Anda di halaman 1dari 29

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN 

KEPERAWATAN
PADA NY.A DENGAN DIAGNOSA MEDIS CHRONIC
KIDNEY DISEASE DIRUANG ASTER STASE
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
RSUD dr.DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA

Oleh:

NOVIA FERGINA
2021-01-14901-047

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM PROFESI NERS
TAHUN 2021
LEMBAR PERSETUJUAN

Asuhan Keperawatan ini disusun oleh:


Nama : Novia Fergina
Nim : 2021-01-14901-047
Program : Profesi Ners
Studi
Judul : Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Ny.A
Dengan Diagnosa Medis Chronic Kidney Disease Diruang Aster
Stase Keperawatan Medikal Bedah RSUD dr.Doris Sylvanus
Palangka Raya

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menyelesaikan Program Profesi Ners Stase Keperawatan Dasar Profesi pada
Program Studi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

PEMBIMBING PRAKTIK

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Karmitasari, Ners., M.Kep Cristina Indah, S.Kep., Ners


LEMBAR PENGESAHAN
Asuhan Keperawatan ini disusun oleh:
Nama : Novia Fergina
Nim : 2021-01-14901-047
Program : Profesi Ners
Studi
Judul : Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Ny.A
Dengan Diagnosa Medis Chronic Kidney Disease Diruang Aster
Stase Keperawatan Medikal Bedah RSUD dr.Doris Sylvanus
Palangka Raya

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menyelesaikan Program Profesi Ners Stase Keperawatan Dasar Profesi pada
Program Studi Ners Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

PEMBIMBING PRAKTIK

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik

Karmitasari, Ners., M.Kep Cristina Indah, S.Kep., Ners

Mengetahui
Ketua Program Studi Ners
Meilitha Carolina, Ners., M. Kep

KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, atas berkat
dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan yang
berjudul “Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Ny.A Dengan
Diagnosa Medis Chronic Kidney Disease Diruang Aster Stase Keperawatan
Medikal Bedah RSUD dr.Doris Sylvanus Palangka Raya”.
Laporan ini dibuat sebagai syarat dalam menempuh ujian praktik lapangan
pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya. Penyusun
menyadari bahwa dalam pelaksanaan dan penyusunan laporan tidak lepas dari
bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Untuk itu perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Maria Adelheid Ensia,S.Pd., M.Kes sebagai Ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.
2. Ibu Karmitasari, Ners., M.Kep selaku pembimbing akademik yang sangat
banyak membantu dalam pembuatan laporan ini.
3. Ibu Cristina Indah, S.Kep., Ners selaku pembimbing klinik yang sangat
banyak membantu dalam pembuatan laporan ini.
4. Kedua orang tua saya yang selalu memberi motivasi, doa dan dukungan
moril dan materil kepada penulis.
5. Ny.A serta keluarga yang telah terlibat langsung dan telah berpartisipasi
dengan baik, memberikan keterangan yang lengkap dan telah bersikap
kooperatif dalam kegiatan stusi kasus sehingga sangat mendukung dalam
penyusunan laporan ini.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan
khususnya ilmu keperawatan. Dalam penyusunan laporan ini penulis menyadari
belum sempurna. Sehingga penyusun mengharapkan kritik dan saran untuk
perbaikan di masa mendatang.

Palangka Raya, 14 November 2021


Penyusun
DAFTAR ISI
Hal
HALAMAN SAMPUL DEPAN.....................................................................i
LEMBAR PENGESAHAN............................................................................ii
LEMBAR PERSETUJUAN...........................................................................iii
KATA PENGANTAR....................................................................................iv
DAFTAR ISI...................................................................................................v

BAB 1 TINJAUAN PUSTAKA


1.1 Konsep Penyakit.......................................................................................
1.1.1 Definisi...........................................................................................
1.1.2 Anatomi Fisiologi .........................................................................
1.1.3 Etiologi ..........................................................................................
1.1.4 Patofisiologi ..................................................................................
1.1.5 WOC .............................................................................................
1.1.6 Manifestasi Klinis .........................................................................
1.1.7 Komplikasi ....................................................................................
1.1.8 Pemeriksaan Penunjang ................................................................
1.1.9 Penatalaksanaan Medis .................................................................
1.2 Konsep Dasar Gangguan Rasa Aman Dan Nyaman
1.2.1 Definisi ..........................................................................................
1.2.2 Anatomi Fisiologi .........................................................................
1.2.3 Etiologi ..........................................................................................
1.2.4 Klasifikasi .....................................................................................
1.2.5 Pathway Nyeri ...............................................................................
1.2.6 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala) .........................................
1.2.7 Komplikasi ....................................................................................
1.2.8 Pemeriksaan Penunjang ................................................................
1.2.9 Penatalaksanaan Medis .................................................................
1.3 Manajemen Asuhan Keperawatan
1.3.1 Pengkajian .....................................................................................
1.3.2 Diagnosa .......................................................................................
1.3.3 Intervensi ......................................................................................
1.3.4 Implementasi .................................................................................
1.3.5 Evaluasi .........................................................................................
BAB 1
TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Konsep Penyakit


1.1.1 Pengertian
Chronic Kidney Disease (CKD) merupakan penurunan fungsi ginjal
progresif yang ireversibel ketika ginjal tidak mampu mempertahankan
keseimbangan metabolik, cairan, dan elektrolit yang menyebabkan terjadinya
uremia dan azotemia (Bsyhskki, 2012).
Chronic Kidney Disease (CKD) adalah gangguan fungsi ginjal yang
progresif dan irreversible dimana ginjal gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan dan elektrolit, yang menyebabkan uremia
(retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah). CKD ditandai dengan
penurunan fungsi ginjal yang irreversible pada suatu derajat atau tingkatan yang
memerlukan terapi pengganti ginjal yang tetap berupa dialisis atau transplantasi
ginjal (Smeltzer, 2010).
Chronic Kidney Disease (CKD) atau gagal ginjal kronik adalah suatu
penyakit dimana ginjal mengalami penurunan fungsi yang progresif dan
ireversibel. The Kidney Disease Outcomes Quality Initiative (K/DOQI) of The
National Kidney Foundation menyebutkan bahwa CKD adalah penyakit ginjal
yang telah berlangsung selama lebih dari 3 bulan dan penurunan LFG (Laju
Filtrasi Glomerulus) sebanyak 60 ml/min/1.73m2 (Lewis, 2011).

1.1.2 Anatom Fisiologis


Manusia memiliki sepasang ginjal. Dua ginjal terletak pada dinding
posterior abdomen, diluar rongga peritoneum. Sisi medial setiap ginjal
merupakan daerah lekukan yang disebut hilum tempat lewatnya arteri dan vena
renalis, cairan limfatik, suplai saraf , dan ureter yang membawa urine akhir dari
ginjal ke kandung kemih, tempat urine disimpan hingga dikeluarkan. Ginjal
dilengkapi oleh kapsul fibrosa yang keras untuk melindungi struktur dalamnya
yang rapuh.Posisi ginjal kanan sedikit lebih rendah dari posisi ginjal kiri karena
ginjal kanan tertekan oleh organ hati. Kedua ginjal terletak di sekitar vertebra
T12 hingga L3, sebagian dari bagian atas ginjal terlindungi oleh iga ke sebelas
dan dua belas.
Bentuk makroskopis ginjal pada orang dewasa, bentuknya seperti kacang
polong dengan ukuran panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7 hingga
5,1 inci), lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1 inci), dan beratnya sekitar
125- 150 gram, kira-kira seukuran kepalan tangan. Masing-masing ginjal
manusia terdiri dari kurang lebih satu juta nefron, masing-masing mampu
membentuk urine. Ginjal tidak dapat membentuk nefron baru. Oleh karena itu,
pada trauma ginjal, penyakit ginjal, atau proses penuaan yang normal akan
terjadi penurunan jumlah nefron secara bertahap
Dibawah ini terdapat gambar tentang anatomi fisiologi ginjal

Gambar 1.1 Anatomi Ginjal


Bentuk makroskopis ginjal pada orang dewasa, bentuknya seperti kacang
polong dengan ukuran panjang ginjal adalah sekitar 12 sampai 13 cm (4,7 hingga
5,1 inci), lebarnya 6 cm (2,4 inci), tebalnya 2,5 cm (1 inci), dan beratnya sekitar
125- 150 gram, kira-kira seukuran kepalan tangan. Masing-masing ginjal
manusia terdiri dari kurang lebih satu juta nefron, masing-masing mampu
membentuk urine. Ginjal tidak dapat membentuk nefron baru. Oleh karena itu,
pada trauma ginjal, penyakit ginjal, atau proses penuaan yang normal akan
terjadi penurunan jumlah nefron secara bertahap. Setiap nefron terdiri dari
glomerulus dan tubulus.
Pada manusia, ginjal merupakan salah satu organ yang memiliki fungsi vital
yang berfungsi untuk mengatur keseimbangan air dalam tubuh. Ginjal melakukan
fungsinya yang paling penting ini dengan cara menyaring plasma dan
memisahkan zat filtrat dengan kecepatan yang bervariasi, brgantung pada
kebutuhan tubuh. Kemudian zat- zat yang dibutuhkan oleh tubuh akan
dikembalikan ke dalam darah dan yang tidak dibutuhkan oleh tubuh akan
dikeluarka melalui urine.
Proses pembentukan urine juga dilakukan oleh nefron yang merupakan
bagian dari ginjal. Proses pembentukan urine terjadi melalui tiga tahapan yaitu
filtrasi di glomerulus, reabsorpsi di tubulus dan eksresi di tubulus.
Dibawah ini adalah gambar sebuah nefron yang memperlihatkan struktur
glomerulus dan tubulus serta perannya dalam pembentukan urine.
Gambar 1.2 Nefron yang memperlihatkan struktur glomerulus dan tubulus
Pada saat cairan, darah, serta zat-zat masuk ke dalam ginjal, semua
bahan- bahan itu akan difiltrasi di dalam glomerulus dan selanjutnya akan
mengalir ke dalam kapsula bowman dan masuk ke tubulus proksimal yang
terletak di dalam korteks ginjal. Dari tubulus proksimal, cairan akan mengalir ke
ansa henle yang masuk ke dalam medula renal, cairan masuk ke makula densa
dan kemudian ke tubulus distal, dari tubulus distal cairan masuk ke tubulus
renalis arkuatus dan tubulus koligentes kortikal dan masuk ke duktus yang lebih
besar yaitu duktus koligentes medula. Duktus koligentes bergabung membentuk
duktus yang lebih besar yang mengalir menuju pelvis renal melalui papila renal.
Dari pelvis renal, urine akan terdorong ke kandung kemih melalui saluran ureter
dan dikeluarkan melalui uretra.

1.1.3 Etiologi
Penyebab Chronic Kidney Disease (CKD) belum diketahui. Tetapi,
beberapa kondisi atau penyakit yang berhubungan dengan pembuluh darah atau
struktur lain di ginjal dapat mengarah ke CKD.
Penyebab yang paling sering muncul adalah:
1.1.3.1 Diabetes Melitus
Kadar gula darah yang tinggi dapat menyebabkan diabetes melitus. Jika
kadar gula darah mengalami kenaikan selama beberapa tahun, hal ini dapat
menyebabkan penurunan fungsi ginjal (WebMD, 2015)
1.1.3.2 Hipertensi
Tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol dapat menjadi penyebab
penurunan fungsi ginjal dan tekanan darah sering menjadi penyebab utama
terjadinya CKD (WebMD, 2015).
Kondisi lain yang dapat merusak ginjal dan menjadi penyebab CKD antara
lain:
1. Penyakit ginjal dan infeksi, seperti penyakit ginjal yang disebabkan
oleh kista
2. Memiliki arteri renal yang sempit.
3. Penggunaan obat dalam jangka waktu yang lama dapat merusak ginjal.
Seperti obat Non Steroid Anti Inflamation Drugs (NSAID), seperti
Celecoxib dan Ibuprofen dan juga penggunaan antibiotik (WebMD,
2015).
1.1.4 Klasifikasi
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju
Filtration Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m dengan
rumus Kockroft Gault sebagai berikut :
Deraja Penjelasan LFG
t (ml/mn/1.73m)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau berat 12-29
5 Gagal Ginjal <15
Tabel 1.1 Klasifikasi Gagal Ginjal Kronis
1.1.5 Patofisiologi
Patofisiologi CKD beragam, bergantung pada proses penyebab penyakit.
Proses patologi umum yang menyebabkan kerusakan nefron, CKD, dan gagal
ginjal. Tanpa melihat penyebab awal, glomerulosklerosis dan inflamasi interstisial
dan fibrosis adalah ciri khas CKD dan menyebabkan penurunan fungsi ginjal .
Seluruh unit nefron secara bertahap hancur. Pada tahap awal, saat nefron hilang ,
nefron fungsional yang masih ada mengalami hipertrofi. Aliran kapiler
glomerulus dan tekanan meningkat dalam nefron ini dan lebih banyak pertikel zat
terlarut disaring untuk mengkompensasi massa ginjal yang hilang. Kebutuhan
yang meningkat ini menyebabkan nefron yang masih ada mengalami sklerosis
(jaringan parut) glomerulus, menimbulkan kerusakan nefron pada akhirnya.
Proteinuria akibat kerusakan glomerulus di duga menjadi penyebab cedera
tubulus. Proses hilangnya nefron yang kontiunu ini terus berlangsung meskipun
setelah proses penyakit awal telah teratasi (Lemon, 2016).
Perjalanan CKD beragam, berkembang selama periodebulanan hingga
tahunan. Pada tahap awal, sering kali disebut penurunan cadangan ginjal, nefron
yang tidak terkena mengkompensasi nefron yang hilang. GFR sedikit turun dan
pada pasien asimtomatik disertai BUN dan kadar kreatin serum normal. Ketika
penyakit berkembang dan GFR turun lebih lanjut, hipertensi dan ebberapa
manifestasi insufisiensi ginjal dapat muncul. Serangan berikutnya pada ginjal di
tahap ini (misalnya infeksi, dehidrasi atau obstruksi saluran kemih) dapat
menurunkan fungsi dan dapat memicu awitan gagal ginjal atau uremia nyata lebih
lanjut. Kadar serum kratinin dan BUN naik secara tajam, pasien menjadi uliguria,
dan manifestasi uremia muncul. Pada ESRD, tahap akhir CKD, GFR kurang dari
10% normal dan terapi penggantian ginjal diperlukan untuk mempertahankan
hidup. (Lemon, 2016)
Patofosiologi berdasarkan penyebab menurut Lemon, 2016:
1.1.5.1 Nefropati diabetik
Peningkatan awal laju aliran glomerulus menyebabkan hiperfiltrasi dengan
akibat kerusakan glomerulus, penebalan dan sklerosis membran basalis
glomerulus dan glomerulus kerusakan bertahap nefron menyebabkan penurunan
GFR
1.1.5.2 Nefrosklerosis hipertensi
Hipertensi jangka panjang menyebabkan skelrosis dan penyempitan
arteriol ginjal dan arteri kecil dengan akibat penurunan aliran darah yang
menyebabkan iskemia, kerusakan glomerulus, dan atrofi tubulus.
1.1.5.3 Glomerulonefritis kronik
Inflamasi interstisial kronik pada parenkim ginjal menyebabkan obstruksi
dan kerusakan tubulus dan kapiler yang mengelilinginya, memengaruhi filtrasi
glomerulus dan sekresi dan reabsorbsi tubulus,dengan kehilangan seluruh nefron
secara bertahap.
1.1.5.4 Pielonefritis kronik
Infeksi kronik yang biasa dikaitkan dengan obstruksi atau reluks
vesikoureter menyebabkan jaringan parut dan deformitas kaliks dan pelvis ginjal,
yang menyebabkan refluks intrarenal dan nefropati
1.1.5.5 Penyakit ginjal polisistik
Kista bilateral multipel menekan jaringan ginjal yang merusak perfusi
ginjal dan menyebabkan iskemia, remodeling vaskular ginjal, dan pelepasan
mediator inflamasi, yang merusak dan menghancurkan jaringan ginjal normal.
1.1.5.6 Eritematosa lupus kompleks
Kompleks imun terbentuk di membaran basalis kapiler yang menyebabkan
inflamasi dan sklerosis dengan glomerulonefritis fokal, lokal, atau difus.
Etiologi :
- Diabetes Melitus
WOC
- Hipertensi
- Infeksi
- Penggunaan obat

Penurunan Fungsi Ginjal

GFR Menurun

GGK

B1 B2 B3 B4 B5 B6

Penimbunan Sekresi eritropoitin Penumpukan Obstruksi ginjal Sekresi protein Sindrom uremia
sampah metabolit sampah metabolit terganggu
Produksi Hb turun Penurunan fungsi Perporasi
Ureum Toksin ginjal Gangguan
ospaleimia
menumpuk di menembus sawar keseimbangan
Oksigen
rongga paru dan GFR menurun Asam Basa
Hemoglobin turun Pruritis
Merusak selaput
Ganggun Suplai O2 mielin Retensi air dan Asam lambung
prosesdifusi menurun Natrium naik Gangguan
Penurunan Integritas Kulit
Perfusi Perifer Mual, muntah
Sesak , Nyeri kesadaran Hipervolemia
Tidak Efektif
dada
Defisti Nutrisi
Risiko Cedera
Gangguan
Pertukaran
Gas
1.1.6 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)
Menurut Smeltzer dan Bare (2014), tanda dan gejala klien gagal ginjal
kronis adalah sebagai berikut :
1.1.6.1 Manifestasi kardiovaskuler, mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan
natrium dari aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron), pitting edema
(kaki, tangan, sakrum), pembesaran vena leher.
1.1.6.2 Manifestasi dermatologi, warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering,
bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
1.1.6.3 Manifestasi Pulmoner, krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal,
pernapasan Kussmaul.
1.1.6.4 Manifestasi Gastrointestinal, pendarahan pada mulut, anoreksia,
mual,muntah, konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal
1.1.6.5 Manifestasi Neurologi, kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi,
kejang, kelemahan tungkai, panas pada telapak kaki, perubahan perilaku.
1.1.6.6 Manifestasi Muskuloskeletal, kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur
tulang, foot drop.
1.1.6.7 Manifestasi Reproduktif, amenore dan atrofi testikuler.

1.1.7 Komplikasi
1.1.7.1 Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme
dan masukan diet berlebih.
1.1.7.2 Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat
1.1.7.3 Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-
angiotensin-aldosteron
1.1.7.4 Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dna kehilangan drah
selama hemodialisa
1.1.7.5 Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.
1.1.7.6 Asidosis metabolic
1.1.7.7 Osteodistropi ginjal
1.1.7.8 Sepsis
1.1.7.9 Neuropati perifer
1.1.7.10 Hiperuremia

1.1.8 Pemeriksaan Penunjang


1.1.8.1 Pemeriksaan Laboratorium
1) Laboratorium darah : BUN, Kreatinin, elektrolit (Na, K, Ca, Phospat),
Hematologi (Hb, trombosit, Ht, Leukosit), protein, antibody (kehilangan
protein dan immunoglobulin) 
2) Pemeriksaan Urin : Warna, PH, BJ, kekeruhan, volume, glukosa, protein,
sedimen, SDM, keton, SDP, TKK/CCT
1.1.8.2 Pemeriksaan EKG : Untuk melihat adanya hipertropi ventrikel kiri, tanda
perikarditis, aritmia, dan gangguan elektrolit (hiperkalemi, hipokalsemia)
1.1.8.3 Pemeriksaan USG : Menilai besar dan bentuk ginjal, tebal korteks ginjal,
kepadatan parenkim ginjal, anatomi system pelviokalises, ureter proksimal,
kandung kemih serta prostate
1.1.8.4 Pemeriksaan Radiologi : Renogram, Intravenous Pyelography,
Retrograde Pyelography, Renal Aretriografi dan Venografi, CT Scan, MRI, Renal
Biopsi, pemeriksaan rontgen dada, pemeriksaan rontgen tulang, foto polos
abdomen

1.1.9 Penatalaksanaan Medis


Menurut Muttaqin (2011:173), tujuan utama penatalaksanaan pasien GGK
adalah untuk mempertahankan fungsi ginjal yang tersisa dan homeostasis tubuh
selama mungkin serta mencegah atau mengobati komplikasi. Terapi konservatif
tidak dapat mengobati GGK namun dapat memperlambat progres dari penyakit ini
karena yang dibutuhkan adalah terapi penggantian ginjal baik dengan dialisis atau
transplantasi ginjal.
1.1.9.1 Dialisis
Dialisis dapat dilakukan untuk mencegah komplikasi gagal ginjal yang
serius, seperti hiperkalemia, perikarditis dan kejang. Dialisis memperbaiki
abnormalitas biokimia; menyebabkan cairan, protein, dan natrium dapat
dikonsumsi secara bebas; menghilangkan kecenderungan perdarahan dan
membantu penyembuhan luka.
1.1.9.2 Koreksi hiperkalemi
Mengendalikan kalium darah sangat penting karena hiperkalemi dapat
menimbulkan kematian mendadak. Hal yang pertama harus diingat adalah jangan
menimbulkan hiperkalemia. Selain dengan pemeriksaan darah, hiperkalemia juga
dapat di diagnosis dengan EEG dan EKG. Bila terjadi hiperkalemia, maka
pengobatannya adalah dengan mengurangi intake kalium, pemberian Na
Bikarbonat, dan pemberian infus glukosa.
1.1.9.3 Koreksi anemia
Usaha pertama harus di tunjukan untuk mengatasi faktor defisiensi,
kemudian mencari apakah ada perdarahan yang mungkin dapat diatasi.
Pengendalian gagal ginjal pada keseluruhan akan dapat meninggikan Hb.
Transfusi darah hanya dapat diberikan bila ada indikasi yang kuat, misalnya ada
insufisiensi koroner.
1.1.9.4 Koreksi asidosis
Pemberian asam melalui makanan dan obat-obatan harus di
hindari.natrium bikarbonat dapat di berikan peroral atau perenteral. Pada
permulaan 100 mEq natrium bikarbonat diberi intravena perlahan-lahan, jika
diperlukan dapat diulang. Hemodialisis dan dialisis peritoneal dapat juga
mengatasi asidosis.
1.1.9.5 Pengendalian hipertensi
Pemberian obat beta bloker, alpa metildopa, dan vasodilator dilakukan
mengurangi intake garam dalam mengendalikan hipertensi harus hati-hati karena
tidak semua gagal ginjal disertai retensi natrium.
1.1.9.6 Transplantasi ginjal
Dengan pencangkokan ginjal yang sehat ke pasien GGK, maka seluruh
faal ginjal dengan ginjal yang baru.

1.2 Konsep Hemodialisa


1.2.1 Pengertian
Hemodialisis adalah suatu teknologi tinggi sebagai terapi pengganti fungsi
ginjal untuk mengeluarkan sisa-sisa metabolisme atau racun tertentu dari
peredaran darah manusia seperti air, natrium, kalium, hidrogen, urea, kreatinin,
asam urat, dan zat-zat lain melalui membrane semi permeabel sebagai pemisah
darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses difusi, osmosis
dan ultrafiltrasi (Rendi, 2012).
Hemodialisis adalah proses dimana darah penderita dialirkan untuk
dilakukan pemisahan (penyaringan) sisa-sisa metabolisme melalui selaput
permeabel dalam ginjal buatan dengan bantuan mesin hemodialisis. Darah yang
sudah bersih dipompakan kembali kedalam tubuh selama tindakan dialisis darah
pasien berada pada suatu sisi membran didalam kompartemen darah. Dialisat pada
sisi yang lain, yaitu pada kompartemen dialisat. Dialisat dan darah tidak akan
bercampur kecuali membran bocor atau rusak (Kristiana, 2011).

1.2.2 Prinsip HD
Ada 3 prinsip dasar dalam HD yang bekerja pada saat yang sama yaitu :
1.2.2.1 Proses Difusi
Merupakan proses berpindahnya suatu zat terlarut yang disebabkan
karena adanya perbedaan konsentrasi zat-zat terlarut dalam darah dan dialisat.
Perpindahan molekul terjadi dari zat yang berkonsentrasi tinggi ke yang
berkonsentrasi lebih rendah. Pada HD pergerakan molekul/zat ini melalui suatu
membrane semi permeable yang membatasi kompartemen darah dan
kompartemen dialisat.
1.2.2.2 Proses Ultrafiltrasi
Berpindahnya zat pelarut (air) melalui membrane semi permeable akibat
perbedaan tekanan hidrostatik pada kompartemen darah dan kompartemen
dialisat. Tekanan hidrostatik /ultrafiltrasi adalah yang memaksa air keluar dari
kompartemen darah ke kompartemen dialisat. Besar tekanan ini ditentukan oleh
tekanan positif dalam kompartemen darah (positive pressure) dan tekanan negatif
dalam kompartemen dialisat (negative pressure) yang disebut TMP (trans
membrane pressure) dalam mmHg.
1.2.2.3 Proses Osmosis
Berpindahnya air karena tenaga kimiawi yang terjadi karena adanya
perbedaan tekanan osmotic (osmolalitas) darah dan dialisat. 9 Proses osmosis ini
lebih banyak ditemukan pada peritoneal dialysis (Haryati, 2010)

1.2.3 Indikasi HD
Pada umumya indikasi dari terapi hemodialisa pada penyakit ginjal kronis
adalah laju filtrasi glomerulus (LFG) sudah kurang dari 5 mL/menit, sehingga
dialisis dianggap baru perlu dimulai bila dijumpai salah satu dari hal tersebut
dibawah (Sylvia & Wilson, 2015):
1.2.3.1 Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata
1.2.3.2 K serum > 6 mEq/L
1.2.3.3 Ureum darah > 200 mg/Dl
1.2.3.4 pH darah < 7,1
1.2.3.5 Anuria berkepanjangan ( > 5 hari )
1.2.3.6 Fluid overloaded

1.2.4 Kontraindikasi
Menurut PERNEFRI (2013), kontraindikasi dari hemodialisa adalah tidak
mungkin didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa, akses vaskuler sulit,
instabilitas hemodinamik dan koagulasi. Kontra indikasi hemodialisa yang lain
diantaranya adalah penyakit alzheimer, demensia multi infark, sindrom
hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan ensefalopati dan keganasan lanjut.

1.2.5 Komplikasi
Komplikasi dibagi menjadi 2, yaitu :
1.2.5.1 Komplikasi Akut
Komplikasi akut hemodialisis adalah komplikasi yang terjadi selama
hemodialisis berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi diantaranya adalah
hipotensi, kram otot, mual dan muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit punggung,
gatal, demam, dan menggigil.
1.2.5.2 Komplikasi Kronik
Komplikasi kronik yang terjadi pada responden hemodialisis yaitu penyakit
jantung, malnutrisi, hipertensi/volume excess, anemia, Renal osteodystrophy,
Neurophaty,disfungsi reproduksi, komplikasi pada akses, gangguan perdarahan,
infeksi, amiloidosis, dan Acquired cystic kidney disease (Mahmudah, 2013)

1.3 Manajemen Keperawatan


1.3.1 Pengkajian
1. Identitas Pasien
Nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa, pendidikan,
pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor register.
2. Riwayat Kesehatan
1) Keluhan utama
2) Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah
kesehatan klien sekarang.
3. Pemeriksaan Fisik
1) B1 (Breathing)
Pada pemeriksaan pada sistem pernafasan di dapatkan hasil pernafasan
kussmaul (cepat dan dangkal), paroksismal nokturnal dyspnea (+), batuk
produktif dengan frotty sputum bila terjadi edema pulmonal.
2) B2 (Blood)
Didapatkan hasil dari pemeriksaan ini yaitu riwayat hipertensi lama atau
berat, palpitasi, nyeri dada, peningkatan JVP, tachycardia, hipotensi orthostatic,
friction rub
3) B3 (Brain)
Sakit kepala, penglihatan kabur, kram otot, kejang, kebas, kesemutan,
gangguan status mental,penurunan lapang perhatian, ketidakmampuan
berkonsentrasi, kehilangan memori, kacau, penurunan tingkat kesadaran, koma
4) B4 (Bladder)
Adanya penurunan frekuensi urin, oliguri, anuri, perubahan warna urin, urin
pekat warna merah/coklat, berawan, diare, konstipasi, abdomen kembung
5) B5 (Bowel)
Pada pemeriksaan ini didaptkan hasil peningkatan BB karena edema,
penurunan BB karena malnutrisi, anoreksia, mual, muntah, rasa logam pada
mulut, asites, penurunan otot, penurunan lemak subkutan
6) B6 (Bone)
Kelelahan, kelemahan, malaise, gangguan tidur, kelemahan otot dan tonus,
penurunan ROM

1.3.2 Diagnosa Keperawatan


1.3.2.1 Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan ketidakseimbangan
ventilasi-perfusi
1.3.2.2 Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan konsentrasi
hemoglobin
1.3.2.3 Risiko cedera berhubungan dengan ketidaknormalan profil darah
1.3.2.4 Hipervolemia berhubungan dengan kelebihan asupan cairan
1.3.2.5 Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan mengabsorbsi
nutrien
1.3.2.6 Gangguan integritas kulit berhubungan dengan kekurangan/kelebihan
volume cairan.
1.3.3 Intervensi Keperawatan
Diagnosa Rencana Keperawatan (SIKI)
No.
Keperawatan (SDKI) Tujuan (SLKI) Intervensi (SIKI)
1 Gangguan pertukaran Pertukaran Gas (L.01003 hal.94) Pemantauan Respirasi (I.01014 hal.247)
gas berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama Observasi :
dengan 1x4 jam diharapkan pertukaran gas kembali 1. Monitor frekuensi,irama, kedalaman dan upaya
ketidakseimbangan normal dengan kriteria hasil : nafas
ventilasi-perfusi 1. Tingkat kesadaran meningkat (Skor 5) 2. Monitor pola nafas (seperti
(D.0003 hal.22) 2. Dispnea menurun (Skor 5) bradypnea,takipnea,hiperventilasi, kussmaul,
3. Bunyi nafas tambahan menurun (Skor 5) Cheyne-stokes, biot, ataksik)
4. Pusing menurun (Skor 5) 3. Monitor kemampuan batuk efektif
5. Penglihatan kabur menurun (Skor 5) 4. Monitor adanya produksi sputum
6. Gelisah menurun (Skor 5) 5. Monitor adanya sumbatan jalan nafas
7. Nafas cuping hidung menurun (Skor 5) 6. Palpasi kesimetrisan ekspansi paru
8. PCO2 membaik (Skor 5) 7. Auskultasi bunyi nafas
9. PO2 membaik (Skor 5) Terapeutik :
1. Atur interval pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien
2. Dokumentasikan hasil pemantauan
Edukasi :
1.Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan
2. Informasikan hasil pemantauan, jika perlu

2 Perfusi perifer tidak Perawatan Sirkulasi (I.02079 hal.345) Perawatan Sirkulasi (I.02079 hal.345)
efektif berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama Observasi :
dengan penurunan 1x4 jam diharapkan perfusi perifer kembali 1. Periksa sirkulasi perifer (mis.nadi perifer,
konsentrasi hemoglobin efektif dengan kriteria hasil : edema, pengisian kapiler, warna, suhu, ankle-
(D.0009 hal.37) 1. Denyut nadi perifer meningkat ( Skor 5) brachiali index)
2. Penyembuhan luka meningkat (Skor 5) 2. Identifikasi factor risiko gangguan sirkulasi
3. Sensasi meningkat (Skor 5) (mis.diabetes,perokok,orang tua, hipertensi dan
4. Warna kulit pucat menurun (Skor 5) kadar kolesterol tinggi)
5. Edema perifer menurun (Skor 5) 3. Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak
6. Nyeri ekstremitas menurun (Skor 5) pada ekstremitas
7. Kelemahan otot menurun (Skor 5) Terapeutik :
8. Parastesia menurun (Skor 5) 1. Hindari pemasangan infus atau pengambilan
darah di area keterbatasan
2. Hindari pengukuran tekanan darah pada
ekstremitas dengan keterbatasan perfusi
3. Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet
pada area yang cedera
4. Lakukan pencegahan infeksi
5. Lakukan perawatan kaki dan kuku
6. Lakukan hidrasi
Edukasi :
1. Anjurkan berhenti merokok
2. Anjurkan berolahraga rutin
3. Anjurkan mengecek air mandi untuk
menghindari kulit terbakar
4. Anjurkan minum obat pengontrol tekanan dara
secara teratur
5. Anjurkan menghindari penggunaan obat
penyekat beta
6. Anjurkan program rehabilitasi vascular
7. Anjurkan melakukan perawatan kulit yang
tepat

3. Risiko cedera Tingkat Cedera (l.14136 hal.135) Pencegahan Cedera (I.14537 hal.275)
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama Observasi :
berhubungan dengan
ketidaknormalan profil 1x4 jam diharapkan risiko cedera dapat 1. Identifikasi area lingkungan yang berpotensi
menurun dengan kriteria hasil : menyebabkan cedera
darah (D.0136 hal.294)
1.Toleransi aktivitas meningkat (Skor 5) 2. Identifikasi obat yang berpotensi menyebabkan
2. Nafsu makan meningkat (Skor 5) cedera
3. Toleransi makanan meningkat (Skor 5) 3. Identifikasi kesesuaian alas kaki atau stoking
4. Kejadian cedera menurun (Skor 5) elastis pada ekstremitas bawah
5. Luka/lecet menurun (Skor 5) Terapeutik :
6. Ketegangan otot menurun (Skor 5) 1. Sediakan pencahayaan yang memadai
7. Fraktur menurun (Skor 5) 2. Gunakan lampu tidur
8. Perdarahan menurun (Skor 5) 3. Sosialisasikan pasien dan keluarga dengan
lingkungan ruang rawat (mis.penggunaan telepon,
tempat tidur, penerangan ruangan, dan lokasi
kamar mandi)
4. Gunakan alas lantai jika berisiko mengalami
cedera serius
5. Sediakan alas kaki antislip
6. Sediakan pispot atau urinal untuk eliminasi
ditempat tidur, jika perlu
7. Pastikan bel panggilan atau telepon mudah
dijangkau
8. Pertahankan posisi tempat tidur diposisi
terendah saat digunakan
Edukasi
1. Jelaskan alasan intervensi pencegahan jatuh ke
pasien dan keluarga
2. Anjurkan berganti posisi secara perlahan dan
duduk selama beberapa menit sebelum berdiri

4. Hipervolemia Keseimbangan Cairan (L.05020 hal.41) Manajemen Hipervolemia (I.03114 hal.181)


Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama Observasi :
berhubungan dengan
kelebihan asupan cairan 1x4 jam diharapkan volume cairan kembali 1.Periksa tanda dan gejala hipervolemia
normal dengan kriteria hasil : (mis.ortopnea, dipsnea, edema, JVP/CVP
(D.0022 hal 62)
1. Asupan nutrisi meningkat (Skor 5) meningkat , refleks hepatojugular positif, suara
2. Keluaran urin meningkat (Skor 5) nafas tambahan)
3. Kelembaban membran mukosa meningkat 2. Identifikasi penyebab hipervolemia
(Skor 5) 3. Monitor status hemodinamik (mis.frekuensi
4. Asupan makanan meningkat (Skor 5) jantung, tekanan darah,
5. Edema menurun (Skor 5) MAP,CVP,PAP,PCWP,CO,CI) jika tersedia
6. Dehidrasi menurun (Skor 5) 4. Monitor intake dan ouput cairan
7. Asites menurun (Skor 5) 5. Monitor tanda hemokonsentrasi
8. Tekanan darah membaik (Skor 5) 6. Monitor tanda peningkatan tekanan onkotik
9. Denyut nadi radial membaik (Skor 5) plasma (mis.kadar protein dan albumin
10. Turgor kulit membaik (Skor 5) meningkat)
7. Monitor kecepatan infus secara ketat
Terapeutik :
1. Timbang berat badan setiap hari pada waktu
yang sama
2. Batasi asupan cairan dan garam
3. Tinggikan kepala tempat tidur 30-400
Edukasi
1. Anjurkan melapor jika haluaran urin <0,5
mL/kg/jam dalam 6 jam
2. Anjurkan melapor jika BB bertambah >1 kg
dalm sehari
3. Ajarkan cara membatasi cairan
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian diuretic
2. Kolaborasi pemberian kehilangan kalium akibat
diuretic
5. Defisit nutrisi Status Nutrisi (L.03030 hal.121) Promosi Berat Badan (I.03136 hal.358) dan
berhubungan dengan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama Manajemen Nutrisi (I.031119 hal.200)
ketidakmampuan 1x4 jam diharapkan status nutrisi adekuat Observasi :
mengabsorbsi nutrien dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi kemungkinan penyebab BB
1. Porsi makanan yang dihabiskan kurang
meningkat (Skor 5) 2. Identifikasi status nutrisi
2. Kekuatan otot pengunyah meningkat 3. Monitor adanya mual dan muntah
(Skor 5) 4. Monitor jumlah kalori yang dikonsumsi
3. Kekuatan otot menelan meningkat sehari-hari
(Skor 5) 5. Monitor berat badan
4. Serum albumin meningkat (Skor 5) 6. Monitor albumin, limfosit,dan elektrolit
5. Verbalisasi keinginan untuk serum
meningkatkan nutrisi meningkat (Skor Terapeutik :
5) 1. Berikan perawatan mulut sebelum
6. Nyeri abdomen menurun (Skor 5) pemberian makan, jika perlu
7. Berat badan membaik (Skor 5) 2. Sediakan makanan yang tepat sesuai kondisi
8. Indeks massa tubuh (IMT) membaik pasien (mis.makanan dengan tekstur halus
(Skor 5) makanan yang diblender, makanan cair yang
9. Nafsu makan membaik (Skor 5) diberikan melalui NGT atau gastrostomy, total
perenteral nutrition sesuai indikasi
3. Hidangkan makanan secara menari
4. Berikan suplemen, jika perlu
5. Berikan pujian pada pasien/keluarga untuk
peningkatan yang dicapai
Edukasi :
1. Kolaborasi pemberian medikasi sebelum
makan (mis.pereda nyeri,antiemetic), jika perlu
2. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien yang
dibutuhkan jika perlu
6. Gangguan integritas Integritasi Kulit dan jaringan (L.14125 Perawatan Luka (I.14564 halm 328)
Hal. 33) Observasi :
kulit berhubungan
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama 1. Monitor karakteristik luka (mis. Drainase,
dengan 1x4 jam diharapkan integritasi kulit dan warna, ukuran, bau)
jaringan teratasi dengan kriteria hasil : 2. Monitor tanda-tanda infeksi
kekurangan/kelebihan
1. Keruskan jaringan menurun (Skor 5) Terapeutik :
volume cairan (D.0129 2. Kerusakan lapisan kulit menurun (Skor 5) 1. Perlindungan balutan dan plester secara
3. Nyeri menurun (Skor 5) perlahan
hal. 282)
4. Pendarahan menurun (Skor 5) 2. Cukur rambut di sekitar daerah luka, jika
5. Kemerahan menurun (Skor 5) perlu
6. Hematoma menurun (Skor 5) 3. Membersihkan dengan cairan NACL atau
7. Pigmentasi abnormal menurun (Skor 5) pembersih non toksik,sesuai kebutuhan
8. Suhu kulit membaik (Skor 5) 4. bersihkan jaringan nekrotik
9. Tekstur membaik (Skor 5) 5. Berika salep yang sesuai di kulit /lesi, jika
perlu
6. Pasang balutan sesuai jenis luka
7. Pertahan kan teknik seteril saaat perawatan
luka
8. Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan
drainase
9. Jadwalkan perubahan posisi setiap dua jam
atau sesuai kondisi pasien
10. Diet berika dengan kalori 30-35
kkal/kgBB/hari dan protein1,25-1,5 g/kgBB/hari
11. Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis
vitamin A,vitamin C,Zinc,Asam amino),sesuai
indikasi
12. Berikan terapi TENS(Stimulasi syaraf
transkutaneous), jika perlu
Edukasi :
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Anjurkan mengonsumsi makan tinggi
kalium dan protein
3. Ajarkan prosedur perawatan luka secara
mandiri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi prosedur debridement(mis:
enzimatik biologi mekanis,autolotik), jika perlu
2. Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
1.3.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi adalah suatu perencanaan dimasukkan dalam tindakan,
selama fase implementasi ini merupakan fase kerja aktual dari proses
keperawatan. Rangkaian rencana yang telah disusun harus diwujudkan dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan. Pelaksanaan dapat dilakukan oleh perawat yang
bertugas merawat klien tersebut atau perawat lain dengan cara didelegasikan pada
saat pelaksanaan kegiatan maka perawat harus menyesuaikan rencana yang telah
dibuat sesuai dengan kondisi klien maka validasi kembali tentang keadaan klien
perlu dilakukan sebelumnya.

1.3.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi merupakan tahap akhir dari proses perawatan untuk mengukur
keberhasilan dari rencana perawatan dalam memenuhi kebutuhan klien  Bila
masalah tidak dipecahkan atau timbul masalah baru, maka perawat harus berusaha
untuk mengurangi atau mengatasi beban masalah dengan meninjau kembali
rencana perawatan dengan menyesuaikan kembali terhadap keadaan masalah yang
ada.
DAFTAR PUSTAKA
Bsyhakki. 2012. Sari Asuh Keperawatan Klien Gagal Ginjal Kronik. Jakarta :
EGC.
Kristiana. 2011. Asuhan Keperawatan Medikan Bedah Penyakit Dalam.
Yogyakarta : Nuha Medika.
Lemone, Priscila; Burke, Karen M., & Bauldoff, Gerene. 2016. Buku Ajar
Keperawatan Medikal bedah (ed. 5. Vol. 3). Jakarta: EGC
Lewis, Sharon L., et al. 2011. Medikal-Surgical Nursing: Assessment and
Management of Clinical Problems (8th ed. Vol 2.). United State of
America: Elsevier Mosby
Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri). 2013. Annual Report of Indonesian
Renal Registry. Pernefri.
Rendy, MC dan Margareth TH. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah dan
Penyakit Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika
Smeltzer, S.C. & Bare, B.G. 2010. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah
Brunner & Suddarth, edisi 8. Jakarta : EGC.
Sudoyo A. W., Setiyohadi B., Alwi I, Simadibrata K, dan Setiati S. (2015). Buku
Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Interna publishing. 1035-1039.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia
Definisi dan Indikator Diagnostik (SDKI). Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia
Definisi dan Tindakan Keperawatan (SIKI). Jakarta: Dewan Pengurus PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI, (2018), Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI), Edisi 1, Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia

Anda mungkin juga menyukai