Anda di halaman 1dari 83

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA Ny Y DENGAN DIAGNOSIS MEDIS ULKUS


DIABETIK PEDIS PADA SISTEM
INTEGUMEN

Di Susun Oleh :
Nama : Alvika Nurma Siswanti
NIM : (2018.C.10a.0924)

YAYASAN EKA HARAP PALANGKARAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN
2020/2021
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini di susun oleh :

Nama : Alvika Nurma Siswanti

NIM : 2018.C.10a.0924

Program Studi : S-1 Keperawatan


Judul : Asuhan Keperawatan Pada Ny Y Dengan Diagnosa Medis
Ulkus Diabetik Pedis Pada Sistem Integumen.

Telah melakukan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menyelesaikan Praktik Pra-klinik Keperawatan II Program Studi S-1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangkaraya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh

Mengetahui:

Pembimbing Akademik

Nia Pristina. S.Kep.,Ners


KATA PENGANTAR

Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan yang berjudul “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan
Pada Ny. Y Dengan Diagnosa Medis Ulkus Diabetik Pedis Pada Sistem
Integumen”.

Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas (PPK 2). Laporan
Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, saya
ingin mengucapkan terimakasih kepada :

1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes selaku Ketua STIKes Eka
Harap Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners
STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Nia Pristina, S.Kep.,Ners selaku pembimbing akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam
penyelesaian asuhan keperawatan ini
4. Ibu Meida Sinta Araini, S.Kep., Ners selaku koordinator Praktik Pra
Klinik 2 Program Studi Sarjana Keperawatan
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.

Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan


dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.

Palangka Raya,09 November 2020


DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 3
1.3 Tujuan Penulisan 3
1.4 Manfaat 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Penyakit 5
2.1.1 Definisi 5
2.1.2 Anatomi Fisiologi 6
2.1.3 Etiologi 8
2.1.4 Klasifikasi 9
2,1.5 Patofisiologi (Pathway) 10
2.1.6 Manifestasi Klinis 10
2.1.7 Komplikasi 11
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang 11
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan 14
2.3.1 Pengkajian Keperawatan 14
2.3.2 Diagnosa Keperawatan 15
2.3.3 Intervensi Keperawatan 16
2.3.4 Implementasi Keperawatan 17
2.3.5 Evaluasi Keperawatan 18
BAB IV PENUTUP..............................................................................................63
4.1 Kesimpulan......................................................................................................63
4.2 Saran................................................................................................................63
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
JURNAL
SAP
LEAFLET

iii
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Ulkus diabetik pedis komplikasi dari penyakit diabetes melitus (DM) yang
memerlukan perawatan di rumah sakit. Ulkus diabetik pedis merupakan penyebab
utama masuknya infeksi bakteri atau jamur, amputasi dan kematian dini
(PERKENI 2011)
Ulkus diabetikum dapat terjadi akibat proses penyembuhan luka yang
lambat sehingga meningkatkan kerentanan terhadap suatu infeksi, hal ini
disebabkan karena adanya gangguan neurologis (neuropati) dan vaskuler pada
tungkai (Rebolledo dkk 2011, hlm 156).
Komplikasi ulkus kaki diabetik merupakan penyebab tersering dilakukannya
amputasi yang didasari oleh kejadian non traumatik. Risiko amputasi 15-40 kali
lebih sering pada penderita DM dibandingkan dengan non-DM. Komplikasi akibat
ulkus kaki diabetik menyebabkan lama rawat penderita DM menjadi lebih
panjang. Lebih dari 25% penderita DM yang dirawat adalah akibat ulkus kaki
diabetik. Sebagian besar amputasi pada ulkus kaki diabetik bermula dari ulkus
pada kulit (Singh, 2015).
Peningkatan jumlah pasien DM memiliki dampak terhadap peningkatan
komplikasi ulkus diabetik pedis. Sepertiga dari pasien DM akan mengalami
masalah ulkus dibetik pedis (Zhang dkk 2012, hlm 216). Menurut hasil penelitian,
95,8% pasien yang dirawat di rumah sakit dengan ulkus diabetik menunjukkan
adanya infeksi (ADA 2010). Prevalensi ulkus diabetik di Indonesia sebanyak
15%, angka amputasi 30%, angka mortalitas 32% dan ulkus diabetik merupakan
sebab perawatan rumah sakit terbanyak sebesar 80% (Riyanto 2007, hlm 16).
Ulkus kaki diabetik diperkirakan terjadi pada 15% dari pasien DM tipe II
tahun 2010-2015, di Amerika Serikat lebih dari 60% atau sekitar 82.000 kejadian
amputasi anggota tubuh bagian bawah bukan disebabkan trauma, namun lebih
banyak disebabkan oleh DM (American Podiatric Medical Association, 2013).
Sedangkan di Indonesia sendiri prevalensi ulkus kaki diabetik berkisar antara

1
2

17,3% sampai 32,9% dari seluruh penderita DM yang dirawat di rumah sakit
(Depkes RI, 2015)
Proses penyembuhan luka memiliki beberapa tahapan yaitu inflamasi,
proliferasi, fibroblastik dan maturasi atau remodeling. Penyembuhan luka
melibatkan banyak faktor termasuk fungsi seluler dan biokimia untuk
mengembalikan integritas jaringan. Selain itu faktor yang mempengaruhi
penyembuhan luka adalah status gizi, hal ini dikarenakan penyembuhan luka
memerlukan zat-zat metabolisme. Protein merupakan salah satu zat metabolisme
yang diperlukan dalam penyembuhan luka. Protein mensuplai asam amino yang
dibutuhkan untuk perbaikan jaringan dan generalisasi. Albumin merupakan
protein utama dalam tubuh. Albumin berfungsi untuk memelihara tekanan onkotik
plasma dan mengangkut nutrisi dalam aliran darah. Sehingga membantu dalam
proses penyembuhan luka. Kesembuhan luka juga sangat dipengaruhi oleh suplai
oksigen dan nutrisi ke dalam jaringan. Oksigen yang berikatan dengan molekul
protein hemoglobin diedarkan ke jaringan dan sel-sel tubuh melalui sistem
peredaran darah.
Berdasarkan uraian diatas mahasiswa dapat menyimpulkan bahwa ulkus
diabetik pedis harus mendaptkan perawatan dan pengobatan untuk kesembuhan.
Dengan kesimpulan tersebut, mahasiswa dapat melengkapi asuhan keperawatan
khususnya pada pasien dengan diagnosa medis ulkus diabetik pedis.
1

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka mahasiswa mengambil rumusan
masalah bagaimana cara memberikan asuhan keperawatan pada dengan diagnosa
medis Ulkus Diabetik Pedis

1.3 Tujuan Penulisan


1.3.1 Tujuan umum
Agar penulis mampu berpikir secara logis dan ilmiah dalam memberikan
asuhan keperawatan khususnya pada dengan diagnosa medis Ulkus Diabetik Pedis
dengan menggunakan pendekatan manajemen keperawatan secara benar, tepat dan
sesuai dengan standard keperawatan secara professional.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Melakukan pengkajian status kesehatan pada Ny.Y dengan masalah Ulkus
Diabetik Pedis
1.3.2.2 Menegakan dianosa keperawatan yang mungkin muncul pada Ny. Y
dengan masalah Ulkus Diabetik Pedis
1.3.2.3 Membuat intervensi keperawatan sesuai dengan diagnosa yang muncul
pada Ny. Y dengan masalah Ulkus Diabetik Pedis
1.3.2.4 Membuat implementasi keperawatan sesuai dengan intervensi yang di buat
pada Ny. Y dengan masalah Ulkus Diabetik Pedis
1.3.2.5 Membuat evaluasi asuhan keperawatan pada Ny. Y dengan masalah Ulkus
Diabetik Pedis
1.3.2.6 Mampu melakukan dokumentasi keperawatan pada pasien dengan
penyakit Ulkus Diabetik Pedis

1.4 Manfaat
1.4.1 Untuk Mahasiswa
Memberikan pengalaman yang nyata tentang asuhan keperawatan
khususnya pada dengan diagnosa medis Ulkus Diabetik Pedis
1.4.2 Untuk Klien dan Keluarganya
3

Pasien dan keluarga mengerti cara perawatan dan menghindari penyebab


pada penyakit secara benar dan bisa melakukan perawatan dirumah dengan
mandiri.
1.4.3 Untuk Institusi
Dapat digunakan sebagai informasi bagi institusi pendidikan dalam
pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan dan peningkatan mutu
pendidikan dimasa yang akan datang.
1.4.4 Untuk IPTEK
Dapat digunakan sebagai kunci untuk membangun kekuatan daya saing
yang bernilai tambah dan memberikan keunggulan kompetitif pada masa
yang akan datang.
5

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit Ulkus Diabetik Pedis


2.1.1 Definisi
Ulkus diabetik pedis adalah salah satu komplikasi kronis dari penyakit
diabetes melitus berupa luka pada permukaan kulit kaki penderita diabetes disertai
dengan kerusakan jaringan bagian dalam atau kematian jaringan, baik dengan
ataupun tanpa infeksi, yang berhubungan dengan adanya neuropati dan atau
penyakit arteri perifer pada penderita diabetes melitus (Alexiadou dan Doupis,
2012).
Ulkus Diabetik pedis merupakan komplikasi kronik dari Diabetes Melllitus
sebagai sebab utama morbiditas, mortalitas serta kecacatan penderita Diabetes.
Kadar LDL yang tinggi memainkan peranan penting untuk terjadinya Ulkus
Diabetik untuk terjadinya Ulkus Diabetik melalui pembentukan plak
atherosklerosis pada dinding pembuluh darah, (zaidah 2015).
Ulkus diabetik pedis adalah luka yang dialami oleh penderita diabetes
mellitus pada area kaki dengan kondisi luka mulai dari luka superficial, nekrosis
kulit, sampai luka dengan ketebalan penuh, yang dapat meluas ke jaringan lain
seperti tendon, tulang dan persendian, jika ulkus dibiarkan tanpa penatalaksanaan
yang baik akan mengakibatkan infeksi atau gangren (Setiyawan, 2016).
Dapat di simpulkan bahwa ulkus diabetik pedis adalah luka terbuka yang
dialami oleh penderita diabetes terletak di telapak pada kaki bagian bawah atau
samping dan disertai dengan kerusakan jaringan atau kematian jaringan.
6

2.1.2 Anatomi Fisiologi


2.1.2.1 Anatomi
Kulit merupakan organ tubuh yang paling luas yang berkontribusi terhadap
total berat tubuh sebanyak 7 %. Keberadaan kulit memegang peranan penting
dalam mencegah terjadinya kehilangan cairan yang berlebihan, dan mencegah
masuknya agen-agen yang ada di lingkungan seperti bakteri, kimia dan radiasi
ultraviolet. Kulit juga akan menahan bila terjadi kekuatan-kekuatan mekanik
seperti gesekan (friction), getaran (vibration) dan mendeteksi perubahan-
perubahan fisik di lingkungan luar, sehingga memungkinkan seseorang untuk
menghindari stimuli-stimuli yang tidak nyaman. Kulit membangun sebuah barier
yang memisahkan organ-organ internal dengan lingkungan luar, dan turut
berpartisipasi dalam berbagai fungsi tubuh vital.

1. Epidermis  
Epidermis berasal dari ektoderm, terdiri dari beberapa lapis (multilayer).
Epidermis sering kita sebut sebagai kuit luar.Epidermis merupakan lapisan teratas
pada kulit manusia dan memiliki tebal yang berbeda-beda: 400-600 μm untuk
kulit tebal (kulit pada telapak tangan dan kaki) dan 75-150 μm untuk kulit tipis
(kulit selain telapak tangan dan kaki, memiliki rambut).
7

2. Dermis
Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap sebagai
“True Skin” karena  95%  dermis membentuk ketebalan kulit.Terdiri atas jaringan
ikat yang menyokong epidermis dan menghubungkannya dengan jaringan
subkutis. Tebalnya bervariasi, yang paling      tebal pada telapak kaki sekitar
3 mm.Kulit jangat atau dermis  menjadi tempat ujung saraf perasa, tempat
keberadaan kandung rambut, kelenjar keringat, kelenjar-kelenjar palit atau
kelenjar minyak, pembuluh-pembuluh darah dan getah bening, dan otot penegak
rambut (muskulus arektor pili). Lapisan ini elastis & tahan lama, berisi jaringan
kompleks ujung-ujung syaraf, kelenjar sudorifera, kelenjar. Sebasea, folikel
jaringan rambut & pembuluh darah yang juga merupakan penyedia nutrisi bagi
lapisan dalam epidermis.
Dermis atau cutan (cutaneus), yaitu lapisan kulit di bawah epidermis.
Penyusun utama dari dermis adalah kolagen. Membentuk bagian terbesar kulit
dengan memberikan kekuatan dan struktur pada kulit, memiliki ketebalan yang
bervariasi bergantung pada daerah tubuh dan mencapai maksimum 4 mm di
daerah punggung. Dermis terdiri atas dua lapisan dengan batas yang tidak nyata,
yaitu stratum papilare dan stratum reticular.

3. Subkutan atau Hipodermi


Pada bagian subdermis ini terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel
lemak di dalamnya.Pada lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh
darah dan getah bening. Untuk sel lemak pada subdermis, sel lemak dipisahkan
oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan terdalam yang banyak mengandung sel
liposit yang menghasilkan banyak lemak. Disebut juga panikulus adiposa yang
berfungsi sebagai cadangan makanan. Berfungsi juga sebagai bantalan antara kulit
dan setruktur internal seperti otot dan tulang. Sebagai mobilitas kulit, perubahan
kontur tubuh dan penyekatan panas.Sebagai bantalan terhadap trauma. Tempat
penumpukan energi.
Lapisan ini terutama mengandung jaringan lemak, pembuluh darah dan limfe,
saraf-saraf yang berjalan sejajar dengan permukaan kulit. Cabang-cabang dari
8

pembuluh-pembuluh dan saraf-saraf menuju lapisan kulit jangat. Jaringan ikat


bawah kulit berfungsi sebagai bantalan atau penyangga benturan bagi organ-organ
tubuh bagian dalam, membentuk kontur tubuh dan sebagai cadangan makanan.
Ketebalan dan kedalaman jaringan lemak bervariasi sepanjang kontur tubuh,
paling tebal di daerah pantat dan paling tipis terdapat di kelopak mata. Jika usia
menjadi tua, kinerja liposit dalam jaringan ikat bawah
kulit juga menurun. Bagian tubuh yang sebelumnya berisi banyak lemak,
lemaknya berkurang sehingga kulit akan mengendur serta makin kehilangan
kontur

2.1.2.2 Fungsi Kulit


2.1.2.2.1 Proteksi (melindungi) :
Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisik atau
mekanis, misalnya terhadap gesekan, tarikan, gangguan kimiawi yang
dapat menimbulkan iritasi (lisol, karbol dan asam kuat). Gangguan
panas misalnya radiasi, sinar ultraviolet, gangguan infeksi dari
luar misalnya bakteri dan jamur. Karena adanya bantalan lemak,
tebalnya lapisan kulit dan serabut-serabut jaringan penunjang berperan
sebagai pelindung terhadap gangguan fisis.
2.1.2.2.2 Absorbsi (menyerap) :
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat,
tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitu juga
yang larut dalam lemak. Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2 dan uap
air memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi.
Kemampuan absorbsi kulit dipengaruhi tebal tipisnya kulit, hidrasi,
kelembapan dan metabolisme.
2.1.2.2.3 Regulasi (Pengatur Panas) :
Suhu tubuh tetap stabil meskipun terjadi perubahan suhu lingkungan.
Hal ini karena adanya penyesuaian antara panas yang dihasilkan oleh
pusat pengatur panas, medula oblongata. Suhu normal dalam tubuh
yaitu suhu viseral 36-37,5 derajat untuk suhu kulit lebih rendah.
2.1.2.2.4 Ekskresi (Pengeluaran) :
9

Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi


atau zat sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat,
dan amonia. Sebum yang diproduksi oleh kulit berguna untuk
melindungi kulit karena lapisan sebum (bahan berminyak
yang melindungi kulit) ini menahan air yang berlebihan sehingga kulit
tidak menjadi kering. Produksi kelenjar lemak dan keringat
menyebabkan keasaman pada kulit. 
2.1.2.2.4 Persepsi / Reseptor (Peraba) :
Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis.
Respons terhadap rangsangan panas diperankan oleh dermis dan
subkutis, terhadap dingin diperankan oleh dermis, perabaan diperankan
oleh papila dermis dan markel renvier, sedangkan tekanan diperankan
oleh epidermis. 
2.1.2.2.5 Pembentukan Pigmen :
Sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak pada lapisan basal dan sel
ini berasal dari rigi saraf. Melanosit membentuk warna kulit. Enzim
melanosum dibentuk oleh alat golgi dengan bantuan tirosinase, ion Cu,
dan O2 terhadap sinar matahari memengaruhi melanosum.
2.1.2.2.6 Keratinisasi :
Keratinosit dimulai dari sel basal yang mengadakan pembelahan. Sel
basal yang lain akan berpindah ke atas dan berubah bentuk menjadi sel
spinosum. Makin ke atas sel ini semakin gepeng dan bergranula
menjadi sel granulosum. Semakin lama intinya menghilang dan
keratonosit ini menjadi sel tanduk yang amorf. Proses ini berlangsung
terus menerus seumur hidup. Keratinosit melalui proses sintasis dan
degenerasi menjadi lapisan tanduk yang berlangsung kira-kira 14-21
hari dan memberikan perlindungan kulit terhadap infeksi secara
mekanis-fisiologik
10

2.1.3 Etiologi
Beberapa etiologi yang menyebabkan ulkus diabetes meliputi
neuropati, penyakit arterial, tekanan dan deformitas kaki. Faktor yang
paling banyak menyebabkan ulkus diabetik adalah neuropati, trauma, dan
deformitas kaku, yang sering disebut dengan Critical Triad of Diabetic
Ulcers. Penyebab lain ulkus diabetik adalah iskemik, infeksi, edema, dan
kalus. Ulkus diabetik merupakan penyebab tersering pasien harus
diamputasi, sehingga faktor-faktor tersebut juga merupakan faktor
predisposisi terjadinya amputasi (Frykberg dalam Dafianto, 2016)

1.1.4 Klasifikasi
Menurut Frykberg dalam Dafianto (2016), klasifikasi laserasi dapat
menfasilitasi pendekatan logis untuk pengobatan dan bantuan dalam prediksi
hasil. Beberapa sistem klasifikasi luka telah dibuat, berdasarkan parameter seperti
luasnya infeksi, neuropati, iskemia, kedalaman atau luasnya kehilangan jaringan,
dan lokasi. Klasifikasi derajat ulkus diabetik dapat dibagi menjadi enam tingkatan
menurut sistem Wagner berdasarkan dalamnya luka, derajat infeksi, dan derajat
gangren (PERKENI dalam Dafianto, 2016), yaitu:

Tabel 1 Klasifikasi derajat ulkus menurut sistem Meggitt-Wagner


Deraja Keterangan
t
0 Belum ada luka terbuka, kulit masih utuh dengan kemungkinan
disertai kelainan bentuk kak
1 Luka superfisial
2 Luka sampai pada tendon atau lapisan subkutan yang lebih
dalam, namun tidak sampai pada tulang
3 Luka yang dalam, dengan selulitis atau formasi abses
4 Gangren yang terlokalisir (gangren dari jari-jari atau bagian
depan kaki/forefoot)
5 Gangren yang meliputi daerah yang lebih luas (sampai pada
daerah lengkung kaki/mid/foot dan belakang kaki/hindfoot)
11

Selain klasifikasi dari Wagner, konsensus internasional tentang kaki


diabetik pada tahun 2013 menghasilkan klasifikasi PEDIS dimana terinci
sebagai berikut:

Tabel 2 Klasifikasi PEDIS


Gangguan Perfusi 1. Tidak ada
2. Penyakit arteri perifer tetapi tidak parah
3. Iskemi parah pada kaki
Ukuran (Extend) 1. Permukaan kaki, hanya sampai dermis
2. Luka pada kaki sampai di bawah dermis
dalam mm dan
meliputi fasia, otot atahu tendon
Dalamnya (Depth) 3. Sudah mencapai tulang dan sendi

Infeksi 1. Tidak ada gejala


2. Hanya infeksi pada kulit dan jaringan tisu
3. Eritema > 2 cm atahu ifeksi meliputi
subkutan tetapi tidak ada tanda inflamasi
4. Infeksi dengan manifestasi demam,
leukositosis, hipotensi dan azotemia
Hilang sensasi 1. Tidak ada
2. Ada

Klasifikasi PEDIS digunakan pada saat pengkajian ulkus diabetik.


Pengkajian dilihat dari bagaimana gangguan perfusi pada kaki, berapa
ukuran dalam mm (milimeter) dan sejauh mana kedalaman dari ulkus
diabetik, ada tidaknya gejala infeksi serta ada atau tidaknya sensasi pada
12

kaki. Kemudahan yang ingin diperkenalkan untuk menilai derajat


keseriusan luka adalah menilai warna dasar luka. Sistem ini diperkenalkan
dengan sebutan RYB (Red, Yellow, Black) atau merah, kuning, dan hitam
(Arsanti dalam Yunus, 2015), yaitu:
1.1.4.1 Red/Merah
Merupakan luka bersih, dengan banyak vaskulariasi, karena mudah
berdarah. Tujuan perawatan luka dengan warna dasar merah adalah
mempertahankan lingkungan luka dalam keadaan lembab dan mencegah
terjadinya trauma dan perdarahan.
1.1.4.2 Yellow/Kuning
Luka dengan warna dasar kuning atau kuning kehijauan adalah jaringan
nekrosis. Tujuan perawatannya adalah dengan meningkatkan sistem
autolisis debridement agar luka berwarna merah, absorb eksudate,
menghilangkan bau tidak sedap dan mengurangi kejadian infeksi.
1.1.4.3 Black/Hitam
Luka dengan warna dasar hitam adalah jaringan nekrosis, merupakan
jaringan vaskularisasi. Tujuannya adalah sama dengan warna dasar kuning
yaitu warna dasar luka menjadi merah.

2.1.5 Patofisiologi
Salah satu komplikasi kronik atau akibat jangka panjang diabetes
melitus adalah ulkus diabetik. Ulkus diabetik disebabkan oleh adanya tiga
faktor yaitu iskemi, neuropati, dan infeksi. Kadar glukosa darah yang tidak
terkendali akan menyebabkan komplikasi kronik neuropati perifer berupa
neuropati sensorik, motorik. Penderita diabetes juga menderita kelainan
vaskuler berupa iskemi. Hal ini disebabkan proses makroangiopati dan
menurunnya sirkulasi jaringan yang ditandai oleh hilang atau
berkurangnya denyut nadi arteri dorsalis pedis,arteri tibialis, dan arteri
paplitea. Inilah yang menyebabkan kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku
menebal. Selanjutnya terjadi nekrosis jaringan, sehingga timbul ulkus yang
biasanya timbul dari ujung kaki atau tungkai kaki. Kelainan neurovaskuler
pada penderita diabetes diperberat dengan atherosklerosis.
13

Atherosklerosis merupakan kondisi arteri menebal dan menyempit


karena penumpukan lemak didalam pembuluh darah. Menebalnya arteri
dikaki dapat mempengaruhi otot-otot kaki karena berkurangnya suplai
darah, kesemutan, rasa tidak nyaman, dan dalam jangka waktu yang lama
dapat mengakibatkan kematian jaringan yang akan berkembang menjadi
ulkus kaki diabetes. Proses angiopati pada penderita diabetes mellitus
berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh darah perifer tungkai
bawah terutama kaki, akibat perfusi jaringan bagian distal tungkai kaki
berkurang (Wijaya & Putri, 2013).
Terjadinya ulkus diabetikum pada ekstremitas bawah diawali karena
adanya ketidakstabilan kadar glukosa dalam darah yang menyebabkan
kelainan neuropati, dan pembuluh darah, baik neuropati sensorik ataupun
motorik, dan autonomik, akan mengakibatkan berbagai perubahan kulit
dan otot yang kemudian akan menyebabkan ulkus diabetikum pada
penderita diabetes mellitus (Haryono & Utami, 2019).
10

1. Neuropati sensori perifer


Woc Ulkus Diabetik 2. Deformitas
3. Infeksi
4. Trauma

Ulkus Diabetik Pedis

B1 B2 B3 B4 B5 B6
1

Intake glukosa sel Hiperglikemia Neuropati Diabetik Hiperglikemia Katabolisme Neuropati perifer
berkurang protein

Viskositas darah Makroangiopati Glikosuria Gg. Sensori motorik


Ketoasidosis Merangsang
Terganggunya aliran hipotalamus
Aliran darah Poliurea Trauma
darah ke kaki
Pernafasan kusmaul melambat
Polidipsi dan
Osmotik diuresis Polifagi Ulkus
Iskemik jaringan Trauma
MK: Gangguan Pola
Napas Risiko infeksi
Luka Dehidrasi
Masukan yg
MK:Perfusi Perifer melebihi aktivitas
Tidak Efektif Infeksi
Luka sulit sembuh MK:Resiko
Kekurangan cairan
dan Elektrolit MK: Defisit nutrisi Ganggren
Iskemik

MK: Nyeri Akut MK:


- gangguan integritas
jaringan/kulit
- Hambatan Mobilitas
Gg istirahat tidur Fisik
11

2.1.6 Manifestasi Klinis (Tanda & Gejala)


Tanda dan gejala ulkus diabetik (Arisanti dalam Yunus, 2010), yaitu:
2.1.6.1 Sering kesemutan
2.1.6.2 Nyeri kaki saat istirahat
2.1.6.3 Sensasi rasa berkurang
2.1.6.4 Kerusakan jaringan (nekrosis)
2.1.6.5 Penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis, tibialis, dan poplitea
2.1.6.6 Kaki menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal
2.1.6.7 Kulit kering.

2.1.7 Komplikasi
2.1.7.1 Komplikasi mikrovaskuler
Komplikasi ini terjadi pada pasien diabetes dengan tipe 1 yaitu nefropati,
diabetik retinopati atau pasien mengalami kebutaan, neuropati dan amputasi
akibat luka diabetes yang sudah tidak mengalami perawatan dengan baik lalu
mengalami infeksi yang sangat parah.
2.1.7.2 Komplikasi makrovaskuler
Pada komplikasi makrovaskuler yang biasanya umum berkembang yaitu
trombosit otak atau dibagian otak mengalami pembekuan darah sebagian, gagal
jantung kongestif, penyakit jantung koroner dan mengalami stroke.

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang tentang diabetes mellitus terkait ulkus diabetik
(Wijaya & Putri,2013), yaitu:
2.1.8.1 Pemeriksaan darah meliputi gula darah sementara (GDS)> 200mg/dL,
gula darah puasa >120mg/dL dan 2 jam post prandial >200mg/dL.
2.1.8.2 Pemeriksaan urine adalah pemeriksaan yang didapatkan adanya glukosa
dalam urine. Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine
urine : hijau (+), kuning (++), merah (+++), dan merah bata (++++).
2.1.8.3 Pemeriksaan foto polos pada kaki diabetik dapat menunjukkan
demineralisasi dan sendi Charcot serta adanya osteomielitis. 
12

2.1.8.4 Computed Tomographic (CT) scan dan Magnetic Resonance Imanging


(MRI): meskipun pemeriksa yang berpengalaman dapat mendiagnosis
abses dengan pemeriksaan fisik, CT scan atau MRI dapat digunakan
untuk membantu diagnosis abses apabila pada pemeriksaan fisik tidak
jelas. 
2.1.8.5 Bone scaning masih dipertanyakan kegunaannya karena besarnya hasil
false positif dan false negatif. Penelitian mutakhir menyebutkan 99mTc-
IabeIed ciprofolxacin sebagai penanda (marker) untuk osteomielitis. 
2.1.8.6 Arteriografi konvensional: apabila direncanakan pembedahan vaskuler
atau endovaskuler, arteriografi diperlukan untuk memperlihatkan luas
dan makna penyakit atherosklerosis. Resiko yang berkaitan dengan
injeksi kontras pada angiografi konvensional berhubungan dengan
suntikan dan agen kontras

2.1.9 Penatalaksanaan
Menurut Singh et al. dalam Dafianto (2016), perawatan standar untuk
ulkus diabetik idealnya diberikan oleh tim multidisiplin dengan memastikan
kontrol glikemik, perfusi yang adekuat, perawatan luka lokal dan debridement
biasa, off-loading kaki, pengendalian infeksi dengan antibiotik dan pengelolaan
komorbiditas yang tepat. Pendidikan kesehatan pada pasien akan membantu
dalam mencegah ulkus dan kekambuhannya.
2.1.9.1 Mencuci luka
Merupakan hal pokok untuk meningkatkan, memperbaiki dan
mempercepat proses penyembuhan luka serta menghindari kemungkinan
terjadinya infeksi. Proses pencucian luka bertujuan untuk membuang
jaringan nekrosis, cairan luka yang berlebihan, sisa balutan yang
digunakan dan sisa metabolik tubuh pada permukaan luka. Cairan yang
terbaik untuk mencuci luka adalah yang non toksik pada proses
penyembuhan luka (misalnya NaCl 0,9%). Penggunaan hidrogenperoxida
hypoclorite solution dan beberapa cairan debridement lainnya. Cairan
antiseptik seperti provine iodine sebaiknya hanya digunakan saat luka
terinfeksi atau tubuh pada keadaan penurunan imunitas.
13

2.1.9.2 Debridement
Debridement luka dapat mempercepat penyembuhan dengan menghapus
jaringan nekrotik, partikulat, atau bahan asing, dan mengurangi beban
bakteri. Cara konvensional adalah menggunakan pisau bedah dan
memotong semua jaringan yang tidak diinginkan termasuk kalus dan
eschar.
2.1.9.3 Dressing
Bahan dressing kasa saline-moistened (wet-to-dry); dressing
mempertahankan kelembaban (hidrogel, hidrokoloid, hydrofibers,
transparent films dan alginat) yang menyediakan debridement fisik dan
autolytic masing-masing; dan dressing antiseptik (dressing perak,
cadexomer). Dressing canggih baru yang sedang diteliti, misalnya gel
Vulnamin yang terbuat dari asam amino dan asam hyluronic yang
digunakan bersama dengan kompresi elastic telah menunjukan hasil yang
positif
2.1.9.4 Off-loading
Tujuan dari Off-loading adalah untuk mengurangi tekanan plantar dengan
mendistribusikan ke area yang lebih besar, untuk menghindari pergeseran
dan gesekan, dan untuk mengakomodasi deformitas.
2.1.9.5 Terapi medis
Kontrol glikemik yang ketat harus dijaga dengan penggunaan diet
diabetes, obat hipoglikemik oral dan insulin. Infeksi pada jaringan lunak
dan tulang adalah penyebab utama dari perawatan pada pasien dengan
ulkus diabetik di rumah sakit. Gabapentin dan pregabalin telah digunakan
untuk mengurangi gejala nyeri neuropati DM.
2.1.9.6 Terapi adjuvan
Strategi manajemen yang ditujukan matriks ekstraselular yang rusak pada
ulkus diabetik termasuk mengganti kulit dari sel-sel kulit yang tumbuh
dari sumber autologus atau alogenik ke kolagen atau asam polylactic.
Hieprbarik oksigen telah merupakan terapi tambahan yang berguna untuk
ulkus diabetik dan berhubungan dengan penurunan tingkat amputasi.
14

Keuntungan terapi oksigen topikal dalam mengobati luka kronis juga telah
tercatat.
2.1.9.7 Manajemen bedah
Manajemen bedah yang dapat dilakukan ada 3 yaitu wound closure
(penutupan luka), revascularization surgery, dan amputasi. Penutupan
primer memungkinkan untuk luka kecil, kehilangan jaringan dapat ditutupi
dengan bantuan cangkok kulit, lipatan atau pengganti kulit yang tersedia
secara komersial. Pasien dengan iskemia perifer yang memiliki gangguan
fungsional signifikan harus menjalani bedah revaskularisasi jika
manajemen medis gagal. Hal ini mengurangi risiko amputasi pada pasien
ulkus diabetik iskemik. Amputasi merupakan pilihan terakhir jika terapi-
terapi sebelumnya gagal.

2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
2.2.1.1 Anamnesa
Identitas Penderita
Meliputi nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
alamat, status perkawinan, suku bangsa, nomor register, tanggal masuk
rumah sakit dan diagnosa medis.
2.2.1.2 Keluhan Utama
Adanya rasa kesemutan pada kaki/tungkai bawah, rasa raba yang menurun,
adanya luka yang tidak sembuh-sembuh dan berbau, adanya nyeri pada
luka.
2.2.1.3 Riwayat Kesehatan
1) Riwayat kesehatan sekarang
Berisi tentang kapan terjadinya luka, penyebab terjadinya luka
serta upaya yang telah dilakukan oleh penderita untuk
mengatasinya.
2) Riwayat Kesehatan Dulu
Adanya riwayat penyakit DM atau penyakit-penyakit lain yang ada
kaitannya dengan defisiensi insulin misalnya penyakit pankreas,
15

gangguan penerimaan insulin, gangguan hormonal dan pemberian


obat-obatan. Adanya riwayat penyakit jantung, obesitas, maupun
arterosklerosis.
3) Riwayat kesehatan keluarga
Diabetes dapat menurun menurut silsilah keluarga yang mengidap
diabetes, karena kelainan gen yang mengakibatkan tubuhnya tak
dapat menghasilkan insulin dengan baik akan disampaikan
informasinya pada keturunan berikutnya.
4) Riwayat psikososial
Meliputi informasi mengenai perilaku, perasaan dan emosi yang
dialami penderita sehubungan dengan penyakitnya serta tanggapan
keluarga terhadap penyakit penderita.

2.3.2.1 Pemeriksaan fisik


2.3.2.1.1 Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan, berat
badan dan tanda-tanda vital. (Wijaya & Putri, 2013)
2.3.2.1.2 Sistem integument
Pada pasien dapat ditemukan adanya kulit kurang sehat atau kurang
kuat dalam pertahanannya, sehingga mudah terkena infeksi dan
penyakit jamur. Pada pasein dapat ditemukan adanya turgor kulit
menurun, adanya luka atau warna kehitaman pada luka, kelembaban
dan suhu kulit di daerah sekitar ulkus, kemerahan pada kulit sekitar
luka, adanya pus pada ulkus (Wijaya & Putri, 2013).
2.3.2.1.3 Sistem kardiovaskuler
Pada pasien dapat ditemukan adanya riwayat hipertensi atau hipotensi,
takhikardi, palpitasi (Tarwoto dkk, 2016).
2.3.2.1.4 Sistem gastrointestinal
Pada pasien dapat ditemukan adanya mual dan muntah, peningkatan
nafsu makan, banyak minum dan rasa haus meningkat (Wijaya & Putri,
2013).
2.3.2.1.5 Sistem urinarius
16

Pada pasien dapat di temukan adanya poliuri (kencing terusmenserus),


retensi urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih
dan diare (Wijaya & Putri, 2013).
2.3.2.1.6 Sistem muskuloskeletal
Pada pasien dapat ditemukan adanya, kelemahan otot, nyeri tulang,
adanya kesemutan, kram ekstremitas, osteomyelitis (Tarwoto dkk,
2016).
2.3.2.1.7 Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parathesia, anastesia, letargi, mengantuk,
reflek lambat, kacau mental, disorientasi (Wijaya & Putri, 2013).
2.4.2.1 Pemeriksaan Penunjang
Penunjang X-Ray, EMG dan pemeriksaan laboratorium untuk
mengetahui apakah ulkus diabetik menjadi infeksi dan menentukan
kuman penyebabnya (Tarwoto dalam Yunus, 2015).Penunjang

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


2.2.2.1 Nyeri akut berhubungan dengan agen fisik. (D.0077. Hal.172)
2.2.2.2 Gangguan integritas jaringan kulit berhubungan dengan gangguan
metabolisme (ulkus DM). (D.0129. Hal. 282)
2.2.2.3 Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan luka dikaki yang
tak kunjung sembuh (D.0009. Hal 37)
2.2.2.4 Gangguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri yang dirasakan.
(D.0055. Hal 126)
2.2.2.5 Risiko tinggi infeksi berhubungan dengan kadar glukosa tinggi, atau
penurunan fungsi leukosit atau perubahan pada sirkulasi . (D.0142. Hal.
304)
2.2.2.6 Ketidakstabilan glukosa darah berhubungan dengan hiperglikemia
(D.0027 Hal.71)
17
18

No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


SDKI SLKI SIKI
1. Nyeri akut berhubungan Tingkat Nyeri (L.08066 hal. 145) Manajemen Nyeri (I.08238 hal. 201)
dengan agen fisik. (D. 0077
Observasi
hal. 172) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
1x7 jam diharapkan nyeri berkurang dengan frekuensi, kualitas, intensitasi nyeri
kriteria hasil: 2. Identifikasi skala nyeri
1. Keluhan nyeri menurun (5) 3. Identifikasi respon nyeri non verbal
2. Meringis menurun (5) 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
3. Gelisah menurun (5) memperingan nyeri
4. Frekuensi nadi membaik (5) 5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap respon
nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri terhadap kualitas
hidup
8. Monitor keberhasilan terapi komplementer
yang sudah diberikan
9. Monitor efek samping penggunaan analgetik
19

Terapeutik
1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
2. Control lingkungan yang memperberat rasa
nyeri (mis. suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4. Anjurkan mengguanakan analgetik secara
tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik
20

2. Gangguan pola tidur Pola tidur (L.05045 Hal Dukungan tidur (I.05174 Hal 48)
berhubungan dengan rasa nyeri
yang dirasakan. (D.0055. Hal
126) Setelah di lakukan perawatan selama 1x7 jam Observasi
diharapkan pola tidur teratasi, dengan kriteria: 1. Identifikasi pola aktivitas dan tidur
2. Identifikasi factor pengganggu tidur fisik
1. Keluhan sulit tidur 1 dan/psikologis)
2. Keluhan sering terjaga 1 3. Identifikasi makanan dan minuman yang
3. Keluhan tidak puas tidur 1 mengganggu tidur (mis.
4. Keluan pola tidur berubah 1 Kopi,the,alcohol,makan mendekati
5. Keluhan istirahat tidak cukup 1 tidur,minum banyak air sebelum tidur).
4. Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi

Terapeutik
1. Modifikasi lingkungan
(mis,pencahayaan,kebisingan,suhu,matras,da
n tempat tidur)
2. Batasi waktu tidur siang, jika perlu
3. Fasilitasi menghilangkan stress sebelum tidur
4. Tetapkan jadwal tidur rutin
5. Lakukan prosedur untuk meningkatkan
kenyamanan (mis.pijat, pengaturan posisi,
terapi akupresur).
6. Sesuaikan jadwal pemberian obat dan/atau
tindakan untuk menunjang siklus tidur
terjaga
21

Edukasi
1. Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
2. Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
3. Anjurkan menghindari makanan/minuman
yang mengganggu tidur
4. Anjurkan pengguanaan obat tidur yang
mengandung suppressor terhadap tidur REM
5. Ajarkan factor-faktor yang berkontribusi
terhadap gangguan pola tidur (mis.
Psikologis, gaya hidup, sering berubah shift
bekerja)
6. Ajarkan relaksasi otot autogenic atau cara
nonfarmakologi lainnya

3. Gangguan integritas jaringan Integritas kulit dan jaringan (L.14125 hal. 33) Perawatan luka (I.06202 hal. 328)
kulit berhubungan dengan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
gangguan metabolisme (ulkus
1x7 jam diharapkan gangguan integritas kulit
DM). (D.0129. Hal. 282)
teratasi, dengan kriteria hasil:
1. Kerusakan jaringan menurun skor (5) Observasi
2. Kerusakan lapisan kulit menurun skor (5) 1. Monitor karakteristik luka (mis. drainase,
3. Nyeri menurun skor (5) warna, ukuran, bau)
4. Perdarahan menurun skor (5) 2. Monitor tanda-tanda infeksi
5. Kemerahan menurun skor (5)
6. Hematoma menurun skor (5)
7. Jaringan parut menurun skor (5)
Terapeutik
22

8. Suhu kulit membaik skor (5) 1. Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
2. Cukur rambut didaerah sekitar luka, jika
perlu
3. Bersihkan dengan cairan NaCl atau
pembersih nontoksik, sesuai kebutuhan
4. Bersihkan jaringan nekrotik
5. Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi
6. Pasang balutan sesuai jenis luka
7. Pertahankan teknik steril saat melakukan
perawatan luka
8. Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan
drainase
9. Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam
atau sesuai kondisi pasien
10. Berikan diet dengan kalori 30-35 kkal/kg
BB/hari dan protein 1,25-1,5 g/kg BB/hari
11. Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis.
vitamin A, vitamin C, zinc, asam amino),
sesuai indikasi
12. Berikan terapi TENS (stimulasi saraf
transcutaneous), jika perlu

Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi
23

kalori dan protein


3. Ajarkan prosedur perawatan luka secara
mandiri

Kolaborasi
1. Kolaborasi prosedur debridement (mis.
enzimatik, biologis, mekanis, autolitik
2. Kolaborasi pemberian antiniotik
4. Perfusi jaringan perifer tidak Perfusi Perifer (L.02011 hal. 84) Perawatan sirkulasi (I.02079 hal. 345)
efektif berhubungan dengan
luka di kaki yang tak kunjung
sembuh (D.0009. Hal 37) Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Observasi
1x7 jam diharapkan perfeusi perifer efektif
1. Periksa sirkulasi perifer (mis. nadi perifer,
dengan kriteria hasil:
edema, pengisian kapiler, warna, suhu, ankle-
1. Denyut nadi perifer meningkat skor (5) bracial index)
2. Penyembuhan luka meningkat skor (5) 2. Identifikasi faktor risiko gangguan sirkulasi
3. Warna kulit pucat menurun skor (5) (mis. diabetes, perokok, orang tua, hipertensi,
4. Pengisian kapiler membaik skor (5) dan kadar kolesterol tinggi)
5. Akral membaik skor (5) 3. Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau
6. Turgor kulit membaik skor 5 bengkak pada ekstermitas
Terapeutik
1. Hindari pemasangan infus atau pengambilan
24

darah di area keterbatasan perfusi


2. Hindari pengkuran tekanan darah pada
ektremitas dengan keterbatasan perfusi
3. Hindari penekanan dan pemasangan
tourniquet pada area yang cedera
4. Lakukan pencegahan infeksi
5. Lakukan perawatan kaki dan kuku
6. Lakukan hidrasi

Edukasi
1. Anjurkan berhenti merokok
2. Anjurkan berolahraga rutin
3. Anjurkan mngecek air mandi untuk
menghindari kulit terbakar
4. Anjurkan menggunakan obat penurun
tekanan darah, abtikoagulan, dan penurun
kolesterol, Jika perlu
5. Anjurkan minum obat pengontrol tekanan
darah secara teratur
6. Anjurkan menghindari penggunaan obat
penyekat beta
7. Anjurkan melakukan perawatan kulit yang
tepat (mis. rendah lemak jenuh, minyak ikan
omega 3)
8. Informasikan tanda dan gejala darurat yang
25

harus dilaporkan (mis. rasa sakit yang tidak


hilang saat istirahat, luka tidak sembuh,
hilangnya rasa)

5. Risiko tinggi infeksi Tingkat infeksi (L.14137 hal. 139) Pencegahan infeksi (I.14539 hal. 278)
berhubungan dengan kadar
glukosa tinggi, atau penurunan
fungsi leukosit atau perubahan Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama Observasi
pada sirkulasi . (D.0142. Hal. 1x7 jam diharapkan tidak ditemukan tanda-
304 1. Monitor tanda dan gejala infeksi local dan
tanda infeksi, dengan kriteria hasil:
sitemik
1. Demam menurun skor 5
2. Kemerahan menurun skor 5
Terapeutik
3. Nyeri menurun skor 5
4. Bengkak menurun skor 5 1. Batasi jumlah pengunjung
5. Kadar sel darah putih membaik skor 5 2. Berikan perawatan kulit pada area edema
3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien dan lingkungan pasien
4. Pertahankan teknik aseptic pada pasien
beresiko tinggi

Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
26

3. Ajarkan etika batuk


4. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau
luka operasi
5. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
6. Anjurkan meningkatkan asupan cairan

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu

6. Ketidakstabilan glukosa darah Ketidakstabilan glukosa darah (Hal 480) Manajemen Hiperglikemia (I.03119 hal. 180)
berhubungan dengan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
hiperglikemia (D.0027 Hal.71)
1x7 jam diharapkan GDS dalam batas normal,
Observasi
dengan kriteria hasil:
1. Identifikasi kemungkinan penyebab
hiperglikemia
1. Pusing Menurun Skor (5) 2. Identifikasi status yang menyebabkan
2. Lelah/lesu Menurun (5) kebutuhan insulin meningkat ((mis. Penyakit
3. Keluhan lapar menurun (5) 3. Monitor kadar glukosa darah, jika perlu
4. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia (mis.
Poliuria, polidipsi, polifagia, kelemahan,
pandangan kabur, sakit kepala)
5. Monitor intake dan output carian
6. Monitor keton urin, kadar analisa gas darah,
elektrolit, tekanan darah
27

Terapeutik
1. Berikan asupan carian oral
2. Konsultasi dengan medis tanda dan gejala
hiperglikemia tetap ada atau membaik
3. Fasilitasi ambulasi jika ada hipetensi
ortostatik

Edukasi
1. Anjurkan menghindari olahraga saat kadar
glukosa darah lebih dari 200mg/dl
2. Anjurkan monitor kadar glukosa darah
secara mandiri
3. Anjurkan kepatuhan diet dan olahraga
4. Ajarkan indikasi dan pentingnya pengujian
keton urin, jika perlu
5. posisi duduk, jika mampu
6. Ajarkan pengelolaan diabetes (mis.
Penggunaan isnulin, obat oral, monitor
asupan pengganti karbohidrat, dan bantuan
profesional kesehatan)

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian cairan IV, jika perlu
28

3. Kolaborasi pemberian kalium, jika perlu


29

2.2.4 Implementasi Keperawatan


Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter & Perry, 2011).

2.2.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah
tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk mengatasi
suatu masalah. (Meirisa, 2013).
30

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa :Alvika Nurma Siswanti


NIM :2018. C. 10a.0924
Ruang Praktek :Sistem Integumen
Tanggal Praktek :09-November-2020
Tanggal & Jam Pengkajian :10-November-2020

1.1 PENGKAJIAN

1.1.1 Identitas Pasien


Pada saat dilakukan pengkajian pada hari selasa, 10-November-2020
pukul 07: 00 WIB pada Ny Y Jenis Kelamin Perempuan berusia 55 tahun,
suku Dayak/Indonesia, agama Islam, Pekerjaan Swasta, Pendidikan SD,
status perkawinan kawin, Alamat Jln. Betet Palangka Raya Masuk Rumah
sakit pada tanggal 05 November 2020 dengan. Diagnosa Medis DM Tipe
II + Ulkus Pedis

1.1.2 Riwayat Kesehatan /Perawatan


1.1.2.1 Keluhan Utama:
Klien mengatakan luka di telapak kaki kanan membusuk dan terasa nyeri.
Terputusnya jaringan kulit, Seperti diiris-iris, Di bagian kaki kiri, Skala
nyeri 6 (Sedang), nyeri hilang timbul selama 30 menit

1.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang:


Pada tanggal 10 November 2020 klien di bawa keluarga ke UGD RSUD dr
Doris Sylvanus, dengan keluhan lukanya membusuk sampai terlihat
tulangnya di telapak kaki kanan di sertai nyeri dan susah tidur. Sebelum di
bawa ke rumah sakit pasien mengalami luka dibagian telapak kaki kanan
dirasakan sejak 1 bulan yang lalu. Karena luka tidak diobati luka
bertambah parah menjadi bengkak, hitam, berbau busuk dan sampai
mengeluarkan nanah. Klien dan keluarga tidak bisa mengobati luka yang
bertambah parah, keluarga membawa klien ke rumah sakit untuk
mendapatkan perawatan

1.1.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)


Pasien mengalami riwayat penyakit Diabetus Militus Tipe II
31

1.1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga


Pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit keluarga seperti
DM

Genogram Keluarga

KETERANGAN:
= Laki-laki
= Perempuan
= Meninggal
= Hubungan keluarga
= Menikah
= Tinggal serumah
= Pasien

1.1.3 Pemerikasaan Fisik


1.1.3.1 Keadaan Umum :
Kesadaran klien compos mentis, ekspresi wajah meringis kesakitan,
bentuk badan simetris, terpasang infus Nacl 20 tpm, posisi baring diatas
tempat tidur, terdapat luka di bagian telapak kaki kanan yang tampak
membusuk
32

1.1.3.2 Status Mental :


Tingkat kesadaran compos menthis, ekspresi meringis, bentuk badan
simetris, fungsi kognitif orientasi waktu pasien dapat membedakan antara
pagi, siang, malam, orientasi orang pasien dapat mengenali keluarga
maupun petugas kesehatan, orientasi tempat pasien mengetahui bahwa
sedang berada di rumah sakit. Insight baik, mekanisme pertahanan diri
adaptif.

1.1.3.3 Tanda-tanda Vital :


TD: 140/90mmHg, N: 80x/menit, S: 36,8oC, RR: 22x/menit.

1.1.3.4 Pernapasan (Breathing)


Respirasi 22 x/menit, Bentuk dada simetris, tidak ada batuk berdarah, tidak
ada sputum, type pernafasan dada dan perut, irama pernafasan teratur,
bunyi napas vesikular dan tidak ada suara nafas tambahan.
Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah keperawatan

1.1.3.5 Cardiovasculer (Bleeding)


Nyeri dada tidak, ada Kram kaki, Pucat, pusing, ada Palpitasi CRT ≤2
detik Oedema ada di Ekstrimitas bawah, Asites tidak ada Ictus Cordis
tidak terlihat Vena Jugularis Tidak Meningkat Suara Jantung normal s1
lub, s2 dub

Masalah keperawatan: : Perfusi jaringan Perifer Tidak Efektif

1.1.3.6 Persyarafan (Brain)


Penilaian kesadaran pada Ny.N didapatkan nilai. GCS: dimana E: 4
(Membuka mata menggunakan rangsang nyeri) Verbal 5 (Berorentasi
dengan baik) Motorik 6 (Mengikuti Perintah dengan baik) Total nilai GSC
15, Compos Menthis. Kesadaran Compos Menthis, Pupil Isokor, Refleks
Cahaya Kanan Positif , Kiri Positif, terdapat nyeri pada bagian telapak
kaki kanan luka. Uji Syaraf Karinial: Nervus Karinial I: Pasien dapat
membedakan bau minyak kayu putih (Olfaktorius), Nervus Kranial II
(Optikus) Klien mampu melihat orang di sekitarnya, Nervus Karnial III
(Okulomotorus) Pasien dapat menggerakan konjungtiva dari reflek pupil
Nervus Karnial IV, (Troklearis) Pasien dapat menggerakan mata kebawah,
Nervus Kranial V, (Trigeminus): Pasien dapat menggerakan rahang
kesemua arah, Nervus Karnial VI (Abdomen): Pasien dapat mengerakan
mata ke semua sisis, Nervua Karnial VII (Fasialis) Pasien dapat
mengencangkan wajahnya disebelah kanan, Nervus Karnial VIII:
(Vestibuloakustikus) Pasien dapat mendengar orang berbicara seperti
mendengar saat di panggil namanya, Nervus Karnial IX (Glosofaringus):
Tidak dilakukan, Nervuas Karnial X (Vagus) tidak dilakukan, Nervus
Karnial XI, (Aksesorius) pasien dapat mengerakan kepalanya, Nervus
33

Karnial XII (Hipoglosus) pasien dapat menjulurkan lidah, koordinasi


Ekstrimitas atas jari ke jari positif, jari ke hidung positif, Ektrimitas bawah
Tumit ke jempol kaki positif, Uji kestabilan tubuh positif. Refleks Bisep:
Kanan dan kiri skala +2 Trisep, Kanan dan Kiri Skala +2. Brakioradialis
kanan dan kiri Skala +2 Refleks lainnya Normal.

Masalah keperawatan: Nyeri Akut

1.1.3.7 Eliminasi Uri (Bladder) :


Produksi Urine 1500 ml 1x7 jam (Dinas Sore), Warna kuning pekat, Bau
khas amoniak keluhan lainnya Tidak ada keluhan Masalah Keperawatan
Masalah keperawatan: Tidak ada Masalah Keperawatan

1.1.3.8 Eliminasi Alvi (Bowel) :


Bibir pucat, Gigi tidak Lengkap, Gusi Merah Muda, Lidah Normal,
Mukosa Lembab Tonsil, Rectum tidak ada lesi atau gangguan, BAB 3-4 x
sehari warna kuning konstitasi cair, Bising usus 15 (Normal), Nyeri tekan
lokasi Tidak ada, Keluhan lainnya tidak ada Masalah.
Masalah keperawatan: Tidak ada Masalah Keperawatan

1.1.3.9 Tulang - Otot – Integumen (Bone) :


Kemampuan Pergerakan Ny. Y secara bebas dan tidak terbatas, terdapat
nyeri di telapak kaki kanan, ekstremitas atas 5/5 dan ekstremitas bawah 5/5
normal pergerakannya, dan ada ulkus di telapak kaki kanan dengan derajat
4. Hasil pengkajian di temukan di sekitar luka tampak menghitam, merah,
bengkak, luka sudah sampai tulang dan mengeluarkan nanah..

Masalah Keperawatan : Gangguan Integritas jaringa/kulit & Risiko


infeksi.

1.1.3.10 Kulit-Kulit Rambut


Riwayat alergi pasien tidak pernah mengalami alergi obat, alergi makanan,
alergi kosmetik. Suhu kulit Ny. Y hangat, ada luka di telapak kaki kanan,
warna kulit disekitar luka tampak menghitam dan kemerahan, turgor kulit
halus jaringan parut tidak ada, tekstur rambut tidak terkaji, distribusi rambut
tidak terkaji, bentuk kuku simetris.

Masalah Keperawatan: Gangguan integritas jaringan/kulit

1.1.3.11 SISTEM PENGINDERAAN :


Gerakan bola mata Bergerak normal, Visus Mata kanan (VOD) + Mata
kiri (VOS) + Slera Normal/putih, Konjungtiva anemis, Kornea bening,
Hidung / Penciuman Bentuk Simetris.
34

1.1.3.12 LEHER DAN KELENJAR LIMFE


Masa Tidak, Jaringan Perut Tidak, Kelenjar Limfe Tidak teraba,
Kelenjar Tyroid Tidak teraba Metabolisme Leher Bebas

1.1.3.13 SISTEM REPRODUKSI


1.1.3.13.1 Reproduksi Wanita
Bagian reproduksi klien tidak tampak adanya kemerahan, tidak ada
gatal-gatal,tidak ada Flour Albus, tidak ada Clitoris, uretra baik/
normal, kebersihan cukup.
Payudara simestris, tidak ada pembangkakan, puting menonjol, ASI
tidak keluar.

Masalah Keperawatan
Tidak ada

1.1.4 Pola Fungsi Kesehatan


1.1.4.1 Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit:
Pasien mengetahui keadaanya. Pasien ingin cepat sembuh.

1.1.4.2 Nutrisida Metabolisme

TB : 166 cm
BB Sekarang : 54 kg
BB Sebelum Sakit : 55 kg
Pola Makan Sehari- Sesudah Sakit Sebelum Sakit
hari
Frekuensi/hari 2x1 sehari 3x1 hari

Porsi 2x1 porsi 1 porsi

Nafsu makan Baik Baik

Jenis Makanan Nasi, sayur, ayam, tempe Nasi, sayur, ayam,


tempe
Jenis Minuman Air putih Air putih, kopi, teh

Jumlah minuman/cc/24 jam ± 1000 cc/24 jam ±1500 cc/24 jam

Kebiasaan makan Pagi, Siang, Malam Pagi, siang, Malam

Keluhan/masalah Tidak ada Tidak Ada


35

Masalah keperawatan: Tidak Ada Masalah Keperawatan


1.1.4.3 Pola istirahat dan Tidur
Pasien mengatakan susah tidur karena nyeri yang dirasakan, sebelum sakit
tidur pada malam hari 6-8 jam, sedangkan pada siang hari 3-5 jam. Saat
sakit pasien hanya tidur 3-4 jam pada malam hari, dan siang hari hanya 30
menit. Terlihat kantong mata pada pasien.
Masalah Keperawatan: Gangguan pola tidur

1.1.4.4 Kongnitif :
Pasien dan keluarga sudah mengetahui penyakitnya setelah diberikan
penjelasan dari dokter dan tenaga medis lainnya.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada Masalah Keperawatan

1.1.4.5 Konsep diri


Gambaran diri : Pasien seorang yang sakit yang perlu perawatan
Ideal diri : Ingin cepat sembuh
Identitas Diri : Seorang ibu, dan mempunyai empat anak
Peran diri : Sebagai seorang kepala rumah tangga dan bekerja di salah satu
perusahan.
Harga diri : pasien tidak merasa malu dengan keadaanya sekarang
Masalah Keperawatan : Tidak ada Masalah Keperawatan

1.1.5 Sosial - Spiritual


Kemampuan berkomunikasi Baik, Bahasa sehari-hari Indonesia,
Hubungan dengan Keluarga Harmonis baik-baik saja, Hubungan dengan
teman/petugas kesehatan/orang lain baik-baik saja, Orang berarti/terdekat,
Anak dan Keluarga, Kebiasaan menggunakan waktu luang Membersihkan
Rumah, Kegiatan beribadah Ibadah hari minggu.
1.1.6 DATA PENUNJANG (RADIOLOGIS, LABORATORIUM,
PENUNJANG LAINNYA)
Hasil Pemeriksaan Laboratorium/ Tanggal 11 November 2020
No Pemeriksaan Hasil (Nilai Normal)
1. Hb 9,4 gr/dl (12-14 gr/dl)
2. Hematokrit 27 % (37-47 %)
3. Eritrosit 4,08 gr/dll (ce:4-5)
4. Leukosit 11.000/ul (10.000/ul)
5. GDS 300mg/dl (80-120)
6. Natrium 129 mEq/L (135-145 mEq/L)
36

7. Kalium 3,41 mEq/L (3,5-5,1 mEq/L)


8. Klorida 94,1 mEq/ L (98-109 mEq/L)
9. Albumin 2,6 gr/dl (3,5-5,5 gr/dl)
10. Kolestrol tot 102 mg/dl
11. HDL 19mg/dl
12. LDL 62mg/dl
13. Trigliserida 118mg/dl

1.1.7 PENATALAKSANAAN MEDIS

No Terapi Medis Dosis Rute Indikasi


1. NACL 0,9% 20 Tpm IV Pengganti cairan tubuh yang
hilang
2. Insulin 3x6 io Subkutan Obat untuk mengendalikan gula
darah
3. Tetracycline Oral Obat untuk mengatasi infeksi
bakteri yang berat
4. Metronidazol 3x500 IV Obat antibiotik yang
mg dipergunakan untuk mengobati
infeksi,
5. Chloramphenic 100mg IV Obat antibiotik untuk mengatasi
ol beragam infeksi bakteri serius,
terutama saat infeksi tidak
membaik dengan obat lain
6. Penisilin, 2x1 gr Oral Obat untuk penyembuhan
penyakit infeksi
7. Naproksen 1x3/ Oral Obat untuk mengurangi gejala
hari nyeri, bengkak, dan kemerahan,
akibat peradangan
Palangka Raya,29 Okt 2020
Mahasiswa

( Alvika Nurma S )
ANALISI DATA

DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN


MASALAH
DATA OBYEKTIF PENYEBAB
37

DS: Neiropati Diabetik Nyeri akut


Klien mengatakan nyeri pada
bagian telapak kaki kanan.
Makrongiopati
Terputusnya jaringan kulit,
Seperti diiris-iris, Di bagian
telapak kaki kanan, Skala nyeri
Terganggunya aliran
6 (Sedang), Nyeri hilang timbul
darah ke kaki
selama 30 menit

Trauma
DO :
- Klien tampak gelisah Luka
- Ekspresi klien tampak meringis
kesakitan
- Klien sulit tidur Luka sulit sembuh
- Di bagian telapak kaki kanan
terdapat luka
- Luka Ulkus pada derajat 4
Iskemik
- TTV:
TD: 140/90mmHg
N: 80x/menit Nyeri
S: 36,8oC
RR: 22x/menit

DS: Neuropati perifer Gangguan


- Klien mengatakan luka pada integritas kulit
telapak kakinya membusuk
Gangguan Sensori
DO: motorik
- Terdapat luka membusuk
sampai terlihat tulang di telapak Trauma
kaki kanan
- Luka tampak menghitam,
merah, bengkak, dan Ulkus
mengeluarkan nanah
- Pasien tampak meringis
kesakitan Ganggren
- Ulkus pada derajat 4
- TTV:
TD: 140/90mmHg Gangguan Integritas
N: 80x/menit Kulit
S: 36,8oC
RR: 22x/menit
38

DS: Neuropati perifer Resiko Infeksi


- Klien mengatakan luka pada
telapak kaki kanan nya
Ganggguan Sensori
DO: dan motorik
- Luka tampak menghitam,
merah, bengkak, dan Trauma
mengeluarkan nanah
- Pasien tampak meringis
kesakitan Ulkus
- Terpasang perban pada luka
- TTV:
TD: 140/90mmHg Resiko Infeksi
N: 80x/menit
S: 36,8oC
RR: 22x/menit

- Pemeriksaan Lab
- Hematokrit: 27 % (37-47 %)
- Leukosit: 11.000/ul
(10.000/ul)
- Albumin :2,6 gr/dl (3,5-5,5
gr/dl)
- GDS : 300gr/dl (80-120)

DS: Luka Ganggguan pola


- Klien mengatakan tidak bisa tidur
tidur karena nyeri yang
Luka sulit sembuh
dirasakan

DO: Iskemik
- Klien tampak lesu
- Tampak kantung mata klien
- Klien sering kali menguap Nyeri
- Pola tidur klien saat malam
hari hanya tidur 3-4 jam, dan
siang hanya 30 menit saja. Ketidaknyamanan
39

Ganggguan pola
tidur
DS: Hiperglikemia Perfusi Perifer
- Klien mengatakan lukanya Tidak Efektif
tidak kunjung sembuh
Viskositas darah
DO:
- Luka pada telapak kaki
kanan klien tampak
menghitam, merah, Aliran darah
bengkak, dan melambat
mengeluarkan nanah
- TTV:
TD: 140/90mmHg
N: 80x/menit Iskemik jaringan
S: 36,8oC
RR: 22x/menit
- Pemeriksaan Lab Perfusi Perifer Tidak
Efektif
GDS:300mg/dl (80-120)

PRIORITAS MASALAH
40

1. Nyeri akut berhubungan dengan Neuropati Diabetik, ditandai dengan ,


Klien tampak gelisah, Ekspresi klien tampak meringis kesakitan , Klien
sulit tidur, Di bagian telapak kaki kanan terdapat luka, Luka Ulkus pada
derajat 4. Terputusnya jaringan kulit, Seperti diiris-iris, Di bagian telapak
kaki kanan, Skala nyeri 6 (Sedang), nyeri hilang timbul selama 30 menit ,
TTV: TD: 140/90mmHg, N: 80x/menit, S: 36,8oC, RR: 22x/menit

2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan neuropati perifer ditandai


dengan luka membusuk sampai terlihat tulang di telapak kaki kanan
tampak menghitam, merah, bengkak, dan mengeluarkan nanah, Pasien
tampak meringis kesakitan,ulkus pada derajat 4, TTV: TD:
140/90mmHg, N: 80x/menit, S: 36,8oC, RR: 22x/menit

3. Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan Hiperglikemia ditandai


dengan Luka pada telapak kaki kanan klien tampak menghitam, merah,
bengkak, dan mengeluarkan nanah, TTV: TD: 140/90mmHg, N:
80x/menit, S: 36,8oC
RR: 22x/menit, Pemeriksaan Lab GDS:300mg/dl (80-120)

4. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri ditandai dengan Klien


tampak lesu, tampak kantung mata klien, Klien sering kali menguap,
Pola tidur klien saat malam hari hanya tidur 3-4 jam, dan siang hanya 30
menit.

5. Resiko infeksi berhubungan dengan ulkus ditandai dengan Luka tampak


menghitam, merah, bengkak, dan mengeluarkan nanah, Pasien tampak
meringis kesakitan, TTV: TD: 140/90mmHg, N: 80x/menit, S: 36,8 oC,
RR: 22x/menit, Pemeriksaan Lab, Hematokrit: 27 % (37-47 %),
Leukosit: 11.000/ul (10.000/ul), Albumin :2,6 gr/dl (3,5-5,5 gr/dl)
41

RENCANA KEPERAWATAN

Nama Pasien : Ny Y
Ruang Rawat: Rg bedah

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional


1 Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi skala nyeri 1. Untuk mengetahui skala nyeri yang
dengan, Neuropati Diabetik keperawatan selama 1x7 jam dirasakan pasien
ditandai dengan ekspresi diharapkan nyeri berkurang 2. Identifikasi faktor yang memperberat dan 2. Untuk mengetahui faktor penyebab nyeri
dengan kriteria hasil: memperingan nyeri
wajah meringis kesakitan ,
PQRST, P: terputusnya - Keluhan nyeri menurun (skor 3. Monitor TTV 3. Untuk mengetahui status umum klien
jaringan kulit, Q: Seperti 5) 4. Berikan teknik nonfarmakologis untuk 4. Untuk mengalihkan rasa nyeri
diiris-iris, R: Di bagian - Meringis menurun (skor 5) mengurangi rasa nyeri
- Gelisah menurun (skor 5)
telapak kaki kanan, S: Skala 5. Control lingkungan yang memperberat rasa 5. Lingkungan yang tenang akan
- Frekuensi nadi membaik (skor
nyeri 6 (Sedang), T: nyeri 5) nyeri (mis. suhu ruangan, pencahayaan, menurunkan stimulus nyeri teralihkan
hilang timbul selama 30 kebisingan) mengurangi rasa nyeri
menit , TTV: TD: 6. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu 6. Agar klien dan keluarga tau mengenai
140/90mmHg, N: nyeri nyeri yang di alami klien
o
80x/menit, S: 36,8 C, RR: 7. Kolaborasi pemberian analgetik 7. Untuk mengurangi rasa nyeri
22x/menit (naproksen)

8 Gangguan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor karakteristik luka 1. Untuk mengetahui kondisi dan keparahan
berhubungan dengan keperawatan selama 1x7 jam luka
neuropati perifer ditandai diharapkan gangguan integritas
dengan luka membusuk kulit teratasi, dengan kriteria hasil: 2. Bersihkan luka dengan cairan NaCl atau 2. Untuk menjegah terjadinya infeksi
sampai terlihat tulang di pembersih nontoksik, sesuai kebutuhan
telapak kaki kanan tampak - Kerusakan jaringan menurun
menghitam, merah, (skor 5)
- Kerusakan lapisan kulit 3. Bersihkan jaringan nekrotik 3. Untuk perbaikan jaringan nekrotik
42

bengkak, dan mengeluarkan menurun (skor 5) 4. Pasang balutan sesuai jenis luka 4. Meningkatkan ketepatan penyerapan
nanah, Pasien tampak - Nyeri menurun (skor 5)
meringis kesakitan, TTV: - Perdarahan menurun (skor 5) 5. Pertahankan teknik steril saat melakukan 5. Untuk memudahkan melakukan
TD: 140/90mmHg, N: - Kemerahan menurun (skor 5) perawatan luka perawatan luka
80x/menit, S: 36,8oC, RR: - Hematoma menurun (skor 5)
22x/menit - Jaringan parut menurun (skor 6. Jelaskan tanda dan gejala infeksi 6. Untuk Meningkatkan ketepatan drainase
5) dan melindungi luka dari masuknya
- Suhu kulit membaik (skor 5) mikroorganisme

7. Kolaborasi pemberian antibiotic 7. Untuk meningkatkan kekebalan tubuh


(Metronidazol)

15 Perfusi perifer tidak efektif Setelah dilakukan tindakan 1. Periksa sirkulasi perifer (mis. nadi perifer, 1. Sirkulasi perifer memberikan indikasi
berhubungan dengan keperawatan selama 1x7 jam edema, pengisian kapiler, warna, suhu, adanya sirkuklasi sistemik
Hiperglikemia ditandai diharapkan perfeusi perifer efektif ankle-bracial index) 1.
dengan Luka pada telapak dengan kriteria hasil:
kaki kanan klien tampak 2. Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau 2. Untuk menentukan intervensi yang tepat
menghitam, merah, - Denyut nadi perifer
bengkak pada ekstermitas. 3.
bengkak, dan mengeluarkan meningkat (skor 5)
nanah, TTV: TD: - Penyembuhan luka meningkat 3. Hindari pemasangan infus atau pengambilan 3. Untuk menentukan intervensi yang tepat
140/90mmHg, N: (skor 5) darah di area keterbatasan perfusi. 1.
o
80x/menit, S: 36,8 C RR: - Warna kulit pucat menurun
(skor 5) 5. Hindari pemasangan infus atau pengambilan 4. Untuk menghindari tekanan yang
22x/menit, Pemeriksaan darah di area keterbatasan perfusi. berlebih pada daerah yang luka
Lab GDS:300mg/dl (80- - Pengisian kapiler membaik
(skor 5) 1.
120) 6. Lakukan pencegahan infeksi. 5. Untuk mencegah terjadinya infeksi
- Akral membaik (skor 5)
- Turgor kulit membaik (skor 1.
5)
43

6. Informasikan tanda dan gejala darurat 8. Untuk mengetahui tindakan yang harus
yang harus dilaporkan (mis. rasa sakit dilakukan
yang tidak hilang saat istirahat, luka tidak 1.
sembuh, hilangnya rasa

4. Gangguan pola tidur Setelah di lakukan perawatan 1. Identifikasi pola aktivitas dan tidur 1. Untuk Mengetahui penyebab gangguan
berhubungan dengan nyeri selama 1x7 jam diharapkan pola tidur klien
ditandai dengan Klien tidur teratasi, dengan kriteria: 1.
tampak lesu, tampak - Keluhan sulit tidur (skor 1) 2. Modifikasi lingkungan 2. Lingkungan bisa mempengaruhi
(mis,pencahayaan,kebisingan,suhu,matras,da kenyamanan klien saat tidur
kantung mata klien, Klien - Keluhan sering terjaga (skor 1)
n tempat tidur) 1.
sering kali menguap, Pola - Keluhan tidak puas tidur (skor
tidur klien saat malam hari 1)
3. Lakukan prosedur untuk meningkatkan 3. Agar klien merasa nyaman dan rileks
- Keluan pola tidur berubah
hanya tidur 3-4 jam, dan kenyamanan (mis.pijat, pengaturan posisi,
(skor 1)
siang hanya 30 menit. terapi akupresur).
- Keluhan istirahat tidak cukup
(skor 1)
4. Jelaskan pentingnya tidur cukup selama 4. Agar klien mengetahui pentingnya tidur
sakit yang cukup untuk kesembuhan

5. Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur 5. Agar klien terbiasa untuk tidur sesuai
dengan jadwal yang sudah ditentukan

5. Resiko infeksi berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda dan gejala infeksi local dan 1. Untuk menentukan tingkat keparahan
dengan ulkus, ditandai keperawatan selama 1x7 jam sitemik infeksi agar dapat dicegah
dengan Luka tampak diharapkan tidak ditemukan tanda-
menghitam, merah, tanda infeksi, dengan kriteria hasil: 2. Berikan perawatan kulit pada area edema
bengkak, dan mengeluarkan 2. Untuk membantu mecegah terjadinya
nanah, Pasien tampak - Demam menurun (skor 5) infeksi yang lebih luas
meringis kesakitan, TTV: - Kemerahan menurun (skor 5)
TD: 140/90mmHg, N: 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak 3. Untuk mengindari terkadinya
44

80x/menit, S: 36,8oC, RR: - Nyeri menurun (skor 5) dengan pasien dan lingkungan pasien kontaminasi bakteri
22x/menit, Pemeriksaan - Bengkak menurun (skor 5) 4. Pertahankan teknik aseptic pada pasien 4. Mencegah penyebaran dan melindungi
Lab, Hematokrit: 27 % (37- - Kadar sel darah putih beresiko tinggi pasien dari proses infeksi lainya
47 %), Leukosit: 11.000/ul membaik (skor 5) 5. Menjelaskan tanda gejala infeksi 5. Agar klien dan keluarga mengetahui
(10.000/ul), Albumin :2,6 tanda gejala dari infeksi
gr/dl (3,5-5,5 gr/dl) 6. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar 6. Untuk mengurangi kontaminasi bakteri

7. Kolaborasi pemberian antibiotik (Penisilin) 7. Untuk membantu meningkatkan imun


45

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN


Nama Pasien: Ny. Y
Ruang Rawat :Rg Bedah

Tanda tangan
Hari /
Implementasi Evaluasi (SOAP) dan
Tanggal Jam
Nama Perawat
Rabu 11 Diagnosa 1 S : Klien mengatakan nyerinya sudah berkurang
November O:
2020/ 1. Mengidentifikasi skala nyeri - Klien tampak tidak kesakitan
2. Mengidentifikasi faktor yang - Skala nyeri 3 (Ringan)
07.00 WIB - Keluhan nyeri klien berkurang
memperberat dan memperingan nyeri
- Meringis klien berkurang
3. Memonitor TTV
- Klien bisa melakukan teknik nonfarmakologis secara mandiri
4. Memberikan teknik nonfarmakologis - Suhu ruangan normal dan tidak ada suara bising pada ruangan
untuk mengurangi rasa nyeri pasien
5. Mengontrol lingkungan yang - Klien paham dengan masalah nyeri yang dialaminya
memperberat rasa nyeri (suhu ruangan, - Pemberian analgetik (neproksen)
pencahayaan, kebisingan) - TTV:
TD: 140/90mmHg, N: 80x/menit, S: 36,8oC, RR: 22x/menit Alvika N S
6. Menjelaskan penyebab, periode, dan
pemicu nyeri
A : Masalah sebagian teratasi
7. Mengkolaborasi pemberian analgetik P: Lanjutkan intervensi nomor 1, 3, 4, 5, 6, 7
(Neproksen)
46

Rabu 11 Diagnosa 2 S: Klien mengatakan lukanya sudah terawat


November
2020/ 1. Memonitor karakteristik luka O:
2. Membersihkan luka dengan cairan NaCl - Klien sudah diposisi senyaman mungkin sesuai dengan kondisi
07.00 WIB lukanya
atau pembersih nontoksik, sesuai
- Luka tampak bersih
kebutuhan
- Balutan luka sesuai jenis luka
3. Membersihkan jaringan nekrotik - Kondisi luka klien sudah terawat dengan baik dengan kemerahan
4. Memasang balutan sesuai jenis luka dan kehitaman luka yang sudah tertutup perban
5. Mempertahankan teknik steril saat - Klien dan keluarga paham mengenai tanda dan gejal infeksi
melakukan perawatan luka
A : Masalah teratasi sebagian
6. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi
7. Mengkolaborasi pemberian antibiotic P: Lanjutkan intervensi nomor 1, 2, 3 dan 5, 7 Alvika N S
(Metronidazol)

Rabu 11 Diagnosa 3 S : Klien mengatakan luka nya tidak terlalu sakit


November
2020/ 1. Memeriksa sirkulasi perifer (nadi perifer,
edema, warna, suhu) O:
07.00 WIB
2. Memonitor panas, kemerahan, nyeri, atau - Bagian luka terasa hangat
bengkak pada ekstermitas. - Luka tidak terlalu merah
3. Menghindari pemasangan infus atau - Pasien tidak meringis kesakitan
pengambilan darah di area keterbatasan - Bengkak pada kaki berkurang
perfusi. - Tidak terjadi infeksi
4. Melakukan pencegahan infeksi. - dibersihkan
5. Menginformasikan tanda dan gejala Alvika N S
- TTV:
darurat yang harus dilaporkan (rasa sakit TD: 140/90mmHg, N: 80x/menit, S: 36,8oC, RR: 22x/menit
yang tidak hilang saat istirahat, luka tidak
47

Rabu 11 sembuh, hilangnya rasa) A : Masalah teratasi sebagian


November
2020/ P: Lanjutkan intervensi nomor 3,5
07.00 WIB

Alvika N S

Diagnosa 4
S : Klien mengatakan pola tidur nya cukup membaik
Rabu 11 1. Mengidentifikasi pola aktivitas dan tidur
November 2. Memodifikasi lingkungan O:
2020/ (pencahayaan,kebisingan,suhu,matras,dan - Suara bising tidak terdengar di ruangan pasien, suhu ruangan
tempat tidur) normal
07.00 WIB 3. Melakukan prosedur untuk meningkatkan - Klien tampak rileks setelah dilakukan pijat dibagian bahu dan
kenyamanan (pijat, pengaturan posisi). pengaturan posisi
4. Menjelaskan pentingnya tidur cukup - Klie paham dengan kebutuhan tidur yang cukup selama sakit
selama sakit - Klien tertidur 5-6 jam pada malam hari dan 1 jam pada siang hari
5. Menganjurkan menepati kebiasaan waktu
tidur A : Masalah teratasi sebagian

P: Lanjutkan intervensi 1,5


Alvika N S

Diagnosa 5
48

S : Klien mengatakan luka nya membaik


1. Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal
dan sitemik O:
2. Memberikan perawatan kulit pada area
- Luka sudah dibersihkan
edema
- Klien sudah melakukan cuci tangan dengan benar
3. Mencuci tangan sebelum dan sesudah
- Kondisi luka klien sudah terawat dengan baik
kontak dengan pasien dan lingkungan - Klien dan keluarga memahami tanda dan gejala infeksi
pasien - Klien dan keluarga sudah mengetahui cara mencuci tangan
4. Mempertahankan teknik aseptic pada dengan benar
pasien beresiko tinggi
5. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi A : Masalah teratasi sebagian
6. Mengajarkan cara mencuci tangan dengan Alvika N S
benar. P: Lanjutkan intervensi nomor 1, 4, 7
7. Mengkolaborasi pemberian antibiotik
(Penisilin)

CATATAN PERKEMBANGAN
49

Hari/ Tanggal Implementasi Evaluasi (SOAP) Tanda Tangan


Kamis Diagnosa 1 : S : Klien mengatakan masih terasa nyeri
1. Mengidentifikasi skala nyeri O:
12 November 2020
2. Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan - Klien tampak gelisah
memperingan nyeri - Skala nyeri 6 (Ringan)
- Pasien tampak Meringis
08:00 WIB 3. Memonitor TTV
- Suhu ruangan normal dan tidak ada suara bising pada
4. Memberikan teknik nonfarmakologis untuk ruangan pasien
mengurangi rasa nyeri Alvika N S
- Klien paham dengan masalah nyeri yang dialaminya
5. Mengontrol lingkungan yang memperberat rasa - Klien paham tentang nyeri yang timbul
nyeri (mis. suhu ruangan, pencahayaan, - Klien belum bisa melakukan teknik nonfarmakologis
kebisingan) secara mandiri
6. Menjelaskan penyebab, periode, dan pemicu - TTV:
TD: 140/90mmHg, N: 80x/menit, S: 36,8oC, RR:
nyeri
22x/menit
7. Mengkolaborasi pemberian analgetik
A : Masalah sebagian teratasi

P: Lanjutkan intervensi nomor 1, 2, 3, 4, 5, 7

Kamis Diagnosa 2 S: Klien mengatakan lukanya membusuk


12 November 2020
1. Memonitor karakteristik luka O:
2. Membersihkan luka dengan cairan NaCl atau - Klien sudah diposisi senyaman mungkin sesuai
pembersih nontoksik, sesuai kebutuhan dengan kondisi lukanya
08:00 WIB
3. Membersihkan jaringan nekrotik - Luka sudah terawat namun masih tampak kemerahan,
4. Memasang balutan sesuai jenis luka dan masih megeluarkan nanah Alvika N S
5. Mempertahankan teknik steril saat melakukan - Balutan luka sesuai jenis luka
perawatan luka - Klien dan keluarga paham mengenai tanda dan gejala
6. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi infeksi
- Pemberian obat (metronidazol)
7. Mengkolaborasi pemberian antibiotic
50

(Metronidazol) A : Masalah teratasi sebagian

P: Lanjutkan intervensi nomor 1, 2, 3 dan 5,7

Kamis
Diagnosa 3 S : Klien mengatakan luka terlalu sakit
12 November 2020
1. Memeriksa sirkulasi perifer (nadi perifer,
edema, warna, suhu) O:
08:00 WIB
2. Memonitor panas, kemerahan, nyeri, atau - Bagian luka terasa hangat
bengkak pada ekstermitas. - Luka tampak merah, hitam Alvika N S
3. Menghindari pemasangan infus atau - Pasien meringis kesakitan
pengambilan darah di area keterbatasan perfusi. - Bengkak pada bagian kaki kanan
4. Melakukan pencegahan infeksi. - Tidak terjadi infeksi
5. Menginformasikan tanda dan gejala darurat - TTV:
yang harus dilaporkan (rasa sakit yang tidak TD: 140/90mmHg, N: 80x/menit, S: 36,8oC, RR:
hilang saat istirahat, luka tidak sembuh, 22x/menit
hilangnya rasa)
A : Masalah teratasi sebagian

P: Lanjutkan intervensi nomor 2,3,4,5


Kamis
12 November 2020 Diagnosa 4 S : Klien mengatakan tidak bisa tidur karena nyeri yang
dirasakan
1. Mengidentifikasi pola aktivitas dan tidur
08:00 WIB 2. Memodifikasi lingkungan O:
(pencahayaan,kebisingan,suhu,matras,dan - Suara bising terdengar di ruangan pasien, suhu
tempat tidur) ruangan normal
3. Melakukan prosedur untuk meningkatkan - Klien tampak belum rileks setelah dilakukan pijat
kenyamanan (pijat, pengaturan posisi). dibagian bahu dan pengaturan posisi Alvika N S
51

4. Menjelaskan pentingnya tidur cukup selama - Klie paham dengan kebutuhan tidur yang cukup
sakit selama sakit
5. Menganjurkan menepati kebiasaan waktu tidur - Klien tertidur 5-6 jam pada malam hari dan 1 jam
pada siang hari

A : Masalah teratasi sebagian

P: Lanjutkan intervensi 1,2,3,5

Kamis Diagnosa 5
S : Klien mengatakan luka nya membaik
12 November 2020 1. Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal dan Alvika N S
sitemik
2. Memberikan perawatan kulit pada area edema O:
08:00 WIB 3. Mencuci tangan sebelum dan sesudah kontak - Luka sudah dibersihkan
dengan pasien dan lingkungan pasien - Klien sudah melakukan cuci tangan dengan benar
4. Mempertahankan teknik aseptic pada pasien - Kondisi luka klien sudah terawat dengan baik
beresiko tinggi - Klien dan keluarga memahami tanda dan gejala
5. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi infeksi
6. Mengajarkan cara mencuci tangan dengan - Klien dan keluarga sudah mengetahui cara mencuci
benar. tangan dengan benar
7. Mengkolaborasi pemberian antibiotik
(Penisilin) A : Masalah teratasi sebagian

P: Lanjutkan intervensi nomor 1, 4, 7


52

CATATAN PERKEMBANGAN
Tanda tangan
Hari / Tanggal
Implementasi Evaluasi (SOAP) dan
Jam
Nama Perawat
Jum’at Diagnosa 1 S : Klien mengatakan nyerinya sudah berkurang
O:
13 November 1. Mengidentifikasi skala nyeri - Klien tampak tidak kesakitan
2020 - Skala nyeri 3 (Ringan)
2. Mengidentifikasi faktor yang
07:30 WIB memperberat dan memperingan nyeri - Keluhan nyeri klien berkurang
- Meringis klien berkurang
3. Memonitor TTV
- Klien bisa melakukan teknik nonfarmakologis secara mandiri
4. Memberikan teknik nonfarmakologis - Suhu ruangan normal dan tidak ada suara bising pada ruangan
untuk mengurangi rasa nyeri pasien
5. Mengontrol lingkungan yang - Klien paham dengan masalah nyeri yang dialaminya
memperberat rasa nyeri (suhu ruangan, - Pemberian analgetik (neproksen)
pencahayaan, kebisingan) - TTV:
6. Menjelaskan penyebab, periode, dan TD: 140/90mmHg, N: 80x/menit, S: 36,8oC, RR: 22x/menit Alvika N S
pemicu nyeri
A : Masalah sebagian teratasi
7. Mengkolaborasi pemberian analgetik P: Lanjutkan intervensi nomor 1, 3, 4, 5, 6, 7
(Neproksen)
53

Jum’at Diagnosa 2 S: Klien mengatakan lukanya sudah terawat


13 November 1. Memonitor karakteristik luka O:
2020 - Klien sudah diposisi senyaman mungkin sesuai dengan kondisi
2. Membersihkan luka dengan cairan NaCl
07:30 WIB atau pembersih nontoksik, sesuai lukanya
kebutuhan - Luka tampak bersih
3. Membersihkan jaringan nekrotik - Balutan luka sesuai jenis luka
4. Memasang balutan sesuai jenis luka - Kondisi luka klien sudah terawat dengan baik dengan kemerahan
5. Mempertahankan teknik steril saat dan kehitaman luka yang sudah tertutup perban
- Klien dan keluarga paham mengenai tanda dan gejal infeksi
melakukan perawatan luka
6. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi
A : Masalah teratasi sebagian
7. Mengkolaborasi pemberian antibiotic
(Metronidazol) P: Lanjutkan intervensi nomor 1, 2, 3 dan 5, 7 Alvika N S

Jum’at Diagnosa 3 S : Klien mengatakan luka nya tidak terlalu sakit


13 November O:
1. Memeriksa sirkulasi perifer (nadi perifer,
2020 - Bagian luka terasa hangat
edema, warna, suhu)
07:30 WIB 2. Memonitor panas, kemerahan, nyeri, atau - Luka tidak terlalu merah
bengkak pada ekstermitas. - Pasien tidak meringis kesakitan
3. Menghindari pemasangan infus atau - Bengkak pada kaki berkurang
pengambilan darah di area keterbatasan - Tidak terjadi infeksi
perfusi. - dibersihkan
4. Melakukan pencegahan infeksi. - TTV:
TD: 140/90mmHg, N: 80x/menit, S: 36,8oC, RR: 22x/menit Alvika N S
5. Menginformasikan tanda dan gejala
A : Masalah teratasi sebagian
darurat yang harus dilaporkan (rasa sakit
yang tidak hilang saat istirahat, luka tidak
54

sembuh, hilangnya rasa) P: Lanjutkan intervensi nomor 3,5

Diagnosa 4
S : Klien mengatakan pola tidur nya cukup membaik
Rabu 11 1. Mengidentifikasi pola aktivitas dan tidur Alvika N S
November 2020/ 2. Memodifikasi lingkungan O:
07.00 WIB (pencahayaan,kebisingan,suhu,matras,dan - Suara bising tidak terdengar di ruangan pasien, suhu ruangan
tempat tidur) normal
3. Melakukan prosedur untuk meningkatkan - Klien tampak rileks setelah dilakukan pijat dibagian bahu dan
kenyamanan (pijat, pengaturan posisi). pengaturan posisi
4. Menjelaskan pentingnya tidur cukup - Klie paham dengan kebutuhan tidur yang cukup selama sakit
selama sakit - Klien tertidur 5-6 jam pada malam hari dan 1 jam pada siang hari
5. Menganjurkan menepati kebiasaan waktu
tidur A : Masalah teratasi sebagian

P: Lanjutkan intervensi 1,5

Diagnosa 5
Jum’at S : Klien mengatakan luka nya membaik
1. Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal
13 November
2020 dan sitemik O:
2. Memberikan perawatan kulit pada area
07:30 WIB edema - Luka sudah dibersihkan
3. Mencuci tangan sebelum dan sesudah - Klien sudah melakukan cuci tangan dengan benar
kontak dengan pasien dan lingkungan - Kondisi luka klien sudah terawat dengan baik
pasien - Klien dan keluarga memahami tanda dan gejala infeksi
- Klien dan keluarga sudah mengetahui cara mencuci tangan
4. Mempertahankan teknik aseptic pada Alvika N S
dengan benar
pasien beresiko tinggi
5. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi A : Masalah teratasi sebagian
6. Mengajarkan cara mencuci tangan dengan
benar.
55

P: Lanjutkan intervensi nomor 1, 4, 7


7. Mengkolaborasi pemberian antibiotik
(Penisilin)
56

DAFTAR PUSTAKA
Alexiadou,K., Doupis, J,. (2012). Menegemnt of diabetic foot ulcers.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov. (Diakses 7 November 2020)
Fryberg, R, et.al. (2016). Diabetic foot ulcers disorders:a clinical practice guidelin.
Kementrian Kesehatan RI. Diabetes Militus Penyebab Kematian No 6 Di Dunia. Jakarta:
KEMENKES. 2015
N. Singh, Dkk. Optimal sizing placement og DG in a radial distribution Netrwork using
Sensitivity based Methods”, International Electrical Engineering journal, Vol. 6, No
1,pp.1727-1734, 2015. (Diakses 7 November 2020)
PERKENI, Konsensus Pengelolaan dan Pencegahan Diabetes Militus Tipe 2 di Indonesia,
Jakarta :PERKENI 2011
Rebolledo, dkk. 2011. The Potegenesis Of The Diabetic Foot Ulcer: Prevention And
Mangement, Global Perspective On Diabetic Foot Ulceration, Dr Thanh Dinh (Ed)
Rudi Haryono, Ns., M.Kep, Maria Putri Sari Utami, M.Kep. (2019). Keperawatan Medikal
Bedah 2. Yogyakarta: Pustaka Baru Pers
Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2, Keperawatan Dewasa
Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika
57

PENATALAKSANAAN ULKUS KAKI DIABETES


SECARA TERPADU

Yuanita A. Langi

Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Sam Ratulangi Manado Email:
meralday@yahoo.co.id

Abstract: A diabetic foot ulcer is a common and fearful chronic complication of diabetes
mellitus often resulting in amputation, and even death. A diabetic foot ulcer can be prevented
by early screening and education in high risk individuals, and the management of underlying
conditions such as neuropathy, peripheral arterial disease, and deformity. The prevalence of
diabetic foot ulcer patients is 4-10% of the general population, with a higher prevalence in
elderly people. Around 14-24 % of diabetic foot ulcer patients need amputations with a
recurrence rate of 50% after three years. The main pathogenesis of diabetic foot ulcer is
neuropathy and peripheral arterial disease (PAD). PAD contributes to diabetic foot ulcers in
50% of cases; however, it rarely stands alone. Other factors such as smoking, hypertension,
and hyperlipidemia may contribute, too. In addition, PAD reduces the access of oxygen and
antibiotics to the ulcers. Management of diabetic foot ulcers includes treatment of ischemia by
promoting tissue perfusion, debridement for removing necrotic tissues, wound treatment for
creating moist wound healing, off-loading the affected foot, surgery intervention, management
of the co-morbidities and infections, and prevention of wound recurrences. Other adjuvant
modalities include hyperbaric oxygen treatment, GCSF, growth factors, and bioengineered
tissues.
Keywords: diabetic ulcer, debridement, off loading

Abstrak: Ulkus kaki diabetes (UKD) merupakan salah satu komplikasi kronik diabetes
melitus yang sering dijumpai dan ditakuti oleh karena pengelolaannya sering mengecewakan
dan berakhir dengan amputasi, bahkan kematian. UKD dapat dicegah dengan melakukan
skrining dini serta edukasi pada kelompok berisiko tinggi, dan penanganan penyebab dasar
seperti neuropati, penyakit artei perifer dan deformitas. Prevalensi pasien UKD berkisar 4-
10% dari populasi umumnya, dengan prevalensi yang lebih tinggi pada manula. Sekitar 14-
24% pasien UKD memerlukan amputasi dengan rekurensi 50 % setelah tiga tahun.
Patogenesis utama UKD yaitu neuropati dan penyakit arteri perifer (PAP). PAP berkontribusi
50% pada pasien UKD, tetapi hal ini jarang dijumpai tunggal. Terdapat faktor-faktor lain yang
turut berperan seperti merokok, hipertensi dan hiperlipidemia. Selain itu PAP menurunkan
akses oksigen dan antibiotik ke dalam ulkus. Penatalaksanaan UKD meliputi penanganan
iskemia dengan meningkatkan perfusi jaringan, debridemen untuk mengeluarkan jaringan
nekrotik, perawatan luka untuk menghasilkan moist wound healing, off-loading kaki yang
terkena, intervensi bedah, pananganan komorbiditas dan infeksi, serta pencegahan rekurensi
luka. Terapi ajuvan meliputi terapi oksigen hiperbarik, pemberian granulocyte colony
stimulating factors (GCSF), growth factors dan bioengineerd tissues.
Kata kunci: ulkus diabetes, debridemen, off loading
58

Ulkus kaki diabetes (UKD) merupakan sa- lah Hal ini disebabkan karena hasil pengelola- an
satu komplikasi kronik diabetes melitus (DM) UKD sering mengecewakan baik bagi dokter,
yang sering dijumpai dan ditakuti. pasien maupun keluarganya, serta

95
dapat berakhir dengan amputasi bahkan ke-
tinggi.10 Di Indonesia angka kematian dan angka
matian.1 Di negara maju, UKD masih me-
amputasi masih tinggi, masing- masing sebesar
rupakan masalah kesehatan yang besar. De- ngan
16% dan 25% (RSUPCM
adanya perkembangan metode dan teknologi
tahun 2003), sebanyak 14,3% akan mening- gal
penatalaksanaan UKD serta kli- nik kaki
setahun paska amputasi, dan sebanyak 37%
diabetes maka angka kematian dan amputasi
meninggal dalam tiga tahun paska amputasi.1
dapat ditekan.1,2 Di Indonesia, UKD masih
merupakan masalah yang ru- mit dan tidak
terkelola dengan maksimal. Selain itu
permasalahan biaya pengelolaan yang besar PATOGENESIS
menambah peliknya masalah kaki diabetes.1
Pasien DM memiliki risiko 15%-25% Patogenesis utama UKD yaitu neuro- pati,
dalam hidupnya untuk mengalami kaki dia- kemudian iskemia pembuluh darah pe- rifer. 11
betes3-7 yang pada 40-80% kasus berkem- bang Prevalensi neuropati perifer 23-50% pada pasien
menjadi UKD.5 Insidens UKD di Amerika DM 4,11,12 dan lebih dari 60% UKD disebabkan
Serikat sekitar 3% tiap tahun, se- dangkan di neuropati yang berupa neuropati sensorik,
Inggris berkisar 10%.8 DM me- rupakan motorik dan oto- nom.8,11,13 Hilangnya sensasi
penyakit yang paling sering dikait- kan dengan nyeri dan su- hu akibat neuropati sensorik
amputasi ekstremitas bagian bawah, dan menyebabkan hilangnya kewaspadaan terhadap
merupakan penyebab lebih dari 50% amputasi trauma atau benda asing, akibatnya banyak luka
nontraumatik di Amerika dan Eropa.3,9,10 yang tidak diketahui secara dini dan sema- kin
Pada hakekatnya UKD dapat dicegah memburuk karena terus-menerus meng- alami
dengan cara mela-kukan skrining dini serta penekanan.11,12,14 Kerusakan inervasi otot-otot
edukasi penata-laksanaan kaki diabetes pada intrinsik kaki akibat neuropati motorik
individu be-risiko tinggi. Demikian pula menyebabkan ketidakseimbangan antara fleksi
pencegahan dan pengelolaan yang tepat terhadap dan ekstensi kaki serta de- formitas kaki, yang
faktor-faktor penyebab dasar patogenesis kaki kemudian menyebab- kan terjadinya perubahan
dia-betes, yakni neuropati, penyakit arteri peri- distribusi tekanan pada telapak kaki yang
fer dan deformitas dapat mencegah timbul-nya selanjutnya memicu timbulnya kalus. Kalus
UKD serta segala konsekuensinya.11 yang tidak dikelola dengan baik akan menjadi
sumber trauma bagi kaki tersebut.1,11,15 Neuropati
otonom menyebabkan penurunan fungsi kelenjar
keringat dan sebum. Kaki akan kehilangan
EPIDEMIOLOGI kemampuan alami untuk melembabkan ku- lit,
kulit menjadi kering dan pecah-pecah sehingga
Prevalensi UKD berkisar antara 4- 10%,
mudah terinfeksi.11,13,15
dengan prevalensi yang lebih rendah (1,5-3,5%)
Penyakit arteri perifer (PAP) merupa- kan
pada orang muda dan lebih tinggi (5-10%) pada
faktor yang berkontribusi terhadap per-
orang tua.4,10 Sekitar 14-24% pasien UKD akan
kembangan UKD pada 50% kasus. PAP jarang
memerlukan amputasi, dengan angka rekurensi
berdiri sendiri sebagai penyebab UKD. 7,10,11,13,15
50% setelah tiga tahun.6,8,9
Merokok, hipertensi dan hiperlipidemia
Kesintasan (survival rate) setelah am-
memberikan kontribusi pada perkembangan
putasi ekstremitas bagian bawah pada indi- vidu
PAP. Adanya iskemia aki- bat insufisiensi arteri
diabetes lebih rendah dibandingkan in- dividu
perifer menyebabkan terjadinya penurunan
nondiabetes. Mortalitas lima tahun paska
oksigenasi di daerah ulkus yang mempersulit
amputasi sekitar 68%,3,8 dan angka harapan
penyembuhan. Se- lain itu PAP juga
hidup lebih rendah pada pa- sien dengan tingkat
menyebabkan sulitnya
amputasi yang lebih
pengaliran antibiotik ke daerah infek- 2,5,10,15
si.
59

PRINSIP terhadap keadaan insufisiensi arteri perifer untuk


PENATALAKSANAAN UL- memperlambat progresifitas sumbat- an dan
kebutuhan rekonstruksi pembuluh darah.11
KUS KAKI DIABETES
Tujuan utama pengelolaan UKD yaitu
untuk mengakses proses kearah penyem- buhan Debridemen
luka secepat mungkin karena per- baikan dari Debridemen merupakan upaya untuk
ulkus kaki dapat menurunkan kemungkinan membersihkan semua jaringan nekrotik, karena
terjadinya amputasi dan ke- matian pasien luka tidak akan sembuh bila masih terdapat
diabetes. Secara umum pe- ngelolaan UKD jaringan nonviable, debris dan fis- tula.
meliputi penanganan iske- mia, debridemen, Tindakan debridemen juga dapat menghilangkan
penanganan luka, menu- runkan tekanan plantar koloni bakteri pada lu- ka. 10,15 Saat ini terdapat
pedis (off-loading), penanganan bedah, beberapa jenis de- bridemen yaitu autolitik,
penanganan komorbidi- tas dan menurunkan enzimatik, meka- nik, biologik dan tajam.10
risiko kekambuhan serta pengelolaan infeksi.10,16 Debridemen dilakukan terhadap semua
jaringan lunak dan tulang yang nonviable.
Tujuan debridemen yaitu untuk mengeva- kuasi
Penanganan iskemia jaringan yang terkontaminasi bakteri,
mengangkat jaringan nekrotik sehingga da- pat
Perfusi arteri merupakan hal penting dalam mempercepat penyembuhan, menghi- langkan
proses penyembuhan dan harus dini- lai awal jaringan kalus serta mengurangi risiko infeksi
pada pasien UKD. Penilaian kom- petensi lokal.16 Debridemen yang teratur dan dilakukan
vaskular pedis pada UKD seringkali secara terjadwal akan memelihara ulkus tetap
memerlukan bantuan pemeriksaan penun- jang bersih dan merang- sang terbentuknya jaringan
seperti MRI angiogram, doppler mau- pun granulasi sehat sehingga dapat mempercepat
angiografi. Pemeriksaan sederhana se- perti proses pe- nyembuhan ulkus.6,19
perabaan pulsasi arteri poplitea, tibialis posterior
dan dorsalis pedis dapat dilakukan pada kasus
UKD kecil yang ti- dak disertai edema ataupun
selulitis yang luas. Ulkus atau gangren kaki tidak Perawatan luka
akan sembuh bahkan dapat menyerang tempat Prinsip perawatan luka yaitu mencipta- kan
lain di kemudian hari bila penyempitan lingkungan moist wound healing atau menjaga
pembuluh darah kaki tidak diatasi.1,11,17 agar luka senantiasa dalam keada- an
Bila pemeriksaan kompetensi vaskular lembab.6,10,11 Bila ulkus memroduksi se- kret
menunjukkan adanya penyumbatan, bedah banyak maka untuk pembalut (dress- ing)
vaskular rekonstruktif dapat meningkat- kan digunakan yang bersifat absorben. Se- baliknya
prognosis dan selayaknya diperlukan sebelum bila ulkus kering maka digunakan pembalut
dilakukan debridemen luas atau amputasi yang mampu melembabkan ul- kus. Bila ulkus
parsial. Beberapa tindakan bedah vaskular yang cukup lembab, maka dipilih pembalut ulkus
dapat dilakukan antara lain angioplasti yang dapat mempertahan- kan kelembaban.1,6,15
transluminal perkutaneus (ATP), Disamping bertujuan untuk menjaga
tromboarterektomi dan bedah pintas terbuka (by kelembaban, penggunaan pembalut juga se-
pass).14,18 Berdasarkan peneliti- an, layaknya mempertimbangkan ukuran, ke-
revaskularisasi agresif pada tungkai yang dalaman dan lokasi ulkus.15 Untuk pemba- lut
mengalami iskemia dapat menghin- darkan ulkus dapat digunakan pembalut kon- vensional
amputasi dalam periode tiga tahun sebesar 98%. yaitu kasa steril yang dilembab- kan dengan
Bedah bypass dilaporkan e- fektif untuk jangka NaCl 0,9% maupun pembalut modern yang
panjang. Kesintas- an (survival rate) dari tersedia saat ini. Beberapa jenis pembalut
ekstremitas bawah dalam 10 tahun pada mereka modern yang sering dipakai
yang mema- kai prosedur bedah bypass lebih
dari 90%.15 Penggunaan antiplatelet ditujukan
dalam perawatan luka, seperti: hydrocol- digunakan hendaknya senantiasa memper-
loid, hydrogel, calcium alginate, foam dan timbangkan cost effective dan kemampuan
sebagainya. Pemilihan pembalut yang akan ekonomi pasien.1,10
60

feksi, misalnya ulkus dengan daerah infeksi yang


Menurunkan tekanan pada plantar pe- dis luas atau adanya gangren gas. Tindak- an bedah
(off-loading) emergensi dapat berupa amputasi atau
debridemen jaringan nekrotik.10,20
Tindakan off-loading merupakan salah satu
prinsip utama dalam penatalaksanaan ulkus
kronik dengan dasar neuropati. Tin- dakan ini
bertujuan untuk mengurangi te- kanan pada Penanganan komorbiditas
telapak kaki.1,16 Tindakan off- loading dapat Diabetes merupakan penyakit sistemik
dilakukan secara parsial maupun total. multiorgan sehingga komorbiditas lain ha- rus
Mengurangi tekanan pada ul- kus neuropati dinilai dan dikelola melalui pendekatan tim
dapat mengurangi trauma dan mempercepat multidisiplin untuk mendapatkan hasil yang
proses penyembuhan lu- ka.6,10,16 Kaki yang optimal. Komplikasi kronik lain baik mikro
mengalami ulkus harus sedapat mungkin maupun makroangiopati yang me- nyertai harus
dibebaskan dari penekan- an. Sepatu pasien diidentifikasi dan dikelola se- cara holistik.
harus dimodifikasi sesuai dengan bentuk kaki Kepatuhan pasien juga meru- pakan hal yang
dan lokasi ulkus.6 Metode yang dipilih untuk off- penting dalam menentukan hasil pengobatan.10
loading ter- gantung dari karakteristik fisik
pasien, lokasi luka, derajat keparahan dan
ketaatan pasien.10 Beberapa metode off loading
an- tara lain: total non-weight bearing, total Mencegah kambuhnya ulkus
contact cast, foot cast dan boots, sepatu yang
Pencegahan dianggap sebagai elemen kunci
dimodifikasi (half shoe, wedge shoe), serta alat
dalam menghindari amputasi kaki. Pasien
penyanggah tubuh seperti cruthes dan
diajarkan untuk memperhatikan ke- bersihan
walker.1,10,15
kaki, memeriksa kaki setiap hari, menggunakan
alas kaki yang tepat, meng- obati segera jika
terdapat luka, pemeriksaan rutin ke podiatri,
Penanganan bedah termasuk debridemen pada kapalan dan kuku
Jenis tindakan bedah tergantung dari berat kaki yang tumbuh ke dalam. Sepatu dengan sol
ringannya UKD. Tindakan elektif di- tujukan yang mengu- rangi tekanan kaki dan kotak yang
untuk menghilangkan nyeri akibat deformitas melin- dungi kaki berisiko tinggi merupakan ele-
seperti pada kelainan spur tu- lang, hammertoes men penting dari program pencegahan.2
atau bunions. Tindakan bedah profilaktif
diindikasikan untuk men- cegah terjadinya ulkus
atau ulkus berulang pada pasien yang mengalami Pengelolaan infeksi
neuropati de- ngan melakukan koreksi
deformitas sendi, tulang atau tendon. Bedah Infeksi pada UKD merupakan faktor
kuratif diindika- sikan bila ulkus tidak sembuh pemberat yang turut menentukan derajat
dengan pera- watan konservatif, misalnya agresifitas tindakan yang diperlukan dalam
angioplasti atau bedah vaskular. Osteomielitis pengelolaan UKD. Dilain pihak infeksi pa- da
kronis merupakan indikasi bedah kuratif. 10 UKD mempunyai permasalahan sendiri dengan
Bedah emergensi adalah tindakan yang paling adanya berbagai risiko seperti sta- tus lokalis
se- ring dilakukan, dan diindikasikan untuk maupun sistemik yang imuno- compromised
menghambat atau menghentikan proses in- pada pasien DM, resistensi mikroba terhadap
antibiotik, dan jenis mi- kroba yang adakalanya
memerlukan anti- biotik spesifik yang mahal dan
berkepan- jangan. Dasar utama pemilihan
antibiotik dalam penatalaksanaa UKD yaitu
berdasar- kan hasil kultur sekret dan sensitivitas
sel. Cara pengambilan dan penanganan sampel
berpengaruh besar terhadap ketepatan hasil
kultur kuman. Telah dilaporkan bahwa ter-
dapat perbedaan jenis kuman yang didapat pada Sambil menunggu hasil kultur, pada
bahan sekret yang diambil superfisial dengan UKD yang terinfeksi penggunaan antibiotik
yang deep swab.5,10
61

dapat dipilih secara empirik. Terdapat ber- kit untuk manajemen yang tepat. Debride- men
bagai klasifikasi pengelolaan kaki diabe- tes dilakukan sejak awal dengan tetap
mulai dari yang sederhana sampai kom- memperhitungkan ada/tidaknya kompetensi
pleks yang mencantumkan tuntunan peng- vaskular tungkai. Jaringan yang diambil da- ri
luka dikirim untuk kultur. Tindakan ini mungkin
gunaan antibiotika. Beberapa klasifikasi perlu dilakukan berulang untuk mengendalikan
tersebut yaitu klasifikasi Wagner, The Uni- infeksi.23 Terapi empiris untuk infeksi berat
versity of Texas classification, klasifikasi harus berspektrum luas dan diberikan secara
PEDIS oleh International Consensus on the intravena dengan mempertimbangkan faktor lain
seperti bi- aya, toleransi pasien, alergi, potensi
Diabetic Foot, dan klasifikasi berdasarkan efek yang merugikan ginjal atau hati, kemudah-
derajat keparahan oleh Infectious Disease an pemberian dan pola resistensi antibiotik
Society of America (IDSA).6,21,22 setempat.5,18 Infeksi kronik dan berat yang
mengancam tungkai umumnya disebabkan oleh
Secara klinis, infeksi yang tidak meng- infeksi polimikroba yang mencakup organisme
ancam tungkai biasanya terlihat sebagai ul- aerob gram positif dan negatif serta
serasi yang dangkal, tanpa iskemia yang nyata, anaerob.2,5,15,23 Pseudomonas sering diperoleh
tidak mengenai tulang atau sendi, dan area dari isolasi luka yang mengguna- kan
selulitis tidak lebih dari 2 cm dari pusat ulkus. pembalutan basah; enterokokus umum- nya
Pasien tampak stabil serta ti- dak dibiakkan dari pasien yang sebelumnya telah
memperlihatkan tanda dan gejala infek- si diterapi sefalosporin; kuman anaerob sering
sistemik. Pengelolaan pasien dilakukan sebagai ditemukan pada luka dengan keter- libatan
pasien rawat jalan. Perawatan di rumah sakit jaringan yang dalam dan nekrosis; dan
hanya bila tidak ada perbaikan setelah 48-72 jam methicillin-resistant Staphylococcy au- reus
atau kondisi membu- ruk.6 Antibiotik langsung (MRSA) sering diperoleh pada pasien yang
diberikan diser- tai pembersihan dan debridemen sebelumnya pernah di rawat inap atau diberikan
ulkus. Pe- nanganan ulkus ini selanjutnya seperti terapi antibiotika.5,12,20,22 Bila terjadi infeksi
yang diuraikan sebelumnya, koreksi hiperglike- berulang meskipun terapi antibiotik tetap
mia dan kontrol komorbid lainnya. Respon diberikan, perlu dilakukan kultur ulang jaringan
terhadap pengobatan dievaluasi setelah 48- 72 untuk menyingkirkan infeksi superimposed.10,22
jam untuk menilai tindakan yang mung- kin Lamanya pemberian antibiotik tergan- tung
perlu dilakukan.6,10,12 Aspek pencegah- an, pada gejala klinis, luas dan dalamnya jaringan
pendidikan pasien, perawatan dan pena- nganan yang terkena serta beratnya infek- si.20,22 Pada
ortotik juga dilakukan secara terpadu.12 Infeksi infeksi ringan sampai sedang antibiotik dapat
disebut mengancam bila UKD berupa ulkus diberikan 1-2 minggu, se- dangkan pada infeksi
yang dalam sampai mengenai tulang dengan yang lebih berat anti- biotik diberikan 2-4
selulitis yang lebih dari 2 cm dan/atau disertai minggu. Debridemen yang adekuat, reseksi atau
gambaran klinis infeksi sistemik berupa demam, amputasi jaring- an nekrosis dapat
edema, limfangi- tis, hiperglikemia, leukositosis mempersingkat waktu pemberian antibiotik.2,5,22
dan iskemia. Perlu diperhatikan, tidak semua Pada kasus os- teomielitis, jika tulang terinfeksi
pasien dia- betes dengan infeksi yang relatif tidak di- evakuasi, maka antibiotik harus
berat akan menunjukkan tanda dan gejala diberikan selama 6-8 minggu, bahkan beberapa
sistemik se- perti tersebut diatas. Jika ulkus litera- tur menganjurkan sampai 6 bulan.10,16 Jika
mencapai tulang atau sendi, kemungkinan besar semua tulang yang terinfeksi dievakuasi,
akan antibiotik dapat diberikan lebih singkat, yaitu 1-
terjadi osteomielitis.10,23 2 minggu dan ditujukan untuk in- feksi jaringan
Pasien dengan infeksi yang mengan- cam lunak.5,10
ekstremitas harus dirawat di rumah sa- Efektivitas terapi dievaluasi dengan
beberapa parameter, antara lain respon klinis parameter klinis inflamasi yang dapat dipegang.
pasien, suhu, leukosit dan hitung jenis, laju Jika ter- dapat iskemi jaringan luka, antibiotik
endap darah dan penanda infla- masi lainnya, mungkin tidak dapat mencapai lokasi yang
kontrol gula darah dan para- meter metabolik, terinfeksi. Oleh karena itu, prosedur re-
serta tanda-tanda penyem- buhan luka dan konstruksi vaskular mungkin harus dilaku- kan
peradangan. Pada keadaan kompetensi vaskular untuk meningkatkan aliran darah ke jaringan
yang baik, pengukur- an suhu kaki merupakan yang terinfeksi.5,10
62

tissue. Platelet-derived growth factor beca-


plermin (PDGF-b, becaplermin) digunakan
TERAPI LAIN untuk merangsang penyembuhan luka dan
Terapi ajuvan yang sering digunakan dalam dianjurkan pada neuropati kaki diabetes.
pengelolaan UKD ialah terapi oksi- gen Pemakaian bahan ini secara topikal dikata-
hiperbarik (TOH). TOH merupakan pemberian kan efektif dan aman, namun belum terda-
oksigen untuk pasien dengan tekanan yang lebih
tinggi dari tekanan at- mosfer normal. Hal ini pat data yang memadai.4 Produk bio-
menyebabkan pe- ningkatan konsentrasi oksigen engineered tissue seperti bioengineered skin
dalam darah dan peningkatan kapasitas difusi (Apligraf) dan human dermis (Dermagraf)
jaringan. Tekanan parsial oksigen dalam merupakan implan biologik aktif untuk
jaringan yang meningkat akan merangsang
neovas- kularisasi dan replikasi fibroblas serta mempercepat penyembuhan ulkus kronik.
me- ningkatkan fagositosis dan leucocyte-medi- Produk bioengineered ini bekerja pada sis-
ated killing dari bakteri.10,15,24 Indikasi pemberian tem penghantaran growth factor dan kom-
TOH yaitu UKD yang meme- nuhi kriteria luka ponen matriks dermal melalui aktifitas fi-
derajat 3 dalam klasifika- si Wagner dan luka
yang gagal sembuh se- telah 30 hari pengobatan broblas yang merangsang pertumbuhan ja-
standar, dan terutama ditujukan pada ulkus ringan dan penutupan luka.10,18,23
kronis de- ngan iskemia.15,24
Penggunaan granulocyte colony stimu-
lating factors (GCSF) merupakan terapi al-
ternatif yang masih dalam penelitian. GSCF
SIMPULAN
diketahui dapat meningkatkan ak- tivitas Patogenesis utama UKD yaitu neuro- pati
neutrofil pada pasien DM.18 Pem- berian dan iskemia tungkai. Pengeloaan UKD
suntikan GSCF subkutan selama sa- tu minggu hendaknya dilakukan melalui pendekatan
pada UKD yang disertai infeksi terbukti patofisiologi. Prinsip pengelolaan UKD se- cara
mempercepat eradikasi kuman, memperpendek terpadu ialah adekuasi penanganan iskemia,
waktu pemberian antibiotik serta menurunkan debridemen, penanganan luka, off- loading,
angka amputasi.4,18 penanganan bedah, penanganan komorbiditas,
Terapi ajuvan lain dalam pengelolaan menurunkan resiko kekam- buhan dan
UKD yang masih dalam tahap penelitan penanganan infeksi. Pengelolaan UKD terinfeksi
terbagi atas infeksi yang tidak mengancam
yaitu penggunaan faktor pertumbuhan
tungkai dan yang meng- ancam tungkai.
(growth factor therapy) dan bioengineered Pemilihan antibiotik sesuai dengan hasil uji
kultur dan sensitivitas, sedangkan lamanya
pemberian tergantung pada keadaan klinis dan
beratnya infeksi. Terapi ajuvan lain yang
dikembangkan da- lam pengelolaan UKD antara
lain terapi oksigen hiperbarik, pemberian
granulocyte colony stimulating factors dan
faktor per- tumbuhan, serta bioengineered tissue.

DAFTAR PUSTAKA
1. Waspadji S. Kaki diabetes. Dalam:
Sudayo AW, Setiyohadi B, Alwi I,
Simadibrata MK, Setiati S, editor.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam (Edisi
V Jilid III). Jakarta: Internal
Publishing, 2009; p 1961- 7.
2. Amstrong DG, Lavery AL. Diabetic
63

foot ulcer: prevention, diagnosis and


classification. Am Fam Physician.
1998;5(6):1325-32.
64

3. Reiber GE, LeMasster JW. Epidemiology and economic impact of foot


ulcers and amputations in people with diabetes. In: Browker JH, Pfeifer
MA, editors. Levin and O’Neal’s The Diabetic Foot (Seventh Edition).
Philadelphia: Mosby Elsevier, 2008; p. 3-22.
4. Katsilambors N, Dounis E, Tsapogas P, Tentolouris N. Atlas of the
Diabetic Foot. London: John Willey and sons LTD, 2003.
5. Lipsky BA. Infectious problems of the foot in diabetic patients. In: Browker
JH, Pfeifer MA, editors. Levin and O’Neal’s The Diabetic Foot (Seventh
Edition). Philadelphia: Mosby Elsevier, 2008; p. 305-18.
6. American Diabetes Association. Consensus Development Conference on
Diabetic Foot Wound Care. Diabetes Care. 1999; 22(8):1354-60.
7. Boulton AJ. The diabetic foot: from art to science. The 18th Camillo Golgi
lecture. Diabetologia 2004; 47:1343-53.
8. Reiber GE, Vileikyte L, Boyko EJ, del Aguila M, Smith DG, Lavery LA,
et al. Causal pathways for incident lower extremity ulcers in patients with
diabetes from two settings. Diabetes Care. 1999; 22:157-62.
9. Boulton AJ, Vileikyte L, Ragnarson- Tennvall G, Apelqvist J. The global
burden of diabetic foot disease. Lancet. 2005;366:1719-24.
10. Frykberg RG, Amstrong DG, Giurini JM, Zgonis T, Driver VR, Kravitz
SR, et al. Diabetic foot disorders a clinical practice guidelines. The Journal
of Foot and Ankle Surgery. 2000;35(5):S2-59.
11. Bowering CCK. Diabetic foot ulcers pa- thophysiology, assessment and
therapy. Canadian Family Phycisian. 2001;47:1007-16.
12. Bader MS. Diabetic foot infection. Ameri- can Family Physicians.
2008;78(1):71-9.
13. Conway KP, Harding KG. Wound heal- ing in the diabetic foot. In:
Browker JH, Pfeifer MA, editors. Levin and O’Neal’s
65

The Diabetic Foot (Seventh Edition). Philadelphia: Mosby Elsevier, 2008; p. 319-
28.

14. Jeffcoate WJ, Hading KG. Diabetic foot ulcers. Lancet. 2003;261:1545-
51.
15. Clayton W, Elasi TA. A review of pathophysiology, classification and
treat- ment of foot ulcers in diabetic patients. Clinical Diabetes.
2009;27(2):52-8.
16. Munro N, Rich N, McIntosh C, Foster AVM, Edmonds ME. Infections
in the diabetic foot: a practical management guide to foot care. British
Journal of Diabetes & Vascular Disease. 2003;3:132- 6.
17. Boike AM, Hall JO. A practical guide for examining and treating the
diabetic foot. Cleveland Clinic Journal of Medicine. 2002;69(4):342-8.
18. Schaper NC, Prompers LM, Huijoeberts MSP. Treatment of diabetic
ulcers. Immun Endoc & Metab Agents in Med Chem. 2007; 7: 95-104.
19. Cavanagh PR, Lipsky BA, Bradbury AW, Botek G. Treatment for
diabetic foot ulcers. Lancet. 2005;366: 1725-33.
20. Edmonds ME, Foster EVM, Sanders LF. A Practical Manual of Diabetic
Foot Care. London: Blackwell Publishing, 2004.
21. Brodsky JW. Classification of foot lesions in diabetic Patients. In: Browker
JH, Pfeifer MA, editors. Levin and O’Neal’s The Diabetic Foot (Seventh
Edition). Philadelphia: Mosby Elsevier, 2008; p. 221-6.
22. Lipsky BA, Berendt AR, Deery HG, Embil JM, Joseph WS, Karchmer
AW, et al. Diagnosis and treatment of diabetic foot infections. Clinical
Infectious Disease. 2004;39:885-910
23. Frykberg RG. Diabetic foot ulcers: pathogenesis and management. Am
Fam Physician. 2002;66:1655-62.
24. Stone JA, Cianci P. The adjunctive hyperbaric oxygen therapy in the treat-
ment of lower extremity wounds in patients with diabetes. Diabetes
Spectrum. 1997;10(2):118-23.
66

SATUAN ACARA PENYULUHAN


(SAP)

Perawatan Luka Dm

Di Susun Oleh :
Nama : Alvika Nurma Siswanti
NIM : (2018.C.10a.0924)

YAYASAN EKA HARAP PALANGKARAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN
2020/2021
67

SATUAN ACARA PENYULUHAN

A. Topik : Cara Perawatan Luka


Sub Pokok Pembahasan : Perawatan Luka Diabetus Militus
Hari/Tanggal : Kamis,12 November 2020
Waktu : 07:00 WIB - Selesai
Sasaran : Pasien dan Keluarga Pasien
Tempat : Kamar Pasien

B. Tujuan Umum
Setelah diberikan penyuluhan selama 20 menit tentang perawatan luka
diabetik, pasien dan keluarga dapat memahami cara perawatan luka yang baik dan
benar.

C. Tujuan Khusus
Setelah diberikan penyuluhan selama 20 menit diharapkan pasien dan
keluarga mampu memahami
1. Mengetahui Perawatan luka DM
2. Mengetahui Penyebab Infeksi
3. Mengetahui Tanda dan gejala Infeksi
4. Mengetahui Cara Perawatan Luka yang Benar
5. Dapat mendemontrasikan langkah-langkah perawatan luka

D. Materi Penyuluhan (Terlampir)


1. Mengetahui Perawatan luka DM
2. Mengetahui Penyebab Infeksi
3. Mengetahui Tanda dan gejala Infeksi
4. Mengetahui Cara Perawatan Luka yang Benar
5. Dapat mendemontrasikan langkah-langkah perawatan luka
68

E. Metode Penyuluhan
1. Ceramah.
2. Tanya jawab

F. Media
1. Leaflate

G. Kegiatan Penyuluhan
No Tahap Waktu Kegiatan Penyuluhan Sasaran
Kegiatan
1 Pembukaan 5 menit a. Mengucapkan salam a. Menjawab
b. Memperkenalkan diri salam
c. Menyebutkan b. Mendengarkan
materi/pokok bahasan dan menyimak
yang akan disampaikan
d. Kontrak waktu
2 Pelaksanaan 20 menit a. Penyampaian materi a. Mendengarkan
dan menyimak
b. Menjelaskan Perawatan
b. Bertanya
luka DM
mengenai hal-
c. Menjelaskan Penyebab
hal yang belum
Infeksi
jelas dan
d. Menjelaskan Tanda dan
dimengerti
gejala Infeksi
e. Menjelaskan Cara
Perawatan Luka yang
Benar
f. Mendemontrasikan
langkah-langkah
perawatan luka
g.
3 Penutup 5 menit a. Melakukan evaluasi a. Sasaran dapat
b. Menyampaikan menjawab
69

kesimpulan materi tentang


c. Mengakhiri pertemuan pertanyaan
dan mengucap salam yang diajukan
b. Mendengar
memperhatikan
c. Menjawab
salam

H. Evaluasi
Setelah diberikan penyuluhan selama 15 menit tentang penyakit Infrak
Miokard Akut (IMA) diharapkan peserta:
1. Mengetahui Perawatan luka DM
2. Mengetahui Penyebab Infeksi
3. Mengetahui Tanda dan gejala Infeksi
4. Mengetahui Cara Perawatan Luka yang Benar
5. Dapat mendemontrasikan langkah-langkah perawatan luka
70

MATERI PENYULUHAN

A. Pengertian Perawatan Luka


Perawatan luka adalah suatu teknik dalam membersihkan luka yang
diakibatkkan oleh penyakit diabetes mellitus (kencing manis) dengan tujuan
untuk mencegah infeksi luka, melancarkan peredaran darah sekitar dan
mempercepat proses penyembuhan luka.
 

B. Penyebab Infeksi
a)  Adanya benda asing atau jaringan yang sudah mati didalam luka
b)  Luka terbuka dan kotor
c)  Gizi Buruk
d)  Daya tahan tubuh yang lemah
e)  Mobilisasi terbatas atau kurang gerak
 

C. Tanda dan Gejala Infeksi


a) Terjadi bengkak disekitar luka
b)  Panas badan yang meningkat
c)  Kemerahan disekitar luka
d)  Nyeri
e)  Perubahan fungsi organ
f)  Cairan yang berupa nanah pada luka
g)  Luka berbau tidak seda

D. Cara – Cara Perawatan Luka Di Rumah


Persiapan alat :
1. Kapas
2. Kassa seteril
3. Cairan infus NaCl 0,9 % atau air matang yang masih hangat
4. Minyak kayu putih
5. Plester
6. Gunting
71

7. Kantong plastik
8. Handuk lembut
9. Gunting kuku

E. Langkah – Langkah:

1. Atur posisi senyaman mungkin


2. Siapkan alat yang diperlukan dan dekatkan kepada pasien
3. Keluarga yang akan melakukan ganti balutan sebelumnya mencuci
tangan terlebih dahulu dengan sabun.
4. Buka plester/ perban (dengan alkohol atau  menggunakan Minyak
kayu putih)
5. Balutan lama dibuka dan dibuang ke kantong plastic
6. Bersihkan luka :
1) Cuci luka terlebih dahulu dengan kapas yang dibasahi NaCl
0,9% atau kapas lembab yang telah dibasahi air matang yang
masih hangat.
2) Keringkan luka dengan kassa kering steril.
3) Untuk luka yang masih basah, kompres luka dengan kassa yang
telah dibasahi NaCl 0,9% atau air matang yang masih hangat.
4) Tutup luka yang telah dikompres kassa NaCl 0,9% atau air
matang dengan kassa kering.
5) Plester balutan tersebut agar tidak mudah lepas atau perban
menggunakan perban gulung.        

7. Jika ingin memotong kuku kaki atau kuku tangan pasien : kaki
direndam dahulu dalam air hangat ( 37,5’C ) selama 5 menit dan di
keringkan dengan handuk lembut. Potonglah kuku dengan lurus
kemudian potong pinggiran kuku. Kikir pinggir-pinggir kuku dengan
halus. Hindari memotong kuku terlalu dalam.
8. Jangan berjalan kaki tanpa menggunakan alas kaki , baik di dalam
rumah ataupun di luar rumah. Pakailah alas kaki sepatu atau sandal
yang pas dan bahan yang lembut sesuai ukuran kaki dan nyaman
72

untuk dipakai, sebelum memakai sepatu : periksa bagian dalam sepatu


dari adanya batu-batuan kecil atau benda lainnya yang mungkin bisa
mengiritasi kulit.
9. Perlu diperhatikan : jangan memakai sepatu tanpa kaos kaki. Kaos
kaki harus dari bahan yang lembut dan dapat menyerap keringat. Jaga
agar kaki selalu hangat dan kering. Pakai sepatu yang lembut sehingga
memungkinkan kulit kaki untuk bernafas.
10. Bereskan peralatan
11. Cuci tangan
73
74

Anda mungkin juga menyukai