Anda di halaman 1dari 52

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

O DENGAN DIAGNOSA MEDIS


CHF DI RUANG ICVCU RSUD dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA

OLEH:

KRIS KELANA
2021-01-14091-036

YAYASAN STIKES EKA HARAP


PALANGKARAYA SEKOLAH TINGGI ILMU
KESEHATAN PROGRAM PROFESI NERS
TAHUN AJARAN 2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini di susun oleh:


Nama : Kris Kelana
NIM : 2021-01-14901-036
Program Studi : Profesi Ners
Judul : Asuhan Keperawatan Pada Tn. O Dengan Diagnosa Medis CHF
Di Ruang ICVCU RSUD Dr.Doris Sylvanus Palangka Raya

Telah melakukan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk menyelesaikan


Stase Keperawatan Dasar Profesi Program Studi Ners Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Eka Harap Palangkaraya.

Asuhan Keperawatan ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Henry Wiyono, Ners.,M.Kep. Sri Widiati, S.Kep., Ners.


KATA PENGANTAR

Puji syukur penyusun panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Karena atas
karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan laporan pendahuluan yang
berjudul “Asuhan Keperawatan Pada Tn. O Dengan Diagnosa Medis CHF Di
Ruang ICVCU RSUD Dr.Doris Sylvanus Palangka Raya”
Penyusun menyadari tanpa bantuan dari semua pihak maka laporan studi
kasus ini tidak akan selesai sesuai dengan waktu yang diharapkan. Oleh karena
itu, pada kesempatan ini pula penyusun mengucapkan banyak terima kasih
terutama kepada:
1) Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKES Eka Harap
Palangka Raya.
2) Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku ketua program studi Sarjana
Keperawatan.
3) Ibu Isna Wiranti, S.Kep., Ners Selaku Koordinator Ners.
4) Ibu Henry Wiyono, Ners.,M.Kep. selaku pembimbing akademik yang telah
memberikan bantuan dalam proses praktik lapangan dan penyelesaian asuhan
keperawatan ini.
5) Ibu Sri Widiati, S.Kep., Ners. selaku pembimbing klinik yang telah
memberikan bantuan dalam proses praktik lapangan dan penyelesaian asuhan
keperawatan ini.
6) Seluruh keluarga dan orang terdekat yang telah memberikan bimbingan,
motivasi dan bantuan kepada saya dalam hal material.
7) Kepada keluarga Tn. O yang telah bersedia mengizinkan pasien sebagai
kelolaan dalam asuhan keperawatan.
8) Kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan studi kasus
ini.
Penulis menyadari bahwa masih banyak terdapat kekurangan dalam
penulisan studi kasus ini. Oleh karena itu, penulis sangat mengharapkan kritik dan
saran dari semua pihak yang bersifat membangun untuk menyempurnaan
penulisan studi kasus ini. Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih dan
semoga laporan studi kasus ini bermanfaat bagi kita semua.
DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN...................................................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI..........................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN......................................................................................1
1.1 Latar Belakang..................................................................................................2
1.1 Rumusan Masalah.............................................................................................2
1.1 Tujuan Penulisan...............................................................................................2
1.1 Manfaat Penulisan.............................................................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar .....................................................................................................
2.1.1 Definisi..............................................................................................................
2.1.2 Anatomi dan Fisiologi ......................................................................................
2.1.3 Etiologi..............................................................................................................
2.1.4 Klasifikasi ........................................................................................................
2.1.5 Patofisiologi .....................................................................................................
2.1.6 tanda dan gejala.................................................................................................
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang ....................................................................................
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Anamnesa............................................................................................................
3.2 Pemeriksaan Fisik ...............................................................................................
3.3 Analisa Data ........................................................................................................
3.4 Prioritas Masalah ................................................................................................
3.5 Rencana Keperawatan.........................................................................................
3.6 Implentasi dan Evaluasi ......................................................................................
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Eliminasi merupakan pembuangan sisa metabolisme makanan dari dalam
tubuh yang tidak dibutuhkan lagi dalam bentuk feses. Eliminasi juga merupakan
salah satu kebutuhan dasar manusia untuk proses pengeluaran feses yang bila hal
itu tidak terjadi maka akan timbul rasa ketidaknyamanan pada manusia itu dan
juga berakibat timbulnya gejala- gejala penyakit. Organ - organ yang berperan
dalam pembuangan eliminasi adalah Saluran Gastrointestinal yakni saluran
tersebut panjang ( kurang lebih 9 meter) yang terlibat dalam proses mencerna
makanan, yang dimulai dari mulut sampai anus. Saluran ini akan menerima
makanan dari luar tubuh dan mempersiapkannya untuk diserap serta bercampur
dengan enzim dan zat cair melalui proses pencernaan, baik dengan cara
mengunyah, menelan, dan mencampur menjadi zat- zat gizi. ( Tarwoto dan
Wartonah, 2017 ).
Konstipasi merupakan penurunan frekuensi defekasi, yang di ikuti oleh
pengeluaran feses yang keras dan kering. Konstipasi adalah bahaya yang signifan
terhadap kesehatan. Pengeluaran feses yang kering dan keras dapat menimbulkan
nyeri pada rectum dan mengedan selama defekasi terhadap klien yang baru
menjalani bedah abdomen, ginekologi, bedah rectum. Upaya mengeluarkan feses
dapat menyebabkan jahitan terbuka. (Potter dan Perry, 2017).
Kandung kemih dipersarafiaraf saraf sakral (S-2) dan (S-3). Saraf sensori
dari kandung kemih dikirim ke medula spinalis (S-2) sampai (S-4) kemudian
diteruskan kepusat miksi pada susunan saraf pusat. Pusat miksi mengirim signal
pada kandung kemih untuk berkontraksi. Pada saat destrusor berkontraksi spinter
interna berelaksasi dan spinter eksternal dibawah kontrol kesadaran akan
berperan, apakah mau miksi atau ditahan. Pada saat miksi abdominal berkontraksi
meningkatkan kontraksi otot kandung kemih, biasanya tidak lebih 10 ml urine
tersisa dalam kandung kemih yang diusebut urine residu. Pada eliminasi urine
normal sangat tergantung pada individu, biasanya miksi setelah bekerja, makan
atau bangun tidur, normal miksi sehari 5 kali.
Penyakit ini banyak dikeluhkan masyarakat di negara Barat. Tercatat bahwa
setiap tahunnya, 2,5 juta orang di Amerika mengunjungi dokter karena masalah
ini, dengan hampir 100.000 pasien memerlukan perawatan setiap tahunnya.
Menurut data Rumah Sakit Ciptomangunkusumo (RSCM), Jakarta, selama kurun
waktu 1998 sampai 2005 dari 2.397 pemeriksaan kolonskopi, 216 pemeriksaan
atau sekitar 19 persen di antaranya terindikasi dengan sembelit dan lebih banyak
dialami oleh wanita. Melihat data di atas, secara kasar dapat diduga bahwa jumlah
penderita konstipasi di Indonesia cukup besar. Konstipasi merupakan keluhan
saluran cerna terbanyak pada usia lanjut. Kasus konstipasi umumnya diderita
masyarakat umum sekitar 4% sampai 30% pada kelompok usia 60 tahun ke atas.
Perbandingan 3:1 hingga 2:1. Insiden konstipasi meningkat seiring
bertambahnya umur, terutama usia 65 tahun ke atas. Pada suatu penelitian pada
orang berusia usia 65 tahun ke atas, terdapat penderita konstipasi sekitar 34%
wanita dan pria 26%. Di Australia sekitar 20% populasi di atas 65 tahun mengeluh
menderita konstipasi dan lebih banyak pada wanita dibanding pria. Menurut
National Health Interview Survey pada tahun 1991, sekitar 4,5 juta penduduk
Amerika mengeluh menderita konstipasi terutama anak-anak, wanita dan orang
usia 65 tahun ke atas. Konstipasi biasa terjadi pada lansia akibat perubahan
fisiologis yang normal dimana peristaltik kolon menurun dan impuls saraf
melambat serta sfingter anal internal kehilangan tonusnya. Sekitar 30% orang di
atas umur 60 tahun menggunakan laksatif sedikitnya satu kali seminggu. Jika
konstipasi tidak diobati akan menyebabkan impaksi fekal dan megakolon. Perlu
diingatkan pada lansia bahwa kebiasaan BAB normal berkisar antara 3 kali sehari
sampai 3-5 hari sekali tergantung tonus usus pasien, tingkat aktivitas dan asupan
makanan. Penanganan jangka pendek diatasi dengan obat laksatif kuat, sedangkan
jangka panjang mencakup diet tinggi serat dan asupan cairan yang adekuat. Jika
terjadi impaksi fekal dilakukan pengeluaran feses manual yang diikuti enema
minyak dan sabun lunak.
Adapun konstipasi yang terjadi pada lansia salah satunya disebabkan karena
kekurangan nutrisi. Kekurangan nutrisi tersebut disebabkan oleh masalah-
masalah sosial ekonomi dan juga karena gangguan penyakit. Bila konsumsi kalori
terlalu rendah dari yang dibutuhkan menyebabkan berat badan kurang dari
normal.
Apabila hal ini disertai dengan kekurangan protein menyebabkan kerusakan-
kerusakan sel yang tidak dapat diperbaiki, akibatnya rambut rontok, daya tahan
terhadap penyakit menurun, kemungkinan akan mudah terkena infeksi. Konstipasi
bisa terjadi di mana saja, dapat terjadi saat bepergian, misalnya karena jijik
dengan WC-nya, bingung caranya buang air besar seperti sewaktu naik pesawat
dan kendaraan umum lainnya. Penyebab konstipasi bisa karena faktor sistemik,
efek samping obat, faktor neurogenik saraf sentral atau saraf perifer. Bisa juga
karena faktor kelainan organ di kolon seperti obstruksi organikatau fungsi otot
kolon yang tidak normal atau kelainan pada rektum, anak dan dasar pelvis dan
dapat disebabkan faktor idiopik kronik. Oleh karena itu setiap individu
mempunyai pola defekasi yang berbeda. Hal ini berhubungan dengan jumlah
asupan nutrisi yang dibutuhkan oleh tubuh. Jika asupan nutrisi kurang dari
kebutuhan maka akan menyebabkan konstipasi dan gangguan eliminasi.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas maka dirumuskan bagaimana penerapan
Laporan Pendahuluan eliminasi di ruang ICVCU RSUD dr. Doris Sylvanus
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Mampu melakukan pengkajian keperawatan pada eliminasi di ruang
ICVCU RSUD dr. Doris Sylvanus
1.3.2 Mampu menegakan diagnosa keperawatan pada pasien eliminasi di ruang
ICVCU RSUD dr. Doris Sylvanus
1.3.3 Mampu membuat rencana tindakan keperawatan pada pasien eliminasi di
ruang ICVCU RSUD dr. Doris Sylvanus
1.3.4 Mampu melaksanakan tindakan keperawatan pada eliminasi di ruang
ICVCU RSUD dr. Doris Sylvanus
1.3.5 Mampu melaksanakan evaluasi keperawatan pada eliminasi di ruang
ICVCU RSUD dr. Doris Sylvanus
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Teoritis
Laporan asuhan keperawatan ini sebagai bahan informasi dan pengetahuan
bagi perawat untuk meningkatkan mutu profesi keperawatan dalam melaksanakan
Asuhan Keperawatan pada pasien dengan eliminasi
1.4.2 Praktis
1.4.2.1 Rumah Sakit
Sebagai bahan masukan dalam upaya pelayanan pelaksanaan Asuhan
Keperawatan khususnya bagi perawat di ruang ICVCU RSUD dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya.
1.4.2.2 Institusi Pendidikan
Sebagai referensi bahan belajar Mahasiswa STIKes Eka Harap Palangka
Raya dalam Pelaksanaan Asuhan Keperawatan dengan masalah eliminasi
1.4.2.3 Mahasiswa
Menambah wawasan dalam pelaksanaan Asuhan Keperawatan pada pasien
dengan eliminasi dan sebagai bahan acuan atau referensi bagi mahasiswa dalam
penulisan laporan.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar


2.1.1 Definisi Eliminasi
Eliminasi adalah proses pembuangan sisa metabolisme tubuh baik berupa
urin atau bowel (feses). Miksi adalah proses pengosongan kandung kemih bila
kandung kemih terisi. Sistem tubuh yang berperan dalam terjadinya proses
eliminasi urine adalah ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra. (Brunner &
Suddarth. 2017).
Proses ini terjadi dari dua langkah utama yaitu Kandung kemih secara
progresif terisi sampai tegangan di dindingnya meningkat diatas nilai ambang,
yang kemudian mencetuskan langkah kedua yaitu timbul reflex saraf yang disebut
refleks miksi (refleks berkemih) yang berusaha mengosongkan kandung kemih
atau jika ini gagal, setidak-tidaknyamenimbulkan kesadaran akan keinginan untuk
berkemih. Meskipun reflex miksi adalah refleks autonomik medula spinalis,
refleks ini bisa juga dihambat atau ditimbulkan oleh pusat korteks serebri atau
batang otak. Pada saat miksi abdominal berkontraksi meningkatkan kontraksi otot
kandung kemih, biasanya tidak lebih 10 ml urine tersisa dalam kandung kemih
yang diusebuturine residu. Pada eliminasi urine normal sangat tergantung pada
individu, biasanya miksi setelah bekerja, makan atau bangun tidur., Normal
miksisehari 5 kali (Brunner & Suddarth. 2017).
Defekasi adalah pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini juga
disebut bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat bervariasi
dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya feses juga
bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltik mendorong feses kedalam
kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam rektum dirangsang dan individu
menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi.Eliminasi yang teratur dari sisa-
sisa produksi usus penting untuk fungsi tubuh yang normal. Perubahan pada
eliminasi dapat menyebabkan masalah pada gastrointestinal dan bagian tubuh
yang lain. Karena fungsi usus tergantung pada keseimbangan beberapa faktor,
pola eliminasi dan kebiasaan masing-masing orang berbeda. Klien sering
meminta
pertolongan dari perawat untuk memelihara kebiasaan eliminasi yang normal.
Keadaan sakit dapat menghindari mereka sesuai dengan program yang teratur.
Mereka menjadi tidak mempunyai kemampuan fisik untuk menggunakan
fasilitastoilet yang normal ; lingkungan rumah bisa menghadirkan hambatan untuk
klien dengan perubahan mobilitas, perubahan kebutuhan peralatan kamar mandi.
Untuk menangani masalah eliminasi klien, perawata harus mengerti proses
eliminasi yang normal dan faktor-faktor yang mempengaruhi eliminasi
(Septiawan, Catur E. 2014).
2.1.2 Anatomi Fisiologi

2.1.2.1 Ginjal
Ginjal merupakan organ yang berpasangan dan setiap ginjal memiliki berat
kurang lebih 125 g, terletak pada posisi di sebelah lateral veterbra torakalis bawah,
beberapa senti meter di sebelah kanan dan kiri garis tengah. Organ ini terbungkus oleh
jaringan ikat tipis yang dikenal sebagai kapsularenis. Anterior ginjal dipisahkan dari
kavum abdomen dan isinya oleh lapisan peritonium. Di sebelah posterior, organ
tersebutdilindungi oleh dinding toraks bawah (Kemenkes, 2016).
Ginjalberperan sebagai pengatur komposisi dan volume cairan dalam tubuh
serta penyaring darah untuk dibuang dalam bentuk urine sebagai zat sisa yang tidak
diperlukan oleh tubuh dan menahannya agar tidak bercampur dengan zat-zat yang
dibutuhkan oleh tubuh (Hidayat, 2017). Darah dialirkan kedalam setiap ginjal melalui
arteri renalis dan keluar dari ginjal melalui vena renalis. Ginjal dengan efisien dapat
membersihkan bahan limbah dari dalam darah, dan fungsi ini bisa dilaksanakannya
karena aliran darah yang melalui ginjal jumlahnya sangat besar, 25% dari curah jantung
(Brunner & Suddarth, 2017). Pada ginjal terdapat nefron (berjumlah kurang lebih
satu juta) yang merupakan unit dari struktur ginjal. Urine yang terbentuk dalam
nefron ini akan mengalir kedalam duktus pengumpul dan tubulasrenal yang kemudian
menyatu untuk
membentuk pelvis ginjal. Setiappelvis ginjal akan membentuk ureter. Ureter merupakan
pipa panjang dengan dinding yang sebagian besar terdiri atas otot polos. Organ ini
menghubungkan setiap ginjal dengan kandung kemih dan berfungsi sebagai pipa untuk
menyalurkan urin.

2.1.2.2 Kandung Kemih


Kandung kemih (buli-buli atau bladder) merupakan sebuah kantong yang
terdiri atas otot halus, berfungsi menampung urin. Kandung kemih merupakan
organ yang berongga yang terletak di sebelahan terior tepat di belakang ospubis.
Sebagian besar dinding kandung kemih tarsusun dari otot polos yang dinamakan
muskulus detrusor. Kontraksi otot ini berfungsi untuk mengosongkan kandung
kemih pada saat urinasi (buang air kecil) (Brunner & Suddarth, 2017) Pada dasar
kandung kemih terdapat lapisan tengah jaringan otot berbentuk lingkaran bagian
dalam atau disebut sebagai otot lingkar yang berfungsi menjaga saluran antara
kandung kemih dan uretra, sehingga uretra dapat menyalurkan urine dari kandung
kemih keluar tubuh. Penyaluran rangsangan kekandung kemih dan rangsangan
motoris keotot lingkar bagian dalam diatur oleh sistem simpatis. Akibat dari
rangsangan ini, otot lingkar menjadi kendor dan terjadi kontraksi sfingter bagian
dalam sehingga urine tetap tinggal didalam kandung kemih. Sistem parasimpatis
menyalurkan rangsangan motoris kandung kemih dan rangsangan penghalang
kebagian dalam otot lingkar. Rangsangan ini dapat menyebabkan terjadinya
kontraksi ototdestrusor dan kendurnya sfingter (Hidayat, 2018).
2.1.2.3 Uretra
Uretra merupakan organ yang berfungsi menyalurkan urine kebagian luar.
Fungsi uretra pada wanita berbeda dengan yang terdapat pada pria. Pada pria,
uretra digunakan sebagai tempat pengaliran urine dan sistem reproduksi,
berukuran panjang 13,7-16,2 cm, dan terdiri atas tiga bagian, yaitu prostat, selaput
(membran), dan bagian yang berongga (ruang). Pada wanita, uretra memiliki
panjang 3,7-6,2 cm dan hanya berfungsi sebagai tempat menyalurkan urine
kebagian luar tubuh. Saluran perkemihan dilapisi oleh membrane mukosa, dimulai
dari meatus uretra hingga ginjal. Meskipun mikroorganisme secara normal tidak
ada yang bisa melewati uretra bagian bawah, membrane mukosa ini, pada keadaan
patologis, yang terus-menerus akan menjadikannya media yang baik untuk
pertumbuhan beberapa pathogen (Hidayat, 2018)

No Istilah medis Difinisi


1 Ginjal organ pengeluaran metabolisme tubuh dlm bentuk urin
2 Cortek Lapisan terluar dari ginjal
3 Medulla Bagian terdalam dari ginjal
4 Nephron Struktur & fungsional ginjal, t.a: simpai bowman,
glomerulus, pipa berkelok atas & pipa berkelok bawah,
berjumlah sekitar satu juta & mampu membentuk urin
5 Renal pelvik b/d pelvik ginjal ; saluran berbentuk ekspansi diatas ureter
6 Ureter Aliran ginjal, pipa dari ginjal ke kandung kemih
7 Meatus Lubang / mulut urethra eksternal
Urinari
8 Urinari Kantung tempat menyimpan urin yang diterima dari ureter
bladder; untuk dikeluarkan melalui urethra
kandung
kemih
9 Urethra Aliran urin dari kandung kemih untuk diekskresikan ke luar
tubuh
2.1.3 Etiologi
2.1.3.1 Gangguan Eliminasi Urin
1. Intake cairan Jumlah dan type makanan merupakan faktor utama yang
mempengaruhi output urine ataudefekasi. Seperti protein dan sodium
mempengaruhi jumlah urine yang keluar, kopi meningkatkan pembentukan
urine intake cairan dari kebutuhan, akibatnya output urine lebih banyak.
2. Aktivitas
Aktifitas sangat di butuhkan untuk mempertahankan tonus otot. Eliminasi
urine membutuhkan tonus otot kandung kemih yang baik untuk tonus
sfingter internal dan eksternal. Hilangnya tonus otot kandung kemih terjadi
pada masyarakat yang menggunakan kateter untuk periode waktu yang
lama. Karena urine secara terus menerus dialirkan keluar kandung kemih,
otot-otot itu tidak pernah merenggang dan dapat menjadi tidak berfungsi.
Aktifitas yang lebih berat akan mempengaruhi jumlah urine yang
diproduksi, hal ini disebabkan karena lebih besar metabolism tubuh.
1) Obstruksi; batu ginjal, pertumbuhan jaringan abnormal, striktur urethra
2) Infeksi
3) Kehamilan
4) Penyakit; pembesaran kelenjar ptostat
5) Trauma sumsum tulang belakang
6) Operasi pada daerah abdomen bawah, pelviks, kandung kemih, urethra.
7) Umur
8) Penggunaan obat-obatan
2.1.3.2 Gangguan Eliminasi Fekal
1. Pola diet tidak adekuat/tidak sempurna: Makanan adalah faktor utama
yang mempengaruhi eliminasi feses. Cukupnya selulosa, serat pada
makanan, penting untuk memperbesar volume feses. Makanan tertentu
pada beberapa orang sulit atau tidak bisa dicerna. Ketidakmampuan ini
berdampak pada gangguan pencernaan, di beberapa bagian jalur dari
pengairan feses. Makan yang teratur mempengaruhi defekasi. Makan yang
tidak teratur dapat mengganggu keteraturan pola defekasi. Individu yang
makan pada waktu
yang sama setiap hari mempunyai suatu keteraturan waktu, respon
fisiologi pada pemasukan makanan dan keteraturan pola aktivitas
peristaltik di kolon.
2. Cairan
Pemasukan cairan juga mempengaruhi eliminasi feses. Ketika pemasukan
cairan yang adekuat ataupun pengeluaran (cth: urine, muntah) yang
berlebihan untuk beberapa alasan, tubuh melanjutkan untuk mereabsorbsi
air dari chyme ketika ia lewat di sepanjang kolon. Dampaknya chyme
menjadi lebih kering dari normal, menghasilkan feses yang keras.
Ditambah lagi berkurangnya pemasukan cairan memperlambat perjalanan
chyme di sepanjang intestinal, sehingga meningkatkan reabsorbsi cairan
darichyme
3. Meningkatnya stress psikologi Dapat dilihat bahwa stress dapat
mempengaruhi defekasi. Penyakit-penyakit tertentu termasuk diare kronik,
sepertiulcus pada collitis, bisajadi mempunyai komponen psikologi.
Diketahui juga bahwa beberapa orang yang cemas atau marah dapat
meningkatkan aktivitas peristaltik dan frekuensi diare. Ditambah lagi
orang yang depresi bisa memperlambat motilitas intestinal, yang
berdampak pada konstipasi
4. Kurang aktifitas, kurang berolahraga, berbaring lama. Pada pasien
immobilisasi atau bedrest akan terjadi penurunan gerak peristaltic dan
dapat menyebabkan melambatnya feses menuju rectum dalam waktu lama
dan terjadi reabsorpsi cairan feses sehingga feses mengeras
5. Obat-obatan
Beberapa obat memiliki efek samping yang dapat berpengeruh terhadap
eliminasi yang normal. Beberapa menyebabkan diare; yang lain seperti
dosis yang besar dari tranquilizer tertentu dan diikuti dengan prosedur
pemberian morphin dan codein, menyebabkan konstipasi. Beberapa obat
secara langsung mempengaruhi eliminasi. Laxative adalah obat yang
merangsang aktivitas usus dan memudahkan eliminasi feses. Obat-obatan
ini melunakkan feses, mempermudah defekasi. Obat-obatan tertentu
seperti dicyclomine hydrochloride (Bentyl), menekan aktivitas peristaltik
dan kadang-kadang digunakan untuk mengobati diare
6. Usia; Umur tidak hanya mempengaruhi karakteristik feses, tapi juga
pengontrolannya. Anak-anak tidak mampu mengontrol eliminasinya
sampai sistem neuromuscular berkembang, biasanya antara umur 2 – 3
tahun. Orang dewasa juga mengalami perubahan pengalaman yang dapat
mempengaruhi proses pengosongan lambung. Di antaranya adalah atony
(berkurangnya tonus otot yang normal) dari otot-otot polos colon yang
dapat berakibat pada melambatnya peristaltik dan mengerasnya
(mengering) feses, dan menurunnya tonus dari otot-otot perut yang juga
menurunkan tekanan selama proses pengosongan lambung. Beberapa
orang dewasa juga mengalami penurunan control terhadap muskulus
spinkter ani yang dapat berdampak pada proses defekasi.
7. Penyakit-penyakit seperti obstruksi usus, paralitik ileus, kecelakaan pada
spinal cord dan tumor. Cedera pada sumsum tulang belakang dan kepala
dapat menurunkan stimulus sensori untuk defekasi. Gangguan mobilitas
bisa membatasi kemampuan klien untuk merespon terhadap keinginan
defekasi ketika dia tidak dapat menemukan toilet atau mendapat bantuan.
Akibatnya, klien bisa mengalami konstipasi. Atau seorang klien bisa
mengalami fecal inkontinentia karena sangat berkurangnyafungsi dari
spinkterani
2.1.4 Klasifikasi
2.1.4.1 Faktor predisposisi/Faktor pencetus
1. Respon keinginan awal untuk berkemih atau defekasi.
Beberapa masyarakat mempunyai kebiasaan mengabaikan respon awal
untuk berkemih atau defekasi. Akibatnya urine banyak tertahan di kandung
kemih. Begitu pula dengan feses menjadi mengeras karena terlalu lama di
rectum dan terjadi reabsorbsi cairan.
2. Gaya hidup.
Banyak segi gaya hidup mempengaruhi seseorang dalam hal eliminasi
urine dan defekasi. Tersedianya fasilitas toilet atau kamar mandi dapat
mempengaruhi frekuensi eliminasi dan defekasi. Praktek eliminasi
keluarga dapat mempengaruhi tingkah laku.
3. Stress psikologi
Meningkatnya stress seseorang dapat mengakibatkan meningkatnya
frekuensi keinginan berkemih, hal ini karena meningkatnya sensitive untuk
keinginan berkemih dan atau meningkatnyajumlah urine yang diproduksi.
4. Tingkat perkembangan.
Tingkat perkembangan juga akan mempengaruhi pola berkemih. Pada
wanita hamil kapasitas kandung kemihnya menurun karena adanya
tekanan dari fetus atau adanya lebih sering berkemih. Pada usia tua terjadi
penurunan tonus otot kandung kemih dan penurunan gerakan peristaltic
intestinal.
5. Kondisi Patologis.
Demam dapat menurunkan produksi urine (jumlah & karakter).
6. Obat-obatan, diuretik dapat meningkatkan output urine. Analgetik dapat
terjadi retensi urine.
2.1.5 Patofisiologi
Gangguan pada eliminasi urin sangat beragam seperti yang telah dijelaskan
di atas. Masing-masing gangguan tersebut disebabkan oleh etiologi yang berbeda.
Pada pasien dengan usia tua, trauma yang menyebabkan cedera medulla spinal,
akan menyebabkan gangguan dalam mengkontrol urin/ inkontinensia urin.
Gangguan traumatik pada tulang belakang bisa mengakibatkan kerusakan pada
medulla spinalis. Lesi traumatik pada medulla spinalis tidak selalu terjadi
bersama- sama dengan adanya fraktur atau dislokasi. Tanpa kerusakan yang nyata
pada tulang belakang, efek traumatiknya bisa mengakibatkan efek yang nyata di
medulla spinallis. Cedera medulla spinalis (CMS) merupakan salah satu penyebab
gangguan fungsi saraf termasuk pada persyarafan berkemih dan defekasi.
Komplikasi cedera spinal dapat menyebabkan syok neurogenik dikaitkan dengan
cedera medulla spinalis yang umumnya dikaitkan sebagai syok spinal. Syok spinal
merupakan depresi tiba-tiba aktivitas reflex pada medulla spinalis (areflexia) di
bawah tingkat cedera. Dalam kondisiini, otot-otot yang dipersyarafi oleh bagian
segmen medulla yang ada di bawah tingkat lesi menjadi paralisis komplet dan
fleksid, dan refleks-refleksnya tidak ada. Hal ini mempengaruhi refleks yang
merangsang fungsi berkemih dan defekasi. Distensi usus dan ileus
paralitikdisebabkan oleh depresi refleks yang dapat diatasi dengan dekompresi
usus. Proses berkemih melibatkan 2 proses yang berbeda yaitu pengisian dan
penyimpanan urine dan pengosongan kandung kemih. Hal ini saling berlawanan
dan bergantian secara normal. Aktivitas otot-otot kandung kemih dalam hal
penyimpanan dan pengeluaran urin dikontrol oleh sistem saraf otonom dan
somatik. Selama fase pengisian, pengaruh sistem saraf simpatis terhadap kandung
kemih menjadi bertekanan rendah dengan meningkatkan resistensi saluran kemih.
Penyimpanan urin dikoordinasikan oleh hambatan sistem simpatis dari aktivitas
kontraktil otot detrusor yang dikaitkan dengan peningkatan tekanan otot dari leher
kandung kemih dan proksimal uretra. Pengeluaran urine secara normal timbul
akibat dari kontraksi yang simultan otot detrusor dan relaksasi saluran kemih. Hal
ini dipengaruhi oleh sistem saraf parasimpatis yang mempunyai neurotransmi
terutama yaitua setilkholin, suatu agen kolinergik. Selama fase pengisian,
impulsaf ferendi transmisikan kesaraf sensoris pada ujung ganglion dorsal spinal
sakralsegmen 2-4 dan informasikan kebatang otak. Impuls saraf dari batang otak
menghambat aliran para simpatis dari pusatkemih sakral spinal. Selama fase
pengosongan kandung kemih, hambatan pada aliran para simpatis sacral
dihentikan dan timbul kontraksi otot detrusor. Hambatan aliran simpatis pada
kandung kemih menimbulkan relaksasi pada ototuretra trigonal dan proksimal.
Impuls berjalan sepanjang nervus pudendus untuk merelaksasikan otot halus dan
skeletdari sphincter eksterna. Hasilnya keluarnya urine dengan resistensi saluran
yang minimal. Pasien post operasi dan post partum merupakan bagian yang
terbanyak menyebabkan retensi urine akut. Fenomena ini terjadi akibatdari trauma
kandung kemih dan edema sekunder akibat tindakan pembedahan atau obstetri,
epidural anestesi, obat-obatnarkotik, peregangan atau trauma saraf pelvik,
hematoma pelvik, nyeri insi siepisiotomi atau abdominal, khususnya pada pasien
yang mengosongkan kandung kemihnya dengan manuver Valsalva. Retensi urine
pos operasi biasanya membaik sejalan dengan waktu dan drainase kandung kemih
yang adekuat.
Gangguan Eliminasi Fekal pengeluaran feses dari anus dan rektum. Hal ini
juga disebut bowel movement. Frekwensi defekasi pada setiap orang sangat
bervariasi dari beberapa kali perhari sampai 2 atau 3 kali perminggu. Banyaknya
feses juga bervariasi setiap orang. Ketika gelombang peristaltic mendorong feses
kedalam kolon sigmoid dan rektum, saraf sensoris dalam rectum dirangsang dan
individu menjadi sadar terhadap kebutuhan untuk defekasi. Defekasi biasanya
dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu refleks defekasi instrinsik. Ketika feses
masuk kedalam rektum, pengembangan dinding rectum member suatu signal yang
menyebar melalui pleksusmesentrikus untuk memulai gelombang peristaltik pada
kolondesenden, kolon sigmoid, dan didalam rektum. Gelombang ini menekan
feses kearah anus. Begitu gelombang peristaltic mendekati anus, spingter anal
interna tidak menutup dan bila spingter eksternal tenang maka feses keluar.
Refleks defekasi kedua yaitu para simpatis. Ketika serat saraf dalam rectum
dirangsang, signal diteruskanke spinal cord (sakral 2 – 4) dan kemudian kembali
kekolon desenden, kolon sigmoid dan rektum. Sinyal – sinyal para simpatis ini
meningkatkan gelombang peristaltik, melemaskan spingter anus internal dan
meningkatkan refleks defekasi instrinsik. Spingter anus individu duduk ditoilet
atau bedpan, spingter anus eksternal tenang dengan sendirinya. Pengeluaran feses
dibantu oleh kontraks iotot-otot perut dan diaphragma yang akan meningkatkan
tekanan abdominal dan oleh kontraksi muskulus levator ani pada dasar panggul
yang menggerakkan feses melalui saluran anus. Defekasi normal dipermudah
dengan refleksi paha yang meningkatkan tekanan di dalam perut dan posisi duduk
yang meningkatkan tekanan kebawah kearah rektum. Jika refleks defekasi
diabaikan ata uji kadefekasi dihambat secara sengaja dengan mengkontraksikan
muskulus spingter eksternal, maka rasa terdesak untuk defekasi secara berulang
dapat menghasilkan rectum meluas untuk menampung kumpulan feses. Cairan
feses di absorpsi sehingga feses menjadi keras dan terjadi konstipasi. Defekasi
biasanya dimulai oleh dua refleks defekasi yaitu refleks defekasi instrinsik. Ketika
feses masuk kedalam rektum, pengembangan dinding rektum memberi suatu
signal yang menyebar melalui pleksusmesentrikus untuk memulai gelombang
peristaltik pada kolon desenden, kolonsigmoid, dan didalam rektum. Gelombang
ini menekan feses kearah anus.Begitu gelombang peristaltik mendekati anus,
spingter anal interna tidak menutup dan bila spingter eksternal tenang maka feses
keluar.Refleks defekasi kedua yaitu parasimpatis. Ketika serat saraf dalam rektum
dirangsang, signal diteruskan ke spinal cord (sakral 2 – 4) dan kemudian kembali
ke kolon desenden, kolon sigmoid dan rektum. Sinyal – sinyal parasimpatis ini
meningkatkan gelombang peristaltik, melemaskan spingter anus internal dan
meningkatkan refleks defekasi instrinsik. Spingter anus individu duduk ditoilet
atau bedpan, spingter anus eksternal tenangdengan sendirinya.Pengeluaran feses
dibantu oleh kontraksi otot-otot perut dandiaphragma yang akan meningkatkan
tekanan abdominal dan oleh kontraksi muskulus levator ani pada dasar panggul
yang menggerakkan feses melalui saluran anus.
Ketidakmampuan
WOC ELIMINASI mengakses
toilet

ELIMINASI

B1 B2 B3 B4 B5 B6

Ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
Abnormal kelistrikan jantung
Agen pencedera fisik : iskemiaKetidakcukupan diet Hipoksemia Ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuha

Agen pencedera fisik : prosedur operasi Hipoksia


Perubahan Abnorm Ketidakcukupa
membrane al n asupan Kelemahan
alveolus- structur Hipotensi
al Nyeri akut Imobilitas
Pola Napas Tidak Ketidakcukupa Kekurangan volume cairan
Penurunan fungsi ventrikel
Efektif n asupan
cairan Intoleransi Aktivitas

Gangguan sirkulasi spontan Perubaha Defisit Nutrisi


n

Risiko konstipasi
2.1.6 Manifestasi Kinis
2.1.6.1 Tanda Gangguan Eliminasi urin
a. Retensi Urin
1). Ketidak nyamanan daerah pubis.
2). Distensi dan ketidaksanggupan untuk berkemih.
3). Urine yang keluar dengan intake tidak seimbang.
4). Meningkatnya keinginan berkemih dan resah
5). Ketidaksanggupan untuk berkemih
b. Inkontinensia urin
1). pasien tidak dapat menahan keinginan BAK sebelum sampai di WC
2). pasien sering mengompol
2.1.6.2 Tanda Gangguan Eliminasi Fekal
c. Konstipasi
1). Menurunnya frekuensi BAB
2). Pengeluaran feses yang sulit, keras dan
mengejan 3). Nyeri rektum
d. Impaction
1). Tidak BAB
2). Anoreksia
3). Kembung/kram
4). Nyeri rektum
e. Diare
1). BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak berbentuk
2). Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat
3). Iritasi di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang menyebabkan
meningkatkan sekresi mukosa.
4). Feses menjadi encer sehingga pasien tidak dapat mengontrol dan
menahan BAB.
f. Inkontinensia Fekal
1). Tidak mampu mengontrol BAB dan udara dari anus,
2). BAB encer dan jumlahnya banyak
3). Gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma spinal
cord dan tumor spingter anal eksternal
g. Flatulens
1). Menumpuknya gas pada lumen intestinal,
2). Dinding usus meregang dan distended, merasa penuh, nyeri
dankram. 3). Biasanya gas keluar melalui mulut (sendawa) atau anus
(flatus)
h. Hemoroid
1). Pembengkakan vena pada dinding rectum
2). Perdarahan jika dinding pembuluh darah vena meregang
3). Merasa panas dan gatal jika terjadi inflamasi
4). Nyeri

2.1.7 Komplikasi Eliminasi


2.1.7.1 Masalah-masalah dalam eliminasi urin
1. Retensi, yaitu adanya penumpukan urine didalam kandung kemih dan
ketidak sanggupan kandung kemih untuk mengosongkan diri.
2. Inkontinensi urine, yaitu ketidaksanggupan sementara atau permanen otot
sfingter eksterna untuk mengontrol keluarnya urine dari kandung kemih.
3. Enuresis,Sering terjadi pada anak-anak, umumnya terjadi pada malam hari
(nocturnal enuresis), dapat terjadi satu kali atau lebih dalam semalam.
4. Urgency, adalah perasaan seseorang untuk berkemih.
5. Dysuria, adanya rasa sakit atau kesulitan dalam berkemih.
6. Polyuria,Produksi urine abnormal dalam jumlah besar oleh ginjal, seperti
2.500 ml/hari, tanpa adanya peningkatan intake cairan.
7. Urinari suppresi, adalah berhenti mendadak produksi urine
2.1.7.2 Masalah eliminasi fekal yang sering ditemukan yaitu:
1. Konstipasi, merupakan gejala, bukan penyakit yaitu menurunnya frekuensi
BAB disertai dengan pengeluaran feses yang sulit, keras, dan mengejan.
BAB yang keras dapat menyebabkan nyeri rektum. Kondisi ini terjadi
karena feses berada di intestinal lebih lama, sehingga banyak air diserap.
2. Impaction, merupakan akibat konstipasi yang tidak teratur, sehingga
tumpukan feses yang keras di rektum tidak bisa dikeluarkan. Impaction
berat, tumpukan feses sampai pada kolon sigmoid.
3. Diare, merupakan BAB sering dengan cairan dan feses yang tidak
berbentuk. Isi intestinal melewati usus halus dan kolon sangat cepat. Iritasi
di dalam kolon merupakan faktor tambahan yang menyebabkan
meningkatkan sekresi mukosa. Akibatnya feses menjadi encer sehingga
pasien tidak dapat mengontrol dan menahan BAB.
4. Inkontinensia fecal, yaitu suatu keadaan tidak mampu mengontrol BAB
dan udara dari anus, BAB encer dan jumlahnya banyak. Umumnya disertai
dengan gangguan fungsi spingter anal, penyakit neuromuskuler, trauma
spinal cord dan tumor spingter anal eksternal. Pada situasi tertentu secara
mental pasien sadar akan kebutuhan BAB tapi tidak sadar secara fisik.
Kebutuhan dasar pasien tergantung pada perawat.
5. Flatulens, yaitu menumpuknya gas pada lumen intestinal, dinding usus
meregang dan distended, merasa penuh, nyeri dan kram. Biasanya gas
keluar melalui mulut (sendawa) atau anus (flatus). Hal-hal yang
menyebabkan peningkatan gas di usus adalah pemecahan makanan oleh
bakteri yang menghasilkan gas metan, pembusukan di usus yang
menghasilkan CO2.
6. Hemoroid, yaitu dilatasi pembengkakan vena pada dinding rektum (bisa
internal atau eksternal). Hal ini terjadi pada defekasi yang keras,
kehamilan, gagal jantung dan penyakit hati menahun. Perdarahan dapat
terjadi dengan mudah jika dinding pembuluh darah teregang. Jika terjadi
infla-masi dan pengerasan, maka pasien merasa panas dan gatal. Kadang-
kadang BAB dilupakan oleh pasien, karena saat BAB menimbulkan nyeri.
Akibatnya pasien mengalami konstipasi.
2.1.7.3 Jumlah produksi Cairan normal
1. Bayi usia 0 – 6 bulan memerlukan cairan 700 mL/hari.
2. Bayi 7 – 12 bulan memerlukan cairan 800 mL/hari.
3. Anak 1 – 3 tahun memerlukan 1300 mL/hari.
4. Anak 4 – 8 tahun memerlukan 1700 mL/hari.
5. Pada orang dewasa normal volume urin adalah sekitar 600-2500 ml/ 24 jam.
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan USG
2. Pemeriksaan foto rontgen
3. Pemeriksaan laboratorium urin dan feses.
2.2 Manajemen Asuhan keperawatan
2.6.1 Pengkajian
1. Identitas pasien
Nama, umur, alamat, pekerjaan, status perkawinan, pendidikan teakhir
dan sebagainya.
2. Riwayat keperawatan eliminasi
Riwayat keperawatan eliminasi fekal dan urin membantu perawat
menentukan pola defekasi normal klien. Perawat mendapatkan suatu
gambaran feses normal dan beberapa perubahan yang terjadi dan
mengumpulkan informasi tentang beberapa masalah yang pernah terjadi
berhubungan dengan eliminasi, adanya ostomy dan faktor-faktor yang
mempengaruhi pola eliminasi.
Pengkajiannya meliputi:
a. Pola eliminasi
b. Gambaran feses dan perubahan yang terjadi
c. Masalah eliminasi
d. Faktor-faktor yang mempengaruhi seperti : penggunaan alat
bantu, diet, cairan, aktivitas dan latihan, medikasi dan stress.
3. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik abdomen terkait dengan eliminasi alvi meliputi
inspeksi, auskultasi, perkusi dan palpasi dikhususkan pada saluran
intestinal. Auskultasi dikerjakan sebelum palpasi, sebab palpasi dapat
merubah peristaltik. Pemeriksaan rektum dan anus meliputi inspeksi dan
palpasi. Inspeksi feses, meliputi observasi feses klien terhadap warna,
konsistensi, bentuk permukaan, jumlah, bau dan adanya unsur-unsur
abdomen. Perhatikan tabel berikut :
4. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik saluran gastrointestinal meliputi tehnik
visualisasi langsung / tidak langsung dan pemeriksaan laboratorium
terhadap unsur-unsur yang tidak normal.
2.6.2 Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan dalam eliminasi urine berhubungan dengan retensi urine,
inkontinensi dan enuresis
2. Perubahan dalam eliminasi fekal berhubungan dengan konstipasi, diare,
inkontinensia usus, hemoroid, impaction
3. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan adanya inkontinensi urine
4. Perubahan dalam rasa nyaman berhubungan dengan dysuria, nyeri saat
mengejan
5. Resiko infeksi berhubungan dengan retensi urine, pemasangan kateter
6. Perubahan konsep diri berhubungan dengan inkontinensi
7. Self care defisit : toileting jika klien inkontinesi
8. Potensial defisit volume cairan berhubungan dengan gangguan fungsi
saluran urinary akibat proses penyakit.
2.6.3 Intervensi
Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
No. Diagnosa Keperawatan
SLKI SIKI
1. Defisit Volume cairan b.d seringnya Setelah dilakukan tindakan keperawatan Observasi
buang air besar dan encer 3x24 jam diharapkan cairan terpenuhi ‐ Monitor status dehidrasi (mis.frekuensi
Batasan Karakteristik Mayor: dengan kriteria :
nadi,kekuatan nadi,akral,pengisian
1. Ketidak cukupan asupan cairan 1. Monitor tanda-tanda vital
kapile,kelembapan mukosa,turgo kulit dan
peroral 2. Membran mukosa lembab
tekanan darah )
2. penurunan berat badan 3. Asupan makan dan cairan adekuat
‐ Monitor berat badan
3. Kulit/ membran mukosa kering 4. Tidak ada tanda dehidrasi
‐ Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
( turgor menurun ) 5. Turgo kulit membaik
(hematokrit,Na,Kalium, jenis urin )
Minor :
1. Peningkatan Natrium serum Terapeutik
2. Penurunan haluaran urin atau ‐ Catat intake output dan hitung balance cairan
dalam 24 jam
haluaran urin berlebih ‐ Berikan asupan cairan sesuai kebutuhan
3. Urine pekat atau sering berkemih ‐ Berikan cairan intravena bila perlu
4. Penurunan turgo kulit Edukasi
‐ Jelaskan tujuan dan prosedur pemantuan
5. Haus/mual/anoreksia
‐ Informasikan hasil pemantaun jika perlu
2 Defisit nutrisi, dari Setelah dilakukan tindakan keperawatan
kurang ‐ Observasi
3x24 jam diharapkan status Nutrisi
kebutuhan tubuh b.d menurunnya 1. Identifikasi status nutrisi
membaik terpenuhi dengan kriteria :
intake dan menurunnya absorpsi 1. Porsi makanan yang meningkat 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
makanan dan cairan 2. Berat badan kembali normal 3. Identifikasi makanan yang disukai
Batasan Karakteristik : 3. Bising usus membaik 4. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis nutrient
1. Ketidakmampuan menelan
4. Nafsu makan membaik 5. Identifikasi perlunya penggunaan selang
makanan
5. Mukosa lembab nasogastrik
2. Ketidakmampuan mencerna
6. Monitor asupan makanan
makanan
7. Monitor berat badan
3. Ketidakmampuan mengabsorbsi
8. Monitor hasil pemeriksaan laboratorium
nutrien
‐ Terapeutik
4. Peningkatan kebutuhan
1. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika perlu
metabolisme
2. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis.
5. Faktor ekonomi (mis. finansial
Piramida makanan)
tidak mencukupi)
3. Sajikan makanan secara menarik dan suhu yang
6. Faktor psikologis (mis. stres,
sesuai
keengganan untuk makan)
4. Berikan makan tinggi serat untuk mencegah
konstipasi
5. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi protein
6. Berikan suplemen makanan, jika perlu
7. Hentikan pemberian makan melalui selang
nasigastrik jika asupan oral dapat ditoleransi
‐ Edukasi
1. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
2. Ajarkan diet yang diprogramkan
3. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan
(mis. Pereda nyeri, antiemetik), jika perlu
4. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan
jumlah kalori dan jenis nutrient yang dibutuhkan,
jika perlu
3 Gangguan integritas kulit b.d kurang Setelah dilakukan tindakan keperawatan - observasi
pengetahuan klien dapat teratasi. 3x24 jam diharapkan integritas kulit dan 1. identifikasi penyebab gangguan integritas kulit

Faktor Risiko : jaringan meningkat dengan kriteria : (mis. Perubahan sirkulasi, perubahan status nutrisi,
1. Tidak ada luka di kulit penurunan kelembaban, suhu lingkungan ekstrem,
1. Perubahan sirkulasi
2. Tidak tampak nekrosis penurunan mobilitas )
2. Perubahan status nutrisi
3. Tidak ada pigmentasi yang abnormal ‐ Terapeutik
(kelebihan atau kekurangan)
4. Tidak ada edema pada luka 1. Ubah posisi tiap 2 jam jika tirah baring
3. Kekurangan/kelebihan volume
2. Lakukan pemijatan pada area penonjokan
cairan
tulang, jika perlu
4. Penurunan mobilitas
3. Bersihkan perineal dengan air hangat,
5. Bahan kimia initatif
terutama selama periode diare
6. Suhu lingkungan yang ekstrem
4. Gunakan produk berbahan ringan/alami dan
7. Faktor mekanis (mis. penekanan,
hipoalergik pada kulit sensitif
gesekan) atau faktor elektris
5. Hindari produk berbahan dara alkohol pada
(elektrodiatermi, energi listrik
kulit baring
bertegangan tinggi)
‐ Edukasi
1. Anjurkan menggunakan pelembab
(mis.lotion,serum )
2. Anjurkan minum air yang cukup
3. Anjurkan meningkat kan asupan nutrisi
4. Anjurkan meningkatkan asupan nurisi
5. Anjurkan meningkatkan asupan buah dan sayur
6. Anjurkan menghindari terpapar suhu ekstem
2.6.4 Implementasi
Sesuai dengan intervensi yang dibuat.
2.6.5 Evaluasi
1. Diagnosa 1 : Defisit volume cairan b.d seringnya buang air besar dan
encer klien dapat teratasi.
2. Diagnosa 2 : Defisit nutrisi, kurang dari kebutuhan tubuh b.d menurunnya
intake dan menurunnya absorpsi makanan dan cairan klien dapat teratasi.
3. Diagnosa 3 : Gangguan integritas kulit b.d kurang pengetahuan klien dapat
teratasi
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa : Kris Kelana


NIM : 2021-01-14901-036
Ruang Praktek : Ruang ICVCU
Tanggal Praktek : 15-27 November 2021
Tanggal & Jam Pengkajian : Rabu 17 November 2021/ 07.00-12.00 WIB

2.1 PENGKAJIAN
2.1.1 IDENTITAS PASIEN
Nama : Tn. O
Umur : 47 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Jawa/ Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMA
Status Perkawinan : Menikah
Alamat : Samba Kahayan
Tgl MRS : 16/11/2021
Diagnosa Medis : CHF
2.1.2 RIWAYAT KESEHATAN /PERAWATAN
2.1.2.1 Keluhan Utama :
Klien mengatakan nyeri di area genetelia saat BAK
2.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien mengatakan sebelum ke rumah sakit, pasien sesak nafas dan perut
tersasa kembung kurang lebih 1 minggu, kemudian pasien datang ke
pukesmas tumba samba karena ingin berobat. Kemudian dari pukesmas
tumbang samba pasien dirujuk ke dr. Doris Sylvanus Palangka raya karena
obat dan alat di pukesmas tumbang samba tidak memadai. Pada tanggal 17
November 2021 jam 10.00 WIB pasien masuk ke IGD kemudian
dilakukan
pengkajian dengan keluhan nyeri di dada sampai menembus kebelakang,
pasien sesak nafas, dan susah BAK, kemudian dilakukan pemeriksaan fisik
hasil TTV TD: 124/107 mmHg, N: 40x/menit, RR: 30 x/menit, S: 36° C,
SPO2 93 % kesadaran composmentis, dengan pengkajian diperoleh
E4M5V6, pasien tampak lemah dan gelisah. Di IGD diberikan tindakan
injeksi ranitidine 50 mg, Injeksi Furosemid 40 mg, CPG 75 mg, Bisoprotol
2,5 mg dan SP furosemid 5 mg/Jam di tangan sebelah kiri dan terapi
oksigen O2 nasal kanul 3 liter. Kemudian pasien dianjurkan untuk dirawat
inap diruang ICVCU untuk mendapatkan perawatan yang lebih lanjut.
2.1.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya (Riwayat Penyakit Dan Riwayat Operasi)
Pasien mengatakan pernah mengalami riwayat peyakit jantung 1 tahun
yang lalu
2.1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada riwayat penyakit keluarga.
2.2 KEBUTUHAN DASAR

RASA NYAMAN NYERI


Suhu : 36,5°C,GelisahNyeri Skala Nyeri : 6 ( Sedang)
Gambaran Nyeri :
Lokasi nyeri : Nyeri saat BAK Frekuensi Nyeri : Seperti tertusuk-tusuk
Durasi /Perjalaan : 5 menit hilang timbul

Tanda Obyektif : Respon emosional : Penyempitan


Mengerutkan muka FokusMenjaga
: Cara mengatasi
area yang nyeri
sakit : Lain-lain : -
Masalah Keperawatan :

NyeriΟ HipertermiΟ Hipotermi


1. OKSIGENASI 2. CAIRAN
Nadi : 96x/menit Kebiasaan minum :
Pernapasan : 20 x /mnt Intake : 452
TD: 102/75 mmHg Output: .1.200 (6/jam)
Bunyi Nafas : normal Jenis : Air Putih
Respirasi : 20 x/menit Turgor kulit : Baik
Kedalaman : Normal Mukosa mulut : Lembab
Fremitus : Ada Punggung kaki : Normal
Sputum : Tidak ada Warna : Sawo Matang
Sirkulasi Pengisian kapiler : normal <2 detik
oksigen : kapan perlu, Canule: 2-3 ltr/ Mata cekung: Tidak
Dada : simetris Konjungtiva : Pucat
WSD : Tidak Ada Sklera : Normal
Riwayat Penyakit : Tidak Ada Edema : Tidak Ada
Lain – lain : Tidak Ada Distensi vena jugularis : Tidak Ada
Asites : Tidak Ada
Minum per NGT : Tidak ada
Terpasang Dekompresi NGT : Tidak
Ada
Terpasang infuse: Terpasang SP 5
mg/jam ditangan sebelah kiri tanggal 16
November 2021
Lain –lain : Tidak Ada
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah Masalah Keperawatan :
Ο Kekurangan volume cairan,
Ο Kelebihan volume cairan
Ο Lain-lain
3. NUTRISI 4. KEBERSIHAN PERORANGAN
TB : 154 cm BB : 56 Kg Kebiasaan mandi : x/hari
Kebiasaan makan : 3 kali /hari (teratur) Cuci rambut : x /hari
Keluhan saat ini : Kebiasaan gosok gigi : x /hari
Tidak ada nafsu makan mual muntah Kebersihan badan : Bersih  Kotor
Sakit /sukar menelan Sakit gigi Stomatis Keadaan rambut : Bersih  Kotor
Nyeri ulu hati /salah cerna , berhub dengan : Keadaan kulit kepala Bersih Kotor
Nyeri Akut Berhubungan Dengan Penurunan Keadaan gigi dan mulut Bersih Kotor
kapasitas kandung kemih Keadaan kuku : Pendek Panjang
Disembuhkan oleh : Keadaan vulva perineal :
Pembesaran tiroid : Tidak Ada Keluhan saat ini : Tidak Ada
hernia /massa : Tidak Ada Iritasi kulit : Tidak Ada
Maltosa : Luka bakar : Tidak Ada
Kondisi gigi/gusi : Baik Keadaan luka : Tidak Ada
Penampilan lidah : Baik Lain lain : Tidak Ada
Bising usus 15 x /mnt
Makanan /NGT/parental (infuse) : Tidak ada
Porsi makan yang dihabiskan : Dihabiskan
Makanan yang disukai : -
Diet : Diet Garam
Lain lain : Tidak Ada
Masalah Keperawatan Masalah keperawatan
Ο Ketidakseimbangan nutrisi : kurang dari Ο Defisit perawatan diri
kebutuhan Ο Gangguan integritas kulit
Ο Ketidakseimbangan nutrisi : lebih dari Ο dll
kebutuhan
Ο dll
5. AKTIVITAS ISTIRAHAT 6. ELIMINASI
Aktivitas waktu luang : menonton tv Kebiasaan BAB : 1x /hari
Aktivitas Hoby : menonton tv BAK : pasien mengunakan kateter
Kesulitan bergerak : Iya Produksi urine :
Kekuatan Otot : 5 5 Intake : 452 ml
44 Output: 1.200 ml (6jam)
Tonus Otot : Meggkan laxan: …….
Postur : Normal Meggkan diureti: ……….
tremor : Tidak Ada Keluhan BAK saat ini: Pasien
Rentang gerak : Terbatas Mengatakan BAK sedikit dan nyeri Saat
Keluhan saat ini : Lemah BAK.
Penggunaan alat bantu : Keluhan BAB saat ini : Tidak Ada
Pelaksanaan aktivitas : Peristaltik usus: ……………….
Jenis aktivitas yang perlu dibantu : ADL dibantu Abdomen: tekan:..............Lunak /keras:
keluarga dan Perawat Massa: ………..
Lain - lain : Tidak Ada Ukuran/lingkar abdomen : ……cm
Terpasang kateter urine: Iya
(dimulai tgl: 16 November 2021 di:
Genetelia}
Penggunaan alcohol: ……….Jlh /frek:
….x /hari.
Lain – lain………………………
Masalah Keperawatan Masalah Keperawatan
Ο Intoleransi Aktifitas (D.0056) Ο Diare Ο Konstipasi Ο Retensi urin
Ο Hambatan mobilisasi fisik Ο Inkontinensia urine Ο Disuria
ΟKeseringan Ο Urgensi O Gangguan
eliminasi urin (D.0040)

7. TIDUR & ISTIRAHAT 8. PENCEGAHAN TERHADAP


BAHAYA
Kebiasaan tidur : Malam Siang Reflek : Normal
Lama tidur : Malam : 6 jam, Siang : 2 jam Penglihatan : Normal
Kebiasaan tidur : Normal Pendengaran : Normal
Kesulitan tidur : Tidak Ada Penciuman : Normal
Cara mengatasi : Perabaan : Normal
Lain – lain : Tidak Ada Lain – lain : Tidak Ada
Masalah Keperawatan Masalah Keperawatan
Ο Gangguan Pola Tidur Ο Resiko Trauma Fisik Ο Resiko Injuri
Ο Gangguan Persepsi Sensorik

9. SEKSUALITAS
Aktif melakukan hubungan seksual : Aktif melakukan hubungan
Penggunaan kondom : seksual :
Masalah – masalah /kesulitan seksual : Penggunaan kondom :
Perubahan terakhir dalam frekuensi /minat : Masalah – masalah
Wanita : /kesulitan seksual :
Usia Menarke : thn, Lama siklus : hari Perubahan terakhir dalam
Lokasi : frekuensi /minat :
Periode menstruasi terakhir : Pria :
Menopause : Rabas penis :
Rabas Vaginal : Gg Prostat :
Perdarahan antar periode : Sirkumsisi :
Melakukan pemeriksaan payudara sendiri / mammogram : Vasektomi :
Tanda ( obyektif ) Melakukan pemeriksaan
Pemeriksaan : sendiri :
Payudara /penis /testis : Payudara test :
Kutil genatelia/test:. Prostoskopi /pemeriksaan
prostat terakhir :
Tanda ( obyektif )
Pemeriksaan :
Payudara /penis /testis :
Kutil genatelia/test :
Masalah Keperawatan
Ο Perdarahan Ο Gg citra tubuh Ο Disfungsi Seksual Ο Gg Pemenuhan Kebthn
seksualitas
10. KESEIMBANGAN & PENINGKATAN HUBUNGAN PSIKO SERTA INTERAKSI
SOSIAL
Lama perkawinan : ….thn, Hidup dengan : Sosiologis :
Masalah /Stress : Perubahan bicara :
Cara mengatasi stress : Penggunaan alat bantu
Orang pendukung lain : komunikasi :
Peran dalam struktur keluarga : Adanya laringoskopi :
Masalah – masalah yang berhubungan dengan penyakit Komunikasi verbal / non
/kondisi : verbal dengan keluarga /
Psikologis : orang terdekat lain :
Keputusasaan : Spiritual :
Ketidakberdayaan : Kegiatan :
Lain – lain : keagamaan :
Gaya hidup :
Perunahan terakhir :
Lain – lain : Tidak Ada
Masalah Keperawatan
Ο Kecemasan Ο Ketakutan Ο Koping individu tidak efektif Ο Isolasi diri Ο Resiko
merusak diri
ΟHambatan komunikasi verbal ΟSpiritual Distres ΟHarga diri rendah

2.3 PENYULUHAN DAN PEMBELAJARAN


1. Bahasa Dominan ( Khusus ) : Bahasa Indonesia Buta huruf : Tidak
Ada Ο Ketidakmampuan belajar (khusus) Ο Keterbatasan kognitif
2. Informasi yang telah disampaikan :
Ο Pengaturan jam besuk Ο Hak dan kewajiban klien Ο Tim /petugas
yang merawat
Ο Lain-lain: Tidak Ada
3. Masalah yang ingin dijelaskan
Ο Perawatan diri di RS Ο Obat – obat yang diberikan
Ο Lain – lain Tidak Ada
Ο Orientasi Spesifik terhadap perawatan (seperti dampak dari agama /kultur
yang dianut)
Obat yang diresepkan (lingkari dosis terakhir):

Obat Dosis Waktu Dimininum Tujuan


Secara Teratur
Untuk Mengeluarkan
Sp Furosamide 5 mg/jam 10:00 WIB Teratur
Kelebihan cairan Urine di
dalam Tubuh Melalui urin

Injeksi Ranitidine 50 mg 07.30 WIB Teratur Untuk Mengatasi infeksi


bakteri
Digunakan untuk mencegah
CPG 75 mg 07.30 WIB Terartur bekuan darah setelah terkena
serangan jantung atau stroke,
dan pada orang yang
menderita gangguan jantung
atau pembuluh darah.
Obat untuk mengobati
Bisoprotol 2,5 mg 07.30 WIB Teratur hipertensi atau tekanan darah
tinggi, angina pektoris,
aritmia, dan gagal jantung.

4. Faktor resiko keluarga ( tandai hubungan ) :


Ο Diabetes Ο Tuberkulosis Ο Penyakit jantung Ο Stroke
Ο TD Tinggi
Ο Epilepsi Ο Penyakit ginjal Ο Kanker Ο Penyakit jiwa
Ο Lain-lain
2.4 Pemeriksaan Fisik Lengkap Terakhir :
1. Status Mental ;
 Orientasi : Baik
 Afektifitas : Baik
2. Status Neurologis ;
Uji Syaraf Kranial
:
Nervus Kranial I : Pasien dapat mencium dan mengenali bau-bauan
seperti bau makanan dan freshcare.
NervusKranial II : Pasien dapat melihat dengan jelas
NervusKranial III : Pasien dapat membuka kelopak matanya
NervusKranial IV : Pasien dapat menggerakkan kedua
matanya Nervus Kranial V : Pasien dapat membuka mulutnya
NervusKranial VI : Pasien dapat menggerakkan kedua matanya kekiri
dan ke kanan
NervusKranial VII : Pasien dapat tersenyum
NervusKranial VIII : Pasien mempunyai respon saat dipanggil
NervusKranial IX : Pasien dapat menelan
NervusKranial X : Pasien dapat menunjukkan reflek
NervusKranial XI : Pasien dapat menggerakkan bahu
NervusKranial XII : Pasien dapat menjulurkan lidah
3. Ekstermitas Superior :
a) Motorik
Pergerakan :
Kekuatan :
b) Tonus
c) Refleks Fisiologis
- Bisep : ………………………………………………….
- Trisep : ………………………………………………….
- Radius : ………………………………………………….
- Ulna : ………………………………………………….
d) Refleks Patologis
Hoffman Tromer :………………………………………….
e) Sensibilitas
Nyeri :…………………………………………..
4. Ekstremitas Inferior :
a) Motorik
Pergerakan :………
Kekuatan 5555
b) Tonus :
c) Refleks Fisiologis
Refleks Patella : Tidak dikaji
d) Refleks Patologis
- Babinsky : Tidak dikaji
- Chaddock : Tidak dikaji
- Gordon : Tidak dikaji
- Oppenheim : Tidak dikaji
- Schuffle : Tidak dikaji
5. Rangsang Meningen
a) Kaku kuduk : Tidak dikaji
b) Brudzinksky I & II : Tidak dikaji
c) Lassaque : Tidak dikaji
d) Kernig Sign : Tidak dikaji
2.5 DATA GENOGRAM
Genogram Keluarga

Keterangan :
= Laki-laki = Tinggal Serumah
= perempuan = Garis Keturunan
= pasien = Meninggal

2.6 DATA PEMERIKSAAN PENUNJANG (DIAGNOSTIK


& LABORATORIUM )
Data penunjang : Senin, 17 November 2021

1) Pemeriksaan EKG

2) Pemeriksaan Laboratorium
No Jenis Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Normal
1 WBC 13.09 10/uL 4.50-11.00
2 HBG 11.8 g/dL 10.5-18.0
3 Hct 38.2 % 37-48.0
4 PLT 08 10/uL 150-400
5 Natrium (Na) 133 Mmol/l 135-148
6 Kalium (K) 3,6 Mmol/l 3,5-5,3
7 Calium (C) 1,06 Mmol/l 0,98-1,2
8 Glukosa Sewaktu 53 Mmol/l 21-53
9 Ureum 87 Mmol/l 21-53
10 Kreatinin 1,98 Mmol/l 0,17-1,5

2.7 PENATALAKSANAAN MEDIS


No Nama Obat Dosis Rute Indikasi
Sp Furosemid 40 mg/ IV Obat golongan diuretik yang bermanfaat
1 jam untuk mengeluarkan kelebihan cairan
dari dalam tubuh melalui urine. Obat ini
sering digunakan untuk mengatasi
edema (penumpukan cairan di dalam
tubuh) atau
hipertensi (tekanan darah tinggi).
Injeksi 50 mg IV Ranitidine adalah obat yang digunakan
2 Ranitidine untuk menangani gejala atau penyakit
yang berkaitan dengan produksi asam
berlebih di dalam lambung.

Palangka Raya, 17 November 2021


Mahasiswa,

Kris Kelana
ANALISIS DATA
DATA SUBYEKTIF KEMUNGKINAN
MASALAH
DAN DATA OBYEKTIF PENYEBAB
DS : Penurunan Kapasitas Gangguan
Klien mengatakan setiap Kandung Kemih eliminasi urine
kali BAK keluar sedikit dan
nyeri saat BAK

DO : Iritasi Kandung kemih


- Klien tampak terpasang
kateter
- Intake : 412 ml Penyempitan lumen
- Output : 1.200 ml (6 jam) uretra
- urine tampak keruh
- Klien tampak gelisah
- Kesadaran Compos mentis Hambatan aliran urin
- Terpasang SP 5 mg/ jam
- Injeksi Furosemid 40 mg dan
Injeksi Ranitidin 50 mg Gangguan eliminasi
- Diagnosa medis CHF urine
- TTV :
TD: 102/75 mmHg
N: 96x/menit
RR: 20 x/menit
S: 36° C
SPO2: 98%
DS: Pasien mengatakan merasa Ketidakseimbangan antara Intoleransi
lemah suplai dan kebutuhan Aktivitas
DO: oksigen
‐ ADL dibantu keluarga
‐ Keadaan umum lemah
‐ Kesadaran composmentis Kelemahan
‐ Pasien tampak terpasang
Oksigen Nasal kanul 3 lpm
‐ Kekuatan otot 5 5 Imobilitas
44
‐ TTV :
TD: 102/75 mmHg Intoleransi aktivitas
N: 96x/menit
RR: 20 x/menit
S: 36° C
SPO2: 98%
PRIORITAS MASALAH

1. Gangguan eliminasi urine berhubungan dengan Penurunan Kapasitas


Kandung Kemih ditandai dengan Klien tampak terpasang kateter Jumlah
Intake: 412 ml, Output : 1.200 ml (6 jam) dan air urine tampak keruh, Klien
tampak gelisah, Kesadaran Compos mentis, Injeksi Furosemid 40 mg dan
Injeksi Ranitidin 50 mg, Diagnosa medis CHF, terpasang SP 5 mg/jam,
TD: 102/75 mmHg, N: 96x/menit, RR: 20 x/menit, S: 36° C, SPO2: 98%.
2. Intoleransi aktivitas Berhubungan dengan Ketidakseimbangan antara suplai
dan kebutuhan oksigen ditandai dengan ADL dibantu sebagian, Keadaan
umum lemah, Kesadaran composmentis, Terpasang SP Furosemid 5
mg/jam ditangan sebelah kiri, TD: 102/75 mmHg, N: 96x/menit, RR: 20
x/menit, S: 36° C, SPO2: 98%.
RENCANA KEPERAWATAN
Nama Pasien : Tn. O
Ruang Rawat : ICVCU
Diagnosa Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional
Keperawatan
1. Eliminasi urine Setelah dilakukan asuhan 1. Identifikasi tanda dan gejala retensi 1. Untuk mengetahuai tentang
berhubungan dengan keperawatan 3x24 jam atau inkontinesial urine masalah eliminasi urine
penurunan kapasitas diharapkan BAKpasien kembali 2. Identifikasi faktor yang 2. Memberikan informasi tentang
kandung kemih normal dengan kriteria hasil: menyebabkan retensi atau fungsi ginjal
2.1.8 Pola eliminasi (5) inkontinesial urine 3. Membantu identifikasi dini terjadi
2.1.9 Bau urin (5) 3. Monitor eliminasi urine ( mis, infeksi saluran kemih
2.1.10 Warna urin (5) frekuensi, konsistensi, aroma, 4. Untuk mengurangi komplikasi
2.1.11 Nyeri saat Kencing (5) volume, dan warna pada eliminasi
2.1.12 Frekuensi berkemih (5) 4. Catat waktu-waktu dan pengeluaran 5. Membantu proses penyembuhan
urine
5. Batasi asupan cairan jike perlu
6. Ajarkan mengukur asupan cairan
dan urine
7. Anjurkan pasien minum yang cukup
8. Kolaborasi dengan dokter dalam
pemberian obat
2. Intoleransi aktivitas Setelah dilakukan tindakan 1. Observasi tanda-tanda vital 1. Agar mengetahuai perkembangan
b.d keperawatan selama 3x24 jam 2. Identifikasi pola aktivitas dan tidur tandatanda vital klien
ketidakseimbangan diharapkan klien dapat 3. Fasilitasi menghilangkan stress 2. Mengetahui tingkat kemampuan
suplai oksigen meningkatkan aktivitas, dengan sebelum tidur klien dan esiko cidera
dengan kebutuhan kriteria hasil: 4. Anjurkan menghindari 3. Agar menigkatkan kemampuan
oksigen dalam 1. Keadaan umum baik makanan/minuman yang klien dan resiko cidera
tubuh 2. Kemampuan melakukan mengganggu tidur 4. Membantu klien beraktivitas
aktivitas rutin 5. Kolaborasi dengan dokter dalam 5. Mengganti cairan dan elektrolit
3. Hasil pemeriksaan TTV pemberian terapi secara adekuat jika tidak ada
normal indikasi
4. Pasien mampu melakukan
aktivitas secara mendiri
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Hari/Tanggal Tanda tangan dan


Implementasi Evaluasi (SOAP)
Jam Nama Perawat
Rabu, 17 November 1. Mengdentifikasi tanda dan gejala retensi S : Pasien mengatakan rasa nyeri saat BAK
2021 atau inkontinesial urine berkurang saat skala 1 (ringan)
10.00 WIB 2. Mengidentifikasi faktor yang O:
menyebabkan retensi atau inkontinesial 1. Kesadaran pasien Compos menthis
urine
2. Pasien tampak tenang dan tidak
3. Memonitor eliminasi urine ( mis,
kesakitan lagi
frekuensi, konsistensi, aroma, volume, Kris Kelana
3. Pasien mengatakan perutnya tidak
dan warna
kembung lagi
4. Mencatat waktu-waktu dan pengeluaran
4. Belence cairan pasien : - 1.696 (24
urine agar mengetahui intake dan output
jam)
pasien secara normal
TD: 110/80 mmHg
5. Membatasi asupan cairan jika perlu agar
N: 96x/menit
kebutuhan cairan pasien terkontrol
RR: 20 x/menit
6. Mengajarkan mengukur asupan cairan
S: 36° C
dan urine
SPO2: 97%
7. Menganjurkan pasien minum yang cukup
8. Mengolaborasi dengan dokter dalam A = Masalah teratasi
pemberian obat agar membantu proses 1. Skala nyeri 1 (ringan)
penyembuhan pasien 2. Pasien sudah bisa mengalihkan rasa
nyeri dengan mendengarkan musik
P = Intervensi dihentikan
Rabu, 17 November 1. Mengobservasi tanda-tanda vital S: Pasien mengatakan sudah merasa
2021 2. Mengidentifikasi pola aktivitas dan tidur nyaman
10.00 WIB (menjelaskan ke pasie petingnya pola O:
aktivitas agar membantu proses 1. Keadaan umum composmenthis
penyembuhan pasien 2. Pasien tampak mulai melakukan
3. Memfasilitasi menghilangkan stress aktivitas ringan
sebelum tidur yaitu memberikan rasa aman TD: 110/80 mmHg Kris Kelana
dan nyaman ke pasien agar tidak stres N: 96x/menit
4. Menganjurkan menghindari makanan/ RR: 20 x/menit
minuman yang mengganggu tidur S: 36° C
5. Berkolaborasi dengan dokter dalam SPO2: 97%
pemberian terapi agar mebantu proses A: Masalah teratasi
penyembuhan pasien P: Intervensi dihentikan
DAFTAR PUSTAKA

Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI, (2018), Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
(SIKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Asuhan Keperawatan Klien dengan Gangguan Eliminasi. Terdapat pada :
http://911medical.blogspot.com/2010/06/asuhan-keperawatan-klien-
dengan- masalah.html

Brunner & Suddarth. 2012. Keperawatan Medikal Bedah Vol 3. enerbit Kedokteran
EGC: Jakarta.

Harnawatiaj. 2010. Konsep Dasar Pemenuhan Kebutuhan Eliminasi Fekal.


Terdapat pada : http://harnawatiaj.wordpress.com/2008/03/14/konsep-
dasar- pemenuhan-kebutuhan-eliminasi-fecal/

Septiawan, Catur E. 2014. Perubahan Pada Pola Urinarius. Terdapat pada:


www.kiva.org

Sjamsuhidajat. 2014. Buku Ajar Medikal Bedah. Penerbit Kedokteran EGC:


Jakarta.

Supratman. 2014. askep Klien Dengan Sistem Perkemihan

Andi Visi Kartika. Retensi Urin Pospartum. Http://www.jevuska.com/2014/04/19


/retensi-urine-post-partum

Siregar, c. Trisa , 2014, Kebutuhan Dasar Manusia Eliminasi BAB, Program Studi
Ilmu Keprawatan Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara

Anda mungkin juga menyukai