Anda di halaman 1dari 61

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN

KEPERAWATAN ANEMIA
DOSEN : RIMBA APRIANTI, S.Kep., Ners

DISUSUN OLEH :
MAHASISWA TINGKAT II B
LEONARDO 2018.C.10a.0975

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2019/2020

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan Kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berkat
limpahan rahmat dan karunia-Nya saya dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Anemia. Penyusunan laporan
pendahuluan dan asuhan keperawatan ini bertujuan agar para pembaca dapat
menambah wawasan dan pengetahuannya.

Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan ini


mungkin terdapat kesalahan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, saya
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca dan mudah-mudahan laporan
pendahuluan dan asuhan keperawatan ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan
sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Palangkaraya, 16 maret 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

BAB 1
BAB 2
2.2 Etiologi...........................................................................................................
8
2.3 Manifestasi Klinis...........................................................................................9
2.4 Patofisiologi....................................................................................................9
2.5 Pemeriksaan Penunjang................................................................................
13
2.6 Penatalaksanaan............................................................................................14
2.7 Pengkajian.....................................................................................................15
2.8 Pemeriksaan Penunjang................................................................................
18
2.9 Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin
Muncul...........................................19
2.10 Intervensi......................................................................................................
3.1 Pengkajian.....................................................................................................27
3.2 Analisa Data..................................................................................................31
3.3 Diagnosa Keperawatan.................................................................................
32
3.4 Intervensi......................................................................................................
32
3.5 Implementasi.................................................................................................35
3.6 Evaluasi.........................................................................................................37
BAB 4
PEMBAHASAN........................................................................................40
4.1 Pengkajian.....................................................................................................40
4.2 Diagnosa Keperawatan.................................................................................
44

iii
4.3 Intervensi......................................................................................................
48
4.4 Implementasi.................................................................................................51
4.5 Evaluasi.........................................................................................................52
BAB 5 PENUTUP.................................................................................................55
5.1 Kesimpulan...................................................................................................55
5.2 Saran.............................................................................................................57
59

iv
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Seperti yang kita ketahui anemia merupakan penyakit kurang darah yang
ditandai dengan kadar hemoglobin (Hb) dan sel darah merah (eritrosit) lebih
rendah dibandingkan normal (Soebroto, 2010). Anemia pada umumnya terjadi di
seluruh dunia, terutama di Negara berkembang (Developing countries) dan pada
kelompok sosio-ekonomi rendah (Departemen Gizi dan Kesehatan Masyarakat,
2008).

Di Indonesia, anemia gizi masih merupakan salah satu masalah kesehatan di


samping masalah-masalah gizi yang lainnya, yaitu: kurang kalori protein,
defisiensi vitamin A, dan gondok endemik (Arisman, 2007). Anemia pada wanita
masa nifas (pasca persalinan) juga umum terjadi, sekitar 10% dan 22% terjadi
pada wanita post partum dari keluarga miskin (Departemen Gizi dan Kesehatan
Masyarakat, 2008). Anemia gizi disebabkan oleh defisiensi zat besi, asam folat,
dan / atau vitamin B12, yang kesemuanya berakar pada asupan yang tidak
adekuat, ketersediaan hayati rendah (buruk), dan kecacingan yang masih tinggi
(Arisman, 2007).

Penyebab anemia gizi besi, selain karena adanya pantangan terhadap


makanan hewani faktor ekonomi merupakan penyebab pola konsumsi masyarakat
kurang baik, tidak semua masyarakat dapat mengkonsumsi lauk hewani dalam
sekali makan. Padahal pangan hewani merupakan sumber zat besi yang tinggi
absorbsinya (Waryana, 2010). Data Profil Kesehatan Indonesia tahun 2008
menunjukkan bahwa prevalensi anemia pada ibu hamil di Indonesia adalah 70%
mengalami anemia sedangkan di Sumatera Barat jumlah ibu hamil yang
mengalami anemia sebesar 69% (Dinkes Sumbar, 2008). Dari hasil laporan Dinas
Kesehatan Pasaman Barat tahun 2008 kejadian anemia pada ibu hamil adalah
19,7%, tahun 2009 sebanyak 12,5% dan tahun 2010 sebanyak 9,2%. Ibu hamil
yang mengalami anemia di wilayah kerja UPTDK 3 Puskesmas Desa Baru tahun
2008 sebanyak 28,5%, tahun 2009 sebanyak 24,3% dan tahun 2010 sebanyak
21,1%.

5
Sebagian besar anemia di Indonesia selama ini dinyatakan sebagai akibat
kekurangan besi dan perhatian yang kurang terdapat ibu hamil merupakan
perdisposis anemia divisiensi di Indonesia (Saifuddin, 2006 : 281).

Tablet besi sangat diperlukan pada ibu hamil untuk pembentukan


hemoglobin, sehingga pemerintah Indonesia mengatasinya dengan mengadakan
pemberian suplemen besi untuk ibu hamil mulai tahun 1974, namun hasilnya
belum memuaskan (Depkes, 2003). Karena Anemia gizi besi merupakan masalah
gizi utama bagi semua kelompok umur dengan prevalensi paling tinggi pada ibu
hamil (70%), dan pekerja yang berpenghasilan rendah (40%). Sedangkan
prevalensi pada anak sekolah sekitar 30% serta pada balita sekitar 40%
(Supariasa, 2002).

Berdasarkan data Rekam Medik RSUD Prof. Margono Soekarjo diperoleh


data mengenai jumlah kasus anemia pada tahun 2008 sebanyak 186 kasus, 2009
sebanyak 320 kasus, 2010 sebanyak 533 kasus dan 2011 sebanyak 467 kasus.
Untuk tahun 2012 sejak bulan Januari sampai dengan Mei sebanyak 132 kasus.

Berdasarkan data tersebut diatas, saya tertarik untuk mempelajari lebih


lanjut tentang asuhan keperawatan pasien dengan anemia.

1.2 Rumusan Masalah


1. Jelaskan bagaimana melakukan pengkajian keperawatan
dengan gangguan system kardiovaskuler pada pasien
anemia !
2. Jelaskan cara merumuskan diagnosa keperawatan dengan
gangguan system kardiovaskuler pada pasien anemia !
3. Jelaskan cara merumuskan rencana tindakan keperawatan
dengan gangguan system kardiovaskuler pada pasien
anemia !
4. Jelaskan bagaimana melakukan tindakan/implementasi
keperawatan dengan gangguan system kardiovaskuler pada
pasien anemia !

1.3 Tujuan Penulisan

6
1. Tujuan Umum
Mendapat pengatahuan dan perjalanan penyakit tentang
gangguan system kardivaskuler pada pasien dengan anemia
di ruang Cendana RSUD Prof. dr. Margono Soekarjo
Purwokerto
2. Tujuan Khusus
a. Penulis mampu melakukan pengkajian keperawatan
dengan gangguan system kardiovaskuler pada pasien
anemia.
b. Penulis mampu merumuskan diagnosa keperawatan
dengan gangguan system kardiovaskuler pada pasien
anemia.
c. Penulis mampu merumuskan rencana tindakan
keperawatan dengan gangguan system kardiovaskuler
pada pasien anemia.
d. Penulis mampu melakukan tindakan/implementasi
keperawatan dengan gangguan system kardiovaskuler
pada pasien anemia.

1.4 Manfaat Penulisan


1. Manfaat Bagi Penulis
Mendapatkan pengalaman dan dapat menerapkan Asuhan Keperawatan
yang tepat pada pasien anemia.
2. Manfaat Bagi Institusi
Dapat dijadikan sebagai acuan ataupun referensi dalam pembelajaaran di
kampus.

7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi Anemia


Aniemia didefinisikan sebagai penurunan volume eritrosit atau kadar Hb
sampai dibawah rentang nilai yang berlaku untuk orang sehat (Behrman E
Richard, IKA Nelson ; 1680). Anemia adalah berkurangnya hingga dibawah nilai
normal jumlah SDM, kualitas Hb, dan volume packed red blood cell (hematokrit)
per 100 ml darah (Syilvia A. Price. 2006). Anemia adalah istilah yang
menunjukkan rendahnya hitung sel darah dan kadar hematokrit dibawah normal.
Anemia bukan merupakan penyakit, melainkan merupakan pencerminan keadaan
suatu penyakit (gangguan) fungsi tubuh. Secara fisiologis anemia terjadi apabila
terdapat kekurangan Hb untuk mengangkut oksigen ke jaringan. Anemia tidak
merupakan satu kesatuan tetapi merupakan akibat dari berbagai proses patologik
yang mendasari (Smeltzer C Suzane, Buku Ajar Keperawatan Medical Bedah
Brunner dan Suddarth ; 935).

2.2 Etiologi
Ada beberapa jenis anemia sesuai dengan penyebabnya :

1. Anemia Pasca Pendarahan

8
Terjadi sebagai akibat perdarahan yang massif seperti kecelakaan, operasi
dan persalinan dengan perdarahan atau yang menahun seperti pada penyakit
cacingan.
2. Anemia Defisiensi
Terjadi karena kekurangan bahan baku pembuat sel darah.
3. Anemia Hemolitik
Terjadi penghancuran (hemolisis) eritrosit yang berlebihan karena :
a. Factor Intrasel
Misalnya talasemia, hemoglobinopati (talasemia HbE, sickle cell
anemia), sferositas, defisiensi enzim eritrosit (G – 6PD, piruvatkinase,
alutation reduktase).

b. Factor Ekstrasel
Karena intoksikasi, infeksi (malaria), imunologis (inkompatibilitas
golongan darah, reaksi hemolitik pada transfuse darah).
4. Anemia Aplastik
Disebabkan terhentinya pembuatan sel darah sum sum tulang (kerusakan
sumsum tulang).

2.3 Manifestasi Klinis


Karena system organ dapat terkena, maka pada anemia dapat menimbulkan
manifestasi klinis yang luas tergantung pada kecepatan timbulnya anemia, usia,
mekanisme kompensasi, tingakat aktivitasnya, keadaan penyakit yang
mendasarinya dan beratnya anemia. Secara umum gejala anemia adalah :
1. Hb menurun (< 10 g/dL), thrombosis / trombositopenia, pansitopenia
2. Penurunan BB, kelemahan
3. Takikardi, TD menurun, penurunan kapiler lambat, ekstremitas dingin,
palpitasi, kulit pucat.
4. Mudah lelah, sering istirahat, nafas pendek, proses menghisap yang buruk
(bayi).
5. Sakit kepala, pusing, kunang – kunang, peka rangsang.

2.4 Patofisiologi

9
Timbulnya anemia mencerminkan adanya kegagalan sumsum atau
kehilangan sel darah merah secara berlebihan atau keduanya. Kegagalan sumsum
dapat terjadi akibat kekurangan nutrisi, pajanan toksik, invasi tumor atau
kebanyakan akibat penyebab yang tidak diketahui. Sel darah merah dapat hilang
melalui perdarahan atau hemolisis (destruksi), hal ini dapat akibat defek sel darah
merah yang tidak sesuai dengan ketahanan sel darah merah yang menyababkan
destruksi sel darah merah.

Lisis sel darah merah (disolusi) terjadi terutama dalam sel fagositik atau
dalam system retikuloendotelial, terutama dalam hati dan limfa. Hasil samping
proses ini adalah bilirubin yang akan memasuki aliran darah. Setiap kenaikan
destruksi sel darah merah (hemolisis) segera direfleksikan dengan peningkatan
bilirubin plasma (konsentrasi normal, ≤ 1 mg/dl, kadar diatas 1.5 mg/dl
mengakibatkan ikterik pada sclera). Apabila sel darah merah mengalami
penghancuran dalam sirkulasi, (pada kelainan hemplitik) maka hemoglobin akan
muncul dalam plasma (hemoglobinemia). Apabila konsentrasi plasmanya
melebihi kapasitas haptoglobin plasma (protein pengikat untuk hemoglobin bebas)
untuk mengikat semuanya, hemoglobin akan berdifusi dalam glomerulus ginjal
kedalam urin (hemoglobinuria).

Kesimpulan menganai apakah suatu anemia pada pasien disebabkan oleh


penghancuran sel darah merah atau produksi sel darah merah yang tidak
mencukupi biasanya dapat diperoleh dengan dasar hitung retikulosit dalam
sirkulasi darah, derajat proliferasi sel darah merah muda dalam sumsum tulang
dan cara pematangannya, seperti yang terlihat dalam biopsy, dan ada tidaknya
hiperbilirubinemia.

Anemia defisiensi zat besi adalah anemia yang paling sering menyerang
anak – anak. Bayi cukup bulan yang lahir dan ibu nonanemik dan bergizi baik,
memiliki cukup persediaan zat besi sampai berat badan lahirnya menjadi dua kali
lipat umumnya saat berusia 4 – 6 bulan. Sesudah itu zat besi harus tersedia dalam
makanan untuk memenuhi kebutuhan anak. Jika asupan zat besi beri makanan
tidak mencukupi terjadi anemia defisiensi zat besi. Hal ini paling sering terjadi
pengenalan makanan padat yang terlalu dini (sebelum usia 4 – 6 bulan)

10
dihentikannya susu formula bayi yang mengandung zat besi atau ASI sebelum
usia 1 tahun dab minum susu sapi berlebihan tanpa tambahan makanan padat kaya
besi. Bayi yang tidak cukup bulan, bayi dengan perdarahan perinatal berlebihan
atau bayi dari ibu yang kurang gizi dan kurang zat besi juga tidak memiliki
cadangan zat besi yang adekuat. Bayi ini berisiko lebih tinggi menderita anemia
defisiensi besi sebelum berusia 6 bulan.

Anemia defisiensi zat besi dapat juga terjadi karena kehilangan banyak
darah yang kronik. Pada bayi hal ini terjadi karena perdarahan usus kronik yang
disebabkan oleh protein dalam susu sapi yang tidak tahan panas. Pada anak
sembarang umur kehilangan darah sebanyak 1 – 7 ml dari saluran cerna setiap hari
dapat menyebabkan anemia defisiensi zat besi. Pada remaja puteri anemia
defisiensi zat besi juga dapat terjadi karena menstruasi.

Anemia aplastik diakibatkan oleh karena rusaknya sumsum tulang.


Gangguan berupa berkurangnya sel darah dalam darah tepi sebagai akibat
terhentinya pembentukan sel hemotopoetik dalam sumsum tulang. Aplasia dapat
terjadi hanya pada satu, dua atau ketiga system hemotopoetik (eritropoetik,
granulopoetik, dan trombopoetik).

Aplasia yang hanya mengenai system eritropoetik disebut eritroblastopenia


(anemia hipoplastik) yang mengenai system trombopoetik disebut agranulositosis
(penyakit Schultz), dan yang mengenai system trombopoetik disebut
amegakariositik trombositopenik purpura (ATP). Bila mengenai ketiga system
disebut panmieloptisis atau lazimnya disebut anemia aplastik.

Kekurangan asam folat akan mengakibatkan anemia megaloblastik. Asam


folat merupakan bahan esensial untuk sintesis DNA dan RNA, yang paling
penting sekali untuk metabolisme inti sel dan pematangan sel.

11
Pathway

12
13
2.5 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Diagnostic :
1. Jumlah darah lengkap Hb dan Ht menurun.
a. Jumlah eritrosit : menurun (AP), menurun berat (Aplastik), MCV dan
MCH menurun dan mikrositik dengan eritrosit hipokromik (DB),
peningkatan (AP), pansitopenia (aplastik).
b. Jumlah retikulosit bervariasi : menurun (AP), meningkat (hemolisis).
c. Penurunan SDM : mendeteksi perubahan warna dan bentuk (dapat
mengidentifikasikan tipe khusus anemia).
d. LED : peningkatan menunjukkan adanya reaksi inflamasi.
e. Massa hidup SDM : untuk membedakan diagnose anemia.
f. Tes kerapuhan eritrosit : menurun (DB).
g. SDP : jumlah sel total sama dengan SDM (diferensial) mungkin
meningkat (hemolitik) atau menurun (aplastik).
2. Jumlah trombosit : menurun (aplastik), meningkat (DB), normal / tinggi
(hemolitik).
3. Hb elektroforesis : mengidentifikasi tipe struktur Hb.
4. Bilirubin serum (tidak terkonjugasi) : meningkat (AP, hemolitik)
5. Folat serum dan vit. B12 : membantu mendiagnosa anemia.
6. Besi serum : tidak ada (DB), tinggi (hemolitik).
7. TIBC serum : menurun (DB).
8. Masa perdarahan : memejang (aplastik).
9. LDH serum : mungkin meningkat (AP).
10. Tes Schilling : penurunan eksresi vit B12 urin (AP)
11. Guaiac : mungkin positif untuk darah pada urin, feses, dan isi gaster,
menunjukan perdarahan akut / kronis (DB)
12. Analisa gaster : penurunan sekresi dengan peningkatan pH dan tak adanya
asam hidroklorotik bebas (AP).
13. Aspirasi sumsum tulang / pemeriksaan biopsy : sel mungkin tampak
berubah dalam jumlah, ukuran, bentuk, membedakan tipe anemia
14. Pemeriksaan endoskopi dan radiografik : memeriksa sisi perdarahan,
perdarahan GI.

14
2.6 Penatalaksanaan
1. Anemia Karena Perdarahan
Pengobatan terbaik adalah transfuse darah. Pada perdarahan kronik
diberikan transfuse packed cell. Mengatasi rejatan dan penyebab
perdarahan. Dalam keadaan darurat pemberian cairan intravena dengan
cairan infuse apa saja yang tersedia (Keperawatan Medikal Bedah 2).
2. Anemia Defesiensi
Anemia defisiensi besi (DB). Respon regular DB terhadap sejumlah besi
cukup mempunyai arti diagnostic, pemberian oral garam ferro sederhana
(sulfat, glukanat, fumarat). Merupakan terapi yang murah dan memuaskan.
Preparat besi parenteral (dektram besi) adalah bentuk yang efektif dan aman
digunakan bila diperhitungkan dosis tepat, sementara itu keluarga harus
diberi edukasi tentang diet penerita, dan konsumsi susu harus dibatasi lebih
baik 500 ml/24 jam. Jumlah makanan ini mempunyai pengaruh ganda yakni
jumlah makanan yang kaya akan besi bertambah dan kehilangan darah
karena intolerasni protein susu sapi tercegah (Behrman E Richard, IKA
Nelson ; 1692). Anemia defesiensi asam folat, meliputi pengobatan terhadap
penyebabnya dan dapa dilakukan pula dengan pemberian / suplementasi
asam folat oral 1 mg/hari (Mansjoer Arif, Kapita Selekta Kedokteran ; 553).
3. Anemia Hemolitik
Anemia hemolitik autoimun. Terapi inisial dengan menggunakan
prednisone 1 -2 mg/kg/BB/hari. Jika anemia mengancam hidup, transfuse
harus diberikan dengan hati – hati. Apabila prednisone tidak efektif dalam
menanggulangi kelainan itu, atau penyakit mengalami kekambuhan dalam
periode tapperingoff dari prednisone maka dianjurkan untuk dilakukan
splektomi. Apabila keduanya tidak menolong, maka dilakukan terapi
dengan menggunakan berbagai jenis obat imunosupresif. Immunoglobulin
dosis tinggi intravena (500 mg/kg/BB/hari selama 1 – 4 hari ) mungkin
mempunyai efektifitas tinggi daam mengontrol hemolisis. Namun efek
pengobatan ini hanya sebentar (1 – 3 minggu) dan sangat mahal harganya.
Dengan demikian pengobatan ini hanya digunakan dalam situasi gawat
darurat dan bila pengobatan ini hanya digunakan prednisone merupakan

15
kontra indikasi (Manjoer Arif, kapita Selekta Kedokteran ; 552). Anemia
hemolitik karena kekurangan enzim. Pencegahan hemolisis adalah cara
terapi yang paling penting. Transfuse tukar mungkin terindikasi untuk
hiperbillirubenemia pada neonates. Transfuse eritrosit terpapar diperlukan
untuk anemia berat atau kritis aplastik. Jika anemia terus menerus berat atau
jika diperlukan transfuse yang sering, splektomi harus dikerjakan setelah
umur 5 – 6 tahun ( Behrman E Richard, IKA Nelson ; 1713). Sferositosis
herediter. Anemia dan hiperbilirubenemia yang cukup berat memerlukan
fototerapi atau transfuse tukar, karena sferosit pada SH dihancurkan hampir
seluruhnya oleh limfa, maka splektomi melenyapkan hampir seluruh
hemolisis pada kelainan ini. Setelah splenektomi sferosis mungkin lebih
banyak, meningkatkan fragilitas osmotic, tetapi anemia retikalositosis dan
hiperbilirubinemia membaik (Behrman E Richard, IKA Nelson ; 1700).
Thalasemia. Hingga sekarang tidak ada obat yang dapat menyembuhkannya.
Transfuse darah diberikan bila kadar Hb telah rendah (kurang dari 6%) atau
bila anak mengeluh tidak mau makan atau lemah. Untuk mengeluarkan besi
dari jaringan tubuh diberikan ion chelating agent, yaitu Desferal secara
intramuscular atau intravena. Splenektomi dilakukan pada anak lebih dari 2
tahun sebelum didapatkan tanda hiperplenome atau hemosiderosis. Bila
kedua tanda itu telah tampak, maka splenektomi tidak banyak gunanya lagi.
Sesudah splenektomi biasanya frekuensi transfuse darah menjadi jarang.
Diberikan pula bermacam – macam vitamin, tetapi preparat yang
mengandung besi merupakan indikasi kontra.

2.7 Pengkajian
1. Identitas klien dan keluarga
Nama, umur, TTL, nama ayah / ibu. Pekerjaan ayah / ibu, agama,
pendidikan, alamat.
2. Keluhan utama
Biasanya klien datang ke rumah sakit dengan keluhan pucat, kelelahan,
kelemahan, pusing.
3. Riwayat kehamilan dan persalinan

16
Prenatal : ibu Selma hamil pernah menderita penyakit berat, pemeriksaan
kehamilan barapa kali, kebiasaan pemakaian obat – obatan dalam jangka
waktu lama.
Intranasal : usia kehamilan cukup, proses persalinan dan berapa panjang dan
berat badan waktu lahir.
Postnatal : keadaan bayi setelah masa, neonatorium, ada trauma post partun
akibat tindakan misalnya forcep, vakum dan pemberian ASI.
4. Riwayat kesehatan dahulu
a. Adaya menderita penyakit anemia sebelumnya, riwayat imunisasi.
b. Adanya riwayat trauma, perdarahan
c. Adanya riwayat demma tinggi.
d. Adanya riwayat penyakit ISPA.
5. Keadaan kesehatan saat ini
Klien pucat, kelemahan, sesak nafas, sampai adanya gejala gelisah,
diaphoresis, takikardi dan penurunan kesadaran.
6. Riwayat keluarga
a. Riwayat anemia dalam keluarga.
b. Riwayat penyakit – prnyakit seperti : kanker, jantung, hepatitis, DM,
asthma, penyakit – penyakit insfeksi saluran pernafasan.
7. Pemeriksaan fisik
a. Keadaan umum : keadaan tampak lemah sampai sakit berat.
b. Kesadaran :
Composmentis kooperatif sampai terjadi penurunan tingkat
kesadaran apatis, somnolen, spoor, coma.
c. Tanda – tanda vital
TD : tekanan darah menurun ( N : 90 – 110 / 60 – 70 mmHg)
N : frekuensi nadi meningkat , kuat samapai lemah ( N : 60 – 100 x/i)
S : bias meningkat atau menurun ( 36, 5 – 37, 20C )
RR : meningkat ( anak N : 20 – 30 x/i ).
d. TB dan BB : menurut rumus dari Behermen, 1992 pertambahan BB anak
adalah sebagai berikut :
1) Lahir -3,25 kg

17
2) 3 - 12 bulan = umur (bulan ) – 9
3) 1 – 6 tahun = umur (tahun ) x 2 – 8
4) 6 – 12 tahun = umur (tahun ) x 7 -5
Tinggi badan rata – rata waktu lahir adalah 50 cm. secara garis besar,
tinggi badan anak dapat diperkirakan, sbb :
1) 1 tahun : 1,5 x TB lahir
2) 4 tahun : 2 x TB lahir
3) 6 tahun : 1,5 x TB setahun
4) 13 tahun : 3 x TB lahir
5) Dewasa : 3,5 x TB lahir ( 2 x TB 2 tahun ).
e. Kulit
Kulit teraba dingin, keringat yang berlebihan, pucat, terdapat perdarahan
dibawah kulit.
f. Kepala
Biasanya bentuk dalam batas normal
g. Mata
Kelainan bentuk tidak ada, konjungtiva anemis, skelra tidak ikterik,
terdapat perdarahan sub conjugtiva, keadaan pupil, palpebra, reflex
cahaya biasanya tidak ada kelainan.
h. Hidung
Keadaan / bentuk, mukosa hidung, cairan yang keluar dari hidung, fungsi
penciuman biasanya tidak ada kelainan.
i. Telinga
Bentuk, fungsi pendengaran tidak ada kelainan.
j. Mulut
Bentuk, mukosa kering, perdarahan gusi, lidah kering, bibi pecah – pecah
atau perdarahan.
k. Leher
Terdapat pembedaran kelenjar getah bening, thyroid lebih membesar,
tidak ada distensi vena jugularis.
l. Thoraks

18
Pergerakan dada, biasanya pernafasan cepat irama tidak teratur. Fremitus
yang meninggi, perkusi sonor, suara nafas bias veskuler atau ronchi,
wheezing,. Frekuensi nafas neonates 40 – 60 x/I, anak 20 – 30 x/i irama
jantung tidak teratur, frekuensi pada anak 60 – 100 x/i.
m. Abdomen
Cekung, pembesaran hati, nyeri, bissing usus normal dan juga bias
dibawah normal bias juga meningkat.
n. Genetalia
Laki – laki, testis sudah turun kedalam skrotum Perempuan : labia
minora tertutup labia mayora.
o. Ekstremitas
Terjadi kelemahan umum, nyeri ekstremitas, tonus otot kurang, akral
dingin.
p. Anus
Keadaana anus, posisinya, anus +
q. Neurologis
Refleksi fasiologis + sperti reflex patella, reflex patologis – seperti
babinski tanda kerniq – dan brunzinski 1 – 11 = -

2.8 Pemeriksaan Penunjang


Kadar Hb turun, pemeriksaan darah : eritrosit dan berdasarkan penyebab.
1. Riwayat Social
Siapa yang mengasuh klien dirumah. Kebersihan didaerah tempat tinggal,
orang yang terdekat dengan klien. Keadaan lingkungan, pekarangan,
pembuangan sampah.
2. Kebutuhan Dasar
Meliputi kebutuhan nutrisi klien sehubungan dengan anoreksia, diet yang
harus dijalani, pasang NGT, cairan IVFD yang dugunakan jika ada. Pola
tidur bias terganggu. Mandi dan aktivitas : dapat terganggu berhubungan
dengan kelemahan fisik. Eliminasi : biasanya terjadi perubahan frekuensi,
konsistensi bisa diare atau konstipasi.
3. Pemeriksaan Tingkat Perkembangan

19
Bergantung pada usia. Terdiri dari motorik kasar, halus, kognitif, dan
bahasa.
4. Data Psikologis
Akibat dampak hospitalisasi, anak menjadi cengeng, menangis, dan terlihat
cemas dan takut. Orang tua terhadap penyakit anaknya sangat bervariasi.
Psikologis orang tua yang harus diperhatikan :
a. Keseriusan ancaman penyakit terhadap anaknya
b. Pengalaman sebelumnya terhadap penyakit dan hospitalisasi
c. Prosedur medic yang akan dilakukan
d. Adanya support system
e. Kemampuan koping orangtua
f. Agama, kepercayaan, adat.
g. Pola komunikasi dalam keluarga.

2.9 Diagnosa Keperawatan Yang Mungkin Muncul


1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses penyakit
2. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan komponen
seluler yang diperlukan untuk pengiriman oksigen / nutrisi ke sel.
3. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mencerna / absorbsi nutrient yang diperlukan untuk
pembuatan SDM normal.
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan penurunan pengiriman oksigen ke
jaringan.
5. Ansietas berhubungan dengan prosedur diagnostic / transfuse.
6. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak
adekuat misal penurunan hemoglobin, penurunan granulosit.

2.10 Intervensi
Dx. Kep Tujuan Intervensi

20
Perubahan Perfusi Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji vital
jaringan berhubungan keperawatan selama 3 x 24 jam sign
dengan penurunan diharapakan perfusi jaringan 2. Tinggikan
komponen seluler yang adekuat. Criteria hasil : kepala tempat
diperlukan Indicator Awl Tuj tidur sesuai
untuk pengiriman O2 / 1. Membrane toleransi
nutrisi ke sel mukosa 3. Catat
warna merah adanya
muda keluhan rasa
2. Tidak dingin
ada sesak 4. Berkolabora si
3. Tidak dalam
ada sianosis pemberian
4. Akral hangat transfuse,
pemeriksaan
Ket :
Hb/Ht.
1. Ekstrim
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada keluhan

21
Gangguan rasa Setelah dilakukan tidakan 1. Kaji
nyaman nyeri keperawatan selama 3 x 24 jam manajemen
berhubungan dengan diharapkan nyeri pada anak nyeri
proses penyakit dapat berkurang / teratasi. 2. Ukur TTV
Criteria hasil 3. Atur posisi /
: berikan posisi
Indicator Awl Tuj
yang nyaman
1. Tidak ada
4. Ajarkan tentang
perilaku
teknik non
distraksi
farmakologi
2. Klien tampak
5. Berikan
rileks
obat sesuai
3. Skala nyeri
indikasi
berkurang
4. TTV dalam
batas normal
Ket.
1. Ekstrim
2. Berat
3. Sedang
4. Ringan
5. Tidak ada keluhan

22
Ansietas berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Catat
dengan prosedur keperawatan selama 3x 24 jam penurunan
diagnostic / transfuse diharapkan cemas pada anak perilaku
dapat teratasi. Criteria hasil : 2. Tingatkan
Indicator Awl Tuj perhatian
1. Klien tidak dengan
takut pasien
2. Klien tampak 3. Anjurkan
nyaman keluarga
3. Klien tidak tetap
menangis saat bersama
dilakukan klien
tindakan saat 4. Jelaskan
diberikan obat tujuan
pemberian
Ket :
tindakan pada
1. Ekstrim
klien dan
2. Berat
keluarga
3. Sedang
5. Berikan
4. Ringan
Lingkungan
5. Tidak ada keluhan
yang tenang
dan istirahat.
Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan asuhan 1. Kaji
berhubungan dengan keperawatan selama 3x24 jam kemampuan
ketidakseimbangan Dapat mempertahankan / ADL pasien.
antara suplai Oksigen meningkatkan ambulasi / 2. Kaji kehilangan
(pengiriman) dan aktivitas. Dengan kriteria hasil : atau gangguan
kebutuhan. Indicator Awl Tuj keseimbangan,
1.melaporkan gaya jalan dan
peningkatan kelemahan otot
toleransi 3. Observasi
aktivitas tanda-tanda
(termasuk vital sebelum

23
aktivitas dan sesudah
sehari-hari) aktivitas.
2.menunjukka n 4. Berikan
penurunan lingkungan
tanda tenang, batasi
intolerasi pengunjun,
fisiologis, dan kurangi
misalnya nadi, suara bising,
pernapasan, pertahankan
dan tekanan tirah baring
darah masih bila di
dalam rentang indikasikan.
normal. 5. Gunakan
Ket :
teknik
1. Ekstrim
menghemat
2. Berat
energi,
3. Sedang
anjurkan
4. Ringan
pasien
5. Tidak ada keluhan
istirahat bila
terjadi
kelelahan dan
kelemahan,
anjurkan
pasien
melakukan
aktivitas
semampunya
(tanpa
memaksakan
diri).

Perubahan nutrisi setelah dilakukan asuhan 1. kaji riwayat


kurang dari kebutuhan keperawatan selama 3x24 jam nutrisi

24
tubuh berhubungan Kebutuhan nutrisi terpenuhi. termasuk
dangan kegagalan Dengan kriteria hasil: makanan yang
untuk mencerna atau Indicator Awl Tuj di sukai
ketidak mampuan 1. Menunjukkan 2. Observasi dan
mencerna makanan / peningkatan / catat masukan
absorpsi nutrient yang mempetahankan makanan
diperlukan untuk berat badan pasien
pembentukan sel darah dengan nilai 3. Timbang
merah laboratorium BB setiap
normal. hari. Berikan
2. Tidak makanan
mengalami tanda sedikit dan
mal nutrisi. prekuensi serin
3. Menunjukkan
5. Observasi dan
perilaku,
catat
perubahan pola
kejadian mual
hidup untuk
atau
meningkatkan
muntah, flatus
dan atau
dan gejala lain
mempertahanka
yang
n berat badan
berhubungan.
yang sesuai.
Ket : 6. Berikan dan
1. Ekstrim Bantu hygiene
2. Berat mulut yang
3. Sedang baik sebelum
4. Ringan dan sesudah
5. Tidak ada keluhan makan,guna
kan sikat
gigi halus
untuk
penyikatan
yang lembut.

25
Berikan
pencuci mulut
yang di
encerkan bila
mukosa oral
luka.
Risiko tinggi Setelah dilakukan asuhan 1. Tingkatkan
terhadap infeksi keperawatan selama 3x24 jam cuci tangan
berhubungan dengan Infeksi tidak terjadi. yang baik ;
tidak adekuatnya Dengan kriteria hasil : oleh pemberi
pertahanan sekunder Indicator Awl Tuj perawatan
(penurunan 1. Mengidentifikas dan pasie
hemoglobin i perilaku untuk 2. mungkin
leucopenia, atau mencegah / digunakan
penurunan granulosit menurunkan secara
(respons inflamasi risiko inefeksi. propilaktik
tertekan). 2. Meningkatkan untuk
penyembuhan menurunkan
luka, bebas kolonisasi atau
drainase untuk
purulent atau pengobatan
eritema, dan proses infeksi
demam. local
Ket : 3. Pertahankan
1. Ekstrim teknik aseptic
2. Berat ketat pada
3. Sedang prosedur/per
4. Ringan awatan luka
5. Tidak ada keluhan 4. Berikan
perawatan
kulit, perianal
dan oral
dengan cermat

26
5. Motivasi
perubahan
posisi/ambul
asi yang
sering, latihan
batuk dan
napas dalam
6. Tingkatkan
masukkan
cairan
adekuat
7. Pantau/batas i
pengunjung.
Berikan isolasi
bila
memungkin
kan
8. Pantau suhu
tubuh. Catat
adanya
menggigil dan
takikardia
dengan atau
tanpa demam

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian

27
Asuhan Keperawatan pada Tn. T di Ruang Cendana RSU Prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto dengan anemia pada tanggal 18 Februari 2015,
pengkajian dilakukan pada tanggal 18 Februari 2015 di ruang Cendana RSU Prof.
Dr. Margono Soekarjo Purwokerto. Setelah dilakukan pengkajian didapatkan hasil
sebagai berikut :

1. Identitas diri klien


Pada data biografi didapatkan nama Pasien adalah Tn. T berumur 63 tahun,
jenis kelamin laki – laki, alamatnya di Majenang. Pasien sudah menikah,
beragama Islam, suku budayanya Jawa/Indonesia, pendidikan terakhir
pasien SD. Pada tanggal 18 Februari 2015 pasien masuk Rumah Sakit,
kemudian dikaji penulis pada tanggal 18 Februari 2015. Sumber informasi
didapat dari pasien, keluarga, dan rekam medik. Yang bertanggung jawab
atas pasen tersebut yaitu Ny. N berumur 40 tahun sebagai ibu rumah tangga
dan hubungan dengan pasien yaitu anaknya, alamatnya di Majenang.
2. Riwayat Penyakit
Keluhan utama saat pengkajian yaitu Pasien mengatakan lemas. Dan
keluhan tambahannya yaitu pasien mengatakan pusing dan kadang – kadang
batuk. Pasien mengatakan rujukan dari rumah sakit majenang dan datang ke
RMS jam 23.30 melalui IGD RSU Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto
kemudian dipindah ke ruang Cendana pada tanggal 18 Februari 2015
dengan diagnosa Anemia. Pasien mengatakan dahulu tidak pernah
mengalami penyakit yang sama seperti yang dialami sekarang. Dan di
keluarga juga tidak ada penyakit yang sama maupun yang menurun.
3. Pengkajian Pola Fungsional Gordon
Persepsi dan pemeliharaan kesehatan: pasien dan keluarga mengatakan
bahwa kesehatan itu sangat penting dan menjadi prioritas dalam hidupnya,
tetapi dalam kenyataannya pasien sudah dalam kondisi lemah belum dibawa
ke RS/puskesmas terdekat. Pasien hanya istirahat di rumah dan pembatasan
dalam aktivitasnya.
Pola nutrisi / metabolic Intake makanan: pasien mengatakan sebelum sakit
makan 3x sehari dengan nasi, lauk pauk (pagi, siang dan malam), sedangkan
selama sakit pasien mengatakan tidak nafsu makan, jika makan muntah dan

28
hanya habis 3 sendok makan / suap. Intake cairan: pasien mengatakan
sebelum sakit minum air putih 5 gelas belimbing/ hari, sedangkan selama
sakit pasien mengatakan minum air putih 3 gelas dan terbantu dari infuse
RL 20 tpm.
Pola eliminasi. Buang air besar Sebelum sakit pasien mengatakan BAB 1x
sehari (lancar, warna kuning, konsistensi lembek, dan bau khas) sedangkan
selama sakit pasien mengatakan belum BAB selama 3 hari. Buang air kecil
sebelum sakit pasien mengatakan 3-4x sehari (kencing banyak, warna
kuning jernih, bau khas amoniak) sedangkan selama sakit pasien
mengatakan BAK 2-3x sehari (banyak, warna kuning pekat, bau khas
amoniak).
Pola Aktifitas dan Latihan seperti makan/minum, mandi, mobilitas ditempat
tidur, berpindah, toileting pasien, berpakaian dan ambulasi/ROM dibantu
orang lain.
Pola tidur dan istirahat Sebelum sakit pasien mengatakan tidur 7 – 8 jam /
hari (nyenyak) sedangkan selama sakit pasien mengatakan tidak bisa
istirahat karena tidak nyaman di rumah sakit, dan pasien juga merasa
pusing.
Pola kognitif (penglihatan, pendengaran, pengecapan, sensai). Sebelum sakit
pasien mengatakan masih bisa melihat dengan baik, tidak ada gangguan
pendengaran, pengecapan dan sensasi berfungsi dengan baik.
Sedangkan selama sakit pasien mengatakan juga masih bisa melihat dengan
baik tidak ada gangguan pendengaran, pengevapan dan sensori.
Pola persepsi diri. Sebelum sakit pasien mengatakan tidak mencemaskan
keadaanya dan percaya kepada Tuhan memberikan yang terbaik pada
hambaNya. Sedangkan selama sakit pasien mengatakan cemas dan takut
berada di rumah sakit tetapi pasien pasrah dengan penyakit yang diderita
dengan terus tetap berobat di rumah sakit.
Pola seksualitas dan reproduksi. Sebelum sakit pasien mengatakan pola
seksualitas normal, sedangkan selama sakit pasien mengatakan pola seksual
masih normal.

29
Pola peran dan hubungan. Sebelum sakit pasien mengatakan sering
komunikasi dengan teman – temannya dan sering berkumpul dengan
tetanngganya. Sedangkan selama sakit pasien mengatakan jarang berbicara
dengan pasien lain, dan banyak saudara, keluarga yang menjenguk.
Pola management koping stress. Sebelum sakit pasien mengatakan jika ada
masalah pribadi selalu membicarakan dengan anak – anaknya. Sedangkan
selama sakit pasien juga membicarakan dengan anak – anaknya.
System nilai dan keyakinan. Sebelum sakit pasien mengatakan beragama
islam, dan rutin menjalankan sholat 5 waktu, sedangkan sebelum sakit
pasien mengatakan tidak mengerjakan sholat 5 waktu, karena merasa sangat
lemas.
4. Pemeriksaan Fisik
Saat dilakukan pemeriksaan fisik didapatkan hasilnya yaitu keadaan
umumnya baik, kesadaran lemah dengan, Tanda Tanda Vital (TTV) berupa
Tekanan Darah 110/60 mmHg Nadi : 70 x/mnt, RR : 25 x/mnt, Suhu :
36,80C dengan Berat Badan 50 kg dan Tinggi Badan 160 cm. Kepala
bentuk mesochepal, tidak ada lesi, kotor, rambut terlihat putih, lurus,
matanya terlihat sembab dan lelah, simetris, konjungtiva anemis, skelra
tidak ikterik, terdapat lingkaran hitam disekitar mata, bersih, hidungnya
bersih, tidak ada lendir, tidak ada polip, telinganya ada serumen, bentuk
simetris, mukosa bibir kering, pucat, gigi tidak lengkap, tidak ada
perdarahan gusi, di leher tidak ada pembesaran kelenjar tyroid tidak ada
pembesaran vena jugularis, thoraks payudara simetris, jantung, denyut
jantung tidak tampak, tidak ada pergeseran ictus curdis, bunyi redup dan S1
> S2.
Pada pemeriksaan dada dan paru didapatkan, normal chest, tidak ada lesi,
simetris, tidak ada nyeri tekan, redup dan auskultasi vesikuler. Pada
pemeriksaan abdomen didapatkan hasil abdomen simetris, tidak ada luka/
ruam, bissing usus 18x/mnt, timpani dan terdapat nyeri tekan di kw 4.
Pada pemeriksaan genetalia pasien tidak terpasang kateter, bersih.
Punggung tidak ada ruam, bentuk datar.

30
Pada pemeriksaan ektremitas atas tangan kiri terpasang infuse NaCl dan
transfuse darah, dan tangan kanan terdapat bekas pengambilan darah.
Ekstremitas bawah tidak terdapat edema.
5. Pemeriksaan Penunjang
Lab. Pemeriksaan darah lengkap tanggal 18 Februari 2015

Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal


Hemoglobin L 2,5 g/dL 14.0 – 18.0
Leukosit L 1700 /uL 4.800 – 10.800
Hematokrit L7 % 42 – 52
Eritrosit L 1.0 10^6/uL 4.7 – 6.1
MCV L 73.9 fL 79.0 – 99.0
MCH L 25.0 pg 27.0 – 31.0
RDW H 26.5 % 11.5 – 14.5
MPV - fL 7.2 – 11.1
Basofil H 1.5 % 0.0 – 1.0
Basinofil H 6.2 % 2.0 – 4.0
Segmen L 13.8 % 40.0 – 70.0
Limfosit H 57.7 % 25.0 – 40.0
Monosit H 18.5 % 2.0 – 8.0
SGOT L 11 u/L 15 – 37
SGPT L9 u/L 30 – 65

Pemeriksaan EKG pada tgl 18 Februari 2015


Sinus takikardia

6. Program Theraphy 18 Februari 2015


a. Inf. NaCl 0.9% 20 tpm
b. Inj. Rantin 2 x 2ml IV
c. Inj. Dexa 2 x 10mg IV
d. Transfuse PRC 3 kolf.

31
3.2 Analisa Data
No. Data Etiologi Problem
1. Ds : pasien mengatakan lemas Penurunan Ketidakefektif
pusing. konsentrasi Hb an perfusi
Do : pasien terlihat pucat, dan darah jaringan
akral dingin, Hb 2.5d/dL. perifer.
TD 110/60mmHg,
konjungtiva anemis.
2. Ds : pasien mengatakan nafsu Anoreksia Resiko
makan berkurang hanya ketidakseimba
habis 3 sendok makan, ngan nutrisi
dan jika makan selalu kurang dari
muntah. kebutuhan
Do : A : lingkar lengan 20 tubuh
cm, lingkar perut 72 cm.
B : Hb 2.5, leukosit 1700,
eritrosit 1.0, SGOT 11,
SGPT 9.
C : terlihat pucat, lemas. D :
Nasi biasa.
3. Ds : pasien mengatakan lelah Kelemaha Intoleransi
n umum
ketika melakukan Aktivitas
aktivitas
Do : pasien terlihat lelah saat
setiap kali melakukan
aktivitas, dan pola
aktivitas dibantu oleh
keluarga pasien.

32
4. Ds : pasien mengatakan Status Ancietas
kesehatan
cemas terhadap rasa
sakitnya.
Do : pasien terlihat gelisah
dan tidak mau bicara
dengan keluarganya,
insomnia, berfokus pada
diri sendiri.

3.3 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan sesuai prioritas yaitu :
1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
konsentrasi Hb dan darah ditandai dengan pasien mengatakan lemas pusing
pasien terlihat pucat, akral dingin, Hb 2.5g/dL. TD 110/60, konjungtiva
anemis.
2. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan
dengan anoreksia ditandai dengan pasien mengatakan nafsu makan
berkurang tidak habis dalam 1 porsi dan hanya habis 3 sendok makan, dan
jika makan selalu muntah. A : lingkar lengan 20 cm, lingkar perut 72 cm.
B : Hb 2.5, leukosit 1700, eritrosit 1.0, SGOT 11, SGPT 9. C : terlihat pucat,
lemas. D : Nasi biasa.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum ditandai dengan
pasien mengatakan lelah ketika melakukan aktivitas, pasien terlihat lelah
saat setiap kali melakukan aktivitas, dan pola aktivitas dibantu oleh keluarga
pasien.
4. Ancietas berhubungan dengan status kesehatan ditandai dengan pasien
mengatakan cemas terhadap rasa sakitnya. Pasien terlihat gelisah dan tidak
mau bicara dengan keluarganya, insomnia, berfokus pada diri sendiri.

3.4 Intervensi
Diagnosa keperawatan I ( ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
berhubungan dengan penurunan konsentrasi Hb dan darah ) Setelah di
lakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan masalah

33
ketidakefektifan perfusi jaringan perifer pada Tn. T dapat teratasi dengan kriteria
hasil:

Indikator Awal Tuj


1. Membrane mukosa warna merah muda 2 5
2. Tidak ada sesak 5 5
3. Tidak ada sianosis 5 5
4. Akral hangat 2 5
Keterangan:
1. Keluhan ekstra
2. Keluhan Berat
3. Keluhan Sedang
4. Keluhan Ringan
5. Tidak ada keluhan

INTERVENSI
1. Monitor adanya paretese
2. Batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung.
3. Monitor kemampuan BAB
4. Kolaborasikan pemberian analgetik

Diagnosa Keperawatan 2 (reisko ketidakseimbangan nutrisi


kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia ) Setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam masalah ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh pada Tn. T dapat teratasi dengan kriteria
hasil:

Indikator Awal Tuj


1. BB ideal sesuai dengan tinggi badan 2 5
2. Tidak ada tanda – tanda malnutrisi 3 5
3. Tidak terjadi penurunan BB yang berarti 2 5

Keterangan :
1. Keluhan ekstrim
2. Keluhan berat

34
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan

INTERVENSI
1. Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
2. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe.
3. Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
4. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan kadar Ht.
5. Monitor mual dan muntah
6. Monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva.

Diagnosa keperawatan 3 ( intoleransi aktivitas berhubungan dengan


kelemahan umum ) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam
masalah intoleransi aktivitas pada Tn. T dapat teratasi dengan kriteria hasil:

Indicator Awal Tuj


1. Mampu melakukan aktivitas sehari – hari 2 5
(ADLs) secara mandiri
2. Tanda – tanda vital normal 3 5
Keterangan :
1. Keluhan ekstrim
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan

INTERVENSI
1. Bantu pasien / keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam beraktivitas.
2. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu
dilakukan.
3. Monitor respon fisik, emosi, social dan spiritual.
4. Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas.

35
Diagnose keperawatan 4 ( ancietas berhubungan dengan status
kesehatan ) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam masalah
kecemasan pada Tn. T dapat teratasi dengan kriteria hasil:

Indikator Awal Tuj


1. Vital sign dalam batas normal 2 5
2. Menunjukan teknik untuk mengontrol cemas 2 5
3. Klien tampak nyaman 2 5

Keterangan :
1. Keluhan ekstrim
2. Keluhan berat
3. Keluhan sedang
4. Keluhan ringan
5. Tidak ada keluhan.

INTERVENSI
1. Jelaskan tujuan pemberian tindakan pada klien dan keluarga
2. Anjurkan keluarga tetap bersama klien
3. Anjurkan untuk istirahat
4. Berikan lingkungan yang tenang.

3.5 Implementasi
Rabu, 18 Februari 2015
Diagnosa 1 ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
23.30 : melaksanakan pemasangan program terapi infuse NaCl
Respon : Ds : Pasien mengatakan lemas
Do : pasien terlihat pucat, konjungtiva anemis.

36
Kamis, 19 Februari 2015
Diagnosa 3 intoleransi aktivitas
05.00 : melakukan TTV
Respon : Ds : pasien mengatakan lemas
Do : TD 110/60 mmHg, S 36.80C, RR 26x/mnt, N68x/mnt,
konjungtiva anemis.

Diagnosa 2 resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


09.00 : pemberian terapi injeksi rantin 2 x 2ml dan dexa (2 x 10mg)
Respon : Ds : pasien kooperatif
Do : telah masuk terapi injeksi rantin 2 x 2ml, dexa 2x10mg via
IV.
Diagnosa 1 ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
14.00 : pemberian transfuse darah
Respon : Ds : pasien mengatakan khawatir terhadap dirinya.
Do : telah masuk transfuse darah 1 kolf mayor 2 dengan gol.
Darah AB

Diagnosa 2 ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


15.30 : mengkaji mual dan muntah mengambil darah 3cc untuk
pengecekan Hb / Ht
Respon : Ds : pasein mengatakan perutnya sakit dan rasanya ingin muntah
saat diisi makanan.
Do : pasien tampak lemas dan pucat dan mengalami penurunan
BB
(50 menjadi 48 kg).
Ds : pasien mengatakan sakit saat diambil darahnya.
Do : pasien terlihat menahan sakitnya, Hb 2.5g/dL dan Ht 7%.

Diagnosa 4 ancietas
18.00 : memotivasi untuk istirahat dan menganjurkan keluarga untuk
tetap

37
bersama pasien. Memonitor tetesan infuse NaCl, memonitor KU
pasien
Respon : Ds : pasien mengatakan sulit untuk tidur
Do : keluarga pasien terlihat selalu bersama pasien dan pasien
tampak gelisah.
Ds : pasien mengatakan masih lemas.
Do : pasien tampak pucat dan telah masuk NaCl 20 tpm, KU
cukup.

Jumat, 20 Februari 2015


Diagnosa 3 intoleransi aktivitas
07.00 : Mengkaji TTV

Diagnosa 4 ancietas
07.00 : Menganjurkan kepada keluarga

Diagnosa 2 ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh


07.00 : pasien untuk diberi asupan nutrisi kepada pasien.

Diagnosa 1 ketidakefektifan perfusi jaringan perifer


07.00 : Memberikan terapi obat dexa dan ranin Memonitor KU pasien
Respon : Ds : pasien tampak kooperatif
Do : TD 120/70 mmHg, S 37,00C, RR 24x/mnt, N 74x/mnt
Ds : pasien mengatakan belum nafsu makan.
Do : pasien tampak lemas.
Ds : pasien mengatakan lemas
Do : telah masuk injeksi dexa 2 x 10mg. dan ranin 2 x 2ml.
Ds : pasien kooperatif
Do : KU sedang.

Diagnosa 3 intoleransi aktivitas


07.30 : membantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu
dilakukan.
Respon : Ds : pasien mengatakan pusing ketika beraktivitas.
Do : pasien terlihat pucat dan lemas, TD 110/60 mmHg, Hb

38
2,5g/dL.

3.6 Evaluasi
Jumat, 20 Februari 2015
Diagnosa Keperawatan 1 ketidakefektifan perfusi jaringan perifer
berhubungan dengan penurunan konsentrasi Hb dan darah
S : klien mengatakan, lemas dan pusing
O : pasien tampak pucat, akral masih dingin, Hb masih 2,5 dan masih
terpasang transfuse darah 1 kolf. TD 120/80mmHg.
A : masalah ketidakefektifan perfusi jaringan perifer belum teratasi.
Indicator Awl Tuj Akhr
1. Membrane mukosa warna merah muda 2 5 3

2. Tidak ada sesak 5 5 5

3. Tidak ada sianosis 5 5 5

4. Akral hangat 2 5 2
P : lanjutkan intervensi
1. Berikan transfuse darah
2. Batasi pada gerakan kepala, leher dan punggung

Diagnosa Keperawatan 2 ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan


tubuh berhubungan dengan anoreksia
S : klien mengatakan nafsu makan berkurang dan jika makan selalu
muntah
O : pasien tampak pucat, konjungtiva anemis dan BB menurun (50
menjadi 48 kg).
A : masalah ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
belum teratasi.
Indicator Awl Tuj Akhr
1. BB ideal sesuai dengan TB 2 5 2
2. Tidak ada tanda – tanda mal nutrisi 3 5 4
3. Tidak terjadi penurunan BB yang berarti 2 5 3
P : lanjutkan intervensi
1. Monitor mual dan muntah

39
2. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan Ht.
3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe.

Diagnosa keperawatan 3 intoleransi aktivitas berhubungan


dengan kelemahan umum
S : pasien mengatakan masih lelah jika melakukan aktivitas, pusing
setelah melakukan aktivitas.
O : pasien tampak kelelahan ketika melakukan aktivitas, dan pola
aktivitas masih dibantu oleh keluarganya, TD 110/60 mmHg,
EKG takikardi, dan Hb 2.5g/dL.
A : masalah intoleransi aktivitas belum teratasi
Indicator Awl Tuj Akhr
1. Mampu melakukan aktivitas sehari – 2 5 3
hari (ADLs) secara mandiri
2. Tanda – tanda vital normal 3 5 3
P : lanjutkan intervensi
1. Observasi tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas.
2. Bantu pasien / keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan
dalam beraktivitas.

Diagnosa Keperawatan 4 ancietas berhubungan dengan status kesehatan


S : klien mengatakan masih cemas dengan keadaannya
O : pasien tampak gelisah, insomnia, mata sembab dan terlihat pucat.
A : masalah ancietas belum teratasi.
Indicator Awl Tuj Akhr
1. Vital sign dalam batas normal 2 5 3
2. Menunjukan teknik untuk mengontrol 2 5 3
cemas
3. Klien tampak nyaman 2 5 3
P : lanjutkan intervensi
1. Anjurkan untuk istirahat

40
2. Monitor kadar albumin, total protein, Hb, dan Ht.
3. Anjurkan pasien untuk meningkatkan intake Fe.

BAB 4
PEMBAHASAN

Pada bab ini, penulis membahas kesenjangan yang ada pada teori dengan
kasus nyata yang ada pada Tn. T dengan anemia di ruang Cendana RSU Prof. dr.
Margono Soekarjo Purwokerto.

Penulis melakukan pengelolaan kasus selama 3 hari, mulai tanggal 18


sanpai dengan 20 Februari 2015. Penulis melakukan pengkajian sampai dengan
evaluasi. Dalam pembahasan penulis mencoba mengkaitkan antara sumber –
sumber tentang pasien dengan asuhan keperawatan pada pasien dengan gangguan
system hematopoesis : anemia.

4.1 Pengkajian
Pengkajian yaitu pemikiran dasar dari proses keperawatan yang bertujuan
untuk mengumpulkan informasi atau data tentang pasien, agar dapat
mengidentifikasi, mengenai masalah – masalah, kebutuhan kesehatan dan
keperawatan pasien baik fisik, mental, social dan lingkungan.

Pengkajian dilaksanakan dengan menggunakan format pengkajian pola


Gordon, alasan penulis menggunakan format pengkajian tersebut karena penulis
menganggap bahwa format pengkajian pola fungsional Gordon dapat menjawab
semua data – data yang dibutuhkan penulis dalam menjalankan proses
keperawatan dimana sesuai teori pengkajian pada pasien dengan anemia meliputi
riwayat kesehatan, pasien masuk Rumah Sakit tanggal 18 Februari 2015 dengan
keluhan lemas. Pada saat pengkajian ditemukan keluhan lemas dan pusing.
Riwayat penyakit dahulu pasien tidak mempunyai riwayat penyakit seperti
sekarang ini. Pasien belum pernah dirawat di Rumah Sakit, jika pasien sakit
pasien hanya periksa ke klinik dekat rumahnya. Dalam keluarga pasien tidak ada

41
yang menderita penyakit menurun seperti hipertensi, dan tidak ada yang menderita
cacat.

Penulis melakukan pengkajian pada tanggal 18 Februari 2015 dengan


menggunakan metode wawancara, pengamatan dan pemeriksaan fisik serta
dokumentasi, selain itu juga mempelajari rekam medic pasien atau buku status
catatan keperawatan pasien.

Pengkajian yang muncul pada pasien anemia menurut Boedihartono 1994


adalah sebagai berikut :
1. Makanan / Cairan
Tanda yang terjadi pada pasien anemia selama melakukan pengkajian
ditemukan data pasien mengatakan nafsu makan menurun, mual, muntah
pasien tampak lemas, pucat, berbaring ditempat tidur, BB mengalami
penurunan 50 kg menjadi 48 kg, minum hanya 3 gelas belimbing selama
sakit. Sedangkan data yang terdapat pada pasien anemia menurut
Boedihartono 1994 adalah penurunan masukan diet, masukan diet protein
hewani rendah/masukan produk sereal tinggi (DB), nyeri mulut atau lidah,
kesulitan menelan (ulkus pada faring), mual/muntah, dyspepsia, anoreksia,
adanya penurunan berat badan.
Dari data yang diperoleh dilahan praktek dan data yang ada diatas menurut
Boedihartono ditemukan perbedaan yaitu nyeri mulut atau lidah, kesulitan
menelan (ulkus pada faring) dan dyspepsia.
Dyspepsia menurut Price, Sylvia (1994) yaitu pada anemia terjadi disfungsi
motalitas gastrointestinal, yang disebabkan karena ostipasi sehingga
peristaltic usus menurun dan aliran darah ke gastrointestinal juga menurun,
yang merangsang system saraf simpatis dan terjadi hipoksia sel dan jaringan
yang mengakibatkan kebutuhan O2 tidak terpenuhi sehingga transportasi O2
menurun dan terjadi dyspepsia.
2. Eliminasi
Tanda yang terjadi pada pasien anemia selama melakukan pengkajian
ditemukan data pasien mengatakan belum BAB selama 3 hari selama sakit.
Sedangkan data yang terdapat pada pasien anemia menurut Boedihartono
1994 adalah distensi abdomen.

42
Dari data yang diperoleh dilahan praktek dan data yang ada diatas menurut
Boedihartono ditemukan perbedaan yaitu distensi abdomen.
Distensi abdomen menurut Price, Sylvia (1994) yaitu pada anemia terjadi
peningkatan tekanan abdominal yang menghasilkan peningkatan tekanan
dalam perut dan menekan dinding perut. Distensi abdominal yang mungkin
dihasilkan dari cairan dan gas normal berada dalam gastrointestinal tetapi
tidak dalam ruangan peritoneal. Jika cairan atau gas tidak dapat keluar
secara bebas distensi abdominal dapat terjadi. Dalam ruangan peritoneal,
distensi dapat menyebabkan perdarahan akut, akumulasi dari cairan asites
atau udara dari perforasi dari organ dalam perut.
3. Aktivitas Dan Latihan
Tanda yang terjadi pada pasien anemia selama melakukan pengkajian
ditemukan data badan lemas, pasien tampak lemah, pucat, ADL dibantu
keluarga atau orang lain, Hb 2.5 g/dl dan pada EKG hasilnya sinus
takikardi. Sedangkan data yang terdapat pada pasien anemia menurut
Boedihartono 1994 adalah takikardi, toleransi terhadap latihan rendah,
kelemahan otot dan penurunan kekuatan, berjalan lambat dan tanda – tanda
lain yang menunjukkan keletihan.
Dari data yang diperoleh dilahan praktek dan data yang ada diatas menurut
Boedihartono ditemukan tidak ada perbedaan.
4. Tidur Dan Istirahat
Tanda yang terjadi pada pasien anemia selama melakukan pengkajian
ditemukan data pasien berbaring ditempat tidur, insomnia, mata sembab,
terdapat lingkar hitam disekitar mata, tidur hanya 3 jam. Sedangkan data
yang terdapat pada pasien anemia menurut Boedihartono 1994 adalah
dispnea pada waktu bekerja atau istirahat, kurang tertarik pada sekitarnya,
Dari data yang diperoleh dilahan praktek dan data yang ada diatas menurut
Boedihartono ditemukan ada perbedaan yaitu dispnea pada waktu bekerja
atau istirahat.
Dispnea menurut Price, Sylvia (1994) yaitu pada anemia transport O2
menurun sehingga kebutuhan O2 tidak terpenuhi mengakibatkan hipoksia
sel dan jaringan dan terjadi kompensasi oleh jaringan dengan meningkatkan

43
haterate sehingga kerja jantung meningkat dan beban jantung meningkat
dalam waktu yang lama juga otot mengalami hipertrofi dan kemampuan
kompensasi menurun sehingga terjadi dispnea.
5. Kognitif
Tanda yang terjadi pada pasien anemia selama melakukan pengkajian
ditemukan data neurosensori dalam keadaan masih berfungsi dengan baik.
Sedangkan data yang terdapat pada pasien anemia menurut Boedihartono
1994 yaitu penurunan penglihatan dan bayangan pada mata, gangguan
koordinasi.
Dari data yang diperoleh dilahan praktek dan data yang ada diatas menurut
Boedihartono ditemukan ada perbedaan yaitu terjadi penurunan penglihatan
dan bayangan pada mata.
Penurunan penglihatan menurut Price, Sylivia (1994) yaitu karena pada
anemia terlihat dalam dan superficial, termasuk edema pupil. Diakibatkan
karena anoreksia dan mengakibatkan infark retina sehingga tidak jarang
ditemukan pula suatu bercak eksudat kapas, hal ini yang mengakibatkan
pandangan menjadi kabur pada anemia.
6. Persepsi Diri
Tanda yang terjadi pada pasien anemia selama melakukan pengkajian
ditemukan data pasien cemas, menarik diri, dan takut berada di rumah sakit.
Sedangkan data yang terdapat pada pasien anemia menurut Boedihartono
1994 yaitu apatis, gelisah, menarik diri, dan depresi.
Dari data yang diperoleh dilahan praktek dan data yang ada diatas menurut
Boedihartono ditemukan tidak ada perbedaan.
7. Seksualitas
Tanda yang terjadi pada pasien anemia selama melakukan pengkajian
ditemukan data hilang lobido. Sedangkan data yang terdapat pada pasien
anemia menurut Boedihartono 1994 yaitu hilang libido. Dari data yang
diperoleh dilahan praktek dan data yang ada diatas menurut Boedihartono
tidak ada pebedaan.
8. Peran Dan Hubungan

44
Tanda yang terjadi pada pasien anemia selama melakukan pengkajian
ditemukan data pasien jarang berbicara dan cenderung menarik diri.
Sedangkan data yang terdapat pada pasien anemia menurut Boedihartono
1994 yaitu apatis, cenderung untuk tidur, dan kurang tertarik pada
sekitarnya. Dari data yang diperoleh dilahan praktek dan data yang ada
diatas menurut Boedihartono tidak ada pebedaan.

9. Management Koping Stress.


Tanda yang terjadi pada pasien anemia selama melakukan pengkajian
ditemukan data jika ada masalah pasien membicrakan dengan anak –
anaknya.
10. Sytem Nilai Dan Keyakinan
Tanda yang terjadi pada pasien anemia selama melakukan pengkajian
ditemukan data tidak menjalankan sholat 5 waktu, karena merasa dirinya
sangat lemas. Sedangkan data yang terdapat pada pasien anemia menurut
Boedihartono 1994 yaitu keyakinan agama mempengaruhi pilihan
pengobatan, misalnya transfuse darah dan depresi.
Dari data yang diperoleh dilahan praktek dan data yang ada diatas menurut
Boedihartono ditemukan ada perbedaan yaitu terjadi depresi.
Depresi menurut Price, Sylivia (1994) yaitu karena factor kurang
pengetahuan yang menyebabkan penderita menjadi gelisah dan depresi pada
saat pemberian transfuse darah.
Dari data – data yang telah diperoleh kemudian dikumpulkan sehingga
penulis dapat mengelompokan diagnosa keperawatan berdasarkan
kebutuhan menurut Maslow. Selain dari pasien, data juga diperoleh dari
keluarga, perawat dan catatan medic. Semua data yang diperoleh tersebut
digunakan dalam usaha mengelola masalah Tn. T. dari data itu muncul
beberapa masalah yang merupakan gambaran respon pasien terhadap
keadaan. Gambaran respon tersebut dinamakan diagnosa keperwatan.
Dalam pengkajian penulis tidak mengalami kesulitan karena pasien dan
keluarga kooperatif.

4.2 Diagnosa Keperawatan

45
Diagnosa keperawatan yaitu diagnosa yang dibuat oleh perawat
professional, menggambarkan tanda – tanda dan gejala yang menunjukkan
masalah kesehatan yang dirasakan pasien dimana perawat berdasarkan pendidikan
dan pengalamannya dapat dan mampu menolongnya (Gordon).

Menurut (Doengoes ; 2000) menyebutkan, diagnosa yang mungkin muncul


pada masalah anemia ada enam diagnosa keperawatan, sedangkan pada kasus ini
ditemukan empat diagnosa keperawatan yang sesuai dengan terori, namun dari
teori ada yang tidak muncul pada kasus ini. Untuk itu penulis akan menjelaskan
mengapa hal ini terjadi dan diagnosa tersebut disoroti, diidentifikasi sebagai
masalah yang perlu dipecahkan diantaranya yaitu :
1. Diagnosa keperawatan yang ada dalam teori, tetapi tidak muncul dalam
kasus.
a. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan proses penyakit.
Gangguan rasa nyaman nyeri adalah merasa kurang senang, lega dan
sempurna dalam dimensi fisik, psikospiritual, lingkungan dan social
(NANDA 2013), didukung dengan batasan karakteristik : menangis,
iritabilitas, merintih, melaporkan rasa lapar, melaporkan rasa gatal dan
berkeluh kesah. Tetapi dalam pengakajian padan Tn. T tidak ditemukan
batasan karakteristik dari gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan
dengan proses penyakit. Hal ini dikarenakan perhatian dan keaktifan dari
keluarga maupun orang lain dalam pemenuhan kebutuhan ADL pasien
sehari – hari dan juga diperlihatkan dengan banyaknya saudara dan
tetangga yang menjenguk.
b. Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder tidak
adekuat.
Resiko tinggi infeksi adalah mengalami peningkatan resiko terserang
organisme patogenik (NANDA 2013), didukung dengan factor resiko :
penyakit kronis, pengetahuan yang tidak cukup untuk menghindari
pemajanan pathogen, pertahanan tubuh primer yang tidak adekuat,
ketidak adekuatan pertahanan sekunder, vaksinasi tidak adekuat,
pemajanan terhadap pathogen lingkungan meningkat, prosedur invasive,
dan mal nutrisi. Tetapi dalam pengakajian padan Tn. T tidak ditemukan

46
factor – factor resiko infeksi berhubungan dengan pertahanan sekunder
tidak adekuat. Hal ini dikarenakan tidak ada tanda– tanda terjadinya
peningkatan pada leukosit.
2. Diagnosa keperawatan yang muncul sesuai tinjauan teori.
a. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan
konsentrasi Hb dan darah.
Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer yaitu perubahan sirkulasi darah
keperifer yang dapat mengganggu kesehatan (NANDA 2013), didukung
dengan batasan karakteristik : perubahan fungsi motorik, perubahan
karakteristik kulit, perubahan darah diekstremitas, warna kulit pucat saat
elevasi, kelemahan otot, penurunan nadi, kelemahan, penurunan Hb. Dari
data hasil pengkajian didapatkan data dari Tn. T diantaranya pasien
mengatakan lemas, pasien terlihat pucat, akral dingin, Hb 2.5 g/dl, TD
110/60 mmHg, dan konjungtiva anemis.
Penulis menegakkan diagnosa tersebut karena adanya data – data yang
sangat mendukung untuk dimunculkannya diagnosa ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer karena adanya hasil laboratorium yang
menyatakan hasil Hb 2.5g/dl. Dan jika tidak diatasi maka akan terjadi
penurunan Hb.
b. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia.
Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yaitu
beresiko pada asupan nutrisi kurang dari kebutuhan metabolic (NANDA
2013). Dengan batasan karakteristik melaporkan intake kurang dari
kebutuhan tubuh, konjungtiva dan membrane mukosa pucat, lemah otot,
melaporkan kurang makan, melaporkan perubahan sensasi rasa, enggan
makan, diare, suara usus hiperaktif, kurangnya informasi. Dari hasil
pengkajian didapatkan data dari Tn. T diantaranya pasien mengatakan
mual, dan jika makan selalu muntah,
pasien tampak lemas dan pucat, berbaring ditempat tidur, BB 48 kg,
(sebelum sakit 50 kg), makan habis ¼ porsi.

47
Penulis menegakkan diagnosa tersebut karena adanya data – data yang
sangat mendukung untuk munculnya diagnosa resiko ketidaseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh jika tidak diatasi maka kebutuhan
tubuh akan nutrisi tidak adekuat yang bisa menyebabkan menjadi
malnutrisi sehingga memperburuk keadaan pasien serta terjadi penurunan
energy untuk melakukan aktivitas.
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
Intoleransi aktivitas yaitu ketidakcukupan energy secara fisiologis atau
psikologis dalam pemenuhan aktivitas sehari – hari yang dibutuhkan atau
diperlukan (Smeltzer, 2013). Diagnosa didukung dengan batasan
karakteristik laporan verbal: kelelahan atau kelemahan, tidak nyaman,
respon terhadap aktivitas menunjukan nadi dan tekanan darah abnormal
dyspepsia, perubahan EKG menunjukan aritmia atau disritmia. Data data
pengkajian pada Tn. T diperoleh data seperti pasien mengatakan
badannya lemas, tampak pucat, terbaring di tempat tidur, ADL dibantu
keluarga atau orang lain, Hb 2,5g/dl, dan hasil EKG sinus taki kardi.
Penulis menegakkan diagnosa tersebut karena adanya data – data yang
sangat mendukung untuk dimunculkannya diagnosa intoleransi aktivitas,
dan penulis memprioritaskan diagnosa ini karena penulis menganggap
bahwa aktivitas pasien sangat mendukung terhadap kasus keperawatan,
dan apabila intoleransi aktivitas pasien berlanjut maka aktivitas akan
terganggu dan kebutuhan ADL tidak dapat terpenuhi secara optimal.
d. Ancietas berhubungan dengan status kesehatan
Ancietas yaitu perasaan tidak nyaman atau kekhawatiran yang samar
disertai respon autonom (sumber seringkali tidak spesifik atau tidak
diketahui oleh individu), perasaan takut yang disebabkan oleh antisipasi
terhadap bahaya. Hal ini merupakan isyarat kewaspadaan
yang memperingatkan individu atau adanya bahaya dan memampukan
individu untuk bertindak menghadapi ancaman (NANDA 2013).
Diagnosa didukung dengan batasan karakteristik perilaku: penurunan
produktivitas, gelisah, insomnia, kontak mata yang buruk,
mengekspresikan kekawatiran karena perubahan dalam peristiwa hidup.

48
Affektif : gelisah, berfokus pada diri sendiri, ketakutan, perasaan tidak
adekuat. Simpatik : anoreksia, eksitasi kardiovaskuler, mulut kering. Dari
data pengkajian Tn. T diperoleh data pasien mengatakan cemas terhadap
rasa sakitnya, tampak gelisah, menarik diri, insomnia, berfokus pada diri
sendiri.
Penulis menegakkan diagnosa tersebut karena adanya data – data yang
sangat mendukung untuk dimunculkannya diagnosa ancietas, dan penulis
memprioritaskan diagnosa ini karena penulis menganggap bahwa
ancietas sangat mendukung terhadap kasus keperawatan, dan apabila
ancietas tidak ditangani maka akan memperlambat kesembuhan pasien.

4.3 Intervensi
Perencanaan atau focus intervensi adalah petunjuk tertulis yang
menggambarkan secara tepat mengenai rencana tindakan yang dilakukan terhadap
pasien sesuai dengan kebutuhannya berdasarkan diagnosa keperawatan.

Disini penulis akan membahas apakah perencanaan telah disusun menurut


prioritas masalah, bagaimana menemukan intervensi keperawatan dan penulisan
instruksi keperawatan / dokumentasi, serta bagaimana mengatur agar sesuai
rencana tindakan ini dengan teori dan kondisi pasien serta fasilitas yang ada.
Penulis menggunakan intervensi dari NANDA untuk menyelesaikan beberapa
masalah keperawatan yang muncul dan disertakan pula rasional dari masing –
masing intervensi.

1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan


konsentrasi Hb dan darah
Tujuan dan criteria hasil yang diharapkan penulis pada pasien adalah setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam adalah ketidakefektifan
perfusi jaringan perifer teratasi, membrane mukosa warna merah muda,
tidak ada sesak, tidak ada sianosis dan akral hangat.
Untuk mengatasi masalah tersebut penulis membuat intervensi pada tanggal
18 Februari 2015 adalah monitor adanya paretese rasionalnya mengetahui
adanya takikardi dan hipotensi karena gangguan fungsi ginjal dan gangguan

49
produksi hormone eritropoentin yang menyebabkan stimulus pembentukan
sel darah merah disumsum tulang belakang menurun dan produksi eritrosit
menurun, batasi gerakan pada kepala, leher dan punggung rasionalnya untuk
meningkatkan ekspansi paru dan memaksimalkan oksigenasi untuk
kebutuhan seluler karena terjadi penumpukan asam laktat pada jaringan
pada metabolisme anaerob akibat hipoksia sel dan jaringan, monitor
kemampuan BAB agar mengetahui kelancaran saat defekasi rasionalnya
mengetahui kandungan nutrisi yang ada pada asupan nutrisi pasien seperti
B12, Fe, asam folat agar tidak terjadi kehilangan komponen pembentuk
eritrosit dan defekasi bisa lancar, kolaborasikan pemberian analgetik
rasionalnya agar tidak terjadi peningkatan isi lambung, peristaltic menurun
karena aliran darah ke gastrointestinal menurun terjadi ostipasi dan
menyebabkan masalah pada gastrointestinal.
2. Diagnosa resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia
Tujuan dan criteria hasil yang diharapkan penulis pada pasien adalah setelah
dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam adalah resiko
ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi dengan
criteria hasil pasien makan habis 1 porsi, pasien tampak segar, tidak mual,
muntah, Hb dalam batas normal.
Untuk mengatasi masalah tersebut penulis membuat intervensi pada tanggal
18 Februari 2015 adalah monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
rasionalnya memberikan suplemen asam folat yang dapat merangsang
pembentukan sel darah merah dan memberikan diit kaya zat besi untuk
mengembalikan zat besi yang hilang, anjurkan pasien untuk meningkatkan
intake Fe rasionalnya agar tidak terjadi kehilangan komponen pembentuk
eritrosit sehingga eritrosit terbentuk sempurna dan tidak mudah pecah juga
tidak mengalami hemolisis, berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
rasionalnya untuk menurunkan kelemahan, sehingga dapat meningkatkan
pemasukkan dan mencegah terjadinya distensi gaster, monitor kadar
albumin, total protein, Hb rasionalnya karena albumin merupakan protein
yang berperan penting untuk menahan cairan supaya tetap berada didalam

50
pembuluh darah, bila kadar albumin berkurang maka cairan dalam
pembuluh darah akan keluar menuju jaringan yang dapat mengakibatkan
bengkak. Jika kekurangan albumin dapat terjadi pada kekurangan gizi,
monitor mual dan muntah rasionalnya untuk meminimalkan peningkatan isi
lambung dan mengurangi peristaltic usus dan aliran darah kegastrointestinal
dapat menjadi normal, sehingga tidak terjadi hipoksia sel dan jaringan,
monitor pucat, kemerahan, dan kekeringan jaringan konjungtiva rasionalnya
agar tidak terjadi degenerasi eritrosit sehingga eritrosit tidak mudah rapuh
dan tidak terjadi hemolisis, yang kemudian transport O2 terpenuhi.

3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum


Tujuan dan criteria hasil yang penulis harapkan adalah setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan masalah intoleransi
aktivitas dapat secara mandiri dengan criteria hasil sebagai berikut: mampu
melakukan aktivitas sehari hari (ADLs) secara mandiri dan tanda – tanda
vital normal.
Untuk mengatasi masalah tersebut penulis membuat intervensi pada tanggal
18 Februari 2015 adalah bantu pasien / keluarga untuk mengidentifikasi
kekurangan dalam beraktivitas agar aktivitas pasien dapat terpantau
rasionalanya agar tidak terjadi kelelahan dan tidak terjadi penumpukan asam
laktat pada jaringan, bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang
mampu dilakukan rasionalnya menunjukan perubahan neurology karena
defisiensi vitamin B12 yang mempengaruhi keamanan pasien, dan observasi
tanda-tanda vital sebelum dan sesudah aktivitas rasionalnya manifestasi
kardiopulmonal dari upaya jantung dan paru untuk membawa jumlah
oksigen adekuat ke jaringan.
4. Diagnosa ancietas berhubungan dengan status kesehatan
Tujuan dan criteria hasil yang penulis harapkan adalah setelah dilakukan
tindakan keperawatan selama 3x24 jam diharapkan masalah ancietas dapat
berkurang dengan criteria hasil sebagai berikut: vital sign dalam batas
normal, menunjukan teknik untuk mengontrol cemas, klien tampak nyaman.

51
Untuk mengatasi masalah tersebut penulis membuat intervensi pada tanggal
18 Februari adalah jelaskan tujuan pemberian tindakan pada klien dan
keluarga rasionalnya untuk mengurangi ancietas tentang ketidaktahuan
meningkatkan stress dan selanjutnya meningkatkan beban jantung, sehingga
pengetahuan dapat meminimalkan ancietas, anjurkan keluarga tetap bersama
klien untuk mendampingi rasionalnya karena terjadi kelelahan yang
disebabkan oleh penurunan suplai darah ke jaringan otak, anjurkan untuk
istirahat rasionalnya agar hormone eritropoentin dapat berproduksi secara
maksimal, dan berikan lingkungan yang tenang.

4.4 Implementasi
Implementasi yaitu suatu tahap dilakukan pelaksanaan dari perencanaan
keperawatan yang telah ditentukan, dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan
pasien secara optimal. Pelaksanaan adalah pengelolaan dan perwujudan dari
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan. Pada tahap ini
penulis akan membahas antara lain adalah tentang mengkomunikasikan dan
mengorganisasikan antara staf yang bekerja dalam satu tim dalam melaksanakan
rencana keperawatan kepada pasien. Selain itu dibahas tentang manajemen patient
care terhadap pasien yang meliputi apakah semua rencana tindakan dapat
diimplementasikan seluruh rencana tindakan yang dibuat oleh penulis dapat
dilaksanakan dengan baik, dalam melaksanakan implementasi penulis tidak
mencantumkan intervensi tambahan atau modifikasi, prosedur yang dilaksanakan
sesuai dengan teori.

1. Implementasi diagnosa pertama


Dari intervensi diatas dapat dilaksanakan oleh penulis, dalam tindakan
memberikan transfuse darah, pemberian terapi obat inj. Rantin 2 x 2ml dan
dexa masing – masing 2 x 10mg via IV, melakukan TTV, memonitor KU
pasien, dan mengambil darah 3cc untuk mengecek Hb dan Ht.
2. Implementasi diagnosa kedua

52
Dari intervensi diatas penulis dapat dilaksanakan oleh penulis, mengakaji
mual dan muntah, menganjurkan kepada keluarga dan pasien untuk diberi
asupan nutrisi kepada pasien. Serta dimana dalam melaksanakan tindakan
keperawatan juga melibatkan pihak lain seperti keluarga, ahli gizi dan tim
meedis lainnya.
3. Implementasi diagnosa ketiga
Dari intervensi diatas dapat dilaksanakan oleh penulis memonitor tanda –
tanda vital pasien, membantu pasien / keluarga untuk mengidentifikasikan
kekurangan dalam beraktivitas dan membantu pasien untuk
mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan. Tetapi disini penulis
berkolaborasi dengan keluarga dalam pemenuhan kebutuhan aktivitas sehari
– hari pasien (ADL), maka penulis mendelegasikan kepada keluarga karena
keluarga lebih dekat dengan pasien.
4. Implementasi diagnosa keempat
Dari intervensi diatas dapat dilaksanakan oleh penulis memotivasi pasien
untuk istirahat dan menganjurkan keluarga tetap bersama pasien. Disini juga
penulis berusaha menciptakan lingkungan yang tenang agar pasien dapat
beristirahat dengan nyaman.

Factor pendukung dan penghambat dalam implementasi keperawatan yaitu


pertama factor pendukungnya adalah pasien dan keluarga yang sangat kooperatif,
catatan medic yang lengkap, serta staf medis atau perawat ruangan yang terbuka
dan mau membantu penulis dalam melaksanakan asuhan keperawatan. Yang
kedua factor penghambat dalam melaksanakan implementasi keperawatan yaitu
ketidakfokusan penulis dan keterbatasan waktu.

4.5 Evaluasi
Tahap penilaian dan evaluasi adalah perbandingan yang sistematis dan
terencana tentang kesehatan pasien dengan tujuan yang ditetapkan, dilakukan
dengan cara berkesinambungan dengan melibatkan pasien dan tenaga kesehatan
lainnya.

53
Penilaian dalam keperawatan merupakan kegiatan dalam melaksanakan
rencana tindakan yang telah ditentukan, untuk mengetahui pemenuhan kebutuhan
secara optimal dan mengukur hasil dari proses keperawatan.

Penilaian keperawatan adalah mengukir keberhasilan dari rencana dan


pelaksanaan tindakan keperawatan yang dilakukan dalam memenuhi kebutuhan
pasien.

Dari empat permasalahan yang ditemui oleh penulis saat pengkajian,


kemudian disusun perencanaan tindakan untuk menyelesaikan maslaah tersebut,
selanjutnya diimplementasikan secara langsung kepada pasien. Pada tahap ini
penulis akan membahas tentang apakah tujuan dan criteria hasil asuahan
keperawatan yang telah dicapai, dan bila ternyata pencapaian tidak sesuai dengan
yang diharapkan maka kemungkinannya adalah mengakaji ulang rencana asuhan
keperawtan dan memodifikasi asuhan keperawatan tersebut dengan melihat situasi
dan kondisi psaien.

Untuk mengetahui apakah tujuan dan criteria hasil asuhan keperawatan yang
telah tercapai, evaluasinya adalah sebagai berikut:

1. Ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan


Hb dan darah.
Evaluasi pada tanggal 20 Februari 2015 adalah sebagai berikut ditemukan
data subjektif pasien mengatakan pusing dan masih lemas, data objektif Hb
2.8g/dl (sebelum tranfusi 2.5g/dl), TD 110/60 mmHg dan konjungtiva
anemis. Maka penulis menyimpulkan masalah ketidakefektifan perfusi
jaringan perifer belum teratasi karena ada kelainan pada darah pasien, yaitu
talasemia mayor. Sehingga penulis mendelegasikan untuk melanjutkan
intervensi dalam pemberian tranfusi darah.
2. Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia.
Dari semua rencana tindakan yang telah penulis laksanakan evaluasi Tn. T
pada tanggal 20 Februari 2015 adalah sebagai berikut data subjektif pasien
mengatakan masih mual dan muntah jika makan, data objektif Tn. T tampak
lemas dan pucat, infuse NaCl mengalir 12 tetes/menit, makan hanya habis ¼

54
porsi. Maka penulis menyimpulkan masalah resiko ketidakseimbangan
nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh belum teratasi, karena pasien belum
bisa menghabiskan makan dalam 1 porsi, dan disini penulis berkolaborasi
dengan ahli gizi untuk memberikan diit kaya zat besi dengan tujuan untuk
membantu mengembalikan eritrosit yang hilang. Penulis mendelegasikan
untuk melanjutkan inrvensi dalam pemberian asupan nutrisi yang kaya akan
zat besi dan kalori.
3. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum.
Evaluasi Tn. T pada tanggal 20 Februari adalah sebagai berikut data
subjektif pasien mengatakan lelah setelah aktivitas, data objektif Tn. T
tampak kelelahan saat beraktivitas, Hb 2.8 g/dl dan tampak pucat, dari data
hasil yang ada maka penulis menyimpulkan bahwa intoleransi aktivitas
belum teratasi, karena pasien belum bisa ADL secara mandiri dan terjadi
hipoksia dalam sel dan jaringan yang mengakibatkan metabolosme anaerob
sehingga terjadi penumpukan asam laktat yang mengakibatkan kelelahan.
Penulis mendelegasikan pada perawat untuk mempertahankan intervensi.
4. Ancietas berhubungan dengan status kesehatan
Evaluasi tn. T pada tanggal 20 Februari 2015 adalah sebagai berikut data
subjektif pasien mengatakan susah tidur, data objektif Tn.T tampak gelisah
dan menarik diri, mata sembab, terdapat lingkar hitam disekitar mata dan
konjungtiva anemis, tidur hanya 3 jam. Dari data yang sudah ada maka
penulis dapat menyimpulkan bahwa masalah ancietas belum teratasi, karena
pasien belum bisa tidur secara nyaman dan karena factor kurang tidur yang
berpengaruh pada hormone eritopoentin yang bekerja pada waktu tidur,
sedangkan tidur pasien hanya 3 jam sehingga mengakibatkan produksi
hormone tersebut tidak bekerja maksimal, hal ini menjadi salah satu
penghambat produksi Hb. Penulis mendelegasikan kepada perawat untuk
mengkondusifkan lingkungan yang tenang agar pasien dapat istirahat
dengan nyaman.

Dari data diatas penulis menyimpulkan bahwa evaluasi dari pelaksanaan


rencana tindakan keperawatan belum sesuai dengan tujuan dan criteria hasil yang
diharapkan.

55
BAB 5
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Setelah penulis melaksanakan pengkajian sejak tanggal 18 Februari 2015 di
ruang Cendana RSU Prof. Dr. Margono Soekarjo pada Tn. T dengan anemia.
Proses pelaksanaan meliputi pengkajian, menganalisa data, menentukan masalah
(diagnose keperawatan), membuat perencanaan (intervensi), melaksanakan
perencanaan (implementasi), dan mengevaluasi keseluruhan tindakan.

Penulis telah melaksanakan proses keperawatan yang meliputi :


1. Dalam aplikasi pengkajian penulis menggunakan pola pengkajian
fungsional Gordon. Data – data yang diperoleh selama pengkajian dapat
disajikan sebagai acuan ditegakannya diagnose keperawatan, data tersebut
meliputi data subjektif dan objektif. Hasil pengkajian pada tanggal 18
Februari 2015 penulis mendapatkan data : pasien mengatakan pusing, lemas,
badan lemas, pucat, tidak bisa tidur, tidur 3 jam, berat badan 48 kg (50 kg
sebelum sakit), berbaring ditempat tidur, makan habis ¼ porsi, mual dan
muntah, konjungtiva anemis, Hb 2.5 g/dl, Ht 7%, leukosit 1700 u/L, eritrosit

56
1,0 10^6/uL, gelisah dan menarik diri, ADL dibantu keluarga atau orang
lain, TD 110/60, EKG sinus takikardi.
2. Dalam aplikasi diagnose penulis menemukan empat diagnose yaitu
ketidakefektifan perfusi jaringan perifer berhubungan dengan penurunan Hb
dan darah, resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan anoreksia, intoleransi aktivitas berhubungan dengan
kelemahan umum, ancietas berhubungan dengan status kesehatan. Keempat
diagnose tersebut muncul sesuai teori.
3. Dalam aplikasi perencanan keperwatan merupakan aplikasi dari teori yang
didapatkan penulis selama dari bangku perkuliahan disesuaikan dengan
kondisi klien dilapangan dan standard penanganan kasus di RSU Prof. Dr.
Margono Soekarjo Purwokerto hinga didapatkan perencanaan keperawatan
yang tepat.
4. Implementasi keperawatan merupakan tahapan dimana perencanaan
keperawatan yang tepat diaplikasikan menjadi tindakan keperawatan sesuai
dengan diagnose keperawatan yang muncul. Dalam hal ini ada kerjasama
yang seimbang dan professional antara penulis, perawat, dokter dan tim
kesehatan lainnya serta selalu melibatkan pasien dan keluarga. Semua
perencanaan yang dibuat dapat diimplementasikan dengan baik sesuai
tujuan yang ditetapkan. Hal ini terjadi karena intervensi yang disusun sesuai
dengan masalh dan kebutuhan pasien sehingga mampu dilaksanakan
penulis, keluarga, pasien dan perawat ruangan.
5. Pada tahap evaluasi keperawatan, penulis menggunakan evaluasi respond an
evaluasi SOAP. Evaluasi respon mengacu pada respon pasien sesaat setelah
dilakukan tindakan keperawtan sedangkan evaluasi SOAP mengacu pada
catatan perkembangan pasien. Catatan perkembangan ini untuk mengukur
tingkat keberhasilan tindakan keperawatan. Evaluasi yang diperoleh pada
tanggal 20 Februari 2015, diagnose ketidakefekifan perfusi jaringan perifer
berhubungan dengan penurunan Hb dan darah belum teratasi, karena pada
pasien terdapat kelainan darah yaitu talasemia mayor, sehingga sulit untuk
mengembalikan Hb kedalam batas normal. Sehingga penulis harus
melanjutkan intervensi monitor adanya paretese, berikan transfuse darah.

57
Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan anoreksia belum teratasi, karena kurangnya asupan nutrisi
yang masuk kedalam tubuh menyebabkan absorbsi Fe, B12, dan asam folat
berkurang, menyebabkan kehilangan komponen pembentuk eritrosit,
eritrosit tidak sempurna dan mudah pecah sehingga terjadi hemolisis.
Lanjutkan intervensi kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah
kalori dan nutrisi yang dibutuhkan pasien, monitor kadar albumin, total
protein, Hb dan Ht, monitor mual dan muntah. Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan kelemahan umum belum teratas, karena factor Hb
yang masih rendah, yang mengakibatkan transport O2 menurun, dan terjadi
hipoksia sel dan jaringan dan terjadi penumpukan asam laktat pada jaringan,
sehingga terjadi kelemahan dan terjadi intoleransi aktivitas lanjutkan
intervensi bantu pasien / keluarga untuk mengidentifikasi kekurangan dalam
beraktivitas, bantu klien untuk mendintifikasi aktivitas yang mampu
dilakukan. Ancietas berhubungan dengan status kesehatan belum teratasi,
karena kurangnya pengetahuan yang menyebabkan kecemasan terhadap
pasien, lanjutkan intervensi instruksikan pasien menggunakan teknik
relaksasi, jelaskan semua prosedur dan apa yang akan dirasakan selama
prosedur, tingkatkan istirahat.
6. Dalam pendokumentasian terhadap pelaksanaan asuhan keperawatan pada
Tn. T penulis mencatat pengkajian pada format pengkajian, menyusun
setiap intervensi keperawatan, dan tindakan keperawatan yang telah
dilakukan dalam catatan medis atau catatan keperawatan Tn. T.

Keberhasilan dari asuhan keperawatan tergantung pada pemberi asuhan


keperawtan, sarana dan prasarana yang tersedia serta keadaan pasien, karena pada
dasarnya pemberian asuhan keperawatan meliputi hubungan antara perawat, psien
dan anggota keluarga pasien.

5.2 Saran
Dari penulis akan mengungkapkan beberapa masukan yang diharapkan
dapat membantu meningkatkan mutu pendidikan dan tercapainya mutu
keperawatan yang baik dimasa yang akan datang diantaranya :
1. Bagi perawat

58
a. Berikan informasi tentang anemia meliputi: kondisi prognosis dan
kebutuhan pengobatan yang akurat kepada pasien dan keluarga pasien.
b. Didalam melakukan kegiatan keperawatan diperlukan pendekatan dengan
keluarga pasien sehingga terjalin kerjasama yang baik.
c. Dalam berkomunikasi perawat tidak hanya memperhatikan komunikasi
verbal yang dilakukan melalui kata-kata dan ucapan. Diharapkan untuk
para perawat memperhatikan penggunaan alat perlindungan diri seperti
d. sarung tangan, masker dalam melakukan tidakan keperawatan terutama
pada tindakan perawatan.
2. Bagi pasien
a. Penulis memberikan saran kepada pasien untuk menghindari hal – hal
yang dapat memperberat keadaan anemia yang dialaminya sekarang
seperti : mengkonsumsi makanan yang dapat menurunkan tekanan darah
sepeti timun, labu siam, dll.
b. Pasien diharapkan untuk memperhatikan dan melaksanakan anjuran
perawat demi keberhasilan asuhan keperawatan yang diberikan seperti:
anjurkan pasien untuk istirahat total, mengkonsumsi asupan nutrisi yang
kaya akan zat besi untuk mengembalikan Hb dalam batas normal.

59
DAFTAR PUSTAKA

Mansjoer, Arif (2001) Kapita selekta kedokteran Jilid 1, Jakarta, Media


Aesculapius. FKUI

Price, Sylvia A (1994) Patofisiologi : konsep klinis proses – proses penyakit,


Jakarta, EGC.

Perry , A.G dan Potter, P.A. (1993) fundamental of nursing : consept, process, and
practice.

Mansjoer. 2003. Kapita Selekta Kedokteran, edisi III jilid 2. Jakarta : FKUI

Smeltzer. 2005. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Alih bahasa Agung
Waluyo, dkk. Editor Monika Ester, dkk edisi 8. Jakarta : EGC

Andrea Saferi Wijaya, dkk. 2013. KMB 2. Yogyakarta : Nuha Medika

Nurarif, Huda Amin. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa


Medis & Nanda Nic Noc. Yogyakarta : Mediaction Publishing

60
Wijaya Andra Saferi, Yessi Mariza Putri. 2013. KMB 2 Keperawatan Medikal
Bedah ( Keperawatan Dewasa). Yogyakarta : Medical Book

Soebroto, Ikhsan. 2010. Cara Mudah Mengatasi Problem Anemia. Yogyakarta :


Bangkit

Arisman . 2007. Gizi Dalam Daur Kehidupan. Jakarta: EGC

DepKes RI., 2003. Program Penanggulangan Anemia Gizi Pada Wanita Usia
Subur (WUS). Direktorat Gizi Masyarakat dan Binkesmas. Jakarta

Saifuddin. 2002. Ilmu Kebidanan Perkata Edisi Ke-3. Jakarta : EGC

Doenges Marlyn, E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan, Pedoman Untuk


Perencanaan Dan Pendokumentasian Perawat Pasien. Jakarta : EGC

Boedihartono. 1994. Proses Keperawatan di Rumah Sakit. Jakarta Waryana. 2010.


Gizi Reproduksi. Yogyakarta : Pustaka Rihama

Supariasa, I Dewa Nyoman, dkk. 2002. Penilaian Status Gizi. Jakarta: EGC.

61

Anda mungkin juga menyukai