KEPERAWATAN
PADA NY.A DENGAN DIAGNOSA MEDIS CHRONIC
KIDNEY DISEASE DIRUANG ASTER STASE
KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH
RSUD dr.DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA
Oleh:
NOVIA FERGINA
2021-01-14901-047
PEMBIMBING PRAKTIK
PEMBIMBING PRAKTIK
Mengetahui
Ketua Program Studi Ners
Meilitha Carolina, Ners., M. Kep
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kepada Tuhan Yesus Kristus, atas berkat
dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan yang
berjudul “Laporan Pendahuluan Dan Asuhan Keperawatan Pada Ny.A Dengan
Diagnosa Medis Chronic Kidney Disease Diruang Aster Stase Keperawatan
Medikal Bedah RSUD dr.Doris Sylvanus Palangka Raya”.
Laporan ini dibuat sebagai syarat dalam menempuh ujian praktik lapangan
pada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya. Penyusun
menyadari bahwa dalam pelaksanaan dan penyusunan laporan tidak lepas dari
bantuan dan dorongan dari berbagai pihak, baik secara langsung maupun tidak
langsung. Untuk itu perkenankan penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Maria Adelheid Ensia,S.Pd., M.Kes sebagai Ketua Sekolah Tinggi Ilmu
Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.
2. Ibu Karmitasari, Ners., M.Kep selaku pembimbing akademik yang sangat
banyak membantu dalam pembuatan laporan ini.
3. Ibu Cristina Indah, S.Kep., Ners selaku pembimbing klinik yang sangat
banyak membantu dalam pembuatan laporan ini.
4. Kedua orang tua saya yang selalu memberi motivasi, doa dan dukungan
moril dan materil kepada penulis.
5. Ny.A serta keluarga yang telah terlibat langsung dan telah berpartisipasi
dengan baik, memberikan keterangan yang lengkap dan telah bersikap
kooperatif dalam kegiatan stusi kasus sehingga sangat mendukung dalam
penyusunan laporan ini.
Semoga laporan ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu pengetahuan
khususnya ilmu keperawatan. Dalam penyusunan laporan ini penulis menyadari
belum sempurna. Sehingga penyusun mengharapkan kritik dan saran untuk
perbaikan di masa mendatang.
1.1.3 Etiologi
Penyebab Chronic Kidney Disease (CKD) belum diketahui. Tetapi,
beberapa kondisi atau penyakit yang berhubungan dengan pembuluh darah atau
struktur lain di ginjal dapat mengarah ke CKD.
Penyebab yang paling sering muncul adalah:
1.1.3.1 Diabetes Melitus
Kadar gula darah yang tinggi dapat menyebabkan diabetes melitus. Jika
kadar gula darah mengalami kenaikan selama beberapa tahun, hal ini dapat
menyebabkan penurunan fungsi ginjal (WebMD, 2015)
1.1.3.2 Hipertensi
Tekanan darah tinggi yang tidak terkontrol dapat menjadi penyebab
penurunan fungsi ginjal dan tekanan darah sering menjadi penyebab utama
terjadinya CKD (WebMD, 2015).
Kondisi lain yang dapat merusak ginjal dan menjadi penyebab CKD antara
lain:
1. Penyakit ginjal dan infeksi, seperti penyakit ginjal yang disebabkan
oleh kista
2. Memiliki arteri renal yang sempit.
3. Penggunaan obat dalam jangka waktu yang lama dapat merusak ginjal.
Seperti obat Non Steroid Anti Inflamation Drugs (NSAID), seperti
Celecoxib dan Ibuprofen dan juga penggunaan antibiotik (WebMD,
2015).
1.1.4 Klasifikasi
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju
Filtration Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m dengan
rumus Kockroft Gault sebagai berikut :
Deraja Penjelasan LFG
t (ml/mn/1.73m)
1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau berat 12-29
5 Gagal Ginjal <15
Tabel 1.1 Klasifikasi Gagal Ginjal Kronis
1.1.5 Patofisiologi
Patofisiologi CKD beragam, bergantung pada proses penyebab penyakit.
Proses patologi umum yang menyebabkan kerusakan nefron, CKD, dan gagal
ginjal. Tanpa melihat penyebab awal, glomerulosklerosis dan inflamasi interstisial
dan fibrosis adalah ciri khas CKD dan menyebabkan penurunan fungsi ginjal .
Seluruh unit nefron secara bertahap hancur. Pada tahap awal, saat nefron hilang ,
nefron fungsional yang masih ada mengalami hipertrofi. Aliran kapiler
glomerulus dan tekanan meningkat dalam nefron ini dan lebih banyak pertikel zat
terlarut disaring untuk mengkompensasi massa ginjal yang hilang. Kebutuhan
yang meningkat ini menyebabkan nefron yang masih ada mengalami sklerosis
(jaringan parut) glomerulus, menimbulkan kerusakan nefron pada akhirnya.
Proteinuria akibat kerusakan glomerulus di duga menjadi penyebab cedera
tubulus. Proses hilangnya nefron yang kontiunu ini terus berlangsung meskipun
setelah proses penyakit awal telah teratasi (Lemon, 2016).
Perjalanan CKD beragam, berkembang selama periodebulanan hingga
tahunan. Pada tahap awal, sering kali disebut penurunan cadangan ginjal, nefron
yang tidak terkena mengkompensasi nefron yang hilang. GFR sedikit turun dan
pada pasien asimtomatik disertai BUN dan kadar kreatin serum normal. Ketika
penyakit berkembang dan GFR turun lebih lanjut, hipertensi dan ebberapa
manifestasi insufisiensi ginjal dapat muncul. Serangan berikutnya pada ginjal di
tahap ini (misalnya infeksi, dehidrasi atau obstruksi saluran kemih) dapat
menurunkan fungsi dan dapat memicu awitan gagal ginjal atau uremia nyata lebih
lanjut. Kadar serum kratinin dan BUN naik secara tajam, pasien menjadi uliguria,
dan manifestasi uremia muncul. Pada ESRD, tahap akhir CKD, GFR kurang dari
10% normal dan terapi penggantian ginjal diperlukan untuk mempertahankan
hidup. (Lemon, 2016)
Patofosiologi berdasarkan penyebab menurut Lemon, 2016:
1.1.5.1 Nefropati diabetik
Peningkatan awal laju aliran glomerulus menyebabkan hiperfiltrasi dengan
akibat kerusakan glomerulus, penebalan dan sklerosis membran basalis
glomerulus dan glomerulus kerusakan bertahap nefron menyebabkan penurunan
GFR
1.1.5.2 Nefrosklerosis hipertensi
Hipertensi jangka panjang menyebabkan skelrosis dan penyempitan
arteriol ginjal dan arteri kecil dengan akibat penurunan aliran darah yang
menyebabkan iskemia, kerusakan glomerulus, dan atrofi tubulus.
1.1.5.3 Glomerulonefritis kronik
Inflamasi interstisial kronik pada parenkim ginjal menyebabkan obstruksi
dan kerusakan tubulus dan kapiler yang mengelilinginya, memengaruhi filtrasi
glomerulus dan sekresi dan reabsorbsi tubulus,dengan kehilangan seluruh nefron
secara bertahap.
1.1.5.4 Pielonefritis kronik
Infeksi kronik yang biasa dikaitkan dengan obstruksi atau reluks
vesikoureter menyebabkan jaringan parut dan deformitas kaliks dan pelvis ginjal,
yang menyebabkan refluks intrarenal dan nefropati
1.1.5.5 Penyakit ginjal polisistik
Kista bilateral multipel menekan jaringan ginjal yang merusak perfusi
ginjal dan menyebabkan iskemia, remodeling vaskular ginjal, dan pelepasan
mediator inflamasi, yang merusak dan menghancurkan jaringan ginjal normal.
1.1.5.6 Eritematosa lupus kompleks
Kompleks imun terbentuk di membaran basalis kapiler yang menyebabkan
inflamasi dan sklerosis dengan glomerulonefritis fokal, lokal, atau difus.
Etiologi :
- Diabetes Melitus
WOC
- Hipertensi
- Infeksi
- Penggunaan obat
GFR Menurun
GGK
B1 B2 B3 B4 B5 B6
Penimbunan Sekresi eritropoitin Penumpukan Obstruksi ginjal Sekresi protein Sindrom uremia
sampah metabolit sampah metabolit terganggu
Produksi Hb turun Penurunan fungsi Perporasi
Ureum Toksin ginjal Gangguan
ospaleimia
menumpuk di menembus sawar keseimbangan
Oksigen
rongga paru dan GFR menurun Asam Basa
Hemoglobin turun Pruritis
Merusak selaput
Ganggun Suplai O2 mielin Retensi air dan Asam lambung
prosesdifusi menurun Natrium naik Gangguan
Penurunan Integritas Kulit
Perfusi Perifer Mual, muntah
Sesak , Nyeri kesadaran Hipervolemia
Tidak Efektif
dada
Defisti Nutrisi
Risiko Cedera
Gangguan
Pertukaran
Gas
1.1.6 Manifestasi Klinis (Tanda dan Gejala)
Menurut Smeltzer dan Bare (2014), tanda dan gejala klien gagal ginjal
kronis adalah sebagai berikut :
1.1.6.1 Manifestasi kardiovaskuler, mencakup hipertensi (akibat retensi cairan dan
natrium dari aktivasi sistem renin-angiotensin-aldosteron), pitting edema
(kaki, tangan, sakrum), pembesaran vena leher.
1.1.6.2 Manifestasi dermatologi, warna kulit abu-abu mengkilat, kulit kering,
bersisik, pruritus, ekimosis, kuku tipis dan rapuh, rambut tipis dan kasar.
1.1.6.3 Manifestasi Pulmoner, krekels, sputum kental dan liat, napas dangkal,
pernapasan Kussmaul.
1.1.6.4 Manifestasi Gastrointestinal, pendarahan pada mulut, anoreksia,
mual,muntah, konstipasi dan diare, pendarahan saluran gastrointestinal
1.1.6.5 Manifestasi Neurologi, kelemahan dan keletihan, konfusi, disorientasi,
kejang, kelemahan tungkai, panas pada telapak kaki, perubahan perilaku.
1.1.6.6 Manifestasi Muskuloskeletal, kram otot, kekuatan otot hilang, fraktur
tulang, foot drop.
1.1.6.7 Manifestasi Reproduktif, amenore dan atrofi testikuler.
1.1.7 Komplikasi
1.1.7.1 Hiperkalemia akibat penurunana ekskresi, asidosis metabolic, katabolisme
dan masukan diet berlebih.
1.1.7.2 Perikarditis, efusi pericardial, dan tamponade jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialysis yang tidak adekuat
1.1.7.3 Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi system rennin-
angiotensin-aldosteron
1.1.7.4 Anemia akibat penurunan eritropoetin, penurunan rentang usia sel darah
merah, perdarahan gastrointestinal akibat iritasi toksin dna kehilangan drah
selama hemodialisa
1.1.7.5 Penyakit tulang serta kalsifikasi metastatik akibat retensi fosfat, kadar
kalsium serum yang rendah dan metabolisme vitamin D abnormal.
1.1.7.6 Asidosis metabolic
1.1.7.7 Osteodistropi ginjal
1.1.7.8 Sepsis
1.1.7.9 Neuropati perifer
1.1.7.10 Hiperuremia
1.2.2 Prinsip HD
Ada 3 prinsip dasar dalam HD yang bekerja pada saat yang sama yaitu :
1.2.2.1 Proses Difusi
Merupakan proses berpindahnya suatu zat terlarut yang disebabkan
karena adanya perbedaan konsentrasi zat-zat terlarut dalam darah dan dialisat.
Perpindahan molekul terjadi dari zat yang berkonsentrasi tinggi ke yang
berkonsentrasi lebih rendah. Pada HD pergerakan molekul/zat ini melalui suatu
membrane semi permeable yang membatasi kompartemen darah dan
kompartemen dialisat.
1.2.2.2 Proses Ultrafiltrasi
Berpindahnya zat pelarut (air) melalui membrane semi permeable akibat
perbedaan tekanan hidrostatik pada kompartemen darah dan kompartemen
dialisat. Tekanan hidrostatik /ultrafiltrasi adalah yang memaksa air keluar dari
kompartemen darah ke kompartemen dialisat. Besar tekanan ini ditentukan oleh
tekanan positif dalam kompartemen darah (positive pressure) dan tekanan negatif
dalam kompartemen dialisat (negative pressure) yang disebut TMP (trans
membrane pressure) dalam mmHg.
1.2.2.3 Proses Osmosis
Berpindahnya air karena tenaga kimiawi yang terjadi karena adanya
perbedaan tekanan osmotic (osmolalitas) darah dan dialisat. 9 Proses osmosis ini
lebih banyak ditemukan pada peritoneal dialysis (Haryati, 2010)
1.2.3 Indikasi HD
Pada umumya indikasi dari terapi hemodialisa pada penyakit ginjal kronis
adalah laju filtrasi glomerulus (LFG) sudah kurang dari 5 mL/menit, sehingga
dialisis dianggap baru perlu dimulai bila dijumpai salah satu dari hal tersebut
dibawah (Sylvia & Wilson, 2015):
1.2.3.1 Keadaan umum buruk dan gejala klinis nyata
1.2.3.2 K serum > 6 mEq/L
1.2.3.3 Ureum darah > 200 mg/Dl
1.2.3.4 pH darah < 7,1
1.2.3.5 Anuria berkepanjangan ( > 5 hari )
1.2.3.6 Fluid overloaded
1.2.4 Kontraindikasi
Menurut PERNEFRI (2013), kontraindikasi dari hemodialisa adalah tidak
mungkin didapatkan akses vaskuler pada hemodialisa, akses vaskuler sulit,
instabilitas hemodinamik dan koagulasi. Kontra indikasi hemodialisa yang lain
diantaranya adalah penyakit alzheimer, demensia multi infark, sindrom
hepatorenal, sirosis hati lanjut dengan ensefalopati dan keganasan lanjut.
1.2.5 Komplikasi
Komplikasi dibagi menjadi 2, yaitu :
1.2.5.1 Komplikasi Akut
Komplikasi akut hemodialisis adalah komplikasi yang terjadi selama
hemodialisis berlangsung. Komplikasi yang sering terjadi diantaranya adalah
hipotensi, kram otot, mual dan muntah, sakit kepala, sakit dada, sakit punggung,
gatal, demam, dan menggigil.
1.2.5.2 Komplikasi Kronik
Komplikasi kronik yang terjadi pada responden hemodialisis yaitu penyakit
jantung, malnutrisi, hipertensi/volume excess, anemia, Renal osteodystrophy,
Neurophaty,disfungsi reproduksi, komplikasi pada akses, gangguan perdarahan,
infeksi, amiloidosis, dan Acquired cystic kidney disease (Mahmudah, 2013)
2 Perfusi perifer tidak Perawatan Sirkulasi (I.02079 hal.345) Perawatan Sirkulasi (I.02079 hal.345)
efektif berhubungan Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama Observasi :
dengan penurunan 1x4 jam diharapkan perfusi perifer kembali 1. Periksa sirkulasi perifer (mis.nadi perifer,
konsentrasi hemoglobin efektif dengan kriteria hasil : edema, pengisian kapiler, warna, suhu, ankle-
(D.0009 hal.37) 1. Denyut nadi perifer meningkat ( Skor 5) brachiali index)
2. Penyembuhan luka meningkat (Skor 5) 2. Identifikasi factor risiko gangguan sirkulasi
3. Sensasi meningkat (Skor 5) (mis.diabetes,perokok,orang tua, hipertensi dan
4. Warna kulit pucat menurun (Skor 5) kadar kolesterol tinggi)
5. Edema perifer menurun (Skor 5) 3. Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak
6. Nyeri ekstremitas menurun (Skor 5) pada ekstremitas
7. Kelemahan otot menurun (Skor 5) Terapeutik :
8. Parastesia menurun (Skor 5) 1. Hindari pemasangan infus atau pengambilan
darah di area keterbatasan
2. Hindari pengukuran tekanan darah pada
ekstremitas dengan keterbatasan perfusi
3. Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet
pada area yang cedera
4. Lakukan pencegahan infeksi
5. Lakukan perawatan kaki dan kuku
6. Lakukan hidrasi
Edukasi :
1. Anjurkan berhenti merokok
2. Anjurkan berolahraga rutin
3. Anjurkan mengecek air mandi untuk
menghindari kulit terbakar
4. Anjurkan minum obat pengontrol tekanan dara
secara teratur
5. Anjurkan menghindari penggunaan obat
penyekat beta
6. Anjurkan program rehabilitasi vascular
7. Anjurkan melakukan perawatan kulit yang
tepat
3. Risiko cedera Tingkat Cedera (l.14136 hal.135) Pencegahan Cedera (I.14537 hal.275)
Setelah dilakukan asuhan keperawatan selama Observasi :
berhubungan dengan
ketidaknormalan profil 1x4 jam diharapkan risiko cedera dapat 1. Identifikasi area lingkungan yang berpotensi
menurun dengan kriteria hasil : menyebabkan cedera
darah (D.0136 hal.294)
1.Toleransi aktivitas meningkat (Skor 5) 2. Identifikasi obat yang berpotensi menyebabkan
2. Nafsu makan meningkat (Skor 5) cedera
3. Toleransi makanan meningkat (Skor 5) 3. Identifikasi kesesuaian alas kaki atau stoking
4. Kejadian cedera menurun (Skor 5) elastis pada ekstremitas bawah
5. Luka/lecet menurun (Skor 5) Terapeutik :
6. Ketegangan otot menurun (Skor 5) 1. Sediakan pencahayaan yang memadai
7. Fraktur menurun (Skor 5) 2. Gunakan lampu tidur
8. Perdarahan menurun (Skor 5) 3. Sosialisasikan pasien dan keluarga dengan
lingkungan ruang rawat (mis.penggunaan telepon,
tempat tidur, penerangan ruangan, dan lokasi
kamar mandi)
4. Gunakan alas lantai jika berisiko mengalami
cedera serius
5. Sediakan alas kaki antislip
6. Sediakan pispot atau urinal untuk eliminasi
ditempat tidur, jika perlu
7. Pastikan bel panggilan atau telepon mudah
dijangkau
8. Pertahankan posisi tempat tidur diposisi
terendah saat digunakan
Edukasi
1. Jelaskan alasan intervensi pencegahan jatuh ke
pasien dan keluarga
2. Anjurkan berganti posisi secara perlahan dan
duduk selama beberapa menit sebelum berdiri