Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN

ASUHAN KEPERAWATAN GADAR 1


PADA PASIEN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF)
DIRUANG ICU RS KARTIKA HUSADA II

DISUSUN OLEH :

Christofhorus issafajar bacura’

NIM : 191121007

PROGRAM STUDI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN PONTINAK DAN NERS

JURUSAN KEPERAWATAN POLITEKNIK KESEHATAN

KEMENTERIAN KESEHATAN PONTIANAK

TAHUN AKADEMIK 2021/2022


VISI MISI PRODI SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN PONTIANAK

JURUSAN KEPERAWATAN POLTEKKES KEMENKES PONTIANAK

VISI

“Menjadi Institusi Pendidikan Sarjana Terapan Keperawatan Unggulan


Kegawatdaruratan Yang Bermutu Dan Mampu Bersaing Di Tingkat Regional Tahun
2020”

MISI

1. Meningkatkan Program pendidikan tinggi Sarjana Terapan Keperawatan


Unggulan Kegawatdaruratan yang Berbasis Kompetensi.

2. Meningkatkan Program pendidikan tinggi Sarjana Terapan Keperawatan


Unggulan Kegawatdaruratan yang berbasis penelitian.

3. Mengembangkan upaya pengabdian masyarakat bidang Sarjana Terapan


Keperawatan Unggulan Kegawatdaruratan berbasis IPTEK dan Teknologi Tepat
Guna.

4. Mengembangkan upaya pengabdian masyarakatbidang Sarjana Terapan


Keperawatan Unggulan Kegawatdaruratan yang mandiri, transparan, dan
akuntabel.

5. Mengembangkan kerjasama baik lokal maupun regional.


LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PENDAHULUAN
PADA PASIEN CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF)

NAMA : Christofhorus issafajar bacura’


NIM : 191121007
MATA KULIAH : PKK 13 GADAR 1
PRODI : SARJANA TERAPAN KEPERAWATAN
PONTINAK DAN NERS

MAHASISWA

Christofhorus issafajar bacura'


NIM. 191121007

MENGETAHUI :
DOSEN CLINICAL INSTRUKTUR
PEMBIMBING (CI)

4072720171101

KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat
rahmat, hidayah dan karunia-Nya maka penulis dapat menyelesaikan laporan
pendahuluan ini dengan judul “Pada Pasien Congestive Heart Failure (CHF)”
Laporan pendahuluan ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah keperawatan
PKK 13 GADAR 1. Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan pendahuluan ini
masih banyak terdapat kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan, hal ini
dikarenakan keterbatasan kemampuan yang penulis miliki.

Atas segala kekurangan dan ketidaksempurnaan makalah ini, penulis sangat


mengharapkan masukan, kritik dan saran yang bersifat membangun kearah perbaikan
dan penyempurnaan makalah ini. Cukup banyak kesulitan yang penulis temui dalam
penulisan makalah ini, tetapi Alhamdullilah dapat penulis atasi dan selesaikan dengan
baik. Akhir kata penulis berharap semoga ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan
semoga amal baik yang telah diberikan kepada penulis mendapat balasan dari Allah
SWT.

Pontianak, Maret 2022


Penulis
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN.......................................................................................................................
KATA PENGANTAR...............................................................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................................................................
LAPORAN PENDAHULUAN..................................................................................................................
A. Pengertian CHF.............................................................................................................................
B. Etiologi............................................................................................................................................
C. Pathofisiologi CHF........................................................................................................................
D. Tanda dan Gejala..........................................................................................................................
E. Komplikasi...................................................................................................................................
F. Pemeriksaan Diagnostik..............................................................................................................
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN................................................................................................
A. Pengkajian....................................................................................................................................
B. Diagnosa Keperawatan................................................................................................................
C. Intervensi Keperawatan................................................................................................................
D. Implementasi................................................................................................................................
E. Evaluasi........................................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................................
LAPORAN PENDAHULUAN

CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF)

A. Pengertian CHF

Gagal jantung kongestif, atau dalam istilah medis disebut dengan congestive
heart failure (CHF) adalah kondisi di mana jantung tidak memompa cukup darah ke
organ tubuh dan jaringan lain. Gagal jantung adalah suatu keadaan patofisiologi
dimana jantung gagal mempertahankan sirkulasi adekuat untuk kebutuhan tubuh
meskipun tekanan pengisian cukup (Manurung, 2018). Gagal jantung adalah
sindrome klinis (sekumpulan tanda dan gejala), ditandai oleh sesak napas dan fatigue
(saat istirahat atau saat aktivitas) yang disebabkan oleh kelainan struktur atau fungsi
jantung. Gagal jantung disebabkan oleh gangguan yang menghabiskan terjadinya
pengurangan pengisian ventrikel (disfungsi diastolik) dan atau kontraktilitas
miokardial (disfungsi sistolik) (Ayu, 2018)
CHF adalah suatu kondisi dimana jantung mengalami kegagalan dalam
memompa darah guna mencukupi kebutuhan sel-sel tubuh akan nutrient dan oksigen
secara adekuat. CHF merupakan suatu keadaan dimana patologisnya yaitu kelainan
fungsi jantung yang menyebabkan kegagalan jantung untuk memompa darah untuk
memenuhi kebutuhan darah yang pada umumnya untuk metabolisme jaringan.
Gangguan fungsi jantung dan metode-metode bantuan sirkulasi ditinjau dari efek-
efeknya terhadap 3 perubahan penentu utama dari fungsi miokardium yaitu Preload,
Afterload dan kontraktilitas miokardium (Baharuddin, 2018). Congestive Heart
Failure (CHF) adalah sindrome klinis (sekumpulan tand. a dan gejala), di tandai oleh
sesak nafas dan fatik (saat Aktivitas atau saat istirahat) yang disebabkan oleh kelainan
struktur atau fungsi jantung. Gagal jantung dapat disebabkan oleh gangguan yang
mengakibatkan terjadinya pengurangan pengisian ventrikel dan / kontraktilitas
miokardial (Benjamin, 2017).
Congestive Heart Failure (CHF) adalah ketika jantung tidak lagi memompakan
darah secukupnya dalam memenuhi kenutuhan sirkulasi tubuh untuk keperluan
metabolisme jaringan tubuh pada kondisi tertentu, sedangkan tekanan pengisian ke
dalam jantung masih cukup tinggi (Aspiani, 2014). Dari ketiga pengertian menurut
para ahli di atas dapat di simpulkan bahwa Congestive Heart Failure (CHF)
merupakan ketidakmampuan jantung untuk memompa darah dalam jumlah yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrien dan oksigen (Turner B,
2011). Gagal jantung kongestif adalah keadaan ketika jantung tidak mampu lagi
memompakan darah secukupnya dalam memenuhi kebutuhan sirkulasi tubuh untuk
keperluan metabolisme jaringan tubuh pada kondisi tertentu, sedangkan tekanan
pengisian kedalam jantung masih cukup tinggi (Aspiani, 2016).

B. Etiologi

Menurut (Hariyanto, 2015) Gagal jantung kongestif dapat disebabkan oleh :

1. Kelainan otot jantung

Gagal jantung sering terjadi pada penderita kelainan otot jantung, disebabkan

menurunnya kontraktilitas jantung. Kondisi yang mendasari penyebab kelainan

fungsi otot mencakup ateriosklerosis koroner, hipertensi arterial, dan penyakit

degeneratif atau inflamasi

2. Aterosklerosis koroner

Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke otot

jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark

miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal

jantung. Peradangan dan penyakit miokardium degeneratif, berhubungan dengan

gagal jantung karena kondisi yang secara langsung merusak serabut jantung,

menyebabkan kontraktilitas menurun.

3. Hipertensi sistemik atau pulmonal

Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan hipertrofi

serabut otot jantung.

4. Peradangan dan penyakit miokardium degenerative

Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung merusak

serabut jantung menyebabkan kontraktilitas menurun.

5. Penyakit jantung lain

Gagal jantung dapat terjadi sebagai akibat penyakit jantung yang sebenarnya,

yang secara langsung mempengaruhi jantung. Mekanisme biasanya terlibat


mencakup gangguan aliran darah yang masuk jantung (stenosis katup semiluner),

ketidakmampuan jantung untuk mengisi darah (tamponade, perikardium,

perikarditif konstriktif, atau stenosis AV), peningkatan mendadak afterload

6. Faktor sistemik

Terdapat sejumlah besar faktor yang berperan dalam perkembangan dan beratnya

gagal jantung. Meningkatnya laju metabolisme (misal: demam), hipoksia dan

anemia diperlukan peningkatan curah jantung untuk memenuhi kebutuhan

oksigen sistemik. Hipoksia dan anemia juga dapat menurunkan suplai oksigen ke

jantung. Asidosis respiratorik atau metabolik dan abnormalitas elektronik dapat

menurunkan kontraktilitas jantung.

C. Pathofisiologi CHF

Gagal jantung bukanlah suatu keadaan klinis yang hanya melibatkan satu sistem

tubuh melainkan suatu sindroma klinik akibat kelainan jantung sehingga jantung

tidak mampu memompa memenuhi kebutuhan metabolisme tubuh. Gagal jantung

ditandai dengan satu respon hemodinamik, ginjal, syaraf dan hormonal yang nyata

serta suatu keadaan patologik berupa penurunan fungsi jantung. Salah satu respon

hemodinamik yang tidak normal adalah peningkatan tekanan pengisian (filling

pressure) dari jantung atau preload. Respon terhadap jantung menimbulkan beberapa

mekanisme kompensasi yang bertujuan untuk meningkatkan volume darah, volume

ruang jantung, tahanan pembuluh darah perifer dan hipertropi otot jantung. Kondisi

ini juga menyebabkan aktivasi dari mekanisme kompensasi tubuh yang akut berupa

penimbunan air dan garam oleh ginjal dan aktivasi system saraf adrenergik.

(Mubarak, 2015)

Penting dibedakan antara kemampuan jantung untuk memompa (pump function)

dengan kontraktilias otot jantung (myocardial function). Pada beberapa keadaan

ditemukan beban berlebihan sehingga timbul gagal jantung sebagai pompa tanpa

terdapat depresi pada otot jantung intrinsik. Sebaliknya dapat pula terjadi depresi otot
jantung intrinsik tetapi secara klinis tidak tampak tanda-tanda gagal jantung karena

beban jantung yang ringan. Pada awal gagal jantung akibat CO yang rendah, di dalam

tubuh terjadi peningkatan aktivitas saraf simpatis dan sistem renin angiotensin

aldosteron, serta pelepasan arginin vasopressin yang kesemuanya merupakan

mekanisme kompensasi untuk mempertahankan tekanan darah yang adekuat.

Penurunan kontraktilitas ventrikel akan diikuti penurunan curah jantung yang

selanjutnya terjadi penurunan tekanan darah dan penurunan volume darah arteri yang

efektif. Hal ini akan merangsang mekanisme kompensasi neurohumoral.

Vasokonstriksi dan retensi air untuk sementara waktu akan meningkatkan tekanan

darah sedangkan peningkatan preload akan meningkatkan kontraktilitas jantung

melalui hukum Starling. Apabila keadaan ini tidak segera teratasi, peninggian

afterload, peninggian preload dan hipertrofi dilatasi jantung akan lebih menambah

beban jantung sehingga terjadi gagal jantung yang tidak terkompensasi. Dilatasi

ventrikel menyebabkan disfungsi sistolik (penurunan fraksi ejeksi) dan retensi cairan

meningkatkan volume ventrikel (dilatasi). Jantung yang berdilatasi tidak efisien

secara mekanis (hukum Laplace) (Lestari, 2015)


Pathway

D. Tanda dan Gejala

1. Tubuh terasa lelah sepanjang waktu.

2. Sesak napas, ketika beraktivitas maupun beristirahat.

3. Pembengkakan pada kaki dan pergelangan kaki.

4. Kenaikan berat badan yang signifikan.

5. Sering ingin buang air kecil terutama saat malam hari. (Inamdar A, 2016)

E. Komplikasi
1. Tromboemboli adalah risiko terjadinya bekuan vena (thrombosis vena dalam atau

deep venous thrombosis dan emboli paru atau EP) dan emboli sistemik tinggi,

terutama pada CHF berat. Bisa diturunkan dengan pemberian warfarin.

2. Komplikasi fibrilasi atrium sering terjadi pada CHF yang bisa menyebabkan

perburukan dramatis. Hal tersebut indikasi pemantauan denyut jantung (dengan

digoxin atau β blocker dan pemberian warfarin).

3. Kegagalan pompa progresif bisa terjadi karena penggunaan diuretik dengan dosis

ditinggikan.

4. Aritmia ventrikel sering dijumpai, bisa menyebabkan sinkop atau sudden cardiac

death (25-50% kematian CHF). Pada pasien yang berhasil diresusitasi,

amiodaron, β blocker, dan vebrilator yang ditanam mungkin turut mempunyai

peranan. (Hariyanto, 2015)

F. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan penunjang diperlukan untuk menilai kinerja jantung dan untuk

menentukan penyebab dari utama gagal jantung, menurut (Mubarak, 2015) terdapat

beberapa pemeriksaan penunjang terhadap hipervolemia pada gagal jantung, yaitu :

1. Ekokardiografi (ECG) Pemeriksaan ekokardiografi umumnya digunakan untuk

deteksi gangguan fungsional dan anatomis yang menyebabkan gagal jantung.

Elektrokardiografi juga dapat digunakan untuk menentukan ukuran dan fungsi

ventrikel kiri, dimensi pada akhir diastolik dan sistolik pada ventrikel kiri dapat

direkan dengan elektrokardiografi

2. Rontgen dada Foto sinar-X dada posterior-anterior dapat menunjukkan hipertensi

vena, edema paru atau kardiomegali. Bukti pertama dari peningkatan tekanan

vena paru adalah adanya diversi aliran darah menuju atas dan adanya peningkatan

ukuran pembuluh darah

3. Elektrokardiografi (EKG) Pemeriksaan EKG dapat digunakan untuk melihat

adanya hipertrofi dan memantau adanya perubahan kalium setelah pemberian


diuretik, sehingga dapat diketahui ada atau tidaknya perubahan gelombang akibat

hipokalemia yang pada umumnya merupakan dampak dari pemberian diuretic.

Pemeriksaan EKG juga dapat menentukan kelainan primer pada jantung seperti

iskemik, hipertrofi ventrikel, gangguan irama jantung dan dapat digunakan untuk

mengetahui faktor pencetus akut seperti infark miokard, emboli paru.

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

CONGESTIVE HEART FAILURE (CHF)

A. Pengkajian

Pengkajian pada pasien gagal jantung merupakan suatu aspek yang sangat
penting dalam proses keperawatan untuk merencanakan tindakan yang akan diberikan
kepada pasien. Data dasar yang dikumpulkan pada saat pengkajian adalah status
terkini pasien terkait dengan kondisi sistem kardiovaskular sebagai prioritas
pengkajian (Ayu, 2018)
1. Keluhan utama
Keluhan klien dengan CHF adalah kelemahan saat beraktivitas dan sesak napas.
2. Riwayat Penyakit saat ini
Pengkajian RPS yang mendukung keluhan utama dilakukan dengan mengajukan
serangkaian pertanyaan mengenai kelemahan fisik klien Secara PQRST, yaitu:
a. Provoking Incident : kelemahan fisik terjadi setelah melakukan aktivitas
ringan sampai berat, sesuai derajat gangguan pada jantung
b. Quality of pain : seperti apa keluhan kelemahan dalam melakukan aktivitas
yang dirasakan atau digambarkan klien. Biasanya setiap beraktivitas klien
merasakan sesak napas (dengan menggunakan alat atau otot bantu
pernapasan)
c. Region radiation, relief
d. Severity (scale) of pain: kaji rentang kemampuan klien dalam melakukan
aktivitas sehari-hari.Biasanya kemampuan klien dalam beraktivitas menurun
sesuai derajat gangguan perfusi yang dialami organ.
e. Time: sifat mula timbulnya (onset), keluhan kelemahan beraktivitas biasanya
timbul perlahan. Lama timbulnya (durasi) kelemahan saat beraktivitas
biasanya setiap saat, baik saat istiahat maupun saat beraktivitas.
3. Riwayat penyakit dahulu
Pengkajian RPD yang mendukung dengan mengkaji apakah sebelumnya klien
pernah menderita nyeri dada, hipertensi, iskemia miokardium, diabetes mellitus,
dan hiperpidemia. Tanyakan mengenai obat-obatan yang biasa diminum oleh
klien pada masa lalu dan masih relevan dengan kondisi saat ini. Obat-obat ini
meliputi diuretik, nitrat, penghambat beta, dan antihipertensi. Catat adanya efek
samping yang terjadi di masa lalu, alergi obat, dan tanyakan reaksi alergi apa
yang timbul. Sering kali klien menafsirkan suatu alergi dengan efek samping
obat.
4. Riwayat keluarga
Perawat menanyakan tentang penyakit yang pernah dialami oleh keluarga,
anggota keluarga yang meninggal terutama pada usia produktif, dan penyebab
kematiannya. Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang timbulnya pada usia
muda merupakan faktor risiko utama untuk penyakit jantung iskemik pada
keturunannya.
5. Riwayat pekerjaan dan kebiasaan
Perawat menanyakan situasi klien bekerja dan lingkungannya. Menanyakan
kebiasaan dan pola hidup misalnya minum alkohol atau obat tertentu. Kebiasaan
merokok dengan menanyakan tentang kebiasaan merokok, sudah berapa lama,
berapa batang perhari, dan jenis rokok.
6. Pengkajian Psikososial
Perubahan integritas ego didapatkan klien menyangkal, takut mati, perasaan ajal
sudah dekat, marah pada penyakit atau perawatan yang tak perlu, khawatir
dengan keluarga, pekerjaan dan keuangan. Kondisi ini ditandai dengan sikap
menolak, menyangkal, cemas, kurang kontak mata, gelisah, marah, perilaku
menyerang, fokus pada diri sendiri. Interaksi sosial dikaji terhadap adanya stres
karena keluarga, pekerjaan, kesulitan biaya ekonomi, kesulitan koping dengan
stressor yang ada. Kegelisahan dan kecemasan terjadi akibat gangguan
oksigenasi jaringan, stress akibat kesakitan bernapas dan pengetahuan bahwa
jantung tidak berfungsi dengan baik. Penurunan lebih lanjut dari curah jantung
dapat ditandai dengan insomnia atau tampak kebinggungan.
7. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan keadaan umum, kesadaran klien gagal jantung biasanya baik
atau compos mentis dan akan berubah sesuai tingkat gangguan perfusi system
saraf pusat.
8. Keadaan umum
Pada pemeriksaan keadaan umum klien gagal jantung biasanya didapatkan
kesadaran yang baik atau compos metis dan akan berubah sesuai tingkat
gangguan yang melibatkan perfusi system saraf pusat.
a. B1 (Breathing)
1) Kongesti Vaskular Pulmonal Gejala-gejala kongesti vascular pulmonal
adalah dispnea, ortopnea, dispnea noktural paroksimal, batuk, dan edema
pulmonal akut.
2) Dispnea Dispnea, di karakteristikan dengan pernafasan cepat, dangkal,
dan keadaan yang menunjukkan bahwa klien sulit mendapatkan udara
yang cukup, yang menekan klien. Terkadang klien mengeluh adanya
insomnia, gelisah, atau kelemahan, yang disebabkan oleh dispnea.
3) Ortopnea Ortopnea adalah ketidakmampuan untuk berbaring datar
karena dispnea, adalah keluhan umum lain dari gagal vertikel kiri yang
berhubungan dengan kongesti vaskular pulmonal. Perawat harus
menetukan apakah ortopnea benar-benar berhubungan dengan penyakit
jantung atau apakah peninggian kepala saat tidur adalah kebiasaan klien.
Sebagai contoh bila klien menyatakan bahwa ia terbiasa menggunakan
tiga bantal saat tidur. Tetapi, perawat harus menenyakan alasan klien
tidur dengan menggunakan tiga bantal. Bila klien mengatakan bahwa ia
melakukan ini karena menyukai tidur dengan ketinggian ini dan telah
dilakukan sejak sebelum mempunyai gejala gangguan jantung, kondisi
ini tidak tepat dianggap sebagai ortopnea.
4) Batuk Batuk iritatif adalah salah satu gejala kongesti vascular pulmonal
yang sering terlewatkan, tetapi dapat merupakan gejala dominan. Batuk
ini dapat produktif, tetapi biasanya kering dan pendek. Gejala ini
dihubungkan dengan kongesti mukosa bronkial dan berhubungan dengan
peningkatan produksi mukus.
5) Edema pulmonal edema pulmonal akut adalah gambaran klinis paling
bervariasi dihubungkan dengan kongesti vascular pulmonal. Ini terjadi
bila tekanan kapiler pulmonal melebihi tekanan yang cenderung
mempertahankan cairan di dalam saluran vaskular (kurang lebih 30
mmhg). Pada tekanan ini, terdapat transduksi cairan ke dalam alveoli,
yang sebaliknya menurunkan tersediannya area untuk transport normal
oksigen dan karbondioksida masuk dan keluar dari darah dalam kapiler
pulmonar. Edema pulmonal akut dicirikan oleh dispnea hebat, batuk,
ortopnea, ansietas dalam, sianosis, berkeringat, kelainan bunyi
pernapasan, sangat sering nyeri dada dan sputum berwarna merah
mudah, dan berbusa dari mulut. Ini memerlukan kedaruratan medis dan
harus ditangani.
b. B2 (Blood)
1) Inspeksi Inspeksi tentang adanya parut pada dada, keluhan kelemahan
fisik, dan adanya edema ekstermitas
2) Palpasi Denyut nadi perifer melemah. Thrill biasanya ditemukan.
3) Auskultasi Tekanan darah biasanya menurunkan akibat penurunan
volume sekucup. Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup
biasanya ditemukan apabila penyebab gagal jantung adalah kelainan
katup
4) Perkusi Batas jantung mengalami pergeseran yang menunjukkan adanya
hipertrofi jantung (kardiomegali)
5) Penurunan Curah Jantung Selain gejala-gejala yang diakibatkan gagal
ventrikel kiri dan kongesti vascular pulmonal, kegagalan ventrikel kiri
juga dihubungkan dengan gejala tidak spesifik yang berhubungan
dengan penurunan curah jantung. Klien dapat mengeluh lemah, mudah
lelah, apatis letargi, kesulitan berkonsentrasi, defisit memori, atau
penurunan toleransi latihan. Gejala ini mungkin timbul pada tingkat
curah jantung rendah kronis dan merupakan keluhan utama klien. curah
jantung rendah kronis dan merupakan keluhan utama klien.Namun,
gejala ini tidak spesifik dan sering dianggap sebagai depresi, neurosis
atau keluhan fungsional.
6) Bunyi Jantung dan Crackles Tanda fisik yang berkaitan dengan
kegagalan vertikel kiri yang dapat dikenali dengan mudah adalah adanya
bunyi jantung ketiga dan keempat (S3, S4) dan crakles pada paru-paru.
S4 atau gallop atrium, dihubungkan dengan dan mengikuti konstraksi
atrium dan terdengar paling baik dengan bell stetoskop yang
ditempelkan dengan tepat pada apeks jantung. Klien diminta untuk
berbaring pada posisi miring kiri untuk mendapatkan bunyi. Bunyi S4
ini terdengar sebelum bunyi jantung petama (S1) dan tidak selalu
merupakan tanda pasti kegagalan kongestif, tetapi bunyi jantung pertama
(S1) dan tidak selalu merupakan tanda pasti kegagalan kongestif, tetapi
dapat menunjukkan adanya penurunan complains (peningkatan
kekakuan) miokardium.Bunyi S4 umumnya ditemukan pada klien
dengan infark miokardium akut. S3 terdengar pada awak diastolik
setelah bunyi jantung kedua (S2) dan berkaitan dengan periode
pengisian ventrikel pasif yang cepat. Suara ini juga terdengar paling baik
dengan bell stetoskop yang diletakkan tepat apeks, akan lebih baik
dengan posisi klien berbaring miring kiri, dan pada akhir ekspirasi.
Crackles atau ronkhi basah halus secara umum terdengar pada dasar
posterior paru dan sering dikenali sebagai bukti gagal vertikel kiri.
Sebelum crackles ditetapkan sebagai kegagalan pompa jantung, klien
harus diinstruksikan untuk batuk dalam yang bertujuan membuka alveoli
basilaris yang mungkin mengalami kompresi karena berada di bawah
diafragma.
7) Disritmia Karena peningkatan frekuensi jantung adalah respons awal
jantung terhadap stress, sinus takikardia mungkin dicurigai dan sering
ditemukan pada pemeriksaan klien dengan kegagalan pompa jantung.
Irama lain yang berhubungan dengan kegagalan pompa meliputi
konstraksi atrium prematur, takikardia atrium proksimal, dan denyut
vertikel prematur. Kapan pun abnormalitas irama terdeteksi, seseorang
harus berupaya untuk menemukan mekanisme dasar patofisiologisnya,
kemudian terapi dapat direncanakan dan diberikan dengan tepat.
8) Distensi Vena Jugularis Bila vertikel kanan tidak mampu
berkompensasi, maka akan terjadi dilatasi ruang, peningkatan volume
dan tekanan pada diastolik akhir vertikel kanan, tahanan untuk mengisi
vertikel, dan peningkatan lanjut pada tekanan atrium kanan. Peningkatan
tekanan ini sebaiknya memantulkan ke hulu vena kava dan dapat
diketahui dengan peningkatan pada tekanan vena jugularis. Klien
diinstruksikan untuk berbaring ditempat tidur dengan kepala tempat tidur
ditinggikan antara 30 sampai 60 derajat, kolom darah di vena-vena
jugularis eksternal akan meningkat. Pada orang normal, hanya beberapa
millimeter di atas batas atas klavikula, namun pada klien gagal vertikel
kanan akan tampak sangat jelas dan berkisar 1 sampai 2 cm.
9) Kulit dingin Kegagalan arus darah ke depan (forward failure) pada
ventrikel kiri menimbulkan tanda-tanda yang menunjukkan
berkurangnya perfusi ke organ-organ. Karena darah dialihkan dari
organ-organ nonvital ke organ-organ vital seperti jantung dan otak untuk
mempertahankan perfusi organ-organ seperti kulit dan otot-otot rangka.
Kulit tampak pucat dan terasa dingin karena pembuluh darah perifer
mengalami vasokonstriksi dan kadar hemoglobin yang tereduksi
meningkat. Sehingga akan terjadi sianosis.
10) Perubahan nadi. Pemeriksaan denyut arteri selama gagal jantung
menunjukkan denyut yang cepat dan lemah. Denyut jantung yang cepat
atau takikardia, mencerminkan respons terhadap perangsangan saraf
simpatis. Penurunan yang bemakna dari curah sekuncup dan adanya
vasokonstriksi perifer mengurangi tekanan nadi (perbedaan antara
tekanan sistolik dan diastolik), sehingga menghasilkan denyut yang
lemah atau theready pulse. Hipotensi sistolik ditemukan pada gagal
jantung yang lebih berat. Selain itu, pada gagal jantung kiri yang berat
dapat timbul pulsus alternans (suatu perubahan kekuatan denyut arteri).
Pulsus alternans menunjukkan gangguan fungsi mekanis yang berat
dengan berulangnya variasi
denyut ke denyut pada curah sekuncup.
c. B3 (Brain)
Kesadaran klien biasanya compos mentis, didapatkan sianosis perifer apabila
gangguan perfusi jaringan berat. Pengkajian objektif klien meliputi wajah
meringis, menangis, merintih, meregang, dan menggeliat.
d. B4 (Bladder)
Pengukuran volume keluaran urine selalu dihubungan dengan intake cairan.
Perawat perlu memonitor adanya oliguria karena merupakan tanda awal dari
syok kardiogenik. Adanya edema ekstermitas menandakan adanya retensi
cairan yang parah.
e. B5 (Bowel)
1) Hepatomegali Hepatomegali dan nyeri tekan pada kuadran kanan atas
abdomen terjadi akibat pembesaran vena di hepar. Bila proses ini
berkembang, maka tekanan dalam pembuluh portal meningkat, sehingga
cairan terdorong keluar rongga abdomen, yaitu suatu kondisi yang
dinamakan asites. Pengumpulan cairan dalam rongga abdomen ini dapat
menyebabkan tekanan pada diafargma dan distress pernapasan.
2) Anoreksia Anoreksia (hilangnya selera makan) dan mual terjadi akibat
pembesaran vena dan statis vena di dalam rongga abdomen.
f. B6 (Bone)
1) Edema Edema sering dipertimbangkan sebagai tanda gagal jantung
ditandai dengan gagal vertikel kanan . Akibat ini terutama lansia yang
menghabiskan waktu mereka untuk duduk di kursi dengan kaki
tergantung sehingga terjadi penurunan tugor jaringan subkutan yang
berhubungan dengan usia lanjut, dan mungkin penyakit vena pimer
seperti varikositis, edema pergelangan kaki dapat terjadi yang mewakili
faktor ini daripada kegagalan ventrikel kanan. Bila edema tampak dan
berhubungan dengan kegagalan di vertikel kanan, bergantung pada
lokasinya. Bila klien berdiri atau bangun, edema akan ditemukan secara
primer pada pegelangan kaki dan akan terus berlanjut ke bagian atas
tungkai bila kegagalan makin buruk. Bila klien berbaring di tempat tidur,
bagian yang bergantung adalah area sacrum. Manifestasi klinis yang
tampak meliputi edema ekstermitas bawah (edema dependen), yang
biasanya merupakan piting edema, pertambahan berat badan,
hepatomegali (pembesaran hepar), distensi vena leher, asites
(penimbunan cairan didalam rongga peritoneum), anoreksia dan mual,
nokturia, serta kelemahan.Edema sakral sering jarang terjadi pada klien
yang berbaring lama. Pitting edema adalah edema yang akan tetap
cekung bahkan setelah penekanan ringan dengan ujung jari, dan akan
jelas terlihat setelah terjadi retensi cairan minimal 4,5 kg.
2) Mudah lelah Klien dengan gagal jantung akan cepat merasa lelah, hal ini
terjadi akibat curah jantung yang berkurang yang dapat menghambat
sirkulasi normal dan suplai oksigen ke jaringan dan menghambat
pembuangan sisa hasil katabolisme. Juga terjadi akibat meningkatnya
energi yang digunakan untuk bernapas dan insomnia yang terjadi akibat
distress pernapasan dan batuk. Perfusi yang kurang pada otot-otot rangka
menyebabkan kelemahan dan keletihan. Gejala-gejala ini dapat dipicu
oleh ketidakseimbangan cairan dan elektrolit atau anoreksia.
B. Diagnosa Keperawatan

1. Gangguan pertukaran gas b.d perubahan membran alveolus-kapiler


2. Pola nafas tidak efektif b.d hambatan upaya nafas (mis: nyeri saat bernafas)
(SDKI, 2016)
C. Intervensi Keperawatan
Intervensi keperawatan adalah segala bentuk treatment yang dikerjakan oleh
perawat didasarkan pada pengetahuan dan penilaian klinis untuk mencapai tujuan
luaran yang diharapkan (Tim Pokja SIKI DPP PPN, 2018). Diagnosa berdasarkan
SIKI adalah :
NO Diagnosa Tujuan dan Kreteria Hasil Intervensi
Gangguan pertukaran Tujuan : (Pemantauan
gas b.d perubahan Setelah dilakukan tindakan Respirasi I.01014)
membran alveolus- keperawatan diharapkan 1. Monitor frekuensi
kapiler pertukaran gas meningkat. irama, kedalaman
Kriterian hasil : dan upaya nafas
(Pertukaran gas L.01003) 2. Monitor pola
1. Dipsnea menurun nafas
2. bunyi nafas tambahan 3. Monitor
menurun kemampuan batuk
3. pola nafas membaik efektif
4. PCO2 dan O2 membaik 4. Monitor nilai
AGD
5. Monitor saturasi
oksigen
6. Auskultasi bunyi
nafas
7. Dokumentasikan
hasil pemantauan
8. Jelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan
9. Informasikan
hasil pemantauan,
jika perlu
10.Kolaborasi
penggunaan
oksigen saat
aktifitas dan/atau
tidur
2. Pola nafas tidak Tujuan : (Manajemen jalan
efektif b.d hambatan Setelah dilakukan tindakan nafas I.01011)
upaya nafas (mis: keperawatan diharapkan 1. Monitor pola
nyeri saat bernafas) pola nafas membaik. nafas (frekuensi,
Kriteria hasil : kedalaman, usaha
(pola nafas L.01004) nafas)
1. Frekuensi nafas dalam 2. Monitor bunyi
rentang normal nafas tambahan
2. Tidak ada pengguanaan (mis: gagling,
otot bantu pernafasan mengi, Wheezing,
3. Pasien tidak ronkhi)
menunjukkan tanda 3. Monitor sputum
dipsnea (jumlah, warna,
aroma)
4. Posisikan semi
fowler atau fowler
5. Ajarkan teknik
batuk efektif
6. Kolaborasi
pemberian
bronkodilato,
ekspetoran,
mukolitik, jika
perlu.

D. Implementasi

Implementasi merupakan tahap ke empat dari proses keperawatan yang dimulai


setelah perawat menyusun rencana keperawatan (Hariyanto, 2015). Implementasi
keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh perawat untuk
membantu pasien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus kesehatan
yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan. Proses pelaksanaan
implementasi harus berpusat kepada kebutuhan pasien, faktor-faktor lain yang
mempengaruhi kebutuhan keperawatan, strategi implementasi keperawatan, dan
kegiatan komunikasi (Aspiani, 2016)

E. Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah akhir dari proses keperawatan. Evaluasi adalah
kegiatan yang disengaja dan terus menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan
anggota tim kesehatan lainnya. Menurut (Lestari, 2015) dalam buku Konsep &
penulisan Asuhan Keperawatan, Tahap evaluasi adalah perbandingan yang sistematis
dan terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang telah ditetapkan,
dilakukan dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan pasien, keluarga, dan
tenaga kesehatan lainnya. Tujuan evaluasi adalah untuk melihat kemampuan pasien
dalam mencapai tujuan yang disesuaikan dengan kriteria hasil pada tahap
perencanaan (Mubarak, 2015)
DAFTAR PUSTAKA
Aspiani. (2016). Buku Ajar Asuhan Keperawatan Klien GangguanKardiovaskular Aplikasi
NIC & NOC. Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Ayu, I. L. (2018). Patients Congestive Heart Failure The Correlation Between


Hypertension and Aritmia in Mortality Of Congestive Heart Failure Patients.
Jurnal keperawatan jantung, 2, 39–44.

Baharuddin, &. W. (2018). Upaya Pemeliharaan Kesehatan Jantung. Politeknik


Kesehatan Makassar, 13(1), 9.

Benjamin. (2017). Heart Disease and Stroke Statistics. Cardiomyopathy and Heart
Failure, In Circulation (Vol. 135, Issue 10).

Hariyanto, A. &. (2015). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah 1 Dengan Diagnosis
NANDA Internasional. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA.

Inamdar A, I. A. (2016). Diagnosis, Management and Utilization. J Clin Med, 5(7):62.

Lestari, T. (2015). Kumpulan Teori Untuk Kajian Pustaka Penelitian Kesehatan.


Yogyakarta: Nuha Medika.

Manurung. (2018). Gagal Jantung Akut. Jakarta: Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I.

Mubarak, W. I. (2015). uku Ajar Ilmu Keperawatan Dasar. Jakarta: Salemba Medika.

SDKI, T. P. (2016). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia (SDKI), Edisi 1. Jakarta:


Persatuan Perawat Indonesia.

Tim Pokja SIKI DPP PPN. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI).
Jakarta: Persatuan Perawat Indonesia.

Turner B, W. N.-R. (2011). Executive Summary: Heart Disease and Stroke Statistics.
Update A Report From the American Heart Association, 123:459–63.
Hasil Pertama Datang

EKG Hari Ke-Dua

Anda mungkin juga menyukai