Anda di halaman 1dari 83

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA TN. P DENGAN DIAGNOSA MEDIS CHRONIC


RENAL FAILURE / CKD DAN KEBUTUHAN
OKSIGENASI DI RUANG BOUGENVILLE
RSUD dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA

DI SUSUN OLEH :
MAHASISWA PRODI S1 KEPERAWATAN
TINGKAT II B
LEONARDO
2018.C.10a.0975

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN 2019/2020

i
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan ini disusun Oleh :

Nama : Leonardo

NIM : 2018.C.10a.0975

Program Studi : S1 Keperawatan

Judul : Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada Tn. P


Dengan Diagnosa Medis Chronic Renal Failure (CKD) dan
Kebutuhan Oksigenasi Di Ruang Bougenville RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya.

Telah melakukan pelaksanaan tugas sebagai persyaratan untuk menyelesaikan


Praktik Pra Keperawatan 1 Program Studi S1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

PEMBIMBING PRAKTIK

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Meida Sinta. A, S.Kep., Ners Marjawati, S.Kep., Ners

Mengetahui,
Ketua Program Studi Ners,

Meilitha Carolina, Ners, M.Kep

ii
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan yang berjudul “Laporan Pendahuluan dan
Asuhan Keperawatan Pada Tn. P Dengan Diagnosa Medis Chronic Renal Failure
(CKD) dan Kebutuhan Oksigenasi Di Ruang Bougenville RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya”. Asuhan Keperawatan ini disusun guna melengkapi tugas (PPK 1).

Asuhan Keperawatan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena
itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners
STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Meida Sinta Araini, S.Kep., Ners selaku pembimbing akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini.
4. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksanaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.

Akhir kata, saya berharap Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Semoga asuhan keperawatan ini
membawa manfaat bagi pengembangan ilmu.

Palangka Raya, 11 Mei 2020

Penyusun

iii
DAFTAR ISI

COVER………………………………………………………………………………..i
LEMBAR PENGESAHAN………………………………………………………….ii
KATA PENGANTAR………………………………………………………………
iii
DAFTAR ISI………………………………………………………………………...
iv
BAB 1
PENDAHULUAN…………………………………………………………….6
1.1 Latar Belakang………………………………………………………………...6
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………………..6
1.3 Tujuan Penulisan………………………………………………………………
7
1.3.1 Tujuan
Umum………………………………………………………….7
1.3.2 Tujuan Khusus…………………………………………………………
7
1.4 Manfaat………………………………………………………………………..7
1.4.1 Untuk Mahasiswa……………………………………………………...7
1.4.2 Untuk Klien dan
Keluarga……………………………………………..7
1.4.3 Untuk Institusi…………………………………………………………7
1.4.4 Untuk
IPTEK…………………………………………………………..7
BAB 2 TINJAUAN
PUSTAKA……………………………………………………...8
2.1 Konsep Penyakit Chronic Renal Failure /
CKD……………………………….8

iv
2.1.1 Definisi………………………………………………………………..
8
2.1.2 Anatomi Fisiologi……………………………………………………..
9
2.1.3 Etiologi………………………………………………………………
16
2.1.4 Klasifikasi……………………………………………………………17
2.1.5 Patofisiologi………………………………………………………….18
2.1.6 Manifestasi Klinis……………………………………………………21
2.1.7 Komplikasi………………………………………………………….. 22
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang……………………………………………...
22
2.1.9 Penatalaksanaan Medis………………………………………………23
2.2 Konsep Kebutuhan Oksigenasi………………………………………………
24
2.2.1 Definisi………………………………………………………………
24
2.2.2 Anatomi Fisiologi……………………………………………………
25
2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigenasi………….
27
2.2.4 Masalah yang terkait Pemenuhan Oksigenasi…………….………….
29
2.2.5 Terapi Oksigen……………………………………………………….30
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan……………………………………………
31
2.3.1 Pengkajian
Keperawatan……………………………………………..31
2.3.2 Diagnosa Keperawatan………………………………………………
36

v
2.3.3 Intervensi Keperawatan………………………………………………
38
2.3.4 Implementasi
Keperawatan…………………………………………..50
2.3.5 Evaluasi
Keperawatan………………………………………………..50
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN………………………………………………
51
3.1 Pengkajian……………………………………………………………………51
3.2 Analisis Masalah……………………………………………………………..68
3.3 Diagnosa Keperawatan………………………………………………………
69
3.4 Prioritas Masalah…………………………………………………………….
70
3.5 Rencana
Keperawatan………………………………………………………..71
3.6 Implementasi dan Evaluasi…………………………………………………..
74
BAB 4
PENUTUP…………………………………………………………………...80
4.1 Kesimpulan…………………………………………………………………..80
4.2 Saran…………………………………………………………………………80
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………….82

vi
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit Gagal Ginjal Kronik merupakan penyakit yang sangat berbahaya
karena penyakit ini dapat berlangsung lama dan mematikan. Disamping itu pula
penyakit gagal ginjal kronik sangat membutuhkan biaya yang cukup banyak tetapi
penyakit gagal ginjal kronik sangat sukar disembuhkan.

Gagal Ginjal Kronik atau penyakit ginjal tahap akhir adalah ganguan fungsi
ginjal yang menahun bersifat prognetif dan irreversible. Dimana kemampuan tubuh
gagal untuk mempertahankan metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit,
menyebabkan uremia ( retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah) Brunner
Suddarth (2002). Gagal ginjal kronik (GGK) merupakan perkembangan gagal ginjal
yang progresif dan lambat biasanya berlangsung beberapa tahun (Price, Sylvia, 2005).
Gagal ginjal kronis adalah kegagalan fungsi ginjal untuk mempertahankan
metabolisme serta keseimbangan cairan dan elektrolit akibat destruksi struktur ginjal
yang progresif dengan manifestasi penumpukan sisa metabolit (toksik uremik) di
dalam darah ( Muttaqin Arif , 2011 ).

Berdasarkan data dari Indonesia Renal Regestry pada tahun 2008 jumlah
pasien hemodialisis 2260 orang dari 2148 orang pada tahun 2007. Dari data PT Askes
2009 menunjukan insidensi gagal ginjal di Indonesia mencapai 350 per 1 juta
penduduk, saat ini terdapat sekitar 70.000 penderita gagal ginjal kronik yang
memerlukan cuci darah (Muhsin. 2009).

1.2 Rumusan Masalah


Bagaimana asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis Chronic
Renal Failure / CKD dan kebutuhan oksigenasi ?

6
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis Chronic
Renal Failure / CKD dan kebutuhan oksigenasi.

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui pengkajian pada pasien dengan diagnosa medis Chronic Renal
Failure / CKD dan kebutuhan oksigenasi.
2. Mengetahui diagnosa keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis
Chronic Renal Failure / CKD dan kebutuhan oksigenasi.
3. Mengetahui intervensi keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis
Chronic Renal Failure / CKD dan kebutuhan oksigenasi.
4. Mengetahui implementasi keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis
Chronic Renal Failure / CKD dan kebutuhan oksigenasi.
5. Mengetahui evaluasi keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis
Chronic Renal Failure / CKD dan kebutuhan oksigenasi.

1.4 Manfaat
1.4.1 Untuk Mahasiswa
Mahasiswa dapat mengetahui asuhan keperawatan pada klien dengan
diagnosa medis Chronic Renal Failure / CKD dan kebutuhan oksigenasi.

1.4.2 Untuk Klien dan Keluarga


Klien dan keluarga dapat mengetahui perawatan yang tepat pada klien dengan
diagnosa medis Chronic Renal Failure / CKD dan kebutuhan oksigenasi.

1.4.3 Untuk Institusi


Institusi (Pendidikan Dan Rumah Sakit) dapat mengembangkan pengetahuan
mengenai sebuah asuhan keperawatan pada klien dengan diagnosa medis Chronic
Renal Failure / CKD dan kebutuhan oksigenasi.

1.4.4 Untuk IPTEK


Untuk mengembangkan ilmu pengetahuan teknologi di bidang kesehatan.

7
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit Chronic Renal Failure / CKD


2.1.1 Definisi
Gagal ginjal kronis (Chronic Renal Failure) adalah kerusakan ginjal progresif
yang berakibat fatal dan ditandai dengan uremia (urea dan limbah nitrogen lainnya
yang beredar dalam darah serta komplikasinya jika tidak dilakukan dialisis atau
transplantasi ginjal), (Nursalam, 2006).

Gagal ginjal kronis merupakan gangguan fungsi renal yang progresif dan
irreversibel dimana kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan metabolisme
dan keseimbangan cairan dan elektrolit sehingga terjadi uremia. ( Smeltzer, Suzanne
C, 2002).

Menurut Doenges, 1999, Chronic Kidney Disease biasanya berakibat akhir


dari kehilangan fungsi ginjal lanjut secara bertahap. Penyebab termasuk
glomerulonefritis, infeksi kronis, penyakit vascular (nefrosklerosis), proses obstruktif
(kalkuli), penyakit kolagen (lupus sistemik), agen nefrotik (aminoglikosida), penyakit
endokrin (diabetes). Bertahapnya sindrom ini melalui tahap dan menghasilkan
perubahan utama pada semua sistem tubuh.

Gagal ginjal kronik (Chronic Renal Failure) terjadi apabila kedua ginjal sudah
tidak mampu mempertahankan lingkungan yang cocok untuk kelangsungan hidup,
yang bersifat irreversible, (Baradero, Mary).

Dari beberapa pengertian diatas penulis menyimpulkan bahwa gagal ginjal


kronik adalah gangguan fungsi renal yang irreversible dan berlangsung lambat
sehingga ginjal tidak mampu mempertahankan metabolisme tubuh dan keseimbangan
cairan dan elektrolit dan menyebabkan uremia.

8
2.1.2 Anatomi Fisiologi
1. Anatomi Ginjal
Anatomi ginjal menurut price dan Wilson (2005) dan Smletzer dan Bare
(2001), ginjal merupakan organ berbentuk seperti kacang yang terletak pada
kedua sisi kolumna vertebralis. Ginjal kanan sedikit lebih rendah
dibandingkan ginjal kiri karena tekanan ke bawah oleh hati. Katub atasnya
terletak setinggi iga kedua belas. Sedangkan katub atas ginjal kiri terletak
setinggi iga kesebelas. Ginjal dipertahankan oleh bantalan lemak yang tebal
agar terlindung dari trauma langsung, disebelah posterior dilindungi oleh iga
dan otot-otot yang meliputi iga, sedangkan anterior dilindungi oleh bantalan
usus yang tebal. Ginjal kiri yang berukuran normal biasanya tidak teraba pada
waktu pemeriksaan fisik karena dua pertiga atas permukaan anterior ginjal
tertutup oleh limfa, namun katub bawah ginjal kanan yang berukuran normal
dapat diraba secara bimanual.

Ginjal terbungkus oleh jaringan ikat tipis yang dikenal sebagai kapsula renis.
Disebelah anterior ginjal dipisahkan dari kavum abdomen dan isinya oleh
lapisan peritoneum. Disebelah posterior organ tersebut dilindungi oleh
dinding toraks bawah. Darah dialirkan kedalam setiap ginjal melalui arteri
renalis dan keluar dari dalam ginjal melalui vena renalis. Arteri renalis berasal
dari aorta abdominalis dan vena renalis membawa darah kembali kedalam
vena kava inferior.

Pada orang dewasa panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7-5,1


inci) lebarnya 6 cm (2,4 inci) tebalnya 2,5 cm (1 inci) dan beratnya sekitar
150 gram. Permukaan anterior dan posterior katub atas dan bawah serta tepi
lateral ginjal berbentuk cembung sedangkan tepi lateral ginjal berbentk
cekung karena adanya hilus.

9
Apabila dilihat melalui potongan longitudinal, ginjal terbagi menjadi dua
bagian yaitu korteks bagian luar dan medulla di bagian dalam. Medulla
terbagi-bagi menjadi biji segitiga yang disebut piramid, piranid piramid
tersebut diselingi oleh bagian korteks yang disebut kolumna bertini. Piramid-
piramid tersebut tampak bercorak karena tersusun oleh segmen-segmen
tubulus dan duktus pengumpul nefron. Papilla (apeks) dari piramid
membentuk duktus papilaris bellini dan masukke dalam perluasan ujung
pelvis ginjal yang disebut kaliks minor dan bersatu membentuk kaliks mayor,
selanjutnya membentuk pelvis ginjal.

10
Ginjal tersusun dari beberapa nefron. Struktur halus ginjal terdiri atas banyak
nefron yang merupakan satuan fungsional ginjal, jumlahnya sekitar satu juta
pada setiap ginjal yang pada dasarnya mempunyai struktur dan fungsi yang
sama. Setiap nefron terdiri dari kapsula bowmen yang mengintari rumbai
kapiler glomerulus, tubulus kontortus proksimal, lengkung henle dan tubulus
kontortus distal yang mengosongkan diri ke duktus pengumpul. Kapsula
bowman merupakan suatu invaginasi dari tubulus proksimal. Terdapat ruang
yang mengandung urine antara rumbai kapiler dan kapsula bowman dan ruang
yang mengandung urine ini dikenal dengan nama ruang bowmen atau ruang
kapsular. Kapsula bowman dilapisi oleh sel - sel epitel. Sel epitel parielalis
berbentuk gepeng dan membentuk bagian terluar dari kapsula, sel epitel
veseralis jauh lebih besar dan membentuk bagian dalam kapsula dan juga
melapisi bagian luar dari rumbai kapiler. Sel viseral membentuk tonjolan -
tonjolan atau kaki-kaki yang dikenal sebagai pedosit, yang bersinggungan
dengan membrana basalis pada jarak - jarak tertentu sehingga terdapat daerah-
daerah yang bebas dari kontak antar sel epitel. Daerah - daerah yang terdapat
diantara pedosit biasanya disebut celah pori - pori.

11
Vaskilari ginjal terdiri dari arteri renalis dan vena renalis.setiap arteri renalis
bercabang waktu masuk kedalam hilus ginjal. Cabang tersebut menjadi arteri
interlobaris yang berjalan diantara pyramid dan selanjutnya membentuk arteri
arkuata yang melengkung melintasi basis pyramid-piramid ginjal. Arteri
arkuata kemudian membentuk arteriola arteriola interlobaris yang tersusun
oleh parallel dalam korteks, arteri ini selanjutnya membentuk arteriola aferen
dan berakhir pada rumbai-rumbai kapiler yaitu glomerolus. Rumbai-rumbai
kapiler atau glomeruli bersatu membentuk arteriola eferen yang bercabang-
cabang membentuk sistem portal kapiler yang mengelilingi tubulus dan
kapiler peritubular.

Darah yang mengalir melalui system portal akan dialirkan ke dalam jalinan
vena menuju vena intelobaris dan vena renalis selanjutnya mencapai vena
kava inferior. Ginjal dilalui oleh darah sekitar 1.200 ml permenit atau 20%-
25% curah jantung (1.500 ml/menit).

2. Fisiologi Ginjal
a. Fungsi ginjal
Menurut Price dan Wilson (2005), ginjal mempunyai berbagai macam
fungsi yaitu ekskresi dan fungsi non-ekskresi. Fungsi ekskresi
diantaranya adalah :

12
1) Mempertahankan osmolaritas plasma sekitar 285 mOsmol dengan
mengubah-ubah ekskresi air.
2) Mempertahankan kadar masing-masing elektrolit plasma dalam
rentang normal.
3) Mempertahankan pH plasma sekitar 7,4 dengan mengeluarkan
kelebihan H+ dan membentuk kembali HCO3
4) Mengekresikan produk akhir nitrogen dari metabolism protein,
terutama urea, asam urat dan kreatinin.

Sedangkan fungsi non-ekresi ginjal adalah :


1) Menghasilkan rennin yang penting untuk pengaturan tekanan darah.
2) Menghasilkan eritropoetin sebagai factor penting dalam stimulasi
produksi sel darah merah olehsumsum tulang.
3) Metabolism vitamin D menjadi bentuk aktifnya.
4) Degradasi insulin.
5) Menghasilkan prostaglandin.
b. Fisiologi pembentukan urine
Pembentukan urine diginjal dimulai dari proses filtrasi plasma pada
glomerolus. Sekitar seperlima dari plasma atau 125 ml/menit plasma
dialirkan di ginjal melalui glomerolus ke kapsula bowman. Hal ini
dikenal dengan istilah laju filtrasi glomerolus/glomerular filtration rate
(GFR) dan proses filtrasi pada glomerolus disebut ultrafiltrasi glomerulus.
Tekanan darah menentukan beberapa tekanan dan kecepatan alirn darah
yang melewati glomeruls. Ketika darah berjalan melewati struktur ini,
filtrasi terjadi. Air dan molekul-molekul yang kecil akan dibiarkan lewat
sementara molekul-molekul besar tetap bertahan dalam aliran darah.
Cairan disaring melalui dinding jonjot-jonjot kapilerglomerulus dan
memasuki tubulus. cairan ini disebut filtrate. Filrat terdiri dari air,
elektrolit dan molekul kecil lainnya. Dalam tubulus sebagian substansi ini
secara selektif diabsobsi ulang kedalam darah. Substansi lainnya

13
diekresikan dari darah kedalam filtrat ketika filtrat tersebut mengalir di
sepanjang tubulus. Filtrate akan dipekatkan dalam tubulus distal serta
duktud pengumpul dan kemudian menjadi urine yang akan
mencapainpelvis ginjal.

Sebagian substansi seperti glukosa normalnya akan diabsorbsi kembali


seluruhnya dalam tubulus dan tidak akan terlihat dalam urine. Berbagai
substansi yang secara normal disaring oleh glomerulus, diabsorbsi oleh
tubulus dan diekresikan kedalam urine mencakup natrium, klorida,
bikarbinat, kalium, glukosa, ureum, kreatinin dan asam urat.

Terdapat 3 proses penting yang berhubungan dengan proses pembentukan


urine, yaitu :
1) Filtrasi (penyaringan) : kapsula bowman dari badan malpighi
menyaring darah dalam glomerus yang mengandung air, garm, gula,
urea dan zat bermolekul besar (protein dan sel darah) sehingga
dihasilkan filtrat glomerus (urine primer). Di dalam filtrat ini terlarut
zat yang masih berguna bagi tubuh maupun zat yang tidak berguna
bagi tubuh, misal glukosa, asm amino dan garam-garam.
2) Reabsorbsi (penyerapan kembali) : dalam tubulus kontortus
proksimal zat dalam urine primer yang masih berguna akan
direabsorbsi yang dihasilkan filtrat tubulus (urine sekunder) dengan
kadar urea yang tinggi.
3) Ekskesi (pengeluaran) : dalam tubulus kontortus distal, pembuluh
darah menambahkan zat lain yang tidak digunakan dan terjadi
reabsornsi aktif ion Na+ dan Cl- dan sekresi H+ dan K+. Di tempat
sudah terbentuk urine yang sesungguhnya yang tidak terdapat
glukosa dan protein lagi, selanjutnya akan disalurkan ke tubulus
kolektifus ke pelvis renalis.

14
Perbandingan jumlah yang disaring oleh glomerulus setiap hari dengan
jumlah yang biasanya dikeluarkan kedalam urine maka dapat dilihat besar
daya selektif sel tubulus :

Tabel Daya Selektif Sel Tubulus

Komponen Disaring Dikeluarkan


Air 150 Liter 1,5 Liter
Garam 750 Liter 15 Gram
Glukosa 150 Liter 0 Gram
Urea 50 Gram 30 Gram

Tabel Proses Filtrasi, reabsorpsi, dan sekresi selama 24 jam.

Senyawa Normal Reabsorpsi Ekskresi Sekresi Satuan


Na + 26.000 25.850 150 - m Eq
K+ 600 566 90 50 m Eq
Cl- 18.000 17.850 150 - m Eq
HCO3 4.900 4.900 0 - m Eq
Urea 870 460 410 - m Mol
Kreatinin 12 1 12 1 m Mol
Asam urat 50 49 5 4 m Mol
Glukosa 800 800 0 - m Mol
Solut total 54.000 53.400 700 100 m Osl
Air 180.000 179.000 1000 - Ml

Fungsi lain dari ginjal yaitu memproduksi renin yang berperan dalam
pengaturan tekanan darah. Apabila tekanan darah turun, maka sel-sel otot
polos meningkatkan pelelepasan reninnya. Apabila tekanan darah naik
maka sel - sel otot polos mengurangi pelepasan reninnya. Apabila kadar
natrium plasma berkurang, maka sel-sel makula dansa memberi sinyal
pada sel-sel penghasil renin untuk meningkatkan aktivitas mereka.
Apabila kadar natrium plasma meningkat, maka sel-sel makula dansa
memberi sinyal kepada otot polos untuk menurunkan pelepasan renin.
Setelah renin beredar dalam darah dan bekerja dengan mengkatalisis
penguraian suatu protein kecil yaitu angiotensinogen menjadi angiotensin

15
I yang terdiri dari 10 asam amino, angiotensinogen dihasikna oleh hati
dan konsentrasinya dalam darah tinggi. Pengubahan angiotensinogen
menjadi angiotensin I berlangsung diseluruh plasma, tetapi terutama
dikapiler paru-paru. Angoitensi I kemudian dirubah menjadi angiotensin
II oleh suatu enzim konversi yang ditemukan dalam kapiler paru-paru.
Angiotensin II meningkatkan tekanan darah melalui efek vasokontriksi
arteriola perifer dan merangsang sekresi aldosteron. Peningkatan kadar
aldosteron akan merangsang reabsorbsi natrium dalam tubulus distal dan
duktus pengumpul selanjutnya peningkatan reabsorbsi natrium
mengakibatkan peningkatan reabsorbsi air, dengan demikian volume
plasma akan meningkat yang ikut berperan dalam peningkan tekanan
darah yang selanjutnya akan mengurangi iskemia ginjal.

2.1.3 Etiologi
Menurut Price dan Wilson (2005) klasifikasi penyebab gagal ginjal kronik
adalah sebagai berikut :
1. Penyakit infeksi tubulointerstitial: Pielonefritis kronik atau refluks nefropati
2. Penyakit peradangan: Glomerulonefritis
3. Penyakit vaskuler hipertensif: Nefrosklerosis benigna, Nefrosklerosis maligna,
Stenosis arteria renalis
4. Gangguan jaringan ikat: Lupus eritematosus sistemik, poliarteritis nodosa,
sklerosis sistemik progresif
5. Gangguan congenital dan herediter: Penyakit ginjal polikistik, asidosis tubulus
ginjal
6. Penyakit metabolik: Diabetes mellitus, gout, hiperparatiroidisme, amiloidosis
7. Nefropati toksik: Penyalahgunaan analgesi, nefropati timah
8. Nefropati obstruktif: Traktus urinarius bagian atas (batu/calculi, neoplasma,
fibrosis, retroperitineal), traktus urinarius bawah (hipertropi prostat, striktur
uretra, anomaly congenital leher vesika urinaria dan uretra)

2.1.4 Klasifikasi

16
1. Pembagian stadium gagal ginjal kronik menurut Smletzer dan Bare (2001)
dan Le Mone dan Burke (2000) adalah :
a. Stadium I
Stadium I ini disebut dengan penurunan cadangan ginjal, tahap inilah
yang paling ringan, dimana faal ginjal masih baik. Pada tahap ini
penderita ini belum merasakan gejala-gejala dan pemeriksaan
laboratorium faal ginjal masih dalam batas normal. Selama tahap ini
kreatinin serum dan kadar BUN (Blood Urea Nitrogen) dalam batas
normal dan penderita asimtomatik, laju filtrasi glomerolus/glomeruler
Filtration rate (GFR) < 50 % dari normal, bersihan kreatinin 32,5-130
ml/menit. Gangguan fungsi ginjal mungkin hanya dapat diketahui dengan
memberikan beban kerja yang berat, sepersti tes pemekatan kemih yang
lama atau dengan mengadakan test GFR yang teliti.
b. Stadium II
Stadium II ini disebut dengan Insufiensi ginjal, pada tahap ini lebih dari
75 % jaringan yang berfungsi telah rusak, GFR besarnya 25 % dari
normal, kadar BUN baru mulai meningkat diatas batas normal.
Peningkatan konsentrasi BUN ini berbeda beda, tergantung dari kadar
protein dalam diit. Pada stadium ini kadar kreatinin serum mulai
meningkat melebihi kadar normal. Pasien mengalami nokturia dan
poliuria, perbandingan jumlah kemih siang hari dan malam hari adalah
3:1 atau 4:1, bersihan kreatinin 10-30 ml/menit. Poliuria akibat gagal
ginjal biasanya lebih besar pada penyakit yang terutama menyerang
tubulus, meskipun poliuria bersifat sedang dan jarang lebih dari 3
liter/hari. Biasanya ditemukan anemia pada gagal ginjal dengan faal ginjal
diantara 5 %-25 % . faal ginjal jelas sangat menurun dan timbul gejala
gejala kekurangan darah, tekanan darah akan naik, aktifitas penderita
mulai terganggu.
c. Stadium III

17
Stadium ini disebut gagal ginjal tahap akhir atau uremia, timbul karena
90% dari massa nefron telah hancur atau sekitar 200.000 nefron yang
utuh, Nilai GFR nya 10% dari keadaan normal dan kadar kreatinin
mungkin sebesar 5-10 ml/menit atau kurang, uremia akan meningkat
dengan mencolok dan kemih isoosmosis. Pada stadium akhir gagal ginjal,
penderita mulai merasakan gejala yang cukup parah karena ginjal tidak
sanggup lagi mempertahankan homeostatis caiaran dan elektrolit dalam
tubuh. Penderita biasanya menjadi oliguri (pengeluaran kemih) kurang
dari 500/hari karena kegagalan glomerulus meskipun proses penyakit
mula-mula menyerang tubulus ginjal, kompleks perubahan biokimia dan
gejala gejala yang dinamakan sindrom uremik mempengaruhi setiap
sistem dalam tubuh, dengan pengobatan dalam bentuk transplantasi ginjal
atau dialisis.
2. Sedangkan tahap cronic kidney disease (CKD) menurut
kidney.org/professionals (2007) dan Kidney.org.uk (2007) adalah :
a. Tahap I : kerusakan ginjal dengan GFR normal arau meningkat, GFR >
90 ml/menit/1,73 m.
b. Tahap II : penurunan GFR ringan, GFR 60-89 ml/menit/1,73 m.
c. Tahap III : penurunan GFR sedang yaitu 30-59 ml/menit/1,73 m.
d. Tahap IV : penurunan GFR berat yaitu 15-29 ml/menit/1,73 m.
e. Tahap V : gagal ginjal dengan GFR < 15 ml/menit/1,73 m.

2.1.5 Patofisiologi
Berdasarkan proses perjalanan penyakit dari berbagai penyebab pada akhirnya
akan terjadi kerusakan nefron. Bila nefron rusak maka akan terjadi penurunan laju
filtrasi glomerolus dan terjadilah penyakit gagal ginjal kronik yang mana ginjal
mengalami gangguan dalam fungsi eksresi dan dan fungsi non-eksresi. Gangguan
fungsi non-eksresi diantaranya adalah gangguan metabolism vitamin D yaitu tubuh
mengalami defisiensi vitamin D yang mana vitamin D bergunan untuk menstimulasi
usus dalam mengabsorpsi kalsium, maka absorbs kalsium di usus menjadi berkurang

18
akibatnya terjadi hipokalsemia dan menimbulkan demineralisasi ulang yang akhirnya
tulang menjadi rusak. Penurunan sekresi eritropoetin sebagai factor penting dalam
stimulasi produksi sel darah merah oleh sumsum tulang menyebabkan produk
hemoglobin berkurang dan terjadi anemia sehingga peningkatan oksigen oleh
hemoglobin (oksihemoglobin) berkurang maka tubuh akan mengalami keadaan lemas
dan tidak bertenaga.

Gangguan clerence renal terjadi akibat penurunan jumlah glomerulus yang


berfungsi.penurunan laju filtrasi glomerulus di deteksi dengan memeriksa clerence
kretinin urine tamping 24 jam yang menunjukkan penurunan clerence kreatinin dan
peningkatan kadar kreatinin serum. Retensi cairan dan natrium dapat megakibatkan
edema, CHF dan hipertensi. Hipotensi dapat terjadi karena aktivitasbaksis rennin
angiostenin dan kerjasama keduanya meningkatkan sekresi aldosteron. Kehilangan
garam mengakibatkan resiko hipotensi dan hipovolemia. Muntah dan diare
menyebabkan perpisahan air dan natrium sehingga status uremik memburuk. Asidosis
metabolic akibat ginjal tidak mampu menyekresi asam (H+) yang berlebihan.
Penurunan sekrsi asam akibat tubulus ginjal tidak mampu menyekresi ammonia
(NH3-) dan megapsorbsi natrium bikarbonat (HCO3-). Penurunan eksresi fosfat dan
asam organic yang terjadi.

Anemia terjadi akibat produksi eritropoietin yang tidak memadai,


memendeknya usia sel darah merah, defisiensi nutrisi dan kecenderungan untuk
mengalami perdarahan akibat status uremik pasien terutama dari saluran pencernaan.
Eritropoietin yang dipreduksi oleh ginjal menstimulasi sumsum tulang untuk
menghasilkan sel darah merah dan produksi eritropoitein menurun sehingga
mengakibatkan anemia berat yang disertai dengan keletihan, angina dan sesak nafas.

Ketidakseimbangan kalsium dan fosfat merupakan gangguan metabolism.


Kadar kalsium dan fosfat tubuh memiliki hubungan timbal balik. Jika salah satunya
meningkat maka fungsi yang lain akan menurun. Dengan menurunnya filtrasi melaui
glomerulus ginjal maka meningkatkan kadar fosfat serum, dan sebaliknya, kadar
serum kalsium menurun. Penurunan kadar kalsium serum menyebabkan sekresi

19
parahhormon dari kelenjar paratiroid, tetapi gagal ginjal tubuh tidak dapat merspons
normal terhadap peningkatan sekresi parathormon sehingga kalsium ditulang
menurun, menyebabkan terjadinya perubahan tulang dan penyakit tulang. (Nurlasam,
2007).

2.1.6 Manifestasi Klinis

20
Manifestasi klinik menurut Price dan Wilson (2005), Smeltzer dan Bare
(2001), Lemine dan Burke (2000) dapat dilihat dari berbagai fungsi system tubuh
yaitu :

1. Manifestasi kardiovaskuler : hipertensi, pitting edema, edema periorbital,


friction rub pericardial, pembesaran vena leher, gagal jantung kongestif,
perikarditis, disritmia, kardiomiopati, efusi pericardial, temponade pericardial.
2. Gejala dermatologis/system integumen : gatal-gatal hebat (pruritus), warna
kulit abu-abu, mengkilat dan hiperpigmentasi, serangan uremik tidak umum
karena pengobatan dini dan agresif, kulit kering, bersisik, ecimosis, kuku tipis
dan rapuh, rambut tipis dan kasar, memar (purpura).
3. Manifestasi pada pulmoner yaitu krekels, edema pulmoner,sputum kental dan
liat,nafas dangkal, pernapasan kusmaul, pneumonitis
4. Gejala gastrointestinal : nafas berbau ammonia, ulserasi dan perdarahan pada
mulut, anoreksia, mual, muntah dan cegukan, penurunan aliran saliva, haus,
rasa kecap logam dalam mulut, kehilangan kemampuan penghidu dan
pengecap, parotitis dan stomatitis, peritonitis, konstipasi dan diare, perdarahan
darisaluran gastrointestinal.
5. Perubahan musculoskeletal : kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur tulang,
kulai kaki (foot drop).
6. Manifestasi pada neurologi yaitu kelemahan dan keletihan, konfusi,
disorientasi, kejang, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada tungkai kaki,
perubahan tingkah laku, kedutan otot, tidak mampu berkonsentrasi, perubahan
tingkat kesadaran, neuropati perifer.
7. Manifestasi pada system repoduktif : amenore, atropi testikuler, impotensi,
penurunan libido, kemandulan
8. Manifestasi pada hematologic yaitu anemia, penurunan kualitas trombosit,
masa pembekuan memanjang, peningkatan kecenderungan perdarahan.
9. Manifestasi pada system imun yaitu penurunan jumlah leukosit, peningkatan
resiko infeksi.

21
10. Manifestasi pada system urinaria yaitu perubahan frekuensi berkemih,
hematuria, proteinuria, nocturia, aliguria.
11. Manifestasi pada sisitem endokrin yaitun hiperparatiroid dan intoleran
glukosa.
12. Manifestasi pada proses metabolic yaitu peningkatan urea dan serum kreatinin
(azotemia), kehilangan sodium sehingga terjadi : dehidrasi, asidosis,
hiperkalemia, hipermagnesemia dan hipokalsemia.
13. Fungsi psikologis yaitu perubahan kepribadian dan perilaku serta gangguan
proses kognitif.

2.1.7 Komplikasi
Komplikasi penyakit gagal ginjal kronik menurut Smletzer dan Bare (2001)
yaitu :

1. Hiperkalemia akibat penurunan eksresi, asidosis metabolic, katabolisme dan


masukan diet berlebihan.
2. Perikarditis, efusi pericardial dan tamponade jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-
angiostensin-aldosteron
4. Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, perdarahan gastrointestinalakibat iritasi oleh toksin dan kehilangan
darah selama hemodialisis.
5. Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatic akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah, metabolism vitamin D abnormal dan peningkatan kadar
alumunium.

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan yang dapat dilakukan pada klien gagal ginjal kronik adalah :
1. Pemeriksaan Laboratorium
a. Laboratorium darah :

22
BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat), Hematologi (Hb,
trombosit, Ht, Leukosit), protein, antibody (kehilangan protein dan
immunoglobulin)
b. Pemeriksaan Urin :
Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein, sedimen, SDM,
keton, SDP, TKK/CCT
2. Pemeriksaan EKG
Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda perikarditis, aritmia, dan
gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia).
3. Pemeriksaan USG
Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal, kepadatan parenkim
ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal, kandung kemih serta
prostate.
4. Pemeriksaan Radiologi
Renogram, Intravenous Pyelography, Retrograde Pyelography, Renal
Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal Biopsi, pemeriksaan
rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos abdomen.

2.1.9 Penatalaksanaan Medis


Penatalaksanaan untuk mengatasi penyakit gagal ginjal kronik menurut
Smeltzer dan Bare (2001) yaitu :
1. Penatalaksanaan untuk mengatasi komplikasi
a. Hipertensi diberikan antihipertensi yaitu Metildopa (Aldomet),
Propanolol (Inderal), Minoksidil (Loniten), Klonidin (Catapses), Beta
Blocker, Prazonin (Minipress), Metrapolol Tartrate (Lopressor).
b. Kelebihan cairan diberikan diuretic diantaranya adalah Furosemid
(Lasix), Bumetanid (Bumex), Torsemid, Metolazone (Zaroxolon),
Chlorothiazide (Diuril).
c. Peningkatan trigliserida diatasi dengan Gemfibrozil.
d. Hiperkalemia diatasi dengan Kayexalate, Natrium Polisteren Sulfanat.

23
e. Hiperurisemia diatasi dengan Allopurinol.
f. Osteodistoofi diatasi dengan Dihidroksiklkalsiferol, alumunium
hidroksida.
g. Kelebihan fosfat dalam darah diatasi dengan kalsium karbonat, kalsium
asetat, alumunium hidroksida.
h. Mudah terjadi perdarahan diatasi dengan desmopresin, estrogen
i. Ulserasi oral diatasi dengan antibiotic.
2. Intervensi diet yaitu diet rendah protein (0,4-0,8 gr/kgBB), vitamin B dan C,
diet tinggi lemak dan karbohirat
3. Asidosis metabolic diatasi dengan suplemen natrium karbonat.
4. Abnormalitas neurologi diatasi dengan Diazepam IV (valium), fenitonin
(dilantin).
5. Anemia diatasi dengan rekombion eritropoitein manusia (epogen IV atau SC
3x seminggu), kompleks besi (imferon), androgen (nandrolan dekarnoat/deca
durobilin) untuk perempuan, androgen (depo-testoteron) untuk pria, transfuse
Packet Red Cell/PRC.
6. Cuci darah (dialisis) yaitu dengan hemodialisa maupun peritoneal dialisa.
7. Transplantasi ginjal.

2.2 Konsep Kebutuhan Oksigenasi


2.2.1 Definisi
Kebutuhan oksigenasi adalah kebutuhan dasar manusia dalam pemenuhan
oksigen yang digunakan untuk kelangsungan metabolisme sel tubuh,
mempertahankan hidup dan aktivitas berbagai organ atau sel (Potter & Perry, 2005).
Tanpa oksigen dalam waktu tertentu sel tubuh akan mengalami kerusakan yang
menetap dan menimbulkan kematian. Otak merupakan organ yang sangat sensitif
terhadap kekurangan oksigen. Otak masih mampu mentoleransi kekurangan oksigen
hanya 3-5 menit. Apabila kekurangan oksigen berlangsung lebih dari 5 menit, dapat
terjadi kerusakan sel otak secara permanen (Kozier dan Erb, 1998).

24
2.2.2 Anatomi Fisiologi
Menurut Tarwoto Wartonah (2006) ada 3 sistem yang bekerja dalam
penyampaian oksigen ke jaringan tubuh yaitu sistem respirasi, sistem kardiovaskuler
dan sistem hematologi.

1. Sistem respirasi terdiri atas organ pertukaran gas yaitu paru-paru dan sebuah
pompa ventilasi yang terdiri atas dinding dada, otot-otot pernafasan,
diafragma, isi abdomen, dinding abdomen dan pusat pernafasan di otak.

Pada sistem respirasi ada tiga langkah dalam proses oksigenasi yaitu ventilasi,
perfusi parru dan difusi.
a. Ventilasi adalah proses keluar masuknya udara dari dan ke paru-paru,
jumlahnya sekitar 500 ml. Udara yang masuk dan keluar terjadi karena
adanya perbedaan tekanan antara intrapleura dengan tekanan atmosfer,
dimana pada saat inspirasi tekanan intrapleural lebih negatif (752 mmHg)
daripada tekanan atmosfer (760 mmHg) sehingga udara akan masuk ke
alveoli. Faktor-faktor yang mempengaruhi kepatenan ventilasi yaitu
kebersihan jalan nafas (adanya sumbatan atau obstruksi jalan nafas akan
menghalangi masuk dan keluarnya udara dari dan ke paru-paru),
adekuatnya sistem saraf pusat dan pusat pernafasan, adekuatnya
pengembangan dan pengempisan paru, kemampuan otot-otot pernafasan
seperti diafragma, eksternal interkosta, internal interkosta, otot abdominal
(Wartonah, 2006). Universitas Sumatera Utara
b. Perfusi paru adalah pergerakan aliran darah melalui sirkulasi paru untuk
dioksigenasi dimana pada sirkulasi paru darah yang dioksigenasi mengalir
dalam arteri pulmonalis dari ventrikel kanan jantung. Darah ini ikut serta
dalam proses pertukaran oksigen dan karbon dioksida di kapiler dan
alveolus. Fungsi utama sirkulasi pulmonal adalah mengalirkan darah yang
dioksigenasi dari dan ke paruparu agar dapat terjadi pertukaran gas.
Sirkulasi paru merupakan 8-9% dari curah jantung. Dengan demikian,
adekuatnya pertukaran gas dalam paru dipengaruhi oleh keadaan ventilasi

25
dan perfusi. Pada orang dewasa sehat pada saat istirahat ventilasi alveolar
(volume tidal = V) sekitar 4 lt/menit, sedangkan aliran darah kapiler
pulmonal (Q) sekitar 5 lt/menit (Wartonah, 2006).
c. Dalam difusi pernafasan, komponen yang berperan penting adalah alveoli
dan darah. Untuk memenuhi kebutuhan O2 dari jaringan, proses difusi
gas pada system respirasi haruslah optimal. Difusi gas adalah bergeraknya
O2 dan CO2 atau partikel lain dari area bertekanan tinggi ke arah yang
bertekanan rendah. Di dalam alveoli, O2 melintasi membran alveoli-
kapiler dari alveoli berdifusi kedalam darah karena adanya perbedaan
tekanan PO2 yang tinggi dialveolus (100 mmHg) dan tekanan pada
kapiler lebih rendah (PO2 40 mmHg), sedangkan CO2 berdifusi keluar
alveoli akibat adanya perbedaan tekanan PCO2 darah 45 mmHg dan di
alveoli 40 mmHg. Proses difusi dipengaruhi oleh faktor ketebalan
membran, luas permukaan membran, komposisi membran, koefisien
difusi O2 dan CO2, serta perbedaan tekanan gas O2 dan CO2 (Muttaqin,
2010).
2. Sistem Kardiovaskuler
Kemampuan oksigenasi pada jaringan sangat dipengaruhi oleh fungsi jantung
untuk memompa darah sebagai transport oksigen. Darah masuk ke atrium kiri
dari vena pulmonaris. Aliran darah keluar dari ventrikel kiri menuju aorta
melalui katup aorta. Kemudian dari aorta darah disalurkan keseluruh sirkulasi
sistemik melalui arteri, arteriol, dan kapiler serta menyatu kembali
membentuk vena yang kemudian di alirkan ke jantung melalui atrium kanan.
Darah dari atrium kanan masuk dalam ventrikel kanan melalui katup
trikuspidalis kemudian keluar ke arteri pulmonalis melalui katup pulmonalis
untuk kemudian di alirkan ke paru-paru kanan dan kiri untuk berdifusi. Darah
mengalir di dalam vena pulmonalis kembali ke atrium kiri dan bersirkulasi
secara sistemik. Sehingga tidak adekuatnya sirkulasi sistemik berdampak pada
kemampuan transpor gas oksigen dan karbon dioksida (Wartonah, 2006).
3. Sistem Hematologi

26
Dalam Tarwoto Wartonah (2006) dijelaskan bahwa oksigen membutuhkan
transpor dari paru-paru ke jaringan dan karbon dioksida dari jaringan ke paru-
paru. Sekitar 97% oksigen dalam darah dibawa eritrosit yang telah berikatan
dengan hemoglobin (Hb) dan 3% oksigen larut dalam plasma. Setiap sel darah
merah mengandung 280 juta molekul Hb dan setiap molekul dari keempat
molekul besi dalam hemoglobin berikatan dengan satu molekul oksigen
membentuk oksihemoglobin (HbO2). Reaksi pengikatan Hb dengan O2
adalah Hb + O2 ↔ HbO2. Afinitas atau ikatan Hb dengan O2 di pengaruhi
oleh suhu, pH, konsentrasi 2,3 difosfogliserat dalam darah merah. Dengan
demikian, besarnya Hb dan jumlah eritrosit akan mempengaruhi transport gas.

2.2.3 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kebutuhan Oksigenisasi


Dalam Tarwoto Wartonah (2006) disebutkan beberapa faktor yang
mempengaruhi kebutuhan oksigenasi antara lain faktor fisiologi, perkembangan,
perilaku, dan lingkungan. Tabel dibawah ini menjelaskan faktor-faktor yang
mempengaruhi kebutuhan oksigenasi :

No Faktor-faktor yang mempengaruhi kebutuhan oksigenasi


1. Faktor Fisiologi 1. Menurunnya kapasitas pengikatan O2 seperti
pada anemia.
2. Menurunnya konsentrasi O2 yang di inspirasi
seperti pada obstruksi saluran nafas bagian
atas.
3. Hipovolemia sehingga tekanan darah
menurun mengakibatkan transport O2
terganggu.
4. Meningkatnya metabolisme seperti adanya
infeksi, demam, ibu hamil, luka, dan lain-lain.
5. Kondisi yang mempengaruhi pergerakan
dinding dada seperti pada kehamilan,
obesitas, penyakit kronik TB paru.
2. Faktor Perkembangan 1. Bayi prematur : yang disebabkan kurangnya

27
pembentukan surfaktan.
2. Bayi dan toddler : adanya risiko saluran
pernafasan akut
3. Anak usia sekolah dan remaja, risiko infeksi
saluran pernafasan dan merokok.
4. Dewasa muda dan pertengahan :
Diet yang tidak sehat, kurang aktivitas, stress
yang mengakibatkan penyakit jantung dan
paru-paru.
5. Dewasa tua :
Adanya proses penuaan yang mengakibatkan
kemungkinan arteriosklerosis, elastisitas
menurun, ekspansi paru menurun.
3. Faktor Perilaku 1. Nutrisi:
Misalnya pada obesitas mengakibatkan
penurunan ekspansi paru, gizi yang buruk
menjadi anemia sehingga daya ikat oksigen
berkurang, diet yang tinggi lemak
menimbulkan arteriosklerosis.
2. Exercise:
Exercise akan meningkatkan kebutuhan
oksigen.
3. Merokok:
Nikotin menyebabkan vasokontriksi
pembuluh darah perifer dan koroner.
4. Alkohol dan obat-obatan :
Menyebabkan intake nutrisi/ Fe menurun
mengakibatkan penurunan hemoglobin,
alkohol menyebabkan depresi pusat
pernafasan.

28
5. Kecemasan : menyebabkan metabolisme
meningkat
4. Faktor Lingkungan 1. Tempat kerja (polusi)
2. Suhu lingkungan
3. Ketinggian tempat dari permukaan laut

2.2.4 Masalah yang Terkait Pemenuhan Kebutuhan Oksigenasi


Masalah atau gangguan yang terkait pemenuhan kebutuhan oksigenasi yaitu
perubahan fungsi jantung dan perubahan fungsi pernafasan. Perubahan fungsi jantung
yang mempengaruhi kebutuhan oksigenasi yaitu gangguan konduksi jantung seperti
disritmia (takikardia/bradikardia), menurunnya cardiac output seperti pada pasien
dekompensi kordis menimbulkan hipoksia jaringan, kerusakan fungsi katup seperti
pada stenosis, obstruksi, myokardial iskemia/infark mengakibatkan kekurangan
pasokan darah dari arteri koroner ke miokardium sedangkan pada perubahan fungsi
pernafasan masalah yang dapat mempengaruhi kebutuhan oksigenasi yaitu
hiperventilasi, hipoventilasi dan hipoksia (Wartonah, 2006). Tabel berikut
menjelaskan perubahan fungsi pernafasan yang mempengaruhi kebutuhan oksigenasi.

Perubahan fungsi
No Definisi Tanda dan Gejala
pernafasan
1. Hiperventilasi Upaya tubuh dalam Takikardia, nafas pendek,
meningkatkan jumlah O2 nyeri dada (chest pain),
dalam paru-paru agar menurunnya konsentrasi,
pernafasan lebih cepat dan disorientasi.
dalam.
2. Hipoventilasi Terjadi ketika ventilasi Nyeri kepala, penurunan
alveolar tidak adekuat kesadaran, disorientasi,
untuk memenuhi kardiak disritmia,
penggunaan O2 tubuh atau ketidakseimbangan
mengeluarkan CO2 elektrolit, kejang dan
dengan cukup. Biasanya kardiak arrest
terjadi pada atelektasis

29
(kolaps paru)
3. Hipoksia Kondisi tidak tercukupinya Kelelahan, kecemasan,
pemenuhan O2 dalam menurunnya kemampuan
tubuh akibat dari defisiensi konsentrasi, nadi
O2 yang diinspirasi atau meningkat, pernafasan
meningkatnya penggunaan cepat dan dalam,
O2 di sel sianosis, sesak nafas dan
clubbing finger.

2.2.5 Terapi Oksigen


Terapi oksigen adalah memasukkan oksigen tambahan dari luar ke paru
melalui saluran pernafasan dengan menggunakan alat sesuai kebutuhan (Standar
Pelayanan Keperawatan di ICU, Dep.Kes. RI, 2005).

Terapi oksigen adalah memberikan aliran gas lebih dari 20 % pada tekanan 1
atmosfir sehingga konsentrasi oksigen meningkat dalam darah (Andarmoyo, 2012).

1. Indikasi
Menurut Standar Keperawatan ICU Depkes RI (2005) dan Andarmoyo
(2012), indikasi terapi oksigen adalah :
a. Pasien hipoksia
b. Oksigenasi kurang sedangkan paru normal
c. Oksigenasi cukup sedangkan paru tidak normal
d. Oksigenasi cukup, paru normal, sedangkan sirkulasi tidak normal
e. Pasien yang membutuhkan pemberian oksigen konsentrasi tinggi
f. Pasien dengan tekanan partial karbondioksida ( PaCO2 ) rendah.
Indikasi terapi oksigen pada neonatus adalah :
a. Pasien asfiksia
b. Pasien dengan napas lebih dari 60 kali/menit
c. Pasien Takipnu
d. Pasien Febris

30
e. Pasien BBLR.
2. Kontraindikasi
Menurut Potter (2005) kontra indikasi meliputi beberapa :
a. Kanul nasal / Kateter binasal / nasal prong : jika ada obstruksi nasal.
b. Kateter nasofaringeal / kateter nasal : jika ada fraktur dasar tengkorak
kepala, trauma maksilofasial, dan obstruksi nasal
c. Sungkup muka dengan kantong rebreathing : pada pasien dengan PaCO2
tinggi, akan lebih meningkatkan kadar PaCO2 nya lagi.
3. Metode pemberian oksigen
Untuk cara pemberian oksigen bermacam- macam seperti dibawah ini (Potter,
2005):
a. Melalui inkubator
b. Head box
c. Nasal kanul ( low flow atau high flow)
d. Nasal CPAP (continuous positive airway pressure)
e. Nasal Intermittent Positive Pressure Ventilation (NIPPV)
f. Ventilator (dengan memasukkan endotracheal tube)

2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan


2.3.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian focus keperawatan yang perlu diperhatikan pada penderita gagal
ginjal kronik menurut Doeges (1999), Le Mone & Burke (2000) dan Smeltzer dan
Bare (2001) ada berbagai macam, meliputi :
1. Demografi
Lingkungan yang tercemar oleh timah, cadmium, merkuri, kromium dan
sumber air tinggi kalsium beresiko untuk gagal ginjal kronik, kebanyakan
menyerang umur 20-50 tahun, jenis kelamin lebih banyak perempuan,
kebanyakan ras kulit hitam.
2. Riwayat penyakit dahulu

31
Riwayat infeksi saluran kemih, penyakit peradangan, vaskuler hipertensif,
gangguan saluran penyambung, gangguan kongenital dan herediter, penyakit
metabolik, nefropati toksik dan neropati obstruktif.
3. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat penyakit vaskuler hipertensif, penyakit metabolik, riwayat menderita
penyakit gagal ginjal kronik.
4. Pola kesehatan fungsional
a. Pemeliharaan kesehatan
Penggunaan obat laksatif, diamox, vitamin D, antacid, aspirin dosis
tinggi, personal hygiene kurang, konsumsi toxik, konsumsi makanan
tinggi kalsium, purin, oksalat, fosfat, protein, kebiasaan minum suplemen,
control tekanan darah dan gula darah tidak teratur pada penderita tekanan
darah tinggi dan diabetes mellitus.
b. Pola nutrisi dan metabolik
Perlu dikaji adanya mual, muntah, anoreksia, intake cairan inadekuat,
peningkatan berat badan cepat (edema), penurunan berat badan
(malnutrisi), nyeri ulu hati, rasa metalik tidak sedap pada mulut
(pernafasan amonia), penggunanan diuretic, demam karena sepsis dan
dehidrasi.
c. Pola eliminasi
Penurunan frekuensi urine, oliguria, anuria (gagal tahap lanjut), abdomen
kembung, diare konstipasi, perubahan warna urin.
d. Pola aktivitas dan latihan
Kelemahan ekstrim, kelemahan, malaise, keterbatsan gerak sendi.
e. Pola istirahat dan tidur
Gangguan tidur (insomnia/gelisah atau somnolen)
f. Pola persepsi sensori dan kognitif
Rasa panas pada telapak kaki, perubahan tingkah laku, kedutan otot,
perubahan tingkat kesadaran, nyeri panggul, sakit kepala, kram/nyeri kaki
(memburuk pada malam hari), perilaku berhati-hati/distraksi, gelisah,

32
penglihatan kabur, kejang, sindrom “kaki gelisah”, rasa kebas pada
telapak kaki, kelemahan khusussnya ekstremitas bawah (neuropati
perifer), gangguan status mental, contoh penurunan lapang perhatian,
ketidakmampuan berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau.
g. Persepsi diri dan konsep diri
Perasaan tidak berdaya, tak ada harapan, tak ada kekuatan, menolak,
ansietas, takut, marah, mudah terangsang, perubahan kepribadian,
kesulitan menentukan kondisi, contoh tak mampu bekerja,
mempertahankan fungsi peran.
h. Pola reproduksi dan seksual
Penurunan libido, amenorea, infertilitas, impotensi dan atropi testikuler.
5. Pengkajian fisik
a. Keluhan umum : lemas, nyeri pinggang.
b. Tingkat kesadaran komposmentis sampai koma.
c. Pengukuran antropometri : beratbadan menurun, lingkar lengan atas
(LILA) menurun.
d. Tanda vital : tekanan darah meningkat, suhu meningkat, nadi lemah,
disritmia, pernapasan kusmaul, tidak teratur.
e. Kepala
1) Mata: konjungtiva anemis, mata merah, berair, penglihatan kabur,
edema periorbital.
2) Rambut: rambut mudah rontok, tipis dan kasar.
3) Hidung : pernapasan cuping hidung
4) Mulut : ulserasi dan perdarahan, nafas berbau ammonia, mual,muntah
serta cegukan, peradangan gusi.
f. Leher : pembesaran vena leher.
g. Dada dab toraks : penggunaan otot bantu pernafasan, pernafasan dangkal
dan kusmaul serta krekels, nafas dangkal, pneumonitis, edema pulmoner,
friction rub pericardial.
h. Abdomen : nyeri area pinggang, asites.

33
i. Genital : atropi testikuler, amenore.
j. Ekstremitas : capirally refill time > 3 detik,kuku rapuh dan kusam serta
tipis, kelemahan pada tungkai, rasa panas pada telapak kaki, foot drop,
kekuatan otot.
k. Kulit : ecimosis, kulit kering, bersisik, warnakulit abu-abu, mengkilat
atau hiperpigmentasi, gatal (pruritas), kuku tipis dan rapuh, memar
(purpura), edema.
6. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang pada gagal ginjal kronik menurut Doenges (1999)
adalah :
a. Urine
1) Volume, biasnya kurang dari 400 ml/24 jam (oliguria) atau urine
tidak ada.
2) Warna, secara abnormal urine keruh mungkin disebabkan oleh pus,
bakteri, lemak, pertikel koloid, fosfat atau urat.
3) Berat jenis urine, kurang dari 1,015 (menetap pada 1,010
menunjukkan kerusakan ginjal berat)
4) Klirens kreatinin, mungkin menurun
5) Natrium, lebih besar dari 40 meq/L karena ginjal tidak mampu
mereabsobsi natrium.
6) Protein, derajat tinggi proteinuria (3-4 +) secara kuat menunjukkan
kerusakan glomerulus.
b. Darah
1) Hitung darah lengkap, Hb menurun pada adaya anemia, Hb biasanya
kurang dari 7-8 gr
2) Sel darah merah, menurun pada defesien eritropoetin seperti
azotemia.
3) GDA, pH menurun, asidosis metabolik (kurang dari 7,2) terjadi
karena kehilangan kemampuan ginjal untuk mengeksresi hydrogen

34
dan amonia atau hasil akhir katabolisme prtein, bikarbonat menurun,
PaCO2 menurun.
4) Kalium, peningkatan sehubungan dengan retensi sesuai perpindahan
seluler (asidosis) atau pengeluaran jaringan)
5) Magnesium fosfat meningkat
6) Kalsium menurun
7) Protein (khusus albumin), kadar serum menurun dapat menunjukkan
kehilangan protein melalui urine, perpindahan cairan, penurunan
pemasukan atau sintesa karena kurang asam amino esensial.
8) Osmolaritas serum: lebih beasr dari 285 mOsm/kg, sering sama
dengan urin.
c. Pemeriksaan radiologik
1) Foto ginjal, ureter dan kandung kemih (kidney, ureter dan
bladder/KUB): menunjukkan ukuran ginjal, ureter, kandung kemih,
dan adanya obstruksi (batu).
2) Pielogram ginjal: mengkaji sirkulasi ginjal dan mengidentifikasi
ekstravaskuler, masa
3) Sistouretrogram berkemih; menunjukkan ukuran kandung kemih,
refluks kedalam ureter dan retensi.
4) Ultrasonografi ginjal: menentukan ukuran ginjal dan adanya masa,
kista, obstruksi pada saluran perkemuhan bagian atas.
5) Biopsy ginjal: mungkin dilakukan secara endoskopik, untuk
menentukan seljaringan untuk diagnosis hostologis.
6) Endoskopi ginjal dan nefroskopi: dilakukan untuk menentukan pelis
ginjal (keluar batu, hematuria dan pengangkatan tumor selektif).
7) Elektrokardiografi/EKG: mingkin abnormal menunjukkan
ketidakseimbangan elektrolit dan asam basa.
8) Fotokaki, tengkorak, kolumna spinal dan tangan, dapat menunjukkan
demineralisasi, kalsifikasi.

35
9) Pielogram intravena (IVP), menunjukkan keberadaan dan posisi
ginjal, ukuran dan bentuk ginjal.
10) CT scan untuk mendeteksi massa retroperitoneal (seperti penyebararn
tumor).
11) Magnetic Resonan Imaging / MRI untuk mendeteksi struktur ginjal,
luasnya lesi invasif ginjal

2.3.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan pada penyakit gagal ginjal kronik menurut Doeges
(1999), Carpenito (2000) dan Smeltzer dan Bare (2001) adalah :
1. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan penurunan haluaran urine, diet
berlebihan dan retensi cairan dan natrium.
2. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake in
adekuat, mual, muntah, anoreksia, pembatasan diet dan penurunan membrane
mukosa mulut.
3. Ketidakefektifan pola pernafasan berhubungan dengan penurunan ekspansi
paru sekunder terhadap adanya edema pulmoner dan asites.
4. Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 dan
nutrisi ke jaringan.
5. Resiko penurunan curah jantung berhubungan dengan ketidakseimbangan
cairan mempengaruhi sirkulasi, kerja miokardial dan tahanan vaskuler
sistemik, gangguan frekuensi, irama, konduksi jantung, akumulasi toksik,
kalsifikasi jaringan lunak.
6. Perubahan proses fikir berhubungan dengan perubahan fisiologis seperti
akumulasi toksin (urea, amonia)
7. Resiko kerusakan intregitas kulit berhubungan dengan akumulasi toksik dalam
kulit dan gangguan turgor kulit, gangguan status metabolik.
8. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan keletihan, anemia, retensi produk
sampah dan prosedur dialisis.

36
9. Kurang pengetahuan tentang pencegahan dan perawatan penyakit gagal ginjal
kronik berhubungan dengan keterbatasan kognitif, salah interpretasi informasi
dan kurangnya informasi.

37
2.3.3 Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
. Keperawatan Kriteria Hasil
1 Kelebihan volume Setelah dilakukan 1. kaji status cairan 1. Pengkajian merupakan dasar
cairan tindakan - Timbang berat badan harian berkelanjutan untuk memantau
berhubungan keperawatan - Keseimbangan masukan dan perubahan dan mengevaluasi
dengan penurunan kelebihan haluaran. intervensi.
haluaran urine dan cairan/edema - Turgor kulit dan adanya 2. Pembatasan cairan akan
retensi cairan dan berkurang/teratasi edema. menentukan berat tubuh ideal,
natrium. dengan kriteria - Tekanan darah, denyut dan haluaran urine dan respons
hasil : irama nadi. terhadap terapi.
- Pembatasan 2. batasi masukan cairan 3. Sumber kelebihan cairan yang
diet dan 3. identifikasi sumber potensial tidak diketahui dapat
cairan. cairan, medikasi dan cairan yang diidentifikasi
- Turgor kulit digunakan untuk pengobatan, 4. Pemahaman meningkatkan
normal tanpa oral dan intravena kerjasama pasien dan keluarga
edema. 4. Jelaskan pada pasien dan dalam pembatasan cairan.
- Tanda-tanda keluarga tentang pembatasan 5. Kenyamanan pasien
vital normal cairan. meningkatkan kepatuhan
5. Bantu pasien dalam menghadapi terhadap pembatasan diet.

38
ketidaknyamanan akibat
pembatasan cairan.
2 Perubahan nutrisi Setelah dilakukan 1. Kaji status nutrisi 1. Menyediakan data dasar untuk
kurang dari tindakan - perubahan berat badan memantau perubahan dan
kebutuhan tubuh keperawatan - pengukuran antropometrik mengevaluasi intervensi.
berhubungan masukan nutrisi - nilai laboratorium (elektrolit 2. Pola diet sekarang dan dahulu
dengan intake yang adekuat serum, BUN, kreatinin, dapat dipertimbangkan dalam
inadekuat, mual, dengan kriteria protein, transferin dan kadar menyusun menu.
muntah, anoreksia. hasil : besi). 3. Menyediakan informasi
- Pengukuran 2. Kaji pola diet dan nutrisi pasien mengenai faktor lain yang dapat
antropometri - riwayat diet diubah atau dihilangkan untuk
dalam batas - makanan kesukaan meningkatkan masukan diet.
normal. - hitung kalori. 4. Mendorong peningkatan
- Perlambatan 3. Kaji faktor-faktor yang dapat masukan diet.
atau merubah masukan nutrisi: 5. Mengurangi makanan dan
penurunan - Anoreksia, mual dan muntah protein yang dibatasi dan
berat badan - Diet yang tidak menyediakan kalori untuk
yang cepat menyenangkan bagi pasien energi, membagi protein untuk
tidak terjadi. - Kurang memahami diet. pertumbuhan dan penyembuhan
- Pengukuran 4. Menyediakan makanan jaringan.

39
biokomis kesukaan pasien dalam batas- 6. Meningkatkan pemahaman
dalam batas batas diet. pasien tentang hubungan antara
normal 5. Anjurkan camilan tinggi kalori, diet, urea, kadar kreatinin
(albumin, rendah protein, rendah natrium, dengan penyakit renal.
kadar diantara waktu makan. 7. Daftar yang dibuat menyediakan
elektrolit). 6. Jelaskan rasional pembatasan pendekatan positif terhadap
- Peneriksaan diet dan hubungannya dengan pembatasan diet dan merupakan
laboratorium penyakit ginjal dan peningkatan referensi untuk pasien dan
klinis dalam urea dan kadar kreatinin. keluarga yang dapat digunakan
batas normal. 7. Sediakan jadwal makanan yang dirumah.
- Pematuhan dianjurkan secara tertulis dan 8. Faktor yang tidak menyenagkan
makanan anjurkan untuk memperbaiki yang berperan dalam
dalam rasa tanpa menggunakan menimbulkan anoreksia
pembatasan natrium atau kalium. dihilangkan.
diet dan 8. Ciptakan lingkungan yang 9. Untuk memantau status cairan
medikasi menyenangkan selama waktu dan nutrisi.
sesuai jadwal makan. 10. Masukan protein yang tidak
untuk 9. Timbang berat badan harian. adekuat dapat menyebabkan
mengatasi 10. Kaji bukti adanya masukan penurunan albumin dan protein
anoreksia. protein yang tidak adekuat lain, pembentukan edema dan

40
- pembentukan edema perlambatan peyembuhan.
- penyembuhan yang lambat
- penurunan kadar albumin
3 Gangguan perfusi Setelah dilakukan 1. Awasi tanda-tanda vital, kaji 1. Memberikan informasi tentang
jaringan tindakan pengisian kapiler, warna kulit derajat atau keadekuatan perfusi
berhubungan keperawatan dan dasar kuku. jaringan dan membantu
dengan penurunan perfusi jaringan 2. Tinggikan kepala tempat tidur menentukan kebutuhan
suplai O2 dan adekuat dengan sesuai toleransi. intervensi.
nutrisi ke jaringan kriteria hasil : 3. Catat keluhan rasa dingin, 2. Meningkatkan ekspansi paru
sekunder terhadap - Membran pertahankan suhu lingkungan dan memaksimalkan oksigenasi
penurunan COP. mukosa warna dan tubuh hangat sesuai dengan untuk kebutuhan seluler,
merah muda. indikasi. vasokonstrisi (ke organ vital)
- Kesadaran 4. Kolaborasi untuk pemberian O2 menurunkan sirkulasi perifer.
kompos 5. Kolaborasikan pemeriksaan 3. Kenyamanan klien atau
mentis. laboratorium (hemoglobin). kebutuhan rasa hangat harus
- Tidak ada seimbang dengan kebutuhan
keluhan sakit untuk menghindari panas
kepala. berlebihan pencetus vasodilatasi
- Tidak ada (penurunan perfusi organ).
tanda sianosis 4. Memaksimalkan transport

41
ataupun oksigen ke jaringan.
hipoksia 5. Mengetahui status transport O2
- Capillary refill
kurang dari 3
detik.
- Nilai
laboratorium
dalam batas
normal (Hb
12-15 gr%).
- Konjungtiva
tidak anemis.
- Tanda-tanda
vital stabil:
TD: 120/80
mmHg, nadi:
6080x/menit.
4 Perubahan pola Setelah dilakukan 1. Kaji fungsi pernapasan klien, 1. Distress pernapasan dan
nafas berhubungan tindakan catat kecepatan, adanya gerak, perubahan pada vital dapat
dengan keperawatan klien dispnea, sianosis, dan perubahan terjadi sebagai akibat dari

42
hiperventilasi paru. menunjukkan pola tanda vital. patofisiologi dan nyeri.
nafas efektif 2. Catat pengembangan dada dan 2. Pengembangan dada atau
dengan kriteria posisi trakea ekspansi paru dapat menurunkan
hasil : 3. Kaji klien adanya keluhan nyeri apabila terjadi asietas atau
- analisa gas bila batuk atau nafas dalam. udema pulmoner.
darah dalam 4. Pertahankan posisi nyaman 3. Sokongan terhadap dada dan
rentang misalnya posisi semi fowler otot abdominal membuat batuk
normal. 5. Kolaborasikan pemeriksaan lebih efektif dan dapat
- tidak ada tanda laboratorium (elektrolit) mengurangi trauma.
sianosis 6. Kolaborasikan pemeriksaan 4. Meningkatkan ekspansi paru.
maupun analisa gas darah dan foto 5. Untuk mengetahui elektrolit
dispnea. thoraks sebagai indikator keadaan status
- bunyi nafas 7. Kolaborasikan pemeriksaan cairan.
tidak oksigen 6. Mengkaji status pertukaran gas
mengalami dan ventilasi serta evaluasi dari
penurunan implementasi.
- TTV dalam 7. Menghilangkan distress
batas normal: respirasi dan sianosis
RR 16-24
x/menit

43
5 Resiko penurunan Setelah dilakukan 1. Auskultasi bunyi jantung dan 1. Mengkaji adanya takikardi,
curah jantung tindakan paru, evaluasi adanya edema takipnea, dispnea, gemerisik,
berhubungan keperawatan curah perifer atau kongesti vaskuler mengi dan edema.
dengan jantung dapat dan keluhan dispnea, awasi 2. Hipertensi ortostatik dapat
ketidakseimbang dipertahankan tekanan darah, perhatikan terjadi sehubungan dengan
an cairan dengan kriteria postural misalnya: duduk, defisit cairan.
mempengaruhi hasil : berbaring dan berdiri. 3. Mengkaji adanya kedaruratan
sirkulasi, kerja - Tanda-tanda 2. Selidiki keluhan nyeri dada, medik.
miokardial dan vital dalam perhatikan lokasi dan beratnya. 4. Kelelahan dapat menyertai gagal
tahanan vaskuler batas normal: 3. Evaluasi bunyi jantung akan jantung kongestif juga anemia.
sistemik, gangguan tekanan darah: terjadi friction rub, tekanan 5. Ketidakseimbangan dapat
frekuensi, irama, 120/80 mmHg, darah, nadi perifer, pengisisan mengangu kondisi dan fungsi
konduksi jantung nadi 6080 kapiler, kongesti vaskuler, suhu jantung.
(ketidakseimban x/menit, kuat, tubuh dan mental. 6. Menurunkan tahanan vaskuler
gan elektrolit). teratur. 4. Kaji tingkat aktivitas dan respon sistemik.
- Akral hangat terhadap aktivitas.
- Capillary refill 5. Kolaborasikan pemeriksaan
kurang dari 3 laboratorium yaitu kalium.
detik 6. Berikan obat anti hipertensi
- Nilai sesuai dengan indikasi

44
laboratorium
dalam batas
normal
(kalium 3,5-
5,1 mmol/L,
urea 15-39
mg/dl)
6 Resiko kerusakan Setelah dilakukan 1. Inspeksi kulit terhadap 1. Memandakan adanya sirkulasi
intregitas kulit tindakan perubahan warna, turgor dan atau kerusakan yang dapat
berhubungan keperawatan tidak perhatikan adanya kemerahan, menimbulkan pembentukan
dengan akumulasi terjadi integritas ekimosis, purpura. dekubitus atau infeksi.
toksik dalam kulit kulit dengan 2. Pantau masukan cairan dan 2. Mendeteksi adanya dehidrasi
dan gangguan kriteria hasil : hidrasi kulit dan membran atau hidrasi berlebihan yang
turgor kulit - Klien mukosa. mempengaruhi sirkulasi dan
(uremia) menunjukkan 3. Inspeksi area tubuh terhadap integritas jaringan pada tingkat
perilaku atau edema. seluler.
tehnik untuk 4. Ubah posisi dengan sering 3. Jaringan edema lebih cenderung
mencegah menggerakkan klien dengan rusak atau robek.
kerusakan atau perlahan, beri bantalan pada 4. Menurunkan tekanan pada
cidera kulit. tonjolan tulang. edema, meningkatkan

45
- Tidak terjadi 5. Pertahankan linen kering, dan peninggian aliran balik statis
kerusakan selidiki keluhan gatal. vena sebagai pembentukan
integritas kulit. 6. Pertahankan kuku pendek edema.
- Tidak terjadi 5. Menurunkan iritasi dermal dan
edema. resiko kerusakan kulit.
6. Menurunkan resiko cedera
dermal
7 Intoleransi Setelah dilakukan 1. Kaji faktor yang menyebabkan 1. Menyediakan informasi tentang
aktivitas tindakan keletihan indikasi tingkat keletihan
berhubungan keperawatan klien - anemia 2. Meningkatkan aktivitas
dengan keletihan, mampu - ketidakseimbangan cairan ringan/sedang dan memperbaiki
anemia, retensi berpartisipasi dan elektrolit harga diri.
produk sampah dalam aktivitas - retensi produk sampah 3. Mendorong latihan dan aktivitas
dan prosedur yang dapat - depresi dalam batas-batas yang dapat
dialisis. ditoleransi dengan 2. Tingkatkan kemandirian dalam ditoleransi dan istirahat yang
kriteria hasil : aktivitas perawatan diri yang adekuat.
- Berpartisipasi dapat ditoleransi, bantu jika 4. Dianjurkan setelah dialysis,
dalam keletihan terjadi. yang bagi banyak pasien sangat
meningkatkan 3. Anjurkan aktivitas alternatif melelahkan.
tingkat sambil istirahat.

46
aktivitas dan 4. Anjurkan untuk beristirahat
latihan setelah dislisis.
- Melaporkan
peningkatan
rasa sejahtera
- Melakukan
istirahat dan
aktivitas secara
bergantian
- Berpartisipasi
dalam aktivitas
perawatan
mandiri yang
dipilih.
8 Gangguan Setelah dilakukan 1. Kaji fungsi pernapasan klien, 1. Distress pernapasan dan
pertukaran gas tindakan catat kecepatan, adanya gerak, perubahan pada vital dapat
berhubungan keperawatan klien dispnea, sianosis, dan perubahan terjadi sebagai akibat dari
dengan penurunan menunjukkan tanda vital. patofisiologi dan nyeri.
ekspansi paru pertukaran gas 2. Auskultasi bunyi nafas 2. Untuk mengetahui keadaan
sekunder terhadap efektif dengan 3. Catat pengembangan dada dan paru.

47
adanya edema kriteria hasil : posisi trakea 3. Pengembangan dada atau
pulmoner. - analisa gas 4. Kaji taktil fremitus ekspansi paru dapat menurunkan
darah dalam 5. Kaji klien adanya keluhan nyeri apabila terjadi asietas atau
rentang normal bila batuk atau nafas dalam. udema pulmoner.
- tidak ada tanda 6. Pertahankan posisi nyaman 4. Taktil fremitus dapat negative
sianosis misalnya posisi semi fowler pada klien dengan edema
maupun 7. Kolaborasikan pemeriksaan pulmoner.
hipoksia laboratorium (elektrolit) 5. Sokongan terhadap dada dan
- taktil fremitus otot abdominal membuat batuk
positif kanan lebih efektif dan dapat
dan kiri mengurangi trauma.
- bunyi nafas 6. Meningkatkan ekspansi paru.
tidak 7. Untuk mengetahui elektrolit
mengalami sebagai indicator keadaan status
penurunan cairan.
- auskultasi paru
sonor.
- TTV dalam
batas normal:
RR 16-24

48
x/menit

49
2.3.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status kesehatan yang dihadapi
kestatus kesehatan yang baik yang menggambarkan kriteria hasil yang
diharapkan. Perawat melakukan tindakan implementasi terapeutik terhadap klien
yang bermasalah kesejajar tubuh dan mobilisasi yang aktual maupun berisiko.

2.3.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi adalah tindakan intelektual untuk melengkapi proses keperawatan
yang menandakan seberapa jauh diagnosa keperawatan, rencana keperawatan, dan
pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Perawat melakukan evaluasi pada pasien
setelah dilakukan tindakan.

50
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Pengkajian dilakukan pada tanggal 12 mei 2020 pukul 09.00 WIB di ruangan
bougenville RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.

1.1 Pengkajian
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. P
Umur : 32 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Dayak/Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMA
Status Perkawinan : Kawin
Alamat : Jl. Menteng
Tgl MRS : 11 Mei 2020
Diagnosa Medis : Chronic Renal Failure / CKD
B. RIWAYAT KESEHATAN/PERAWATAN
1. Keluhan Utama :
Klien mengatakan sesak nafas
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Klien mengatakan pada tanggal 10 mei 2020 pukul 10.00 WIB hanya
ingin kontrol / periksa penyakit gagal ginjal yang telah 3 tahun
dialaminya di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya. Klien
mengatakan mengalami kekambuhan jika minum air terlalu banyak,
jika kambuh klien mengalami sesak nafas lamanya bisa sehari penuh,
dan bila sesak nafas yang bisa dilakukan oleh klien dirumah yaitu
dengan tidur di dekat kipas angin sehingga udara lebih cepat masuk
dan sesak berkurang. Selain itu klien juga mengalami bengkak pada
tangan dan kakinya serta mengalami gangguan dalam BAK, yaitu
BAK tidak lancar, air kencing sedikit dan warna keruh. Karena pada

51
saat periksa keadaan klien dalam kondisi memburuk sehingga dokter
memutuskan rawat inap.
3. Riwayat Penyakit Sebelumnya ( Riwayat Penyakit
dan Riwayat Operasi ) :
Klien mengatakan pernah melakukan perawatan di rumah sakit
berkali-kali terakhir saat ini dirawat di RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya. Selama ini klien masih sering kambuh walaupun
sudah berkali-kali dirawat di rumah sakit.
4. Riwayat Penyakit Keluarga :
Klien mengatakan di keluarganya tidak ada keluarga yang mengalami
sakit ginjal, jantung, dan hipertensi.

GENOGRAM KELUARGA

Perempuan

Laki-laki

Serumah Klien

C. PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum :
Klien tampak sesak dan gelisah.

2. Status Mental :
a. Tingkat Kesadaran : Compos
mentis
b. Ekspresi Wajah : Lesu
c. Bentuk badan : Simetris
d. Cara berbaring/bergerak : Normal
e. Bicara : Lancar dan
jelas
f. Suasana Hati : Sedih
g. Penampilan : Rapi
h. Fungsi kognitif : :

52
Orientasi Waktu : Klien mampu membedakan pagi, siang,
sore.
 Orientasi Orang : Klien mampu membedakan perawat
dengan keluarga.
 Orientasi Tempat : Klien mengetahui sedang berada di rumah
sakit.
i. Halusinasi : ×Dengan / Akustik ×Lihat / Visua
×Lainnya...........................
j. Proses Berfikir: ×Blocking ×Cricumstansial
×Flight oh ideas ×Lainnya ............................
k. Insight : √Baik ×Mengingkari
×Menyalahkan Orang lain
l. Mekanisme Pertahanan Diri : √Adaftip ×Mal Adaftip
m. Keluhan Lainnya :
............................................................................................................
3. Tanda-tanda Vital :
a. Suhu/T : 37,5 0 C √Axilla ×Rektal
×Oral
b. Nadi /HR : 80 x/Menit
c. Pernapasan/RR : 30 x/Menit
d. Tekanan Darah/BP : 170/130 mmHg
4. PERNAPASAN (BREATHING)
Bentuk Dada : Simetris
Kebiasaan merokok : ………………. Batang/hari
×Batuk, sejak ………………….
×Batuk darah, sejak ……………
×Sputum, warna ……………….
×Sianosis
×Nyeri dada
×Dyspnoe ×Orthopnoe ×Lainnya……………
√Sesak nafas √Saat inspirasi ×Saat aktivitas
×Saat istirahat

53
Type Pernafasan ×Dada ×Perut
√Dada dan perut ×Kusmaul
×Cheyne-stokes ×Biot
×Lainnya ……………
Irama Pernafasan √Teratur ×Tidak teratur
Suara Nafas √Vesikuler ×Bronchovesikuler
×Bronchial ×Trakeal
Suara Nafas tambahan ×Wheezing ×Ronchi kering
√Ronchi basah (rales)
×Lainnya……………………………
Keluhan lainnya :.......……………………………………………….
Masalah Keperawatan :…………………………………………….
5. CARDIOVASCULER ( BLEEDING )
×Nyeri dada ×Kram kaki ×Pucat
×Pusing/sinkop ×Clubing finger ×Sianosis
×Sakit Kepala ×Palpitasi ×Pingsan
√Capillary refill √> 2 detik ×< 2 detik
√Oedema : ×Wajah √Ekstrimitas atas
×Anasarka √Ekstrimitas bawah
×Asites, lingkar perut ………………….Cm
√Ictus Cordis √Terlihat ×Tidak Melihat
Vena Jugularis ×Tidak Meningkat √Meningkat
Suara Jantung √Normal, …………………….
×Ada kelainan ………………
Keluhan Lainnya :……………………………………………………..
Masalah :……………………………………………………..
6. PERSYARAFAN (BRAIN)
Nilai GCS : E (4) : 4 Membuka mata dengan spontan
V (5) : 5 Komunikasi verbal baik
M (6) : 6 Mengikuti perintah

54
Total Nilai GCS (15) : 15 normal
Kesadaran : √Compos Menthis ×Somnolent
×Delirium ×Soporus
×Coma ×Sulit dinilai
Pupil : √Isokor ×Anisokor
×Midriasis ×Meiosis
Refleks Cahaya : Kanan √Positif ×Negatif
Kiri √Positif ×Negatif
×Nyeri, lokasi …………………………….
×Vertigo √Gelisah ×Aphasia ×Kesemutan
×Bingung ×Disarthria ×Kejang ×Tremor
×Pelo
Uji Syaraf Kranial :
Nervus Kranial I : Fungsi penciuman baik
Nervus Kranial II : Penglihatan baik
Nervus Kranial III : Tidak ada gangguan pergerakan bola mata
Nervus Kranial IV : Tidak ada gangguan pergerakan mata
keatas dan kebawah
Nervus Kranial V : Tidak ada gangguan pergerakan rahang
Nervus Kranial VI : Tidak ada gangguan pergerakan mata ke
kiri dan Ke kanan
Nervus Kranial VII : Tidak ada gangguan pada ekspersi wajah
Nervus Kranial VIII : Fungsi pendengaran baik
Nervus Kranial IX : Pasien dapat menelan
Nervus Kranial X : Pita suara berfungsi dengan baik
Nervus Kranial XI : Pergerakan leher baik
Nervus Kranial XII : Klien dapat mengeluarkan lidah
Uji Koordinasi :
Ekstremitas Atas : Jari Ke Jari √Positif ×Negatif

55
Jari Ke Hidung √Positif ×Negatif
Ekstremitas Bawah : Tumit Ke Jempol Kaki √Positif ×Negatif
Uji Kestabilan Tubuh : √Positif ×Negatif
Refleks :
Bisep : ×Kanan +/- ×Kiri +/- Skala................
Trisep : ×Kanan +/- ×Kiri +/- Skala................
Brakioradialis : ×Kanan +/- ×Kiri +/- Skala................
Patella : ×Kanan +/- ×Kiri +/- Skala................
Akhiles : ×Kanan +/- ×Kiri +/- Skala................
Refleks Babinski : ×Kanan +/- ×Kiri +/-

Refleks Lainnya
: ........................................................................................................
Uji Sensasi
: ........................................................................................................
Keluhan Lain :
........................................................................................................
Masalah Keperawatan :
........................................................................................................
7. ELIMINASI URI (BLADDER) :
Produksi Urin : 35 cc 24 jam
Warna : Keruh
Bau : Khas amoniak
×Tidak ada masalah/lancar ×Menetes ×Inkotinen
×Oliguri ×Nyeri ×Retensi
×Poliuri ×Panas ×Hematuri
×Dysuri ×Nocturi √Kateter
×Cystostomi
Keluhan Lainnya :
.................................................................................................................
Masalah Keperawatan :
.................................................................................................................

56
8. ELIMINASI ALVI (BOWEL) :
Mulut dan Faring
Bibir : Pucat
Gigi : Gigi lengkap, tidak ada caries
Gusi : Normal tampak kemerahan
Lidah : Tidak ada lesi
Mukosa : Tidak ada pembekakan
Tonsil : Tidak ada peradangan
Rectum : Tidak ada
Haemoroid : Tidak ada
BAB : 1 x/3hr Warna : Kuning
Konsistensi : Agak keras
√Tidak ada masalah ×Diare ×Konstipasi
×Kembung ×Feaces berdarah ×Melena
×Obat pencahar ×Lavement
Bising usus : + Frekuensi 4 x/menit
Nyeri tekan, lokasi : Tidak ada nyeri tekan
Benjolan, lokasi : Tidak ada benjolan
Keluhan Lainnya : ……………………….
…………………………………………………
Masalah Keperawatan :
………………………………………………………………………….
9. TULANG – OTOT – INTEGUMEN ( BONE )
√Kemampuan pergerakan sendi ×Bebas √Terbatas
×Parese/lemah, lokasi …...
×Paralise/paraplegia/lumpuh, lokasi ……
×Hemiparese, lokasi ……
×Nyeri, lokasi …..
√Bengkak, lokasi Tangan dan kaki

57
×Kekakuan, Lokasi ……
×Flasiditas …..
×Spastisitas, Lokasi …..
√Ukuran Otot √Simetris
×Atropi
×Hipertropi
×Kontraktur
×Malposisi
Uji Kekuatan otot : √Ekstrimitas Atas menurun
√Ekstrimitas Bawah menurun
×Deformitas tulang, lokasi ……………………………….
×Peradangan, lokasi ………………………………………
×Perlukaan, lokasi ………………………………………...
×Patah tulang, lokasi ……………………………………...
Tulang Belakang √Normal ×Skoliosis
×Kifosis ×Lordosis
10. KULIT – RAMBUT - KUKU
Riwayat Alergi : ×Obat
×Makanan
×Kosametik
×Lainnya
Suhu Kulit : √Hangat ×Panas ×Dingin
Warna kulit : √Normal ×Sianosis/biru
×Ikterik/kuning ×Putih/pucat
×Coklat tua/hyperpigmentasi
Turgor : ×Baik √Cukup ×Kurang
Tekstur : √Halus ×Kasar
Lesi : ×Macula, lokasi …..
×Pustula, lokasi …..

58
×Nodula, lokasi …..
×Vesikula, lokasi …..
×Papula, lokasi …..
×Ulcus, lokasi …..
Jaringan Parut, lokasi Tidak ada
Tekstur rambut : Halus
Distribusi rambut : Tidak ada
Bentuk kuku : √Simetris ×Irreguler
×Clubbing Finger ×Lainnya …
Masalah Keperawatan :
…………………………………………….……………………………
11. SISTEM PENGINDRAAN
a. Mata/Penglihatan
Fungsi penglihatan : ×Berkurang ×Kabur
×Ganda ×Buta/gelap
Gerakan bola mata : √Bergerak normal ×Diam
×Bergerakspontan/nistagmus
Visus : Mata Kanan (VOD) : 6/6
Mata Kiri (VOS) : 6/6
Sclera : ×Normal/putih ×Kuning/ikterus
×Merah/hifema √Konjunctiva
×Merah muda ×Pucat/anemic
Kornea : √Bening ×Keruh
Alat Bantu : ×Kacamata ×Lensa kontak
×Lainnya ………….
Nyeri : Tidak ada
Keluhan Lain :
………………………………………………………………………
Masalah :
………………………………………………………………………

59
b. Telinga/Pendengaran :
Fungsi Pendengaran : ×Berkurang ×Berdengung
×Tuli
c. Hidung/Penciuman :
Bentuk : √Simetris ×Asimetris
×Lesi
×Patensi
×Obstruksi
×Nyeri tekan sinus
×Transluminasi
Cavum Nasal : Warna…… Integritas ……
Septum nasal : ×Deviasi ×Perforasi
×Peradarahan
×Sekresi, warna …………………
×Polip ×Kanan ×Kiri ×Kanan dan kiri
Masalah Keperawatan :
………………………………………………………………………
12. LEHER DAN KELENJAR LIMFE
Massa ×Ya √Tidak
Jaringan Parut ×Ya √Tidak
Kelenjar limfe ×Teraba √Tidak teraba
Kelenjar Tyroid ×Teraba √Tidak teraba
Mobilitas leher √Bebas ×Terbatas
13. SISTEM REPRODUKSI
a. Reproduksi Pria
Kemerahan, Lokasi : Tidak ada
Gatal-gatal, lokasi : Tidak ada
Gland Penis : Normal
Maetus Uretra : Normal
Discharge , warna : Tidak ada

60
Srotum : Normal
Hernia : Tidak ada
Kelainan : Tidak ada
Keluhan lain :
..................................................................................
........................
b. Reproduksi Wanita
Kemerahan, lokasi :
Gatal-gatal, lokasi :
Perdarahan :
Flour Albus :
Clitoris :
Labia :
Uretra :
Kebersihan : Baik Cukup
Kurang
Kehamilan :
Taksiran Partus :
Lainnya :
Payudara :
Simetris Asimetris
Sear Lesi
Pembengkakan Nyeri tekan
Puting : Menonjol Datar
Lecet Mastitis
Warna areola ……
ASI : Lancar Sedikit
Tidak keluar
Keluhan Lainnya :
………………………………………………………………………

61
Masalah keperawatan :
………………………………………………………………………
D. POLA FUNGSI KESEHATAN
1. Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit :
Klien mengatakan dirinya mengalami gagal ginjal tetapi Tn. P tidak
menegtahui tentang gagal ginjal yang dideritanya. Klien tidak tahu apa
yang menyebabkan terjadinya gagal ginjal, akibat lanjut gagal ginjal
dan tidak tahu cara perawatannya. Selama ini klien mengatakan sering
minum minuman keras (alkhohol) dan jarang minum air putih. Klien
tidak menghiraukan tentang kesehatannya. Setelah sakit Tn. P baru
menyadari dan menyesali perbuatan buruknya.

2. Nutrisi dan Metabolisme


TB : 162 Cm
BB Sekarang : 58 Kg
BB Sebelum sakit : 60 Kg
IMT : 22.13
Diet : ×Biasa ×Cair ×Saring
×Lunak
Diet Khusus : √Rendah Garam ×Rendah Kalori
×TKTP ×Rendah Lemak
×Rendah Purin
√Lainnya uremia 170 kkal dan protein 0,6
hd / kg BB
√Mual ×Muntah ……….. kali/hari
Kesukaran menelan ×Ya √Tidak
Keluhan Lainnya :
………………………………………………………………………….

Pola Makan Sehari-hari Sesudah Sakit Sebelum Sakit


Frekeunsi/hari 3 3
Porsi 2-3 sendok makan 1
Nafsu makan Menurun Baik

62
Jenis Makanan Disesuaikan dengan diet Nasi, sayur, lauk, buah
Jenis Minuman Air putih Air putih
Jumlah minuman/cc/24 1 gelas 3-4 gelas
jam
Kebiasaan Makan Pagi, siang, malam Pagi, Siang, malam
Keluhan/masalah Mual-mual
Masalah Keperawatan :
…………………………………………………………………………
3. Pola istirahat dan tidur :
Sebelum sakit : Klien tidur pada malam hari selama 7 jam.
Sesudah sakit : Klien tidur pada malam hari selama 9 jam.
Masalah Keperawatan :
…………………………………………………………………………
4. Kognitif :
Sebelum dan sesudah sakit daya ingat klien bagus, tidak ada keluhan
nyeri maupun yang berkenaan dengan kemampuan sensasi.
Masalah Keperawatan :
…………………………………………………………………………
5. Konsep Diri :
Gambaran Diri : Klien dapat menerima keadaanya.
Ideal Diri : Klien ingin cepat sembuh.
Identitas Diri : Klien seorang laki-laki dan berumur 32 tahun.
Harga Diri : Klien merasa dihargai.
Peran : Klien berperan sebagai suami.
Masalah Keperawatan :
…………………………………………………………………………
6. Aktivitas Sehari-hari :
Sebelum sakit : Klien mengatakan dapat melakukan aktivitas sehari-
hari tanpa bantuan orang lain dan tidak ada gangguan rasa sakit.

63
Sesudah sakit : Klien aktivitasnya dibantu keluarga, sesak napas klien
kesulitan untuk melakukan aktivitas sehari-harinya selain itu klien
juga mengeluh lemah, letih, dan lesu.
Masalah Keperawatan
…………………………………………………………………………
7. Koping-Toleransi terhadap Stress
Bila ada masalah klien biasanya cenderung diam, tapi terkadang juga
diceritakan dengan istri dan keluarga. Dalam menghadapi penyakitnya
klien selalu optimis dan percaya diri.
Masalah Keperawatan:
…………………………………………………………………………
8. Nilai-Pola Keyakinan
Klien beragama islam, ibadah sholat 5 waktu tidak tentu, jika sholat
berdoa untuk kesembuhan penyakitnya.
Masalah Keperawatan:
…………………………………………………………………………
E. SOSIAL – SPIRITUAL.
1. Kemampuan berkomunikasi :
Klien dapat berkomunikasi dengan baik.
2. Bahasa sehari-hari :
Bahasa dayak / Indonesia.
3. Hubungan dengan Keluarga :
Hubungan klien dan keluarga baik ditunjukan dengan keluarga selalu
memperhatikan keadaan klien.
4. Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain :
Klien sangat kooperatif saat perawatan, klien juga dapat bekerja sama
dengan petugas kesehatan serta dapat berkomunikasi juga dengan
anggota keluarga.
5. Orang berarti/terdekat :
Klien mengatakan istrinya sangat berarti.
6. Kebiasaan menggunakan waktu luang :
Klien menggunakan waktu luang untuk beristirahat.

64
7. Kegiatan beribadah :
Klien kadang-kadang sholat dan hanya berdoa ditempat tidur.
F. DATA PENUNJANG ( RADIOLOGIS. LABORATORIUM,
PENUNJANG LAIN)
Pemeriksaan Tanggal 13 mei 2020
1. Pemeriksaan Laboratorium

Jenis Pemeriksaan Nilai Hasil Nilai Normal


1.
Hemoglobin 8.4 12-15
Hematokrit 26.4 35-47
Eritrosit 3.5 3.9-5.6
MCH 24 27-32
MCV 75.3 76-96
MCHC 31.9 29-36
Leukosit 6.30 4-11
Trombosit 241.0 150-400
RDW 21.9 11.6-14.8
MPV 9.3 4-11
2.
Ureum 153 15-39
Kreatinin 9.8 0.6-1.3
Protein total 6.0 6.2-8
Globulin 2.95 2.3-3.5
Albumin 3.05 3.8-5.4
Calcium 8.1 8.6-10.3
3. Elektolit
Natrium 140 136-145
Kalium 3.7 3.5-5.1
Clorida 106 98-107
4.
pH (corrected) 7.400 7.350-7.450
PCO2 (corrected) 30.0 35-45
PO2 (corrected) 80 83-108
HCO3 18.4 18-23
Base Excess -4.4 -2-3
O2 saturasi 99 95-98

2. Pemeriksaan Radiologi
Hasil Rontgen Thorax COR:
 CTR tidak dapat dinilai
 Apeks jantung bergeser ke laterokauadal Pulmo:

65
 Tampak bercak keturunan pada kedua pulmo
 Diafragma kanan setinggi kosta IX posterior
 Sinus kostofrenikus kanan kiri lancip
 Adanya cairan di rongga alveolus

Kesan :

Suspek kardiomegali (CV). Adanya cairan dalam pulmo.

3. Pemeriksaan USG
 Ginjal Kanan
Bentuk dan ukuran normal, batas kortiko meduler tampak tidak
jelas, ekogenitas parenkim hiperechoic, tak tampak batu pielokdiks
tak melebar, tak tampak penipisan korteks.
 Ginjal Kiri
Bentuk dan ukuran normal, batas kortiko meduler tampak tidak
jelas, ekogenitas parenkim hiperechoic, tak tampak batu,
pielokaliks tak melebar, tak tampak penipisan korteks.
 Vesika Urinaria
Dinding tak menebal, permukaan rata, tak tampak batu, tak tampak
massa.
Kesan :
Gambaran proses kronis kedua ginjal

66
G. PENATALAKSANAAN MEDIS

Obat/Terapi Dosis
Medis
O2 3 liter/menit
Injeksi Lasix Kurang lebih 3x2 ampul

Palangka Raya, 12 mei 2020


Mahasiswa,

( LEONARDO )
NIM : 2018.C.10a.0975

3.2 Analisa Data


NO DATA KEMUNGKINA MASALAH
N PENYEBAB

67
1 DS :

- Klien mengatakan sesak


napas

DO :

- TTD :
Edema paru Pola nafas
BP : 170/130 mmHg
tidak efektif
HR : 80 kali/menit
RR : 30 kali/ menit
T : 37,5 ⁰C
- Suara nafas tambahan Ronkhi
basah
- Hasil rontgen Pulmo : Adanya
cairan di rongga alveolus
2 DS :

- Klien mengatakan BAK tidak


lancar.
- Klien mengatakan air kencing
sedikit dan warnanya keruh.
- Klien mengatakan tangan dan Input cairan lebih Kelebihan
kaki membengkak. dari output volume

DO : cairan

- Edema pada tangan dan kaki.


- Turgor kulit tidak elastis
- CRT pada ekstremitas atas
dan bawah lebih dari 3 detik
- Balance cairan (+)967.75
- Diit rendah garam
3 DS :

- Klien mengatakan mual

68
- Klien mengatakan tidak nafsu Gangguan
makan. nutrisi
Intake tidak
kurang dari
DO : adekuat
kebutuhan
- Klien makan porsi sedikit, tubuh
tidak habis 1 porsi, habis 2-3
sendok makan.
- BB Sebelum sakit : 58 kg
sesudah sakit 56 kg

3.3 Diagnosa Keperawatan


1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan edema paru.
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan input cairan lebih besar dari
pada output
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan intake
tidak adekuat.

3.4 Prioritas Masalah


1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan edema paru.
2. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan input cairan lebih besar

69
dari pada output
3. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
intake tidak adekuat.

70
3.5 Rencana Keperawatan
Nama Pasien : Tn. P
Ruang Rawat : Bougenville

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi Rasional


1. Pola nafas tidak Setelah dilakukan tindakan 1. Auskultasi bunyi nafas, catat 1. Menyatakan adanya pengumpulan
efektif keperawatan selama 3 adanya crakles sekret
berhubungan x/24jam pola nafas 2. Ajarkan pasien batuk efektif dan 2. Membersihkan jalan nafas dan
dengan edema kembali normal / stabil nafas dalam memudahkan aliran O2
paru. dengan Kriteria Hasil : 3. Atur posisi senyaman mungkin 3. Mencegah terjadinya sesak nafas
- Sesak nafas 4. Batasi untuk beraktivitas 4. Mencegah sesak atau hipoksia
berkurang / hilang. 5. Anjurkan diit hipertonis 5. Mengurangi edema paru
- TTV dalam batas 6. Colaborasi pemberian O2 6. Perfusi jaringan adekuat
normal.
- Suara nafas tambahan
hilang.
- Pasien tampak rileks

2. Kelebihan volume Setelah dilakukan tindakan 1. Kaji status cairan dengan 1. Mengetahui status cairan, meliputi
cairan keperawatan selama 3 menimbang BB perhari, input dan output

71
berhubungan x24jam kelebihan volume keseimbangan masukan dan 2. Pembatasan cairan akan
dengan input cairan seimbang / teratasi haluaran, turgor kulit tanda-tanda menentukan BB ideal, haluaran
cairan lebih besar dengan kriteria hasil : vital urin, dan respon terhadap terapi.
dari pada output - Edema berkurang / 2. Batasi masukan cairan 3. Pemahaman meningkatkan
teratasi. 3. Jelaskan pada pasien dan kerjasama pasien dan keluarga
- Kebutuhan cairan keluarga tentang pembatasan dalam pembatasan cairan
input dan output cairan 4. Untuk mengetahui keseimbangan
seimbang 4. Anjurkan pasien / ajari pasien input dan output
untuk mencatat penggunaan
cairan terutama pemasukan dan
haluaran
3. Gangguan nutrisi Setelah dilakukan tindakan 1. Awasi konsumsi makanan / 1. Mengidentifikasi kekurangan
kurang dari keperawatan selama 3 cairan nutrisi
kebutuhan tubuh x24jam nutrisi kebutuhan 2. Perhatikan adanya mual dan 2. Menurunkan pemasukan dan
berhubungan tubuh dapat terpenuhi muntah memerlukan intervensi
dengan intake dengan kriteria hasil : 3. Berikan makanan sedikit tapi 3. Porsi lebih kecil dapat
tidak adekuat. - Nafsu makan sering meningkatkan masukan makanan
meningkat 4. Berikan diit protein 0.6 hd/kg BB 4. Meningkatkan protein albumin
- Peningkatan berat 5. Berikan perawatan mulut sering 5. Menurunkan ketidaknyamanan dan

72
badan mempengaruhi masukan makanan

3.6 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

73
Tanda
Hari/Tangga
Tangan Dan
l Implementasi Evaluasi (SOAP)
Nama
Jam
Perawat
14 mei 2020 1. Mengobservasi pola nafas klien, mencatat S : Pasien masih mengeluh masih sesak
pukul 09.00 frekuensi pernafasan O : Pasien gelisah
WIB DX. 2. Mengkaji keluhan sesak nafas yang dirasakan RR: 30x/menit
Pola nafas klien A : Masalah belum teratasi
tidak efektif 3. Memberikan posisi semi fowler dan P : Lanjutkan intervensi
berhubungan memberikan O2 3liter/menit Berikan posisi yang nyaman
dengan edema Batasi cairan untuk mengurangi edema paru
paru. Kolaborasi pemberian O2 3 lt

14 mei 2020 1. Mengobservasi keadaan umum klien, ada S : Pasien tangan dan kakinya masih bengkak
pukul 11.00 tidaknya edema, tingkat kesadaran dan keluhan O : Balance cairan (+)967.75
WIB DX. klien Edema pada ekstremitas
Kelebihan 2. Membatasi cairan dan memantau dan mencatat A : Masalah belum teratasi
volume cairan input dan output dan menghitung balance P : Lanjutkan intervensi
berhubungan cairan Awasi balance cairan Berikan IV lasix
dengan input

74
cairan lebih
besar dari
pada output

14 mei 2020 1. Mengkaji adanya keluhan mual dan tidak nafsu S : Pasien mengatakan tidak nafsu makan
pukul 13.00 makan pada klien O : Pasien makan habis 2 sendok
WIB DX. 2. Memberikan makan dalam porsi sesuai dengan A : Masalah belum teratasi
Gangguan diit klien P : Lanjutkan Intervensi
nutrisi kurang 3. Motivasi keluarga untuk selalu memberikan Motivasi pasien untuk menghabiskan
dari dorongan pada Tn. P untuk menghabiskan makan
kebutuhan makananya
tubuh
berhubungan
dengan intake
tidak adekuat.

15 mei 2020 1. Mengobservasi keadaan umum klien dan S : Pasien masih mengeluh masih sesak
pukul 09.00 mencatat frekuensi pernafasan O : Pasien gelisah
WIB DX. 2. Memberikan posisi semi fowler dan O2 RR: 28x/menit
Pola nafas 3liter/menit A : Masalah belum teratasi

75
tidak efektif P : Lanjutkan intervensi
berhubungan Berikan posisi yang nyaman
dengan edema Batasi cairan untuk mengurangi edema paru
paru. Colaborasi pemberian O2 3lt

15 mei 2020 1. Membatasi pemasukan cairan dan S : Pasien tangan dan kakinya masih bengkak
pukul 11.00 mengobservasi balance cairan O : Balance cairan (+)824.75
WIB DX. 2. Memberikan terapi Lasix 3x2 ampul Edema pada ekstremitas
Kelebihan A : Masalah belum teratasi
volume cairan P : Lanjutkan intervensi
berhubungan Awasi balance cairan Berikan IV lasix
dengan input
cairan lebih
besar dari
pada output
15 mei 2020 1. Mengkaji keluhan mual S : Pasien mengatakan tidak nafsu makan
pukul 13.00 2. Memberikan diit uremia 170kkal dan diit O : Pasien makan habis 3 sendok
WIB DX. protein 0.6 hd/kg BB A : Masalah belum teratasi
Gangguan P : Lanjutkan Intervensi
nutrisi kurang Motivasi pasien untuk menghabiskan

76
dari makan
kebutuhan
tubuh
berhubungan
dengan intake
tidak adekuat.
16 mei 2020 1. Mengobservasi frekuensi nafas dan keluhan S : Pasien mengeluh sesak berkurang.
pukul 09.00 klien O : Pasien gelisah
WIB DX. 2. Memberikan posisi semi fowler dan O2 RR: 28x/menit
Pola nafas 3liter/menit A : Masalah teratasi sebagian
tidak efektif P : Lanjutkan intervensi
berhubungan Berikan posisi yang nyaman
dengan edema Batasi cairan untuk mengurangi edema paru
paru. Kolaborasi pemberian O2 3lt
16 mei 2020 1. Mengkaji edema dan turgor kulit S : Tn. P mengatakan tangan dan kakinya masih
pukul 11.00 2. Mengukur balance cairan tubuh membatasi bengkak padahal sudah membatasi minumnya
WIB DX. pemasukan cairan satu hari hanya satu gelas belimbing.
Kelebihan 3. Memberikan Lasix 3x2 ampul O : Edema pada ekstremitas atas dan bawah
volume cairan CRT ekstremitas atas dan bawah < 3 detik
berhubungan Turgor kulit tidak elastic

77
dengan input Balance cairan (+)843.75
cairan lebih Ureum : 153 mg/dl
besar dari Cretinin : 9,8 mg/dl
pada output Natrium : 140 mmol/l
Kalium : 3,7 mmol/l
Clorida : 106 mmol/l
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi :
Catat adanya edema
Ukur balance cairan tiap jam Konsul untuk
program HD
16 mei 2020 1. Mengkaji keluhan klien dan menganjurkan S : Pasien masih mengeluh mual dan tidak nafsu
pukul 13.00 klien untuk menghabiskan makanannya makan
WIB DX. 2. Memberikan diit protein 0.6 hb/kg BB O : Pasien makan 2 sendok dari porsi diit yang
Gangguan diberikan
nutrisi kurang A : Masalah belum teratasi
dari P : Lanjutkan intervensi
kebutuhan Berikan diit sesuai advis dokter
tubuh Berikan diit sedikit tapi sering

78
berhubungan Konsultasi dengan ahli gizi tentang
dengan intake pemberian diit yang tepat
tidak adekuat.

79
BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Berdasarkan asuhan keperawatan yang sudah diberikan kepada klien
dengan batu saluran kemih, dapat ditarik beberapa kesempulan sebagai berikut :

1. Dari hasil pengkajian didapati bahwa penyebab dari chronic renal failure /
CKD yang dialami klien adalah kurangnya perilaku hidup sehat dan factor
seringnya minum minuman keras (alkhohol).
2. Masalah keperawatan yang muncul adalah pola nafas tidak efektif,
kelebihan volume cairan, gangguan nutrisi kurang dari krbutuhan tubuh.
3. Implementasi yang menjadi fokus utama dalam rangka prevensi
kekambuhan chronic renal failure / CKD adalah edukasi pasien terkait
peningkatan pola hidup sehat dan perubahan pola diit.
4. Peningkatan pola hidup sehat dan perubahan pola diit adalah salah satu
metoda yang terbukti melalui beragam penelitian dapat mengurangi resiko
terjadinya chronic renal failure / CKD.
5. Evaluasi keperawatan dilakukan secara kontinyu dan setelah melalui 3 hari
perawatan dengan fungsi oksigenasi sudah kembali normal.

4.2 Saran
1. Bagi Penulis
a. Meningkatkan pemberian asuhan keperawatan pada klien chronic renal
failure / CKD.
b. Dapat menciptakan/mengembangkan intervensi yang baru (inovatif)
dalam mengatasi masalah keperawatan yang ada.
2. Bagi Masyarakat
a. Meningkatkan pemahaman tentang penyebab chroric renai failure /
CKD
b. Meningkatkan kebiasaan pola hidup sehat dan jangan minum minuman
keras (alkhohol).
3. Bagi Instansi/ Rumah Sakit

80
a. Mampu memberikan asuhan keperawatan yang berkualitas bagi pasien
chronic renal failure / CKD.
b. Meningkatkan pemahaman dan berpikir kritis dalam menghadapi kasus
chronic renal failure / CKD.

81
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall. (2010). Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 11.
Jakarta : EGC

Doenges E, Marilynn, dkk. (2007). Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman


Untuk Perancanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien. Edisi 3.
Jakarta : EGC

Long, B C. (2010). Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses


Keperawatan) Jilid 3. Bandung : Yayasan Ikatan Alumni Pendidikan
Keperawatan

Price, Sylvia A dan Lorraine M Wilson. (2007). Patofisiologi Konsep Kllinis


Proses-proses Penyakit. Edisi 4. Jakarta : EGC

Smeltzer, Suzanne C dan Brenda G Bare. (2006). Buku Ajar Keperawatan


Medikal Bedah Brunner & Suddarth. Edisi 8. Jakarta :EGC

Doenges, Marilynn E. (2011). Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC

Supartondo. ( 2011 ). Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam.Jakarta : Balai Penerbit


FKUI

82

Anda mungkin juga menyukai