Anda di halaman 1dari 44

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN KEBUTUHAN

DASAR MANUSIA (NYERI) PADA TN.S DENGAN DIAGNOSA


NEKROSIS DIGITI DI RUANG TERATAI RSUD
dr.DORIS SYLVANUS PALANGKA RAYA

Disusun Oleh:

Mela Wahyuni
2020-01-14201-065

YAYASAN EKA HARAP PALANGKARAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN 2022

1
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini disusun oleh :


Nama : Mela Wahyuni

NIM : 2020-01-14201-065
Program Studi : S-1 Keperawatan

Judul : Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan dengan diagnosa


Nekrosis digiti pada Tn.S diruang teratai RSUD dr.Doris Sylvanus
Palangka Raya

Telah melakukan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk menyelesaikan Praktik Pra
Klinik Keperawatan 1 Program Studi S-1 Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka
Harap Palangka Raya.

Laporan Keperawatan ini telah disetujui oleh :

Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Ika Paskaria,S.Kep.,Ners Elvry Marthalina,S.Kep.,Ners

2
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan yang
berjudul ‘’Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan kebutuhan dasar manusia Tn.S
dengan diagnosa Nekrosis Digiti’’. Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas
(PPK1).

Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, saya
ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap Palangka
Raya
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners STIKes Eka
Harap Palangka Raya.
3. Ibu Ika Paskaria,S.Kep.,Ners selaku pembimbing akademik yang telah banyak
memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian asuhan
keperawatan ini
4. Ibu Elvry Marthalina,S.Kep.,Ners selaku dan pembimbing Klinik yang telah
memberikan izin, informasi dan membantu dalam pelaksanaan praktik manajemen
keperawatan.
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan pengabdian
kepada masyarakat ini.
6. Secara khusus kepada pihak Rumah Sakit Doris Sylvanus yang telah memberikan ijin
tempat.

Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan dan jauh
dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan ini dapat mencapai
sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita semua.

Palangka Raya,8 Juni 2022

Mela Wahyuni

3
DAFTAR PUSTAKA

LEMBAR PENGESAHAN ...........................................................................2


KATA PENGANTAR....................................................................................3
DAFTAR ISI ..................................................................................................4
BAB 1 PENDAHULUAN ..............................................................................6
1.1 Latar Belakang............................................................................................6
1.2 Rumusan Masalah ......................................................................................6
1.3 Tujuan Penulisan.........................................................................................7
1.4 Manfaat Penulisan......................................................................................7
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.....................................................................8
2.1 Konsep Dasar Penyakit............................................................................8
2.1.1 Definisi ...................................................................................................8
2.1.2 Anatomi Fisioligi.....................................................................................8
2.1.3 Etiologi ...................................................................................................8
2.1.4 Klasifikasi ...............................................................................................9
2.1.5 Patofisiologi (WOC)...............................................................................10
2.1.6 Manifestasi Klinis...................................................................................12
2.1.7 Komplikasi..............................................................................................12
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang...........................................................................13
2.1.9 Penatalaksanaan Medis............................................................................13
2.1.10 Asuhan Keperawatan Teori ..................................................................13
2.2 Konsep Dasar Gangguan Rasa Nyaman (Nyeri)...................................15
2.2.1 Definisi....................................................................................................15
2.2.2 Anatomi Fisiologi....................................................................................16
2.2.3 Etiologi....................................................................................................16
2.2.4 Klasifikasi................................................................................................16
2.2.5 Patofisiologi.............................................................................................18
2.2.6 Manifestasi Klinis....................................................................................20
2.2.7 Komplikasi...............................................................................................21
2.2.8 Pemeriksaan Penunjang...........................................................................21
2.2.9 Penatalaksanaan Medis............................................................................21

4
2.2.10 Asuhan Keperawatan Teori...................................................................21
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN............................................................24
BAB 4 PENUTUP...........................................................................................42
1 Saran..............................................................................................................42
2 Kesimpulan....................................................................................................42
DAFTAR PUSTAKA

BAB I

5
PENDAHULUAN

1.1.Latar Belakang
Nekrosis yaitu sebuah perubahan keadaan fisik, dapat mengakibatkan kehancuran sel
yang terjadi setelah peredaran darah menghilang atau kematian jaringan akibat adanya
penyumbatan pada arteri pembuluh darah yang biasa disebut Peripheal Arterial Disease
(PAD) pada bagian tubuh sehingga suplai aliran darah berhenti, jaringan tidak mendapat
suplai nutrisi dari aliran darah. Pemicu dari okulasi arteri periver yaitu terdapat stenosis
(penyempitan) dibagian arteri yang akan mengakibatkan suatu reaksi atherosklerosis
(penumpukan lemak, kolestrol, dan zat lain didalam dan didinding arteri), atau suatu respon
jaringan akibat adanya rangsangan fisik arteri darah dapat menyebabkan aliran darah menjadi
sempit. Penyebab dari penyakit okulasi arteri perifer adalah merokok, diet tinggi lemak, atau
kolesterol, stress, riwayat penyakit jantung, serangan jantung, stroke, obesitas, diabetes.
(Decroli, 2015)
Nekrosis sering terjadi pada bagian-bagian tubuh seperti tungkai kaki juga sangat
jarang ditemukan pada tangan. Terjadinya nekrosis menyebabkan hilangnya sensasi didaerah
distal kaki yang mempunyai resiko tinggi dilakukan tindakan amputasi, kematian jaringan
yang juga bisa diakibat oleh trauma (misal : tekanan, suhu tinggi, bahan kimia, pukulan
benda tajam) yang akan menyebabkan kerusakan kulit dan jaringan menjadikan luka akan
mudah terinfeksi oleh bakteri. (Lipsky, 2016)
Penyakit oklusi arteri perifer jika tidak dilakukan penanganan dengan kurang serius
akan dapat menimbulkan komplikasi seperti nekrosis sehingga harus dilakukan amputasi. Di
Indonesia terdapat lebih dari satu juta kasus amputasi setiap tahunnya akibat diabetes
mellitus. Proporsi penderita gangren diabetik di Indonesia berkisar 15% dengan angka
amputasi sebesar 30%. Sekitar 68% penderita gangren diabetik berjenis kelamin laki-laki dan
10% penderita nekrosis mengalami rekuren. Perawatan gangren diabetik di RSI Sultan Agung
Semarang memiliki angka kematian sebesar 16% dan angka amputasi sebesar 25%. Sebanyak
14,3% pasien gangren diabetik dinyatakan meninggal dalam kurun waktu setahun pasca
amputasi dan 37% sisanya meninggal pada tiga tahun pasca operasi. (Kirana, 2019)
1.2.Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, rumusan masalah dari laporan ini,
adalah: Bagaimana asuhan keperawatan yang komprehensif pada pasien dengan diagnosa
Nekrosis Digiti.

1.3.Tujuan

6
Mengetahui hubungan tingkat pengetahuan perawat tentang nyeri dengan prilaku
pengkajian nyeri Nekrosis Digiti diruang sakura RSUD Doris Sylvanus palangkaraya.
1.4.Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat :
1. Bagi Institusi Rumah Sakit Sebagai bahan masukan untuk meningkatkan mutu pelayanan
Kesehatan dan asuhan keperawatan bagi pasiennya serta meningkatkan pengetahuan
bagi perawat di RSUD doris Sylvanus palangkaraya.
2. Bagi institusi kependidikan Sebagai bahan tambahan pengetahuan untuk bisa membantu
penelitian dalam mencapai tujuan penelitian.
3. Bagi perawat Sebagai bahan masukan untuk lebih meningkatkan dalam asuhan
keperawatan dalam mengelola ataupun pelayanan bagi pasien.
4. Bagi peneliti Sebagai informasi untuk penelitian lebih lanjut pada umumnya dan
khususnya bagi peneliti memperoleh pengetahuan tentang prilaku pengkajian respon
nyeri anak toddler di bangsal anak RSUD doris syilvanus.

BAB II

7
TINJAUHAN PUSTAKA

2.1.Konsep Dasar Penyakit


2.1.1.Definisi
Nekrosis merupakan kondisi cedera pada sel yang mengakibatkan kematian dini sel-
sel dan jaringan hidup. Nekrosis disebabkan oleh faktor-faktor eksternal seperti infeksi,
racun, atau trauma yang menyebabkan pencernaan komponen-komponen sel menjadi tidak
teratur.
Namun, nekrosis berbeda dengan apoptosis. Walaupun apoptosis juga merupakan
penyebab kematian sel, namun apoptosis sering memberikan efek menguntungkan bagi
organisme. Sedangkan nekrosis hampir selalu merugikan dan bisa berakibat fatal. Selain itu,
tidak seperti apoptosis, sel-sel yang mati karena nekrosis biasanya tidak mengirimkan sinyal-
sinyal kimia kepada tubuh.
Akibatnya, zat-zat pengrusak mikroba yang dihasilkan oleh leukosit akan membuat
kerusakan tambahan pada jaringan di sekitarnya. Kerusakan yang meluas ini akan
menghambat proses penyembuhan. Bila tidak segera ditangani, nekrosis bisa menghasilkan
timbunan jaringan dan debris sel mati yang membusuk pada atau dekat lokasi kematian sel.
Karena itulah, pengidap nekrosis seringkali perlu menjalani proses pembedahan untuk
menghilangkan jaringan nekrotik. Prosedur pembedahan ini dikenal sebagai debridement.

2.1.2.Anatomi
Nekrosis disebabkan oleh faktor-faktor eksternal sel atau jaringan, seperti infeksi,
racun, atau trauma yang mengakibatkan pencernaan tidak teratur komponen-komponen sel.
Sebaliknya, apoptosis adalah penyebab terprogram alami dan tertarget kematian sel.
Sementara apoptosis sering memberikan efek menguntungkan bagi organisme, nekrosis
hampir selalu merugikan dan bisa berakibat fatal.
Kematian seluler akibat nekrosis tidak mengikuti jalur transduksi sinyal apoptosis;
berbagai reseptor diaktifkan mengakibatkan hilangnya integritas membran sel dan rilis tidak
terkendali produk kematian sel ke ruang ekstraseluler.

2.1.3.Etiologi
Nekrosis bisa disebabkan oleh faktor eksternal dan faktor internal. Faktor eksternal
meliputi trauma mekanik (kerusakan fisik tubuh yang menyebabkan kerusakan seluler),
kerusakan pembuluh darah (yang dapat menghambat suplai darah ke jaringan terkait dan
iskemia, yaitu berkurangnya darah yang dapat menyebabkan perubahan fungsi pada sel

8
normal. Efek termal, yaitu suhu tubuh yang terlalu tinggi atau terlalu rendah, juga dapat
menyebabkan gangguan pada sel yang berujung pada nekrosis.
Sedangkan faktor internal penyebab nekrosis yaitu adanya gangguan trophoneurotic
(penyakit fungsional dari bagian tubuh yang disebabkan karena kekurangan nutrisi dari saraf
yang rusak di bagian-bagian yang terlibat), cedera, dan kelumpuhan pada sel saraf. Enzim
pankreas yaitu lipase juga menjadi penyebab utama nekrosis lemak.

Jenis-jenis Nekrosis
 Nekrosis koagulatif, yaitu berbentuk seperti gel pada jaringan mati dimana arsitektur

jaringan masih bisa bertahan dan masih bisa diamati dengan mikroskop cahaya. Jenis
nekrosis ini biasanya terjadi pada jaringan seperti ginjal, jantung, dan kelenjar
adrenalin.
 Nekrosis likuifaktif, merupakan bentuk berlawanan dari nekrosis koagulatif, karena
ciri-cirinya berupa pencernaan sel mati yang menghasilkan cairan kental. Jenis
nekrosis ini biasanya disebabkan oleh infeksi bakteri dan jamur.
 Nekrosis Gangren, bisa dianggap sebagai jenis nekrosis koagulatif yang menyerupai
jaringan termumifikasi.
 Nekrosis Caseous, merupakan kombinasi dari nekrosis koagulatif dan nekrosis
likuifaktif yang disebabkan oleh mikrobakteria, jamur dan beberapa zat asing.

2.1.4.Klasifikasi
Tanda struktural yang menunjukkan cedera sel ireversibel dan perkembangan nekrosis
termasuk gumpalan padat dan gangguan progresif material genetik, serta gangguan pada
membran sel dan organel.

Pola morfologiSunting
Ada enam pola morfologi khas nekrosis:
1. Nekrosis koagulatif bercirikan formasi substansi gelatin (seperti gel) pada jaringan
mati yang mana arsitektur jaringan bertahan dan dapat diamati dengan mikroskop
cahaya.Koagulasiterjadiakibat denaturasi protein,menyebabkan albumin bertransforasi
ke keadaan kaku dan tak tembus cahaya. Pola nekrosis ini khas terlihat pada
lingkungan hipoksik (rendah oksigen), seperti infark. Nekrosis koagulatif terjadi
utamanya pada jaringan seperti ginjal, jantung, dan kelenjar adrenalin. Iskemia parah
umumnya menyebabkan nekrosis bentuk ini.

9
2. Nekrosis likuifaktif (atau nekrosis kolikuatif), berlawanan dengan nekrosis koagulatif,
bercirikan pencernaan sel mati membentuk badan cairan kental. Ciri ini tipikal dari
infeksi bacteri, atau kadang jamur, karena kemampuan mereka memacu respons
peradangan. Badan cairan nekrotik sering kali kuning krem karena
keberadaan leukosit mati dan umumnya dikenal sebagai pus. Infark hipoksik di otak
ada dalam tipe ini; karena otak mengandung sedikit jaringan penghubung tetapi lemak
dan enzim pencerna dalam jumlah banyak, sel dapat langsung dicerna oleh enzim
mereka sendiri.
3. Nekrosis gangren dapat dipandang sebagai jenis nekrosis koagulatif yang menyerupai
jaringan termumifikasi. Jenis ini khas iskemia tungkai bawah dan saluran
gastrointestinal. Jika infeksi superimposisi jaringan mati terjadi, nekrosis likuifaktif
berikutnya (gangren basah).
4. Caseous necrosis dapat diaggap sebagai kombinasi nekrosis koagulatif dan likuifaktif,
khas akibat mikobakteria (misalnya tuberkulosis), jamur dan beberapa zat asing.
Jaringan nekrotik tampak putih dan rapuh, seperti gumpalan keju. Sel mati hancur
tetapi tidak sepenuhnya dicerna, partikel granular tersisa. Pemeriksaan mikroskopik
menunjukkan debris granular amorphous yang tertutup dalam batas peradangan
khusus. Granuloma bercirikan ini.
5. Nekrosis lemak adalah nekrosis khusus jaringan lemak, akibat
aktivitas lipase teraktivasi pada jaringan lemak seperti pankreas. Pada pankreas
kondisi ini berujung pada pankreatitis akut, keadaan di mana enzim pankreas bocor ke
rongga peritoneal, dan mencairkan membran dengan membelah
ester trigliserida menjadi asam lemak melalui saponifikasi lemak. Kalsium,
magnesium, atau natrium dapat berikatan dengan jejas ini memproduksi zat putih
kapur. Deposit kalsium secara mikroskopik terpisah dan bisa jadi cukup besar tampak
pada pemeriksaan radiografik. Secara kasatmata, deposit kalsium kelihatan sebagai
bintik-bintik putih berpasir.
6. Nekrosis fibrinoid adalah bentuk khusus nekrosis yang biasanya disebabkan oleh
kerusakan pembuluh darah termediasi-imun. Kondisi ini ditandai oleh
kompleks antigen and antibodi, kadang disebut sebagai “kompleks imun” yang
terdeposit dalam dinding arteri bersama fibrin.

10
2.1.5.Patofisiologi
Ada dua jalur nekrosis dapat terjadi pada suatu organisme.
Yang pertama awalnya melibatkan onkosis, di mana pembengkakan sel terjadi. Sel
kemudian mulai blebbing, yang diikuti oleh piknosis, di mana penyusutan inti terjadi. Dalam
langkah akhir dari jalur ini inti terlarut dalam sitoplasma, disebut sebagai kariolisis.
Jalur kedua adalah bentuk sekunder nekrosis yang ditampilkan terjadi setelah apoptosis dan
budding. Perubahan seluler nekrosis terjadi pada bentuk sekunder apoptosis ini, di mana inti
pecah menjadi fragmen, dikenal sebagai karioreksis.
Perubahan selulerSunting
Perubahan nukleus nekrosis, dan karakteristik perubahan ini ditentukan dengan cara di mana
DNA-nya rusak:
 Kariolisis: kromatin inti menghilang karena kerusakan DNA oleh degradasi.
 Piknosis: nukleus menyusut dan kromatin mengalami kondensasi.
 Karioreksis: nukleus (inti) yang menyusut menjadi fragmen untuk menyelesaikan
pembubaran.
Perubahan plasma juga terlihat pada nekrosis. Membran plasma muncul terputus-putus bila
dilihat dengan mikroskop elektron. Membran terputus-putus ini disebabkan oleh blebbing sel
dan hilangnya mikrovili.

11
Sumber Gambar: https://www.biotekners.my.id/2020/07/pathway-apoptosis-nekrosis-
perbedaan.html?m=1

2.1.6.Manifestasi Klinis
Nekrosis merupakan kondisi cedera pada sel yang mengakibatkan kematian dini sel-
sel dan jaringan hidup. Nekrosis disebabkan oleh faktor-faktor eksternal seperti infeksi,
racun, atau trauma yang menyebabkan pencernaan komponen-komponen sel menjadi tidak
teratur.

2.1.7.Komplikasi
Bila tidak segera ditangani, nekrosis bisa menghasilkan timbunan jaringan dan debris
sel mati yang membusuk pada atau dekat lokasi kematian sel. Karena itulah, pengidap
nekrosis seringkali perlu menjalani proses pembedahan untuk menghilangkan jaringan
nekrotik. Prosedur pembedahan ini dikenal sebagai debridement.

12
2.1.8.Pemeriksaan Penunjang
Berikut ini beberapa tes pemeriksaan yang biasa digunakan untuk mendeteksi
necrosis: 
 Foto Rontgen. Tujuan mengambil foto Rontgen adalah untuk melihat perubahan
tulang yang terjadi akibat avascular necrosis. 
 MRI atau CT scan juga bisa dilakukan untuk melihat kondisi tulang dengan lebih
jelas.
 Bone scan. Pemeriksaan ini dilakukan bila tidak ditemukan masalah dalam hasil foto
Rontgen dan pengidap juga tidak memiliki faktor risiko avascular necrosis.
Pemeriksaan ini dilakukan dengan menyuntikkan zat radioaktif ke dalam pembuluh
darah pengidap. Zat tersebut akan membantu agar daerah tulang yang mengalami
gangguan dapat tertangkap dalam foto dengan kamera gamma. 
 Functional Bone Test. Bila dokter masih mencurigai adanya kondisi avascular
necrosis pada pengidap, tetapi semua hasil tes pencitraan menunjukkan hasil yang
negatif, maka dokter mungkin akan menyarankan pengidap untuk
menjalani functional bone test, yaitu tes dengan melakukan tindakan operasi untuk
mengukur tekanan pada tulang yang sakit.
2.1.9.Penatalaksana
Nekrosis merupakan kondisi cedera pada sel yang mengakibatkan kematian dini sel-
sel dan jaringan hidup.
Berikut beberapa langkah pengobatan untuk mengatasi nekrosis:
 Debridement, yaitu penghilangan jaringan mati dengan metode bedah atau non-bedah.
 Obat-obatan.
 Obat Anti-racun.
Membersihkan luka ringan dengan air mengalir dan mengambil serpihan dengan pinset dapat
membantu mencegah infeksi. Mengoleskan salep antibiotik tipis-tipis dan membalut luka
juga dapat membantu.

2.1.10.Manajemen Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian pada masalah oksigenasi adalah sebagai berikut:
a. Identitas Klien

13
Yang perlu dikaji meliputi nama, jenis kelamin, tanggal lahir, nomor register, usia,
agama, alamat, status perkawinan, pekerjaan, dan tanggal masuk rumah sakit.
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Gejala yang menjadi keluhan utama pada pasien
2) Riwayat kesehatan sekarang
Keluhan yang muncul pada pasien sekarang
3) Riwayat Kesehatan Dahulu
Keluhan saat sebelum sakit dan sakit
4) Riwayat Kesehatan Keluarga
Perlu dikaji adanya riwayat keluarga yang memiliki penyakit keturunan.

2.Diagnosa Keperawatan
1. Gangguan mutasi genetik atau agen farmakologi
2. Infeksi bakteri,racun zat kimia

3.Intervensi
Nyeri akut Tingkat Nyeri L.08066 Manajemen Nyeri (I.08238)
D.0077
Setelah dilakukan tindakan Observasi:
keperawatan 1x7 jam
diharapkan tingkat nyeri 1. Identifikasi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas,
menurun dengan kriteria intensitas nyeri
hasil: 2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi faktor yang memperberat
1. Keluhan nyeri menurun (5) dan memperingan nyeri
2. Meringis menurun (5) 4. Monitor efek samping penggunaan
3. Sikap protektif menurun analgetik
(5)
4. Gelisah menurun (5)
Terapeutik:

1. Berikan teknik nonfarmakologis


untuk mengurangi rasa nyeri (mis.
TENS, hipnosis, akupresur, terapi
musik, biofeedback, terapi pijat,
aromaterapi, teknik imajinasi
terbimbing, kompres hangat/dingin,
tetapi bermain)
2. Kontrol lingkungan yang
memperberat rasa nyeri (mis. Suhu

14
ruangan, pencahayaan, kebisingan)
3. Pertimbangkan jenis dan sumber
nyeri dalam pemilihan strategi
meredakan nyeri

Edukasi:

1. Jelaskan penyebab, periode dan


pemicu nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
4. Anjurkan menggunakan analgetik
secara tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis
untuk mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi:

Kolaborasi pemberian obat analgetik

4.Implementasi
Pada tahap ini dilakukan pelaksanaan dari perencanaan keperawatan yang telah
ditentukan dengan tujuan untuk memenuhi kebutuhan klien secara optimal. Pelaksanaan
adalah pengelolaan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah di susun pada tahap
pencanaan.

5.Evaluasi
Evaluasi merupakan langkah akhir dalam proses keperawatan. Evaluasi adalah
kegiatan yang disengaja dan terus-menerus dengan melibatkan klien, perawat, dan anggota
tim kesehatan lainnya. Dalam hal ini diperlukan pengetahuan tentang kesehatan,
patofisiologi, dan strategi evaluasi. Tujuan evaluasi adalah untuk menilai apakah tujuan
dalam rencana keperawatan tercapai atau tidak dan untuk melakukan pengkajian
ulang.

2.2.Konsep Dasar Gangguan Rasa Nyaman(Nyeri)


2.2.1.Definisi
Nyeri adalah suatu mekanisme pertahanan bagi tubuh yang timbul bila mana jaringan
nm,sedang dirusak yang menyebabkan individu tersebut bereaksi dengan cara memindahkan

15
stimulus nyeri (Guyton & Hall, 2008 dalam Saifullah, 2015). Nyeri menurut Rospond (2008)
merupakan sensasi yang penting bagi tubuh. Sensasi penglihatan, pendengaran, bau, rasa,
sentuhan, dan nyeri merupakan hasil stimulasi reseptor sensorik, provokasi saraf-saraf
sensorik nyeri menghasilkan reaksi ketidaknyamanan, distress, atau menderita. Menurut
Handayani (2015) nyeri adalah kejadian yang tidak menyenangkan, mengubah gaya hidup
dan kesejahteraan individu. Menurut Andarmoyo (2013) nyeri adalah ketidaknyamanan yang
dapat disebabkan oleh efek dari penyakit-penyakit tertentu atau akibat cedera. Sedangkan
menurut Kozier & Erb dalam Nurrahman (2009) mengatakan bahwa nyeri adalah sensasi
yang tidak menyenangkan dan sangat individual yang tidak dapat dibagi dengan orang lain.

2.2.2.Anatomi Fisiologi
Nyeri dapat berasal dari dalam ataupun luar sistem saraf. Nyeri yang berasal dari luar
sistem saraf dinamakan nyeri nosiseptif. Sedangkan nyeri yang berasal dari dalam dinamakan
nyeri neurogenik atau neuropatik. Nyeri dapat dirasakan ketika stimulus yang berbahaya
mencapai serabut-serabut saraf nyeri. Mekanisme proses terjadinya nyeri terdiri dari empat
proses yaitu transduksi, transmisi, modulasi dan persepsi. Transduksi nyeri adalah proses
rangsangan yang mengganggu sehingga menimbulkan aktifitas listrik di reseptor nyeri.
Transmisi nyeri melibatkan proses penyaluran impuls nyeri dari tempat transduksi melewati
saraf perifer sampai ke terminal di medulla spinalis dan jaringan neuron-neuron pemancar
yang naik dari medulla spinalis ke otak. Modulasi nyeri melibatkan aktifitas saraf melalui
jalur-jaur saraf desenden dari otak yang dapat memengaruhi transmisi nyeri setinggi medulla
spinalis. Modulasi juga melibatkan faktor-faktor kimiawi yang menimbulkan atau
meningkatkan aktifitas di reseptor nyeri aferen primer. Persepsi nyeri adalah pengalaman
subyektif nyeri yang bagaimanapun juga dihasilkan oleh aktifitas transmisi nyeri oleh saraf.
(Price and Wilson, 2006).
2.2.3.Etiologi
Nyeri dapat disebabkan oleh beberapa hal yaitu trauma, mekanik, thermos, elektrik,
neoplasma (jinak dan ganas), peradangan (inflamasi), gangguan sirkulasi darah dan kelainan
pembuluh darah serta yang terakhir adalah trauma psikologis (Handayani, 2015).
2.2.4.Klasifikasi
Klasifikasi nyeri berdasarkan beberapa hal adalah sebagai berikut :
1.Nyeri berdasarkan tempatnya Menurut Irman (2007) dalam Handayani (2015) dibagi
menjadi 4 yaitu :

16
a. Pheriperal pain
Merupakan nyeri yang terasa pada permukaan tubuh. Nyeri ini termasuk nyeri pada
kulit dan permukaan kulit. Stimulus yang efektif untuk menimbulkan nyeri dikulit
dapat berupa rangsangan mekanis, suhu, kimiawi, atau listrik. Apabila hanya kulit
yang terlibat, nyeri sering dirasakan sebagai menyengat, tajam, meringis, atau seperti
terbakar.
b. Deep pain
Merupakan nyeri yang terasa pada permukaan tubuh yang lebih dalam (nyeri
somatik) atau pada organ tubuh visceral. Nyeri somatis mengacu pada nyeri yang
berasal dari otot, tendon, ligament, tulang, sendi dan arteri. Struktur-struktur ini
memiliki lebih sedikit reseptor nyeri sehingga lokalisasi sering tidal jelas.
c. Reffered pain
Merupakan nyeri dalam yang disebabkan karena penyakit organ/ struktur dalam
tubuh yang ditransmisikan ke bagian tubuh di daerah yang berbeda bukan dari daerah
asalnya misalnya, nyeri pada lengan kiri atau rahang berkaitan dengan iskemia
jantung atau serangan jantung.
d. Central pain
Merupakan nyeri yang didahului atau disebabkan oleh lesi atau disfungsi primer
pada sistem saraf pusat seperti spinal cord, batang otak, thalamus, dan lain-lain.

2.Nyeri berdasarkan sifatnya


Meliala (2007) dalam Handayani (2015) menyebutkan bahwa nyeri ini digolongkan
menjadi tiga, yaitu :

a. Incidental pain Merupakan nyeri yang timbul sewaktu-waktu lalu menghilang. Nyeri
ini biasanya sering terjadi pada pasien yang mengalami kanker tulang.
b. Steady pain Merupakan nyeri yang timbul dan menetap serta dirasakan dalam jangka
waktu yang lama. Pada distensi renal kapsul dan iskemik ginjal akut merupakan salah
satu jenis.
c. Proximal pain Merupakan nyeri yang dirasakan berintensitas tinggi dan kuat sekali.
Nyeri tersebut biasanya menetap selama kurang lebih 10-15 menit, lalu menghilang
kemudian timbul lagi.

3.Nyeri berdasarkan ringan beratnya


Nyeri ini dibagi ke dalam tiga bagian (Wartonah, 2005 dalam Handayani 2015) sebagai

17
berikut :

a. Nyeri ringan
Merupakan nyeri yang timbul dengan intensitas ringan. Nyeri ringan biasanya pasien
secara obyektif dapat berkomunikasi dengan baik.
b. Nyeri sedang
Merupakan nyeri yang timbul dengan intensitas yang sedang. Nyeri sedang secara
obyektif pasien mendesis, menyeringai, dapat menunjukkan lokasi nyeri dan
mendiskripsikannya, dapat mengikuti perintah dengan baik.
c. Nyeri berat
Merupakan nyeri yang timbul dengan intensitas berat. Nyeri berat secara obyektif
pasien terkadang tidak dapat mengikuti perintah tapi masih respon terhadap tindakan,
dapat menunjukkan lokasi nyeri, tidak dapat mendiskripsikannya, tidak dapat diatasi
dengan alih posisi nafas panjang.

4.Nyeri berdasarkan waktu serangan


a. Nyeri akut
Merupakan nyeri yang mereda setelah dilakukan intervensi dan penyembuhan. Awitan
nyeri akut biasanya mendadak dan berkaitan dengan masalah spesifik yang memicu
individu untuk segera bertindak menghilangkan nyeri. Nyeri berlangsung singkat
(kurang dari 6 bulan) dan menghilang apabila faktor internal dan eksternal yang
merangsang reseptor nyeri dihilangkan. Durasi nyeri akut berkaitan dengan faktor
penyebabnya dan umumnya dapat diperkirakan (Asmadi, 2008). 15 15
b. Nyeri kronis
Merupakan nyeri yang berlangsung terus menerus selama 6 bulan atau lebih Nyeri ini
berlangsung diluar waktu penyembuhan yang diperkirakan dan sering tidak dapat
dikaitkan dengan penyebab atau cedera spesifik. Nyeri kronis ini berbeda dengan nyeri
akut dan menunjukkan masalah baru, nyeri ini sering mempengaruhi semua aspek
kehidupan penderitanya dan menimbulkan distress, kegalauan emosi dan mengganggu
fungsi fisik dan sosial (Potter & Perry, 2005 dalam Handayani, 2015)
2.2.5.Patofisiologi(WOC)
Rangsangan nyeri diterima oleh nociceptors pada kulit bisa intesitas tinggi maupun
rendah seperti perennggangan dan suhu serta oleh lesi jaringan. Sel yang mengalami nekrotik
akan merilis K + dan protein intraseluler . Peningkatan kadar K + ekstraseluler akan
menyebabkan depolarisasi nociceptor, sedangkan protein pada beberapa keadaan akan

18
menginfiltrasi mikroorganisme sehingga menyebabkan peradangan / inflamasi.
Akibatnya, mediator nyeri dilepaskan seperti leukotrien, prostaglandin E2, dan
histamin yang akan merangasng nosiseptor sehingga rangsangan berbahaya dan tidak
berbahaya dapat menyebabkan nyeri (hiperalgesia atau allodynia). Selain itu lesi juga
mengaktifkan faktor pembekuan darah sehingga bradikinin dan serotonin akan terstimulasi
dan merangsang nosiseptor. Jika terjadi oklusi pembuluh darah maka akan terjadi iskemia
yang akan menyebabkan akumulasi K + ekstraseluler dan H + yang selanjutnya mengaktifkan
nosiseptor.
Histamin, bradikinin, dan prostaglandin E2 memiliki efek vasodilator dan
meningkatkan permeabilitas pembuluh darah. Hal ini menyebabkan edema lokal, tekanan
jaringan meningkat dan juga terjadi Perangsangan nosisepto. Bila nosiseptor terangsang maka
mereka melepaskan substansi peptida P (SP) dan kalsitonin gen terkait peptida (CGRP), yang
akan merangsang proses inflamasi dan juga menghasilkan vasodilatasi dan meningkatkan
permeabilitas pembuluh darah. Vasokonstriksi (oleh serotonin), diikuti oleh vasodilatasi,
mungkin juga bertanggung jawab untuk serangan migrain . Peransangan nosiseptor inilah
yang menyebabkan nyeri. (Silbernagl & Lang, 2000).

19
2.2.6.Manifestasi
Gejala dan tanda menurut PPNI(2016) adalah sebagai berikut: Gejala dan Tanda Mayor
Subjektif : mengeluh nyeri
Objektif : tampak meringis, bersikap protektif (mis. waspada, posisi menghindari nyeri),
gelisah, frekuensi nadi meningkat, dan sulit tidur.
Gejala dan Tanda Minor
Subjektif : tidak tersedia
Objektif : tekanan darah meningkat, pola napas berubah, nafsu makan berubah, proses
berfikir terganggu, menarik diri, berfokus pada diri sendiri, dan diaphoresis.

20
2.2.7.Komplikasi
Komplikasi yang disebabkan uji provokasi nyeri jarang terjadi, tetapi pasien dapat
merasakan nyeri yang berkelanjutan setelah pemeriksaan selesai dilakukan. Karena itu, jika
pasien sudah merasakan nyeri yang sangat hebat sebaiknya dipertimbangkan kemampuan
pasien untuk menjalani pemeriksaan tes Patrick, kontra-Patrick, maupun Lasegue. Keluhan
nyeri yang umumnya muncul adalah nyeri punggung bawah, baik nyeri menjalar hingga ke
tungkai bawah maupun tidak menjalar. Belum ada studi yang menyimpulkan adanya
komplikasi dari pemeriksaan uji provokasi nyeri.
2.2.8 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan dengan skala nyeri
b. Pemeriksaan USG untuk data penunjang apabila ada nyeri tekan di abdomen
c. Rontgen untuk mengetahui tukang dalam yang abnormal
d. Pemeriksaan laboratorium sebagai data penunjang pemeriksaan fisik lainnya
e. CT-Scan mengetahui adanya pembuluh darah yang peah diotak
f. EKG

2.2.9 Penatalaksanaan Medis


a. Mengurangi faktor yang dapat menambah nyeri, misalnya keridakpercayaan,
kesalahpahaman, ketakutan, dan kelelahan
b. Memodifikasi stimulus nyeri dengan menggunakan tekhnik tekhnik berikut ini Teknik
latihan pengalihan :
1. Menonton televisi
2. Berbincang-bincang dengan orang lain
3. Mendegarkan music
2.2.10.Asuhan Keperawatan
1.Pengkajian
Pengkajian pada masalah nyeri yang dapat dilakukan adalah adanya riwayat nyeri,
keluhan nyeri seperti lokasi nyeri, intensitas nyeri, kualitas dan waktu serangan. Pengkajian
dapat dilakukan dengan cara PQRST :
1. P (pemacu), yaitu faktor yang mempengaruhi gawat atau ringannya nyeri,
2. Q (quality) dari nyeri, seperti apakah rasa tajam, tumpul atau tersayat,
3. R (region), yaitu daerah perjalanan nyeri,
4. S (severity) adalah keparahan atau itensitas nyeri,
5. T (Time) adalah lama/waktu serangan atau frekuensi nyeri.

21
2.Diagnosa Keperawatan
Terdapat beberapa diagosis yang berhubungan dengan masalah nyeri, di antaranya :
1. Nyeri akut b.d agen cedera biologis, kimia, fisik atau psikologis.
2. Nyeri kronis.
3. Gangguan mobilitas b.d nyeri pada ekstremitas.
4. Kurangnya perawatan diri b.d ketidakmampuan menggerakkan tangan yang
disebabkan oleh nyeri persendian.
5. Cemas b.d ancaman peningkatan nyeri.

3.Intervensi
1. Mengurangi dan membatasi faktor-faktor yang menambah nyeri.
2. Menggunakan berbagai teknik noninvasif untuk memodifikasi nyeri yang dialami.
3. Menggunakan cara-cara untuk mengurangi nyeri yang optimal, seperti memberikan
analgesik sesuai dengan program yang ditentukan.
4.Implementasi

1. Mengurangi faktor yang dapat menambah nyeri, misalnya ketidakpercayaan,


kesalahpahaman, ketakutan, kelelahan dan kebosanan.
2. Memodifikasi stimulus nyeri dengan menggunakan teknik-teknik seperti:
a. Teknik latihan pengalihan
1) Menonton televisi.
2) Berbincang-bincang dengan orang lain.
3) Mendengarkan musik.
b. Teknik relaksasi
Menganjurkan pasien untuk menarik napas dalam dan mengisi paru-paru dengan udara,
menghembuskannya secara perlahan, melemaskan otot-otot tangan, kaki, perut, dan
punggung serta mengulangi hal yang sama sambil terus berkonsentrasi hinga didapat rasa
nyaman, tenang dan rileks.
c. Stimulasi kulit
1) Menggosok dengan halus daerah nyeri.
2) Menggosok punggung.
3) Menggunakan air hangat dan dingin.
4) Memijat dengan air mengalir.

22
3. Pemberian obat analgesik, yang dilakukan guna mengganggu atau memblok transmisi
stimulus agar terjadi perubahan persepsi dengan cara mengurangi kortikal terhadap nyeri.
(Hidayat, 2009).

5.Evaluasi
Evaluasi adalah fase kelima dan fase terakhir proses keperawatan. Evaluasi adalah
aktivitas yang direncanakan, berkelanjutan, dan terarah ketika klien dan profesional
kesehatan menentukan kemajuan klien menuju pencapaian tujuan/hasil dan keefektifan
rencana asuhan keperawatan. Evaluasi merupakan aspek penting proses keperawatan karena
kesimpulan yang ditarik dari evaluasi menentukan apakah intervensi keperawatan harus
diakhiri, dilanjutkan, atau diubah. Proses evaluasi keperawatan memiliki lima komponen
antara lain megumpulkan data yang berhubungan dengan hasil yang diharapkan,
membandingkan data dengan hasil, menghubungkan tindakan keperawatan dengan hasil,
menarik kesimpulan tentang status masalah, meanjutkan, memodifikasi, atau mengakhiri
rencana asuhan keperawatan (Kozier et al., 2010).

Evaluasi asuhan keperawatan didokumentasikan dalam bentuk SOAP (subjective,


objective, assesment, planning). Adapun komponen SOAP yaitu S (subjective) adalah
informasi berupa ungkapan yang didapat dari pasien setelah tindakan diberikan, O (objektive)
merupakan informasi yang didapat berupa hasil pengamatan, penilaian, pengukuran yang
dilakukan oleh perawat setelah tindakan dilakukan, A (assesment) yaitu membandingkan
antara informasi subjektif dan objektif dengan tujuan dan kriteria hasil yang telah
dirumuskan, P (planing) adalah rencana keperawatan lanjutan yang akan dilakukan
berdasarkan hasil analisa (Dermawan, 2012).

Evaluasi terhadap pasien cedera kepala sedang dengan masalah keperawatan nyeri
akut mengacu terhadap rumusan tujuan yang mencakup aspek waktu dan kriteria hasil dalam
rencana keperawatan. Adapun kriteria hasil yang ditetapkan mengacu pada Standar Luaran
Keperawatan Indonesia (SLKI) yaitu keluhan nyeri menurun, tampak meringis menurun,
sikap protektif menurun, gelisah menurun, kesulitan tidur menurun, frekuensi nadi membaik.

23
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN DASAR

Ruang Praktek : Teratai


Tanggal Praktek : 8 Juni 2022
Tanggal & Jam Pengkajian :8 Juni 2022/20:00 WIB

Berdasarkan Pengkajian diruang Teratai didapatkan hasil:

I. PENGKAJIAN
A. IDENTITAS PASIEN
Nama :Tn.S
Umur : 56 Th
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SD
Status Perkawinan : Sudah Kawin
Alamat :Mess Pt.Amsal
Tgl MRS :5 Juni 2022
Diagnosa Medis :Nekrosis Digiti

B. RIWAYAT KESEHATAN /PERAWATAN


1. Keluhan Utama :
Klien mengatakan nyeri dibagian kaki sebelah kanan seperti tertusuk-tusuk,skala
nyeri 4,nyerinya terus menerus.

2. Riwayat Penyakit Sekarang :


Klien diantar kerumah sakit pada tanggal 05 Juni 2022 dengan keluhan klien
mengatakan nyeri dibagian kaki sebelah kanan seperti tertusuk-tusuk,skala nyeri
4,nyerinya terus menerus.Dilakukan pemeriksaan tanda-tanda vital didapatkan
hasil:TD:80/60 mmHg,N:84x/menit,S:37,4°C,SpO2:96%.
Lalu dirujuk ke IGD dr.Doris Sylvanus Palangka Raya pada tanggal 05 Juni 2022

24
Jam 23:45 dengan keluhan klien mengatakan nyeri dibagian kaki sebelah kanan,lalu
di IGD diberikan tindakan pemasangan infus RL loading 200 ml,drip KCL 25 mg
dalam 500 cc NaCl 20 Ptm,asering 1000 mldalam 4 jam,injeksi obat omeprazole 40
mg,injeksi ondansentron 8 mg,antrain 1 gr.Pada tanggal 6 Juni 2022 pukul 07:40
WIB klien dipindahkan ke ruang Teratai untuk perawatan lebih lanjut dengan
kesadaran compos mentis keadan umum klien tampak lemah,hasil pemriksaan tanda-
tanda vital: TD:79/65 mmHg,N:85x/menit,S:36,2°C,SpO2:96%.

3. Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)


Keluarga klien mengatakan sebelumnya pasien belum pernah mempunyai riawat
penyakit sejenis lainnya.

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga klien mengatakan tidak ada penyakit yang menurun seperti yang dialami
pasien sekarang.

C. DATA GENOGRAM

25
Keterangan:
:Perempuan
:Laki-Laki
:Meninggal
:Klien
:Hubungan Keluarga
:Tinggal Serumah
:Menikah

A.PEMERIKSAAN FISIK
1. Keadaan Umum :
Klien tampak meringis, gelisah dan sering mengatakan bagian kaki sebelah kanan
terasa sakit, pasien terpasang infus NaCl 0.9 % pada tangan kiri dengan kesadaran
composmentis, posisi terbaring terlentang.

2. Status Mental :
Tingkat keasadaran composmentis, saat dilakukan pengkajian klien terlentang,
ekspresi wajah meringis dan gelisah, berbicara dengan baik dan jelas, suasana hati
sedih. Dan fungsi kognitif orientasi waktu klien dapat membedakan pagi, siang dan
malam, pada orientasi orang klien dapat membedakan dokter, perawat dan keluarga,
pada orientasi tempat klien dapat mengetahui bahwa dirinya berada di rumah sakit,
pada klien tidak terjadi halusinasi dan proses berpikir baik.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

3. Tanda-tanda Vital
a. Suhu : 37,2°C
b. Nadi : 90 x/menit
c. Pernapasan : 20 x/menit
d. Tekanan Darah : 100/83 mmHg

26
4. Pernapasan (Breathing)
Bentuk dada klien teraba simetris, klien tidak memiliki kebiasaan merokok, klien
tidak mengalami batuk, tidak merasa sesak nafas, ttpe pernapasan klien tampak
menggunakan perut dan dada, irama pernapasan teratur dan tidak ada suara nafas
tambahan.
Keluhan lainnya : Tidak ada keluhan
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

5. Cardivasculer (Bleeding)
Suara jantung klien normal dan tidak ada masalah pada jantung.

6. Persyarafan (Brain)
Penilaian kesadaran pada Tn.S didapatkan nilai GCS, E : 4 (Bingung, disorientasi
waktu, tempat dan ruang), V : 5 (Komunikasi verbal baik, jawaban tepat), M : 6
(Mengikuti perintah) total nilai GCS : 15. Kesadaran composmentis, klien
merasakan nyeri dibagian kaki disebelah kanan.

Uji Syaraf Kranial :


Nervus Kranial I :: Normal, pasien mampu mencium bau
minyak kayu putih.

Nervus Kranial II ::: Normal, pasien mampu membaca tulisan


pada kemasan minyak kayu putih.

Nervus Kranial III ::: Normal, klien dapat menutup mata saat
menerima cahaya.

Nervus Kranial IV ::: Normal, klien dapat menggerakan bola mata


keatas dan kebawah.

Nervus Kranial V ::: Normal, klien dapat menekuk rahang dan


mulut.

Nervus Kranial VI ::: Normal, klien dapat menggerakan bola mata

27
kekiri dan kekanan.

Nervus Kranial VII ::: Normal, klien dapat tersenyum.

Nervus Kranial VIII ::: Normal, klien dapat mendengarkan


perkataan perawat.

Nervus Kranial IX ::: Normal, klien dapat membedakan rasa pahit


dan manis.

Nervus Kranial X ::: Klien berbicara jelas.

Nervus Kranial XI ::: Normal, klien dapat menggerakan kepala

Nervus Kranial XII ::: Normal, klien dapat menggerakan lidah

Uji koordinasi ekstermitas atas klien bagian kiri dapat menggerakan jari jemari dan
tidak dapat menggerakan jari kehidung. Ekstermitas bawah bagian kiri dan kanan
klien dapat menggerakan jempol kaki dan bagian kanan bisa digerakan.
Keluhan lainnya : Tidak ada keluhan lainnya.
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
7. Eliminasi Urin (Bladder)
Saat dilakukan pemeriksaan didapatkan input klien kurang lebih 2000 ml, produksi
urine : 800 ml – 1000 ml/hari, warna : jernih kekuningan.
Keluhan lainnya : Tidak ada keluhan
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

8. Eliminasi Alvi (Bowel)


Mulut dan Faring :
Saat dilakukan pemeriksaan bibir tidak ada sianosis, semua gigi geraham sudah
tanggal (lepas), tidak ada tanda pembengkakkan dan pendarahan pada gusi, lidah
bersih, mukosa lembab, BAB 1x/hari warna kuning kecokelatan.

9. Sistem Penginderaan :
a. Mata/Penglihatan
Klien mengatakan fungsi penglihatan masih normal.
b. Hidung / Penciuman :

28
Bentuk simetris, tampak bersih, dan tidak ada perdarahan
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

10. Leher dan Kelenjar Limfe


Saat dilakukan pemeriksaan tidak ditemukan massa, pembesaran kelenjar limfe
maupun tyroid.

11. Sistem Reproduksi


Tampak bersih, tidak ada kemerahan.

D. POLA FUNGSI KESEHATAN


1. Persepsi terhadap kesehatan dan penyakit :
Klien tahu bahwa kesehatan sangat penting dalam kehidupan sehari-hari serta dalam
beraktifitas pasien mengatakan ingin cepat beraktivitas seperti sedia kala.
Keluhan lainnya : Tidak ada keluhan
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

2. Nutrisida metabolisme :
Klien mengatakan tidak ada nafsu makan, tidak ada muntah, tidak mengalami
kesukaran menelan dan tidak merasa haus.

Pola Makan Sehari- Sesudah Sakit Sebelum Sakit


hari
Frekuensi/hari 3 x/hari 3 x/hari
Porsi ½ porsi 1 porsi
Nafsu makan Tidak baik Baik
Jenis makanan Biasa Biasa
Jenis minuman Air putih Air putih
Jumlah minuman/24 jam 600 cc 800 – 2000 cc
Kebiasaan makan Pagi, siang, sore Pagi, siang, malam
Keluhan/ masalah Tidak ada Tidak ada
Keluhan lainnya : Tidak ada keluhan

29
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

3. Pola istirahat dan tidur :


Klien mengatakan kurang tidur atau gangguan pada tidur
Keluhan lainnya : Tidak ada keluhan
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

4. Kognitif
Saat ditanya oleh perawat tentang penyakit yang diderita, klien dapat menjawab
pertanyaan yang diberikan bahwa penyakit yang dideritanya tidak pernah terjadi
sebelumnya.
Keluhan lainnya : Tidak ada keluhan
Masalah Keperawatan : Tidak ada massalah keperawatan

5. Konsep Diri (Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri, peran) :
Gambaran diri pasien yaitu menyukai tubuhnya, ideal diri pasien ingin sekali cepat
sembuh, identitas diri pasien adalah seorang laki-laki, harga diri pasien menerima
dirinya apa adanya, peran diri pasien adalah seorang ayah dan suami.
Keluhan lainnya : Tidak ada keluhan
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

6. Aktivitas sehari-hari :
Pasien mengatakan Sebelum sakit pasien mampu beraktivitas secara mandiri
sebaliknya sesudah sakit pasien tidak dapat beraktivitas secara bebas akibat gerakan
terbatas.
Keluhan lainnya : Tidak ada keluhan
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

7. Koping – Toleransi terhadap stress


Klien mengatakan apabila ada masalah klien hanya bercerita kepada orang
terdekatnya terutama keluarganya. Klien memiliki koping yang baik dalam
menghadapi stress dan dapat mengatasi stress serta menyelesaikan masalah.

30
Keluhan lainnya : Tidak ada keluhan
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan

8. Nilai – Pola keyakinan


Klien mengatakan selama mendapat pengobatan dan perawatan tidak ada tindakan
dokter ataupun perawat yang bertentangan dengan keyakinannya.
Keluhan lainnya : Tidak ada keluhan
Masalah Keperawatan : Tidak ada massalah keperawatan

E. SOSIAL – SPIRITUAL
1. Kemampuan berkomunikasi
Klien mampu berkomunikasi dengan baik kepada orang lain dan petugas kesehatan.

2. Bahasa sehari-hari
Bahasa sehari-hari pada klien biasa menggunakan bahasa daerah jawa dan
Indonesia.

3. Hubungan dengan keluarga


Hubungan klien dengan keluarganya harmonis, ditandai dengan adanya perhatian
yang diberikan keluarga.

4. Hubungan dengan temn/ petugas kesehatan/ orang lain :


Hubungan klien dengan teman, petugas kesehatan dan orang lain baik, klien tampak
koperatif dan terbuka saat dilakukan pengkajian.

5. Orang berarti/ terdekat :


Orang terdekat klien adalah anak-anaknya dan keluarganya.

6. Kebiasaan menggunakan waktu luang :


Klien menggunakan waktu luang hanya untuk beristirahat dan berkumpul dengan
keluarganya.

7. Kegiatan beribadah :

31
Selama sakit pasien tidak bisa beribadah seperti biasanya klien hanya bisa berdoa
sambil berbaring ditempat tidur saja.

D.DATA PEMERIKSAAN PENUNJANG ( DIAGNOSTIK & LABORATORIUM


Pemeriksaan Laboratorium Pada Tanggal 06 Juni 2022 Pada Tn.S
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan

HBsAg Negatif Negatif


Natrium (Na) 137 135-148 mmol/l
Kalium(K) 1,9* 3,5-5,3 mmol/l
Calcium(Ca) 1,00 0,98-1,2 mmol/l
Anti HIV Hasil I Non Reaktif Non Reaktif
(INEC)
Anti HIV Hasil II - Non Reaktif
(INTEC)
Anti HIV Hasil III - Non Reaktif
(EGENS
DIAGNOSTI)

Glukosa Sewaktu 86 <200 mg/dl


Ureum 53 21-53 mg/dl
Kreatinin 1,54 0,17-1,5 mg/dl
SGOT/AST 21 L<37 :P<31 U/L
SGPT/ALT 45 L<42 :P<32 U/L
Albumin 1,24 3,5-5,5 g/dl

32
G.PENATALAKSANAAN MEDIS
Terapi Tanggal 06 Juni 2022 Pada Tn.S
TERAPI MEDIS DOSIS INDIKASI

Inf.Nacl 30 tpm NaCl atau sodium chloride


adalah elektrolit dengan
fungsi untuk mengatur
jumlah air dalam tubuh
tubuh.

Inj.Mp 2x62,5 Methylprednisolone adalah


obat untuk meredakan
peradangan pada berbagai
kondisi, termasuk radang
sendi, radang usus, asma,
psoriasis, lupus, hingga
multiple sclerosis. Obat ini
juga bisa digunakan dalam
pengobatan reaksi alergi
yang parah.

Omeprazole 40 Mg Omeprazole adalah obat


untuk menangani penyakit
asam lambung. Obat ini
biasa digunakan dalam
pengobatan tukak lambung,
gastroesofageal refluks
disease (GERD), infeksi
Helicobacter pylori, atau
sindrom Zollinger-Ellison.
Omeprazole bekerja
dengan cara mengurangi

33
produksi asam lambung.
Ondansentron 8 Mg Ondansetron adalah obat
yang digunakan untuk
mencegah serta mengobati
mual dan muntah yang bisa
disebabkan oleh efek
samping kemoterapi,
radioterapi, atau operasi.
Obat ini hanya boleh
dikonsumsi dengan resep
dokter.
Antrain 1 gr Antrain dapat meringankan
rasa sakit, terutama nyeri
kolik dan sakit setelah
operasi. Dewasa : 1 tablet
jika sakit timbul,
berikutnya 1 tablet tiap 6-8
jam, maksimum 4 tablet
sehari

Palangkaraya,8 Juni 2022

Mela Wahyuni

34
DATA SUBJEKTIF ANALISIS DATA MASALAH
DAN DATA OBJEKTIF KEMUNGKINAN
PENYEBAB
DS: Trauma Jaringan, Infeksi, Nyeri Akut
Klien mengatakan nyeri Cidera (D.0077)
dibagian kaki sebelah ↓
kanan seperti tertusuk- Kerusakan Sel
tusuk,skala nyeri 4, ↓
nyerinya terus menurus. Pelepasan Mediator Nyeri
(Histamine, bradykinin,
DO: prostaglandin, serotonin, ion
kalium, dll)
-Klien tampak meringis

-Klien tampak gelisah
Dihantarkan serabut tipe A,
dan serabut tipe C
TTV:

TD :100/83 mmHg
Medulla spinalis
N :90x/menit ↓
S :37,2°C Sistem aktivasi retikular
RR :20x/menit ↓
Hipotalamus dan sistem
limbik

Otak
(korteks somatosensoarik)

Persepsi nyeri

Nyeri akut

35
DS: Penurunan fungsi Defisit Perawatan Diri
neuromotorik
Pasien mengatakan sudah
3 hari belum mandi dan ↓
pasien tidak bias
beraktivitas Kelemahan otot

DO: ↓

1. Badan tampak Immobilisasi


kotor dan bau

2. Gigi dan mulut
tampak kotor Defisit perawatan diri
3. Pakaian pasien
tampak tidak rapi
4. Pasien tidak bias
beraktivitas

36
PRIORITAS MASALAH

Diagnosa Keperawatan Keperawatan Dasar


1.Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik ditandai dengan pasien
mengatakan nyeri dibagian kaki sebelah kanan,nyeri seperti ditusuk-tusuk,skala nyeri
4,nyerinya terus menerus,pasien tampak meringis dan tampak gelisah.

TD :100/83 mmHg
N :90x/menit
S :37,2°C
RR :20x/menit
Nyeri Akut (D.0077)
2.Defisit perawatan diri berhubungan dengan kelemahan ditandai dengan Badan tampak
kotor dan bau, Gigi dan mulut tampak kotor, Pakaian pasien tampak tidak rapi. SDKI
(D.0109 Hal 240)

37
RENCANA KEPERAWATAN
Nama Pasien :Tn.S
Ruang Patktik :Teratai
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi Rasional
Nyeri akut b/d pencidera fisik Setelah dilakukan tindakan Manajemen Nyeri I.08238 1. Untuk mengetahui respon
keperawatan 3x7 jam diharapkan nyeri yang dirasakan pasien.
Nyeri Akut (D.0077) Observasi:
tingkat nyeri menurun dengan kriteria
hasil: 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, 2. Untuk mengetahui skala nyeri.

Tingkat Nyeri L.08066 durasi, frekuensi, kualitas, 3. Untuk memberikan teknik


1. Keluhan nyeri cukup menurun (4) intensitas nyeri untuk mengurangi rasa nyeri.
2. Meringis cukup menurun (4) 2. Identifikasi skala nyeri 4. Untuk mengkolaborasikan
3. Gelisah cukup menurut (4) 3. Identifikasi respons nyeri non memberikan terapi

verbal farmakologi untuk

4. Identifikasi faktor yang mengurangi rasa nyeri

memperberat dan memperingan


nyeri
Terapeutik:
1. Berikan teknik nonfarmakologi
untuk mengurangi rasa nyeri.
Edukasi
1. Pendidikan kesehatan tentang
manajemen nyeri.

38
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik atau obat
dari anjuran dokter.

Defisit perawatan diri berhubungan Perawatan Diri (L.11103) Dukungan Perawatan Diri (I.11348) 1. Agar mengetahui apa kebiasaan
dengan kelemahan. SDKI (D.0109 aktivitas pasien
Hal 240) Setelah dilakukan tindakan
1. Identifikasi kebiasaan aktivitas 2. Agar mengetahui tingkat
keperawatan selama 3x4 jam maka perawatan diri sesuai usia kemandirian pasien
kemampuan perawatan diri
2. Monitor tingkat kemandirian 3. Untuk mengetahui kebutuhan
meningkat dengan kriteria hasil: 3. Identifikasi kebutuhan alat bantu alat bantu aktivitas pada pasien
kebersihan diri, berpakaian, berhias, 4. Dengan suasana yang hangat
1) Kemampuan mandi meningkat dan makan
2) Kemampuampuan mengenakan 4. Sediakan lingkungan yang terapeutik nyaman lebih mudah pasien
pakaian meningkat melakukan perawatan diri
(misalnya suasana hangat, rileks, 5. Mendampingi pasien
3) Kemampuan makan meningkat privasi)
4) Kemampuan ketoilet melakukan perawatan diri agar
5. Dampingi dalam melakukan perawatan pasien bisa melakukan
(BAK/BAB)Meningkat diri sampai mandiri perawatan diri dengan dibantu.
6. Fasilitasi kemandirian, bantu jika tidak 6. Dengan memfasilitasi pasien
mampu melakukan perawatan diri akan lebih mudah melakukan
7. Anjurkan melakukan perawatan diri perawatan diri
secara konsisten 7. Agar pasien melakukan
perawatan diri secara baik.

39
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Tanda tangan
Hari/Tanggal
Implementasi Evaluasi (SOAP) dan
Jam
Nama Perawat

Obervasi: S:
Kamis,9 Juni 2022 1. MengiIdentifikasi lokasi, karakteristik Klien mengatakan nyerinya mulai berkurang
14:00-21:00 WIB
durasi,frekuensi, kualitas, intensitas nyeri setelah melakukan teknik relaksasi, Nyeri
2. Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan berkurang menjadi skala (3).
memperingan nyeri O:
- Klien tampak gelisah Mela Wahyuni
Edukasi: - Klien tampak meringis
Memberikan pendidikan kesehatan pada pasien dan
keluarga tentang manajemen nyeri. TD :100/83 mmHg
N :90x/menit
S :37,2°C
RR :20x/menit
A : Masalah belum teratasi
P : Lanjutkan Intervensi
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi respons nyeri non verbal

40
Jumat,10 Juni 2022 1. Mengidentifikasi kebiasaan aktivitas S:
perawatan diri sesuai usia
08:00-14:00 WIB Pasien mengatakan sudah 3 hari belum
2. Memonitor tingkat kemandirian
3. Mengidentifikasi kebutuhan alat bantu mandi
kebersihan diri, berpakaian, berhias, dan O:
makan
4. Menyediakan lingkungan yang terapeutik - Badan pasien tampak kotor
(misalnya suasana hangat, rileks, privasi) - Skala aktivitas pasien 4 sangat tergantung Mela Wahyuni
5. Mendampingi dalam melakukan perawatan dengan orang lain
diri sampai mandiri - Klien tampak berpenampilan tidak bersih
6. Memfasilitasi kemandirian, bantu jika tidak A: Masalah sebagian teratasi
mampu melakukan perawatan diri
P: Lanjutkan intervensi
7. Menganjurkan melakukan perawatan diri
secara konsisten Pasien pindah ruangan

1. Mengidentifikasi kebutuhan alat bantu


kebersihan diri, berpakaian, berhias, dan
makan
2. Menyediakan lingkungan yang terapeutik
(misalnya suasana hangat, rileks, privasi)
3. Mendampingi dalam melakukan
perawatan diri sampai mandiri
4. Memfasilitasi kemandirian, bantu jika
tidak mampu melakukan perawatan diri
5. Menganjurkan melakukan perawatan diri
secara konsisten

41
42
BAB IV
PENUTUP

3.1.Kesimpulan
Nyeri adalah suatu mekanisme pertahanan bagi tubuh yang timbul bila mana
jaringan nm,sedang dirusak yang menyebabkan individu tersebut bereaksi dengan cara
memindahkan stimulus nyeri (Guyton & Hall, 2008 dalam Saifullah, 2015). Nyeri menurut
Rospond (2008) merupakan sensasi yang penting bagi tubuh. Sensasi penglihatan,
pendengaran, bau, rasa, sentuhan, dan nyeri merupakan hasil stimulasi reseptor sensorik,
provokasi saraf-saraf sensorik nyeri menghasilkan reaksi ketidaknyamanan, distress, atau
menderita. Menurut Handayani (2015) nyeri adalah kejadian yang tidak menyenangkan,
mengubah gaya hidup dan kesejahteraan individu. Menurut Andarmoyo (2013) nyeri adalah
ketidaknyamanan yang dapat disebabkan oleh efek dari penyakit-penyakit tertentu atau
akibat cedera. Sedangkan menurut Kozier & Erb dalam Nurrahman (2009) mengatakan
bahwa nyeri adalah sensasi yang tidak menyenangkan dan sangat individual yang tidak
dapat dibagi dengan orang lain.

3.2.Saran
1. Untuk Mahasiswa
Diharapkan mahasiswa mampu mengembangkan wawasan dari ilmu keperawatan
khususnya tentang Asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa Nekrosis Digiti
2. Untuk Klien dan Keluarga
Harapannya dapat menambah informasi mengenai dan pengobatannya sehingga dapat
digunakan untuk meningkatkan kesehatan pasien.
3. Untuk Institusi
Untuk institusi diharapkan pembahasan ini dapat menjadi bahan atau sumber data bagi
penulis berikutnya
4. Untuk IPTEK
Diharapkan dapat Memberikan informasi dalam pengembangan ilmu keperawatan
terutama dalam keperawatan medikal bedah yang menjadi masalah Kesehatan pada
klien.

43
DAFTAR PUSTAKA

Anonim A, 2008. Konsep Dasar


Nyeri.http://qittun.blogspot.com/2008/10/konsep-dasar-nyeri.html
Dermawan (2012). Buku Ajar Keperawatan Komunita. Yogyakarta: Gosyen
Publishing.
Hidayat, A. A. 2009. Pengantar Kebutuhan Dasar Manusia : Aplikasi Konsep dan
Proses Keperawatan, Buku 1. Jakarta : Salemba Medika.
Kozier,. (2010). Buku Ajar Fundamental Keperawatan ( Alih bahasa : Esty Wahyu
ningsih, Devi yulianti, yuyun yuningsih. Dan Ana lusyana ). Jakarta :EGC
North American Nursing Diagnosing Association. 2010. Diagnosis
Keperawatan:Definisi dan Klasifikasi 2009-2011. Jakarta : EGC.
Sutedjo, A. Y. 2009. Mengenal Penyakit Melalui Hasil Pemeriksaan
Laboratorium.Yogyakarta : Asmara Books.
Tailor, C. M dan Ralph S. S. 2011. Diagnosa Keperawatan dengan Rencana
Asuhan. Jakarta :EGC.

44

Anda mungkin juga menyukai