Anda di halaman 1dari 59

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

Tn. E DENGAN DIAGNOSA MEDIS EMFISEMA DAN KEBUTUHAN


DASAR MANUSIA OKSIGENASI DI RUANG GARDENIA
RSUD dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA

OLEH :
LOREN
2018.C.10a.0976

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2019/2020
LEMBAR PERSETUJUAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan ini disusun oleh :

Nama : Loren
NIM : 2018.C.10a.0976
Program Studi : S1 Keperawatan
Judul : Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Tn. E
Dengan Diagnosa Medis Emfisema Dan Kebutuhan Dasar
Manusia Oksigenasi Di Ruang Gardenia RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan ini telah disetujui pada tanggal,
Juni 2020

Pemimbing Akademik Pemimbing Klinik

Nia Pristina, S.Kep., Ners Erika Sihombing, S.Kep., Ners

Mengetahui
Ketua Program Studi S1 Keperawatan

Meilitha Carolina, Ners., M.Kep


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa. Berkat limpahan
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyelesaikan Asuhan Keperawatan dengan
Judul “Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Tn. E Dengan Diagnosa
Medis Emfisema Dan Kebutuhan Dasar Manusia Oksigenasi Di Ruang Gardenia
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya” Laporan Pendahuluan dan Asuhan
Keperawatan ini disusun guna melengkapi Praktik Praklinik Keperawatan I.
Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak. Oleh karena itu, kami ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi S1 Keperawatan
STIKes Eka Harap Palangka Raya
3. Ibu Meida Sinta Araini, S.Kep., Ners selaku Koordinator PPK I
4. Ibu Nia Pristina, S.Kep., Ners selaku Pemimbing Akademik di Ruang Gardenia
5. Ibu Erika Sihombing, S.Kep., Ners selaku Pemimbing Klinik di Ruang Gardenia
6. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam penyelesaian Laporan
Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan ini.
Saya menyadari bahwa Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan ini
mungkin terdapat kesalahan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, saya
harapkan saran dan kritik yang membangun dan semoga dapat bermanfaat. Demikian,
saya ucapkan terima kasih.

Palangka Raya, Juni 2020

Loren
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB 1 PENDAHULUAN……………………………………………………………1
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………...1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………..4
1.3 Tujuan Penulisan……………………………………………………………...4
1.3.1 Tujuan Umum……………………………………………………………….4
1.3.2 Tujuan Khusus………………………………………………………………4
1.4 Manfaat………………………………………………………………………..5
1.4.1 Untuk Mahasiswa…………………………………………………………...5
1.4.2 Untuk Klien dan Keluarga…………………………………………………..5
1.4.3 Untuk Institusi (Pendidikan dan Rumah Sakit)……………………………..5
1.4.4 Untuk IPTEK………………………………………………………………..5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………….6
2.1 Konsep Penyakit………………………………………………………………6
2.1.1 Definisi……………………………………………………………………...6
2.1.2 Anatomi Fisiologi…………………………………………………………...7
2.1.3 Etiologi…………………………………………………………………….11
2.1.4 Klasifikasi………………………………………………………………….12
2.1.5 Patofisiologi (WOC)……………………………………………………….14
2.1.6 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)…………………………………….15
2.1.7 Komplikasi…………………………………………………………………15
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang……………………………………………………16
2.1.9 Penatalaksanaan Medis…………………………………………………….17
2.2 Konsep Kebutuhan Dasar Manusia………………………………………….17
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan…………………………………………...18
2.3.1 Pengkajian Keperawatan…………………………………………………..18
2.3.2 Diagnosa Keperawatan…………………………………………………….21
2.3.3 Intervensi Keperawatan……………………………………………………21
2.3.4 Implementasi Keperawatan………………………………………………..24
2.3.5 Evaluasi Keperawatan……………………………………………………..24
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN……………………………………………..25
3.1 Pengkajian Keperawatan…………………………………………………….25
3.2 Diagnosa Keperawatan………………………………………………………35
3.3 Intervensi Keperawatan……………………………………………………...38
3.4 Implementasi Keperawatan………………………………………………….43
3.5 Evaluasi Keperawatan……………………………………………………….43
BAB 4 Penutup……………………………………………………………………...51
4.1 Kesimpulan…………………………………………………………………..51
4.2 Saran…………………………………………………………………………51
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Emfisema adalah suatu keadaan abnormal dimana pada anatomi paru dengan
adanya kondisi klinis berupa melebarnya saluran udara bagian distal bronkiolus
terminal yang disertai dengan kerusakan dinding alveoli. Kondisi ini merupakan
tahap akhir proses yang mengalami kemajuan dengan lambat selama beberapa tahun.
Pada kenyataannya, ketika pasien mengalami gejala emfisema, fungsi paru sudah
sering mengalami kerusakan permanen (irreversible) yang disertai dengan bronkitis
obstruksi kronis. Kondisi ini merupakan penyebab utama kecacatan. Oksigenasi
adalah suatu proses untuk mendapatkan O2 dan mengeluarkan CO2. Kebutuhan
fisiologis oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang digunakan untuk
kelangsungan metabolisme sel tubuh, untuk mempertahankan hidupnya dan untuk
aktivitas berbagai organ atau sel. Apabila lebih dari 4 menit orang tidak mendapatkan
oksigen maka akan berakibat pada kerusakan otak yang tidak dapat diperbaiki dan
biasanya pasien akan meninggal. Oksigen memegang peranan penting dalam semua
prosestubuh secara fungsional. Tidak adanya oksigen akan menyebabkan tubuh
secara fungsional mengalami kemunduran atau bahkan dapat menimbulkan kematian.
Oleh karena itu, kebutuhan oksigen merupakan kebutuhan yang paling utama dan
sangat vital bagi tubuh. Pemenuhan kebutuhan oksigen ini tidak terlepas dari kondisi
sistem pernapasan secara fungsional. Bila ada gangguan pada salah satu organ sistem
respirasi, maka kebutuhan oksigen akan mengalami gangguan. Sering kali individu
tidak menyadari terhadap pentingnya oksigen. Proses pernapasan dianggap sebagai
sesuatu yang biasa-biasa saja. Banyak kondisi yang menyebabkan seseorang
mengalami gangguan dalam pemenuhan kebutuhan oksigen, seperti adanya sumbatan
pada saluran pernapasan. Pada kondisi ini, individu merasakan pentingnya oksigen.
WHO memperkirakan sekitar 80 juta orang akan menderita emfisema dan 3 juta
meninggal karena emfisema pada tahun 2015, dengan merujuk 5% dari seluruh
kematian secara global. Total kematian akibat emfisema diproyeksikan akan
meningkat > 30% pada 10 tahun mendatang. Peningkatan secara drastis pada dua
dekade diharapkan di negara-negara Asia dan Afrika karena peningkatan pemakaian
tembakau. WHO menyebutkan emfisema merupakan penyebab kematian keempat
didunia. Diperkirakan menyebabkan kematian pada 2,75 juta orang atau setara
dengan 4,8%16. Di wilayah Eropa angka kematian emfisema sekitar < 20/100.000
penduduk (Yunani, Swedia, Islandia, Norwegia) samapi > 80/100.000 penduduk
(Ukraina, dan Romania). Sedangkan di Perancis angka kematian emfisema sebesar
40/100.000 penduduk. Di negara-negara berkembang kematian akibat emfisema juga
meningkat, hal ini dihubungkan dengan peningkat-an jumlah masyarakat yang
mengkonsumsi rokok. Di Cina merokok menyebabkan kematian sebesar 12% dan
diperkirakan akan meningkat menjadi 30% pada tahun 2030. Berdasarkan Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) Kementerian Kesehatan Republik Indonesia tahun
2013 dikatakan bahwa 4 dari 100 orang di Indonesia menderita emfisema. Dimana
prevalensi tertinggi terdapat di Provinsi Nusa Tenggara Timur (10%) dan terendah di
Provinsi Lampung (1,4%). Berdasarkan laporan dari Dinas Kesehatan Provinsi
Kalimantan Tengah tahun 2017. Dimana prevalensi penderita emfisema di Provinsi
Kalimantan Tengah sekitar 5,7 %. Fenomena dimasyarakat mengenai emfisema
cukup memprihatinkan dikarenakan hampir banyak masyarakat tidak mengetahui
tentang emfisema, beserta penyebabnya dan minimnya pengetahuan masyarakat
tentang penanggulangan maupun pengobatan emfisema.
Penyebab utama terjadinya emfisema adalah paparan zat di udara yang
mengiritasi paru-paru dalam jangka waktu panjang. Zat yang mengakibatkan iritasi
tersebut, dapat berupa asap rokok, polusi udara, asap atau debu bahan kimia industri
sehingga muncul gejala-gejala utama kerusakan paru atau emfisema yang ditandai
dengan sesak napas, napas cepat dan pendek serta mudah lelah dalam beraktivitas
bahkan akibatnya penderita emfisema akan mengalami komplikasi penyakit
pernapasan. Selain paparan zat yang mengakibatkan iritasi, emfisema juga dapat
terjadi kelainan genetik. Berupa defisiensi alpha-1-antitrypsin, dimana terjadi
kekurangan suatu protein yang berfungsi melindungi struktur elastis pada paru-paru
dalam tubuh. Namun demikian, kondisi ini jarang terjadi.
Penanganan dari masalah emfisema yaitu dengan menjaga pola hidup sehat salah
satunya dengan cara berolahraga rutin dengan intensitas sedang tapi tetap mematuhi
standar operasional prosedur yang berlaku tanpa mengabaikan aspek-aspek
keselamatan dalam berolahraga itu sendiri serta mengkonsumsi makanan dan
minuman yang bergizi seimbang dan tidak lagi merokok, agar tubuh sehat dan
terhindar dari berbagai penyakit khususnya emfisema. Bila sudah mengidap
emfisema dapat dilakukan dengan pengobatan secara rutin hingga sembuh total.
Sedangkan akan kebutuhan oksigenasi dapat dilakukan dengan menguranginya secara
berangsur-ansur sembari terus-menerus dipantau perkembangannya dan dapat pula
dengan melatih pola pernapasan agar kembali stabil.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka rumusan masalah adalah sebagai berikut
: “Bagaimana Cara Pemberian Asuhan Keperawatan Kebutuhan Dasar Manusia Pada
Tn. E Dengan Diagnosa Medis Emfisema Dan Gangguan Pemenuhan Oksigenasi Di
Ruang Gardenia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya ?”.

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penulisan ini adalah untuk mendapatkan gambaran dan pengalaman
langsung tentang bagaimana menerapkan Asuhan Keperawatan dan pemenuhan
Kebutuhan Dasar Manusia Oksigenasi pada Tn. E dengan diagnosa medis Emfisema
di ruang Gardenia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mahasiswa dapat melengkapi Asuhan Keperawatan pada Tn. E dengan
diagnosa medis Emfisema dan kebutuhan dasar manusia Oksigenasi.
1.3.2.2 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian keperawatan pada Tn. E dengan
Diagnosa Medis Emfisema dan Gangguan Pemenuhan Oksigenasi di Ruang
Gardenia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya ?
1.3.2.3 Mahasiswa mampu merumuskan diagnosa keperawatan pada Tn. E dengan
Diagnosa Medis Emfisema dan Gangguan Pemenuhan Oksigenasi di Ruang
Gardenia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya ?
1.3.2.4 Mahasiswa mampu merencanakan tindakan keperawatan sesuai dengan
masalah keperawatan pada Tn. E dengan Diagnosa Medis Emfisema dan
Gangguan Pemenuhan Oksigenasi di Ruang Gardenia RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya ?
1.3.2.5 Mahasiswa mampu mengimplementasikan rencana tindakan keperawatan
pada Tn. E dengan Diagnosa Medis Emfisema dan Gangguan Pemenuhan
Oksigen di Ruang Gardenia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya ?
1.3.2.6 Mahasiswa mampu membuat evaluasi keperawatan pada Tn. E dengan
Diagnosa Medis Emfisema dan Gangguan Pemenuhan Oksigenasi di Ruang
Gardenia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya ?
1.3.2.7 Mahasiswa mampu mendokumentasikan keperawatan pada Tn. E dengan
Diagnosa Medis Emfisema dan Gangguan Pemenuhan Oksigenasi di Ruang
Gardenia RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya ?

1.4 Manfaat
1.4.1 Untuk Mahasiswa
Untuk menambah ilmu dan pengetahuan bagi mahasiswa dalam mempelajari
asuhan keperawatan pada klien dengan Emfisema. Serta sebagai acuan atau referensi
mahasiswa dalam penulisan asuhan keperawatan.
1.4.2 Untuk Klien dan Keluarga
Sebagai sarana untuk memperoleh pengetahuan tentang Emfisema beserta
penatalaksanaannya.
1.4.3 Untuk Institusi (Pendidikan dan Rumah Sakit)
Sebagai sumber bacaan di perpustakaan STIKes Eka Harap Palangka Raya
dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan perawatan di masa yang akan datang
serta sebagai tolak ukur kemampuan mahasiswa dalam penguasaan terhadap ilmu
keperawatan mulai dari proses keperawatan sampai pendokumentasiaan.
1.4.4 Untuk IPTEK
Untuk membantu mengembangkan Ilmu Pengetahuan Teknologi di bidang
kesehatan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit


2.1.1 Definisi
Emfisema adalah suatu keadaan abnormal dimana pada anatomi paru dengan
adanya kondisi klinis berupa melebarnya saluran udara bagian distal bronkiolus
terminal yang disertai dengan kerusakan dinding alveoli. Kondisi ini merupakan
tahap akhir proses yang mengalami kemajuan dengan lambat selama beberapa tahun.
Pada kenyataannya, ketika pasien mengalami gejala emfisema, fungsi paru sudah
sering mengalami kerusakan permanen (irreversible) yang disertai dengan bronkitis
obstruksi kronis. Kondisi ini merupakan penyebab utama kecacatan.
Emfisema adalah penyakit obstruksi kronis dengan karakteristik penurunan
elastisitas paru dan luas permukaan alveolus yang berkurang akibat destruksi dinding
alveolus dan pelebaran ruang distal udara ke bronkiolus terminal. Kerusakan dapat
terbatas hanya dibagian sentral lobus, dalam hal ini yang paling terpengaruh adalah
integritas dinding bronkiolus atau dapat mengenai paru secara keseluruhan, yang
menyebabkan kerusakan bronkus dan alveolus.
Emfisema adalah istilah patologis yang menggambarkan distensi abnormal
ruang udara di luar bronkiolus terminal dan hancurnya dinding-dinding alveoli.
Emfisema adalah tahap akhir dari suatu proses yang berjalan lambat selama bertahun-
tahun.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa emfisema adalah penyakit paru obstruktif kronis
yang menyerang sistem pernapasan sehingga menyebabkan kerusakan khususnya
pada organ bronkus dan alveolus.
2.1.2 Anatomi Fisiologi

2.1.2.1 Hidung
Hidung (nasal) merupakan organ tubuh yang berfungsi sebagai alat pernafasan
(respirasi) dan indra penciuman (pembau).
Fungsi hidung dalam proses pernafasan meliputi :
1) Udara dihangatkan, oleh permukaan konka dan sputum nasalis setelah
melewati faring, suhu lebih kurang 36℃
2) Udara dilembabkan sejumlah besar udara yang melewati hidung bila
mencapai faring kelembapannya lebih kurang 75%
3) Kotoran disaring oleh bulu-bulu hidung. Partikel di rongga disaring oleh
rambut vestibular, lapisan mukosiliar dan lisozim (protein dalam air mata).
Fungsi ini dinamakan fungsi air conditioning jalan pernafasan atas.
4) Penciuman
2.1.2.2 Faring
Faring (tekak) adalah suatu saluran otot selaput kedudukannya tegak lurus
antara basis kranii dan vertebrae servikalis VI.
Faring dibagi menjadi 3 bagian :
1) Nasofaring
Bagian nasal faring terletak di belakang hidung dan di atas palatum molle.
2) Orofaring
Bagian oral faring terletak dibelakang mulut, memanjang dari bagian bawah
palatum molle hingga bagian vertebra servikalis ke-3.
3) Laringofaring
Bagian laringeal faring memanjang dari atas orofaring dan berlanjut ke bawah
esofagus, yakni dari vertebra servikalis ke-3 hingga 6. Mengelilingi mulut
esofagus dan laring, yang merupakan gerbang untuk sistem respiratorik
selanjutnya.
Fungsi faring terdiri dari :
1) Saluran napas dan makanan, faring adalah organ yang terlibat dalam sistem
percenaan dan pernafasan udara masuk melalui bagian nasal dan oral,
sedangkan makanan melalui bagian oral dan laring.
2) Penghangat dan pelembab, dengan cara yang sama seperti hidung, udara
dihangatkan dan dilembabkan saat masak ke faring.
3) Fungsi perlindungan, jaringan limfatik faring dan tonsil laring menghasilkan
antibodi dalam berespon terhadap antigen, missal mikroba. Tonsil berukuran
lebih besar pada anak dan cenderung mengalami antrofi pada orang dewasa.
2.1.2.3 Laring
Laring atau pangkal tenggorokan merupakan jalinan tulang rawan yang
dilengkapi dengan otot, membran, jaringan ikat dan ligamentum.
Fungsi laring :
1) Produksi suara, suara memiliki nada, volume dan resonansi. Nada suara
bergantung pada panjang dan kerapatan pita suara. Pada saat pubertas, pita
suara pria mulai bertambah panjang, sehingga nada suara pria semakin
rendah. Volume suara bergantung pada besarnya tekanan pada pita suara yang
digetarkan. Semakin besar tekanan udara ekspirasi, semakin besar getaran pita
suara dan semakin keras suara yang dihasilkan. Resonansi bergantung pada
bentuk mulut, posisi lidah dan bibir, otot wajah dan udara di paranasal.
2) Berbicara, berbicara terjadi saat ekspirasi ketika suara yang dihasilkan oleh
pita suara dimanipulasi oleh lidah, pipi dan bibir.
3) Pelindung saluran nafas bawah, saat menelan, laring bergerak ke atas,
menyumbat saluran faring sehingga engsel epiglotis menutup faring. Hal ini
menyebabkan makanan tidak melalui esofagus dan saluran nafas bawah.
4) Jalan masuk udara, bahwa laring berfungsi sebagai penghubung jalan nafas
antara faring dan trakea.
5) Pelembab, penyaring dan penghangat dimana proses ini berlanjut saat udara
yang diinspirasi berjalan melalui laring.
2.1.2.4 Trakea
Trakea (batang tenggorokan) adalah tabung berbentuk pipa seperti huruf C
yang dibentuk oleh tulang-tulang rawan yang disempurnakan oleh selaput,
terletak diantara vertebra servikalis VI sampai ditepi bawah kartilago krikodea
vertebra torakalis V.
Fungsi trakea :
1) Refleks batuk. Ujung saraf di laring, trakea dan bronkus peka terhadap iritasi
sehingga membangkitkan impuls saraf yang dihantarkan oleh saraf vagus ke
pusat pernafasan di batang otak.
2) Penghangat, pelembab dan penyaring. Fungsi ini merupakan kelanjutan dari
hidung, walaupun normalnya udara sudah jernih saat mencapai trakea.
2.1.2.5 Paru-paru
Paru-paru berada dalam rongga torak, yang terkandung dalam susunan tulang-
tulang iga dan letaknya disisi kiri dan kanan mediastinum yaitu struktur blok
padat yang berada dibelakang tulang dada. Paru-paru menutupi jantung, arteri
dan vena besar, esofagus dan trakea.
Paru-paru berbentuk seperti spons dan berisi udara dengan pembagian ruang
sebagai berikut :
1) Paru kanan memiliki tiga lobus yaitu superior, medius dan inferior.
2) Paru kiri berukuran lebih kecil dari pada paru kanan yang terdiri dari dua
lobus yaitu lobus superior dan inferior.
Fungsi paru :
1) Sebagai pertukaran oksigen dan karbondioksida yang tidak di butuhkan tubuh.
2) Sebagai penjaga keseimbangan asam basa tubuh.
3) Sebagai pertukaran oksigen dan karbondioksida dalam darah.
2.1.2.6 Bronkus
Bronkus (cabang tenggorokan) merupakan lanjutan dari trakea, jumlahnya
sepasang yang satu menuju paru-paru kanan dan satunya ke paru-paru kiri.
Bronkus utama kanan lebih pendek dan lebar serta hamper vertikal dengan
trakea. Sedangkan bronkus utama kiri lebih panjang dan sempit. Hal ini yang
mengakibatkan paru-paru kanan lebih mudah terserang penyakit. Struktur
bronkus hampir sama dengan trakea. Perbedaannya dinding trakea lebih tebal
dari pada dinding bronkus. Bronkus akan bercabang menjadi bronkiolus.
2.1.2.7 Bronkiolus
Bronkiolus mengandung kelenjar submukosa yang memproduksi lender yang
membentuk selimut tidak terputus untuk melapisi bagian dalam jalan nafas.
Bronkiolus terdiri dari :
1) Bronkiolus terminalis
Bronkiolus membentuk percabangan menjadi bronkiolus terminalis (yang
tidak mempunyai kelenjar lendir dan silia)
2) Bronkiolus respiratori
Bronkiolus terminalis kemudian menjadi bronkiolus respiratori. Bronkiolus
respiratori dianggap sebagai saluran transisional antara jalan nafas konduksi
dan jalan udara pertukaran gas
3) Duktus alveolar dan sakus alveolar
Bronkiolus respiratori kemudian mengarah ke dalam duktus alveolar dan
sakus alveolar dan kemudian manjadi alveoli.
2.1.2.8 Alveolus
Merupakan ujung dari bronkiolus yang jumlahnya sekitar 600 juta pada paru-
paru manusia dewasa. Pada alveoli ini oksigen akan difusi menjadi
karbondioksida yang diambil dari dalam darah. Alveolus terdiri lapisan
epitelium pipih dan disinilah darah hampir langsung bersentuhan dengan
udara yang berperan penting dalam pertukaran O2 dari udara bebas sel-sel
darah dan O2 dari sel-sel darah ke udara.

2.1.3 Etiologi
2.1.3.1 Merokok
Merokok merupakan penyebab utama emfisema. Terdapat hubungan yang erat
antara merokok dan penurunan volume ekspirasi paksa (FEV) (Nowak, 2004).
2.1.3.2 Keturunan
Belum diketahui jelas apakah faktor keturunan berperan atau tidak pada
emfisema kecuali pada penderita dengan defisiensi enzim alfa 1 antitripsin.
Kerja enzim ini menetralkan enzim proteolitik yang sering dikeluarkan pada
peradangan dan merusak jaringan, termasuk jaringan paru, karena itu
kerusakan jaringan lebih jauh dapat dicegah. Defisiensi alfa 1 antitripsin
adalah suatu kelainan yang diturunkan secara autosom resesif. Orang yang
sering menderita emfisema paru adalah penderita yang memiliki gen S atau Z.
Emfisema paru akan sulit cepat timbul bila penderita tersebut merokok.
2.1.3.3 Infeksi
Infeksi dapat menyebabkan kerusakan paru lebih hebat sehingga gejala-
gejalanya pun menjadi lebih berat. Infeksi saluran pernafasan atas pada
seseorang penderita bronkitis kronis hamper selalu melipatkan infeksi paru
bagian bawah, dan menyebabkan kerusakan paru bertambah. Eksaserbasi
bronkitis kronis disangka penting sering diawali dengan infeksi virus yang
kemudian menyebabkan infeksi sekunder oleh bakteri.
2.1.3.4 Hipotesis Elastase-Antielastase
Di dalam paru terdapat keseimbangan antara enzim proteolitik elastase dan
antielastase agar tidak terjadi kerusakan jaringan. Perubahan keseimbangan
antara keduanya akan menimbulkan kerusakan pada jaringan elastis paru.
Struktur paru akan berubah dan timbulah emfisema. Sumber elastase yang
penting adalah pankreas, sel-sel PMN dan makrofag alveolar (pulmonary
alveolar macrophag-PAM). Rangsangan pada paru-paru antara lain asap rokok
dan infeksi menyebabkan elastase bertambah banyak. Aktivitas sistem
antielastase, yaitu sistem enzim alfa 1-protease-inhibitor terutama enzim alfa
1-antitripsin menjadi menurun. Akibat yang ditimbulkan karena tidak ada lagi
keseimbangan antara elastase dan antielastase akan menimbulkan kerusakan
jaringan elastis paru dan kemudian emfisema.
2.1.3.5 Polusi
Polutan industri dan udara juga dapat menyebabkan emfisema. Insiden dan
angka kematian emfisema bisa dikatakan selalu lebih tinggi di daerah yang
padat, industrialisasi, polusi udara seperti halnya asap tembakau, dapat
menyebabkan gangguan pada silia menghambat fungsi makrofag alveolar.
Sebagai faktor penyebab penyakit, polusi tidak begitu besar pengaruhnya
tetapi bila ditambah merokok resiko akan lebih tinggi.
2.1.3.6 Pengaruh usia

2.1.4 Klasifikasi
2.1.4.1 CLE (Centrilobular Emphysema atau Centroacinar)
Merupakan tipe yang sering muncul, menyebabkan kerusakan bronkiolus,
biasanya pada region paru-paru atas. Inflamasi berkembang sampai bronkiolus
tetapi biasanya kantong alveolar tetap bersisa.
2.1.4.2 PLE (Panlobular Emphysema atau Panacinar)
Merusak ruang udara pada seluruh asinus dan biasanya juga merusak paru-
paru bagian bawah. Terjadi kerusakan bronkus pernafasan, duktus alveolar
dan alveoli. Merupakan bentuk morfologik yang lebih jarang, dimana alveolus
yang terletak distal dari bronkiolus terminalis mengalami pembesaran serta
kerusakan secara merata. PLE ini mempunyai gambaran khas yaitu tersebar
merata diseluruh paru-paru. PLE juga ditemukan pada sekelompok kecil
penderita emfisema primer, tetapi dapat juga dikaitkan dengan emfisema
akibat usia tua bronkitis kronik.
2.1.4.3 Emfisema Paraseptal
Merusak alveoli pada lobus bagian bawah yang mengakibatkan isolasi blebs
(udara dalam alveoli) sepanjang perifer paru-paru. Paraseptal emfisema
dipercaya sebagai sebab dari pneumotorak spontan.
2.1.5 Patofisiologi (WOC)
Virus, Bakteri, Jamur
(penyebab)

Invansi saluran napas atas

B1 (Breathing) B2 (Bleeding) B3 (Brain) B4 (Bladder) B5 (Bowel) B6 (Bone)

Rekasi radang pada Infeksi saluran Reaksi radang pada Penyebaran Kurang Suplai O2 dalam darah
bronkus dan alveolus napas bawah bronkus dan alveoulus nafsu makan

Kerusakan jaringan
Hipoksia
Fibrolisis dan Anoreksia
Akumulasi sekret Dilatasi pelebaran atelektasis
Pembuluh darah Penurunan
Penurunan Fatique
Gangguan ventilasi kemampuan ginjal
Gangguan difusi berat badan
Gangguan difusi Intoleransi Aktivitas
Gangguan
Dispnea (sesak napas) gas Suplai oksigen ke Eliminasi Urine Defisit Nutrisi
jaringan menurun
Pola Napas Tidak Efektif Gangguan
Stimulus nyeri
Bersihan Jalan Napas Tidak Efektif Pertukaran Gas

Nyeri Akut
2.1.6 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)
2.1.6.1 Sesak napas
2.1.6.2 Batuk kronis
2.1.6.3 Sering merasa gelisah
2.1.6.4 Penurunan berat badan
2.1.6.5 Sering merasa kelelahan
2.1.6.6 Berkurangnya nafsu makan
2.1.6.7 Edema
2.1.6.8 Penurunan kemampuan untuk berolahraga

2.1.7 Komplikasi
2.1.7.1 Komplikasi
1) Sering mengalami infeksi ulang pada saluran pernafasan
2) Daya tahan tubuh kurang sempurna
3) Proses peradangan yang kronis di saluran nafas
4) Tingkat kerusakan paru makin parah
5) Pneumonia
6) Atelaktasis
7) Meningkatkan resiko gagal nafas pada pasien
2.1.7.2 Prognosis
Prognosis jangka pendek maupun jangka panjang bergantung pada umur dan
gejala klinis waktu berobat. Penderita yang berumur kurang dari 50 tahun
dengan :
1) Sesak ringan, 5 tahun kemudian akan terlihat ada perbaikan
2) Sesak sedang, 5 tahun kemudian 42 % penderita akan sesak lebih berat dan
meninggal
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
2.1.8.1 Sinar x dada : dapat menyatakan hiperinflasi paru-paru, mendatarnya
diafragma, peningkatan area udara retrosternal, penurunan tanda
vaskularisasi/bula (emfisema), peningkatan tanda bronkovaskuler (bronkitis),
hasil normal selama periode remisi (asma).
2.1.8.2 Tes fungsi paru : dilakukan untuk menentukan penyebab dispnea, untuk
menentukan apakah fungsi abnormal adalah obstruksi atau restriksi, untuk
memperkirakan derajat disfungsi dan untuk mengevaluasi efek terapi, mis dan
bronkodilator.
2.1.8.3 TLC : peningkatan pada luasnya bronkitis dan kadang-kadang pada asma,
penurunan emfisema
2.1.8.4 Kapasitas inspirasi : menurun pada emfisema
2.1.8.5 Volume residu : meningkat pada emfisema, bronkitis kronis dan asma.
2.1.8.6 FEVI/FVC : rasio volume ekspirasi kuat dengan kapasitas vital kuat menurun
pada bronkitis dan asma.
2.1.8.7 GDA : memperkirakan progresi proses penyakit kronis.
2.1.8.8 Bronkogram : dapat menunjukkan dilatasi silindris bronkus pada inspirasi,
kollaps bronkial pada ekspirasi kuat (emfisema), pembesaran duktus mukosa
yang terlihat pada bronkitis.
2.1.8.9 JDL dan diferensial : hemoglobin meningkat (emfisema luas), peningkatan
eosinofil (asma).
2.1.8.10 Kimia darah : Alfa 1-antitripsin dilakukan untuk meyakinkan defisiensi dan
diagnosa emfisema primer.
2.1.8.11 Sputum : kultur untuk menentukan adanya infeksi, mengidentifikasi
patogen,
pemeriksaan sitolitik untuk mengetahui keganasan atau gangguan alergi.
2.1.8.12 EKG : devisa aksis kanan, peninggian gelombang P pada lead II, III,
AVF
(bronkitis, emfisema), aksis vertical QRS (emfisema).
2.1.8.13 EKG latihan, tes stress : membantu dalam mengkaji derajat disfungsi
paru,
mengevaluasi keefektifan terapi bronkodilator, perencanaan/evaluasi
program latihan.

2.1.9 Penatalaksanaan Medis


Pengobatan penyakit emfisema bertujuan menghilangkan gejala dan mencegah
pemburukan kondisi penyakit. Emfisema tidak dapat disembuhkan.
Terapi antara lain :
1) Mendorong individu berhenti merokok
2) Mengatur posisi dan pola bernafas untuk mengurangi jumlah udara yang
terperangkap
3) Memberi pengajaran mengenai teknik relaksasi dan cara untuk menghemat
energi
4) Banyak pasien emfisema memerlukan terapi oksigen agar dapat menjalankan
aktivitas sehari-hari. Terapi oksigen dapat memperlambat kemajuan penyakit
dan mengurangi morbiditas dan mortalitas.
5) Terapi latihan yang dirancang dengan baik dapat memperbaiki gejala.

2.2 Konsep Kebutuhan Dasar Manusia


2.2.1 Kebutuhan oksigenasi
Oksigenasi adalah suatu proses untuk mendapatkan O2 dan mengeluarkan CO2.
Kebutuhan fisiologis oksigenasi merupakan kebutuhan dasar manusia yang
digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh, untuk mempertahankan
hidupnya dan untuk aktivitas berbagai organ atau sel. Apabila lebih dari 4 menit
orang tidak mendapatkan oksigen maka akan berakibat pada kerusakan otak yang
tidak dapat diperbaiki dan biasanya pasien akan meninggal. Oksigen memegang
peranan penting dalam semua prosestubuh secara fungsional. Tidak adanya oksigen
akan menyebabkan tubuh secara fungsional mengalami kemunduran atau bahkan
dapat menimbulkan kematian. Oleh karena itu, kebutuhan oksigen merupakan
kebutuhan yang paling utama dan sangat vital bagi tubuh. Pemenuhan kebutuhan
oksigen ini tidak terlepas dari kondisi sistem pernapasan secara fungsional. Bila ada
gangguan pada salah satu organ sistem respirasi, maka kebutuhan oksigen akan
mengalami gangguan. Sering kali individu tidak menyadari terhadap pentingnya
oksigen. Proses pernapasan dianggap sebagai sesuatu yang biasa-biasa saja. Banyak
kondisi yang menyebabkan seseorang mengalami gangguan dalam pemenuhan
kebutuhan oksigen, seperti adanya sumbatan pada saluran pernapasan. Pada kondisi
ini, individu merasakan pentingnya oksigen.

2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan


2.3.1 Pengkajian Keperawatan
2.3.1.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan proses pengumpulan data yang dilakukan secara
sistemik mengenai kesehatan. Pasien mengelompokkan data menganalisis
data tersebut sehingga dapat pengkajian adalah memberikan gambaran secara
terus menerus mengenai keadaan pasien . Adapun tujuan utama dari pada
pengkajian adalah memberikan gambaran secara terus-menerus mengenai
keadaan pasien yang mungkin perawat dapat merencanakan asuhan
keperawatan. (Arif mutaaq, 2013). Pengkajian pada laparatomi meliputi
identitas klien keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit
dahulu, riwayat penyakit keluarga, riwayat penyakit psikososial.
a) B1 (Breathing)
Pada sistem pernapasan didapatkan : bentuk dada barrel chest, pola nafas
tidak teratur, suara napas mengi, sesak nafas, nyeri dada, batuk disertai
sekret, retraksi otot bantu napas : ada dan alat bantu pernapasan O2
masker 6 lpm.
Masalah Keperawatan : Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
b) B2 (Bleeding)
Pada sistem kardiovaskular atau bleeding, didapatkan masalah. klien
tampak sakit kepala. Untuk CRT atau capillary refill time pada klien
didapatkan hasilnya kurang dari 2 detik. Ictus cordis pasien tidak terlihat,
suara jantung pasien pun terdengar normal (S1 dan S2 tunggal) dengan
bunyi lub-dub. Nadi teraba kuat dan teratur, akral hangat.
Masalah Keperawatan : Nyeri Akut

c) B3 (Brain)
Pada sistem persarafan atau brain, nilai GCS klien untuk E adalah : 4
dengan hasil klien dapat membuka mata secara spontan untuk V adalah 5
dengan hasil orientasi baik; M klien bernilai 6 dengan hasil dapat
mengikuti perintah dan dengan data tersebut didapatkan total nilai GSC
adalah 15 (Compos menthis). Pupil klien isokor dengan refleks cahaya
untuk kanan dan kiri adalah positif. Tidak Ada masalah keperawatan
d) B4 (Bladder)
Produksi urine 1.200 ml, urine berwarna kuning, bau khas urine amoniak,
tidak ada masalah/ lancar. Tidak ada keluhan lainnya dipemeriksaan
eliminasi urine dan tidak ada masalah keperawatan yang muncul.
e) B5 (Bowel)
Pada sistem eliminasi alvi, pengkajian yang didapatkan yaitu : bibir pasien
tampak lembab dan tidak ada lesi, gigi pasien tampak lengkap dan putih
bersih, pada gusi tidak didapatkan adanya peradangan dan perdarahan,
lidah merah muda, tidak ada perdarahan di mukosa, pada tonsil tidak
terjadi peradangan, rectum tidak ada kelainan dan pasien juga tidak
menderita haemoroid. Saat pengkajian pasien mengatakan sudah ada BAB
1 kali dengan konsistensi lunak, warna kuning dan bau khas, serta saat
BAB pun tidak ada keluhan.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
f) B6 (Bone)
Sistem tulang-otot-integumen atau bone, klien mampu untuk
menggerakkan sendinya secara bebas, tidak terdapat parises, paralise,
krepitasi, nyeri, bengkak, kekakuan, flasiditas, spastisitas, dan hemiparese
di ektstermitas atas dan bawah, serta ukuran otot pasien simetris. Untuk uji
kekuatan otot didapatkan hasil, pada ektremitas atas atas 55 55 dan
ektermitas bawah 55 55. Pasien memiliki tulang belakang yang normal.
Tidak ada keluhan lainnya di sistem tulang-otot-integumen.

1) Identitas Pasien
Pada tahap ini perlu mengetahui tentang nama, umur, jenis kelamin,
suku/bangsa, agama, pekerjaan, pendidikan, status perkawinan, alamat, dan
tanggal masuk rumah sakit.
2) Riwayat Kesehatan/Perawatan
a) Keluhan Utama
Keluhan utama yang sering muncul pada pasien dengan penyakit
emfisema bervariasi, antara lain : sesak nafas, batuk dan nyeri di daerah
dada sebelah kanan pada saat bernafas, banyak sekret keluar ketika batuk,
berwarna kuning kental dan merasa cepat lelah ketika melakukan
aktivitas.
b) Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien dengan penyakit emfisema biasanya diawali dengan sesak nafas,
batuk dan nyeri di daerah dada sebelah kanan pada saat bernafas, banyak
sekret keluar ketika batuk, berwarna kuning kental dan merasa cepat lelah
ketika melakukan aktivitas.
c) Riwayat Penyakit Sebelumnya
Perlu ditanyakan juga apakah pasien sebelumnya pernah menderita
penyakit yang lain seperti TB paru, DM, asma, kanker, pneumonia, dan
lain-lain. Hal ini perlu diketahui untuk melihat ada tidaknya faktor
predisposisi.
d) Riwayat Penyakit Keluarga
Perlu ditanyakan apakah ada anggota keluarga yang menderita penyakit
yang sama atau mungkin penyakit-penyakit lain yang mungkin dapat
menyebabkan penyakit emfisema.
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
2.3.2.1 Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan adanya penumpukan
sekret (Kode D.0001 Hal. 18)
2.3.2.2 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi-paru
(Kode D.0003 Hal. 22)
2.3.2.3 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan (Kode D.0056 Hal. 128)

2.3.3 Intervensi Keperawatan


2.3.3.1 Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan adanya penumpukan
secret (Kode D.0001 Hal. 18)
Tujuan :
1) Bersihan jalan napas tidak efektif teratasi
Kriteria Hasil :
1) RR normal
2) Tidak ada kecemasan
3) Mampu membersihkan sekret
4) Tidak ada hambatan dalam jalan napas
5) Tidak ada batuk
Intervensi :
1) Identifikasi kemampuan batuk
2) Monitor adanya retensi sputum
3) Monitor tanda dan gejala infeksi saluran napas
4) Monitor input dan output cairan (mis, jumlah dan karateristik)
5) Atur posisi semi-Fowler atau Fowler
6) Pasang perlak dan bengkok di pangkuan pasien
7) Buang sekret pada tempat sputum
8) Jelaskan tujuan dan prosedur batuk efektif
9) Anjurkan tarik napas dalam melalui hidung selama 4 detik, ditahan selama
2 detik, kemudian keluarkan dari mulut dengan bibir mencucu
(dibulatkan) selama 8 detik
10) Anjurkan mengulangi tarik napas dalam hingga 3 kali
11) Anjurkan batuk dengan kuat langsung setelah tarik napas dalam yang ke-3
12) Kolaborasi pemberian mukolitik atau ekspektoran, jika perlu.
2.3.3.2 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi-paru
(Kode D.0003 Hal. 22)
Tujuan :
1) Gangguan pertukaran gas teratasi
Kriteria Hasil :
1) Kemudahan bernapas
2) Tidak ada sesak napas dalam istirahat
3) Tidak ada sesak napas dalam beraktivitas
4) Tidak ada kelelahan
5) Tidak ada sianosis
6) PaCO2 DBN (35-45)
7) PaCO2 DBN (80-104)
Intervensi :
1) Monitor frekuensi irama, kedalaman dan upaya napas
2) Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, hiperventilasi, Kussmaul,
Cheyne-Stokes, Biot, ataksik)
3) Monitor kemampuan batuk efektif
4) Monitor adanya produksi sputum
5) Monitor adanya sumbatan jalan napas
6) Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
7) Auskultasi bunyi napas
8) Monitor saturasi oksigen
9) Monitor nilai AGD
10) Monitor hasil x-ray toraks
11) Atur interval pemantauan respirasi sesuai kondisi pasien
12) Dokumentasikan hasil pemantauan
13) Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
14) Informasikan hasil pemantauan, jika perlu.
2.3.3.3 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan (Kode D.0056 Hal. 128)
Tujuan :
1) Intoleransi aktivitas teratasi
Kriteria Hasil :
1) Berpartisipasi dalam aktivitas fisik tanpa disertai peningkatan tekanan
darah, nadi dan RR
2) Mampu melakukan aktivitas sehari-hari (ADLs) secara mandiri
Intervensi :
1) Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang mengakibatkan kelelahan
2) Monitor kelelahan fisik dan emosional
3) Monitor pula dan jam tidur
4) Monitor lokasi dan ketidaknyamanan selama melakukan aktivitas
5) Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah stimulus (mis, cahaya,
suara, kunjungan)
6) Lakukan latihan rentang gerak pasif dan/aktif
7) Berikan aktivitas distraksi yang menenangkan
8) Fasilitasi duduk di sisi tempat tidur, jika tidak dapat berpindah atau
berjalan
9) Anjurkan tirah baring
10) Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
11) Anjurkan menghubungi perawat jika tanda dan gejala kelelahan tidak
berkurang
12) Ajarkan strategi koping untuk mengurangi kelelahan
13) Kolaborasi dengan dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan
makanan.
2.3.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan oleh
perawatuntuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi kestatus
kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter &
Perry, 2011).

2.3.5 Evaluasi Keperawatan


Menurut Craven dan Hirnle (2011) evaluasi didefenisikan sebagai keputusan
dari efektifitas asuhan keperawatan antara dasar tujuan keperawatan klien yang telah
ditetapkandengan respon prilaku klien yang tampil.
Tujuan evaluasi antara lain :
1) Untuk menentukan perkembangan kesehatan klien. 
2) Untuk menilai efektifitas, efisiensi, dan produktifitas dari tindakan
keperawatan yang telah diberikan.
3) Untuk menilai pelaksanaan asuhan keperawatan.
4) Mendapatkan umpan balik
5) Sebagai tanggung jawab dan tanggunggugat dalam pelaksanaan pelayanan
keperawatan.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

3.1 Pengkajian
Berdasarkan pengkajian yang dilakukan pada hari Senin, 8 Juni 2020 pukul 12.00
WIB didapatkan data sebagai berikut :
3.1.1 Identitas Pasien

Nama : Tn. E
Umur : 32 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Bugis/Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SMP
Status Perkawinan : Kawin
Alamat : Jl. Sisingamangaraja XVII No. 17
Tgl MRS : 6 Juni 2020/pukul 15.00 WIB
Diagnosa Medis : Emfisema

3.1.2 Riwayat Kesehatan/Perawatan


3.1.2.1 Keluhan Utama
Pasien mengatakan mengeluh “sesak nafas”.
3.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pada hari Kamis, 4 Juni 2020 pasien mengatakan mengeluh sesak nafas
disertai nyeri dibagian dada. Pasien merasa khawatir dengan keadaannya.
Maka pada hari Sabtu, 6 Juni 2020, pasien datang ke IGD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya dengan diantar oleh keluarganya pada pukul 15.00 WIB
mengeluh sesak nafas disertai nyeri dibagian dada, batuk disertai sekret
berwarna kuning kental dan lemah. Dengan tanda-tanda vital, TD : 130/80
mmHg, N : 102x/menit, RR : 30x/menit dan S : 37,4℃. Terapi yang diberikan
yaitu injeksi aminofilin IV dan terpasang infus NaCl 0,9 %. Pasien pun
disarankan oleh dokter untuk dirawat inap di ruang Gardenia.
3.1.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)
Pasien mengatakan tidak memiliki riwayat penyakit sebelumnya.
3.1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan dalam keluarganya tidak mempunyai riwayat penyakit
keturunan seperti diabetes mellitus serta jantung.

Genogram Keluarga

   

        

Keterangan  : Pria, : Wanita,  : meninggal,  : Klien, : Garis


keturunan, - - - - - : Tinggal serumah

3.1.3 Pemeriksaan Fisik


3.1.3.1 Keadaan Umum
Pasien tampak lemah, kesadaran composmentis, pasien berbaring dengan
posisi terlentang ditempat tidur, terpasang infus NaCl 0,9 % ditangan sebelah
kiri, pasien tampak tidak mengenakan baju dan hanya menggunakan selimut.
3.1.3.2 Status Mental
Tingkat kesadaran pasien adalah compos mentis, ekspresi wajah pasien
tampak kesakitan, bentuk badan klien yaitu sedang (mesomorph), pasien
berbaring dengan posisi terlentang, pasien sangat jelas berkomunikasi atau
mudah dimengerti.
Fungsi kognitif pasien terhadap orientasi waktu, orang dan tempat yaitu
pasien baik, pasien dapat mengetahui saat pengkajian pada siang hari serta
mengenali keluarga dan perawat yang bertugas dan pasien mengetahui bahwa
ia sedang dirawat di rumah sakit. Insight pasien juga baik dan untuk
mekanisme pertahanan diri pasien adaptif.
3.1.3.3 Tanda-tanda Vital
Pada tanda-tanda vital didapatkan hasil : TD : 130/80 mmHg, N : 102x/menit,
RR : 30x/menit dan S : 37,4℃.
3.1.3.4 Pernapasan (Breathing)
Pada sistem pernapasan didapatkan : bentuk dada barrel chest, pola nafas
tidak teratur, suara napas mengi, sesak nafas, nyeri dada, batuk disertai sekret,
retraksi otot bantu napas : ada dan alat bantu pernapasan O2 masker 6 lpm.
Masalah Keperawatan : Bersihan Jalan Nafas Tidak Efektif
3.1.3.5 Cardiovasculer (Bleeding)
Pada sistem kardiovaskular atau bleeding, didapatkan masalah. klien tampak
sakit kepala. Untuk CRT atau capillary refill time pada klien didapatkan
hasilnya kurang dari 2 detik. Ictus cordis pasien tidak terlihat, suara jantung
pasien pun terdengar normal (S1 dan S2 tunggal) dengan bunyi lub-dub. Nadi
teraba kuat dan teratur, akral hangat.
Masalah Keperawatan : Nyeri Akut
3.1.3.6 Persyarafan (Brain)
Pada sistem persarafan atau brain, nilai GCS klien untuk E adalah : 4 dengan
hasil klien dapat membuka mata secara spontan untuk V adalah 5 dengan hasil
orientasi baik; M klien bernilai 6 dengan hasil dapat mengikuti perintah dan
dengan data tersebut didapatkan total nilai GSC adalah 15 (Compos menthis).
Pupil klien isokor dengan refleks cahaya untuk kanan dan kiri adalah positif.
Tidak Ada masalah keperawatan

3.1.3.7 Eliminasi Urine (Bladder)


Produksi urine 1.200 ml, urine berwarna kuning, bau khas urine amoniak,
tidak ada masalah/ lancar. Tidak ada keluhan lainnya dipemeriksaan eliminasi
urine dan tidak ada masalah keperawatan yang muncul.
3.1.3.8 Eliminasi Alvi (Bowel)
Pada sistem eliminasi alvi, pengkajian yang didapatkan yaitu : bibir pasien
tampak lembab dan tidak ada lesi, gigi pasien tampak lengkap dan putih
bersih, pada gusi tidak didapatkan adanya peradangan dan perdarahan, lidah
merah muda, tidak ada perdarahan di mukosa, pada tonsil tidak terjadi
peradangan, rectum tidak ada kelainan dan pasien juga tidak menderita
haemoroid. Saat pengkajian pasien mengatakan sudah ada BAB 1 kali dengan
konsistensi lunak, warna kuning dan bau khas, serta saat BAB pun tidak ada
keluhan.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah
3.1.3.9 Tulang-Otot-Integumen (Bone)
Sistem tulang-otot-integumen atau bone, klien mampu untuk menggerakkan
sendinya secara bebas, tidak terdapat parises, paralise, krepitasi, nyeri,
bengkak, kekakuan, flasiditas, spastisitas, dan hemiparese di ektstermitas atas
dan bawah, serta ukuran otot pasien simetris. Untuk uji kekuatan otot
didapatkan hasil, pada ektremitas atas atas 55 55 dan ektermitas bawah 55 55.
Pasien memiliki tulang belakang yang normal. Tidak ada keluhan lainnya di
sistem tulang-otot-integumen.
3.1.3.10 Kulit-kulit Rambut
Pasien tidak memiliki riwayat alergi baik pada obat, makanan, dan kosmetik.
Suhu kulit pasien hangat, warna kulitnya normal, turgor kulit berkeringat.
Pada kulit klien tidak terdapat jaringan parut, macula, pustula, nodula,
vesikula, papula dan ulkus. Tekstur rambutnya lurus dan pendek, berwarna
hitam dan terdistribusi secara merata dan bentuk kuku pasien juga simetris.
Tidak ada keluhan lainnya di sistem kulit rambut, sehingga tidak ada masalah
keperawatan yang muncul.
3.1.3.11 Sistem Penginderaan
Sistem penginderaan meliputi mata, telinga dan hidung, hasil pemeriksaannya
adalah fungsi penglihatan klien normal, bola mata bergerak normal, visus
mata kanan dan kiri tidak dikaji, sklera berwarna putih atau normal dan
kornea tampak bening. Telinga pasien tidak mengalami gangguan. Bentuk
hidung pasien pun tampak simetris, tidak terdapat adanya lesi, patensi,
obstruksi, nyeri tekan pada sinus. Septum nasal juga tidak mengalami deviasi,
dan tidak terdapat polip pada hidung. Pada sistem penginderaan, tidak ada
keluhan lain dan tidak ada masalah keperawatan yang muncul.
3.1.3.12 Leher dan Kelenjar Limfe
Pada pemeriksaan daerah leher dan kelenjar limfe, tidak ditemukan adanya
massa, tidak ada jaringan parut, kelenjar limfe dan tiroid tidak teraba, dan
mobilitas leher pasien bergerak secara bebas.
3.1.3.13 Sistem Reproduksi
Pada pemeriksaan reproduksi tidak kaji.

3.1.4 Pola Fungsi Kesehatan


3.1.4.1 Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit
Keluarga dan pasien ingin lekas sembuh
MK : tidak ada
3.1.4.2 Nutrisida Metabolisme
Pada pemeriksaan nutrisida metabolisme didapatkan hasil TB pasien 160 cm,
BB sekarang 60 kg, BB sebelum sakit 60 kg. Pemeriksaan selanjutnya
didapatkan hasil pola makan sehari-hari pasien sebelum sakit 3 kali/hari dan
saat sakit 3 kali/hari karena pasien berada di rumah sakit. Porsi yang bisa
dihabiskan pasien saat sebelum sakit adalah 1 porsi, saat sakit 1 porsi
makanan (tidak habis). Jenis makanan yang dikonsumsi pasien sebelum sakit
adalah nasi, ikan dan sayur, sedangkan saat sakit adalah nasi, lauk pauk sayur
dan buah. Jenis minuman yang biasa diminum oleh pasien sebelum sakit dan
saat sakit yaitu air putih. Pasien dapat menghabiskan jumlah minuman
sebelum sakit adalah ± 1500-2000 cc/hari, sedangkan saat sakit adalah ± 1200
cc/hari.
Berdasarkan data pengkajian tersebut tidak terdapat masalah keperawatan
3.1.4.3 Pola istirahat dan tidur
Lama tidur 4-5 jam/hari
3.1.4.4 Kognitif
Pasien mengetahui bahwa ia sedang dirawat di rumah sakit karena penyakit
yang ia derita
MK : tidak ada
3.1.4.5 Konsep diri (Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri, peran)
Gambaran diri : pasien dapat menerima kejadian yang dialaminya sekarang.
Ideal diri : pasien ingin cepat pulang dan sembuh.
Identitas diri : pasien adalah seorang laki-laki
Harga diri : pasien sangat diperhatikan keluarganya
Peran : pasien adalah seorang ayah.
MK : tidak ada
3.1.4.6 Aktivitas Sehari-hari
Sebelum sakit : bekerja sebagai kuli bangunan
Saat sakit : pasien hanya melakukan aktivitas di tempat tidur seperti
makan dan minum
MK : tidak ada
3.1.4.7 Koping-Toleransi terhadap Stress
Jika ada masalah pasien selalu berbicara kepada istri, anak dan keluarga.
3.1.4.8 Nilai Pola Keyakinan
Selama dirawat di ruangan tidak ada tindakan keperawatan yang bertentangan
dengan pola keyakinan yang dianut klien.
MK : tidak ada

3.1.5 Sosial-Spritual
3.1.5.1 Kemampuan berkomunikasi
Pasien sangat jelas dalam berkomunikasi atau mudah dimengerti
3.1.5.2 Bahasa sehari-hari
Pasien berkomunikasi sehari-hari menggunakan bahasa Bugis dan bahasa
Indonesia
3.1.5.3 Hubungan dengan keluarga
Baik, istri dan anak beserta keluarga yang selalu mendampingi dan menjaga
pasien selama di rumah sakit.
3.1.5.4 Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain
Baik, pasien kooperatif dengan segala tindakan yang diberikan petugas
kesehatan.
3.1.5.5 Orang berarti/terdekat
Istri dan anak
3.1.5.6 Kebiasaan menggunakan waktu luang
Pasien menggunakan waktu luang untuk beristirahat ditempat tidur
3.1.5.7 Kegiatan beribadah
Sebelum sakit : beribadah di Masjid
Saat sakit : berdoa ditempat tidur
3.1.6 Data Penunjang (Radiologis, Laboratorium, Penunjang Lainnya)
3.1.6.1 Pemeriksaan Radiologis
Rontgen thoraks menunjukkan adanya hiperinflasi, pendataran diafragma,
pelebaran margin interkosta, dan jantung sering ditemukan bagai tergantung (Heart
till drop). Dilihat pada gambar berikut

Gambar paru-paru normal


Gambar paru-paru hiperinflasi dengan hemidiafragma mendatar dan rendah

3.1.6.2 Pemeriksaan Laboratorium

No Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


1 Glukosa sewaktu 93 mg/dl <200
2 Cranium 1,0 mg/dl 0,7-1,5
3 HbsAg (-)Negatif (-)Negatif
4 CT 4 00menit 4-10 menit
5 Creatinin 200menit 1-3 menit
6 WCB 15.34x10ˆ3/Ul 4.00-10.00
7 RBC 5.38x10ˆ6/Ul 3.50-550
8 HGB 14.1 g/Dl 11.0-16.0
9 PLT 336x10ˆ3/Ul 150-400
3.1.7 Penatalaksanaan Medis
Penatalaksanaan medis yang didapatkan pasien selama berada di RS yaitu :

No Nama Obat Dosis/Rute Indikasi Kontraindikasi


1 Infuse NaCl 0,9 % 20 tpm Untuk mengganti cairan tubuh. Hipersensitif
2 Aminofilin 2 x 1 mg Untuk mengobati berbagai gangguan Hati-hati penggunaan pada pasien
(IV) pernapasan seperti asma, bronkitis, dengan penyakit jantung,
emfisema dan penyakit paru hipertensi, hipertiroid, ulkus
obstruktif kronis. lambung, epilepsy, lanjut usia,
gangguan hati, kehamilan dan
menyusui.
3 Ketorolac 2 x 1 mg Untuk mengatasi nyeri sedang Pada pasien dengan
(IV) hingga nyeri hebat untuk sementara. hipersensitivitas terhadap obat ini,
asma dan gangguan ginjal sedang
hingga berat.
4 Seretide 2 x 50 mg Untuk memberikan terapi reguler Dianjurkan untuk tidak dikonsumsi
(IV) penyakit obstruktif saluran napas pada kondisi pasien penderita
yang reversible termasuk asma, serta hipersensitivitas terhadap zat yang
terapi penyakit paru obstruktif terkandung dalam obat ini.
kronis termasuk bronkitis kronik dan
emfisema.

Palangka Raya, 8 Juni 2020


Mahasiswa
Loren

NIM : 2018.C.10a.0976
3.1.8 Analisa Data

Data Subyektif dan Kemungkinan Penyebab Masalah


Data Obyektif
DS : Nyeri dispnea Bersihan jalan napas
- Pasien mengeluh sesak tidak efektif
saat bernapas
- Pasien mengeluh sesak Penurunan keinginan
saat banyak melakukan untuk batuk
aktivitas
- Pasien mengeluh batuk
berdahak Sekret tertahan
- Bentuk dada barrel
chest
DO :
- Pasien tampak sesak
- Pasien tampak gelisah
- Pasien terlihat
menggunakan otot
bantu napas
- Sputum berwarna hijau
- Suara napas tambahan
mengi
- Diagnosa Medis
Emfisema
- Sputum 1+
DS : Elastisitas dinding Gangguan
- Pasien mengatakan paru menurun pertukaran gas
sesak napas dan sering
merokok
DO : Pelebaran ruang udara
- Pasien tampak sesak di dalam paru
- Pasien tampak gelisah
- Kesadaran menurun
- PaCO2 : 45 mmHg CO2 terperangkap
- PaO2 : 85 mmHg dalam paru
- Wheezing (+)
- Ronchi (+)

O2 menurun
(hipoksia)
DS : RR meningkat Intoleransi Aktivitas
- Pasien mengatakan
badannya terasa lemah
- Pasien mengatakan Keletihan atau kelemahan
jika banyak
beraktivitas napasnya
menjadi semakin sesak
DO :
- Pasien tampak lemah
- RR : 30x/menit
- Skala aktivitas 4
3.1.9 Prioritas Masalah
3.1.9.1 Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan adanya penumpukan
sekret ditandai dengan pasien tampak sesak dan gelisah, pasien terlihat
menggunakan otot bantu napas, sputum berwarna hijau dan TTV : TD :
130/80 mmHg, N : 102x/menit, RR : 30x/menit dan S : 37,4℃.
3.1.9.3 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi-paru
ditandai dengan PaCO2 : 45, PaCO2 : 85 mmHg, Wheezing (+) dan Ronchi
(+).
3.1.9.4 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan ditandai dengan pasien
tampak lemah dan RR : 30x/menit.
3.1.10 Intervensi Keperawatan
Nama : Tn. E
Ruang Rawat : Gardenia

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi Rasional


Bersihan jalan napas tidak Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi kemampuan 1. Untuk memastikan
efektif berhubungan dengan keperawatan selama 1x7 jam batuk kepatenan jalan napas
adanya penumpukan sekret masalah bersihan jalan napas 2. Monitor adanya retensi 2. Memfasilitasi kepatenan
(Kode D.0001 Hal. 18) tidak efektif teratasi sputum jalan napas
Kriteria Hasil : 3. Monitor tanda dan gejala 3. Membantu jalan napas
1. RR normal infeksi saluran napas 4. Untuk memfasilitasi
2. Tidak ada kecemasan 4. Monitor input dan output kesejahteraan fisiologis
3. Mampu membersihkan cairan (mis, jumlah dan dan psikososial, serta
sekret karateristik) memudahkan
4. Tidak ada hambatan 5. Atur posisi semi-Fowler mengeluarkan sekret
dalam jalan napas atau Fowler 5. Mengencerkan sekret agar
5. Tidak ada batuk 6. Pasang perlak dan mempermudah
bengkok di pangkuan pernapasan
pasien 6. Memudahkan pengeluaran
7. Buang sekret pada tempat sekret
sputum 7. Untuk menghilangkan
8. Jelaskan tujuan dan sekret
prosedur batuk efektif 8. Membersihkan jalan
9. Anjurkan tarik napas napas dari penumpukan
dalam melalui hidung sekret sehingga otot
selama 4 detik, ditahan aksesori dapat berfungsi
selama 2 detik, kemudian dengan baik dan kerja
keluarkan dari mulut pernapasan meningkat
dengan bibir mencucu 9. Meningkatkan intensitas
(dibulatkan) selama 8 gerakan agar sekret
detik mudah dikeluarkan
10. Anjurkan mengulangi 10. Mencegah
tarik napas dalam hingga obstruksi/aspirasi,
3 kali suction dilakukan bila
11. Anjurkan batuk dengan pasien tidak mampu
kuat langsung setelah mengeluarkan sekret
tarik napas dalam yang 11. Menurunkan kekentalan
ke-3 sekret, berguna jika
12. Kolaborasi pemberian terjadi hipoksemia pada
mukolitik atau kavitas yang lama
ekspektoran, jika perlu. 12. Untuk perawatan paru
Gangguan pertukaran gas Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor frekuensi irama, 1. Berguna dalam evaluasi
berhubungan dengan keperawatan 1x7 jam kedalaman dan upaya derajat distress
ketidaksamaan ventilasi- masalah gangguan napas pernapasan dan kronisnya
paru (Kode D.0003 Hal. 22) pertukaran gas 2. Monitor pola napas penyakit
Kriteria Hasil : (seperti bradipnea, 2. Bunyi napas makin redup
1. Kemudahan bernapas takipnea, hiperventilasi, karena penurunan aliran
2. Tidak ada sesak napas Kussmaul, Cheyne udara atau area
dalam istirahat Stokes, Biot,ataksik) konsolidasi
3. Tidak ada sesak napas 3. Monitor kemampuan 3. Takikardia, disritmia dan
dalam beraktivitas batuk efektif perubahan tekanan darah
4. Tidak ada kelelahan 4. Monitor adanya produksi dapat menunjukan efek
5. Tidak ada sianosis sputum hipoksemia sistemik pada
6. PaCO2 DBN (35-45) 5. Monitor adanya sumbatan jantung serta PaCO2
7. PaCO2 DBN (80-104) jalan napas biasanya meningkat dan
6. Palpasi kesimetrisan PaCO2 menurun sehingga
ekspansi paru hipoksia terjadi derajat
7. Auskultasi bunyi napas lebih besar atau kecil.
8. Monitor saturasi oksigen 4. Membantu pasien
9. Monitor nilai AGD memperpanjang waktu
10. Monitor hasil x-ray ekspirasi. Dengan teknik
toraks ini pasien akan bernapas
11. Atur interval lebih efisien dan efektif
pemantauan respirasi 5. Dapat memperbaiki atau
sesuai kondisi pasien mencegah buruknya
12. Dokumentasikan hasil hipoksia
pemantauan 6. Untuk mempertahankan
13. Jelaskan tujuan dan asam basa
prosedur pemantauan 7. Memantau penurunan
14. Informasikan hasil saturasi oksigen (PaCO2)
pemantauan, jika perlu. atau peningkatan PaCO2
menunjukan perlunya
penanganan yang lebih
adekuat atau perubahan
terapi
8. Memantau perubahan
tekanan darah yang
menunjukan efek hipoksia
sistemik pada fungsi
jantung
9. Memantau penurunan
kesadaran pada
manifestasi umum
hipoksia
10. Memaksimalkan suplai
oksigen dapat diperbaiki
dengan posisi duduk
tinggi dan latihan napas
untuk menurunkan
kolaps jalan napas,
tindakan ini juga bisa
meningkatkan ekspansi
paru secara maksimal
11. Mengurangi konsumsi
oksigen pada periode
aspirasi
12. Mengeluarkan sputum
yang mengganggu proses
pertukaran gas serta
penghisapan dilakukan
bila batuk tidak efektif
13. Memaksimalkan kinerja
prosedur pemantauan
gangguan pertukaran gas
14. Memantau hasil dari
gangguan pertukaran gas
Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi gangguan 1. Meningkatkan istirahat
berhubungan dengan keperawatan 1x7 jam fungsi tubuh yang untuk menurunkan
keletihan (Kode D.0056 Hal. masalah intoleransi aktivitas mengakibatkan kelelahan keletihan
128) teratasi 2. Monitor kelelahan fisik 2. Mengetahui tingkat
Kriteria Hasil : dan emosional aktivitas dan pola istirahat
1. Berpartisipasi dalam 3. Monitor pula dan jam 3. Mengetahui seberapa jauh
aktivitas fisik tanpa tidur tingkat toleransi aktivitas
disertai peningkatan 4. Monitor lokasi dan selama sakit
tekanan darah, nadi dan ketidaknyamanan selama 4. Mengetahui faktor yang
RR melakukan aktivitas dapat mempengaruhi
2. Mampu melakukan 5. Sediakan lingkungan yang keletihan
aktivitas sehari-hari nyaman dan rendah 5. Meningkatkan
(ADLs) secara mandiri stimulus (mis, cahaya, pengetahuan pasien dalam
suara, kunjungan) menangani dampak
6. Lakukan latihan rentang penyakit yang
gerak pasif dan/aktif ditimbulkan
7. Berikan aktivitas distraksi 8. Tingkat respon keletihan
yang menenangkan bervariasi dari hari ke hari
8. Fasilitasi duduk di sisi 9. Aktivitas yang tenang
tempat tidur, jika tidak mengurangi penggunaan
dapat berpindah atau energi yang dapat
berjalan menyebabkan keletihan
9. Anjurkan tirah baring 10. Melakukan tirah baring
10. Anjurkan melakukan 11. Melakukan aktivitas
aktivitas secara bertahap secara bertahap
11. Anjurkan menghubungi 12. Memantau jika tanda dan
perawat jika tanda dan gejala keletihan tidak
gejala kelelahan tidak berkurang
berkurang 13. Meningkatkan asupan
12. Ajarkan strategi koping makanan
untuk mengurangi
kelelahan
13. Kolaborasi dengan
dengan ahli gizi tentang
cara meningkatkan
asupan makanan.
3.1.11 Implementasi Dan Evaluasi Keperawatan
Nama : Tn. E
Ruang Rawat : Gardenia

Hari/Tanggal/Jam Diagnosa Implementasi Evaluasi (SOAP) Tanda tangan


Keperawatan dan
Nama Perawat
Senin, 8 Juni 2020 Bersihan jalan napas 1. Mengidentifikasi S: Loren
Pukul 12.00 WIB tidak efektif kemampuan batuk - Pasien mengatakan
berhubungan dengan 2. Memonitor adanya sesak berkurang
adanya penumpukan retensi sputum - Pasien mengatakan
secret (Kode D.0001 3. Memonitor tanda dan mengurangi aktivitas
Hal. 18) gejala infeksi saluran yang berat-berat selama
napas sakit
4. Memonitor input dan - Pasien mengatakan
output cairan (mis, batuk berkurang
jumlah dan karateristik) O:
5. Mengatur posisi semi - Pasien tampak sesak
Fowler atau Fowler berkurang
6. Memasang perlak dan - Pasien tampak sudah
bengkok di pangkuan tidak gelisah
pasien - Sputum mulai tampak
7. Membuang sekret pada berwarna kekuningan
tempat sputum A:
8. Menjelaskan tujuan dan - Masalah teratasi
prosedur batuk efektif sebagian
9. Menganjurkan tarik P:
napas dalam melalui - Memposisikan pasien
hidung selama 4 detik, untuk memaksimalkan
ditahan selama 2 detik, potensial ventilasi
kemudian keluarkan - Mengeluarkan sekret
dari mulut dengan bibir dengan batuk efektif
mencucu (dibulatkan) atau dengan suctioning
selama 8 detik - Menginstruksikan
10. Menganjurkan bagaimana batuk efektif
mengulangi tarik
napas dalam hingga 3
kali
11. Menganjurkan batuk
dengan kuat langsung
setelah tarik napas
dalam yang ke-3
12. Mengkolaborasi
pemberian mukolitik
atau ekspektoran, jika
perlu.
Senin, 8 Juni 2020 Gangguan pertukaran 1. Memonitor frekuensi S: Loren
Pukul 12.00 WIB gas berhubungan irama, kedalaman dan - Pasien mengatakan
dengan ketidaksamaan upaya napas sesak berkurang
ventilasi-paru (Kode 2. Memonitor pola napas - Pasien mengatakan
D.0003 Hal. 22) (seperti bradipnea, sudah tidak lagi
takipnea, hiperventilasi, merokok
Kussmaul, Cheyne O:
Stokes, Biot,ataksik) - PaCO2 : 45 mmHg
3. Memonitor kemampuan - PaO2 : 90 mmHg
batuk efektif - Wheezing berkurang
4. Memonitor adanya - Ronchi berkurang
produksi sputum A:
5. Memonitor adanya - Masalah teratasi
sumbatan jalan napas sebagian
6. Mempalpasi P:
kesimetrisan ekspansi - Memonitor rata-rata
paru ritme, kedalaman dan
7. Mengauskultasi bunyi usaha pernapasan
napas - Memonitor pola napas :
8. Memonitor saturasi bradipnea, takipnea
oksigen - Menginstruksikan
9. Memonitor nilai AGD bagaimana batuk efektif
10. Monitor hasil x-ray - Memonitor adanya
toraks dispnea dan kejadian
11. Mengatur interval yang meningkatkan dan
pemantauan respirasi memperburuk keadaan
sesuai kondisi pasien pasien
12. Mendokumentasikan
hasil pemantauan
13. Menjelaskan tujuan
dan prosedur
pemantauan
14. Informasikan hasil
pemantauan, jika
perlu.
Senin, 8 Juni 2020 Intoleransi aktivitas 1. Mengidentifikasi S: Loren
Pukul 12.00 WIB berhubungan dengan gangguan fungsi tubuh - Pasien mengatakan
keletihan (Kode yang mengakibatkan sudah mengurangi
D.0056 Hal. 128) kelelahan aktivitas yang berat-
2. Memonitor kelelahan berat selama sakit
fisik dan emosional O:
3. Memonitor pula dan - Pasien tampak lemah
jam tidur berkurang
4. Memonitor lokasi dan - RR 26x/menit
ketidaknyamanan A:
selama melakukan - Masalah teratasi
aktivitas sebagian
5. Menyediakan P:
lingkungan yang - Memonitor rata-rata
nyaman dan rendah ritme, kedalaman dan
stimulus (mis, cahaya, usaha pernapasan
suara, kunjungan) - Memonitor pola tidur
6. Melakukan latihan dan lamanya
rentang gerak pasif tidur/istirahat pasien
dan/aktif - Memonitor pola napas :
7. Memberikan aktivitas bradipnea, takipnea
distraksi yang - Menginstruksikan
menenangkan bagaimana batuk efektif
8. Memfasilitasi duduk di - Berkolaborasikan
sisi tempat tidur, jika dengan tenaga
tidak dapat berpindah rehabilitasi medik
atau berjalan dalam merencakan
9. Menganjurkan tirah program terapi yang
baring tepat
10. Menganjurkan
melakukan aktivitas
secara bertahap
11. Menganjurkan
menghubungi perawat
jika tanda dan gejala
kelelahan tidak
berkurang
12. Mengajarkan strategi
koping untuk
mengurangi kelelahan
13. Mengkolaborasi
dengan dengan ahli
gizi tentang cara
meningkatkan asupan
makanan.
Selasa, 9 Juni 2020 Bersihan jalan napas 1. Memposisikan pasien S: Loren
Pukul 07.00 WIB tidak efektif untuk memaksimalkan - Pasien mengatakan
berhubungan dengan potensial ventilasi sudah tidak sesak
adanya penumpukan 2. Melakukan fisioterapi - Pasien mengatakan
secret (Kode D.0001 dada sudah tidak batuk
Hal. 18) 3. Mengeluarkan sekret walaupun hanya batuk
dengan batuk efektif sesekali
atau dengan suctioning O:
4. Menginstruksikan - Pasien tampak sudah
bagaimana batuk efektif tidak sesak
5. Mengauskultasi suara - Pasien tampak sudah
napas, catat area yang tidak gelisah
mengalami penurunan - Sputum tampak mulai
atau tidak ada ventilasi berwarna bening
A:
- Masalah teratasi
P:
- Memposisikan pasien
senyaman mungkin agar
tidak kembali sesak
Selasa, 9 Juni 2020 Gangguan pertukaran 1. Memonitor rata-rata S: Loren
Pukul 07.00 WIB gas berhubungan ritme, kedalaman dan - Pasien mengatakan
dengan ketidaksamaan usaha pernapasan sudah tidak sesak
ventilasi-paru (Kode 2. Memonitor pola napas : O:
D.0003 Hal. 22) bradipnea, takipnea - Pasien tampak sudah
3. Mempalpasi tidak sesak
kesimetrisan ekspansi - Pasien tampak sudah
paru tidak gelisah
4. Melakukan perkusi - Kesadaran pasien
dada anterior dan meningkat
posterior dari apeks - PaCO2 : 45 mmHg
sampai bawah - PaO2 : 90 mmHg
5. Mengauskultasi suara - Tidak terdengar lagi
pernapasan, catat area suara napas tambahan
yang mengalami wheezing dan ronchi
penurunan ventilasi dan A:
adanya suara tambahan - Masalah teratasi
6. Memonitor adanya P:
dispnea dan kejadian - Memonitor pola napas
yang meningkat dan secara terus-menerus
memperburuk keadaan agar pernapasan tetap
pasien stabil
7. Memposisikan tidur
menyamping untuk
mencegah aspirasi
Selasa, 9 Juni 2020 Intoleransi aktivitas 1. Mengobservasi adanya S: Loren
Pukul 07.00 WIB berhubungan dengan pembatasan pasien - Pasien mengatakan
keletihan (Kode dalam melakukan badannya sudah tidak
D.0056 Hal. 128) aktivitas terasa lemah
2. Mendorong pasien - Pasien mengatakan
untuk, mengungkapkan sudah tidak sesak jika
perasaan terhadap beraktivitas
keterbatasan O:
3. Mengkaji adanya faktor - Pasien tampak sudah
yang menyebabkan tidak lemah
kelelahan - Pasien tampak sudah
4. Memonitor nutrisi dan tidak sesak
sumber energi adekuat - RR 20x/menit
5. Memonitor pasien akan A:
adanya kelemahan fisik - Masalah teratasi
dan emosi secara P:
berlebihan - Memonitor gerakan
6. Memonitor pola tidur agar pasien agar tidak
dan lamanya tidur atau terganggu sehingga
istirahat pasien aktivitas pasien dapat
7. Berkolaborasi dengan berjalan dengan efektif
tenaga rehabilitasi
medik dalam
merencanakan program
terapi yang tepat
8. Membantu klien untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang mampu
dilakukan
9. Membantu untuk
memulihkan aktivitas
konsisten yang sesuai
dengan kemampuan
fisik, psikologi dan
sosial
10. Mampu untuk
mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber
yang diperlukan untuk
aktivitas yang
diinginkan
11. Membantu pasien atau
keluarga untuk
mengidentifikasi
kekurangan dalam
beraktivitas
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Emfisema adalah suatu keadaan abnormal dimana pada anatomi paru dengan
adanya kondisi klinis berupa melebarnya saluran udara bagian distal bronkiolus
terminal yang disertai dengan kerusakan dinding alveoli. Kondisi ini merupakan
tahap akhir proses yang mengalami kemajuan dengan lambat selama beberapa tahun.
Pada kenyataannya, ketika pasien mengalami gejala emfisema, fungsi paru sudah
sering mengalami kerusakan permanen (irreversible) yang disertai dengan bronkitis
obstruksi kronis. Kondisi ini merupakan penyebab utama kecacatan. Biasanya pada
pasien perokok berumur 15-23 tahun. Pada umur 25-35 tahun timbul perubahan pada
saluran nafas kecil dan fungsi paru. Umur 35-45 timbul batuk yang produktif. Pada
umur 45-55 tahun terjadi sesak nafas, hipoksemia dan perubahan spirometri. Pada
umur 55-60 tahun sudah ada kor-pulmonal yang dapat menyebabkan kegagalan nafas
dan meninggal dunia. Bersihan jalan napas tidak efektif berhubungan dengan adanya
penumpukan sekret ditandai dengan pasien tampak sesak dan gelisah, pasien terlihat
menggunakan otot bantu napas, sputum berwarna hijau dan TTV : TD : 130/80
mmHg, N : 102x/menit, RR : 30x/menit, S : 37,4℃ dan Gangguan pertukaran gas
berhubungan dengan ketidaksamaan ventilasi-paru ditandai dengan PaCO2 : 45,
PaCO2 : 85 mmHg, Wheezing (+) dan Ronchi (+) serta Intoleransi aktivitas
berhubungan dengan keletihan ditandai dengan pasien tampak lemah dan RR :
30x/menit.

4.2 Saran
4.2.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan untuk menambah ilmu dan pengetahuan bagi mahasiswa dalam
mempelajari asuhan keperawatan dengan diagnosa medis Emfisema dan sebagai
acuan atau referensi untuk mahasiswa dalam penulisan laporan studi kasus
selanjutnya.
4.2.2 Bagi Institusi Pendidikan
Diharapkan sebagai sumber bacaan di perpustakaan STIKes Eka Harap
Palangka Raya dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan perawatan di masa yang
akan datang serta sebagai tolak ukur kemampuan mahasiswa dalam penguasaan
terhadap ilmu keperawatan mulai dari proses keperawatan sampai pendokumentasian.
4.2.3 Bagi Institusi Rumah Sakit
Diharapkan RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya khususnya ruang
Gardenia, penulisan laporan studi kasus ini di dapat sebagai referensi bagi perawat
dalam melakukan asuhan keperawatan pada pasien dengan Emfisema, serta sebagai
masukan untuk meningkatkan mutu pelayanan yang lebih baik, khususnya pada
pasien dengan Emfisema.
DAFTAR PUSTAKA

Baughman, D.C & Hackley, J. C. 2000. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC

Burgel PR. 2011. The role of small airway in obstructive airway disease. Eur Respir
Rev. 20:23-33.

Mills, John & Luce, John M. 1993. Gawat Darurat Paru-Paru. Jakarta : EGC

Somantri irman. 2007. Keperawatan medikal bedah Asuhan Keperawatan dengan


Gangguan Sistem Pernapasan. Jakarta : Salemba Medika.

Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD). 2008. Global
Strategy for the Diagnosis, Management, and Prevention of Chronic Obstructive
Pulmonary Disease, USA, GOLD 2008, p:10.

Hansel T.T., Barnes P.J. 2003. An Atlas of Chronic Obstructive Pulmonary Disease,
Washington, DC: The Parthenon Publishing Group. pp: 10-4.

Menaldi R. 2001. Prosedur Tindakan Bidang paru dan Pernafasan dan Diagnosia dan
Terapi. Jakarta: Bagian Pulmonologi FK UI, pp: 33-6.

Taufiqurrahman M.A. 2004. Pengantar Metodelogi Penelitian untuk Ilmu Kesehatan,


Klaten: CSGF.s

World Health Organization. 2012. Chronic obstructive pulmonary disease fact sheet,
WHO Media Center [Online]. [Available from: URL: https://www.
Who.int/mediacentre/

Anda mungkin juga menyukai