran kalsium lambat merupakan tempat penting fosforilasi protein
kinase. Jika ion kalsium dalam sel miokard meningkat, kontraksi akan meningkat.
Efek samping dari obat ini utamanya adalah takikardia berlebihan dan aritmia.
b. Inhibitor fosfodiesterase
12
Contoh obat golongan ini adalah amrinon dan milrinon. Obat ini menyebabkan
peningkatan kalsium intrasel dan kontraktilitas jantung. Pada penggunaan jangka
panjang obat ini meningkatkan mortalitas (mempercepat kematian). Karena itu
indikasinya hanya untuk penggunaan jangka pendek pada gagal jantung tahap akhir
dengan gejala-gejala yang refrakter terhadap obat lain
c. Digitalis
Sifat umumnya sebagai inotropik positif yaitu meningkatkan kekuatan kontraksi
miokard. Preparat digitalis mempunyai 3 khasiat pada otot jantung, yaitu kerja
inotropik positif (meningkatkan kontraksi miokard), kerja kronotropik negatif
(memperlambat denyut jantung), dan kerja dromotropik negatif (mengurangi
hantaran sel-sel jantung). Contoh preparat digitalis yang banyak digunakan adalah
digoksin. Over dosis digoksin menyebabkan toksisitas digitalis dengan tanda-tanda
anoreksia, diare, mual dan muntah, bradikardi dan takikardi, kontraksi ventrikel
prematur, aritmia jantung, sakit kepala, penglihatan kabur, ilusi penglihatan,
bingung dan delirium. Orang lanjut usia lebih rentan terjadi toksisitas. Digoksin
dapat ditambahkan pada pasien dengan gejala berat yang belum bereaksi selama
terapi diuretik, ACEI, atau β-bloker. Digoksin diberikan secara rutin pada pasien
gagal jantung dan fibrilasi atrial. Efek samping yang ditimbulkan adalah aritmia,
gangguan pencernaan dan gangguan saraf (Nurkhalis & Adista, 2020).
2. Non-Farmakologis
a. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
13
Pemeriksaan laboratorium mencakup pemeriksaan darah perifer lengkap,
elektrolit, ureum, kreatinin serum, uji fungsi hati, profil lipid, thyroid-stimulating
hormone (TSH), asam urat dan urinalisis.
Abnormalitas Penyebab
Anemia (Hb<13 gr/dL pada laki-laki, Gagal jantung kronik, gagal ginjal,
<12 gr/dL pada perempuan) hemodilusi, kehilangan zat besi atau
penggunaan
14
INR >2,5 Overdosis antikoagulan, kongesti hati
(PERKI, 2015)
Secara umum gambaran foto rontgen thoraks pada pasien gagal jantung
adalah sebagai berikut :
a) Pembesaran Jantung
Tidak semua pasien gagal jantung ditemukan gambaran rontgen
kardiomegali. Pada gagal jantung akut, seperti pasien Miokard Infard dini, tidak
15
ditemukan kardiomegali. Sedangkan kardiomegali sering ditemukan pada gagal
jantung kronis.
16
e) Edema pulmonal alveolus
Dengan semakin meningkatnya tekanan vena, cairan melewati rongga alveolus
(bayangan alveolus) dengan kekaburan dan gambaran berkabut pada regio perihilar;
pada kasus yang berat, terjadi edema pulmonal di seluruh kedua lapangan paru.
Sepertiga bagian luar paru dapat terpisah, edema sentral bilateral digambarkan
sebagai ‘bat’s wing’ (sayap kelelawar).
3. Pemeriksaan EKG
Elektrokardiogram (EKG) adalah suatu sinyal yang dihasilkan oleh aktifitas listrik
otot jantung. Elektrokardiogram ini merupakan rekaman informasi kondisi jantung yang
diambil dengan memasang elektroda pada badan. Rekaman EKG ini digunakan untuk
menentukan kondisi jantung dari pasien. Elektrokardiogram mempunyai banyak manfaat,
baik untuk diagnosis, manajemen dan terapi lanjut dari pasien dengan gagal jantung
kongetif. Gambaran EKG pada pasien gagal jantung kongestif dapat menunjukkan
berbagai macam kelainan. Terkadang pasien dengan gagal jantung kongestif dapat
memberikan gambaran EKG normal, atau hanya menunjukkan sinus takikardi tanpa
kelainan lainnya. Secara umum, hasil EKG pada pasien gagal jantung kongestif
memberikan gambaran hipertrofi ventrikel kiri (LVH), semua jenis aritmia atrium dan
ventrikel, blok konduksi atrio-ventrikular dan intraventrikel, adanya iskemia dan/atau
infark miokard, hipertrofi ventrikel kanan dan kiri, serta kelainan atrium kanan (Raka,
Danes, & Supit, 2015). Berikut gambar hasil elektrokardiogram (EKG) pada pasien
Congestive Heart Failure (CHF) :
17
Gambar hasil elektrokerdiogram (EKG) pada pasien Congestive Heart Faiure (CHF)
4. Pemeriksaan Echocardiography
Echocardiography atau USG jantung merupakan suatu pemeriksaan yang
memberikan gambaran dan merekam gambar jantung yang sedang berdenyut
menggunakan gelombang suara dengan frekuensi tinggi untuk memvisualisasikan
gambaran struktur dan fungsi jantung dilayar monitor.
• Tujuan echocardiography yaitu :
- Untuk memeriksa ukuran ruang jantung
- Memeriksa apakah ada kelebihan cairan di dalam kantong yang
melindungi jantung sehingga mengganggu fungsi pompa jantung
- Untuk melihat kemampuan otot jantung dalam memompa darah
18
- Untuk melihat apakah ada kebocoran sekat-sekat yang memisahkan ruang
di dalam jantung seperti yang ditemukan pada penyakit jantung bawaan
- Untuk melihat adakah tumor atau gumpalan darah di dalam ruang-ruang
jantung
• Prosedur :
- Pasien berbaring di tempat tidur
- Pemeriksa memasang kabel elektroda ECG sebagai monitor denyut
jantung
- Kemudian jelly diletakkan di ujung probe (alat seperti mikrofon yang
memancarkan gelombang suara frekuensi tinggi untuk mendapatkan
gambaran struktur dan fungsi jantung) ke dinding dada bagian depan
pasien
- Sambil dilakukan pemeriksaan, pasien dapat menyaksikan bagian dalam
jantungnya melalui layar monitor sembari diberi penjelasan tentang
keadaan jantungnya
(Rahmianti & Trisna, 2020)
• Gambar alat echocardiography
19
Asuhan Keperawatan Teori
1. Pengkajian Keperawatan
a. Identitas
1. Identitas pasien: Nama, umur, tempat tanggal lahir, jenis kelamin, alamat,
pekerjaan, suku/bangsa, agama, status perkawinan, tanggal masuk rumah
sakit (MRS), nomor register, dan diagnosa medik.
2. Identitas Penanggung Jawab: meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, alamat,
pekerjaan, serta status hubungan dengan pasien.
b. Keluhan Utama
a. Dada terasa berat
b. Palpitasi atau berdebar-debar
c. Paroxysmal Nocturnal Dyspneu (PND) sesak nafas saat beraktivitas,
batuk, tidur harus pakai bantal lebih dari 2
d. Tidak nafsu makan, mual, muntah
e. Letargi (kelesuan) atau fatigue (kelelahan)
f. Kaki bengkak
g. Insomnia
h. Jumlah urine menurun
i. Serangan timbul mendadak
c. Riwayat penyakit sekarang
Pengkajian yang mendukung keluhan utama dengan memberikan pertanyaan
tentang kronologi keluhan utama. Pengkajian yang didapat dengan gejala-gejala
kongesti vaskuler pulmonal, yakni munculnya dispnea, ortopnea, batuk, dan edema
pulmonal akut. Tanyakan juga gajala-gejala lain yang mengganggu pasien.
d. Riwayat penyakit dahulu
Untuk mengetahui riwayat penyakit dahulu tanyakan kepada pasien
apakah pasien sebelumnya menderita nyeri dada khas infark miokardium,
hipertensi, DM, atau hiperlipidemia. Tanyakan juga obat-obatan yang biasanya
diminum oleh pasien pada masa lalu, yang mungkin masih relevan. Tanyakan
juga alergi yang dimiliki pasien
e. Riwayat penyakit keluarga
Apakah ada keluarga pasien yang menderita penyakit jantung, dan
penyakit keteurunan lain seperti DM, Hipertensi
20
f. Pengkajian data
1. Aktifitas dan istirahat: adanya kelelahan, insomnia, letargi, kurang istirahat, sakit
dada, dipsnea pada saat istirahat atau saat beraktifitas.
2. Sirkulasi : riwayat hipertensi, anemia, syok septik, asites, disaritmia, fibrilasi
atrial,kontraksi ventrikel prematur, peningkatan JVP, sianosis, pucat.
3. Respirasi : dipsnea pada waktu aktifitas, takipnea, riwayat penyakit paru.
4. Pola makan dan cairan : hilang nafsu makan, mual dan muntah.
5. Eliminasi : penurunan volume urine, urin yang pekat, nokturia, diare atau
konstipasi.
6. Neuorologi : pusing, penurunan kesadaran, disorientasi.
7. Interaksi sosial : aktifitas sosial berkurang
8. Rasa aman : perubahan status mental, gangguan pada kulit/dermatitis
g. Pemeriksaan fisik
1. Keadaan Umum : Kesadaran dan keadaan emosi, kenyamanan, distress,
sikap dan tingkah laku pasien.
2. Tanda-tanda Vital :
a) Tekanan Darah
Nilai normalnya :
Nilai rata-rata sistolik : 110-140 mmHg
Nilai rata-rata diastolik : 80-90 mmHg
b) Nadi
Nilai normalnya : Frekuensi : 60-100x/menit (bradikardi atau
takikkardi)
c) Pernapasan
Nilai normalnya : Frekuensi : 16-20 x/menit
Pada pasien : respirasi meningkat, dipsnea pada saat istirahat / aktivitas
d) Suhu Badan
Metabolisme menurun, suhu menurun
3. Head to toe:
a) Kepala : bentuk , kesimetrisan
b) Mata: konjungtiva: anemis, ikterik atau tidak ?
c) Mulut: apakah ada tanda infeksi?
d) Telinga : kotor atau tidak, ada serumen atau tidak, kesimetrisan
e) Muka; ekspresi, pucat
21
f) Leher: apakah ada pembesaran kelenjar tiroid dan limfe
g) Dada: gerakan dada, deformitas
h) Abdomen : Terdapat asites, hati teraba dibawah arkus kosta kanan
i) Ekstremitas: lengan-tangan:reflex, warna dan tekstur kulit, edema, clubbing,
bandingakan arteri radialis kiri dan kanan.
j) Pemeriksaan khusus jantung :
(1)Inspeksi : vena leher dengan JVP meningkat, letak ictus cordis (normal : ICS ke5)
(2)Palpasi : PMI bergeser kekiri, inferior karena dilatasi atau hepertrofi ventrikel
(3)Perkusi : batas jantung normal pada orang dewasa
Kanan atas : SIC II Linea Para Sternalis Dextra
Kanan bawah : SIC IV Linea Para Sternalis Dextra
Kiri atas : SIC II Linea Para Sternalis sinistra
Kiri bawah : SIC IV Linea Medio Clavicularis Sinistra
(4)Auskulatsi : bunyi jantung I dan II
BJ I : terjadi karena getaran menutupnya katup atrioventrikular, yang terjadi pada saat
kontraksi isimetris dari bilik pada permulaan systole
BJ II : terjadi akibat getaran menutupnya katup aorta dan arteri pulmonalis pada
dinding toraks. Ini terjadi kira-kira pada permulaan diastole.
(BJ II normal selalu lebih lemah daripada BJ I) (Tio, 2018).
2. Diagnosa Keperawatan
• Pola napas tidak efektif
• Penurunan curah jantung
• Perfusi perifer tidak efektif
• Kelebihan volume cairan
• Intoleran aktivitas
• Gangguan pola tidur
22
3. Intervensi
2. Penurunan curah jantung yang Hasil yang diharapkan setelah dilakukan Perawatan Jantung
berhubungan dengan gagal jantung tindakan keperawatan 2x24 jam
atau disritmia atau keduanya. diharapkan masalah penurunan curah Observasi
(NANDA, domain 4 jantung dapat teratasi - Monitor EKG sebagaimana mestinya, apakah
Aktivitas/istirahat, kelas 4 terdapat perubahan segmen ST
Kriteria hasil:
Respons - Monitor tanda-tanda vital secara rutin
Kardiovaskular/pulmonal, hal. Keefektifan Pompa Jantung - Monitor status pernafasan terkait dengan
229) adanya gejala gagal jantung
- Tekanan darah dalam batas normal
- Monitor toleransi aktivitas pasien
23
- Suara jantung normal - nstruksikan pasien tentang pentingnya untuk
segera melaporkan bila merasakan nyeri dada
- Tidak terjadi asites Teraupetik
- Tidak terjadi hepatomegali - Instruksikan pasien dan keluarga mengenai
tujuan perawatan dan bagaimana kemajuan
- Tidak ada sianosis akan diukur
- Rujuk ke program gagal jantung untuk dapat
- Pernapasan normal
mengikuti program edukasi pada rehabilitasi
jantung, evaluasi dan dukungan yang sesuai
panduan untuk meningkatkan aktivitas dan
membangun hidup kembali.
3. Perfusi perifer tidak efektif Setelah dilakukan intervensi keperawatan Manajemen sensasi perifer
selama 3x24 jam, perfusi perifer Observasi
meningkat dengan kiteria hasil:
- Monitor perubahan kulit
- Edema perifer menurun - Monitor adanya tromboflebitis dan
- Akral membaik tromboemboli vena
- Turgor kulit membaik
Kolaborasi
- Penyembahan luka meningkat
- Kolaborasi pemberian analgesik
Perawat sirkulasi
Observasi
- Periksa sirkulasi perifer mis nadi perifer,
edema, suhu warna dll
- Identifikasi faktor resiko gangguan
sirkulasi mis diabetes
- Monitor bengkak, nyeri, kemerahan pada
ekstremitas
Teraupetik
24
- Lakukan pencegahn infeksi
Edukasi
- Anjurkan melakukan perawatan kulit yang
tepat
25
4. Kelebihan volume cairan Hasil yang diharapkan setelah dilakukan Manajemen elektrolit/cairan:
berhubungan dengan penurunan tindakan keperawatan 2x24 jam masalah
filtrasi glomerulus, peningkatan kelebihan volume cairan dapat teratasi Observasi
produksi hormone antideuretik -
Monitor perubahan status paru atau jantung
(ADH) (NANDA, domain 2 Kriteria hasil:
yang menunjukkan kelebihan cairan atau
Nutrisi, kelas 5 Hidrasi, hal. Keseimbangan Cairan dehidrasi
183) - Monitor hasil laboratorium yang relevan
- Tekanan darah dalam batas normal dengan keseimbangan cairan (misalnya
(120/80 mmHg)
hematokrit, BUN, albumin, protein total)
- Keseimbangan ntake dan output - Pantau adanya tanda dan gejala retensi cairan
dalam 24 jam tidak terganggu - Monitor tanda-tanda vital yang sesuai
- Tidak ada suara nafas tambahan - Berikan resep diet yang tepat untuk cairan
- Tidak ada edema perifer
tertentu atau pada ketidakseimbangan
- Tidak ada asites elektrolit (misalnya rendah sodium, cairan
dibatasi)
Kolaborasi
- Konsultasikan dengan dokter jika tanda dan
gejala kelebihan volume cairan menetap atau
memburuk
5. Intoleransi aktivitas berhubungan Hasil yang diharapkan setelah dilakukan Terapi aktivitas:
dengan ketidakseimbangan antara tindakan keperawatan 2x24 jam masalah
1. Monitor respon emosi, fisik, sosial, dan spiritual
suplai dan kebutuhan oksigen intoleransi aktivitas dapat teratasi
(NANDA, domain 4 terhadap aktivitas
Kriteria hasil: 2. Pertimbangkan kemampuan klien dalam
Aktivitas/Istirahat, kelas 4
Respons berpartisipasi melalui
Toleransi terhadap aktivitas: 3. Berikan aktivitas motorik untuk mengurangi
Kardiovaskular/Pulmonal, hal.
226) - Saturasi oksigen ketika beraktivitas terjadinya kejang otot
normal
26
- Frekuensi nadi ketika beraktivitas 4. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas
normal (60-100x/ menit) yang diinginkan
- Frekuensi pernapasan ketika 5. Bantu klien dan keluarga memantau
beraktivitas normal (12-24x/ menit) perkembangan klien terhadap pencapaian tujuan
- Tekanan darah normal (120/80 yang diharapkan
mmHg) 6. Berkolaborasi dengan ahli terapis fisik, okupasi
- Kemudahan bernapas ketika dan terapis rekreasional dalam perencanaan dan
beraktivitas pemantauan program aktivitas, jika memang
- Kemudahan dalam melakukan diperlukan
aktivitas hidup harian
27
4. Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah pelaksanaan dari rencana intervensi untuk mencapai
tujuan yang spesifik. Tahap implementasi dimulai setelah rencana intervensi
disusun dan ditujukan pada nursing orders untuk membantu klien mencapai tujuan
yang diharapkan. Oleh karena itu rencana intervensi yang spesifik dilaksanakan
untuk memodifikasi faktorfaktor yang memengaruhi masalah kesehatan klien.
Tujuan dari implementasi adalah membantu klien dalam mencapai tujuan
yang telah ditetapkan yang mencakup peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit,
pemulihan kesehatan, dan memfasilitasi koping. Perencanaan asuhan keperawatan
akan dapat dilaksanakan dengan baik, jika klien mempunyai keinginan untuk
berpartisipasi dalam implementasi asuhan keperawatan. Selama tahap
implementasi, perawat terus melakukan pengumpulan data dan memilih asuhan
keperawatan yang paling sesuai dengan kebutuhan klien semua . semua intervensi
keperawatan didokumentasikan dalam format yang telah ditetapkan oleh instansi.
Komponen tahap implementasi (Potter & Perry, 2021) :
28
S : Ungkapan perasaan atau keluhan yang dikeluhkan secara subjektif oleh
keluarga setelah diberikan implementasi keperawatan.
O : Keadaan objektif yang dapat diidentifikasi oleh perawat menggunakan
pengamatan yang objektif.
A : Analisis perawat setelah mengetahui respon subjektif dan objektif.
P : Perencanaan selanjutnya setelah perawat melakukan analisis.
29
BAB III
LAPORAN KASUS
A. Pengkajian
PENGKAJIAN KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH (KMB)
Nama/RM : Tn.A
Umur : 39 tahun
Data Pengkajian
⃝ UGD ⃝ Poliklinik
⃝ OK ⃝ Lainnya :
Keluhan utama :.
⃝ Obat : ⃝ Debu
30
Penggunaan alat bantu : Ya/ Tidak
Riwayat Pasien
⃝ Penyakit jantung : tidak ada ⃝ Asma : tidak ada ⃝ Hepatitis : tidak ada
⃝ Stroke:tidak ada
⃝ Lainnya :
⃝ Penyakit jantung : tidak ada ⃝ Asma : tidak ada ⃝ Hepatitis : tidak ada
⃝ Stroke:tidak ada
⃝ Lainnya :
Psikososial/Ekonomi
⃝ Lainnya :
31
Pemeriksaan Fisik (Ceklist pada bagian yang tidak normal)
⃝Gangguan Penglihatan :
⃝Gangguan pendengaran :
MATA, TELINGA, HIDUNG
⃝ Gangguan penciuman :
⃝Nyeri : ⃝Lesi:
⃝ Batuk : ⃝ Dispnea
⃝ Takikardi : ⃝ Iregular:
⃝ Tingling : ⃝ Edema :
VASKULAR
⃝ Bradikardi: ⃝ Murmur:
KARDIO
⃝ Distensi ⃝ Hipoperistaltik :
⃝ Konstipasi ⃝ Ostomi
32
Catatan : tidak ada keluhan
Catatan :
⃝ Menopause ⃝ Lendir
GENITOURINARI/ GINEKOLOGI
⃝ Urostomy ⃝ Kehamilan
Catatan :
⃝ Tingling ⃝ Kelemahan
Catatan :
33
Gambaran area luka dan jelaskan karakteristik luka (Gambarkan lukanya)
34
Mandi 0. tergantung 1. mandiri
Total Skor = 11
Keterangan :
Total Skor = 55
Keterangan :
Paliatif :
Medikasi : paracetamol
Efek nyeri :
⃝ aktivitas ⃝ Emosi
⃝ Lainnya :
Furosemid 40mg/ 12 jam/ IV Furosemide adalah obat Furosemide bekerja dengan cara
MEDIKASI
35
Spironolactone 25mg/ 24 jam/ oral Spironolactone adalah Obat ini bekerja dengan cara
obat yang digunakan menghambat penyerapan garam
untuk menurunkan (natrium) dan air berlebih ke dalam
tekanan darah pada tubuh serta menjaga agar kadar
hipertensi. Obat ini juga kalium darah tidak terlalu rendah.
dapat digunakan dalam Dengan begitu, pengeluaran air lewat
pengobatan gagal jantung, urine bisa ditingkatkan dan tekanan
hipokalemia, sirosis, atau darah dapat diturunkan.
kondisi ketika tubuh
terlalu banyak
memproduksi hormon
aldosterone
(hiperaldosteronisme).
Ramipril 2,5 mg/ 24 jam/ oral Ramipril adalah obat Ramipril merupakan obat golongan
untuk menangani ACE inhibitor yang bekerja dengan
hipertensi. Selain itu, cara menghambat perubahan
obat ini juga digunakan angiotensin I menjadi angiotensin II.
dalam pengobatan gagal Angiotensin berperan dalam
jantung dan setelah menyempitkan pembuluh darah.
serangan jantung.
Cara kerja ini akan membuat
pembuluh darah melebar, aliran darah
lebih lancar, dan tekanan darah pun
menurun.
Atorvastatin 20 mg/ 24 jam/ oral Atorvastatin adalah obat Atorvastatin menurunkan kolesterol
untuk menurunkan dalam plasma dan menurunkan kadar
kolesterol jahat (LDL) dan lipoprotein dengan cara menghambat
trigliserida, serta HMG-CoA reductase dan
meningkatkan kadar menghambat sintesis kolesterol di
kolesterol baik (HDL) di hati, serta meningkatkan reseptor
dalam darah. LDL pada permukaan sel hati,
sehingga terjadi peningkatan ambilan
dan katabolisme kolesterol LDL
Ceftriaxone 2 gr/ 24 jam/ iv Ceftriaxone adalah obat Obat ini bekerja dengan cara
untuk mengatasi penyakit membunuh dan menghambat
akibat infeksi bakteri, pertumbuhan bakteri penyebab
seperti gonore, meningitis, infeksi di dalam tubuh
otitis media, sifilis, dan
penyakit Lyme
36
Pemeriksaan penunjang;
Radiografi Thorax AP
- Cor kesan membesar, aorta dilatasi
- Perkabutan pada parahilar dan paracardial
Kesan :
Dilatio aortae
Hasil Pemeriksaan : Sinus rhytm, HR 100 bpm, regular, LAD, P wave 0,08 sec,
PR Interval 0,016 sec, QRS 0,04 sec, poor R wave progression.
37
PEMERIKSAAN LABORATORIUM
B. Analisa Data
DO :
- JVP R+2 cm
- EF 22 %
- Bengkak pada ekstremitas bawah
- Cor kesan membesar, aorta dilatasi
- Cardiomegaly disertai gambaran edema
paru
- Dilatio aortae
38
2. DS : Nyeri pada ekstremitas bawah Perfusi perifer tidak efektif
DO :
3. DS : Nyeri akut
DO :
DO :
39
6. DS : Intoleran aktivitas
C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Keperawatan Outcome Intervensi
40
- Posisikan pasien semi fowler atau
fowler dengan kaki dibawah atau
posisi nyaman
- Fasilitasi pasien dan keluarga
untuk modifikasi gaya hidup sehat
- Berikan terapi relaksasi untuk
mengurangi stress jika perlu
- Berikan dukungan emosional dan
spiritual
Edukasi
2. Perfusi perifer tidak efektif Setelah dilakukan intervensi Manajemen sensasi perifer
keperawatan selama 3x24 jam, Observasi
DS : Nyeri pada ekstremitas perfusi perifer meningkat dengan
bawah kiteria hasil: - Monitor perubahan kulit
- Monitor adanya tromboflebitis
DO : - Edema perifer menurun dan tromboemboli vena
- Akral membaik Kolaborasi
- Edema pada ekstremitas
bawah - Turgor kulit membaik
- Penyembahan luka - Kolaborasi pemberian analgesik
- Akral teraba dingin
meningkat
- Turgor kulit gelap Perawat sirkulasi
- Penyembuhan luka Observasi
lambat
- DVT - Periksa sirkulasi perifer mis nadi
perifer, edema, suhu warna dll
- Identifikasi faktor resiko
gangguan sirkulasi mis diabetes
- Monitor bengkak, nyeri,
kemerahan pada ekstremitas
Teraupetik
41
DO : - Keluhan nyeri menurun - Periksa ketegangan otot, frekuensi
- Meringis menurun nadi, tekanan darah, dan suhu
- Pasien tampak meringis sebelum dan sesudah latihan
- Pasien merintih
kesakitan
- Monitor respon terhadap relaksasi
- Warna luka merah, ada Terapeutik
pus
P : luka terbuka - Ciptakan lingkungan tenang dan
Q: nyeri terasa tertusuk- tanpa gangguan dengan
tusuk pencahayaan dan suhu ruang
R : lokasi nyeri di kaki nyaman, jika memungkinkan
kanan - Gunakan pakaian Longgar
S : 7 NRS - Gunakan nada suara lembut
dengan irama lambat
Edukasi
Teknik Distraksi
Observasi
42
- Anjurkan daftar aktivitas yang
menyenangkan
- Anjurkan berlatih teknik distraksi
4. Kerusakan Integritas Kulit Setelah dilakukan tindakan Perawatan Luka
keperawatan selama 3x24 jam Observasi :
DS : penyembuhan luka meningkat
teratasi dengan kriteria hasil : - Monitor karakteristik luka
DO : - Monitor tanda-tanda infeksi
- Edema menurun Terapeutik :
- Luka terbuka pada kaki
kanan - Nyeri menurun
- Bulla + - Peradangan luka menurun - Bersihkan dengan cairan Nacl
- Edema + atau pembersih nontosik, sesuai
- Hiperemis + kebutuhan
- D dimer 2,43 - Beriakn salep yang sesuai
- Turgor buruk Edukasi :
- Warna kulit gelap
- Ajarkan tanda dan gejala infeksi
- Ajarkan prosedur perawatan luka
Kolaborasi :
43
kaki kanan saat Toleransi Aktivitas - Identifikasi kemampuan
beraktivitas berpatisipasi dalam aktivitas
- Pasien mengatakan - Frekuensi nadi meningkat tertentu
tubuhnya terasa lemas - Kemudahan dalam - Identifikasi strategi meningkatkan
- Klien mengatakan jika melakukan aktivitas sehari- partisipasi dalam aktivitas
ingin ke wc harus hari
menggunakan satu kaki Terapeutik
- Perasaan lemah menurun
dan dibantu oleh
keluarga - Fasilitasi fokus pada kemampuan,
DO : bukan defisit yang dialami
- Sepakati komitmen untuk
- Pasien tampak lemah meningkatkan frekuensi dan
- Beberapa aktivitas rentang aktivitas
pasien bergantung pada - Fasilitasi memilih aktivitas dan
keluarga
tetapkan tujuan aktivitas yang
- Gerakan terbatas
- Bartel index pasien 11 konsisten sesuai kemampuan
(ketergantungan sedang) fisik, psikologis, dan sosial
- Koordinasikan pemilihan aktivitas
sesuai usia
- Fasilitasi pasien dan keluarga
dalam menyesuaikan lingkungan
untuk mengakomodasi aktivitas
yang dipilih
- Fasilitasi aktivitas rutin (missal
ambulasi, mobilisasi, dan
perawatan diri sesuai kebutuhan)
- Fasilitasi aktivitas pengganti saat
mengalami keterbatasan waktu
energi atau gerak
- Fasilitasi aktivitas motorik untuk
merelaksasi otot
- Libatkan keluarga dalam aktivitas
jika perlu
Edukasi
44
- Kemerahan, nyeri, - Kadar sel darah putih - Jelaskan tanda, gejala infeksi &
bengkak ada pus membaik anjurkan pasien/keluarga
melaporkan.
- Batasi jumlah pengunjung
- Cuci tangan dan alat sebelum dan
sesudah kontak dengan pasien
- Pertahankan teknik aseptic pasien
dengan risiko tinggi
Edukasi
45
- Mengatur posisi semifowler
EVALUASI
A: A:
46
- Monitor keadaan umum - Periksa ketegangan otot,
- Ajarkan teknik relaksasi pasien frekuensi nadi, tekanan
- Penatalaksanaan pemberian darah
analgetik
Pukul 22.00
- Anjurkan mengambil posisi 15.30
nyaman dan rileks dan - Memberi teknik distraksi
merasakan sensasi relaksasi (mengalihkan pasien dari
- Demonstrasikan dan latih rasa nyerinya)
teknik relaksasi nafas dalam - Menganjurkan daftar
aktivitas yang disenangi
pasien
EVALUASI
S: Pasien mengatakan nyeri pada kaki S: Pasien mengeluh nyeri pada S: Pasien mengeluh nyeri pada kaki
kanan kaki kanan kanan
- Monitor status hidrasi (mis, - Monitor status hidrasi (mis, - Monitor status hidrasi (mis,
frekuensi nadi, kekuatan nadi, frekuensi nadi, kekuatan frekuensi nadi, kekuatan
akral, pengisian kapiler, nadi, akral, pengisian kapiler, nadi, akral, pengisian
47
kelembapaan mukosa, turgor kelembapaan mukosa, turgor kapiler, kelembapaan
kulit, tekanan darah) kulit, tekanan darah) mukosa, turgor kulit,
- Monitor berat badan harian tekanan darah)
17.00 - Monitor berat badan harian
- Catat intake-output dan hitung 22.10 - Berikan asupan cairan,
balans cairan 24 jam. - Catat intake-output dan sesuai kebutuhan
- Berikan asupan cairan, sesuai hitung balans cairan 24 jam. - Kolaborasi pemberian
kebutuhan - Berikan asupan cairan, sesuai diuretik.
- Kolaborasi pemberian diuretik. kebutuhan
- Berikan cairan intervena
- Kolaborasi pemberian
diuretik.
EVALUASI
S: S: S:
O: O: O:
A:
A: A:
- Masalah belum teratasi
P: - Masalah belum - Masalah belum teratasi
teratasi P:
- Lanjutkan intervensi P:
- Lanjutkan intervensi
- Lanjutkan intervensi
CATATAN IMPLEMENTASI
48
- Monitor adanya - Anjurkan perawatan diri sesuai
keluhan nyeri pada meningkatkan kebutuhan)
kaki kanan aktivitas fisik secara • Fasilitasi aktivitas motorik
bertahap untuk merelaksasi otot
- mengidentifikasi
• Anjurkan beraktivitas fisik
defisit tingkat aktivitas
sesuai toleransi
Pukul 21.45
• Anjurkan beraktivitas fisik
Pukul 19.15
secara bertahap
- Identifikasi - Mengidentifikasi
kemampuan kemampuan
berpatisipasi dalam berpatisipasi dalam Pukul 15.25
aktivitas tertentu aktivitas tertentu
- amemberikan strategi - Mengidentifikasi posisi
dan edukasi dalam nyaman pasien
meningkatkan - Berikan terapi relaksasi
untuk mengurangi nyeri
partisipasi dalam
aktivitas
EVALUASI
S: S: S:
klien mengatakan nyeri dan sesak klien mengatakan nyeri dan klien mengatakan nyeri dan
memberat pada saat beraktivitas sesak memberat pada saat sesak memberat pada saat
beraktivitas beraktivitas
O:
O: O:
- Composmentis
- SpO2 :90% - Composmentis - Composmentis
- SpO2 :90% - SpO2 :90%
A:
A: A:
- Masalah belum teratasi
P: - Masalah belum - Masalah belum teratasi
teratasi P:
- Monitor tanda vital P:
- Ajarkan aktivitas secara - Monitor tanda vital
bertahap - Monitor tanda vital - Ajarkan aktivitas
- Ajarkan aktivitas secara bertahap
secara bertahap
-
49
BAB IV
EVIDENCE BASED PRACTICE (EBP)
Failure (CHF)
kegagalan dalam memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel – sel tubuh
tubuh terganggu (Suharto et al. 2020). Pada pasien gagal jantung, perfusi renal
cairan dan natrium yang menumpuk akan meningkatkan beban afterload dan
Salah satu gejala yang dialami penderita gagal jantung kongestif adalah
pada aliran balik vena. Terapi non farmakologis yang dapat dilakukan untuk
cairan) (Black & Hawks, 2014). Jika terjadi kelebihan volume cairan dapat
50
(Putradana, Mardiyono, & Rochana, 2021). Intervensi yang dapat diberikan pada
pasien adalah membatasi asupan cairan seperti air minum. Pasien dapat
diberikan batas maksimal volume cairan per hari atau dapat diberikan batas
maksimal volume cairan dalam satu kali minum. Pembatasan ini juga melatih
pasien untuk bisa minum sedikit tapi sering sehingga tidak terjadi dehidrasi
dan keluarga tentang cara memantau cairan. Perawat turut memonitor dan
mendukung pasien agar mematuhi pilihan gaya hidup dan pembatasan cairan
yang di anjurkan (Saelan et al., 2021). Untuk membatasi cairan juga dapat
mengurangi sesak napas serta mengurangi kelebihan cairan (Astuti, Setyorini, &
Rifai, 2018).
Ciri khas dari CHF adalah sesak (dyspnea), edema dan fatigue (kelelahan).
Pada pasien gagal jantung terjadi penurunan curah jantung yang mengakibatkan
otot jantung. Jika respon ini terjadi terus menerus maka tubuh akan merespon
dengan pernpasan cepat dan dangkal untuk memenuhi kebutuhan oksigen dalam
darah dan mengakibatkan sesak napas (dyspnea). Sesak yang dirasakan bisa
51
muncul saat melakukan aktivitas atau tidak melakukan aktivitas (Wijayati et al.,
2019) .
mengurangi aliran balik vena ke jantung (preload) dan kongesi paru, dan
adekuat dan pernafasan menjadi normal dan membuat pasien merasa leih
Pasien dapat diposisikan setengah duduk (30- 45o) untuk mengurangi kongesti
paru dan sesak (Willim et al., 2020). Penelitian yang dilakukan oleh Pambudi &
Widodo (2020) mengatakan bahwa pengaturan posisi yang tepat dan nyaman
pada pasien sangatlah penting terutama pasien yang mengalami sesak nafas,
hasil penelitian menunjukkan bahwa posisi semi fowler lebih nyaman dan lebih
mudah dipahami oleh pasien akan tetapi posisi fowler lebih efektif untuk
rata-rata penurunan sesak nafas 4-5x/ menit dan peningkatan saturasi oksigen
sebesar 5-6%.
52
Relaksasi napas dalam merupakan tindakan yang disadari untuk mengatur
pernapasan secara dalam dan lambat yang dapat menimbulkan efek . Tekhnik
relaksasi nafas dalam dengan cara menarik nafas dalam-dalam kemudian hitung
sampai hitungan tiga (hitung perlahan “satu, dua, tiga). Saat bernafas perut harus
terangkat dada akan bergerak sedikit dan perut akan mengembang kemudian
ekstremitas (Wahyu Widodo dan Neli Qoniah, 2020). Tehnik relaksasi nafas
dalam merupakan salah satu keadaan yang mampu merangsang tubuh untuk
nyeri sebelum dan sesudah dilakukannya teknik relaksasi nafas dalam. Dengan
demikian, terapi relaksasi napas dalam adalah tindakan yang efektif digunakan
53
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Congestive Heart Failure (CHF) atau sering disebut gagal jantung kongestif
adalah keadaan patofisiologis berupa kelainan fungsi jantung, sehingga jantung tidak
mampu memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme jaringan atau
kemampuannya hanya ada kalau disertai peninggian volume diastolik secara abnormal
(Puspitasari & Kuswardani, 2017). Penyebab awal CHF (congestive heart failure)
adalah adanya gangguan pada dinding-dinding otot jantung yang melemah yang
berdampak pada kegagalan jantung dalam memompa dan mencukupi pasokan darah
yang dibutuhkan oleh tubuh (Prahasti & Fauzi, 2021). CHF (congestive heart failure)
menimbulkan berbagai gejala klinis diantaranya, dispnea, orttopnea pernafasan
Cheyne-Strokes, Paroxysmal Nocturnal Dyspnea (PND), ansietas, pitting edema, erat
badan meningkat, dan gejala yang paling sering di jumpai adalah sesak nafas pada
malam hari, yang mungkin muncul tiba-tiba dan menyebabkan penderita terbangun.
Munculnya berbagai gejala klinis pada pasien gagal jantung tersebut akan
menimbulkan masalah keperawatan seperi penunrunan curah jantung, gangguan
pertukaran gas, nyeri akut, intoleransi aktivitas dan masalah keperawatan lainnya.
B. Saran
Diharapakan mahasiswa keperawatan mampu memberikan asuhan keperawatan
kepada pasien CHF (congestive heart failure). Diharapkan agar dapat mencari
informasi dan memperluas wawasan mengenai klien dengan CHF (congestive heart
failure) karena dengan adanya pengetahuan dan wawasan yang luas mahasiswa akan
mampu mengembangkan kemampuan dan potensial diri dalam dunia keperawatan, dan
kesehatan, dan dapat memberikan pendidikan kesehatan mengenai CHF (congestive
heart failure) pada masyarakat.
54
DAFTAR PUSTAKA
Astuti, Y. E., Setyorini, Y., & Rifai, A. (2018). HipervolemiaPada Pasien Con
gestive Heart Failure (CHF).Interest :JurnalIlmuKesehatan,7(2),155–
167. https://doi.org/10.37341/interest.v7i2.28
Black, J. M., & Hawks, J. H. (2014). Keperawatan MedikalBedah : Manajemen K
linis untuk Hasil yang Diharapkan. Singapore: Elsevier.
Fitriana, Lala Budi, and Venny Vidayanti. 2019. “Pengaruh Massage Effleurage Dan
Relaksasi Nafas Dalam Terhadap Nyeri Punggung Ibu Hamil Trimester
III.” Bunda Edu-Midwifery Journal (BEMJ) 1(1):3–4.
Kasan, N., & Sutrisno. (2020). Efektifitas posisi semifowler terhadap penurunan
respiratori rate pasien gagal jantung kronik (CHF) di ruang Lily RSUD Sunan
Kalijaga Demak. Journal of TSCNers, 5(1), 1–8.
Khasanah, S., Yudono, D. T., & Surtiningsih. (2019). Perbedaan Saturasi Oksigen
dan Respirasi Rate Pasien Congestive Heart Failure pada Perubahan
Posisi. Jurnal Ilmu KeperawatanMedikal Bedah, 2(1),
1.https://doi.org/10.32584/jikmb.v2i1.157
Meilati, R. 2021. “Asuhan Teknik Kebidanan Terintegrasi Pada Ibu Hamil, Bersalin,
Nifas, Dan Bbl Dengan Intervensi Relaksasi Nafas Dalam Untuk Mengurangi
Nyeri Persalinan Kala I Fase Aktif Di Puskesmas Pagarsih Tahun 2021 Laporan.”
Putradana, A., Mardiyono, M., & Rochana, N. (2021). PengaruhDiet Sodium dan
Pembatasan Cairan Berbasis AplikasiAndroid Terhadap Keseimbangan Cairan
Dan Dyspnea PadaPasien Gagal Jantung Kongestif (CHF). JISIP (JurnalIlmu
Sosial DanPendidikan),5(1).https://doi.org/10.36312/jisip.v5i1.1768
Pambudi, D. A., & Widodo, S. (2020). Posisi Fowler untuk Meningkatkan Saturasi
Oksigen
Pada Pasien (CHF)Congestive Heart Failure yang Mengalami Sesak Nafas. N
ersMuda, 1(3), 156. https://doi.org/10.26714/nm.v1i3.5775
Purwowiyoto, S. L., & Trifena, G. (2021). Diet dan Nutrisi Pasien Gagal Jantung:
Tinjauan
Mini Bagi Praktisi Klinis.Argipa (Arsip Gizi Dan Pangan), 6(2), 111–
121.https://doi.org/10.22236/argipa.v6i2.7187
Saelan., Toyyibah, D., Adi, GS., Prasetyo, B. (2021). Pelaksanaan Self
Management Terhadap Perilaku Perawatan Diri pada Pasien Gagal Jantung di
Desa Plesungan. Wiraja Medika : Jurnal Kesehatan, 2(11), 49-55.
55
Suharto, Dewi Nurviana, Agusrianto Agusrianto, Dafrosia Darmi Manggasa, and
Firsya Dita Maulinda Liputo. 2020. “Posisi Tidur Dalam Meningkatkan
Kualitas Tidur Pasien Congestive Heart Failure.” Madago Nursing
Journal 1(2):43–47
Wahyu Widodo, Neli Qoniah. 2020. “Penerapan Teknik Relaksasi Nafas Dalam
Menurunkan Intensitas Nyeri Pada Pasien Appendicitis Di Rsud
Wates.” Nursing Science Journal (NSJ)1(1):25–28.
Wijayati, S., Ningrum, D. H., & Putrono, P. (2019). PengaruhPosisi Tidur Semi Fo
wler 45 Derajat
Willim, H. A., Cristianto, Prahasti, D. S., Cipta, H., & Utami, A. A. (2020). Aspek
klinis dan tatalaksana gagal jantung pada anak: tinjauan pustaka. Intisari Sains
Medis, 11(3), 1456–1466. https://doi.org/10.15562/ism.v11i3.827
Zheng, C., Li, M., Kawada, T., Inagaki, M., Uemura, K., & Sugimachi, M. (2017).
Frequent drinking of small volumes improves cardiac function and survival in
rats with chronic heart failure. Physiological Reports, 5(21) , 1–13.
https://doi.org/10.14814/phy2.13497
56