OLEH :
LOREN
2018.C.10a.0976
Nama : Loren
NIM : 2018.C.10a.0976
Program Studi : S1 Keperawatan
Judul : Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Tn. E
Dengan Diagnosa Medis Emfisema Dan Kebutuhan Dasar
Manusia Oksigenasi Di Ruang Gardenia RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya
Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan ini telah disetujui pada tanggal,
Juni 2020
Mengetahui
Ketua Program Studi S1 Keperawatan
Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berkat limpahan
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan Asuhan Keperawatan dengan
Judul “Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Tn. E Dengan Diagnosa
Medis Emfisema Dan Kebutuhan Dasar Manusia Oksigenasi Di Ruang Gardenia
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya” Laporan Pendahuluan dan Asuhan
Keperawatan ini disusun guna melengkapi Praktik Praklinik Keperawatan I.
Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak. Oleh karena itu, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi S1 Keperawatan
STIKes Eka Harap Palangka Raya
3. Ibu Meida Sinta Araini, S.Kep., Ners selaku Koordinator PPK I
4. Ibu Nia Pristina, S.Kep., Ners selaku Pemimbing Akademik di Ruang Gardenia
5. Ibu Erika Sihombing, S.Kep., Ners selaku Pemimbing Klinik di Ruang Gardenia
6. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyelesaian Laporan
Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan ini.
Saya menyadari bahwa Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan ini
mungkin terdapat kesalahan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, saya
harapkan saran dan kritik yang membangun dan semoga dapat bermanfaat. Demikian,
saya ucapkan terima kasih.
Loren
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN……………………………………………………………1
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………...1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………..4
1.3 Tujuan Penulisan……………………………………………………………...4
1.3.1 Tujuan Umum……………………………………………………………….4
1.3.2 Tujuan Khusus………………………………………………………………4
1.4 Manfaat………………………………………………………………………..5
1.4.1 Untuk Mahasiswa…………………………………………………………...5
1.4.2 Untuk Klien dan Keluarga…………………………………………………..5
1.4.3 Untuk Institusi (Pendidikan dan Rumah Sakit)……………………………..5
1.4.4 Untuk IPTEK………………………………………………………………..5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………….6
2.1 Konsep Penyakit………………………………………………………………6
2.1.1 Definisi……………………………………………………………………...6
2.1.2 Anatomi Fisiologi…………………………………………………………...7
2.1.3 Etiologi…………………………………………………………………….11
2.1.4 Klasifikasi………………………………………………………………….12
2.1.5 Patofisiologi (WOC)……………………………………………………….14
2.1.6 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)…………………………………….15
2.1.7 Komplikasi…………………………………………………………………15
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang……………………………………………………16
2.1.9 Penatalaksanaan Medis…………………………………………………….17
2.2 Konsep Kebutuhan Dasar Manusia………………………………………….17
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan…………………………………………...18
2.3.1 Pengkajian Keperawatan…………………………………………………..18
2.3.2 Diagnosa Keperawatan…………………………………………………….21
2.3.3 Intervensi Keperawatan……………………………………………………21
2.3.4 Implementasi Keperawatan………………………………………………..24
2.3.5 Evaluasi Keperawatan……………………………………………………..24
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN……………………………………………..25
3.1 Pengkajian Keperawatan…………………………………………………….25
3.2 Diagnosa Keperawatan………………………………………………………35
3.3 Intervensi Keperawatan……………………………………………………...38
3.4 Implementasi Keperawatan………………………………………………….43
3.5 Evaluasi Keperawatan……………………………………………………….43
BAB 4 Penutup……………………………………………………………………...51
4.1 Kesimpulan…………………………………………………………………..51
4.2 Saran…………………………………………………………………………51
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
1.4 Manfaat
1.4.1 Untuk Mahasiswa
Untuk menambah ilmu dan pengetahuan bagi mahasiswa dalam mempelajari
asuhan keperawatan pada klien dengan Emfisema. Serta sebagai acuan atau referensi
mahasiswa dalam penulisan asuhan keperawatan.
1.4.2 Untuk Klien dan Keluarga
Sebagai sarana untuk memperoleh pengetahuan tentang Emfisema beserta
penatalaksanaannya.
1.4.3 Untuk Institusi (Pendidikan dan Rumah Sakit)
Sebagai sumber bacaan di perpustakaan STIKes Eka Harap Palangka Raya
dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan perawatan di masa yang akan datang
serta sebagai tolak ukur kemampuan mahasiswa dalam penguasaan terhadap ilmu
keperawatan mulai dari proses keperawatan sampai pendokumentasiaan.
1.4.4 Untuk IPTEK
Untuk membantu mengembangkan Ilmu Pengetahuan Teknologi di bidang
kesehatan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1.2.1 Hidung
Hidung (nasal) merupakan organ tubuh yang berfungsi sebagai alat pernafasan
(respirasi) dan indra penciuman (pembau).
Fungsi hidung dalam proses pernafasan meliputi :
1) Udara dihangatkan, oleh permukaan konka dan sputum nasalis setelah
melewati faring, suhu lebih kurang 36℃
2) Udara dilembabkan sejumlah besar udara yang melewati hidung bila
mencapai faring kelembapannya lebih kurang 75%
3) Kotoran disaring oleh bulu-bulu hidung. Partikel di rongga disaring oleh
rambut vestibular, lapisan mukosiliar dan lisozim (protein dalam air mata).
Fungsi ini dinamakan fungsi air conditioning jalan pernafasan atas.
4) Penciuman
2.1.2.2 Faring
Faring (tekak) adalah suatu saluran otot selaput kedudukannya tegak lurus
antara basis kranii dan vertebrae servikalis VI.
Faring dibagi menjadi 3 bagian :
1) Nasofaring
Bagian nasal faring terletak di belakang hidung dan di atas palatum molle.
2) Orofaring
Bagian oral faring terletak dibelakang mulut, memanjang dari bagian bawah
palatum molle hingga bagian vertebra servikalis ke-3.
3) Laringofaring
Bagian laringeal faring memanjang dari atas orofaring dan berlanjut ke bawah
esofagus, yakni dari vertebra servikalis ke-3 hingga 6. Mengelilingi mulut
esofagus dan laring, yang merupakan gerbang untuk sistem respiratorik
selanjutnya.
Fungsi faring terdiri dari :
1) Saluran napas dan makanan, faring adalah organ yang terlibat dalam sistem
percenaan dan pernafasan udara masuk melalui bagian nasal dan oral,
sedangkan makanan melalui bagian oral dan laring.
2) Penghangat dan pelembab, dengan cara yang sama seperti hidung, udara
dihangatkan dan dilembabkan saat masak ke faring.
3) Fungsi perlindungan, jaringan limfatik faring dan tonsil laring menghasilkan
antibodi dalam berespon terhadap antigen, missal mikroba. Tonsil berukuran
lebih besar pada anak dan cenderung mengalami antrofi pada orang dewasa.
2.1.2.3 Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan jalinan tulang rawan yang
dilengkapi dengan otot, membran, jaringan ikat dan ligamentum.
Fungsi laring :
1) Produksi suara, suara memiliki nada, volume dan resonansi. Nada suara
bergantung pada panjang dan kerapatan pita suara. Pada saat pubertas, pita
suara pria mulai bertambah panjang, sehingga nada suara pria semakin
rendah. Volume suara bergantung pada besarnya tekanan pada pita suara yang
digetarkan. Semakin besar tekanan udara ekspirasi, semakin besar getaran pita
suara dan semakin keras suara yang dihasilkan. Resonansi bergantung pada
bentuk mulut, posisi lidah dan bibir, otot wajah dan udara di paranasal.
2) Berbicara, berbicara terjadi saat ekspirasi ketika suara yang dihasilkan oleh
pita suara dimanipulasi oleh lidah, pipi dan bibir.
3) Pelindung saluran nafas bawah, saat menelan, laring bergerak ke atas,
menyumbat saluran faring sehingga engsel epiglotis menutup faring. Hal ini
menyebabkan makanan tidak melalui esofagus dan saluran nafas bawah.
4) Jalan masuk udara, bahwa laring berfungsi sebagai penghubung jalan nafas
antara faring dan trakea.
5) Pelembab, penyaring dan penghangat dimana proses ini berlanjut saat udara
yang diinspirasi berjalan melalui laring.
2.1.2.4 Trakea
Trakea (batang tenggorokan) adalah tabung berbentuk pipa seperti huruf C
yang dibentuk oleh tulang-tulang rawan yang disempurnakan oleh selaput,
terletak diantara vertebra servikalis VI sampai ditepi bawah kartilago krikodea
vertebra torakalis V.
Fungsi trakea :
1) Refleks batuk. Ujung saraf di laring, trakea dan bronkus peka terhadap iritasi
sehingga membangkitkan impuls saraf yang dihantarkan oleh saraf vagus ke
pusat pernafasan di batang otak.
2) Penghangat, pelembab dan penyaring. Fungsi ini merupakan kelanjutan dari
hidung, walaupun normalnya udara sudah jernih saat mencapai trakea.
2.1.2.5 Paru-paru
Paru-paru berada dalam rongga torak, yang terkandung dalam susunan tulang-
tulang iga dan letaknya disisi kiri dan kanan mediastinum yaitu struktur blok
padat yang berada dibelakang tulang dada. Paru-paru menutupi jantung, arteri
dan vena besar, esofagus dan trakea.
Paru-paru berbentuk seperti spons dan berisi udara dengan pembagian ruang
sebagai berikut :
1) Paru kanan memiliki tiga lobus yaitu superior, medius dan inferior.
2) Paru kiri berukuran lebih kecil dari pada paru kanan yang terdiri dari dua
lobus yaitu lobus superior dan inferior.
Fungsi paru :
1) Sebagai pertukaran oksigen dan karbondioksida yang tidak di butuhkan tubuh.
2) Sebagai penjaga keseimbangan asam basa tubuh.
3) Sebagai pertukaran oksigen dan karbondioksida dalam darah.
2.1.2.6 Bronkus
Bronkus (cabang tenggorokan) merupakan lanjutan dari trakea, jumlahnya
sepasang yang satu menuju paru-paru kanan dan satunya ke paru-paru kiri.
Bronkus utama kanan lebih pendek dan lebar serta hamper vertikal dengan
trakea. Sedangkan bronkus utama kiri lebih panjang dan sempit. Hal ini yang
mengakibatkan paru-paru kanan lebih mudah terserang penyakit. Struktur
bronkus hampir sama dengan trakea. Perbedaannya dinding trakea lebih tebal
dari pada dinding bronkus. Bronkus akan bercabang menjadi bronkiolus.
2.1.2.7 Bronkiolus
Bronkiolus mengandung kelenjar submukosa yang memproduksi lender yang
membentuk selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan nafas.
Bronkiolus terdiri dari :
1) Bronkiolus terminalis
Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis (yang
tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia)
2) Bronkiolus respiratori
Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori. Bronkiolus
respiratori dianggap sebagai saluran transisional antara jalan nafas konduksi
dan jalan udara pertukaran gas
3) Duktus alveolar dan sakus alveolar
Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan
sakus alveolar dan kemudian manjadi alveoli.
2.1.2.8 Alveolus
Merupakan ujung dari bronkiolus yang jumlahnya sekitar 600 juta pada paru-
paru manusia dewasa. Pada alveoli ini oksigen akan difusi menjadi
karbondioksida yang diambil dari dalam darah. Alveolus terdiri lapisan
epitelium pipih dan disinilah darah hampir langsung bersentuhan dengan
udara yang berperan penting dalam pertukaran O2 dari udara bebas sel-sel
darah dan O2 dari sel-sel darah ke udara.
2.1.3 Etiologi
2.1.3.1 Merokok
Merokok merupakan penyebab utama emfisema. Terdapat hubungan yang erat
antara merokok dan penurunan volume ekspirasi paksa (FEV) (Nowak, 2004).
2.1.3.2 Keturunan
Belum diketahui jelas apakah faktor keturunan berperan atau tidak pada
emfisema kecuali pada penderita dengan defisiensi enzim alfa 1 antitripsin.
Kerja enzim ini menetralkan enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada
peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan paru, karena itu
kerusakan jaringan lebih jauh dapat dicegah. Defisiensi alfa 1 antitripsin
adalah suatu kelainan yang diturunkan secara autosom resesif. Orang yang
sering menderita emfisema paru adalah penderita yang memiliki gen S atau Z.
Emfisema paru akan sulit cepat timbul bila penderita tersebut merokok.
2.1.3.3 Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga gejala-
gejalanya pun menjadi lebih berat. Infeksi saluran pernafasan atas pada
seseorang penderita bronkitis kronis hamper selalu melipatkan infeksi paru
bagian bawah, dan menyebabkan kerusakan paru bertambah. Eksaserbasi
bronkitis kronis disangka penting sering diawali dengan infeksi virus yang
kemudian menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri.
2.1.3.4 Hipotesis Elastase-Antielastase
Di dalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan
antielastase agar tidak terjadi kerusakan jaringan. Perubahan keseimbangan
antara keduanya akan menimbulkan kerusakan pada jaringan elastis paru.
Struktur paru akan berubah dan timbulah emfisema. Sumber elastase yang
penting adalah pankreas, sel-sel PMN dan makrofag alveolar (pulmonary
alveolar macrophag-PAM). Rangsangan pada paru-paru antara lain asap rokok
dan infeksi menyebabkan elastase bertambah banyak. Aktivitas sistem
antielastase, yaitu sistem enzim alfa 1-protease-inhibitor terutama enzim alfa
1-antitripsin menjadi menurun. Akibat yang ditimbulkan karena tidak ada lagi
keseimbangan antara elastase dan antielastase akan menimbulkan kerusakan
jaringan elastis paru dan kemudian emfisema.
2.1.3.5 Polusi
Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan emfisema. Insiden dan
angka kematian emfisema bisa dikatakan selalu lebih tinggi di daerah yang
padat, industrialisasi, polusi udara seperti halnya asap tembakau, dapat
menyebabkan gangguan pada silia menghambat fungsi makrofag alveolar.
Sebagai faktor penyebab penyakit, polusi tidak begitu besar pengaruhnya
tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi.
2.1.3.6 Pengaruh usia
2.1.4 Klasifikasi
2.1.4.1 CLE (Centrilobular Emphysema atau Centroacinar)
Merupakan tipe yang sering muncul, menyebabkan kerusakan bronkiolus,
biasanya pada region paru-paru atas. Inflamasi berkembang sampai bronkiolus
tetapi biasanya kantong alveolar tetap bersisa.
2.1.4.2 PLE (Panlobular Emphysema atau Panacinar)
Merusak ruang udara pada seluruh asinus dan biasanya juga merusak paru-
paru bagian bawah. Terjadi kerusakan bronkus pernafasan, duktus alveolar
dan alveoli. Merupakan bentuk morfologik yang lebih jarang, dimana alveolus
yang terletak distal dari bronkiolus terminalis mengalami pembesaran serta
kerusakan secara merata. PLE ini mempunyai gambaran khas yaitu tersebar
merata diseluruh paru-paru. PLE juga ditemukan pada sekelompok kecil
penderita emfisema primer, tetapi dapat juga dikaitkan dengan emfisema
akibat usia tua bronkitis kronik.
2.1.4.3 Emfisema Paraseptal
Merusak alveoli pada lobus bagian bawah yang mengakibatkan isolasi blebs
(udara dalam alveoli) sepanjang perifer paru-paru. Paraseptal emfisema
dipercaya sebagai sebab dari pneumotorak spontan.
2.1.5 Patofisiologi (WOC)
Virus, Bakteri, Jamur
(penyebab)
Rekasi radang pada Infeksi saluran Reaksi radang pada Penyebaran Kurang Suplai O2 dalam darah
bronkus dan alveolus napas bawah bronkus dan alveoulus nafsu makan
Kerusakan jaringan
Hipoksia
Fibrolisis dan Anoreksia
Akumulasi sekret Dilatasi pelebaran atelektasis
Pembuluh darah Penurunan
Penurunan Fatique
Gangguan ventilasi kemampuan ginjal
Gangguan difusi berat badan
Gangguan difusi Intoleransi Aktivitas
Gangguan
Dispnea (sesak napas) gas Suplai oksigen ke Eliminasi Urine Defisit Nutrisi
jaringan menurun
Pola Napas Tidak Efektif Gangguan
Stimulus nyeri
Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif Pertukaran Gas
Nyeri Akut
2.1.6 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)
2.1.6.1 Sesak napas
2.1.6.2 Batuk kronis
2.1.6.3 Sering merasa gelisah
2.1.6.4 Penurunan berat badan
2.1.6.5 Sering merasa kelelahan
2.1.6.6 Berkurangnya nafsu makan
2.1.6.7 Edema
2.1.6.8 Penurunan kemampuan untuk berolahraga
2.1.7 Komplikasi
2.1.7.1 Komplikasi
1) Sering mengalami infeksi ulang pada saluran pernafasan
2) Daya tahan tubuh kurang sempurna
3) Proses peradangan yang kronis di saluran nafas
4) Tingkat kerusakan paru makin parah
5) Pneumonia
6) Atelaktasis
7) Meningkatkan resiko gagal nafas pada pasien
2.1.7.2 Prognosis
Prognosis jangka pendek maupun jangka panjang bergantung pada umur dan
gejala klinis waktu berobat. Penderita yang berumur kurang dari 50 tahun
dengan :
1) Sesak ringan, 5 tahun kemudian akan terlihat ada perbaikan
2) Sesak sedang, 5 tahun kemudian 42 % penderita akan sesak lebih berat dan
meninggal
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
2.1.8.1 Sinar x dada : dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru, mendatarnya
diafragma, peningkatan area udara retrosternal, penurunan tanda
vaskularisasi/bula (emfisema), peningkatan tanda bronkovaskuler (bronkitis),
hasil normal selama periode remisi (asma).
2.1.8.2 Tes fungsi paru : dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea, untuk
menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi, untuk
memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi, mis dan
bronkodilator.
2.1.8.3 TLC : peningkatan pada luasnya bronkitis dan kadang-kadang pada asma,
penurunan emfisema
2.1.8.4 Kapasitas inspirasi : menurun pada emfisema
2.1.8.5 Volume residu : meningkat pada emfisema, bronkitis kronis dan asma.
2.1.8.6 FEVI/FVC : rasio volume ekspirasi kuat dengan kapasitas vital kuat menurun
pada bronkitis dan asma.
2.1.8.7 GDA : memperkirakan progresi proses penyakit kronis.
2.1.8.8 Bronkogram : dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi,
kollaps bronkial pada ekspirasi kuat (emfisema), pembesaran duktus mukosa
yang terlihat pada bronkitis.
2.1.8.9 JDL dan diferensial : hemoglobin meningkat (emfisema luas), peningkatan
eosinofil (asma).
2.1.8.10 Kimia darah : Alfa 1-antitripsin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi dan
diagnosa emfisema primer.
2.1.8.11 Sputum : kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi
patogen,
pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui keganasan atau gangguan alergi.
2.1.8.12 EKG : devisa aksis kanan, peninggian gelombang P pada lead II, III,
AVF
(bronkitis, emfisema), aksis vertical QRS (emfisema).
2.1.8.13 EKG latihan, tes stress : membantu dalam mengkaji derajat disfungsi
paru,
mengevaluasi keefektifan terapi bronkodilator, perencanaan/evaluasi
program latihan.
c) B3 (Brain)
Pada sistem persarafan atau brain, nilai GCS klien untuk E adalah : 4
dengan hasil klien dapat membuka mata secara spontan untuk V adalah 5
dengan hasil orientasi baik; M klien bernilai 6 dengan hasil dapat
mengikuti perintah dan dengan data tersebut didapatkan total nilai GSC
adalah 15 (Compos menthis). Pupil klien isokor dengan refleks cahaya
untuk kanan dan kiri adalah positif. Tidak Ada masalah keperawatan
d) B4 (Bladder)
Produksi urine 1.200 ml, urine berwarna kuning, bau khas urine amoniak,
tidak ada masalah/ lancar. Tidak ada keluhan lainnya dipemeriksaan
eliminasi urine dan tidak ada masalah keperawatan yang muncul.
e) B5 (Bowel)
Pada sistem eliminasi alvi, pengkajian yang didapatkan yaitu : bibir pasien
tampak lembab dan tidak ada lesi, gigi pasien tampak lengkap dan putih
bersih, pada gusi tidak didapatkan adanya peradangan dan perdarahan,
lidah merah muda, tidak ada perdarahan di mukosa, pada tonsil tidak
terjadi peradangan, rectum tidak ada kelainan dan pasien juga tidak
menderita haemoroid. Saat pengkajian pasien mengatakan sudah ada BAB
1 kali dengan konsistensi lunak, warna kuning dan bau khas, serta saat
BAB pun tidak ada keluhan.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
f) B6 (Bone)
Sistem tulang-otot-integumen atau bone, klien mampu untuk
menggerakkan sendinya secara bebas, tidak terdapat parises, paralise,
krepitasi, nyeri, bengkak, kekakuan, flasiditas, spastisitas, dan hemiparese
di ektstermitas atas dan bawah, serta ukuran otot pasien simetris. Untuk uji
kekuatan otot didapatkan hasil, pada ektremitas atas atas 55 55 dan
ektermitas bawah 55 55. Pasien memiliki tulang belakang yang normal.
Tidak ada keluhan lainnya di sistem tulang-otot-integumen.
1) Identitas Pasien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin,
suku/bangsa, agama, pekerjaan, pendidikan, status perkawinan, alamat, dan
tanggal masuk rumah sakit.
2) Riwayat Kesehatan/Perawatan
a) Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering muncul pada pasien dengan penyakit
emfisema bervariasi, antara lain : sesak nafas, batuk dan nyeri di daerah
dada sebelah kanan pada saat bernafas, banyak sekret keluar ketika batuk,
berwarna kuning kental dan merasa cepat lelah ketika melakukan
aktivitas.
b) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan penyakit emfisema biasanya diawali dengan sesak nafas,
batuk dan nyeri di daerah dada sebelah kanan pada saat bernafas, banyak
sekret keluar ketika batuk, berwarna kuning kental dan merasa cepat lelah
ketika melakukan aktivitas.
c) Riwayat Penyakit Sebelumnya
Perlu ditanyakan juga apakah pasien sebelumnya pernah menderita
penyakit yang lain seperti TB paru, DM, asma, kanker, pneumonia, dan
lain-lain. Hal ini perlu diketahui untuk melihat ada tidaknya faktor
predisposisi.
d) Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit
yang sama atau mungkin penyakit-penyakit lain yang mungkin dapat
menyebabkan penyakit emfisema.
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
2.3.2.1 Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan adanya penumpukan
sekret (Kode D.0001 Hal. 18)
2.3.2.2 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi-paru
(Kode D.0003 Hal. 22)
2.3.2.3 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan (Kode D.0056 Hal. 128)
3.1 Pengkajian
Berdasarkan pengkajian yang dilakukan pada hari Senin, 8 Juni 2020 pukul 12.00
WIB didapatkan data sebagai berikut :
3.1.1 Identitas Pasien
Nama : Tn. E
Umur : 32 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Bugis/Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SMP
Status Perkawinan : Kawin
Alamat : Jl. Sisingamangaraja XVII No. 17
Tgl MRS : 6 Juni 2020/pukul 15.00 WIB
Diagnosa Medis : Emfisema
Genogram Keluarga
3.1.5 Sosial-Spritual
3.1.5.1 Kemampuan berkomunikasi
Pasien sangat jelas dalam berkomunikasi atau mudah dimengerti
3.1.5.2 Bahasa sehari-hari
Pasien berkomunikasi sehari-hari menggunakan bahasa Bugis dan bahasa
Indonesia
3.1.5.3 Hubungan dengan keluarga
Baik, istri dan anak beserta keluarga yang selalu mendampingi dan menjaga
pasien selama di rumah sakit.
3.1.5.4 Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain
Baik, pasien kooperatif dengan segala tindakan yang diberikan petugas
kesehatan.
3.1.5.5 Orang berarti/terdekat
Istri dan anak
3.1.5.6 Kebiasaan menggunakan waktu luang
Pasien menggunakan waktu luang untuk beristirahat ditempat tidur
3.1.5.7 Kegiatan beribadah
Sebelum sakit : beribadah di Masjid
Saat sakit : berdoa ditempat tidur
3.1.6 Data Penunjang (Radiologis, Laboratorium, Penunjang Lainnya)
3.1.6.1 Pemeriksaan Radiologis
Rontgen thoraks menunjukkan adanya hiperinflasi, pendataran diafragma,
pelebaran margin interkosta, dan jantung sering ditemukan bagai tergantung (Heart
till drop). Dilihat pada gambar berikut
NIM : 2018.C.10a.0976
3.1.8 Analisa Data
O2 menurun
(hipoksia)
DS : RR meningkat Intoleransi Aktivitas
- Pasien mengatakan
badannya terasa lemah
- Pasien mengatakan Keletihan atau kelemahan
jika banyak
beraktivitas napasnya
menjadi semakin sesak
DO :
- Pasien tampak lemah
- RR : 30x/menit
- Skala aktivitas 4
3.1.9 Prioritas Masalah
3.1.9.1 Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan adanya penumpukan
sekret ditandai dengan pasien tampak sesak dan gelisah, pasien terlihat
menggunakan otot bantu napas, sputum berwarna hijau dan TTV : TD :
130/80 mmHg, N : 102x/menit, RR : 30x/menit dan S : 37,4℃.
3.1.9.3 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi-paru
ditandai dengan PaCO2 : 45, PaCO2 : 85 mmHg, Wheezing (+) dan Ronchi
(+).
3.1.9.4 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan ditandai dengan pasien
tampak lemah dan RR : 30x/menit.
3.1.10 Intervensi Keperawatan
Nama : Tn. E
Ruang Rawat : Gardenia
4.1 Kesimpulan
Emfisema adalah suatu keadaan abnormal dimana pada anatomi paru dengan
adanya kondisi klinis berupa melebarnya saluran udara bagian distal bronkiolus
terminal yang disertai dengan kerusakan dinding alveoli. Kondisi ini merupakan
tahap akhir proses yang mengalami kemajuan dengan lambat selama beberapa tahun.
Pada kenyataannya, ketika pasien mengalami gejala emfisema, fungsi paru sudah
sering mengalami kerusakan permanen (irreversible) yang disertai dengan bronkitis
obstruksi kronis. Kondisi ini merupakan penyebab utama kecacatan. Biasanya pada
pasien perokok berumur 15-23 tahun. Pada umur 25-35 tahun timbul perubahan pada
saluran nafas kecil dan fungsi paru. Umur 35-45 timbul batuk yang produktif. Pada
umur 45-55 tahun terjadi sesak nafas, hipoksemia dan perubahan spirometri. Pada
umur 55-60 tahun sudah ada kor-pulmonal yang dapat menyebabkan kegagalan nafas
dan meninggal dunia. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan adanya
penumpukan sekret ditandai dengan pasien tampak sesak dan gelisah, pasien terlihat
menggunakan otot bantu napas, sputum berwarna hijau dan TTV : TD : 130/80
mmHg, N : 102x/menit, RR : 30x/menit, S : 37,4℃ dan Gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi-paru ditandai dengan PaCO2 : 45,
PaCO2 : 85 mmHg, Wheezing (+) dan Ronchi (+) serta Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan keletihan ditandai dengan pasien tampak lemah dan RR :
30x/menit.
4.2 Saran
4.2.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan untuk menambah ilmu dan pengetahuan bagi mahasiswa dalam
mempelajari asuhan keperawatan dengan diagnosa medis Emfisema dan sebagai
acuan atau referensi untuk mahasiswa dalam penulisan laporan studi kasus
selanjutnya.
4.2.2 Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan sebagai sumber bacaan di perpustakaan STIKes Eka Harap
Palangka Raya dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan perawatan di masa yang
akan datang serta sebagai tolak ukur kemampuan mahasiswa dalam penguasaan
terhadap ilmu keperawatan mulai dari proses keperawatan sampai pendokumentasian.
4.2.3 Bagi Institusi Rumah Sakit
Diharapkan RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya khususnya ruang
Gardenia, penulisan laporan studi kasus ini di dapat sebagai referensi bagi perawat
dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan Emfisema, serta sebagai
masukan untuk meningkatkan mutu pelayanan yang lebih baik, khususnya pada
pasien dengan Emfisema.
DAFTAR PUSTAKA
Baughman, D.C & Hackley, J. C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC
Burgel PR. 2011. The role of small airway in obstructive airway disease. Eur Respir
Rev. 20:23-33.
Mills, John & Luce, John M. 1993. Gawat Darurat Paru-Paru. Jakarta : EGC
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). 2008. Global
Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive
Pulmonary Disease, USA, GOLD 2008, p:10.
Hansel T.T., Barnes P.J. 2003. An Atlas of Chronic Obstructive Pulmonary Disease,
Washington, DC: The Parthenon Publishing Group. pp: 10-4.
Menaldi R. 2001. Prosedur Tindakan Bidang paru dan Pernafasan dan Diagnosia dan
Terapi. Jakarta: Bagian Pulmonologi FK UI, pp: 33-6.
World Health Organization. 2012. Chronic obstructive pulmonary disease fact sheet,
WHO Media Center [Online]. [Available from: URL: https://www.
Who.int/mediacentre/