APENDISITIS AKUT
Disusun oleh:
dr Claudia Jasmine
Konsulen Pembimbing:
Dokter Pemdamping:
dr Amelia Santi
PEKANBARU
2021
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis haturkan kepada Tuhan YME karena atas rahmat dan
berkat-Nya laporan kasus yang berjudul “Apendisitis Akut” ini dapat diselesaikan tepat
waktu. Referat ini dibuat untuk memenuhi salah satu syarat menyelesaikan Program
Internship Dokter Indonesia, Kementrian Kesehatan Republik Indonesia, di Rumah
Sakit Umum Daerah Petala Bumi, Pekanbaru, Riau.
Pada kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada dr. Rio Alfin
Maulana, Sp.B selaku konsulen pembimbing yang telah memberikan bimbingan
selama penulisan dan penyusunan laporan kasus ini, serta dokter pendamping, dr
Amelia Santi, yang telah membimbing penulis selama mengikuti program internship ini.
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penulisan laporan kasus ini.
Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan untuk
penulisan yang lebih baik di masa yang akan datang.
Penulis
1
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL...............................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR..............................................................................................v
BAB I PENDAHULUAN......................................................................................1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................................9
2.1 Anatomi................................................................................................9
2.2 Apendisitis Akut.................................................................................12
2.2.1 Definisi ....................................................................................12
2.2.2 Epidemiologi............................................................................12
2.2.3 Etiologi ....................................................................................12
2.2.4 Patofisiologi ............................................................................12
2.2.5 Manifestasi Klinis ...................................................................12
2.2.6 Pemeriksaan Fisik ...................................................................12
2.2.7 Pemeriksaan Penunjang ..........................................................12
2.2.8 Diagnosis Banding ..................................................................12
2.2.9 Tatalaksana ..............................................................................12
2.2.10 Komplikasi ...........................................................................12
BAB III STATUS PASIEN....................................................................................3
BAB IV PEMBAHASAN ...................................................................................20
BAB V KESIMPULAN .......................................................................................20
DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................................22
2
BAB I
PENDAHULUAN
3
Diharapkan melalui laporan kasus ini, dokter umum bisa mendapatkan
pengetahuan yang lebih banyak mengenai apendisitis akut sehingga mampu
menegakkan diagnosis serta menentukan langkah selanjutnya dalam penanganan
pasien dengan apendisitis.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
5
Pada epitel ini terdapat sel-sel absorbtif, sel goblet, sel neuro endokrin dan sel Paneth.
Lapisan submucosa memisahkan mukosa dengan muskularis eksterna. Lapisan ini
tersusun longgar oleh jaringan serat kolagen dan elastin serta fibroblast. Lapisan ini
juga mengandung sel migratori seperti makrofag, sel limfoid, sel plasma dan sel mast.
Lapisan otot polos yang tebal berada diantara submucosa dan serosa. Lapisan ini
terpisah menjadi 2 bagian, yakni lapisan sirkular didalam dan longitudinal diluar.
Lapisan terluar apendiks adalah lapisan serosa. Lapisan serosa merupakan selapis sel-
sel mesotelial kuboidal, yang terdapat pada lapisan tipis jaringan fibrosa.7
Suplai arterial untuk caecum dan appendix vermiformis berasal dari:
• arteria caecalis anterior dari arteria ileocolica (dari arteria mesenterica
superior).
• arteria caecalis posterior dari arteria ileocolica (dari arteria mesenterica
superior), dan
• arteria appendicularis dari arteria ileocolica (dari arteria mesenterica
superior).7
6
Gambar 3. Proyeksi ApendiksVermiformis
7
sepanjang saluran cerna termasuk apendiks adalah IgA. Imunoglobulin ini sangat
efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan apendiks
tidak mempengaruhi sistem imun tubuh karena jaringan limfe di sini sedikit sekali
jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan di seluruh tubuh. Fungsi
appendix terkait dengan peran jaringan limfoid dalam proses imunologis (mucosa-
associated lymphoid tissue).9
8
- mucus
- parasite
- tumor
- benda asing
- hiperplasia limfoid
2.2.4 Patofisiologi
Obstruksi umumnya menyebabkan peningkatan intraluminal tekanan dan nyeri
visceral yang dirujuk ke periumbilikalis region. Dinyatakan bahwa hal ini
menyebabkan gangguan drainase vena, iskemia mukosa yang menyebabkan
translokasi bakteri, dan infeksi gangren dan infeksi intraperitoneal. Lumen distal yang
9
obstruksi mulai terisi dengan lendir dan menjadi obstruksi loop tertutup (closed loop
obstruction). Obstruksi lumen yang tertutup disebabkan oleh hambatan pada bagian
proksimalnya dan berlanjut pada peningkatan sekresi normal dari mukosa apendiks
yang distensi. Obstruksi tersebut menyebabkan mucus yang diproduksi mukosa
mengalami bendungan. Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas
dinding appendiks mempunyai keterbatasan. Hal ini menyebabkan distensi dan
peningkatan tekanan intraluminal dan intramural.13
Dengan berkembangnya kondisi ini, bakteri yang ada dalam apendiks
berkembang biak dengan cepat. Distensi dari lumen apendiks menyebabkan anoreksia
refleks, mual dan muntah, dan nyeri viseral. Sebagai tekanan lumen melebihi tekanan
vena, venula kecil dan kapiler menjadi trombosis, tetapi arteriol tetap terbuka, yang
menyebabkan pembengkakan dan kongesti appendiks. Proses inflamasi melibatkan
serosa usus buntu, karenanya parietal peritoneum di wilayah tersebut, yang
menyebabkan nyeri klasik kanan bawah kuadran (RLQ). Setelah arteriol kecil
mengalami trombosis, area di perbatasan antimesenterik menjadi iskemik, infark dan
perforasi terjadi. Bakteri translokasi melalui dinding yang mengalami iskemia, dan
terbentuk nanah di dalam dan sekitar appendiks. Perforasi biasanya terlihat di luar
batas obstruksi.13
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding. Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah. Keadaan ini disebut dengan apendisitis
supuratif akut.6 Bila kemudian arteri terganggu akan terjadi infark dinding apendiks
yang diikuti dengan gangrene. Stadium ini disebut dengan apendisitis gangrenosa.
Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis perforasi.10
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan
akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa local yang disebut infiltrate
apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau menghilang.
Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang dimulai
dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu 24 - 48 jam
pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi proses radang
dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau adneksa sehingga
terbentuk massa periapendikular. Didalamnya dapat terjadi nekrosis jaringan berupa
abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak terbentuk abses, apendisitis akan
10
sembuh dan massa periapendikular akan menjadi tenang untuk selanjutnya akan
mengurai diri secara lambat.10
11
perforasi. Penonjolan perut kanan bawah bisa dilihat pada massa atau abses
periapendikular.1
Sebagian besar pasien hanya berbaring karena peritonitis parietal, pasien
umumnya teraba hangat, demam ringan dan nyeri tekan lokal. Titik Mcburney yaitu
pada sepertiga jarak antara SIAS ke umbilicus merupakan titik utama nyeri tekan pada
pasien dengan anatomi appendiks yang normal. Beberapa gejala fisik yang dapat
membantu membedakan lokasi appendiks: Rovsing’s sign, nyeri pada RLQ setelah
dilakukan penekanan pada LLQ.3
Pada palpasi didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa
disertai nyeri lepas. Pada periapendikular infiltrat biasanya teraba massa pada RLQ.
Defans muskuler menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. Nyeri tekan
perut kanan bawah ini merupakan kunci diagnosis. Pada penekanan perut kiri bawah
akan dirasakan nyeri di perut kanan bawah yang disebut tanda Rovsing. Pada
apendisitis retrosekal atau retroileal diperlukan palpasi dalam untuk menentukan
adanya rasa nyeri. Tanda Psoas atau tanda Obraztsova atau tes psoas Cope memiliki
sensitivitas yang sangat rendah (16%) tetapi spesifisitas yang baik (96%) dan dapat
ditemukan pada apendiks retrocecal dan panggul. Diperiksa dengan pasien dalam
posisi terlentang, meminta pasien untuk mengangkat paha kanan terhadap pemeriksa
ditempatkan tepat di atas lutut. Atau, dengan pasien di posisi dekubitus lateral kiri,
pemeriksa meregangkan kaki kanan pasien di pinggul. Peningkatan rasa sakit dengan
keduanya manuver merupakan tanda positif.7 Tanda obturator mirip dengan tanda
psoas. Ini ditimbulkan dengan secara pasif fleksi pinggul kanan dan lutut dan putar
kaki secara internal di pinggul, regangkan otot obturator. sakit perut adalah tanda
positif, menunjukkan iritasi pada otot obturator.14
12
Ultrasonografi digunakan untuk mengidentifikasi diameter anteroposterior
appendiks. Apendiks dengan diameter <5 mm umumnya menyingkirkan perkiraan
apendisitis. Fitur pada USG yang menunjukkan appendisitis yaitu diameter lebih
besar dari 6 mm, sakit dengan penekanan, adanya appendicolith, peningkatan
echogenisitas lemak, dan cairan periappendiceal. Ultrasonografi lebih murah dan
lebih banyak tersedia daripada CT scan, dan tidak memaparkan pasien dengan
ionizing radiation, tetapi tergantung pada operator dari USG tersebut dan memiliki
utilitas atau kegunaan yang terbatas pada pasien obesitas. Selain itu, kompresi
biasanya akan menimbulkan nyeri pada pasien dengan perionitis.3
2.2.9 Tatalaksana
13
parenteral dan bowel rest jika merespons manajemen konservatif. Apendiks kemudian
dapat lebih aman diangkat 6-12 minggu kemudian ketika peradangan berkurang.
Apabila nyeri terlokalisir pada RLQ dan tidak ada tanda-tanda peritonitis generalis
maka pasien ditatalaksana dengan antibiotik spektrum luas dan dilihat perkembangan
klinisnya, jika tidak ada perbaikan maka diindikasikan untuk operasi. 4 Interval
appendectomy dapat dilakukan pada 6-8 minggu setelah fase inflammatory.1
Insisi sepanjang 2-3 inci dibuat pada kulit dan lapisan dinding perut diatas area
apendiks yaitu pada kuadran kanan bawah abdomen. Setelah insisi dibuat ahli bedah
akan melihat daerah sekitar apendiks, apakah ada masalah lain selain apendisitis, jika
tidak ada, apendiks akan diangkat. Pengangkatan apendiks dilakukan dengan
melepaskan apendiks dari perlekatannya dengan mesenterium abdomen dan kolon,
menggunting apendiks dari kolon, dan menjahit lubang pada kolon tempat apendiks
sebelumnya. Jika ada abses, pus akan didrainase. Insisi tersebut lalu dijahit dan
ditutup.10
Jika apendiks tidak ruptur, pasien dapat pulang dalam 1-2 hari, jika terdapat
perforasi, ia dapat tinggal selama 4-7 hari, terutama jika terjadi peritonitis. Antibiotik
intravena dapat diberikan untuk mengobati infeksi dan membantu penyembuhan
abses. Jika saat pembedahan, dokter menemukan apendiks yang terlihat normal, dan
tidak ada penyebab lain dari masalah pasien, lebih baik mengangkat apendiks yang
terlihat normal tersebut daripada melewatkan apendisitis yang awal atau kasus
apendisitis yang ringan.10
14
2.2.10 Komplikasi
Komplikasi yang paling membahayakan adalah perforasi, baik berupa
perforasi bebas maupun perforasi pada apendiks yang telah mengalami pendindingan
sehingga berupa massa yang terdiri atas kumpulan apendiks, sekum, lekuk usus halus.
Pada Periapendikular Infiltrat dengan pembentukan dinding yang belum sempurna,
dapat terjadi penyebaran pus ke seluruh rongga peritoneum jika perforasi diikuti oleh
peritonitis purulenta generalisata. Oleh karena itu, massa periapendikuler yang masih
bebas (mobile) sebaiknya segera dioperasi untuk mencegah penyulit tersebut.
Peritonitis merupakan infeksi yang berbahaya karena bakteri masuk kerongga
abdomen, dapat menyebabkan kegagalan organ dan kematian. 10
15
BAB III
LAPORAN KASUS
16
a. Riwayat Pengobatan
+ 10 jam SMRS pasien berobat ke IGD RSUD Petala Bumi dengan
keluhan yang sama dan diberikan obat paracetamol 3x500mg, injeksi
omeprazole 1 amp dan injeksi ondansetron 1 amp. Keluhan nyeri sedikit
berkurang, pasien belum mau dirawat dan meminta rawat jalan.
a. Riwayat Penyakit Dahulu
Kepala : normosefali
Mata : konjungtiva anemis (-/-) sklera ikterik (-/-)
Hidung : deviasi septum (-) sekret (-) epistaksis (-)
Mulut : bibir pucat (-) bibir kering (-) oral ulcer (-)
Leher : JVP tidak meningkat, pembesaran KGB (-)
Thorax
17
Pulmo : I : simetris, retraksi (-)
P : stem fremitus kiri = kanan
P : sonor
A : vesikuler (+/+) wheezing (-/-) ronkhi (-/-)
Cor : ictus cordis tidak terlihat dan tidak teraba, BJ I&II regular normal
Abdomen : I : datar
P: lemas, nyeri tekan perut kanan bawah (+) Psoas sign (+) Mc
burney (+) Obturator sign (+) Rovsing sign (-)
Ekstremitas : akral hangat, sianosis (-) CRT < 2 detik
3.4 Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium (26/08/2021)
ITEM PEMERIKSAAN HASIL NILAI NORMAL SATUAN
Hematologi lengkap
Jumlah sel darah
Hb 13,9 12-14 g/dl
Hematokrit 41 37-43 %
Leukosit 14.460 4000-11000 /mm
Trombosit 312.000 150-400 ribu /mm
Eritrosit 4,50 4,5-5,5 juta /mm
Index
MCV 91 82-92 fl
MCH 30 28-32 pg
MCHC 33 32-36 %
Diff count
Basofil 0 0-1 %
Eosinophil 2 1-3 %
Neotrofil 74 50-70 %
Limfosit 17 20-40 %
Monosit 7 2-8 %
18
Elektrolit
Natrium 141 135-148 mmol/L
Kalium 3,7 3,5-5,0 mmol/L
Klorida 106 98-107 mmol/L
Urinalisa
Parameter Hasil Nilai normal Satuan
Warna Kuning keruh Kuning jernih
Berat jenis 1.030 1.003-1.030
pH 5 4,5-8,0
Protein Negatif Negatif
Reduksi Negatif Negatif
Bilirubin Negatif Negatif
Urobilinogen Normal Normal
Nitrit Positif Negatif
Keton Negatif Negatif
Sedimen
Eritrosit 1-2 0-1 /lpb
Leukosit 10-15 0-5 /lpb
Bakteri Positif Negatif
Silinder Negatif Negatif
Foto thorax
Kesan : Tidak tampak pneumonia, Jantung normal
3.5 Resume
3.6 Diagnosis
Appendisitis Akut
3.7 Diagnosis Banding
• Appendisitis Akut
• Caecal Karsinoma
3.8 Tatalaksana
19
- Edukasi terhadap pasien bahwa tatalaksana appendisitis akut adalah dengan tindakan
operatif
- Edukasi terapi farmakologis hanya bersifat simptomatik
20
FOLLOW UP
27 Agustus 2021 28 Agustus 2021
S Nyeri perut kanan bawah (+) mual (+) Nyeri perut kanan bawah (+)
O Kesadaran : Compos mentis Kesadaran : Compos mentis
GCS E4V5M6 GCS E4V5M6
TD: 120/70 mmHg TD: 111/70 mmHg
N: 79x/menit N: 92x/menit
RR: 20x/menit RR: 20x/menit
T: 36,7 C T: 36,5 C
Status lokalis regio abdomen: Status lokalis regio abdomen:
Inspeksi : datar Inspeksi : datar
Auskultasi : BU (+) Auskultasi : BU (+)
Palpasi : lemas, nyeri tekan perut kanan Palpasi : lemas, nyeri tekan perut kanan
bawah (+) mc burney (+) psoas sign (+) bawah (+) mc burney (+) psoas sign (+)
obturator sign (+) obturator sign (+)
Perkusi : timpani Perkusi : timpani
A Appendisitis akut Appendisitis akut
P - IVFD RL 20 tpm - IVFD RL 20 tpm
- Antibiotik broad spectrum - Antibiotik broad spectrum
- Injeksi antinyeri
21
T: 36,7 C T: 36,7 C
Status lokalis regio abdomen: Status lokalis regio abdomen:
Inspeksi : tampak luka bekas operasi Inspeksi : tampak luka bekas operasi
dilapisi perban (+) perdarahan aktif (-) dilapisi perban (+) perdarahan aktif (-)
A Post appendektomi Post appendektomi
P - IVFD RL 20tpm - IVFD RL 20tpm
- Inj Ceftriaxon 2x1 gr - Inj Ceftriaxon 2x1 gr
- Infus metronidazole 3x500mg - Infus metronidazole 3x500mg
- Inj ketorolac 2x1 amp - Inj ketorolac 2x1 amp
- Inj metoclopramide 3x1 amp - Inj metoclopramide 3x1 amp
- Laxadin 2x1
31 Agustus 2021
S Nyeri diluka bekas operasi (+)
berkurang
O Kesadaran : Compos mentis
GCS E4V5M6
TD: 120/70 mmHg
N: 79x/menit
RR: 20x/menit
T: 36,7 C
Status lokalis regio abdomen:
Inspeksi : tampak luka bekas operasi
dilapisi perban (+) perdarahan aktif (-)
A Post appendektomi
P - Pasien boleh pulang
- Ceftriaxone 2x500mg
- Asam mefenamat 3x500mg
- Lansoprazol 1x30mg
22
BAB IV
PEMBAHASAN
23
tekan (+), hal ini sesuai dengan kriteria Mantrel yaitu rebound pain. Saat dilakukan palpasi
pada perut kiri bawah, pasien tidak mengeluh nyeri terasa pada perut kanan bawah, yang
menunjukkan Rovsing sign (-). Saat dilakukan fleksi panggul kemudian dilakukan rotasi
internal pada panggul, pasien mengeluh nyeri sehingga obturator sign (+). Pada posisi
miring ke kiri saat dilakukan ekstensi panggul kanan, pasien merasa nyeri yang menunjukkan
psoas sign (+).
Pemeriksaan penunjang: Hasil laboratorium menunjukkan leukositosis dengan
leukosit 14.460/mm dan differential count PMN shift to the left (neutrophil 74%). Hal ini
sesuai dengan teori yaitu pasien appendisitis biasanya dengan leukositosis (>10.000 sel/mm 3)
dan shift to the left pada pemeriksaan leukosit PMN ditemukan pada 95% kasus appendisitis
akut. Penunjang lain seperti USG dengan gambaran sausage sign tidak dilakukan pada kasus
ini.
Berdasarkan hasil perhitungan Mantrels score didapatkan hasil 9 sehingga pasien
memenuhi kriteria diagnosis Appendisitis. Tatalaksana pada pasien ini adalah dengan
pemberian antinyeri, seperti injeksi ketorolac maupun paracetamol dan antibiotik untuk
mengatasi infeksi berupa injeksi ceftriaxone. Sementara untuk terapi definitive pada pasien
ini dilakukan Tindakan appendektomi.
24
BAB V
PENUTUP
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Sjamsuhidayat, R Wim de Jong. 2010. Buku Ajar Ilmu Bedah Edisi 3. ECG: Jakarta.
Indonesia. Hal 688
2. Braunwald E. Heart Failure and Cor Pulmonale. In: Kasper DL, Braunwald E,Fauci
AS, Hauser SL, Longo DL, Jameson JL, Editors. 2015.Harrison’s Principle of Internal
Medicine. 19th Edition. New York: McGraw Hill;
3. Schwartz, Spencer, S., Fisher, D.G., 2019. Principles of Surgery eleventh edition. Mc-
Graw Hilla Division of The McGraw-Hill Companies. Enigma an Enigma Electronic
Publication.
4. Thomas, Gloria A.,et. Al. Angka kejadian apendisitis di RSUP Prof. Dr. R. D.
Kandou Manado periode Oktober 2012 – September 2015. Jurnal e-Clinic (eCl),
Volume 4, Nomor 1, Januari-Juni 2016.
5. Omari, dkk. 2013. Risk Factor for Perforation. World Journal od Emergency Surgery
9(6)
6. Papandria, dkk. 2013. Risk of Perforation Increase with Delay in Recognition and
Surgery for Acute Appendicitis. HHS Public. 184(2), 723-729
7. Schwartz, Spencer, S., Fisher, D.G., 2019. Principles of Surgery eleventh edition. Mc-
Graw Hilla Division of The McGraw-Hill Companies. Enigma an Enigma Electronic
Publication.
8. Paulsen F. & J. Waschke. 2013. Sobotta Atlas Anatomi Manusia : Anatomi Umum
dan Muskuloskeletal. Penerjemah : Brahm U. Penerbit. Jakarta : EGC
9. Sjamsuhidajat, R., Jong, W.D., editor., “Usus Halus, Apendiks, Kolon, Dan
Anorektum”, dalam Buku Ajar Ilmu Bedah, Edisi 2. EGC, Jakarta, 2005,hlm.639-646.
10. Mansjoer,A., dkk. 2000. Kapita Selekta Kedokteran Edisi Ketiga Jilid Kedua.
Penerbit MediaAesculapius Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta.
11. Robbins. 2007. Buku Ajar Patologi. EGC. Jakarta. Indonesia. Hal.660-661
26
12. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2008. Profil Kesehatan Indonesia 2007.
Indonesia: Depkes Republik Indonesia.
13. Schwartz, Spencer, S., Fisher, D.G., 2019. Principles of Surgery eleventh edition. Mc-
Graw Hilla Division of The McGraw-Hill Companies. Enigma an Enigma Electronic
Publication.
14. Alvarado, Alfredo.2018. Clinical approach in the diagnosis of acute appendisitis.
27