Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA TN. A DENGAN DIAGNOSA MEDIS ULKUS PEDIS


DEKSTRA DI RUANG DAHLIA RSUD dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA

OLEH :
ALFITRA RESTI ANGGRAINIE
NIM : 2019.C.11a.1037

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Ini Disusun Oleh :


Nama : Alfitra Resti Anggrainie
NIM : 2019.C.11a.1037
Program Studi : Sarjana Keperawatan
Judul :“Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada Tn.A
Dengan Diagnosa Medis Ulkus Pedis Dekstra Di Ruang Dahlia
RSUD dr. Doris Sylvanus Kota Palangka Raya”.

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk menempuh


Praktik Praklinik Keperawatan III (PPK III) Pada Program Studi Sarjana
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Asuhan Keperawatan ini telah disetujui oleh :


Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Elin Ria Resty, S.Kep., Ners. Ria Asihai, S.Kep., Ners.


KATA PENGANTAR

Dengan Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat dan
anugrah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Laporan Pendahuluan dan Asuhan
Keperawatan dengan judul “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan Pada
Tn.A Dengan Diagnosa Medis Ulkus Pedis Dekstra Di Ruang Dahlia RSUD dr. Doris
Sylvanus Kota Palangka Raya”.Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan ini
disusun untuk memenuhi ataupun melengkapi tugas mata kuliah Praktik Praklinik
Keperawatan III.
Laporan Pendahuluan dan juga asuhan keperawatan ini tidak lepas dari bantuan
berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid ,S.Pd,.M.Kes Selaku Ketua STIKES Eka Harap Palangka
Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina ,Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Sarjana
Keperawatan STIKES Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Ika Paskaria, S.Kep., Ners selaku Koordinator Praktik Praklinik
Keperawatan III.
4. Ibu Elin Ria Resty, S.Kep., Ners selaku dosen pembimbing Akademik yang
telah banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam
penyelesaian Asuhan Keperawatan ini.
5. Ibu Ria Asihai, S.Kep,. Ners selaku Pembimbing Lahan yang telah banyak
memberi arahan saat melakukan praktik di Dahlia RSUD Dr. Doris Sylvanus
Palangka Raya.
Saya menyadari bahwa asuhan keperawatan ini mungkin terdapat kesalahan dan
jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, saya mengharapkan saran dan kritik yang
membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan dan juga
asuhan keperawatan ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapar
bermanfaat bagi kita semua.

Palangka Raya, 16 Mei 2022

Alfitra Resti Anggrainie


DAFTAR ISI

SAMPUL DEPAN .....................................................................................

LEMBARAN PENGESAHAN .................................................................

KATA PENGANTAR ...............................................................................

DAFTAR ISI ..............................................................................................

BAB 1 PENDAHULUAN .........................................................................

1.1 Latar Belakang.................................................................................

1.2 Rumusan Masalah ...........................................................................

1.3 Tujuan Penulisan .............................................................................

1.4 Manfaat Penulisan ...........................................................................

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA.................................................................

2.1 Konsep Dasar Penyakit....................................................................

2.1.1 Definisi......................................................................................

2.1.2 Anatomi dan Fisiologi.............................................................

2.1.3 Etiologi ....................................................................................

2.1.4 Klasifikasi ................................................................................

2.1.5 Patofisiologi (WOC)................................................................

2.1.6 Manifestasi Klinis....................................................................

2.1.7 Komplikasi ..............................................................................

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang ........................................................

2.1.9 Penatalaksanaan Medis..........................................................

2.2 Menajemen Asuhan Keperawatan .................................................

2.2.1 Pengkajian ..............................................................................

2.2.2 Diagnosa Keperawatan ..........................................................

2.2.3 Intervensi Keperawatan ........................................................

2.2.4 Implementasi Keperawatan ..................................................

2.2.5 Evaluasi Keperawatan ...........................................................

BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN........................................................

BAB 4 PENUTUP.......................................................................................
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Diabetes Melitus merupakan keadaan yang ditandai dengan kadar gula dalam
darah yang tinggi (hiperglikemia) melebihi kadar gula normal. Diabetes Melitus ialah
penyakit kronis yang terjadi saat pancreas tidak dapat memproduksi insulin secara
cukup, atau saat tubuh tidak dapat secara efektif menggunakan insulin yang
dihasilkan sehingga menyebabkan peningkatan konsentrasi glukosa dalam darah
(hiperglikemia) Diabetes Melitus disebut dengan the silent killer karena diabetes yang
tidak terkontrol dapat menyebabkan kerusakan pada sel saraf dan pembuluh darah
maka dapat menimbulkan berbagai komplikasi antara lain gangguan penglihatan
mata, katarak, penyakit jantung,sakit ginjal, impotensi seksual, luka sulit sembuh dan
membusuk/gangren, infeksi paru-paru, gangguan pembuluh darah, stroke dan
sebagainya. Daerah yang sering mengalami trombosis pada penderita DM adalah
pembuluh darah daerah ekstremitas bawah bagian distal. Terjadinya trombosis akan
mengganggu suplai darah ke daerah luka sehingga akan menghambat proses
penyembuhan luka dan menyebabkan terjadinya ulkus
Ulkus kaki pada neuropati sering kali terjadi pada permukaan plantar kaki yaitu
di area yang mendapatkan tekanan tinggi, seperti area yang melapisi kaput metatarsal
maupun area lain yang melapisi deformalitas tulang (Fitria et al., 2017). Faktor yang
berhubungan dengan ulkus kaki diabetik menyebutkan bahwa ulkus kaki diabetik
lebih sering terjadi pada pria usia lanjut, penderita neuropati perifer, penyakit
vaskular perifer, Merokok, trauma, durasi diabetes mellitus dan kadar hemoglobin
terglikasi tinggi memiliki hubungan yang signifikan dengan terjadinya ulkus kaki
diabetik (Nongmaithem et al, 2016 dalam Suyanto (2018).
Secara global 422 juta orang dewasa hidup dengan diabetes melitus pada tahun
2014. International Diabetes Federation (IDF, 2014), kawasan asia pasifik merupakan
kawasan terbanyak yang menderita diabetes mellitus, dengan angka kejadiannya 138
juta kasus (8,5%) (Chaidir et al., 2017). Jumlah Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas)
memperlihatkan peningkatan angka prevalens Diabetes yang cukup signifikan, yaitu
dari 6,9% ditahun 2013 menjadi 8,5% ditahun 2018.Sedangkan berdasarkan laporan
di Jawa Timur ada 2,1% penderita yang pernah didiagnosa menderita diabetes melitus
(Riskesdas, 2013).
Proses terjadinya kaki diabetik diawali oleh angiopati, neuropati, dan infeksi.
Neuropati menyebabkan gangguan sensorik yang menghilangkan atau menurunkan
sensasi nyeri kaki, sehingga ulkus dapat terjadi tanpa terasa. Gangguan motorik
menyebabkan atrofi otot tungkai sehingga mengubah titik tumpu yang menyebabkan
ulserasi kaki. Angiopati akan mengganggu aliran darah ke kaki; penderita dapat
merasa nyeri tungkai sesudah berjalan dalam jarak tertentu. Infeksi sering merupakan
2

komplikasi akibat berkurangnya aliran darah atau neuropati. Ulkus diabetik bisa
menjadi gangren kaki (Kartika, 2017).
Penderita DM penting untuk mematuhi serangkaian pemeriksaan seperti
pengontrolan gula darah. Bila kepatuhan dalam pengontrolan gula darah pada
penderita DM rendah, maka bisa menyebabkan tidak terkontrolnya kadar gula darah
yang akan menyebabkan komplikasi. Kadar glukosa darah tidak terkendali
menyebabkan komplikasi kronik neuropati perifer berupa neuropati sensorik,
motorik, dan autonom.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang, penulis merumuskan suatu masalah yaitu
bagaimana penatalaksanaan Asuhan Keperawatan pada Tn. A dengan diagnosa medis
Ulkus Pedis Dekstra di ruang Dahlia RSUD dr. Doris Sylvanus Kota Palangka Raya?

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulis studi kasus ini adalah untuk memberikan Asuhan
Keperawatan pada Tn.A dengan diagnosa medis Ulkus Pedis Dekstra dengan
menggunakan proses keperawatan dari pengkajian sampai dengan evaluasi
keperawatan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian Asuhan Keperawatan pada Tn. A
dengan diagnosa medis Ulkus Pedis Dekstra di ruang Dahlia RSUD dr.
Doris Sylvanus Kota Palangka Raya
1.3.2.2 Mahasiswa dapat merumuskan diagnosa pada Tn. A dengan diagnosa medis
Ulkus Pedis Dekstra di ruang Dahlia RSUD dr. Doris Sylvanus Kota
Palangka Raya
1.3.2.3 Mahasiswa dapat merencanakan tindakan keperawatan sesuai dengan
masalah pada Tn. A dengan diagnosa medis Ulkus Pedis Dekstra di ruang
Dahlia RSUD dr. Doris Sylvanus Kota Palangka Raya
1.3.2.4 Mahasiswa mampu mengimplementasikan rencana tindakan keperawatan
pada Tn. A dengan diagnosa medis Ulkus Pedis Dekstra di ruang Dahlia
RSUD dr. Doris Sylvanus Kota Palangka Raya
1.3.2.5 Mahasiswa mampu membuat evaluasi dari hasil tindakan keperawatan yang
dilakukan pada Tn. A dengan diagnosa medis Ulkus Pedis Dekstra di ruang
Dahlia RSUD dr. Doris Sylvanus Kota Palangka Raya
1.3.2.6 Mahasiswa dapat mendokumentasikan hasil dari laporan pendahuluan dan
asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan pada Tn. A dengan diagnosa
medis Ulkus Pedis Dekstra di ruang Dahlia RSUD dr. Doris Sylvanus Kota
Palangka Raya.
3

1.4 Manfaat Penulisan


1.4.1 Untuk Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan
dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu pengetahuan yang
diperoleh selama menempuh pendidikan di Program Studi Sarjana Keperawatan
STIKes Eka Harap Palangka Raya.
1.4.2 Untuk Klien dan Keluarga
Klien dan keluarga mengerti cara perawatan pada penyakit dengan diagnosa
medis Ulkus Pedis Dekstra secara benar dan bisa melakukan perawatan di rumah
dengan mandiri.
1.4.3 Untuk Insitusi
Sebagai sumber bacaan, referensi dan tolak ukur tingkat kemampuan
mahasiswa dalam penguasaan terhadap ilmu keperawatan dan pendokumentasian
proses keperawatan khususnya bagi mahasiswa STIKes Eka Harap dalam
memberikan asuhan keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis Ulkus Pedis
Dekstra sehingga dapat diterapkan di masa yang akan datang.
1.4.4 Untuk IPTEK
Dengan adanya laporan studi kasus diharapkan dalam pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi di bidang keperawatan terutama pengembangan dalam
pelaksanaan asuhan keperawatan dengan konsep pendekatan proses keperawatan
yang dapat membantu serta menunjang pelayanan perawatan Ulkus Pedis Dekstra
yang berguna bagi status kesembuhan klien.
4

BAB II
TINJAUN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Penyakit


2.1.1 Definisi Ulkus Diabetikum
Ulkus kaki diabetik merupakan lesi non traumatis pada kulit (sebagian atau
seluruh lapisan) pada kaki penderita diabetes militus akibat diabetes melitius yang
tidak terkendali (mariam et al., 2017). Ulkus kaki diabetik biasanya disebabkan oleh
tekanan berulang (geser dan tekanan) pada kaki dengan adanya komplikasi terkait
diabetes dari neuropati perifer atau penyakit arteri perifer, dan penyembuhannya
sering dipersulit oleh perkembangan infeksi (Jia et al., 2017). Ulkus diabetikum
didefinisikan sebagai ulkus di bawah pergelangan kaki karena berkurangnya sirkulasi
kapiler atau arteri, neuropati, dan kelainan bentuk kaki (Robberstad et al., 2017)
Ulkus kaki diabetikum merupakan luka terbuka pada permukaan kulit yang
disebabkan adanya makroangiopati sehingga terjadi vaskuler insufisiensi dan
neuropati. Menurut WHO ulkus diabetikum merupakan keadaan adanya ulkus,
infeksi, dan atau kerusakan dari jaringan, yang berhubungan dengan kelainan
neurologi dan penyakit pembuluh darah perifer pada ekstremitas bawah (Hendra et
al., 2019).
Dari beberapa definisi diatas maka dapat di simpulkan ulkus pedis merupakan
luka terbuka yang terjadi pada kaki penderita DM yang disebabkan oleh tekanan
berulang pada kaki dan ada nya neuropati perifer, kelainan bentuk kaki serta
perkembangan infeksi yang sering mempersulit penyembuhan akibat berkurangnya
sirkulasi arteri
5

2.1.2 Anatomi Fisiologi


Kulit merupakan merupakan organ yang paling luas permukaannya yang
membukus seluruh bagian luar tubuh sehingga kulit sebagai pelindung tubuh terhadap
bahaya yang datang dari luar. Kulit disebut juga integumen atau kutis yang tumbuh
dari dua macam jaringan yaitu jaringan epitel yang menumbuhkan lapisan epidermis
dan kelenjar pengikat (penunjang) yang menumbuhkan lapisan dermis (kulit dalam).
Kulit mempunyai susunan
1. Lapisan Kulit
a. Lapisan Epidermis
Epidermis, lapisan luar, terutama terdiri dari epitel skuamosa bertingkat. Sel-
sel yang menyusunya secara berkesinambungan dibentuk oleh lapisan
germinal dalam epitel silindris dan mendatar ketika didorong oleh sel-sel
baru kearah permukaan, tempat kulit terkikis oleh gesekan. Lapisan luar
terdiri dari keratin, protein bertanduk, Jaringan ini tidak memiliki pembuluh
darah dan sel-selnya sangat rapat.
b. Lapisan Dermis
Dermis adalah lapisan yang terdiri dari kolagen jaringan fibrosa dan elastin.
Lapisan superfasial menonjol ke dalam epidermis berupa sejumlah papilla
kecil. Lapisan yang lebih dalam terletak pada jaringan subkutan dan fasia,
lapisan ini mengandung pembuluh darah, pembuluh limfe dan saraf.
c. Jaringan subkutan atau Hypodermis
Hypodermis merupakan lapisan kulit yang terdalam. Lapisan ini terutamanya
adalah jaringan adipose yang memberikan bantalan antara lapisan kulit dan
struktur internal seperti otot dan tulang. Jaringan subkutan dan jumlah
deposit lemak merupakan faktor penting dalam pengaturan suhu tubuh.
kelenjar pada kulit kelenjar keringat ditemukan pada kulit pada sebagian
besar permukaan tubuh. Kelenjar ini terutama terdapat pada telapak tangan
dan kaki. Kelenjar keringat di klasifikasikan menjadi 2, yaitu kelenjar ekrin
dan apokrin. Kelenjar ekrin ditemukan pada semua daerah kulit Kelenjar
6

apokrin berukuran lebih besar dan kelenjar ini terdapat aksila, anus, skrotum
dan labia mayora.
2. Fungsi Kulit
a. Fungsi proteksi, kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan atau
mekanis, misalnya terhadap gesekan tarikan gangguan kimiawi yang
terdapat menimbulkan iritasi seperti lisol, karbol dan asam kuat. Gangguan
panas misalnya radiasi, sinar ultraviolet, gangguan infeksi dari luar misalnya
bakteri dan jamur.
b. Fungsi absorbasi, kulit yang tidak mudah menyerap air, larutan dan benda
pada tetapi cairan yang mudah menguap dan mudah diserap begitu juga yang
larut dalam lemak.
c. Fungsi sebagai pengatur suhu
Suhu tubuh tetap stabil meskipun terjadi perubahan suhu lingkungan. Hal ini
karena adanya penyesuaian antara panas yang dihasilkan oleh pusat pengatur
panas, medula oblongata. Kulit melakukan peran mengatur suhu dengan cara
mengeluarkan keringat, kontraksi otot, dan pembuluh darah kulit.
d. Fungsi ekskresi, kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak
berguna lagi. Atau zat sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, Urea,
asam urat dan amonia.
e. Fungsi persepsi, kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan
subkotis. Respon terhada prangsangan panas diperankan oleh dermis dan
subkutis, terhadap dingin diperankan oleh dermis, perabaan di perankan oleh
papila dermis dan markelrenvier, sedangkan tekanan diperankan oleh
epidermis. Selaput saraf sensorik lebih banyak jumlahnya didaerah yang
erotik.
f. Fungsi pembentuk pigmen, sel membentuk figmen (melanosit) terletak pada
lapisan basal dan sel ini berasal dari rigisaraf
g. Fungsi keratinisasi, keratinosit dimulai dari sel basal yang mengadakan
pembelahan
7

h. Fungsi pembentukkan vitamin D, dengan mengubah dehidroksi kolesterol


dengan pertolongan sinar matahari. Kulit adalah organ yang paling luas
permukaannya yang membungkus seluruh bagian luar tubuh sehingga kulit
sebagai perlindungan tubuh terhadap bahaya bahan kimia. Kulit merupakan
indikator bagi seseorang untuk memperoleh kesan umum dengan melihat
perubahan yang terjadi pada kulit

2.1.3 Klasifikasi
Berdasarkan berat ringannya lesi, kelainan kaki diabetes dibagi menjadi enam
derajat menurut Wagner, yaitu sebagai berikut :
a. Derajat 0 : tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh tetapi ada kelainan bentuk
kaki akibat neuropati seperti “claw, callus”
b. Derajat 1 : ulkus superfisial terbatas pada kulit
c. Derajat 2 : ulkus dalam sampai menebus tendon dan tulan
d. Derajat 3 : ulkus dalam abses, osteomeilitis atau sepsi persendian
e. Derajat 4 : gangren setempat di telapak kaki atau tumit (dengan kata lain :
gangren jari kaki atau bagian dietal kaki dengan atau tampa selulitis
f. Derajat 5 : gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai bawah
Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren kaki menjadi 2
golongan yaitu :
a. Kaki Diabetik Akibat Iskemik ( KDI )
Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya makroangiopati
(arterosklerosis) dari pembuluh darah kurang besar ditungkai, terutama didaerah
betis.
b. Kaki Diabetik Akibat Neuropatikm( KDN )
Terjadi kerusakan saraf somatik dan otonomik, tidak ada gangguan dari
sirkulasi. Klinis dijumpai kaki yang berkeringat, hangat, kesemutan, mati rasa,
oedema kaki, dengan pulsasi pembuluh darah kaki teraba baik.
8

2.1.4 Faktor Terjadinya Ulkus Diabetikum


Faktor resiko terjadinya kaki diabetik yaitu :
1. Usia
Umur ≥ 45 tahun sangat beresiko terjadinya Diabetes melitus tipe 2, dengan
usia lebih dari 45 tahun dengan pengaturan diet glukosa yang sangat rendah
akan mengalami penyusutan sel-sel beta pankreas. Sel beta pankreas yang
masih tersisa pada dasarnya masih aktif tetapi sekresi insulinya yang
semakin mengalami kekurangan(Hongdiyanto, 2014).
2. Lamanya penyakit diabetes melitus
Semakin lama seseorang menderita DM menyebabkan hiperglikemia yang
semakin menginisiasi terjadinya hiperglisolia yang merupakan keadaan sel
kelebihan glukosa. Hiperglisolia kronik mampu mengubah homeostasis
biokimiawi yang kemudian berpotensi terjadinya perubahan dasar
komplikasi kronik DM(Roza, 2015)
3. Neuropati
Neuropati dapat mengakibatkan gangguan syaraf motorik, otonom dan
sensorik. Gangguan motorik mengakibatkan terjadinya atrofi otot,
deformitas kaki, perubahan biomekanika kaki dan distribusi tekanan pada
bagian kaki mengalami gangguan sehingga ulkus akan meningkat. Gangguan
sensorik dirasakan ketika pasien mulai mengeluhkan kakinya merasa
kehilangan sensasi rasa atau kebas. Gangguan otonom mengakibatkan kaki
mengalami penurunan ekskresi keringat sehingga menjadi kering dan
terbentuk adanya fisura. Saat terjadi mikrotrauma keadaan kaki yang rentan
retak akan meningkatkan terjadinya ulkus diabetikum (Rozza, 2015)
4. Pola makanatau kepatuhan diet
Kepatuhan terhadap diet diabetes sangat mempengaruhi dalam mengontrol
kadar glukosa darah, kolestrol dan trigliserida mendekati normal sehingga
dapat mencegah adanya komplikasi kronik seperti ulkus kaki diabetik. Hal
yang terpenting bagi penderita diabetes melitus yaitu pengendalian dalam
gula darah. Pengendalian gula darah ini berhubungan dengan diet atau
9

perencanaan makan karena gizi memiliki hubungan dengan diabetes. Hal ini
dikarenakan diabetes merupakan gangguan kronis metabolisme zat gizi
makro seperti karbohidrat, protein dan lemak dengan memiliki ciri terlalu
tingginya konsentrasi gula dalam darah walupun kondisi perut dalam
keadaan kosong, serta tingginya resiko terhadap arteriosklerosis atau
penebalan pada dinding pembuluh nadi karena terjad timbunan lemak dan
penurunan fungsi syaraf (Aryana, 2014)
Penurunan fungsi syaraf pada bagian ekstermitas bawah dapat menimbulkan
nyeri, kesemutan dan hilangnya indera perasa yang memungkinkan terjadi
luka, menyebabkan terjadinya infeksi yang serius atau bahkan amputasi.
Kontrol makanan dapat menjadi upaya kontrol terhadap luka karena kontrol
makanan merupakan bagian dari kontrol metabolik dalam pendekatan
multidisplin dalam penatalaksanaan luka diabetik. Untuk glukosa darah
harus selalu dalam keadaan normal karena dapat mempengaruhi terakit
terjadinya hiperglikemia dan menghambat proses penyembuhan(Washilah,
2014)
5. Penyakit arteri perifer
Penyakit arteri perifer merupakan penyumbatan pada bagian arteri
ekstermitas bawah yang disebabkan karena artherosklerosis. Gejala yang
sering ditemukan pada pasien penderita arteri perifer yaitu klaudikasio
intermitten yang dikarenakan iskemia otot dam iskemia yang menimbulkan
rasa nyeri saat beristirahat. Iskemia berat akan mencapai puncak sebagai
ulserasi dan gangrene(Rozza, 2015)
6. Kontrol glikemik buruk
Kadar glukosa darah yang sangat tidak terkontrol (GDP lebih dari 100 mg/dl
dan GD2JPP lebih dari 144 mg/dl) mengakibatkan terjadinya komplikasi
kronik untuk jangka panjang baik makrovaskuler atau mikrovaskluer salah
satunya adalah ulkus diabetika.
10

7. Perawatan kaki
Pada orang yang mengalami diabetes melitus harus rutin menjaga kebersihan
area kaki. Jika tidak di bersihkan maka akan mengalami gangguan peredaran
darah dan syaraf mengalami kerusakan yang mengakibatkan sensitivitas
terhadap rasa nyeri sehingga akan sangat mudah mengalami cidera tanpa di
sadari. Masalah yang sering timbul pada area kaki yaitu kapalan, mata ikan,
cantengan (kuku masuk ke dalam), kulit kaki mengalami retak atau pecah-
pecah, luka karena kutu air dan kutil pada telapak kaki (Hidayat, 2014)
Pedoman dasar perawatan kaki oleh National Institutes of Health dan
American Diabetes association agar mencegah terjadi cidera mengatakan
apabila untuk pemotongan kuku harus posisinya tetap lurus agar tidak terjadi
lesi pada kuku. Apabila kesulitan untuk melihat bagian kaki, sulit untuk
mencapai jari-jari, kuku kaki yang menebal harus dibantu dengan orang lain
atau perawat kesehatan untuk membantu memotong kuku kaki (Diani, 2013).
Memotong dan merawat kuku secara teratur pada saat mandi hindari
terjadinya luka kembali pada jaringan disekitar kuku, rendam dengan
menggunakan air hangat kurang lebih 5 menit apabila kuku keras dan sulit
untuk di potong (Hidayat, 2014)
8. Penggunaan alas kaki yang tidak tepat
Seseorang yang menderita atau mengalami diabetes atau ulkus diabetikum
harus menggunakan alas kaki, sepatu sesuai dengan ukuran dan nyaman saat
digunakan, lalu untuk ruang di dalam sepatu yang cukup untuk jari-jari. Bagi
penderita diabetes atau ulkus diabetikum tidak boleh berjalan tanpa
menggunakan alas kaki karena akan memperburuk kondisi luka dan
mempermudah sekali untuk terjadinya trauma terutama apabila terjadi
neuropati yang membuat sensasi rasa berkurang atau hilang, jangan
menggunakan sepatu atau alas kaki yang berukuran kecil karena sangat
beresiko melukai kaki (Hidayat, 2014)
Seseorang yang menderita atau mengalami diabetes atau ulkus diabetikum
tidak disarankan berjalan tanpa menggunakan alas kaki karena akan
11

memperburuk kondisi luka dan mempermudah terjadinya trauma pada ulkus


diabetika terutama apbila terjadi neuropati yang membuat sensasi rasa
berkurang atau hilang

2.1.5 Etiologi
Kejadian ulkus diabetikum pada pasien diabetes dapat disebabkan oleh
neuropati perifer, penyakit arteri perifer, kelainan bentuk kaki, trauma kaki dan
gangguan resistensi terhadap infeksi (Noor et al., 2015) :
a. Neuropati Perifer
Neuropati merupakan sebuah penyakit yang mempengaruhi saraf serta
menyebabkan gangguan sensasi, gerakan, dan aspek kesehatan lainnya
tergantung pada saraf yang terkena. Neuropati disebabkan oleh kelainan
metabolik karena hiperglikemia. Gangguan sistem saraf motorik, sensorik dan
otonom merupakan akibat neuropati. Neuropati motorik menyebabkan
perubahan kemampuan tubuh untuk mengkoordinasikan gerakan sehingga
terjadi deformitas kaki, kaki charcot, jari kaki martil, cakar, dan memicu atrofi
otot kaki yang mengakibatkan osteomilitis.
Neuropati sensorik menyebabkan saraf sensorik pada ekstremitas mengalami
kerusakan dan cedera berulang yang mengakibatkan gangguan integritas kulit
sehingga menjadi pintu masuk invasi mikroba. Hal ini menjadi pemicu luka
yang tidak sembuh dan membentuk ulkus kronis. Kehilangan sensasi atau rasa
kebas sering kali meyebabkan trauma atau lesi yang terjadi tidak di ketahui.
Neuropati otonom menyebabkan penurunan fungsi kelenjar keringat dan
sebaceous di kaki sehingga kulit kaki menjadi kering serta mudah terbentuk
fisura. Kaki kehilangan kemampuan pelembab alami dan kulit menjadi lebih
rentan rusak dan berkembangnya infeksi (Noor et al., 2015
b. Peripheral Artery Disease (PAD)
Penyakit arteri perifer atau Peripheral Artery Disease (PAD) adalah penyakit
pada ekstremitas bawah karena terjadinya penyumbatan arteri yang disebakan
oleh atherosklerosis. Perkembangannya mengalami proses yang bertahap di
12

mana arteri menjadi tersumbat, menyempit, atau melemah, peradangan yang


berkepanjangan dalam mikrosirkulas dan menyebabkan penebalan kapiler
sehingga membatasi elastisitas kapiler yang menyebabkan iskemia.
Penyumbatan pada arteri besar dan menengah, seperti pembuluh
femoropopliteal dan aortoiliaka menyebabkan iskemia akut atau kronis pada
otot. Perfusi arteri yang menurun mengakibatkan aliran darah yang tidak lancar
sehingga dapat menyebabkan pasien berisiko mengalami ulkus, penyembuhan
luka yang buruk dan ulkus berkembang menjadi gangren (Noor et al., 2015)
c. Kelainan bentuk kaki
Kelainan bentuk kaki disebabkan oleh neuropati diabetes sehingga
mengakibatkan peningkatan tekanan kulit saat berjalan (Bandyk, 2018).
Kelainan bentuk kaki seperti hallux valgus, jari kaki palu atau jari kaki cakar,
jari kaki martil dan kaki charcot. Kaki charcot sering muncul tanpa gejala dan
sering berkembang menjadi kelainan bentuk kaki yang serius dan tidak dapat
disembuhkan yang dapat menyebabkan kejadian ulserasi. Pasien dengan
kelainan bentuk kaki juga harus memperhatikan alas kaki yang digunakan dan
disesuaikan dengan bentuk kaki untuk mencegah terjadinya ulserasi
(Cuestavargas, 2019).
d. Imunopati
Pada pasien diabetes, imunopati terlibat dalam kerentanan terhadap infeksi serta
potensi untuk meningkatkan respons normal inflamasi. Infeksi pada luka dapat
mudah terjadi karena sistem kekebalan atau imunitas pada pasien DM
mengalami gangguan (compromise). Gangguan pertahanan tubuh yang terjadi
akibat dari hiperglikemia yaitu kerusakan fungsi leukosit dan perubahan
morfologi makrofag. Selain menurunkan fungsi dari sel-sel polimorfonuklear,
gula darah yang tinggi merupakan tempat yang baik untuk pertumbuhan
bakteri. Penurunan kemotaksis faktor pertumbuhan dan sitokin, ditambah
dengan kelebihan metaloproteinase, menghambat penyembuhan luka normal
dengan menciptakan keadaan inflamasi yang berkepanjangan (Pitocco et al.,
2019).
13

e. Trauma
Trauma dapat disebabkan oleh penurunan sensasi nyeri pada kaki. Trauma yang
kecil atau trauma yang berulang, seperti pemakaian alas kaki yang sempit,
terbentur benda keras, atau pecah-pecah pada daerah tumit disertai tekanan
yang berkepanjangan dapat menyebabkan ulserasi pada kaki (Perezfavila et al.,
2019).
f. Infeksi
Bakteri yang dominan pada infeksi kaki adalah aerobik gram positif kokus
seperti Staphycocus aureus dan β-hemolytic streptococci. Banyak terdapat
jaringan lunak pada telapak kaki yang rentan terhadap infeksi serta penyebaran
yang mudah dan cepat kedalam tulang sehingga dapat mengakibatkan osteitis.
Ulkus ringan pada kaki apabila tidak ditangani dengan benar dapat dengan
mudah berubah menjadi osteitis/osteomyelitis dan gangrene. Kadar gula darah
yang buruk, disfungsi imunologi dengan gangguan aktivitas leukosit dan fungsi
komplemen mengakibatkan perkembangan infeksi jaringan yang invasif.
Polymicrobial (staphlycocci, streptococci, enterococci, Infeksi Escherichia coli
dan bakteri gram negatif lainnya) sering terjadi, begitu juga dengan adanya
antibiotic strain bakteri resisten, terutama methicillin-resistant Staphlycoccus
aureus (MRSA) dalam 30-40% kasus (Bandyk, 2018).

2.1.6 Patofisiologi
Adanya peningkatan gula darah (hiperglikemia) dapat berdampak pada neuropati
yang menimbulkan perubahan jaringan saraf karena adanya penimbunan dan fruktosa
sehingga mengakibatkan akson menghilang berdampak pada neuropati motorik dan
radistribusi tekanan pada kaki yang semuanya dapat mengarahkan pada ulkus,
selanjutnya, neuropati sensorik mempengaruhi nyeri, jika terdapat ada neuropati sensorik
ulkus bisa terasa sangat nyeri dan ketidaknyamanan yang menunjang ke arah trauma
berulang pada kaki, kaki terasa baal, kesemutan, terkadang kurangnya sensasi rasa pada
kaki. Hal yang berdampak pada saraf otonom yang rusak menyebabkan penurunan
14

pengeluaran keringat sehingga kulit menjadi kering dan pecah-pecah disertai fisura
(Bilous & Donelly, 2015)
Peningkatan gula darah berdampak pada makrovaksuler dan mikrovaskuler pada
makrovaskuler yang disebabkan adanya prosess makroangiopati pada pembuluh darah
yang tersumbat (arteroklerosis) akibatnya terjadi penebalan arteri di kaki yang dapat
mempengarahu otot-otot kaki yang ditandai dengan hilang atau berkurangnya denyut
nadi pada arteri dorsalis pedis dan tibialis, kaki atrofi, dingin dan kuku menebal karena
berkurangnya suplai darah sehingga mengakibatkan kematian jaringan (iskemia) atau
nekrosis akibat oksigen dan nutrisi tidak sampai yang menyebabkan penyembuhan luka
lama. Pada mikrovaskuler terjadi peningkatan aliran darah yang menyebabkan neuropati
edema yang terjadi pada sendi tungkai (charcot foot) ditandai dengan kaki aritema,
edema, peningkatan suhu pada kaki. Selanjutnya, terjadi penurunan reaksi yang
menyebabkan oksigen dan nutrisi berkurang.
Proses tersebut terjadi angiopati pada DM berupa penyempitan pembuluh darah
(arteroklerosis) prerier yang terjadi pada tungkai akibatnya perfusi jaringan bagian distal
tungkai menjadi kurang yang berdampak terjadinya ulkus diabetikum, jika tidak
terkendali dapat menyebabkan keparahan pad aluka seperti infeksi, nekrosis yang dapat
menjadi pintu masuk bakteri yang akhirnya menyebab sehingga terjadi ganggren seperti
terowongan yang terdapat banyaknya eksudat berakhir dengan amputasi.
15

Riwayat Keluarga, obesitas,


gaya hidup, stres dan usia

Diabetes melitus

Kadar glukosa tidak


terkendali

Neuropati Hiperglikemi Kelainan Vaskuler

Trauma Mikrovaskuler Makrovaskuler


Motorik Sensorik Otonomi

Imun turun Peningkatan Arteriosklerosis


Kelemahan Kehilangan Keringat
aliran darah
otot/Atropi sensasi pada berkurang
Ulkus Diabetikum Sirkulasi
Deformitas ekstremitas
jaringan
Kulit kering Neuropati edema
Ganggren menurun
Tekanan Trauma tidak
Iskemik Gangguan
berlebihan pada terasa sakit Penurunansaraf Reaksi menurun Perfusi
plantar simpatik atau Amputasi
Kurangnua O2 Jaringan
perubahan dan nutrisi
Terjadi kalus Sepsis
regulasi aliran
Defisit Pengatahuan
darah
Penyembuhan
Perlukaan/cedera Risiko Syok
lukayang lama
Hambatan
Mobilitas Fisik
16

Eritama yang semakin meluas Ulkus Diabetikum

Cairan berubah purulent Hilang atau berkurang nadi


pada arteri dorsalis, pedis,
tibialis, poptealis
Nyeri
Kaki menjadi atrofi

Dingin

kuku menebal

Kerusakan Intergritas Kulit

Risiko Infeksi
17

2.1.7 Menifestasi Klinis


Menurut (Roza et al., 2015), tanda dan gejala ulkus diabetikum dapat dilihat
dari:
1. Penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis, tibialis, poplitea, kaki menjadi atrofi,
kaku, sering kesemutan, dingin, kuku menjadi tebal dan kulit kering.
2. Eksudat, yaitu adanya eksudat atau cairan pada luka sebagai tempat
berkembangnya bakteri
3. Edema, di sekitar kulit yang mengalami ulkus diabetikum sebagian besar akan
terjadi edema kurang dari 2 cm, berwarna merah muda, dan inflamasi minimal.
4. Edema pada ulkus diabetikum terdiri dari edema minimal yaitu sekitar 2 cm,
sedang (semua kaki), berat (kaki dan tungkai).
5. Inflamasi. Inflamasi yang terjadi dapat berupa inflamasi ringan , sedang, berat
atau tanpa inflamasi. Warna : merah muda, eritema, pucat, gelap;
6. Nyeri, Nyeri kaki saat istirahat, kepekaan atau nyeri sebagian besar tidak lagi
terasa atau kadang-kadang dan tanpa maserasi atau kurang.

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang


1. Pemeriksaan Radiologi :
gas subcutan, benda asing, asteomielitis
2. Pemeriksaan Laboratorium
a. Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200mg/dl, gula darah puasa .
120mg/dl dan dua jam post prandial >200 mg/dl
b. Urine
Pemeriksaan didapatkan adanya glukosa dalam urine. Pemeriksaan
dilakukan dengan cara benedct ( reduksi ). Hasil dapat dilihat memalui
perubahan warna urine ( hijau , kuning, merah , dan merah bata )
c. Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pada luka dan memberikan antibiotic yang
sesuai dengan jenis kuman.
18

2.1.9 Penatalaksanaan Medis


Menurut (Suddarth, 2014), ada beberapa penatalaksanaan pada pasien ulkus
diabetikum, antara lain :
1. Pengobatan
Pengobatan dari gangren diabetik sangat dipengaruhi oleh derajat dan dalamnya
ulkus, apabila dijumpai ulkus yang dalam harus dilakukan pemeriksaan yang
seksama untuk menentukan kondisi ulkus dan besar kecilnya debridement yang
akan dilakukan. Dari penatalaksanaan perawatan luka diabeti ada beberapa
tujuan yang ingin dicapai antara lain:
a. Mengurangi atau menghilangkan faktor penyebab
b. Optimalisasi suasana lingkungan luka dalam kondisi lembab
c. Dukungan kondisi klien atau host ( nutrisi, control diabetes melitus dan
control faktor penyerta )
d. Meningkatkan edukasi klien dan keluarga
2. Perawatan luka diabetik
a. Mencuci luka
Merupakan hal pokok untuk meningkatkan, memperbaiki dan mempercepat
proses penyembuhan luka serta menghindari kemungkinan terjadinya
infeksi. Proses pencucian luka bertujuan untuk membuang jaringan nekrosis,
cairan luka yang berlebihan, sisi balutan yang digunakan dan sisa metabolik
tubuh pada permukaan luka.
b. Debridement
Debridement dilakukan pada kondisi luka yang sudah kronis dengan
dilakukan pembuangan jaringan nekrosis atau jaringan mati pada luka. Hal
ini akan mempercepat proses penyembuhan dengan meningkatkan produksi
jaringan granulasi dan bisa dicapai dengan proses pembedahan enzimatik,
biologis serta autolisis. Debridement boleh dilakukan menggunakan pisau
bedah, metode seperti ini justru dianggap lebih cepat dan efektif untuk
menghilangkan hiperkeratosis, jaringan mati (Alexiadou, 2012).
Debridement dilakukan untuk menghindari terjadinya infeksi atau selulitis,
19

karena jaringan nekrosis selalu berhubungan dengan adanya peningkatan


jumlah bakteri.
c. Senanm kaki diabetik
Senam kaki merupakan gerakan yang dapat dilakukan oleh penderita
diabetes mellitus untuk mencegah terjadinya luka, membantu memperlancar
aliran darah bagian kaki, meningkatkan kekuatan otot betis dan paha,
mencegah terjadinya kelainan bentuk dan mengatasi keterbatasan pergerakan
sendi.
d. Dressing
Dressing dipergunakan untuk mempercepat adanya penyembuhan luka.
Dressing lebih melibatkan pemeliharaan sekitar luka seimbang yaitu tidak
terlalu lembab maupun kering. Dressing harus menggunakan pembalut luka
yang sesuai dengan kondisi luka pada kaki diabetik. Beberapa faktor yang
harus dipertimbangkan meliputi lokasi luka, luas atau ukuran, kedalaman
luka, jumah dan jenis eksudat, kondisi kulit kusut,jenis jaringan utama pada
bagian permukaan luka, kompatibilitas dengan menggunakan terapi lain, dan
kualitas hidup serta kesejahteraan pada diri pasien
e. Nutrisi
Faktor nutrisi merupakan salah satu faktor penting yang berperan dalam
penyembuhan luka. Penderita ganggren diabetik biasanya diberikan diet B1
dengan gizi : yaitu 60 % kalori karbohidrat, 20 % kalori lemak, 20 % kalori
protein.
f. Amputasi
Tindakan amputasi tidak boleh dilakukan, kecuali telah dilakukan
assessment vaskular yang terinci. Amputasi dilakukan ketika dalam kondisi
Iskemi yang tidak bisa ditangani dengan analgesis atau revaskularisasi,
infeksi kaki yang kondisinya sudah mengancam jiwa yang tidak bisa
diperbaiki dengan dilakukan tindakan lain, ulkus kaki tanpa adanya proses
penyembuhan disertai dengan beban penyakit lebih tinggi dari pada akibat
amputasi. Pada beberapa kasus yang terjadi, komplikasi pada ulkus kaki
20

diabetikum menyebabkan tidak berguna secara fungsional dan tindakan


amputasi merupakan alternatif terbaik (Braund, 2013)
g. Terapi antibiotikka
Pada ulkus kaki diabetikum apabila terdapat infeksi gabungan dari bakteri
anaerob atau aerob, antibiotik yang disarankan harus sesuai dengan hasil
kultur serta resistensi terhadap antibiotik. Karena itu untuk melakukan
pemilihan antibiotik yang pertama harus diberikan antibiotik golongan
spektrum supaya infeksinya tidak bertambah parah. Pemberian entibiotik
biasanya diberi peroral dan harus melihat tingkat keparahan infeksinya
karena hal ini berguna untuk mencegah terjadinya resistensi selama menjalan
terapi (Lipsky, 2012)

2.2 Menajemen Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai
sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.
(Budiono, 2016).
Pengkajian pada pasien antara lain sebagai berikut :
A. Identitas Klien
Nama, tanggal lahir, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
status pernikahan, suku/bangsa, tanggal masuk RS, tanggal pengkajian,
tanggal operasi, no medrec, diagnosa medis dan alamat.
B. Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan dan rasa tertusuk-tusuk pada kaki atau tungkai
bawah, kaki terasa baal atau sensasi rasa kurang, kaki menjadi atrofi,
dingin, kuku menebal, rasa raba yang menurun, adanya luka yang tidak
sembuh-sembuh dan berbau, adanya nyari pada luka dan terkadang tidak
merasakan nyeri.
21

C. Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Penyakit sekarang
Meliputi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka, upaya
yang telah dilakukan pasien untuk mengatasinya. Diobservasi P
(provokatif) apa penyebab timbulnya rasa nyeri, Q (qualitas) seberapa
berat keluhan nyeri terasa, R (region) dimana lokasi nyerinya, S (skala)
berapa skala nyeri termasuk nyeri ringan atau sedang atau berat, dan T
(time) kapan keluhan nyeri dirasakan (Putra, 2019)
2. Riwayat Penyakit dahulu
Kaji apakah pasien sebelumnya pernah menderita diabetes melitus atau
penyakit lain yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin seperti
penyakit pankreas. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun
arterskelerosis, tindakan medis yang pernah didapat maupun obat-
obatan yang biasa digunakan (Putra, 2019)
3. Riwayat Penyakit Keluarga
Kaji dari genogram keluarga apakah didalam satu keluarga pernah ada
yang menderita penyakit diabetes melitus. Penyakit diabetes melitus
kalau keturunan dari ibu sebanyak 50% dari ayah 30%, sedangkan
keturunan penyakit diabetes melitus dari kedua orangtua maka sang
anak akan mengidap penyakit diabetes melitus sebanyak 80% (Putra,
2019).
D. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaam umum
Biasanya pasien tampak lemah tingkat kesadaran biasanya
composmentis non kooperatif
b. Pemeriksaan Head to toe
Menurut (Suddarth, 2014), pemeriksaan fisik pada pasien dengan ulkus,
antara lain :
22

1) Kepala : wajah dan kulit kepala bentuk muka, ekspresi wajah


gelisah dan pucat, rambut, bersih/tidak dan rontok/tidak, ada/tidak
nyeri tekan.
2) Mata : mata kanan dan kiri simetris/tidak, mata cekung/tidak,
konjungtiva anemis/tidak, selera ikterit/tidak, ada/tidak sekret,
gerakan bola mata normal/tidak, ada benjolan/tidak, ada/tidak nyeri
tekan/ fungsi pengelihatan menurun/tidak.
3) Hidung : ada/tidak polip, ada/tidak sekret, ada/ tidak radang, ada/
tidak benjolan, fungsi penghidu baik/buruk,
4) Telinga : canalis bersih/kotor, pendengaran baik/menurun, ada/tidak
benjolan pada daun telinga, ada/tidak memakai alat bantu
pendengaran,
5) Mulut : gigi bersih/kotor, ada/tidak karies gigi, ada /tidak memakai
gigi palsu, gusi ada/ tidak peradangan, lidah bersih/kotor, bibir
kering/lembab.
6) Leher : ada/tidak pembesaran thyroid, ada/tidak nyeri tekan ,
ada/tidak bendungan vena jugularis dan ada/tidak pembesaran
kelenjar limfe.
7) Paru : bentuk dada normal chesr simetris/tidak, kanan dan kiri.
Inspeksi : pada paru-paru didapatkan data tulang iga simetris tidak
kanan, payudara normal/tidak, RR normal atau tidak, pola nafas
regular/tidak, bunyi vesikuler/tidak, ada/tidak sesak napas. Palpasi :
vocal fremitus anteria kanan dan kiri simetris/tidak, ada/tidak nyeri
tekan. Auskultasi : suara napas vesikuler/tidak, ada/ tidak ronchi
maupun wheezing, ada/tidak. Perkusi : suara paru-paru sonor/tidak
pada paru kanan da kiri.
8) Abdomen : abdomen simetris/tidak, datar dan ada/tidak luka
auskultasi: peristaltik 25x/menit. Palpasi ada/tidak nyeri, dan
kuadran kiri atas. Perkusi : suar hypertimpani.
9) Genitalia data tidak terkaji, terpasang kateter/tidak.
23

10) Musculoskeletal : ekstremitas atas : simetris /tidak, ada/tidak odema


atau lesi, ada/tidak nyeri tekan, ekstremitas bawah : kaki kanan dan
kaki kiri simetris ada/ tidak kelainan. Ada atau tidak luka
11) Integumentum : warna kulit, turgor kulit baik/jelek/kering ada
lesi/tidak, ada/tidak pengurasan kulit, ada/tidak nyeri tekanan.
c. Pemeriksaan fisik pada ulkus diabetikum antara lain :
1) Inspeksi, yaitu: teknik yang dapat anda lakukan dengan proses
observasi yang dilaksanakan secara sistematik. Denervasi kulit
menyebabkan produktivitas keringat menurun, sehingga kulit kaki
kering, pecah, rabut kaki/jari (-), kalus, claw toe. Ulkus tergantung
saat ditemukan (0-5)
2) Palpasi, yaitu: suatu teknik yang dapat anda lakukan dengan
menggunakan indera peraba. Langkah-langkah yang anda perlu
perhatikan adalah:
 Kulit kering, pecah-pecah, tidak normal
 Klusi arteri dingin
 Ulkus : kalus tebal dan keras
E. Riwayat Psikososial
Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan dan emosi yang dialami
penderita sambungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga
terhadap penyakit penderita.
F. Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi
Pola persepsi menggambarkan persepsi klien terhadap penyakitnya
tentang pengetahuan dan penatalaksanaan penderita diabetes mellitus
dengan ganggren kaki.
2) Pola nutrisi
Penderita diabetes melitus mengeluh ingin selalu makan tetapi berat
badanya justru turun karena glukosa tidak dapat ditarik ke dalam sel
dan terjadi penurunan massa sel.
24

3) Pola eliminasi
Data eliminasi untuk buang air besar (BAB) pada klien daibetes
mellitus tidak ada perubahan yang mencolok. Sedangakan pada
eliminasi buang air kecil (BAK) akan dijumpai jumlah urin yang
banyak baik secara frekuensi maupun volumenya.
4) Pola tidur dan Istirahat
Sering muncul perasaan tidak enak efek dari gangguan yang
berdampak pada gangguan tidur (insomnia).
5) Pola Aktivitas
Pola pasien dengan diabetes mellitus gejala yang ditimbulkan antara
lain keletihan kelelahan, malaise, dan seringnya mengantuk pada pagi
hari.
6) Nilai dan keyakinan
Gambaran pasien diabetes melitus tentang penyakit yang dideritanya
menurut agama dan kepercayaanya, kecemasan akan kesembuhan,
tujuan dan harapan akan sakitnya.
G. Hasil Pemeriksaan Diagnostik
 Pemeriksaan radiologis : gas subkutan, benda asing, oateomietitis
 Pemeriksaan laboratorium
1) Pemeriksaan darah
Pemeriksaan darah meliputi : GDS > 200 mg/dl, gula darah puasa >
120 mg/dl dan 2 jam post prandial >200 mg/dl.
2) Urine
Pemeriksaan didaptkan adnya glokusa dalam urine. Pemeriksaan
dilaukan dengan cara benedict(reduksi). Hasilnya dapatdilihat
melalui perubahan warna pada urine hijau (+), kunig (++), merah (++
+) dan merah bata (++++)
3) Kultur pus
Mengetahui jenis kuman pasa luka dan memberikan antibiotik yang
sesuai jenis kuman.
25

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


Diagnosa keperawatan merupakan tahap kedua dalam proses keperawatan
setelah anda melakukan pengkajian keperawatan dan pengumpulan data hasil
pengkajian. Diagnosa keperawatan merupakan penilaian klinis tentang respon
individu, keluarga, atau komunitas terhadap masalah kesehatan atau proses kehidupan
actual ataupun potensial sebagai dasar pemilihan intervensi keperawatan untuk
mencapai hasil tempat perawat bertanggung jawab (Budiono, 2016).
Tujuan diagnosis keperawatan adalah memungkinkan anda sebagai perawat
untuk menganalisis dan mensintesis data yang telah dikelompokkan, selain itu
diagnosis keperawatan digunakan untuk mengidentifikasi masalah, faktor penyebab
masalah, dan kemampuan klien untuk dapat mencegah atau memecahkan masalah
(Budiono, 2016). Diagnosa keperawatan yang dapat diambil pada pasien dengan
Ulkus Diabetikum adalah :
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisik (SDKI D.0077, hal 172)
2. Gangguan intergritas kulit/jaringan berhubungan dengan neuropati perifer
(SDKI D.0129, hal 282)
3. Defisit pengatahuan berhubungan dengan kurang terpapar informasi, kurang
menemukan sumber infomasi (SDKI D.0111, hal 246)
4. Risiko infeksi berhubungan dengan penyakit kronis diabetes militus dengan
penurunan fungsi leukosit/gangguan sirkulasi (SDKI D 0142, hal 304)
26

2.2.3 Intervensi Keperawatan


No Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria Hasil) Intervensi
Nyeri Akut b.d agen Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri
pencedera fisik (SLKI L.08066 Hal 145 ) (SIKI I.08238 Hal 201)
(SDKI D.0077, hal 172) Setelah dilakukan tindakan Observasi:
keperawatan selama 3x7 jam 1) Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi
pertemuan, diharapkan Tingkat frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
Nyeri menurun. 2) Identifikasi skala nyeri
Dengan kriteria hasil: 3) Identifikasi respon nyeri secara non verbal
1) Keluhan nyeri menurun. 4) Identifikasi faktor yang memperberat dan
2) Meringis menurun. memperingan nyeri
3) Skala nyeri menurun Terapeutik:
4) Kegelisahan menurun 1) Berikan teknik nonfarmakologi untuk
5) Kesulitan tidur menurun. mengurangi rasa nyeri.
2) Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri
3) Fasilitasi istirahat dan tidur
Edukasi:
1) Jelaskan strategi meredakan nyeri
2) Ajarkan teknik nonfamakologis untuk
27

mengurangi rasa nyeri


Kolaborasi:
1) Kolaborasi pemberian analgesic
Gangguan intergritas Intergritas Kulit dan Jaringan Perawatan Luka Tekan
kulit/jaringan b.d (SLKI L.1415, halaman 33) Observasi
neuropati perifer Setelah dilakukan tindakan 1) Monitor kondisi luka
(SDKI D.0129, hal 282) keperawatan 3x7 jam diharapkan 2) Monitor tanda dan gejala infeksi luka
intergritas kulit dan jaringan Terapeutik
meningkat. 1) Bersihkan kulit disekitar luka dengan
Dengan kriteria hasil : menggunakan NaCL 0,9%
1. Kerusakan jaringan menurun 2) Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam atau
2. Kerusakan lapisan kulit menurun sesuai dengan kondisi pasien.
3. Nyeri menurun Edukasi
4. Infeksi menurun 1) Anjurkan menghindari duduk dalam waktu
lama
2) Ajarkan prosedur perawatan luka
Kolaborasi
1) Kolaborasi pemberian antibiotik, jika perlu
Defisiti pengatahuna b.d Tingkat Pengetahuan Edukasi Kesehatan
kurang terpapar informasi,
28

kurang menemukan sumber (SLKI L.12111 Hal 146) (SIKI I.12383 Hal 65)
infomasi Setelah dilakukan tindakan Observasi:
(SDKI D.0111, hal 246) keperawatan selama 3x7 jam 1) Identifikasi kesiapan dan kemampuan
pertemuan diharapkan tingkat menerima informasi
pengetahuan dan motivasi Terapeutik:
meningkat, dengan kriteria hasil: 2) Sediakan materi dan media pendidikan
1) Perilaku sesuai anjuran kesehatan
meningkat 3) Jadwalkan pendidikan kesehatan sesuai
2) Verbalisasi minat dalam belajar kesepakatan
meningkat 4) Berikan kesempatan untuk bertanya
3) Pertanyaan tentang masalah Edukasi:
yang dihadapi menurun 5) Jelaskan faktor risiko yang dapat
4) Upaya mencari sumber sesuai mempengaruhi kesehatan
kebutuhan meningkat 6) Ajarkan perilaku hidup bersih dan sehat
5) Inisiatif meningkat 7) Ajarkan strategi yang dapat digunakan untuk
meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat
Risiko infeksi b.d penyakit Tingkat Infeksi ( SLKI L.14137 Perawatan luka (SIKI I.14564, hal 328)
kronis diabetes militus hal 139) Observasi
dengan penurunan fungsi Setelah dilakukan tindakan 1) Monitor karakteristik luka (mis drainase,
leukosit/gangguan sirkulasi keperawatan selama 3x7 jam
29

(SDKI D 0142, hal 304) pertemuan diharapkan dapat warna, ukuran, bau)
mengurangi infeksi yang terjadi, 2) Monitor tanda-tanda infeksi
dengan Terapeutik
Dengan kriteria Hasil : 1) Lepas balutan dan plester secara perlahan
1. Nyeri menurun 2) Bersihkan dengan cairan NaCL atau pembersih
2. Bengkak menurun nontoksik, sesuai kebutuhan
3. Kemerahan menurun 3) Bersihkan jaringan nekrotik
4. Drainases purulen menurun 4) Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi, jika
5. Cairan berbau busuk menurun perlu
6. Kadar sel darah putih membaik 5) Pasang balutan sesuai jenis luka
6) Pertahankan teknik steril saat melakukan
perawatan luka
7) Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan
drainase
Edukasi
1) Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2) Anjarkan prosedur perawatan luka secara
mandiri
Kolaborasi
30

1) Kolaborasi prosedur debridement


2) Kolaborasi pemberian antibiotik
31

2.2.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi keperawatan adalah ketagori dari perilaku keperawatan, karena
perawat melakukan tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan dan hasil yang
diperkirakan dari asuhan keperawatan. Menurut Haryato (2017) implementasi
keperawatan adalah ketagori sebagai perilaku perawat yang berkoordinasi dengan
pasien, keluarga, dan anggota tim kesehatan lain untuk menentukan masalah
kesehatan pasien yang sesuai dengan perencanaan dan kriteria hasil yang telah
ditentukan dengan cara mengawasi dan mencatat respon pasien terhadap tindakan
keperawatan yang telah dilakukan. Tujuan dari pelaksanaan/implementasi adalah
membantu klien dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan, yang mencakup
peningkatan kesehatan, pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dan memfasilitasi
koping

2.2.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah tindakan
keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk mengatasi suatu masalah.
(Meirisa, 2013). Pada tahap evaluasi, perawat dapat mengetahui seberapa jauh
diagnosa keperawatan, rencana tindakan, dan pelaksanaan telah tercapai.Meskipun
tahap evaluasi diletakkan pada akhir proses keperwatan tetapi tahap ini merupakan
bagian integral pada setiap tahap proses keperawatan. Pengumpulan data perlu
direvisi untuk menentukan kecukupan data yang telah dikumpulkan dan kesesuaian
perilaku yang observasi. Diagnosis juga perlu dievaluasi dalam hal keakuratan dan
kelengkapannya. Evaluasi juga diperlukan pada tahap intervensi untuk menentukan
apakah tujuan intervensi tersebut dapat dicapai secara efektif. (Nursalam, 2018).

Anda mungkin juga menyukai