Anda di halaman 1dari 23

Laporan Kasus

MANAJEMEN ANESTESI PADA PASIEN


NEOPLASMA OVARIUM KISTIK

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
pada Bagian/SMF Anestesiologi dan Terapi Intensif RSUDZA/FK Unsyiah
Banda Aceh

Oleh:
Mifta Amaliawanda
1907101030012

Pembimbing:
dr. Eka Adhiany, Sp.An

BAGIAN/ SMF ANESTESIOLOGI DAN TERAPI INTENSIF


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
RSUD Dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2021
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah, segala puji hanya bagi Allah S.W.T karena berkat rahmat
dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan laporan kasus ini dengan judul
“Anestesi pada Neoplasma Ovarium Kistik” Shalawat dan salam kepada
Rasulullah Muhammad S.A.W yang telah membimbing manusia ke zaman
beradab yang penuh dengan ilmu pengetahuan. Laporan kasus ini disusun sebagai
salah satu tugas menjalani kepaniteraan klinik senior pada Bagian / SMF Ilmu
Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Unsyiah / RSUD dr. Zainoel Abidin Banda
Aceh.
Laporan kasus ini dapat diselesaikan berkat bantuan dari berbagai pihak, un-
tuk itu dengan sepenuh hati penulis ingin menyampaikan terima kasih kepada dr.
Eka Adhiany, Sp.An yang dengan penuh kesabaran telah meluangkan waktunya
untuk memberikan bimbingan dan pengarahan yang berharga kepada penulis
dalam menyelesaikan laporan kasus ini. Penulis juga mengucapkan terima kasih
kepada keluarga, teman-teman, dan seluruh pihak yang telah memberikan bantuan
dan sa- ran yang membangun dalam menyelesaikan laporan kasus ini.
Penulis menyadari bahwa laporan kasus ini masih terdapat kekurangan,
untuk itu penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang positif dari berbagai
pihak agar laporan kasus ini menjadi lebih baik nantinya. Harapan penulis semoga
laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan
khususnya pada profesi kedokteran.

Banda Aceh, 31 Januari 2021

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................2
PENDAHULUAN...................................................................................................4
BAB III TINJAUAN PUSTAKA............................................................................6
2.1. Neoplasma Ovarium..................................................................................6
2.2. Manajemen Anestesi.................................................................................7
BAB III LAPORAN KASUS................................................................................10
3.1. Identitas Pasien........................................................................................10
3.2. Identitas Keluarga....................................................................................10
3.3. Anamnesis...............................................................................................10
3.4. Pemeriksaan Fisik....................................................................................11
3.5. Pemeriksaan Penunjang...........................................................................12
3.6. Diagnosis.................................................................................................15
3.7. Manajemen Anestesi...............................................................................15
BAB IV ANALISA MASALAH...........................................................................19
BAB V KESIMPULAN.........................................................................................23

3
BAB I

PENDAHULUAN

Salah satu tumor jinak yang sering ditemukan pada wanita dengan usia reproduksi
adalah kista ovarium. Kista ovarium merupakan suatu benjolan pada ovarium
yang bisa menyebabkan abdomen bagian bawah membesar. Kista ovarium dapat
bersifat fisiologis dan patologis. Kista ovarium yang fisiologis terdiri atas kista
folikuler dan kista luteal. Sedangkan kista ovarium yang patologis terdiri atas
kista ovarium jinak dan ganas. Pada wanita muda lebih sering terjadi kista
fisiologis dan kista ovarium jinak. Kista ovarium ganas lebih sering terjadi pada
usia tua pascameno- pause.1,2

Prevalensi dari kista ovarium belum diketahui secara pasti karena kurangnya pen-
catatan kasus kista ovarium. Di dunia tercatat sekitar 10% wanita melakukan pem-
bedahan karena memiliki massa ovarium. Insidensi paling tinggi terdapat di Skan-
dinavia dengan kasus 15,3 per 100.000 populasi. Di Amerika Serikat terdapat
18% wanita dengan kista ovarium atau 12,5 kasus per 100.000 populasi. Sebagian
besasr merupakan kista fungsional dan bersifat jinak. Kista ovarium ini dapat
berkembang menjadi ganas dengan rasio 1:1000 dan akan meningkat menjadi
3:1000 pada usia diatas 50 tahun. Dari 22.000 wanita di Amerika, sebanyak
16.000 mengalami ke- matian karena karsinoma ovarium. Di Indonesia sendiri
belum ada data yang pasti mengenai insidensi kista ovarium.3

Berdasarkan penelitian, setengah dari 27 kasus kista ovarium pada wanita


hamil ditemui pada saat sectio cesarea. Penelitian lain melaporkan dari 130 kasus
wanita hamil yang didiagnosis dengan massa adneksa sebanyak 30% adalah tera-
toma kistik, 28% kistaadenoma serosa atau musinosa, 13% kista korpus luteum,
7% lainnya adalah kista jinak. Angka kematian kista ovarium tinggi karena pada
awal- nya bersifat asimptomatik dan biasanya terdeteksi jika sudah terjadi
metastasis se- hingga penyakit ini sering juga disebut silent killer.4

Dalam anestesiologi, distensi pada abdomen baik akibat adanya massa,


cairan ataupun gas intraabdomen dapat menjadi suatu penyulit. Massa pada
abdomen

4
dapat menyebabkan penekanan pada diafragma sehingga paru akan sulit
mengembang dengan sempurna, dan dapat menyebabkan supine hypotension atau
aorto-caval compresion yaitu terjadi akibat penekanan pada vena cava dan aorta
abdominalis oleh masa intraabdomen yang besar. Sehingga induksi perlu
dilakukan dengan sangat hati-hati dengan terus memperhatikan resiko terjadinya
penurunan cardiac output dan hilangnya nadi secara mendadak

5
BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Neoplasma Ovarium

Tumor ovarium adalah neoplasma yang berasal dari jaringan ovarium.


Tumo r ovarium berdasarkan konsistensinya bisa bersifat solid atau kistik. Tumor
ovariu m berdasarkan histopatologinya bisa bersifat jinak atau ganas.2 Sembilan
puluh per sen tumor ovarium adalah jinak, walaupun hal ini bervariasi dengan
umur. Keban yakan tumor ovarium jinak bersifat kistik. Tumor ovarium terbagi
atas tiga kelomp ok berdasarkan struktur anatomi dari mana tumor itu berasal
yaitu tumor epitel ova rium, tumor germ sel, tumor sex cordstromal. Kanker
ovarium ganas terdiri dari 9 0 – 95 % kanker epitel ovarium, dan selebihnya 5 –
10 % terdiri dari tumor germ s el dan tumor sex cord-stroma.2
Etiologi neoplasma ovarium sampai saat ini masih belum diketahui secara
pa sti, akan tetapi beberapa penelitian telah melaporkan bahwa terdapat hubungan
ant ara kejadian neoplasma ovarium dengan faktor perilaku, hormonal, pola
makan, pa paran kerja, dan juga genetik.1
Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunj
ang. Adanya perut yang membesar merupakan keluhan utama pada pasien dengan
neoplasma ovarium. NOK dapat pula asimptomatik apabila massa kistik
berukuran kecil. Selain itu pasien terkadang dapat mengeluhkan sesak nafas akibat
adanya de sakan massa ke atas. Pada pemeriksaan fisik abdomen didapatkan
massa terfiksir s ehingga diafragma tertekan yang menyebabkan kompensasi
pernapasan menjadi le bih berat. Pemeriksaan USG tampak massa kistik dengan
bagian padat di dalamny
a. USG abdomen dapat membantu untuk menegakkan diagnosis sementara, selain
dibantu dengan pemeriksaan foto thoraks sebagai persiapan operasi dan untuk
men yakinkan tidak adanya kondisi efusi pleura. Diagnosis pasti ditegakkan
setelah tum or diangkat dengan melakukan pemeriksaan histopatologi dari sampel
untuk menil ai apakah merupakan neoplasma jinak atau ganas. 2
Penatalaksanaan untuk kasus dengan Neoplasma Ovarium, beberapa peneliti
pernah melaporkan penggunaan tenik laparoskopi.6,7 Beberapa kasus lainnya dikel

6
ola dengan Teknik laparotomi.8,9 Hal terpenting adalah observasi perdarahan dan c
epat dilakukan resusitasi cairan apabila terjadi perubahan hemodinamik pasien
pad a durante operasi.8

2.2. Manajemen Anestesi


Pelayanan anestesi peri-operatif merupakan pelayanan anestesi yang
mengev aluasi, memantau dan mengelola pasien pra, intra dan pasca anestesi serta
terapi in tensif dan pengelolaan nyeri berdasarkan keilmuan yang multidisiplin.
A) Pre Anestesi : Semua pasien yang akan dijadwalkan menjalani Tindakan
pembe dahan harus dilakukan persiapan dan pengelolaan perioperatif secara
optimal oleh dokter anestesi. Kunjungan pre anestesi pada tindakan bedah efektif
dilakukan satu hari sebelum operasi, dan pada operasi darurat dilakukan pada saat
pra induksi di r uang penerimaan pasien. Tujuan yang ingin dicapai dengan
dilakukannya pengelol aan pre anestesi termasuk di dalamnya adalah sebagai
berikut:
a) Mengkonfirmasikan pada pasien : tindakan bedah dan tindakan
anestes i yang akan dilakukan, risiko yang mungkin terjadi dan
alternative tind akan anestesi lain jika ada penyulit
b) Mengkonsultasikan dengan dokter spesialis lain untuk
mengantisipasi adanya penyulit sistemik yang ada pada pasien.
c) Dapat melakukan antisipasi masalah yang mungkin terjadi dan
memastikan bahwa fasilitas dan tenaga yang tersedia cukup
terlatih untuk melakukan perawatan peri-operatif.
d) Memastikan bahwa penderita dipesiapkan dengan tepat untuk tindakan
anestesi dan pembedahan dengan mempertimbangkan faktor penyulit
y ang mungkin ada.
e) Mendapatkan informasi yang tentang keadaan pasien sehingga dapat
m erencanakan tehnik anestesi yang tepat.
f) Melakukan premedikasi dan menyediakan obat-obatan profiaksis yang
mungkin diperlukan
g) Langkah Pre Anestesi
- Anamnesis
1) Identifikasi pasien yang terdiri atas nama, umur, alamat,

7
pekerjaan, agama dan lain-lain.
2) Keluhan saat ini dan tindakan operasi yang akan dihadapi.
3) Riwayat penyakit pasien yang sedang atau pernah diderita yang d
apat menjadi penyulit tindakan anestesi, seperti alergi, DM, p
nya kit paru kronis, penyakit jantung, hipertensi, penyakit ginjal,
pen yakit hati.
4) Riwayat obat-obatan yang meliputi alergi obat, intoleransi obat d
an obat yang sedang digunakan yang dapat menimbulkan
interaks i dengan obat-obat anestesi, seperti kortikosteroid, obat
antihipert ensi, antidiabetik, antibiotic, golongan aminoglikosida,
digitalis, d iuretika dan lain-lain.
5) Riwayat anestesi / operasi sebelumnya: kapan, jenis operasi,
apak ah ada kompikasi anestesi.
6) Riwayat kebiasaan sehari-hari yang dapat mempengaruhi tindaka
n anestesi seperti merokok, kebiasaan minum alcohol, obat penen
ang, narkotika, dan muntah.
7) Riwayat keluarga yang menderita kelainan seperti riwayat
adanya keluarga yang mengalami hyperthermia maligna saat
operasi.
8) Riwayat kelainan sistem organ.

Pemeriksaan Fisik
1) Tinggi dan berat badan untuk menentukan dosis obat yang akan
d igunakan, terapi cairan yang akan digunakan.
2) Pemeriksaan vital sign : tensi, nadi, repiratory rate, dan suhu.
3) Jalan nafas Daerah kepala dan leher diperiksa untuk mengetahui
adanya kemungkinan kesulitan ventilasi dan kelusutan intubasi
4) Jantung, pemeriksaan EKG, echocardiografi bila perlu.
5) Paru-paru dilakukan foto thorak atau pemeriksaan paru lainnya
se suai indikasi.
6) Abdomen : apakah ada distensi, masaa, adakah kemungkinan resi
ko regurgitasi.
7) Ekstremitas terutama untuk melihat perfusi distal.

8
8) Neurologis kesadaran fungsi saraf cranial
h) Prosedur Anestesi
i) Pasca Anestesi
Setiap pasien pasca tindakan anestesi harus dipindahkan ke ruang pulih (Ruang re
covery) atau ekuivalennya dan dilakukan pemantauan dan monitoring setiap 15 m
enit sampai memenuhi kriteria pemulangan pasien. Apabila dengan general aneste
si (GA) dilakukan penilaian dengan alderete score. Apabila pasien dilakukan regi
onal anestesi (RA) dilakukan penilaian dengan bromage scale.

9
10

BAB III

LAPORAN KASUS

3.1. Identitas Pasien

Nama : Astika Cibro


No CM : 1-26-34-70
Tanggal lahir/umur : 1 Agustus 1985
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Seuneudok, Aceh Barat
Agama : Islam
Tanggal masuk : 27 Januari 2021
Tanggal pemeriksaan : 31 Januari 2021

3.2. Identitas Keluarga

Nama : Rusman Berutu


Status : Suami Pasien
Alamat : Seuneudok, Aceh Barat
3.3. Anamnesis

Keluhan Utama : nyeri perut di bawah pusat


Keluhan Tambahan :-
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien P2A1, datang ke poli obstetri dan ginekologi RSUDZA dengan
keluhan nyeri pada perut bawah sejak 4 bulan yang lalu. Nyeri memberat saat
pasien beraktivitas. Keluhan disertai rasa panas pada dada dan sesak ,yang
dirasakan 4 bulan yang lalu. Nyeri berkurang dengan pemberian obat. Pasien
mengatakan 2 bulan terakhir haid tidak teratur. Tidak ada keluhan nyeri perut saat
haid. Tidak ada keluhan demam, batuk, dan benjolan pada leher. BAB dan BAK
normal. menarche usia 13 tahun. Pasien menikah saat usia 25 tahun. Riwayat
operasi sectio cesaria sebanyak 2 kali. Riwayat menggunakan KB implan. Pasien
mengatakan 2 minggu lalu dirawat di RS Meulaboh dengan diagnosis dispepsia.
Riwayat Penyakit Dahulu : Tidak ada

Riwayat Penyakit Keluarga : Riwayat penyakit keluarga disangkal.


Riwayat Pemakaian Obat : obat lambung, namun pasien lupa nama
oba tnya.
3.4. Pemeriksaan Fisik

2.4.1. Vital Sign

Keadaan Umum : Baik


Kesadaran : Compos mentis
Nadi : 89x/menit
Frekuensi Napas : 18x/menit
Suhu : afebris
SpO2 : 98%

Status Generalis
Kesadaran : GCS 15 (E4M6V5)
Mata : Konjungtiva palpebra inferior pucat (+/+),
sclera ikterik (-/-), palpebra edema (-), RCL dan
RCTL (+/+), pupil isokor (+/+)
Telinga : Normotia, sekret (-/-)
Hidung : Tidak ada napas cuping hidung
Mulut : Tidak sianosis, airway bebas, skor malampati I,
gigi palsu (-)
Paru : Simetris, tidak ada retraksi, suara napas vesikul
er, tidak ada rhonki dan wheezing.
Cor : BJ I > BJ II reguler, bising (-)
Abdomen : distensi (+), peristaltik (+), teraba massa di 3 jar
i di atas simpisis pubis, konsistensi lunak, nyeri t
ekan +
Extremitas : Tidak sianosis, Akral hangat, Capillary refill ti
me <2 detik, edema pretibial (-)
Tulang belakang : dalam batas normal
3.5. Pemeriksaan Penunjang

19/01/2021 28/01/2021 Nilai rujukan satuan


Hematologi
Hemoglobin 9,4 11,4 12 – 15 gr/dl
Hematokrit 30 36 37 – 47 %
Eritrosit 4,3 4,9 4,2 – 5,4 10 /mm3
6

Leukosit 10,6 7,1 4,5 – 10,5 103/mm3


Trombosit 1002 425 150 – 450 103/mm3
MCV 70 73 80 – 100 fL
MCH 22 23 27 – 31 pg
MCHC 31 32 32 – 35 %
RDW 16,0 16,4 11,5 – 14,5 %
MPV 7,8 8,7 7,2 – 11,1 fL
Eusinofil 70 4 0–6 %
Basofil 22 0 0–2 %
Neutrofil Batang 0 0 2–6 %
Neutrofil Segmen 75 68 50 – 70 %
Limfosit 17 21 20 – 40 %
Monosit 6 7 2–8 %
LED 130 - <20
Faal hemostasis
PT 14,5 - 11,5-15,5 Detik
APTT 34,5 - 26 – 37 Detik
Penanda tumor
CEA 1,48 - 0–5 ng/ml
CA 125 95,8 - <35 U/ml
B-Hcg darah <2 - <5 mIU/ml
Kimia Klinik
Ureum 8 - 13 – 43 mg/dl
Kreatinin 0,7 - 0,67 – 1,17 mg/dl
Hati & Empedu
SGOT/AST 16 - <31 u/l
SGPT/ALT 18 - <34 u/l
Albumin 3,52 - 3,5 – 5,2 g/dl
Elektrolit
Na 144 - 132 – 146 mmol/L
K 3,8 - 3,7 – 5,4 mmol/L
Cl 106 - 96 – 106 mmol/L
Foto Thorax(25/01/2021)

Expertise : jantung kesan tidak membesar, aorta da mediastinum superrior tidak m


elebar, trakea di tengah, hilus tidak melebar, tampak kesuraman di basal paru kana
n, kedua hemidiafragma licin, sinus costofrenikus kiri suram. Jaringan lunak dindi
ng dada terlihat baik.
Kesimpulan : jantung normal, pneumonia dengan fibrosis paru.

CT-Scan Abdomen(22/01/2021)
Expertise :
CT-Scan Pelvis : tampak massa kistik dengan komponen solid disekitarnya, berb
atas tegas, tetapi sebagian ireguler, ukuran 6,1x9,2x4,6 cm di cavum pelvis. Tamp
ak abnormal contrast enhacement pada komponen solidnya. Tampak multiple lym
phnode di paraaorta berukuran 1 cm.

CT-Scan Abdomen : hepar, gallbladder, lien, pancreas, dan ginjal kiri kanan, buli
dan uterus normal. tak tampak ada densitas cairan cairan bebas extraluminal di
cav um abdomen , dan tak tampak proses osteolitik maupun osteoblastik.
Kesan : ovarial mass dengan komponen solid kistik di cavum pelvis, tak tampak
as ites, efusi pleura bilateral.
USG Abdomen (19 Januari 2021)

3.6. Diagnosis

Neoplasma Ovarium Kistik suspek keganasan

Diagnosis Anestesi :
- ASA I
- Distensi abdomen, LP 56 cm, venektasi (-), sesak napas (-), RR 18x/i,Sp
O2 98%.
- Gizi kurang menurut BB/TB
- Leukositosis

3.7. Manajemen Anestesi

Preoperatif

Diagnosis Pra-bedah : NOK suspect malignancy


Klasifikasi Status Fisik : ASA I
Rencana tindakan pembedahan : Debulking
tumor Rencana tindakan anestesi : General
Anestesi Perawatan pasca operasi : bangsal
Persiapan pra anestesi : puasa makan sejak pukul : 02.00 WIB, pua
sa minum : 06.00 WIB
Rencana operasi pukul : 08.00 WIB

Pelaksanaan Anestesi

Persiapan
• Dilakukan assesmen pra anestesia kepada pasien
• Dilakukan pemeriksaan kembali identitas pasien, persetujuan operasi, lem
baran konsultasi anestesi, obat-obatan dan alat-alat yang diperlukan
• Mengganti pakaian pasien dengan pakaian operasi
• Pasien dibaringkan di meja operasi dengan posisi terlentang
• Jalur intravena dipasang pada manus dextra dengan ukuran 18G
• Manset tekanan darah terpasang di brakhialis dekstra, pulse oxymetri terpa
sang di digiti II manus dektra, elektroda EKG terpasang

Penilaian pra-anestesi

Jam : 09.00 WIB

Kesadaran : Compos mentis

Airway : clear, mallampati 1

Breathing : RR 20 kali, Sp02 98% RA, Ves (+/+), rh (-/-), wh (-/-)

Circulation : TD 128/88 mmHg, HR 87 kali/menit, BJ 1 > BJ 2, murmu

r (-)

Suhu : 36,8°C

EKG : sinus ritme


Preoksigenasi selama 3 menit dengan O2 100%
Premedikasi : Fentanyl 150mg, Ondancetron, Dexametason
Induksi
 Induksi dilakukan dengan pemberian Propofol 100 mg IV dan Pancuroriu
m IV
 Inhalasi Sevoflurane 2 %
 Pasien diberikan tatalaksana jalan nafas dengan pemasangan EET ukuran
6,5 sedalam 21 cm
 Intubasi dilakukan per oral setelah pasien tertidur
 Ventilasi dengan menggunakan Ventilator
TV : 380 ml
RR : 12x/menit
PEEP : 5
 Obat-obatan :
Ondancetron dan Dexametasone
O2 / Air : 1 / 1,5
Gas : Sevofluoren 2%
 Cairan :
Perhitungan kebutuhan cairan pasien selama operasi :
Berat badan : 60kg
Lama puasa : 7 jam
Jenis operasi : 6
Lama operasi : 155 jam (2,5 jam)
Maintenance : 4x10 + 2x10 + 1x40 = 100cc/jam
Puasa : lama puasa x cairan maintenance = 7x100cc = 700cc
Operasi : 6x60kg = 360cc

1 jam pertama : ½ P + M + O = 350 + 100 + 360 = 810cc


1 jam kedua : ¼ P + M + O = 175 + 100 + 360 = 535cc
1 jam ketiga : ¼ P + M + O = 175 + 100 + 360 = 535cc

Infus : RL 3x500ml = 1500ml, gelofusin = 500ml, transfusi PRC


1 kolf = 350ml

Perdarahan : tabung suction : 1200cc, kasa steril : 40(x10cc) : 400cc

Monitoring intra-operatif
Tanda-tanda vital (per 15 menit)
Tekanan Darah
Nadi
Respiratory Rate
Gambaran EKG
SpO2 dan CO2 setiap 5 menit
Perdarahan

Post-operatif
• Pemeriksaan tanda-tanda vital setiap 15 menit selama 24 jam pertama
• Pengelolaan nyeri dengan pemberian Paracetamol drip 1000 mg /8 jam
• Apabila mual/muntah: injeksi Ondansentron 4 mg/ 12jam
• Makan dan minum bertahap bila tidak mual dan muntah
• Dilakukan penilaian pulih sadar menurut Aldrete Score di ruang pemuliha
n dan ditemukan :
Tingkat kesadaran dengan nilai 1
Pernafasan dengan nilai 2
Tekanan darah dengan nilai 2
Aktivitas dengan nilai 2
Warna kulit dengan nilai 2
Total nilai keseluruhan = 9, Pasien dapat dipindahkan ke ruang perawatan
BAB IV

ANALISA MASALAH

Telah diperiksa seorang perempuan berusia 34 tahun dengan keluhan nyeri perut
sejak 4 bulan yang lalu. Pada pemeriksaan fisik palpasi teraba massa padat pada 2
jari di atas umbilikus konsistensi lunak disertai nyeri tekan. Pada pemeriksaan
penunjang radiologi didapatkan gambaran massa kistik dengan komponen solid
disekitarnya, berbatas tegas, ukuran 6,1x9,2x4,6 cm di cavum pelvis.

Berdasarkan anamnesa, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang diperoleh


diagnosis neoplasma ovarium kistik suspek malignancy. Pada pasien direncanakan
untuk dilakukan Debulking tumor. Pada kunjungan preoperatif didapatkan kondisi
pasien stabil dengan skor American Society of Anesthesiologist (ASA) I, dan
keluarga diminta untuk mempersiapkan 1 unit PRC sebelum operasi. ASA
membuat klasifikasi status fisik pasien dari pasien yang akan menjalani prosedur
pembedahan, yang bertujuan untuk evaluasi tingkat keparahan penyakit pasien
atau keadaan fisik sebelum memilih anestesi. Kemampuan toleransi terhadap efek
obat anestesi sangat bergantung pada normalya status fisik pasien, yaitu dari
sistem respirasi, sirkulasi, hemostatik dari hepar, endokrin dan sistem saraf pusat.
Klasifikasi status fisik menurut ASA yaitu ASA I-VI, I berarti pasien sehat
sedangkan VI pasien dengan mati batang otak.

Di ruangan dipasang iv line untuk akses pemberian cairan perioperatif, dan diberi-
kan premedikasi berupa ondancetron dan dexametason. Post Operative Nausea
and Vomiting (PONV) adalah perasaan mual-muntah yang dirasakan dalam 24
jam setelah prosedur anestesi dan pembedahan. Mual muntah adalah efek samping
yang sering ditemukan setelah tindakan operasi dan anestesi. Terdapat tiga
kelompok molekul yang memiliki sifat antiemetic yaitu: steroid (deksametason),
antagonis reseptor serotonin 5HT3 (Ondansetron) dan antagonis reseptor dopamin
D2 (droperidol). Suatu penelitian multisenter di Eropa (Impact) menemukan bukti
kuat deksametason dengan dosis 4 mg merupakan dosis yang effektif PONV.
Pemberian pada saat induksi anesthesia member pencegahan yang lebih efektif
terhadap PONV dibandingkan pada pemberian di akhir pembedahan.10

19
20

Di kamar operasi, dengan posisi pasien supine dilakukan preoksigenasi


menggunakan oksigen 100% selama 3 menit, hal ini akan meningkatkan cadangan
oksigen pasien selama apneu yaitu pada saat dilakukan intubasi.14 Dilanjutkan
dengan koinduksi fentanyl 70 μg secara perlahan, kemudian induksi menggunakan
propofol secara perlahan 100 mg IV, kemudian diberikan pelumpuh otot
pankurorium IV. Teknik anestesi yang dipilih adalah general anestesi dengan en-
dotracheal tube. Pasien ini dikelola dengan anestesi umum dengan kontrol perna-
pasan. Pelumpuh otot yang diberikan adalah pankurorium, dimana obat golongan
ini menghambat transmisi neuromuscular sehingga menimbulkan kelumpuhan
pada otot rangka. Pancurorium merupakan obat pelumpuh otot non
depolarisasi.15 umumnya mulai Pancurorium kerja pada dosis intubasi adalah 3-6
menit. Dosis intubasi adalah 0,06 – 0,1mg/kgBB/iv, sedangkan dosis induksi
adalah 0,04 – 0,1 mg/kgBB/ iv. Pemulihan fungsi saraf otot dapat terjadi secara
spontan (sesudah lama kerja obat berakhir) atau dibantu dengan pemberian
antikolinesterase.

Salah satu satu perhatian pada pasien ini yaitu adanya massa pada abdomen yang
dapat menjadi penyulit anestesi. Massa pada abdomen dapat menyebabkan
penekanan pada diafragma sehingga paru akan sulit mengembang dengan
sempurna, dan dapat menyebabkan supine hypotension atau aorto-caval compre-
sion yaitu terjadi akibat penekanan pada vena cava dan aorta abdominalis oleh
masa intraabdomen yang besar. Sehingga induksi perlu dilakukan dengan sangat
hati-hati dengan terus memperhatikan resiko terjadinya penurunan cardiac output
dan hilangnya nadi secara mendadak.12 pada pasien ini tidak dilakukan perubahan
posisi pada saat preoperasi, transportasi maupun pada saat induksi dan operasi.
Pasien langsung dikondisikan pada posisi supine. Akan tetapi masalah yang
dikhawatirkan tidak terjadi pada pasien.

Setelah ditunggu 60 detik dilakukan laringoskopi-intubasi dengan pipa ETT no


6,5 dengan cuff. Setelah memastikan posisi tube berada tepat, yaitu dengan
mengauskultasi pada 5 titik, kemudian cuff dikembangkan serta dilakukan fiksasi
menggunakan tape. Selama tindakan laringoskopi intubasi tidak ada mual muntah
pada pasien. Selanjutnya pemeliharaan anestesi dilakukan dengan ventilasi
kendali memakai O2 dan Air = 1:1,5 dan Sevoflurane 2%.
Fase maintenance digunakan O2 dan udara 1 : 1,5. Pada anestesia inhalasi, jarang
digunakan sendirian, tetapi dikombinasi dengan salah satu cairan anestesik lain
sep- erti Halothane, Isoflurane, dan Sevoflurane.16,17 Pada pasien ini untuk
maintenance dikombinasikan dengan Sovoflurane 2% sebagai dosis
pemeliharaan. Sevoflurane merupakan obat anastesi volatile yang non-flamable,
non-explosive, berwarna jernih, tanpa additive atau stabilizer kimia, serta
merupakan derivat fluo- rine dan isoprophyl ether. Sevoflurane merupakan
halogenasieter. Penggunaan un- tuk induksi dan pemulihan dari anestesi lebih
cepat dibadingkan dengan isofluran. Baunya tidak menyengat dan tidak
merangsang jalan nafas. Efek terhadap kardio- vaskular cukup stabil, jarang
menyebabkan aritmia. Efek terhadap system saraf pusat seperti isofluran dan
belum ada laporan toksik terhadap hepar. Dosis induksi 2-15 vol %, dan sebagai
kontrol dengan pleumpuh otot 2-4 vol%.18

Durante operasi dilakukan monitoring secara ketat tekanan darah arterial, heart
rate, saturasi oksigen, end tidal CO2, pemberian cairan serta perdarahan.

Terapi cairan pada pasien

Operasi berlangsung selama 2 jam, massa berhasil diangkat secara utuh. Selama
operasi pasien mengalami perdarahan sebanyak 1600 ml, yaitu darah pada tabung
suction 1200 ml dan kassa steril sebanyak 40 lembar. Dimana 1 kasa steril
diperkirakan dapat menampung sebanyak 10cc darah, sehingga jumlah perdarahan
dari kasa yaitu 400cc. Tekanan darah pasien selama operasi antara 115 - 138/70-
80 mmHg, end tidal CO2 26-32 mmHg, saturasi oksigen 100%.

Berdasarkan perhitungan rumus 4-2-1, kebutuhan cairan maintenance pada pasien


yaitu : 4x10 + 2x10 + 1x40 = 100cc/jam, puasa = 7x100cc = 700cc, dan operasi
dikategorikan operasi sedang, operasi: 6x60kg = 360cc. Kebutuhan cairan
perioperatif pada pasien 1 jam pertama yaitu ½ P + M + O = 350 + 100 + 360 =
810cc, 1 jam kedua yaitu : ¼ P + M + O = 175 + 100 + 360 = 535cc. Total cairan
selama 2 jam operasi : 1335cc. Ditambah penggantian cairan dari perdarahan
pasien yaitu sebanyak 1600cc. Cairan infus : RL 3x500ml = 1500ml, gelofusin =
500ml, transfusi PRC 1 kolf = 350ml.
Pasien di ektubasi di dalam kamar operasi. Kemudian didorong ke ruang recovery
room dan di observasi selama kurang lebih 1 jam. Nilai Aldrete skor 9, sehingga
pasien dapat dipindahkan ke bangsal. Setelah dipastikan tidak ada komplikasi dan
kondisi pasien stabil, pasien di pindahkan ke ruang perawatan untuk mendapatkan
evaluasi lebih lanjut dari bagian kebidanan.
BAB V

KESIMPULAN

Telah dilakukan pemeriksaan pada pasien perempuan berusia 35 tahun dengan


keluhan nyeri perut bawah yang menyebar ke atas sejak 4 bulan yang lalu. Pasien
didiagnosis dengan Neoplasma Ovarium Kistik suspect malignancy. Pasien
direncanakan untuk dilakukan operasi Debulking tumor. Pada kunjungan
preopersi dilakukan penilaian mulai anamnesis mengalami keluhan, riwayat
operasi dan komplikasi operasi SC sebelumnya, kemudian dilakukan pemeriksaan
fisik untuk menilai distensi abdomen sebagai salah satu penyulit anestesi.
Intraoperatif : pasien diberikan premedikasi berupa ondancetron dan dexametason
untuk pencegahan PONV. Koinduksi dengan fentanyl 150mcg dan induksi dengan
propofol 100mg dan rekurorium. Maintenance dengan Sevoflouran 2% volume.
Cairan input selama operasi RL 3x500ml, gelofusin 500ml, PRC 350ml. Pasien di
extubasi di ruang operasi kemudian dipindahkan ke recovery room, dinilai Aldrete
Score : 9, kemudian pasien dipindahkan ke ruang rawat dan kembali di follow up
oleh bagian Obstetri dan Ginekologi.

Anda mungkin juga menyukai