Anda di halaman 1dari 31

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

KELUARGA PADA NY. D DENGAN DIAGNOSA MEDIS


DIABETES MILITUS DI WILAYAH KERJA PKM MENTENG
KECAMATAN JEKAN RAYA
KOTA PALANGKA RAYA

DISUSUN OLEH :
FITRI ANDRIYANI
NIM : 2019.C.11a.1044

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN
2022/2023

LEMBAR PERSETUJUAN

Asuhan Keperawatan Ini Disusun Oleh:


Nama : Fitri Andriyani
NIM : 2019.C.11a.1044
Program Studi : S1 Keperawatan
Judul : “Asuhan Keperawatan Keluarga pada Keluarga Ny. D
Dengan Masalah Diabetes Militus di UPT Puskesmas Jekan
Raya Kota Palangka Raya”.
Telah melakukan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk
menyelesaikan Praktik Pra-Klinik Keperawatan 4 Program Studi Sarjana
Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangkaraya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

2
KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Asuhan Keperawatan Keluarga pada Keluarga Ny.
D Dengan Masalah Diabetes Militus di UPT Puskesmas Jekan Raya Kota
Palangka Raya”. Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas (PPK
IV).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKES Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners
STIKES Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Ika Paskaria, S.Kep., Ners, selaku koordinator Praktik Pra Klinik
Keperawatan IV Program Studi Sarjana Keperawatan.
4. , S.Kep.,Ners selaku pembimbing akademik yang telah banyak memberikan
arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian asuhan keperawatan ini.
5. Munita Widya Satanti, A.Md.Kep selaku pembimbing klinik yang telah
memberikan Izin tempat.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat
kesalahan dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan
saran dan kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan
pendahuluan ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat
bermanfaat bagi kita semua.

Palangka Raya, 21 November 2022

Fitri Andriyani

3
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN....................................................................................i
KATA PENGANTAR ...........................................................................................ii
DAFTAR ISI ........................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang.................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.............................................................................................2
1.3 Tujuan...............................................................................................................2
1.4 Manfaat.............................................................................................................3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Keluarga..............................................................................................4
2.2 Konsep Penyakit.............................................................................................14
2.2.1 Definisi..................................................................................................14
2.2.2 Anatomi Fisologi...................................................................................14
2.2.3 Etiologi..................................................................................................16
2.2.4 Fatosiologi (WOC) ...............................................................................19
2.2.5 Manifestasi Klinis .................................................................................22
2.2.6 Komplikasi ...........................................................................................22
2.2.7 Pemerikasaan Penunjang ......................................................................23
2.2.8 Penatalaksanaan.....................................................................................25
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan Keluarga ..................................................26
2.3.1 Pengkajian Keperawatan ........................................................................26
2.3.2 Diagnosa Keperawatan ...........................................................................29
2.3.3 Intervensi Keperawatan ..........................................................................31
2.3.4 Implementasi Keperawatan ....................................................................35
2.3.5 Evaluasi Keperawatan ............................................................................35
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN..................................................................36
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan .....................................................................................................54
4.2 Saran ................................................................................................................54
DAFTAR PUS

4
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Diabetes melitus merupakan penyakit epidemik baik di negara- negara
maju maupun negara berkembang (Arfianti, 2008). Diabetes Melitus adalah
gangguan metabolisme ditandai dengan hiperglikemia kronis akibat sekresi
insulin abnormal, disfungsi insulin atau kombinasi keduanya.
Diabetes telah muncul sebagai masalah sosial yang penting di seluruh
dunia, terutama di negara-negara Asia. Menurut Diabetes Atlas of the
International Diabetes Federation(2011), prevalensi diabetes di Cina dan
Jepang diperkirakan menjadi 4,5% dan 7,3% pada tahun 2010 dan telah
diperkirakan meningkat hingga 5,8% dan 8,0% pada tahun 2030. Prevalensi
diabetes di Indonesia berdasarkan wawancara yang terdiagnosis dokter
sebesar 1,5 % dan 0,4 %. DM terdiagnosis dokter atau gejala sebesar 2,1 %.
Prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter tertinggi terdapat di DI
Yogyakarta (2,6%), DKI Jakarta (2,5%), Sulawesi Utara (2,4%) dan
Kalimantan Timur (2,3%). Prevalensi diabetes yang terdiagnosis dokter atau
gejala, tertinggi terdapat di Sulawesi Tengah (3,7%), Sulawesi Utara (3,6%),
Sulawesi Selatan (3,4%) dan Nusa Tenggara Timur 3,3 persen (RISKESDAS,
2013).
Pasien diabetes melitus tipe 2 memiliki risiko lebih tinggi dengan
kejadian penyakit stroke, jantung koroner, gangguan pembuluh darah perifer
dibandingkan dengan yang tanpa diabetes melitus. Diabetes Melitus
merupakan faktor risiko kuat untuk penyakit arteri koroner (CAD), stroke, dan
penyakit arteri perifer. Hiperglikemia menyebabkan sejumlah besar
perubahan pada tingkat sel dari jaringan pembuluh darah yang berpotensi
mempercepat proses aterosklerotik. Aterosklerosis menyumbang hampir 80%
dari semua kematian di antara pasien diabetes. Hiperglikemia sekarang diakui
menjadi faktor utama dalam patogenesis aterosklerosis pada diabetes
(Aronson dan Rayfield, 2002). Bitzur (2009) menyatakan bahwa diabetes
melitus memiliki risiko tinggi untuk terbentuknya aterosklerosis, dan
terjadinya penyakit kardiovaskuler, terutama penyakit jantung koroner (PJK)

5
dan stroke, yang merupakan penyebab utama kematian di antara pasien
dengan diabetes tipe 2. Beberapa penelitian epidemiologi menunjukkan bahwa
diabetes melitus adalah faktor risiko utama terjadinya stroke dan stroke
berulang.
Menurut Center Disease Control and Prevention (CDC) di Amerika
Serikat, dari tahun 1997 sampai 2010, jumlah penderita diabetes melitus yang
berusia 35 tahun atau lebih dengan penyakit jantung atau stroke meningkat 4,2
juta-7,2 juta. Pada tahun 2010, jumlah penderita diabetes melitus yang berusia
35 tahun atau lebih dilaporkan 1,9 juta mengalami komplikasi stroke. Menurut
World Health Organization dalam World Health Report(2003), Stroke adalah
penyebab utama kecacatan dewasa dan penyebab utama kedua kematian di
dunia. Stroke menyebabkan 3 juta kematian (dan meningkat) di negara
berkembang dan merupakan penyebab utama mortalitas dan morbiditas di
negara Asia. Menururt American Heart Association, stroke adalah penyebab
utama gangguan fungsional, dengan 20% dari korban memerlukan perawatan
institusional setelah tiga bulan dan 15% -30% mengalami cacat permanen (Ni
et al, 2009). Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga
kesehatan sebesar 7 per mil dan yang terdiagnosis tenaga kesehatan atau
gejala sebesar 12,1 per mil. Bruno et al (2009) menyatakan bahwa sekitar 40%
pasien dengan stroke akut iskemik mempunyai kadar gula darah >130 mg/dL
dan mayoritas adalah penderita diabetes melitus. Penderita diabetes melitus
tiga kali lipat lebih berpeluang mengalami stroke (Greenstein dan Wood,
2007) Sekitar 25% pasien yang pernah mengalami stroke iskemik juga
menderita diabetes melitus yang dikaitkan dengan kemungkinan peningkatan
berulang stroke. Dengan mengontrol kadar glikemik dapat mengurangi
frekuensi komplikasi mikrovaskuler dan menurunkan risiko penyakit arteri
aterosklerotik (Adams, 2009).
Berdasarkan latar belakang tersebut diatas, maka penulis tertarik
mengambil kasus diabetes mellitus dengan judul Asuhan Keperawatan Pada
Ny. D dengan Diabetes Melitus.
1.2 Rumusan Masalah

6
Bagaimana Pelaksanaan Asuhan Keperawatan Keluarga pada Keluarga Ny. D
Dengan Masalah Diabetes Militus di UPT Puskesmas Jekan Raya Kota
Palangka Raya yang meliputi pengkajian, perumusan masalah diagnosa
keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi?.

7
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Menerapkan Asuhan keperawatan secara komprehensif pada Pada Keluarga Ny.
D Dengan Masalah Diabetes Militus di UPT Puskesmas Jekan Raya Kota
Palangka Raya.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mampu menerapkan proses keperawatan yang meliputi: pengkajian,
perumusan diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan
dan evaluasi pada pasien dengan Diabetes Melitus.
1.3.2.2 Mampu mendokumentasikan asuhan keperawatan pada pasien dengan Diabetes
Melitus.
1.3.2.3 Mampu mengidentifikasi faktor pendukung dan penghambat dalam pelaksanaan
asuhan keperawatan pada pasien dengan Diabetes Melitus
1.4 Manfaat Penulisan
1.4.1 Bagi Masyarakat Secara Luas
Membudayakanpengelolaan dan pemberdayaan pasien Diabetes Melitus pasca
Stroke Non Hemoragik di lingkungan sekitar.
1.4.2 Bagi Pengambangan Ilmu Keperawatan
Menambah referensi dan keluasan ilmu terapan bidang keperawtan dalam faktor
pencetus pada pasien Diabetes Melitus.
1.4.3 Bagi penulis
Memperoleh pengalaman dalam melakukan asuhan keperawatan pasien Diabetes
Melitus.

8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Keluarga
2.1.1 Definisi Keluarga
Keluarga merupakan perkumpulan dua atau lebih individu yang diikat oleh
hubungan darah, perkawinan atau adopsi, dan tiap-tiap anggota keluarga selalu
berinteraksi satu dengan yang lain (Mubarak, 2011).
Keluarga adalah unit terkecil dari masyarakat yang terdiri atas kepala
keluarga dan beberapa orang yang berkumpul dan tinggal di suatu tempat di
bawah suatu atap dalam keadaan saling ketergantungan (Setiadi, 2012).
Sedangkan menurut Friedman keluarga adalah unit dari masyarakat dan
merupakan lembaga yang mempengaruhi kehidupan masyarakat. Dalam
masyarakat, hubungan yang erat antara anggotanya dengan keluarga sangat
menonjol sehingga keluarga sebagai lembaga atau unit layanan perlu di
perhitungkan.
Dari pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa keluarga yaitu sebuah
ikatan (perkawinan atau kesepakatan), hubungan (darah ataupun adopsi), tinggal
dalam satu atap yang selalu berinteraksi serta saling ketergantungan.
2.1.2 Fungsi keluarga
Keluarga mempunyai 5 fungsi yaitu :
2.1.2.1 Fungsi Afektif
Fungsi afektif berhubungan erat dengan fungsi internal keluarga yang merupakan
basis kekuatan keluarga. Fungsi afektif berguna untuk pemenuhan kebutuhan
psikososial. Keberhasilan fungsi afektif tampak pada kebahagiaan dan
kegembiraan dari seluruh anggota keluarga. Komponen yang perlu dipenuhi oleh
keluarga dalam melaksanakan fungsi afektif adalah (Friedman, M.M et al., 2010)
:
1. Saling mengasuh yaitu memberikan cinta kasih, kehangatan, saling menerima,
saling mendukung antar anggota keluarga.Saling menghargai, bila anggota
keluarga saling menghargai dan mengakui keberadaan dan hak setiap anggota
keluarga serta selalu
2. Mempertahankan iklim positif maka fungsi afektif akan tercapai.

9
3. Ikatan dan identifikasi ikatan keluarga di mulai sejak pasangan sepakat memulai
hidup baru.
2.1.2.2 Fungsi Sosialisasi
Sosialisasi di mulai sejak manusia lahir. Keluarga merupakan tempat individu
untuk belajar bersosialisasi, misalnya anak yang baru lahir dia akan menatap
ayah, ibu dan orang-orang yang ada disekitarnya. Dalam hal ini keluarga dapat
Membina hubungan sosial pada anak, Membentuk norma-norma tingkah laku
sesuai dengan tingkat perkembangan anak, dan Menaruh nilai-nilai budaya
keluarga.
2.1.2.3 Fungsi Reproduksi
Fungsi reproduksi untuk meneruskan keturunan dan menambah sumber daya
manusia. Maka dengan ikatan suatu perkawinan yang sah, selain untuk memenuhi
kebutuhan biologis pada pasangan tujuan untuk membentuk keluarga adalah
meneruskan keturunan.
2.1.2.4 Fungsi Ekonomi
Merupakan fungsi keluarga untuk memenuhi kebutuhan seluruh anggota keluarga
seperti memenuhi kebutuhan makan, pakaian, dan tempat tinggal.
2.1.2.5 Fungsi Perawatan Kesehatan
Keluarga juga berperan untuk melaksanakan praktik asuhan keperawatan, yaitu
untuk mencegah gangguan kesehatan atau merawat anggota keluarga yang sakit.
Keluarga yang dapat melaksanakan tugas kesehatan berarti sanggup
menyelesaikan masalah kesehatan.

10
2.1.3 Tahap-tahap perkembangan keluarga
Berdasarkan konsep Duvall dan Miller, tahapan perkembangan keluarga dibagi
menjadi 8 :
2.1.3.1 Keluarga Baru (Berganning Family)
Pasangan baru nikah yang belum mempunyai anak. Tugas perkembangan
keluarga dalam tahap ini antara lain yaitu membina hubungan intim yang
memuaskan, menetapkan tujuan bersama, membina hubungan dengan keluarga
lain, mendiskusikan rencana memiliki anak atau KB, persiapan menjadi orangtua
dan memahami prenatal care (pengertian kehamilan, persalinan dan menjadi
orangtua).
2.1.3.2 Keluarga dengan anak pertama < 30bln (child bearing)
Masa ini merupakan transisi menjadi orangtua yang akan menimbulkan krisis
keluarga. Tugas perkembangan keluarga pada tahap ini antara lain yaitu adaptasi
perubahan anggota keluarga, mempertahankan hubungan yang memuaskan
dengan pasangan, membagi peran dan tanggung jawab, bimbingan orangtua
tentang pertumbuhan dan perkembangan anak, serta konseling KB post partum 6
minggu.
2.1.3.3 Keluarga dengan anak pra sekolah
Tugas perkembangan dalam tahap ini adalah menyesuaikan kebutuhan pada anak
pra sekolah (sesuai dengan tumbuh kembang, proses belajar dan kontak sosial)
dan merencanakan kelahiran berikutnya.
2.1.3.4 Keluarga dengan anak sekolah (6-13 tahun)
Keluarga dengan anak sekolah mempunyai tugas perkembangan keluarga seperti
membantu sosialisasi anak terhadap lingkungan luar rumah, mendorong anak
untuk mencapai pengembangan daya intelektual, dan menyediakan aktifitas anak.
2.1.3.5 Keluarga dengan anak remaja (13-20 tahun)
Tugas perkembangan keluarga pada saat ini adalah pengembangan terhadap
remaja, memelihara komunikasi terbuka, mempersiapkan perubahan sistem peran
dan peraturan anggota keluarga untuk memenuhi kebutuhan tumbuh kembang
anggota keluarga.
2.1.3.6 Keluarga dengan anak dewasa

11
Tugas perkembangan keluarga mempersiapkan anak untuk hidup mandiri dan
menerima kepergian anaknya, menata kembali fasilitas dan sumber yang ada
dalam keluarganya.
2.1.3.7 Keluarga usia pertengahan (middle age family)
Tugas perkembangan keluarga pada saat ini yaitu mempunyai lebih banyak waktu
dan kebebasan dalam mengolah minat sosial, dan waktu santai, memulihkan
hubungan antara generasi muda-tua, serta persiapan masa tua.
2.1.3.8 Keluarga lanjut usia
Dalam perkembangan ini keluarga memiliki tugas seperti penyesuaian tahap
masa pensiun dengan cara merubah cara hidup, menerima kematian pasangan,
dan mempersiapkan kematian, serta melakukan life review masa lalu.
2.1.4 Tugas keluarga dalam bidang Kesehatan
2.1.4.1 Keluarga mampu mengenal masalah kesehatan
2.1.4.2 Keluarga mampu mengambil keputusan untuk melakukan tindakan
2.1.4.3 Keluarga mampu melakukan perawatan terhadap anggota keluarga yang sakit
2.1.4.4 Keluarga mampu menciptakan lingkungan yang dapat meningkatkan kesehatan
2.1.4.5 Keluarga mampu memanfaatkan fasilitas kesehatan yang terdapat di
lingkungan setempat.
2.2 Konsep Penyakit Diabetes Militus
2.2.1 Definisi Diabetes Militus
Ulkus diabetikum merupakan kerusakan yang terjadi sebagian (Partial
Thickness) atau keseluruhan (Full Thickness) pada daerah kulit yang meluas ke
jaringan bawah kulit, tendon, otot, tulang atau persendian yang terjadi pada
seseorang yang menderita penyakit Diabetes Melitus (DM), kondisi ini timbul
akibat dari peningkatan kadar gula darah yang tinggi. Apabila ulkus kaki
berlangsung lama, tidak dilakukan penatalaksanaan dan tidak sembuh, luka akan
menjadi terinfeksi. Ulkus kaki, infeksi, neuroarthropati dan penyakit arteri
perifer merupakan penyebab terjadinya gangren dan amputasi ekstremitas pada
bagian bawah (Tarwoto & Dkk., 2012).

12
Penyebab dari ulkus kaki diabetik ada beberapa komponen yaitu meliputi
neuropati sensori perifer, trauma, deformitas, iskemia, pembentukan kalus,
infeksi dan edema. faktor penyebab terjadinya ulkus diabetikum terdiri dari 2
faktor yaitu faktor endogen dan eksogen. Faktor endogen yaitu genetik
metabolik, angiopati diabetik, neuopati diabetik sedangkan faktor eksogen yaitu
trauma, infeksi, dan obat

2.2.2 Etiologi
Menurut Bruner dan Suddarth (2013), diabetes mellitus dibagi menjadi 2, yaitu
diabetes mellitus primer dan diabetes mellitus sekunder.
1. Diabetes Mellitus primer disebablan oleh faktor herediter, obesitas, kelainan
pancreas dan pertambahan usia.
a. Insulin Dependent Diabetes Mellitus ( IDDM ) atau diabetes mellitus
tergantung insulin disebabkan oleh destruksi sel beta pulau langerhens akibat
proses auto imun
b. Non Insulin Dependent Diabetes Mellitus ( NIDDM ) atau diabetes mellitus
tidak tergantung insulin disebabkan kegagalan relatif sel beta tidak mampu
mengimbangi resistensi insulin sepenuhnya atau terjadi defisiasi relative
insulin ketidakmampuan ini terlihat dari berkurangnya sekresi insulin pada
rangsangan glukosa, maupun pada rangsangan glukosa bersama dengan bahan
terangsang sekresi insulin lain.
2. Diabetes Mellitus sekunder di sebabkan oleh kelainan hormonal, karena obat,
kelainan insulin dan sindrom genetik. Selain itu juga terdapat faktor resiko yang
berhubungan dengan proses terjadinya diabetes mellitus :
a. Usia
Resistensi insulin cenderung meningkat pada usia di atas 65 tahun.

13
b. Obesitas dan genetic
Diperkirakan terdapat suatu sifat genetik yang belum teridentifikasi yang
menyebabkan pancreas mengeluarkan insulin yang berbeda, atau reseptor
insulin tidak dapat merespon secara adekuat terhadap insulin. Hal ini
diperkirakan ada kaitannya antara genetik dan rangsangan berkepanjangan
reseptor–respektor insulin
c. Malnutrisi disertai kekurangan protein yang nyata.
Diduga zat sianida yang terdapat pada cassava atau singkong yang menjadi
sumber karbohidrat di beberapa kawasan asia dan afrika berperan dalam
patogenisnya (Waspadji, 2009).
d. Riwayat keluarga.
Keturunan adalah satu faktor yang berperan dalam diabetes mellitus, bila
kedua orang tua menderita penyakit ini, maka semua anaknya juga menderita
penyakit yang sama.

2.3 Penyebab ulkus diabetikum

Penyebab dari ulkus kaki diabetik ada beberapa komponen yaitu meliputi
neuropati sensori perifer, trauma, deformitas, iskemia, pembentukan kalus,
infeksi dan edema. faktor penyebab terjadinya ulkus diabetikum terdiri dari 2
faktor yaitu faktor endogen dan eksogen. Faktor endogen yaitu genetik metabolik,
angiopati diabetik, neuopati diabetik sedangkan faktor eksogen yaitu trauma,
infeksi, dan obat (Wijaya, Andra Saferi dan Mariza Putri, 2013).

Terdapat 2 penyebab ulkus diabetik secara umum yaitu neuropati dan


angiopati diabetik. Neuropati diabetik adalah suatu kelainan pada urat saraf
akibat dari diabetes melitus akibat kadar gula dalam darahyang tinggi dapat
merusak urat saraf penderita dan menyebabkan hilang atau menurunnya sensasi
nyeri pada kaki, apabila penderita mengalami trauma kadang- kadang tidak
terasa. Kerusakan saraf menyebabkan mati rasa dan menurunnya kemampuan
merasakan sensasi sakit, panas atau dingin. Titik tekanan, seperti akibat
pemakaian sepatu yang terlalu sempit menyebabkan terjadinya kerusakan saraf
yang dapat mengubah cara jalan klien. Kaki depan lebih banyak menahan berat
badan sangat rentan terhadap luka tekan. Dapat disimpulkan bahwa gejala
neuropati meliputi kesemutan, rasa panas, rasa tebal di telapak kaki, kram, badan

14
sakit semua terutama malam hari.

Angiopati diabetik merupakan suatu penyempitan pada pembuluh darah


yang terdapat pada penderita diabetes. Pembuluh darah besar atau kecil pada
penderita diabetes mellitus mudah mengalami penyempitan dan penyumbatan
oleh gumpalan darah. Jika terjai sumbatan pada pembuluh darah sedang atau
besar pada tungkai, maka dapat mengakibatkan terjadinya gangrene diabetic,
yaitu luka pada daerah kaki yang berbau busuk dan berwarna merah kehitaman.

Adapun angiopati dapat menyebabkan terganggunya asupan nutrisi, oksigen


serta antibiotik sehingga kulit sulit sembuh. Dengan kata lain, meningkatnya
kadar gula darah dapat menyebabkan pengerasan, bahkan kerusakan pembuluh
darah arteri dan kapiler (makro/mikroangiopati). Hal ini dapat menyebabkan
berkurangnya asupan nutrisi dan oksigen ke jaringan, sehingga timbul risiko
terbentuknya nekrotik (Maryunani, 2013).

2.4 Klasifikasi ulkus diabetikum

Klasifikasi ulkus diabetik menurut (Wijaya, Andra Saferi dan Mariza Putri,
2013) adalah sebagai berikut:
Derajat 0 : Tidak ada lesi yang terbuka, luka masih dalam keadaan utuh dengan
adanya kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti “claw, callus”
Derajat I : Ulkus superfisial yang terbatas pada kulit. Derajat II : Ulkus dalam
yang menembus tendon dan tulang.
Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa adanya osteomielitis.
Derajat IV : Gangren yang terdapat pada jari kaki atau bagian distal kaki dengan
atau tanpa adanya selulitis.
Derajat V : Gangren yang terjadi pada seluruh kaki atau sebagian pada tungkai.

2.5 Klasifikasi
2.5.1 Dm tipe 1
Melalui proses imonologik dimana tubuh tidak bias menghasilkan insulin
karena sel beta pancreas dirusak oleh syitem automium .
Diabetes tipe 1 biasanya terjadi pada remaja atau anak, dan terjadi karena
kerusakan sel β (beta) (WHO, 2014). Canadian Diabetes Association (CDA)
2013 juga menambahkan bahwa rusaknya sel β pankreas diduga karena

15
proses autoimun, namun hal ini juga tidak diketahui secara pasti. Diabetes
tipe 1 rentan terhadap ketoasidosis, memiliki insidensi lebih sedikit
dibandingkan diabetes tipe 2, akan meningkat setiap tahun baik di negara
maju maupun di negara berkembang (IDF, 2014).
2.5.2 Dm tipe 11
Diabetes tipe 2 biasanya terjadi pada usia dewasa (WHO, 2014). Seringkali
diabetes tipe 2 didiagnosis beberapa tahun setelah onset, yaitu setelah
komplikasi muncul sehingga tinggi insidensinya sekitar 90% dari penderita
DM di seluruh dunia dan sebagian besar merupakan akibat dari memburuknya
faktor risiko seperti kelebihan berat badan dan kurangnya aktivitas fisik
(WHO, 2014).
2.5.3 Diabtes Gastisional
Gestational diabetes mellitus (GDM) adalah diabetes yang didiagnosis selama
kehamilan (ADA, 2014) dengan ditandai dengan hiperglikemia (kadar
glukosa darah di atas normal) (CDA, 2013 dan WHO, 2014). Wanita dengan
diabetes gestational memiliki peningkatan risiko komplikasi selama
kehamilan dan saat melahirkan, serta memiliki risiko diabetes tipe 2 yang
lebih tinggi di masa depan (IDF, 2014).
2.5.4 Tipe Diabetes Lainnya
Diabetes melitus tipe khusus merupakan diabetes yang terjadi karena adanya
kerusakan pada pankreas yang memproduksi insulin dan mutasi gen serta
mengganggu sel beta pankreas, sehingga mengakibatkan kegagalan dalam
menghasilkan insulin secara teratur sesuai dengan kebutuhan tubuh. Sindrom
hormonal yang dapat mengganggu sekresi dan menghambat kerja insulin
yaitu sindrom chusing, akromegali dan sindrom genetik (ADA, 2015).
2.6 Patofisiologi
Menurut Price dan Sylvia (2012), diabetes Mellitus (DM) merupakan
kelainan metabolisme yang disebabkan oleh terjadinya kerusakan pada sel-sel β
pulau Langerhans dalam kelenjar pankreas, sehingga hormon insulin disekresikan
dalam jumlah yang sedikit, bahkan tidak sama sekali. Diabetes mellitus juga
dapat disebabkan oleh terjadinya penurunan sensitifitas reseptor hormon insulin
pada sel.

16
Metabolisme adalah proses pembentukan energi di dalam tubuh. Dalam
proses metabolisme insulin memegang peranan penting yaitu bertugas
memasukkan glukosa ke dalam sel, untuk selanjutnya dapat digunakan sebagai
bahan bakar. Insulin adalah suatu zat atau hormone yang disekresikan oleh sel–
sel beta yang salah satu dari empat tiap sel dalam pulau–pulau langerhans
pankreas. Insulin diumpamakan sebagai anak kunci yang dapat membuka pintu
masuknya glukosa ke dalam sel, untuk kemudian di dalam sel glukosa itu
dioksidasi menjadi energi atau tenaga (Julianto Eko, 2011).
Pada diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin
karena sel–sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses autoimun. Disamping
itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat disimpan dalam hati meskipun
tetap berada dalam darah dan menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah
makan) (Brunner and Suddarth, 2013).
Tidak adanya insulin disebabkan oleh reaksi autoimun yang disebebkan
karena adanya peradangan di sel beta pankreas. Ini menyebabkan timbulnya
reaksi antibodi terhadap sel beta yang disebut ICA (Islet Cell Antibody). Reaksi
antigen dengan antibodi yang ditimbulkan menyebabkan hancurnya sel beta
(Julianto Eko, 2011).
Menurut Brunner and Suddarth (2013), apabila konsentrasi glukosa dalam
darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap kembali semua glukosa yang
tersaring keluar. Akibatnya, glukosa tersebut muncul dalam urine (glukosuria).
Ketika glukosa yang berlebihan diekskresikan ke dalam urin, ekskresi ini akan
disertai pengeluaran cairan dan elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini
dinamakan diueresis osmotic. Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang
berlebihan, pasien akan mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan
rasa haus (polidipsia).
Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan lemak yang
menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami peningkatan selera
makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori.
Gejala lainya mencangkup kelelahan dan kelemahan. Dalam keadaan normal
insulin mengendalikan glikogenolisis (pemecahan glukosa yang disimpan) dan
glukoneogenesis (pembentukan glukosa baru dari asam–asam amino serta
substansi lain).

17
Namun pada penderita defisiensi insulin, proses ini akan terjadi tanpa
hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia. Disamping itu akan
terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan peningkatan produksi badan keton
yang merupakan produk samping pemecahan lemak. Badan keton merupakan
asam yang mengganggu keseimbangan asam–basa (penurunan pH) tubuh apabila
jumlahnya berlebihan. Keadaan ini disebut asidosis metabolic yang diakibatkanya
dapat menyebabkan tanda–tanda dan gejala seprti nyeri abdomen, mual, muntah,
hiperventilasi, nafas berbau aseton, dan bila tidak ditangani akan menimbulkan
perubahan kesadaran, koma, bahkan kematian.
Penderita Diabetes Mellitus dapat mengalami perubahan atherosklerotik
pada arteri-arteri besar, perubahan-perubahan ini sama seperti pada orang non
diabetik, insulin berperan utama dalam memetabolisme lemak atau lipida. Pada
penderita Diabetes Mellitus sering terjadi kelainan lipida. Hiperliproteinemia
pada Diabetes mellitus merupakan akibat dari adanya very low density
lipoprotein yang berlebihan. Pengecilan lumen pembuluh-pembuluh darah besar
membahayakan pengiriman oksigen ke jaringan dan dapat menyebabkan iskemia
jaringan, sehingga dapat timbul penyakit vaskuler seperti: penyakit
cerebravaskuler, penyakit arteri koroner, sternosis arteri renalis, vaskuler perifer
dan penyakit ekstermitas seperti gangren.
Pada diabetes tipe II terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan
insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin. Normalnya insulin
akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan sel. Sebagai akibat
terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi suatu reaksi dalam
metabolisme glukosa dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II disertai
dengan penurunan reaksi intrasel ini. Dengan demikian insulin menjadi tidak
efektif untuk menstimulasi pengambilan glukosa oleh jaringan.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin, namun masih terdapat insulin
dengan jumlah yang adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi
badan keton yang menyertainya. Karena itu ketoasidosis diabetik tidak terjadi
pada diabetes tipe II. Meskipun demikian, diabetes tipe II yang tidak terkontrol
dapat meimbulkan masalah akut lainnyayang dinamakan sindrom hiperglikemik
hiperosmolar nonketotik (HHNK).

18
Untuk sebagian besar pasien (kurang lebih 75%), penyakit diabetes tipe II
yang didieritanya ditemukan secara tidak sengaja (misalnya, pada saat pasien
menjalani pemeriksaan laboratorium yang rutin). Salah satu konsekuensi tidak
terdeteksinya penyakit diabetes jangka bertahun–tahun adalah komplikasi
diabetes jangka panjang (misalnya, kelainan mata, neuropati perifer, kelainan
vaskuler perifer) mungkin sudah terjadi sebelum diagnosa ditegakan.
2.7 Menifestasi Klinis
Beberapa gejala umum yang dapat ditimbulkan oleh penyakit DM diantaranya:
2.7.1 Pengeluaran urin (Poliuria)
Poliuria adalah keadaan dimana volume air kemih dalam 24 jam meningkat
melebihi batas normal. Poliuria timbul sebagai gejala DM dikarenakan kadar
gula dalam tubuh relatif tinggi sehingga tubuh tidak sanggup untuk
mengurainya dan berusaha untuk mengeluarkannya melalui urin. Gejala
pengeluaran urin ini lebih sering terjadi pada malam hari dan urin yang
dikeluarkan mengandung glukosa (PERKENI, 2011).
2.7.2 Timbul rasa haus (Polidipsia)
Poidipsia adalah rasa haus berlebihan yang timbul karena kadar glukosa
terbawa oleh urin sehingga tubuh merespon untuk meningkatkan asupan
cairan (Subekti, 2009).
2.7.3 Timbul rasa lapar (Polifagia)
Pasien DM akan merasa cepat lapar dan lemas, hal tersebut disebabkan
karena glukosa dalam tubuh semakin habis sedangkan kadar glukosa dalam
darah cukup tinggi (PERKENI, 2011).
2.7.4 Peyusutan berat badan
Penyusutan berat badan pada pasien DM disebabkan karena tubuh terpaksa
mengambil dan membakar lemak sebagai cadangan energi (Subekti, 2009).
2.8 Komplikasi DM
Diabetes melitus merupakan salah satu penyakit yang dapat menimbulkan
berbagai macam komplikasi, antara lain :
2.8.1 Komplikasi metabolik akut
Kompikasi metabolik akut pada penyakit diabetes melitus terdapat tiga
macam yang berhubungan dengan gangguan keseimbangan kadar glukosa
darah jangka pendek, diantaranya:

19
2.8.2 Hipoglikemia
Hipoglikemia (kekurangan glukosa dalam darah) timbul sebagai komplikasi
diabetes yang disebabkan karena pengobatan yang kurang tepat (Smeltzer &
Bare, 2008).
2.8.3 Ketoasidosis diabetik
Ketoasidosis diabetik (KAD) disebabkan karena kelebihan kadar glukosa
dalam darah sedangkan kadar insulin dalam tubuh sangat menurun sehingga
mengakibatkan kekacauan metabolik yang ditandai oleh trias hiperglikemia,
asidosis dan ketosis (Soewondo, 2012).
2.8.4 Sindrom HHNK (koma hiperglikemia hiperosmoler nonketotik)
Sindrom HHNK adalah komplikasi diabetes melitus yang ditandai dengan
hiperglikemia berat dengan kadar glukosa serum lebih dari 600 mg/dl (Price
& Wilson, 2012).
2.8.5 Komplikasi metabolik kronik
Komplikasi metabolik kronik pada pasien DM menurut Price & Wilson
(2012) dapat berupa kerusakan pada pembuluh darah kecil (mikrovaskuler)
dan komplikasi pada pembuluh darah besar (makrovaskuler) diantaranya:
2.8.6 Komplikasi pembuluh darah kecil (mikrovaskuler)
Komplikasi pada pembuluh darah kecil (mikrovaskuler) yaitu :
2.8.6.1 Kerusakan retina mata (Retinopati)
Kerusakan retina mata (Retinopati) adalah suatu mikroangiopati ditandai
dengan kerusakan dan sumbatan pembuluh darah kecil (Pandelaki, 2009).
2.8.6.2 Kerusakan ginjal (Nefropati diabetik)
Kerusakan ginjal pada pasien DM ditandai dengan albuminuria menetap
(>300 mg/24jam atau >200 ih/menit) minimal 2 kali pemeriksaan dalam
kurun waktu 3-6 bulan. Nefropati diabetik merupakan penyebab utama
terjadinya gagal ginjal terminal.
2.8.6.3 Kerusakan syaraf (Neuropati diabetik)
Neuropati diabetik merupakan komplikasi yang paling sering ditemukan pada
pasien DM. Neuropati pada DM mengacau pada sekelompok penyakit yang
menyerang semua tipe saraf (Subekti, 2009).
2.8.7 Komplikasi pembuluh darah besar (makrovaskuler)
Komplikasi pada pembuluh darah besar pada pasien

20
diabetes yaitu stroke dan risiko jantung koroner.
2.8.7.1 Penyakit jantung koroner
Komplikasi penyakit jantung koroner pada pasien DM disebabkan karena
adanya iskemia atau infark miokard yang terkadang tidak disertai dengan
nyeri dada atau disebut dengan SMI (Silent Myocardial Infarction)
(Widiastuti, 2012).
2.8.7.2 Penyakit serebrovaskuler
Pasien DM berisiko 2 kali lipat dibandingkan dengan pasien non-DM untuk
terkena penyakit serebrovaskuler. Gejala yang ditimbulkan menyerupai gejala
pada komplikasi akut DM, seperti adanya keluhan pusing atau vertigo,
gangguan penglihatan, kelemahan dan bicara pelo (Smeltzer & Bare, 2008).
2.8.7.3 Penyakit Ateroskerosis
Pembuluh darah normal memiliki lapisan dalam yang disebut endotelium.
Lapisan dalam pembuluh darah ini membuat sirkulasi darah mengalir lancar.
Untuk mencapai kelancaran ini, endotelium memproduksi Nitrous Oksida
lokal (NO). NO berfungsi untuk melemaskan otot polos di dinding pembuluh
dan mencegah sel-sel darah menempel ke dinding.
Mekanisme gangguan ini diduga berpusat di jantung, dan gangguan
meningkat dengan pembentukan plak. Gula darah tinggi, asam lemak tinggi
dan trigliserida tinggi pada diabetes menyebabkan lengket di dinding
endotelium, mendorong proses keterikatan sel yang menghasilkan reaksi
jaringan lokal. Reaksi jaringan lokal menghasilkan partikel dan sel-sel darah
yang berbeda, menyebabkan penumpukan dan pengerasan di dinding
pembuluh (arteri). Reaksi jaringan lokal ini menghasilkan sebuah plak,
disebut plak aterosklerosis.
Pada penderita diabetes, mereka resisten terhadap tindakan insulin, dengan
kata lain tubuh penderita diabetes kurang sensitif dgn insulin. Akibatnya, efek
stimulasi ini hilang dan mengakibatkan peningkatan kecenderungan terhadap
pembentukan plak aterosklerosis.
Plak pada pembuluh darah ini lah yang nantinya akan menyumbat pembuluh
darah di otak dan mengakibatkan stroke

21
2.9 Penatalaksanaan DM
Ada empat komponen dalam penatalaksanaan diabetes mellitus :
2.9.1 Diet
Diet dan pengendalian berat badan merupakan dasar dari penatalaksanaan
diabetes. Penatalaksanaan nutrisi pada penderita diabetes diarahkan untuk
mencapai tujuan berikut :
2.9.1.1 Memberikan semua unsur makanan esensial (misalnya vitamin dan mineral)
2.9.1.2 Mencapai dan mempertahankan berat badan yang sesuai
2.9.1.3 Memenuhi kebutuhan energi
2.9.1.4 Mencegah fluktuasi kadar glukosa darah setiap harinya dengan
mengupayakan kadar glukosa darah mendekati normal melalui cara-cara yang
aman dan praktis
2.9.1.5 Menurunkan kadar lemak darah jika kadar ini meningkat
2.9.2 Latihan
Latihan sangat penting dalam penatalaksanaan diabetes karena efeknya dapat
menurunkan kadar glukosa darah dan mengurangi faktor risiko
kardiovaskuler. Latihan akan menurunkan kadar glukosa darah dengan
meningkatkan pengambilan glukosa oleh otot dan memperbaiki pemakaian
insulin. Sirkulasi darah dan tonus otot juga diperbaiki dengan berolahraga.
Latihan dengan cara melawan tahanan (resistance training) dapat
meningkatkan lean body mass dan dengan demikian menambah laju
metabolisme istirahat (resting metabolic rate). Semua efek ini sangat
bermanfaat pada diabetes karena dapat menurunkan berat badan, mengurangi
rasa stress dan mempertahankan kesegaran tubuh. Latihan juga akan
mengubah kadar lemak darah yaitu meningkatkan kadar HDL kolesterol dan
menurunkan kadar kolesterol total serta trigliserida. Semua manfaat ini sangat
penting bagi penyandang diabetes mengingat adanya peningkatan risiko untuk
terkena penyakit kardiovaskuler pada diabetes.
2.9.3 Terapi
Pada diabetes tipe II, insulin mungkin diperlukan sebagai terapi jangka
panjang untuk mengendalikan kadar glukosa darah jika diet dan obat
hipoglikemia oral tidak berhasil mengontrolnya. Disamping itu, sebagian
pasien diabetes tipe II yang biasanya mengendalikan kadar glukosa darah

22
dengan diet atau dengan obat oral kadang membutuhkan insulin secara
temporer selama mengalami sakit, infeksi, kehamilan, pembedahan atau
beberapa kejadian stress lainnya. Penyuntikan insulin sering dilakukan dua
kali per hari (atau bahkan lebih sering lagi) untuk mengendalikan kenaikan
kadar glukosa darah sesudah makan dan pada malam hari. Karena dosis
insulin yang diperlukan masing-masing pasien ditentukan oleh kadar glukosa
darah yang akurat sangat penting.
2.9.4 Pendidikan Kesehatan
Diabetes mellitus merupakan sakit kronis yang memerlukan perilaku
penanganan mandiri yang khusus seumur hidup. Pasien bukan hanya belajar
keterampilan untuk merawat diri sendiri guna menghindari penurunan atau
kenaikan kadar glukosa darah yang mendadak, tetapi juga harus memiliki
perilaku preventif dalam gaya hidup untuk menghindari komplikasi jangka
panjang yang dapat ditimbulkan dari penyakit diabetes mellitus.

23
( WOC KEPERAWATAN )

24
3.1 Konsep Perfusi Perifer Tidak Efektif Pada Ulkus Diabetikum (DM 2)
3.1.1 Pengertian perfusi perifer tidak efektif
Perfusi perifer tidak efektif merupakan penurunan sirkulasi darah pada level yang
dapat mengganggu metabolisme tubuh (SDKI, 2016). Sedangkan menurut
(Nurarif & Kusuma, 2015) perfusi perifer tidak efektif merupakan Penurunan
darah ke perifer yang dapat mengganggu kesehatan.
3.1.2 Proses terjadinya perfusi perifer tidak efektif
Pada ulkus diabetikum (DM2) Proses masalah kaki pada penderita
diabetes mellitus terjadi diawali dengan adanya hiperglikemi yang dapat
menyebabkan terjadinya kelainan neuropati dan kelainan pada pembuluh darah.
Neuropati, baik neuropati sensorik maupun motoric dan autonom menyebabkan
berbagai perubahaan pada otot kulit yang selanjutnya mengakibatkan terjadinya
perubahan ditribusi tekanan pada telapak kaki dan kemudian akan mempermudah
terjadinya ulkus. Adanya kerentanan terhadap infeksi mengakibatkan infeksi
mudah merebak menjadi infeksi yang luas. Faktor aliran darah yang kurang akan
lebih lanjut menambah rumitnya pengelolaan kaki diabetes (Wijaya, Andra Saferi
dan Mariza Putri, 2013).
Ulkus diabetikum terdiri dari adanya kavitas sentral dan biasanya lebih besar
disbanding pintu masuknya, dikelilingi oleh kalus keras dan tebal. Awalnya
pembentukan ulkus berhubungan dengan adanya hiperglikemia yang memberikan
dampak terhadap saraf perifer, keratin, kolagen dan suplai vaskuler. Dengan
adanya tekanan mekanik terbentuk keratin yang keras pada daerah kaki yang
mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris perifer dapat menyebabkan
terjadinya trauma berulang yang mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan
area kalus. selanjutnya dapat menyebabkan terbentuknya kavitas yang membesar
dan akhirnya ruptur yang melus sampai ke permukaan kulit dan menimbulkan
terjadinya ulkus. Adanya iskemia dan penyembuha luka abnormal menghalangi
resolusi. Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini.
Drainase yang inadekuat menimbulkan close space infection Penyakit neuropati
dan vaskuler adalah factor utama yang mengkontribusi terjadinya luka.
Terjadinya masalah luka pada pasien diabetik terkait erat dengan pengaruh pada
saraf yang terdapat pada kaki .
Sehingga terjadinya perfusi perifer tidak efektif yang sering ditandai dengan
25
pengisian kapiler >3 detik, nadi perifer menurun atau tidak teraba, akral teraba
dingin, warna kulit pucat, turgor kulit menurun, warna kulit pucat, edema,
penyembuhan luka lambat, indeks ankle brachial <0,90, bruit femoral, parastesia
dan nyeri ekstremitas (kludikasi intermiten) (SDKI, 2016).Penyakit pembuluh
perifer mengakibatkan penyembuhan luka yang buruk dan meningkatkan risiko
amputasi.
3.1.3 Manifestasi klinis perfusi perifer tidak efektif pada ulkus diabetikum (DM 2)
Adapun manifestasi klinis dari perfusi perifer tidak efektif menurut (SDKI, 2016)
:
3.1.3.1 Pengisian kapiler < 3 detik
3.1.3.2 Nadi perifer menurun atau tidak teraba
3.1.3.3 Akral teraba dingin

3.1.3.4 Warna kulit pucat

3.1.3.5 ABI <0,90

3.1.3.6 Parastesia

3.1.3.7 Tugor kulit menurun


3.1.4 Edema
Menurut Stems (2014) edema adalah suatu pembengkakan yang terjadi pada
organ tubuh, tempat yang paling sering pada kaki dan tangan (peripheral edema),
abdomen (asites) dan pada dada (edema pulmonal). Jadi edema merupakan suatu
kondisi dimana terdapat kelebihan cairan di dalam rongga interstisial akibat
adanya penyumbatan saluran limfe dan kegagalan mekanisme aliran balik vena.
3.1.5 Penyembuhan luka lambat
Menurut (Tellechea, Leal, Veves, & Carvalho, 2010) Gangguan penyembuhan
ulkus kaki diabetik terjadi karena empat faktor yaitu adanya hiperglikemia yang
berlangsung secara terus menerus, lingkungan pro-inflamasi, penyakit arteri
perifir, dan neuropati perifir, keempat keadaan di atas secara bersam-sama
menyebabkan gangguan fungsi sel imun, respon inflamasi menjadi tidak efektif,
disfungsi sel endotel, dan gangguan neovaskularisasi.
3.1.6 Indek ankle-brankial index kurang dari 0,90
Ankle Brachial Index (ABI) merupakan rasio atau perbandingan antara tekanan
darah sistolik yang diukur pada pergelangan kaki dengan arteri brachialis. Dalam
kondisi normal, nilai dari ABI adalah >0,9, ABI 0,71–0,90 terjadi iskemia ringan,
26
ABI 0,41–0,70 telah terjadi obstruksi vaskuler sedang, ABI 0,00–0,40 telah
terjadi obstruksi vaskuler berat. Perjalanan alami PAD mencakup penurunan
nilai ABI seiring perjalanan waktu. Dari serangkaian pemeriksaan pasien yang
dilakukan di laboratorium vaskular, nilai ABI mengalami penurunan rata-rata
0,06 tiap 4,6 tahun. Tingkatan ABI juga dapat digunakan untuk memprediksi
kejadian yang mengenai ekstremitas bawah dimana tekanan darah sistolik di
bawah atau sama dengan 50 mmHg sering dihubungkan dengan angka amputasi
yang tinggi (Norgren L, Hiatt WR, 2007).

3.1.7 Nyeri ekstremitas (klaudikasi intermiten)


Nyeri dan kram pada betis yang timbul saat berjalan dan hilang saat berhenti
berjalan, tanpa harus duduk. Gejala ini muncul jika Ankle-Brachial Index < 0,75.
3.1.8 Penatalaksanaan Ulkus Diabetikum Dengan Perfusi Perifer Tidak Efektif
Tujuan utama penatalaksanaan ulkus diabetik adalah mencapai penutupan
luka secepatnya. Mengatasi ulkus kaki diabetik dan menurunkan kejadian
berulang dapat menurunkan kemungkinan amputasi pada ekstremitas bagian
bawah pasien DM (Tarwoto, 2012: 230).
Asosiasi penyembuhan luka mendefinisikan luka kronik adalah luka yang
mengalami kegagalan dalam proses penyembuhan sesuai dengan yang seharusnya
dalam mencapai integritas anatomi dan fungsinya, terjadi pemanjangan proses
inflamasi dan kegagalan dalam reepitelisasi dan memungkinkan kerusakan lebih
jauh dan infeksi. Menurut Frykberg, R. G., Zgonis, T., Armstrong, D. G., Driver,
V. R. & M., Kravitz (2006) menyatakan area penting dalam manajemen
ulkus kaki diabetik meliputi manajemen komorbiditi, evaluasi status vaskuler dan
tindakan yang tepat pengkajian gaya hidup/faktor psikologi, pengkajian dan
evaluasi ulser, manajemen dasar luka dan menurunkan tekan. Adapun dapat
diuraikan sebagai berikut :
3.8.1.1 Manajemen komorbiditi.
Diabetes Mellitus merupakan penyakit multi organ, semua komorbiditi yang
mempengaruhi penyembuhan luka harus dikaji dan dimanajemen, multidisplin
untuk mencapai tujuan yang optimal pada ulkus kaki diabetik. Beberapa
komorbiditi yang mempengaruhi penyembuhan luka meliputi hiperglikemia dan
penyakit vaskuler (Tarwoto, 2012: 228).

27
3.8.1.2 Evaluasi status vaskuler
Perfusi arteri memegang peranan penting dalam penyembuhan luka dan harus
dikaji pada pasien dengan ulkus, selama sirkulasi terganggu luka akan mengalami
kegagalan penyembuhan dan berisiko amputasi. Adanya insufisiensi vaskuler
dapat berupa edema, karakteristik kulit yang terganggu (tidak ada rambut,
penyakit kuku, penurunan kelembaban), penyembuhan lambat, ekstremitas
dingin, penurunan pulsasi perifer (Tarwoto, 2012: 239). Pemeriksaan khusus
pada vaskular dapat mengidentifikasi komponen-komponen dalam sistem
vaskular proses penyakit, proses patologi spesifik, tingkatan lesi pada pembuluh
darah dan sejauh mana keparahan kerusakan pembuluh darah Pemeriksaan
diagnostik untuk mengetahui fungsi pembuluh darah meliputi pemeriksaan non
invasif dan invasif. Pemeriksaan non invasif meliputi tes sederhana torniquet,
plethysmography, ultrasonography atau imaging duplex, pemeriksaan dopler,
analisis tekanan
1. Pengkajian gaya hidup/faktor psikososial
Gaya hidup dan faktor psikologi dapat mempengaruhi penyembuhan luka.
Contoh, merokok, alkohol, penyalahgunaan obat, kebiasaan makan, obesitas,
malnutrisi dan tingkat mobilisasi dan aktivitas. Selain itu depresi dan penyakit
mental juga dapat mempengaruhi pencapaian tujuan (Tarwoto & Dkk., 2012
2. Pengkajian dan evaluasi ulkus.
Pentingnya evaluasi secara menyeluruh tidak dapat dikesampingkan. Penemuan
hasil pengkajian yang spesifik akan mempengaruhi secara langsung tindakan
yang akan dilakukan. Evaluasi awal dan deskripsi yang detail menjadi penekanan
meliputi lokasi, ukuran, kedalaman, bentuk, 44 inflamasi, edema, eksudat
(kualitas dan kuantitas), tindakan terdahulu, durasi, kalus, maserasi, eritema dan
kualitas dasar luka (Tarwoto & Dkk., 2012)
3. Manajemen jaringan/tindakan dasar ulkus.
Tujuan dari debridemen adalah membuang jaringan mati atau jaringan yang tidak
penti. Debridemen jaringan nekrotik merupakan komponen integral dalam
penatalaksanaan ulkus kronik agar ulkus mencapai penyembuhan. Proses
debridemen dapat dengan cara pembedahan, enzimatik, autolitik, mekanik, dan
biological (larva). Kelembaban akan mempercepat proses reepitelisasi pada
ulkus. Keseimbangan kelembaban ulkus meningkatkan proses autolisis dan

28
granulasi. Untuk itu diperlukan pemilihan balutan yang menjaga kelembaban
luka
4.1 Asuhan Keperawatan Pada Ulkus Diabetikum (DM2)
4.1.1 Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses keperawatan. Pengkajian
dilakukan secara komperhensif terkait dengan adanya aspek biologis, psikologis,
sosial, maupun spiritual. Tujuan pengkajian adalah untuk mengumpulkan
informasi dan membuat data dasar klien. Metode utama yang dapat digunakan
dalam pengumpulan data adalah wawancara, observasi, dan pemeriksaan fisik
serta diagnostik (Asmadi, 2008). Adapun pengkajian keperawatan pada pasien
diabetes mellitus dengan ulkus diabetic menurut (Wijaya, Andra Saferi dan
Mariza Putri, 2013) :
a. Pengumpulan Data
1) Identitas Pasien
Identitas pasien dapat meliputi identitas pasien secara umum yang terdiri
dari nama pasien, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama ,alamat
,pekerjaan, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal
masuk rumah sakit dan diagnosa medis.
2) Keluhan utama
Keluhan utama yang dirasakan pasien biasanya yaitu adanya rasa
kesemutan pada kaki atau tungkai bawah, rasa raba menurun, adanya

nyeri pada luka dan luka yang tidak kunjung sembuh dan berbau.
3) Riwayat kesehatan sekarang
Riwayat kesehatan sekarang terdiri dari kapan luka terjadi, penyebab
terjadinya luka dan upaya untuk mengatasi luka tersebut.
4) Riwayat kesehatan dahulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit-penyakit lain yang ada
kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pancreas. Adanya
obesitas, riwayat penyakit jantung, maupun arterosklerosis, tindakan
medis yang pernah didapat maupun obat-obatan yang biasa digunakan
penderita.

5) Riwayat kesehatan keluarga

Riwayat kesehatan keluarga dapat di lihat dari genogram keluarga yang


29
akan menunjukkan salah satu anggota keluarga yang juga mengalami
DM atau penyakit keturunan yang dapat mengakibatkan terjadinya
defisiensi insulin misalnya jantung, hipertensi dll.

6) Riwayat psikososial

Meliputi informasi prilaku, perasaan dan emosi yang dialami penderita


sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan keluarga terhadap
penyakit penderita.
b. Pemeriksaan fisik
1) Aktivitas dan istirahat
Lelah, kelemahan, sulit bergerak/berjalan, kram otot, penurunan
kekuatan otot dan tonus otot,
2) Sirkulasi
Adanya riwayat AMI, klaudikasi, hipertensi, kebas, kesemutan , ulkus
kaki dan penyembuhan lama. Selain itu menunjukkan gejala takikardi,
perubahan TD postural, penurunan atau absen nadi, disritmia JVP, kulit
yang kering, hangat dan mataa cekung.
Perubahan pola berkemih, polyuria, nocturia, nyeri dan panas serta
kesulitan mengosongkan kandung kemih, infeksi kandung kemih, diare ,
perut lunak kembung, urin berwarna kuning pekat, polyuria menjadi
oliguria dan anuri jika terjadi hypovolemia, urin berbau keruh (infeksi),
perut kerat dan berdistensi, bising usus bekurang atau meningkat.

30
31

Anda mungkin juga menyukai