Anda di halaman 1dari 87

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA Ny. R DENGAN DIAGNOSIS MEDIS ULKUS


DIABETIK PADA SISTEM INTEGUMEN

Di Susun Oleh :
BomBom Prayoga
2018. C.10a.0928

YAYASAN EKA HARAP PALANGKARAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN
2020/2021

1
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan ini di susun oleh :

Nama : BOMBOM PRAYOGA

NIM : 2018.C.10a.0928

Program Studi : S-1 Keperawatan

Judul : Laporan pendahuluan Pada Ny. R Dengan Diagnosa Medis


Ulkus Diabetik Pada Sistem Integumen.

Telah melakukan Asuhan Keperawatan sebagai persyaratan untuk


menyelesaikan Praktik Pra Klinik Keperawatan 1 Program Studi S-1 Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Laporan keperawatan ini telah disahkan oleh :

Ketua Program Studi S1 Keperawatan Pembimbing Akademik

Meilitha Carolina, Ners, M.Kep Nia Pristina. S.Kep.,Ners

KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa yang
telah melimpahkan Rahmat dan karunia-Nya sehingga penyusunan Asuhan
Keperawatan ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat pada waktunya.
Penyusunan Asuhan Keperawatan ini bertujuan untuk memenuhi tugas
Praktik Praklinik Keperawatan II (PPK II) pada Program Studi S-1 Keperawatan.
Selain itu, Asuhan Keperawatan ini bertujuan untuk menambah wawasan bagi
pembaca maupun kami sebagai penulis. Sehingga pada waktu yang akan datang
materi ini dapat bermanfaat bagi kita semua.

Penulis menyadari bahwa pelaksanaan dan penyusunan Asuhan


Keperawatan ini tidak lepas dari bantuan dan dukungan dari berbagai pihak, baik
secara langsung maupun tidak langsung. Untuk itu perkenankan penulis
mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd., M.Kes, selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners, M.Kep, Selaku Ketua Prodi S1 Keperawatan
STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Nia Pristina. S.Kep.,Ners Selaku Pembimbing Akademik yang telah banyak
memberi arahan, masukan dan bimbingan dalam penyelesaian Asuhan
Keperawatan ini.
4. Ibu Meida Sinta Ariani, S.Kep., Ners selaku koordinator praktek klinik 2
program studi Serjana Keperawatan.
5. Semua pihak yang turut ambil bagian dalam membantu penulis
menyelesaikan Laporan Asuhan Keperawatan ini, yang tidak dapat penulis
sebutkan satu persatu.
Semoga Asuhan Keperawatan ini dapat bermanfaat bagi perkembangan ilmu
pengetahuan khususnya ilmu keperawatan. Penulis menyadari bahwa dalam
penyusunan Asuhan Keperawatan ini masih jauh dari sempurna, oleh karena itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun, untuk perbaikan
dimasa yang akan mendatang. Akhir kata penulis mengucapkan sekian dan terima
kasih.
Palangka Raya, 5 Desember 2020
Penulis

DAFTAR ISI
Lembar Pengesahan i
Kata Pengantar ii
Daftar Isi iii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 3
1.3 Tujuan Penulisan 3
1.4 Manfaat 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Penyakit 5
2.1.1 Definisi 5
2.1.2 Anatomi Fisiologi 6
2.1.3 Etiologi 8
2.1.4 Klasifikasi 9
2,1.5 Patofisiologi (Pathway) 10
2.1.6 Manifestasi Klinis 10
2.1.7 Komplikasi 11
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang 11
2.3 Manajemen Asuhan Keperawatan 14
2.3.1 Pengkajian Keperawatan 14
2.3.2 Diagnosa Keperawatan 15
2.3.3 Intervensi Keperawatan 16
2.3.4 Implementasi Keperawatan 17
2.3.5 Evaluasi Keperawatan 18
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian Keperawatan
3.2 Diagnosa Keperawatan
3.3 Intervensi Keperawatan
3.4 Implementasi keperawatan
3.5 Evaluasi Keperawatan

BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan
4.2 Saran
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
JURNAL

BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Ulkus diabetik adalah cedera pada semua lapisan kulit, nekrosis atau
gangren yang biasanya terjadi pada telapak kaki, sebagai akibat dari neuropati
perifer atau penyakit arteri perifer pada pasien diabetes mellitus (Rosyid,2017).

Diantara penyebab terjadinya ulkus diabetik adalah akibat penurunan


sirkulasi ke perifer yang dipengaruhi oleh tingginya kadar gula dalam darah dan
penyakit arterial perifer yaitu aterosklerosis. Ulkus kaki diabetik ditandai dengan
peningkatan apoptosis fibroblast, penurunan fibroblast proliferasi sel dan
inflamasi berkepanjangan reaksi (Rosyid,2018).

Ulkus diabetik komplikasi dari penyakit diabetes melitus (DM) yang


memerlukan perawatan di rumah sakit. Ulkus diabetikum merupakan penyebab
utama masuknya infeksi bakteri atau jamur, amputasi dan kematian dini
(PERKENI 2011)
Ulkus diabetikum dapat terjadi akibat proses penyembuhan luka yang
lambat sehingga meningkatkan kerentanan terhadap suatu infeksi, hal ini
disebabkan karena adanya gangguan neurologis (neuropati) dan vaskuler pada
tungkai (Rebolledo dkk 2011, hlm 156).
Komplikasi ulkus diabetik merupakan penyebab tersering dilakukannya
amputasi yang didasari oleh kejadian non traumatik. Risiko amputasi 15-40 kali
lebih sering pada penderita DM dibandingkan dengan non-DM. Komplikasi akibat
ulkus kaki diabetik menyebabkan lama rawat penderita DM menjadi lebih
panjang. Lebih dari 25% penderita DM yang dirawat adalah akibat ulkus kaki
diabetik. Sebagian besar amputasi pada ulkus kaki diabetik bermula dari ulkus
pada kulit (Singh, 2015).
Peningkatan jumlah pasien DM memiliki dampak terhadap peningkatan
komplikasi ulkus diabetikum. Sepertiga dari pasien DM akan mengalami masalah
ulkus dibetikum (Zhang dkk 2012, hlm 216). Menurut hasil penelitian, 95,8%
pasien yang dirawat di rumah sakit dengan ulkus diabetik menunjukkan adanya
infeksi (ADA 2010). Prevalensi ulkus diabetik di Indonesia sebanyak 15%, angka
amputasi 30%, angka mortalitas 32% dan ulkus diabetik merupakan sebab
perawatan rumah sakit terbanyak sebesar 80% (Riyanto 2007, hlm 16).
Ulkus diabetik diperkirakan terjadi pada 15% dari pasien DM tipe II tahun
2010-2015, di Amerika Serikat lebih dari 60% atau sekitar 82.000 kejadian
amputasi anggota tubuh bagian bawah bukan disebabkan trauma, namun lebih
banyak disebabkan oleh DM (American Podiatric Medical Association, 2013).
Sedangkan di Indonesia sendiri prevalensi ulkus kaki diabetik berkisar antara
17,3% sampai 32,9% dari seluruh penderita DM yang dirawat di rumah sakit
(Depkes RI, 2015)
Proses penyembuhan luka memiliki beberapa tahapan yaitu inflamasi,
proliferasi, fibroblastik dan maturasi atau remodeling. Penyembuhan luka
melibatkan banyak faktor termasuk fungsi seluler dan biokimia untuk
mengembalikan integritas jaringan. Selain itu faktor yang mempengaruhi
penyembuhan luka adalah status gizi, hal ini dikarenakan penyembuhan luka
memerlukan zat-zat metabolisme. Protein merupakan salah satu zat metabolisme
yang diperlukan dalam penyembuhan luka. Protein mensuplai asam amino yang
dibutuhkan untuk perbaikan jaringan dan generalisasi. Albumin merupakan
protein utama dalam tubuh. Albumin berfungsi untuk memelihara tekanan onkotik
plasma dan mengangkut nutrisi dalam aliran darah. Sehingga membantu dalam
proses penyembuhan luka. Kesembuhan luka juga sangat dipengaruhi oleh suplai
oksigen dan nutrisi ke dalam jaringan. Oksigen yang berikatan dengan molekul
protein hemoglobin diedarkan ke jaringan dan sel-sel tubuh melalui sistem
peredaran darah.
Berdasarkan uraian diatas mahasiswa dapat menyimpulkan bahwa ulkus
diabetik pedis harus mendaptkan perawatan dan pengobatan untuk kesembuhan.
Dengan kesimpulan tersebut, mahasiswa dapat melengkapi asuhan keperawatan
khususnya pada pasien dengan diagnosa medis ulkus diabetikum

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang diatas, maka mahasiswa mengambil rumusan
masalah bagaimana cara memberikan asuhan keperawatan pada dengan diagnosa
medis Ulkus Diabetikum.
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan umum
Agar penulis mampu berpikir secara logis dan ilmiah dalam memberikan
asuhan keperawatan khususnya pada dengan diagnosa medis Ulkus Diabetikum
dengan menggunakan pendekatan manajemen keperawatan secara benar, tepat dan
sesuai dengan standard keperawatan secara professional.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Melakukan pengkajian status kesehatan pada Ny. R dengan masalah
Ulkus Diabetikum
1.3.2.2 Menegakan dianosa keperawatan yang mungkin muncul pada Ny. R
dengan masalah Ulkus Diabetikum
1.3.2.3 Membuat intervensi keperawatan sesuai dengan diagnosa yang muncul
pada Ny. R dengan masalah Ulkus Diabetikum
1.3.2.4 Membuat implementasi keperawatan sesuai dengan intervensi yang di buat
pada Ny. R. dengan masalah Ulkus Diabetikum
1.3.2.5 Membuat evaluasi asuhan keperawatan pada Ny. R dengan masalah Ulkus
Diabetikum
1.3.2.6 Mampu melakukan dokumentasi keperawatan pada pasien dengan
penyakit Ulkus Diabetikum

1.4 Manfaat
1.4.1 Untuk Mahasiswa
Memberikan pengalaman yang nyata tentang asuhan keperawatan
khususnya pada dengan diagnosa medis Ulkus Diabetikum
1.4.2 Untuk Klien dan Keluarganya
Pasien dan keluarga mengerti cara perawatan dan menghindari penyebab
pada penyakit secara benar dan bisa melakukan perawatan dirumah dengan
mandiri.
1.4.3 Untuk Institusi
Dapat digunakan sebagai informasi bagi institusi pendidikan dalam
pengembangan dan peningkatan mutu pendidikan dan peningkatan mutu
pendidikan dimasa yang akan datang.

1.4.4 Untuk IPTEK


Dapat digunakan sebagai kunci untuk membangun kekuatan daya saing
yang bernilai tambah dan memberikan keunggulan kompetitif pada masa
yang akan datang.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit Ulkus Diabetik


2.1.1 Definisi
Ulkus diabetikum merupakan kondisi yang kerap dialami oleh penderita
diabetes. Kondisi ini ditandai dengan munculnya luka yang disertai keluarnya
cairan berbau tidak sedap dari kaki. Ulkus diabetikum termasuk salah satu
komplikasi diabetes yang berbahaya dan perlu segera ditangani dokter. Ulkus
diabetikum terjadi akibat kerusakan saraf dan pembuluh darah yang disebabkan
oleh tidak terkontrolnya kadar gula darah, sehingga memicu munculnya luka.
Luka paling sering terjadi di bagian bawah ibu jari atau telapak kaki bagian depan.
(dr. Kevin Andrian 2020)
Ulkus diabetikum adalah luka yang dialami oleh penderita diabetes mellitus
pada area kaki dengan kondisi luka mulai dari luka superficial, nekrosis kulit,
sampai luka dengan ketebalan penuh, yang dapat meluas ke jaringan lain seperti
tendon, tulang dan persendian, jika ulkus dibiarkan tanpa penatalaksanaan yang
baik akan mengakibatkan infeksi atau gangren (Setiyawan, 2016).
Ulkus diabetik merupakan kerusakan yang terjadi sebagian (Partial
Thickness) atau keseluruhan (Full Thickness) pada daerah kulit yang meluas ke
jaringan bawah kulit, tendon, otot, tulang atau persendian yang terjadi pada
seseorang yang menderita penyakit Diabetes Melitus (DM), kondisi ini timbul
akibat dari peningkatan kadar gula darah yang tinggi (Tarwoto & Dkk., 2012)
Ulkus diabetik adalah cedera pada semua lapisan kulit, nekrosis atau
gangren yang biasanya terjadi pada telapak kaki, sebagai akibat dari neuropati
perifer atau penyakit arteri perifer pada pasien diabetes mellitus (Rosyid,2017).
Jadi ulkus diabetikun adalah luka yang dialami oleh penderita penyakit
diabetes melitus, luka tersebut merupakan luka yang terdapat pada bagian kaki
yang disebabkan karena faktor keturunan dan faktor lainnya, lukanya tersebut
merupakan luka yang merusak lapisan kulit, nekrosis atau gangren.
2.1.2 Anatomi Fisiologi
Kulit merupakan organ tubuh yang paling luas yang berkontribusi
terhadap total berat tubuh sebanyak 7 %. Keberadaan kulit memegang peranan
penting dalam mencegah terjadinya kehilangan cairan yang berlebihan, dan
mencegah masuknya agen-agen yang ada di lingkungan seperti bakteri, kimia dan
radiasi ultraviolet. Kulit juga akan menahan bila terjadi kekuatan-kekuatan
mekanik seperti gesekan (friction), getaran (vibration) dan mendeteksi perubahan-
perubahan fisik di lingkungan luar, sehingga memungkinkan seseorang untuk
menghindari stimuli-stimuli yang tidak nyaman. Kulit membangun sebuah barier
yang memisahkan organ-organ internal dengan lingkungan luar, dan turut
berpartisipasi dalam berbagai fungsi tubuh vital.
2.1.2.1 Epidermis  
Epidermis berasal dari ektoderm, terdiri dari beberapa lapis (multilayer).
Epidermis sering kita sebut sebagai kuit luar.Epidermis merupakan lapisan teratas
pada kulit manusia dan memiliki tebal yang berbeda-beda: 400-600 μm untuk
kulit tebal (kulit pada telapak tangan dan kaki) dan 75-150 μm untuk kulit tipis
(kulit selain telapak tangan dan kaki, memiliki rambut).
2.1.2.2 Dermis
Merupakan bagian yang paling penting di kulit yang sering dianggap
sebagai “True Skin” karena  95%  dermis membentuk ketebalan kulit.Terdiri atas
jaringan ikat yang menyokong epidermis dan menghubungkannya dengan
jaringan subkutis. Tebalnya bervariasi, yang paling      tebal pada telapak kaki
sekitar 3 mm.Kulit jangat atau dermis  menjadi tempat ujung saraf perasa, tempat
keberadaan kandung rambut, kelenjar keringat, kelenjar-kelenjar palit atau
kelenjar minyak, pembuluh-pembuluh darah dan getah bening, dan otot penegak
rambut (muskulus arektor pili). Lapisan ini elastis & tahan lama, berisi jaringan
kompleks ujung-ujung syaraf, kelenjar sudorifera, kelenjar. Sebasea, folikel
jaringan rambut & pembuluh darah yang juga merupakan penyedia nutrisi bagi
lapisan dalam epidermis.
Dermis atau cutan (cutaneus), yaitu lapisan kulit di bawah epidermis.
Penyusun utama dari dermis adalah kolagen. Membentuk bagian terbesar kulit
dengan memberikan kekuatan dan struktur pada kulit, memiliki ketebalan yang
bervariasi bergantung pada daerah tubuh dan mencapai maksimum 4 mm di
daerah punggung. Dermis terdiri atas dua lapisan dengan batas yang tidak nyata,
yaitu stratum papilare dan stratum reticular.
2.1.2.3 Subkutan atau Hipodermi
Pada bagian subdermis ini terdiri atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel
lemak di dalamnya.Pada lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh
darah dan getah bening. Untuk sel lemak pada subdermis, sel lemak dipisahkan
oleh trabekula yang fibrosa. Lapisan terdalam yang banyak mengandung sel
liposit yang menghasilkan banyak lemak. Disebut juga panikulus adiposa yang
berfungsi sebagai cadangan makanan. Berfungsi juga sebagai bantalan antara kulit
dan setruktur internal seperti otot dan tulang. Sebagai mobilitas kulit, perubahan
kontur tubuh dan penyekatan panas.Sebagai bantalan terhadap trauma. Tempat
penumpukan energi.
Lapisan ini terutama mengandung jaringan lemak, pembuluh darah dan limfe,
saraf-saraf yang berjalan sejajar dengan permukaan kulit. Cabang-cabang dari
pembuluh-pembuluh dan saraf-saraf menuju lapisan kulit jangat. Jaringan ikat
bawah kulit berfungsi sebagai bantalan atau penyangga benturan bagi organ-organ
tubuh bagian dalam, membentuk kontur tubuh dan sebagai cadangan makanan.
Ketebalan dan kedalaman jaringan lemak bervariasi sepanjang kontur tubuh,
paling tebal di daerah pantat dan paling tipis terdapat di kelopak mata. Jika usia
menjadi tua, kinerja liposit dalam jaringan ikat bawah
kulit juga menurun. Bagian tubuh yang sebelumnya berisi banyak lemak,
lemaknya berkurang sehingga kulit akan mengendur serta makin kehilangan
kontur.
2.1.2.4 Fungsi Kulit
2.1.2.1.1Proteksi (melindungi) :
Kulit menjaga bagian dalam tubuh terhadap gangguan fisik atau mekanis,
misalnya terhadap gesekan, tarikan, gangguan kimiawi yang dapat
menimbulkan iritasi (lisol, karbol dan asam kuat). Gangguan panas
misalnya radiasi, sinar ultraviolet, gangguan infeksi dari luar misalnya
bakteri dan jamur. Karena adanya bantalan lemak, tebalnya lapisan kulit
dan serabut-serabut jaringan penunjang berperan sebagai
pelindung terhadap gangguan fisis.
2.1.2.1.2Absorbsi (menyerap) :
Kulit yang sehat tidak mudah menyerap air, larutan dan benda padat,
tetapi cairan yang mudah menguap lebih mudah diserap, begitu juga yang
larut dalam lemak. Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2 dan uap air
memungkinkan kulit ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi.
Kemampuan absorbsi kulit dipengaruhi tebal tipisnya kulit, hidrasi,
kelembapan dan metabolisme.
2.1.2.1.3Regulasi (Pengatur Panas) :
Suhu tubuh tetap stabil meskipun terjadi perubahan suhu lingkungan. Hal
ini karena adanya penyesuaian antara panas yang dihasilkan oleh pusat
pengatur panas, medula oblongata. Suhu normal dalam tubuh yaitu suhu
viseral 36-37,5 derajat untuk suhu kulit lebih rendah.
2.1.2.1.4Ekskresi (Pengeluaran) :
Kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak berguna lagi atau
zat sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea, asam urat, dan
amonia. Sebum yang diproduksi oleh kulit berguna untuk melindungi
kulit karena lapisan sebum (bahan berminyak yang melindungi kulit) ini
menahan air yang berlebihan sehingga kulit tidak menjadi kering.
Produksi kelenjar lemak dan keringat menyebabkan keasaman
pada kulit. 
2.1.2.1.5Persepsi / Reseptor (Peraba) :
Kulit mengandung ujung-ujung saraf sensorik di dermis dan subkutis.
Respons terhadap rangsangan panas diperankan oleh dermis dan
subkutis, terhadap dingin diperankan oleh dermis, perabaan diperankan
oleh papila dermis dan markel renvier, sedangkan tekanan diperankan
oleh epidermis. 
2.1.2.1.6Pembentukan Pigmen :
Sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak pada lapisan basal dan sel ini
berasal dari rigi saraf. Melanosit membentuk warna kulit. Enzim
melanosum dibentuk oleh alat golgi dengan bantuan tirosinase, ion Cu,
dan O2 terhadap sinar matahari memengaruhi melanosum.
2.1.2.1.7Keratinisasi :
Keratinosit dimulai dari sel basal yang mengadakan pembelahan. Sel
basal yang lain akan berpindah ke atas dan berubah bentuk menjadi sel
spinosum. Makin ke atas sel ini semakin gepeng dan bergranula menjadi
sel granulosum. Semakin lama intinya menghilang dan keratonosit
ini menjadi sel tanduk yang amorf. Proses ini berlangsung terus menerus
seumur hidup. Keratinosit melalui proses sintasis dan degenerasi menjadi
lapisan tanduk yang berlangsung kira-kira 14-21 hari dan memberikan
perlindungan kulit terhadap infeksi secara mekanis-fisiologik

2.1.3 Etiologi
Beberapa etiologi yang menyebabkan ulkus diabetes meliputi neuropati,
penyakit arterial, tekanan dan deformitas kaki. Faktor yang paling banyak
menyebabkan ulkus diabetik adalah neuropati, trauma, dan deformitas kaku, yang
sering disebut dengan Critical Triad of Diabetic Ulcers. Penyebab lain ulkus
diabetik adalah iskemik, infeksi, edema, dan kalus. Ulkus diabetik merupakan
penyebab tersering pasien harus diamputasi, sehingga faktor-faktor tersebut juga
merupakan faktor predisposisi terjadinya amputasi (Frykberg dalam Dafianto,
2016)

2.1.4 Klasifikasi
Menurut Frykberg dalam Dafianto (2016), klasifikasi laserasi dapat
menfasilitasi pendekatan logis untuk pengobatan dan bantuan dalam prediksi
hasil. Beberapa sistem klasifikasi luka telah dibuat, berdasarkan parameter seperti
luasnya infeksi, neuropati, iskemia, kedalaman atau luasnya kehilangan jaringan,
dan lokasi. Klasifikasi derajat ulkus diabetik dapat dibagi menjadi enam tingkatan
menurut sistem Wagner berdasarkan dalamnya luka, derajat infeksi, dan derajat
gangren (PERKENI dalam Dafianto, 2016), yaitu:
2.1.4.1 Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit mash utuh dengan kemungkinan
disertai kelainan bentuk kaki.
2.1.4.2 Derajat 1 : Ulkus superfisial terbatas pada kulit
2.1.4.3 Derajat 2 : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang
2.1.4.4 Derajat 3 : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis
2.1.4.5 Derajat 4 : Gangren jarim kaki atau bagian distal kaki dengan atau tanpa
selulitis
2.1.4.6 Derajat 5 : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai

2.1.5 Patofisiologi
Salah satu komplikasi kronik atau akibat jangka panjang diabetes melitus
adalah ulkus diabetik. Ulkus diabetik disebabkan oleh adanya tiga faktor yaitu
iskemi, neuropati, dan infeksi. Kadar glukosa darah yang tidak terkendali akan
menyebabkan komplikasi kronik neuropati perifer berupa neuropati sensorik,
motorik. Penderita diabetes juga menderita kelainan vaskuler berupa iskemi. Hal
ini disebabkan proses makroangiopati dan menurunnya sirkulasi jaringan yang
ditandai oleh hilang atau berkurangnya denyut nadi arteri dorsalis pedis,arteri
tibialis, dan arteri paplitea. Inilah yang menyebabkan kaki menjadi atrofi, dingin
dan kuku menebal. Selanjutnya terjadi nekrosis jaringan, sehingga timbul ulkus
yang biasanya timbul dari ujung kaki atau tungkai kaki. Kelainan neurovaskuler
pada penderita diabetes diperberat dengan atherosklerosis.
Atherosklerosis merupakan kondisi arteri menebal dan menyempit karena
penumpukan lemak didalam pembuluh darah. Menebalnya arteri dikaki dapat
mempengaruhi otot-otot kaki karena berkurangnya suplai darah, kesemutan, rasa
tidak nyaman, dan dalam jangka waktu yang lama dapat mengakibatkan kematian
jaringan yang akan berkembang menjadi ulkus kaki diabetes. Proses angiopati
pada penderita diabetes mellitus berupa penyempitan dan penyumbatan pembuluh
darah perifer tungkai bawah terutama kaki, akibat perfusi jaringan bagian distal
tungkai kaki berkurang (Wijaya & Putri, 2013).
Terjadinya ulkus diabetikum pada ekstremitas bawah diawali karena adanya
ketidakstabilan kadar glukosa dalam darah yang menyebabkan kelainan neuropati,
dan pembuluh darah, baik neuropati sensorik ataupun motorik, dan autonomik,
akan mengakibatkan berbagai perubahan kulit dan otot yang kemudian akan
menyebabkan ulkus diabetikum pada penderita diabetes mellitus (Haryono &
Utami, 2019).
Woc Ulkus Diabetik
deformitas infeksi trauma kalus iskemia
Neuropati sensori
perifer

Ulkus Diabetik

B1 B2 B3 B4 B5 B6
1

Intake glukosa sel Hiperglikemia Angiopati diabetik Hiperglikemia Katabolisme Neuropati perifer
berkurang protein

Makroangiopati Glikosuria Gg. Sensori motorik


Viskositas darah
Ketoasidosis Merangsang
meningkat
Terganggunya aliran hipotalamus
Poliurea Trauma
darah ke kaki
Pernafasan kusmaul
Aliran darah Polidipsi dan
Osmotik diuresis Polifagi Ulkus
melambat Trauma
Pola nafas tidak
efektif Risiko infeksi
Iskemik jaringan Luka Dehidrasi
Masukan yg
melebihi aktivitas
Infeksi
Luka sulit sembuh Resiko Kekurangan
Perfusi Perifer cairan dan Elektrolit
Tidak Efektif Ganggren

Ansietas
Defisit nutrisi
Iskemik - gangguan integritas
jaringan/kulit
Nyeri Akut

Gangguan istirahat tidur


Kelemahan
sendi dan otot

Kekakuan gerak sendi

Kolep sendi

Deformitas sendi

Titik tumpu baru

- Gangguan
Mobilitas Fisik
2.1.6 Manifestasi Klinis (Tanda & Gejala)
Tanda dan gejala pada pasien dengan ulkus diabetikum yaitu sering
kesemutan, nyeri kaki saat istirahat, sensasi rasa berkurang, kerusakan jaringan
(nekrosis), penurunan denyut nadi arteri dorsalis pedis, tibialis dan poplitea, kaki
menjadi atrofi, dingin dan kuku menebal dan kulit kering (Yunus, Bahri. 2015).
Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus  panas
walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh
peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses
mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara akut
emboli memberikan gejala klinis yaitu :
2.1.6.1 Nyeri
2.1.6.2 Kepucatan
2.1.6.3 Kesemutan
2.1.6.4 Denyut nadi hilang
2.1.6.5 Lumpuh
2.1.6.6 Kerusakan jaringan
2.1.6.7 Kulit kering

2.1.7 Komplikasi
2.1.7.1 Komplikasi makrovaskuler
Pada komplikasi makrovaskuler yang biasanya umum berkembang yaitu
trombosit otak atau dibagian otak mengalami pembekuan darah sebagian, gagal
jantung kongestif, penyakit jantung koroner dan mengalami stroke.
2.1.7.2 Komplikasi mikrovaskuler
Komplikasi ini terjadi pada pasien diabetes dengan tipe 1 yaitu nefropati,
diabetik retinopati atau pasien mengalami kebutaan, neuropati dan amputasi
akibat luka diabetes yang sudah tidak mengalami perawatan dengan baik lalu
mengalami infeksi yang sangat parah.

2.1.8 Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan penunjang menurut tentang diabetes mellitus terkait ulkus
diabetik (Wijaya & Putri,2013), meliputi :
2.1.8.1 Pemeriksaan darah meliputi gula darah sementara (GDS)> 200mg/dL, gula
darah puasa >120mg/dL dan 2 jam post prandial >200mg/dL.
2.1.8.2 Pemeriksaan urine adalah pemeriksaan yang didapatkan adanya glukosa
dalam urine. Hasil dapat dilihat melalui perubahan warna pada urine
urine : hijau (+), kuning (++), merah (+++), dan merah bata (++++).
2.1.8.3 Pemeriksaan foto polos pada kaki diabetik dapat menunjukkan
demineralisasi dan sendi Charcot serta adanya osteomielitis. 
2.1.8.4 Computed Tomographic (CT) scan dan Magnetic Resonance Imanging
(MRI): meskipun pemeriksa yang berpengalaman dapat mendiagnosis
abses dengan pemeriksaan fisik, CT scan atau MRI dapat digunakan untuk
membantu diagnosis abses apabila pada pemeriksaan fisik tidak jelas. 
2.1.8.5 Bone scaning masih dipertanyakan kegunaannya karena besarnya hasil
false positif dan false negatif. Penelitian mutakhir menyebutkan 99mTc-
IabeIed ciprofolxacin sebagai penanda (marker) untuk osteomielitis. 
2.1.8.6 Arteriografi konvensional: apabila direncanakan pembedahan vaskuler
atau endovaskuler, arteriografi diperlukan untuk memperlihatkan luas dan
makna penyakit atherosklerosis. Resiko yang berkaitan dengan injeksi
kontras pada angiografi konvensional berhubungan dengan suntikan dan
agen kontras.

2.1.9 Penatalaksanaan Medis


Penatalaksanaan pada ulkus diabetikum sebagai berikut Wijaya & Putri
(2013) :
2.1.9.1 Pengobatan
Pengobatan dari gangren diabetik sangat dipengaruhi oleh derajat dan
dalamnya ulkus, apabila di jumpai ulkus yang dalam harrus dilakukan
pemeriksaan yang seksama untuk menentukan kondisi ulkus dan besar kecilnya
debridement yang akan dilakukan dari penatalaksanaan perawatan luka diabetik
ada bebrapa tujuan yang ingin dicapai, antara lain :
2.1.9.1.1 Mengurangi atau menghilangkan faktor penyebab
2.1.9.1.2 Optimalisasi suasana lingkungan luka dalam kondisi lembab
2.1.9.1.3 Dukungan kondisi klien atau host (nutrisi, komtrol diabetes melitus dan
kontrol faktor penyerta)
2.1.9.1.4 Meningkatkan edukasi klien dan keluarga
2.1.9.2 Perawatan luka diabetic
2.1.9.2.1Mencuci luka
Merupakan hal pokok untuk meningkatkan, memperbaiki dan
mempercepat proses penyembuhan luka serta menghindari kemungkinan
terjadinya infeksi. Proses pencucian luka bertujuan untuk membuang
jaringan nekrosis, cairan luka yang berlebihan, sisa balutan yang
digunakan dan sisa metabolik tubuh pada permukaan luka. Cairan yang
terbaik untuk mencuci luka adalah yang non toksik pada proses
penyembuhan luka (misalnya NaCl 0,9%). Penggunaan hidrogenperoxida
hypoclorite solution dan beberapa cairan debridement lainnya. Cairan
antiseptik seperti provine iodine sebaiknya hanya digunakan saat luka
terinfeksi atau tubuh pada keadaan penurunan imunitas.
2.1.9.2.2Debridement
Debridement adalah membuang jaringan mati atau jaringan yang tidak
penting. (Delmas,2006). Debridemen jaringan nekrotik merupakan
komponen integral dalam pentalaksanaan ulkus kronik agar ulkus
mencapai penyembuhan. Proses debridemen dapat dengan cara
pembedahan, enzimatik, autolitik, mekanik, dan biological (larva)
(Tarwoto dkk, 2016).

2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan


2.2.1 Pengkajian
2.1.2.1 Anamnesa
2.1.2.1.1 Identitas
Identitas pasien meliputi: nama, jenis kelamin, umur, pekerjaan,
pendidikan, status perkawinan, agama, kebangsaan, suku, alamat,
tanggal dan jam MRS, no register, serta identitas yang bertanggung
jawab.
2.1.2.1.2 Keluhan utama
Pada umumnya ada rasa kesemutan pada kaki atau tungkai bawah, rasa
raba yang menurun, adanya luka yang tidak semubuh-sembuh dan
berbau, adanya nyeri pada luka.
2.1.2.1.3 Riwayat penyakit sekarang
Kapan terjadinya luka, sudah berapa lama proses terjadinya luka pada
pasien, penyebab terjadinya luka serta upaya penderita apa saja yang
telah di lakukan oleh pasien sebelumnya
2.1.2.1.4 Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat penyakit diabetes mellitus atau penyakitpenyakit lain
yang ada kaitannya dengan defisiensi insulin
2.1.2.1.5 Riwayat penyakit keluarga
Dari genogram keluarga biasanya ada salah satu atau lebih keluarga
yang menderita penyakit yang sama. Karena penyakit DM adalah
termasuk penyakit turunan.
2.3.2.1 Pemeriksaan fisik
2.3.2.1.1 Status kesehatan umum
Meliputi keadaan penderita, kesadaran, suara bicara, tinggi badan,
berat badan dan tanda-tanda vital. (Wijaya & Putri, 2013)
2.3.2.1.2 Sistem integument
Pada pasien dapat ditemukan adanya kulit kurang sehat atau kurang
kuat dalam pertahanannya, sehingga mudah terkena infeksi dan
penyakit jamur. Pada pasein dapat ditemukan adanya turgor kulit
menurun, adanya luka atau warna kehitaman pada luka, kelembaban
dan suhu kulit di daerah sekitar ulkus, kemerahan pada kulit sekitar
luka, adanya pus pada ulkus (Wijaya & Putri, 2013).
2.3.2.1.3 Sistem kardiovaskuler
Pada pasien dapat ditemukan adanya riwayat hipertensi atau hipotensi,
takhikardi, palpitasi (Tarwoto dkk, 2016).
2.3.2.1.4 Sistem gastrointestinal
Pada pasien dapat ditemukan adanya mual dan muntah, peningkatan
nafsu makan, banyak minum dan rasa haus meningkat (Wijaya &
Putri, 2013).
2.3.2.1.5 Sistem urinarius
Pada pasien dapat di temukan adanya poliuri (kencing terusmenserus),
retensi urine, inkontinensia urine, rasa panas atau sakit saat berkemih
dan diare (Wijaya & Putri, 2013).
2.3.2.1.6 Sistem muskuloskeletal
Pada pasien dapat ditemukan adanya, kelemahan otot, nyeri tulang,
adanya kesemutan, kram ekstremitas, osteomyelitis (Tarwoto dkk,
2016).
2.3.2.1.7 Sistem neurologis
Terjadi penurunan sensoris, parathesia, anastesia, letargi, mengantuk,
reflek lambat, kacau mental, disorientasi (Wijaya & Putri, 2013).

2.2.2 Diagnosa Keperawatan


2.2.2.1 Perfusi perifer tidak efektif berhubungan dengan luka dikaki yang tak
kunjung sembuh (D.0009. Hal 37)
2.2.2.2 Ketidakstabilan glukosa darah berhubungan dengan hiperglikemia/kadar
gula darah tinggi (D.0027 Hal.71)
2.2.2.3 Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis (D.0077.
Hal.172)
2.2.2.4 Gangguan integritas kulit/jaringan berhubungan dengan perubahan
sirkulasi (D.0129. Hal. 282)
2.2.2.5 Risiko infeksi berhubungan dengan proses penyakit (D.0142. Hal. 304)
2.2.2.6 Gangguan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri pada bagian yang
mengalami luka (D.0054. Hal 124)
2.2.2.7 Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri pada luka (D.0055. 126)
No Diagnosa Keperawatan Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi
SDKI SLKI SIKI
1. Perfusi perifer tidak efektif Perfusi Perifer (L.02011 hal. 84 Perawatan sirkulasi (l. 14569) hal 345
berhubungan dengan luka Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1x7
Observasi
dikaki yang tak kunjung jam diharapkan perfusi perifer membaik 1. Periksa sirkulasi perifer (Mis. Nadi perifer,
Kriteria hasil :
sembuh (D.0009. Hal 37) edema, pengisian kapiler, warna, suhu)
1. Penyembuhan luka 5
2. Identifikasi factor risiko gangguan sirkulasi
2. Penyembuhan luka meningkat 5 3. Monitor kemerahan, panas, nyeri atau
bengkak
3. Warna kulit pucat menurun 5
4. Pengisian kapiler membaik 5 Terapeutik
1. Hindari pemasangan infus atau
5. Akral membaik 5 pengambilan darah di area keterbatasan
6. Turgor kulit membaik skor 5 perfusi
2. Hindari pengukuran tekanan dara pada
- keterbatasan perfusi
3. Lakukan pencegahan infeksi
4. Lakukan perawatan kaki dan kuku
5. Lakukan hidrasi

Edukasi
1. Anjurkan berhenti merokok
2. Ajurrkan berolahraga rutin
3. Anjurkan mengecek air mandi untuk
menghindari kulit terbakar
4. Anjurkan menggunakan obat penurun
tekanan darah, antikoagulan, dan penurunan
kolesterol, jika perlu
5. Anjurkan minum obat pengontrol tekan
darah secara teratur
6. Anjurkan menghindari obat penyakit beta
7. Anjurkan merawat kulit dengan tepat
8. Anjurkan program rehabilitasi veskuler
9. Anjurkan progam diet untuk memperbaiki
sirkulasi
10. Informasikan tanda dan gejala darurat yeng
harus dilaporkan.
2. Ketidakstabilan glukosa darah Ketidakstabilan glukosa darah (Hal 480) Manajemen Hiperglikemia (I.03119 hal. 180)
berhubungan dengan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
hiperglikemia (D.0027 Hal.71)
1x7 jam diharapkan GDS dalam batas normal,
Observasi
dengan kriteria hasil:
1. Identifikasi kemungkinan penyebab
1. Pusing Menurun 5 hiperglikemia
2. Lelah/lesu Menurun 5 2. Identifikasi status yang menyebabkan
3. Keluhan lapar menurun 5 kebutuhan insulin meningkat ((mis. Penyakit
3. Monitor kadar glukosa darah, jika perlu
4. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia (mis.
Poliuria, polidipsi, polifagia, kelemahan,
pandangan kabur, sakit kepala)
5. Monitor intake dan output carian
6. Monitor keton urin, kadar analisa gas darah,
elektrolit, tekanan darah
Terapeutik
1. Berikan asupan carian oral
2. Konsultasi dengan medis tanda dan gejala
hiperglikemia tetap ada atau membaik
3. Fasilitasi ambulasi jika ada hipetensi
ortostatik

Edukasi
1. Anjurkan menghindari olahraga saat kadar
glukosa darah lebih dari 200mg/dl
2. Anjurkan monitor kadar glukosa darah
secara mandiri
3. Anjurkan kepatuhan diet dan olahraga
4. Ajarkan indikasi dan pentingnya pengujian
keton urin, jika perlu
5. posisi duduk, jika mampu
6. Ajarkan pengelolaan diabetes (mis.
Penggunaan isnulin, obat oral, monitor
asupan pengganti karbohidrat, dan bantuan
profesional kesehatan)

Kolaborasi
1. Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian cairan IV, jika perlu
3. Kolaborasi pemberian kalium, jika perlu

3. Nyeri akut berhubungan Tingkat Nyeri (L.08066 hal. 145) Manajemen Nyeri (I.08238 hal. 201)
dengan agen fisik. (D. 0077 Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
hal. 172) 1x7 jam diharapkan nyeri berkurang dengan
kriteria hasil:
1. Keluhan nyeri menurun 5
2. Meringis menurun 5
3. Gelisah menurun 5
4. Frekuensi nadi membaik 5
Observasi
1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitasi nyeri
2. Identifikasi skala nyeri
3. Identifikasi respon nyeri non verbal
4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
5. Identifikasi pengetahuan dan keyakinan
tentang nyeri
6. Identifikasi pengaruh budaya terhadap
respon nyeri
7. Identifikasi pengaruh nyeri terhadap
kualitas hidup
8. Monitor keberhasilan terapi komplementer
yang sudah diberikan
9. Monitor efek samping penggunaan
analgetik

Terapeutik
1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
2. Control lingkungan yang memperberat rasa
nyeri (mis. suhu ruangan, pencahayaan,
kebisingan)
3. Fasilitasi istirahat dan tidur
4. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri
Edukasi
1. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
2. Jelaskan strategi meredakan nyeri
3. Anjurkan memonitor nyeri secara mandiri
4. Anjurkan mengguanakan analgetik secara
tepat
5. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik

4. Gangguan integritas jaringan Integritas kulit dan jaringan (L.14125 hal. 33) Perawatan luka (I.06202 hal. 328)
kulit berhubungan dengan
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
gangguan metabolisme (ulkus
1x7 jam diharapkan gangguan integritas kulit
DM). (D.0129. Hal. 282)
teratasi, dengan kriteria hasil:
1. Kerusakan jaringan menurun 5
2. Kerusakan lapisan kulit menurun 5
3. Nyeri menurun 5
4. Perdarahan menurun 5
5. Kemerahan menurun 5
6. Hematoma menurun 5
7. Jaringan parut menurun 5
8. Suhu kulit membaik 5
Observasi
1. Monitor karakteristik luka (mis. drainase,
warna, ukuran, bau)
2. Monitor tanda-tanda infeksi
Terapeutik
1. Lepaskan balutan dan plester secara perlahan
2. Cukur rambut didaerah sekitar luka, jika
perlu
3. Bersihkan dengan cairan NaCl atau
pembersih nontoksik, sesuai kebutuhan
4. Bersihkan jaringan nekrotik
5. Berikan salep yang sesuai ke kulit/lesi
6. Pasang balutan sesuai jenis luka
7. Pertahankan teknik steril saat melakukan
perawatan luka
8. Ganti balutan sesuai jumlah eksudat dan
drainase
9. Jadwalkan perubahan posisi setiap 2 jam
atau sesuai kondisi pasien
10. Berikan diet dengan kalori 30-35 kkal/kg
BB/hari dan protein 1,25-1,5 g/kg BB/hari
11. Berikan suplemen vitamin dan mineral (mis.
vitamin A, vitamin C, zinc, asam amino),
sesuai indikasi
12. Berikan terapi TENS (stimulasi saraf
transcutaneous), jika perlu
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Anjurkan mengkonsumsi makanan tinggi
kalori dan protein
3. Ajarkan prosedur perawatan luka secara
mandiri
Kolaborasi
1. Kolaborasi prosedur debridement (mis.
enzimatik, biologis, mekanis, autolitik
2. Kolaborasi pemberian antiniotik

5. Risiko infeksi berhubungan Tingkat infeksi (L.14137 hal. 139 Pencegahan infeksi (I.14539 hal. 278)
dengan kadar glukosa tinggi, Observasi
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
atau penurunan fungsi leukosit 1. Monitor tanda dan gejala infeksi local dan
1x7 jam diharapkan tidak ditemukan tanda-
atau perubahan pada sirkulasi . sitemik
tanda infeksi, dengan kriteria hasil:
(D.0142. Hal. 304
1. Demam menurun 5
2. Kemerahan menurun 5 Terapeutik
3. Nyeri menurun 5 1. Batasi jumlah pengunjung
4. Bengkak menurun 5 2. Berikan perawatan kulit pada area edema
5. Kadar sel darah putih membaik 5 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak
dengan pasien dan lingkungan pasien
4. Pertahankan teknik aseptic pada pasien
beresiko tinggi
Edukasi
1. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
2. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
3. Ajarkan etika batuk
4. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau
luka operasi
5. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
6. Anjurkan meningkatkan asupan cairan

Kolaborasi
Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu

6. Gangguan mobilitas fisik Mobilitas fisik Hal (65) Dukungan ambulasi (l.06171) hal 22
berhubungan dengan nyeri Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama
Observasi
pada bagian yang mengalami 1x7 jam diharapkanmobilitas fisik klien 1. Identifikasi adanya nyeri atau keluhan fisik
meningkat, dengan kriteria hasil:
luka (D.0054. Hal 124) lainnya
1. Pergerakan ekstremitas 5 2. Identifikasi toleransi fisik melakukan
2. Kekuatan otot 5
3. Rentang gerak 5 ambulasi
3. Monitor frekuensi jantung dan tekanan
darah sebelum memulai ambulasi
4. Monitor kondisi umum selama melakukan
ambulasi
Terapeutik
1. Fasilitasi aktivitas ambulasi dengan alat
bantu
2. Fasilitasi melakukan mobilisasi fisik, jika
perlu
3. Libatkan keluarga untuk membantu pasien
dalam meningkatkan ambulasi
Edukasi
1. Jelaskan tujuan prosedur ambulasi
2. Anjurkan melakukan ambulasi dini
3. Ajarkan ambulasi sedrhana yang harus
dilakukan

7. Gangguan pola tidur Pola tidur (L.05045 Hal 96 Dukungan tidur (I.05174 Hal 48)
berhubungan dengan rasa nyeri Setelah di lakukan perawatan selama 1x7 jam
Observasi
yang dirasakan. (D.0055. Hal diharapkan pola tidur teratasi, dengan kriteria: 1. Identifikasi pola aktivitas dan tidur
1. Keluhan sulit tidur 2 2. Identifikasi factor pengganggu tidur fisik
126) 2. Keluhan sering terjaga 2 dan/psikologis)
3. Keluhan tidak puas tidur 2 3. Identifikasi makanan dan minuman yang
4. Keluan pola tidur berubah 2
5. Keluhan istirahat tidak cukup 2 mengganggu tidur (mis.
Kopi,the,alcohol,makan mendekati
tidur,minum banyak air sebelum tidur).
4. Identifikasi obat tidur yang dikonsumsi

Terapeutik
1. Modifikasi lingkungan
(mis,pencahayaan,kebisingan,suhu,matras,da
n tempat tidur)
2. Batasi waktu tidur siang, jika perlu
3. Fasilitasi menghilangkan stress sebelum tidur
4. Tetapkan jadwal tidur rutin
5. Lakukan prosedur untuk meningkatkan
kenyamanan (mis.pijat, pengaturan posisi,
terapi akupresur).
6. Sesuaikan jadwal pemberian obat dan/atau
tindakan untuk menunjang siklus tidur
terjaga

Edukasi
1. Jelaskan pentingnya tidur cukup selama sakit
2. Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur
3. Anjurkan menghindari makanan/minuman
yang mengganggu tidur
4. Anjurkan pengguanaan obat tidur yang
mengandung suppressor terhadap tidur REM
5. Ajarkan factor-faktor yang berkontribusi
terhadap gangguan pola tidur (mis.
Psikologis, gaya hidup, sering berubah shift
bekerja)
6. Ajarkan relaksasi otot autogenic atau cara
nonfarmakologi lainnya
2.3.4 Implementasi Keperawatan
Implementasi keperawatan adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan oleh perawat untuk membantu klien dari masalah status
kesehatan yang dihadapi ke status kesehatan yang lebih baik yang
menggambarkan kriteria hasil yang diharapkan (Potter & Perry, 2011).

2.3.5 Evaluasi Keperawatan


Evaluasi merupakan tahap akhir yang bertujuan untuk menilai apakah
tindakan keperawatan yang telah dilakukan tercapai atau tidak untuk mengatasi
suatu masalah. (Meirisa, 2013).
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa :BomBom Prayoga


NIM :2018. C. 10a.0928
Ruang Praktek :Sistem Integumen
Tanggal Praktek :07-Desember -2020
Tanggal & Jam Pengkajian :08-Desember-2020
3.1 PENGKAJIAN
3.1.1IDENTITAS PASIEN
Nama Ny. R, umur 65 tahun, jenis kelamin perempuan, suku/bangsa
dayak/indonesia, agama klien islam, pekerjaan swasta, pendidikan SMP,
status perkawinan Menikah, alamat klien Jl. Bukit keminting, Tanggal
masuk rumah sakit 05 desember 2020, diagnosa medis DM+Ulkus DM
3.1.2 RIWAYAT KESEHATAN /PERAWATAN
1. Keluhan Utama :
Klien mengatakan luka di telapak kaki kiri sampai membusuk juga terlihat
tulang dan ototnya dan terasa nyeri. P: Proses Penyakit, Q: Seperti diiris-
iris, R: Di bagian kaki kiri, S: Skala nyeri 6 (Sedang),T: nyeri hilang timbul
selama 30 menit saat kaki digerakkan
2. Riwayat Penyakit Sekarang :
Pada tanggal 05-Desember-2020 klien di bawa keluarga ke UGD RSUD dr
Doris Sylvanus, dengan keluhan lukanya membusuk sampai terlihat tulang
dan otot di telapak kaki kiri di sertai nyeri, nafsu makan menurun dan susah
tidur, Sebelum di bawa ke rumah sakit pasien mengalami luka dibagian
telapak kaki kiri dirasakan sejak  1 bulan yang lalu. Karena luka tidak
diobati luka bertambah parah menjadi bengkak, tampak hitam, dan berwarna
merah, berbau busuk dan sampai mengeluarkan nanah. Klien dan keluarga
tidak bisa mengobati luka yang bertambah parah, dan keluarga membawa
klien ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan
3. Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)
Pasien mengalami riwayat penyakit Diabetus Militus.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Pasien mengatakan tidak mempunyai riwayat penyakit keluarga seperti DM

Genogram Keluarga
KETERANGAN:
= Laki-laki
= Perempuan
= Meninggal
= Hubungan keluarga
= Menikah
= Tinggal serumah
= Pasien
3.1.3 PEMERIKASAAN FISIK
1. Keadaan Umum :
Kesadaran klien compos mentis, ekspresi wajah meringis kesakitan, bentuk
badan simetris, terpasang infus Nacl 20 tpm dan hasil pemeriksaan GDS
450 mg/dl, posisi baring diatas tempat tidur, terdapat luka di bagian telapak
kaki kiri yang tampak membusuk
2. Status Mental :
Kesadaran klien compos mentis, ekspresi wajah meringis kesakitan, bentuk
badan simetris, posisi berbaring terlentang, berbicara jelas, suasana hati
cemas, penampilan klien bersih, fungsi kognitif klien dapat mengetahui
orientasi waktu pagi, siang dan malam,untuk orientasi orang pasien dapat
mengenali perawat, keluarga dan dokter, untuk orientasi tempat klien
mengetahui bahwa dia berada di rumah sakit. Klien tidak mengalami
halusinasi, proses berfikir klien baik, insight klien baik, mekanisme
pertahanan diri klien adaftif.

3. Tanda-tanda Vital :
Pada saat pengkajian tanda-tanda vital didapatkan suhu tubuh: : 37,00C
(Axilla), Nadi 82 x/mt, pernafasan 20x/mt, tekanan darah 140/100 mm Hg

4. PERNAPASAN (BREATHING)
Pada saat pengkajian bagian sistem pernafasan didapatkan bentuk dada
simetris, kebiasaan merokok tidak ada, batuk tidak ada, berdarah tidak ada,
sputum tidak ada, sianosis tidak ada, nyeri dada tidak ada, sesak nafas tidak
ada pada saat inspirasi, istirahat dan beraktivitas, type pernafasan dada dan
perut, irama pernafasan teratur, suara nafas vesikuler, suara nafas tambahan
tidak ada.
Masalah keperawatan :tidak ada masalah
5. CARDIOVASCULER (BLEEDING)
Pada saat pengkajian tidak ditemukan nyeri dada, tidak ada pusing/sinkop,
sakit kepala tidak ada, kram kaki tidak ada, clubing finger tidak ada,
palpitasi tidak ada, pucat tidak ada, sianosis tidak ada, tidak pingsan,
capillary refill <2 detik, tidak ada oedema wajah, anasarka, ektremitas atas,
ekstremitas bawah, ictus cardis tidak terlihat, vena jaguralis tidak
meningkat, suara jantung normal normal terdengar (S1 dan S2 reguler)
dengan bunyi lub-dub, nadi teraba kuat, selain itu tidak ada kelainan
Keluhan lainnya : tidak ada keluhan
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan

6. PERSYARAFAN (BRAIN)
Pengkajian pada system persyarafan didapatkan: nilai GCS klien untuk eye
adalah 4, untuk verbal 5, untuk motoric dengan nilai 6 dan nilai GCS klien
15 (composmentis). Pupil klien isokor, refleks cahaya kanan positif dan kiri
positif, ada nyeri terdapat pada bagian telapak kaki kiri luka, P proses
penyakit, Q nyeri yerasa seperti di tusuk-tusuk, R nyeri terasa di bagian kaki
kiri, S skala nyeri 6 (sedang), T nyeri terasa timbul hilng selama 30 menit
saat kaki digerakkan, tidak ada verigo, tidak gelisah, tidak aphasia, tidak
kesemutan, tidak bingung, tidak disarthia, tidak kejang, tidak tremor, tidak
pelo. Untuk uji syaraf kranial Nervus Karinial I: Pasien dapat membedakan
bau minyak kayu putih (Olfaktorius), Nervus Kranial II (Optikus) Klien
mampu melihat orang di sekitarnya, Nervus Karnial III (Okulomotorus)
Pasien dapat menggerakan konjungtiva dari reflek pupil Nervus Karnial IV,
(Troklearis) Pasien dapat menggerakan mata kebawah, Nervus Kranial V,
(Trigeminus): Pasien dapat menggerakan rahang kesemua arah, Nervus
Karnial VI (Abdomen): Pasien dapat mengerakan mata ke semua sisi,
Nervua Karnial VII (Fasialis) Pasien dapat mengencangkan wajahnya
disebelah kanan, Nervus Karnial VIII: (Vestibuloakustikus) Pasien dapat
mendengar orang berbicara seperti mendengar saat di panggil namanya,
Nervus Karnial IX (Glosofaringus): Tidak dilakukan, Nervuas Karnial X
(Vagus) tidak dilakukan, Nervus Karnial XI, (Aksesorius) pasien dapat
mengerakan kepalanya, Nervus Karnial XII (Hipoglosus) pasien dapat
menjulurkan lidah, koordinasi Ekstrimitas atas jari ke jari positif, jari ke
hidung positif, Ektrimitas bawah Tumit ke jempol kaki positif, Uji
kestabilan tubuh positif. Refleks Bisep: Kanan dan kiri skala 5 Trisep,
Kanan dan Kiri Skala 5. Brakioradialis kanan dan kiri Skala 5 Refleks
lainnya Normal.
Keluhan lainnya : tidak ada keluhan lainnya
Masalah Keperawatan : nyeri akut

7. ELIMINASI URI (BLADDER) :


Produksi urine 1200ml 1x/hr, warna kuning, bau amonik, tidak ada
masalah/lancar, tidak ada nyeri, tidak ada oliguri, tidak ada poliguri, tidak
ada dysuri, tidak panas, tidak terpasang kateter, tidak ada nucturi, tidak ada
cystostomi, tidak terjadi inkotinen, retensi, dan hematuri
Keluhan Lainnya : tidak ada masalah
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan

8. ELIMINASI ALVI (BOWEL) :


Pada pengkajian system eliminasi alvi didapatkan yaitu bibir pucat, gigi
lengkap, gusi warna merah muda, lidah normal, mukosa lembab, tidak ada
tongsil, tidak ada lesi pada rectum, tidak ada haemoroid, BAB 2-3 kali
sehari, warna kuning kecoklatan, dengan konsistensi lembek, tidak ada
masalah. Hasil dari auskultasi bising usus normal dengan hasil 15, tidak ada
nyeri tekan, tidak ada benjolan.
Keluhan lainnya : GDS 450 mg/dl (GDS normal 70-130 mg/dl)
Masalah Keperawatan : ketidakstabilan kadar glukosa darah

9. TULANG - OTOT – INTEGUMEN (BONE) :


Pengkajian pada system tulang-otot-integumen didapatkan kemampuan
pergerakan sendi bebas, tidak ada parese, tidak ada paralise, tidak ada
hemiparese, tidak ada krepitasi, adanya nyeri pada kaki kiri, ada bengkak
pada kaki kiri, tidak ada kekakuan, tidak ada flasidasi, tidak ada spastisitas,
dan untuk ukuran otot simetris dengan uji kekuatan otot didapatkan pada
ekstremitas atas 5/5 sementara pada ekstremitas bawah 5/5, tidak ditemukan
juga deformtas tulang, adanya peradangan pada telapak kaki kiri, terdapat
luka pada kaki kiri, tidak ada patah tulang, dengan tulang belakang normal,
tidak terdapat sianosis, kifosis, skoliosis, dan lordosis
Masalah Keperawatan: gangguan integritas kulit dan resiko infeksi

10. KULIT-KULIT RAMBUT


Riwayat alergi pasien tidak pernah mengalami alergi obat, alergi makanan,
alergi kosmetik. Suhu kulit Ny. R hangat, ada luka di telapak kaki kiri,
warna kulit disekitar luka tampak menghitam dan kemerahan, turgor kulit
halus jaringan parut tidak ada, tekstur rambut tidak terkaji, distribusi rambut
tidak terkaji, bentuk kuku simetris.
Masalah Keperawatan: Gangguan integritas jaringan/kulit
11. SISTEM PENGINDERAAN :
Sistem pengindraan meliputi mata, telinga dan juga hidung hasil
pemeriksaan adalah: mata klien tidak ada mengalami gangguan dan dapat
melihat, bola mata bergerak normal, visus mata kanan dan kiri tidak dikaji,
pada bagian pendengaran telinga pasien tidak mengalami gangguan. Bentuk
hidung pasien pun tampak simetris, tidak terdapat lesi, tidak terdapat
patensi, tidak ada obstruksi, tidak terdapat nyeri tekan pada sinus. Sputum
nasal juga tidak ada mengalami deviasi dan tidak terdapat polip ada hidung.
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan

12. LEHER DAN KELENJAR LIMFE


Masa Tidak, Jaringan Perut Tidak, Kelenjar Limfe Tidak teraba, Kelenjar
Tyroid Tidak teraba Metabolisme Leher Bebas

13. SISTEM REPRODUKSI


Bagian reproduksi klien tidak tampak adanya kemerahan, tidak ada gatal-
gatal,tidak ada Flour Albus, tidak ada Clitoris, uretra baik/ normal,
kebersihan cukup.
Payudara simestris, tidak ada pembangkakan, puting menonjol, ASI tidak
keluar.
Masalah Keperawatan : tidak ada malasah Keperawatan
Keluhan lainnya: tidak ada keluhan
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah

3.1.4 POLA FUNGSI KESEHATAN


1. Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit :
Pasien mengatakan ingin cepat sembuh dan pulang
2. Nutrisida Metabolisme
Pada saat pengkajian di bagian nutrisida metabolisme didapatkan, TB
165 cm, BB sekarang 50 kg, BB sebelum sakit 55 kg, didapatkan diet
biasa, tidak ada diet khusus yang diberikan seperti rendah garam, rendah
lemak, rendak kalori, rendah purin, TKTP, tidak ada mual muntah, tidak
ditemukan kesukaran menelan, tidak ada rasa haus.
Tinggi badan 165 cm, berat badan sebelum sakit 55 kg, berat badan saat
50
sakit 50 kg. IMT = =18,36 (normal IMT : 18-25)
1.65 x 1.65
Pola Makan Sehari- Sesudah Sakit Sebelum Sakit
hari
Frekuensi/hari 1 sehari 3x1 hari

Porsi ½ porsi 1 porsi

Nafsu makan menurun Baik


Jenis Makanan Nasi, sayur, ayam, tempe Nasi, sayur, ayam,
tempe
Jenis Minuman Air putih Air putih, kopi, teh

Jumlah minuman/cc/24 jam ± 1400 cc/24 jam ±1500 cc/24 jam

Kebiasaan makan Pagi, Siang, Malam Pagi, siang, Malam

Keluhan/masalah Tidak nafsu makan Tidak Ada

Masalah keperawatan: Resiko defisit Nutrisi


3. Pola istirahat dan tidur
Pasien mengatakan susah tidur karena nyeri yang dirasakan, sebelum
sakit tidur pada malam hari 6-8 jam, sedangkan pada siang hari 2-4
jam. Saat sakit pasien hanya tidur 3-4 jam pada malam hari, dan siang
hari hanya 30 menit. Terlihat kantong mata pada pasien.
Masalah Keperawatan: Gangguan pola tidur

4. Kognitif :
Pasien dan keluarga sudah mengetahui penyakitnya setelah diberikan
penjelasan dari dokter dan tenaga medis lainnya.
Masalah Keperawatan: Tidak Ada Masalah Keperawatan

5. Konsep diri (Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri, peran )
Gambaran diri : Pasien seorang yang sakit yang perlu perawatan
Ideal diri : Ingin cepat sembuh
Identitas Diri : Seorang ibu, dan mempunyai empat anak
Peran diri : Sebagai seorang ibu rumah tangga dan bekerja di salah satu
perusahan.
Harga diri : pasien tidak merasa malu dengan keadaanya sekarang
Masalah Keperawatan : Tidak ada Masalah Keperawatan

6. Aktivitas Sehari-hari
Klien sebagai ibu rumah tangga
Masalah Keperawatan: Tidak ada Masalah Keperawatan

7. Koping –Toleransi terhadap Stress


Klien selalu berdiskusi dengan keluarga setiap permasalahan dalam
pelayanan
Masalah Keperawatan: Tidak ada Masalah Keperawatan

8. Nilai-Pola Keyakinan
Klien mengatakan saya beragama islam dan tidak ada masalah dalam
tindakan yang diberikan
3.1.5 SOSIAL - SPIRITUAL
1. Kemampuan berkomunikasi
Pasien mampu berkomunikasi dengan semua orang.

2. Bahasa sehari-hari
Pasien menggunakan bahasa dayak dan Indonesia dalam berkomunikasi
sehari-hari

3. Hubungan dengan keluarga :


Pasien mengatakan hubungan dengan keluarga baik-baik saja

4. Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain :


Hubungan pasien dengan teman/petugas kesehatan baik-baik saja

5. Orang berarti/terdekat :
Istri, anak, keluarga

6. Kebiasaan menggunakan waktu luang :


Membersihkan rumah

7. Kegiatan beribadah :
Klien menagatan selalu berdoa setiap dapat masalah

3.1.6 DATA PENUNJANG (RADIOLOGIS, LABORATORIUM,


PENUNJANG LAINNYA)
Hasil Pemeriksaan Laboratorium/ Tanggal 6 Desember 2020
No Pemeriksaan Hasil (Nilai Normal)
1. Hb 9,4 gr/dl (12-14 gr/dl)
2. Hematokrit 27 % (37-47 %)
3. Eritrosit 4,08 gr/dll (ce:4-5)
4. Leukosit 11.000/ul (10.000/ul)
5. GDS 450mg/dl (80-120)
6. Natrium 129 mEq/L (135-145 mEq/L)
7. Kalium 3,41 mEq/L (3,5-5,1 mEq/L)
8. Klorida 94,1 mEq/ L (98-109 mEq/L)
9. Albumin 2,6 gr/dl (3,5-5,5 gr/dl)
10. Kolestrol tot 102 mg/dl
11. HDL 19mg/dl
12. LDL 62mg/dl
13. Trigliserida 118mg/dl
14. RDW 40,2(35-47)
15. PDW 10,5 (9-13)
16. MPV 8,6 (7,2-11,1)

3.1.7 PENATALAKSANAAN MEDIS


No Terapi Medis Dosis Rute Indikasi
1. NACL 0,9% 20 Tpm IV Pengganti cairan tubuh yang
hilang
2. Insulin 3x6 io SC Obat untuk mengendalikan gula
darah
3. Tetracycline Oral Obat untuk mengatasi infeksi
bakteri yang berat
4. Penisilin, 2x1 gr Oral Obat untuk penyembuhan
penyakit infeksi
5. Naproksen 1x3/ Oral Obat untuk mengurangi gejala
hari nyeri, bengkak, dan kemerahan,
akibat peradangan

6. metronidazol 3x500 IV Obat antibiotik yang


mg dipergunakan untuk mengobati
infeksi

7. Chloramphenic 100 mg IV Antibiotik untuk mengatasi


ol beragam infeksi bakteri serius,
erutama saat infeksi tidak
membaik dengan obat lain
8. Humulin R 3 x 10 IC Untuk pemeliharaan kadar gula
Naporamit µ darah

Palangka Raya,29 Okt 2020


Mahasiswa

BomBom Prayoga
ANALISI DATA

DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN


MASALAH
DATA OBYEKTIF PENYEBAB
DS: Proses penyakit Nyeri akut
Klien mengatakan nyeri pada (angiopati diabetik)
bagian telapak kaki kiri. Proses
penyakit, Seperti diiris-iris, Di Terganggunya aliran
bagian telapak kaki kiri, Skala darah ke kaki
nyeri 6 (Sedang), Nyeri hilang
timbul selama 30 menit saat
bergerak Trauma

DO : iskemik
- Klien tampak gelisah
- Ekspresi klien tampak meringis Luka
kesakitan
- Klien sulit tidur
- Di bagian telapak kaki kiri luka sulit sembuh
terdapat luka
- Luka Ulkus pada derajat 4
Nyeri
- TTV:
TD: 140/100mmHg
N: 82x/menit
S: 37,0oC
RR: 20x/menit

DS: Proses penyakit Gangguan


- Klien mengatakan luka pada integritas kulit
telapak kakinyasampai terlihat
tulang,otot, dan membusuk iskemik
DO:
- Terdapat luka membusuk
sampai terlihat tulang di telapak Trauma
kaki kiri
- Luka tampak menghitam, Ulkus
merah, bengkak, dan
mengeluarkan nanah
- Pasien tampak meringis Ganggren
kesakitan
- Ulkus pada derajat 4
- TTV: Gangguan Integritas
TD: 140/100mmHg Kulit
N: 82x/menit
S: 37,0oC
RR: 20x/menit
DS: Proses penyakit Resiko Infeksi
- Klien mengatakan luka pada
telapak kaki kiri nya
Iskemik
DO:
- Luka tampak menghitam, Ganggguan Sensori
merah, bengkak, dan dan motorik
mengeluarkan nanah
- Pasien tampak meringis Trauma
kesakitan
- Terpasang perban pada luka
Ulkus
- Pemeriksaan Lab
- Hematokrit: 27 % (37-47 %)
- Leukosit: 11.000/ul Resiko Infeksi
(10.000/ul)
- Albumin :2,6 gr/dl (3,5-5,5
gr/dl)
DS: Luka Ganggguan pola
- Klien mengatakan tidak bisa tidur
tidur karena nyeri yang Luka sulit sembuh
dirasakan

DO:
- Klien tampak lesu Iskemik
- Tampak kantung mata klien
- Klien sering kali menguap
- Pola tidur klien saat malam Nyeri
hari hanya tidur 3-4 jam, dan
siang hanya 30 menit saja.
Ganggguan pola
tidur

DS: Proses penyakit resiko defisit


- Klien mengatakan tidak nutrisi
nafsu makan Berat badan turun

DO: tidak nafsu makan


- Berat badan klien menurun
dari 55 menjadi 50
- Makan klien hanya 1 kali resiko defisit nutrisi
sehari dengan porsi ½
faktor genetik

produksi insulin
menurun
DS: ketidakstabilan
Lelah atau lesu hiperglikemi
- kadar gula darah
- pusing
DO: ketidakstabilan kadar
- Hasil pemeriksaan GDS gula darah
450 mg/dl
- Dibagian kaki kiri terdapat
luka
- Luka kemerahan
- Ada pus luka
- Ulkus derajat 4
- Klien memiliki riwayat
penyakit Diabetes Melitus
PRIORITAS MASALAH

1. Nyeri akut berhubungan dengan proses penyakit, ditandai dengan , Klien


tampak gelisah, Ekspresi klien tampak meringis kesakitan , Klien sulit
tidur, Di bagian telapak kaki kiri terdapat luka, Luka Ulkus pada derajat
4. Terputusnya jaringan kulit, Seperti diiris-iris, Di bagian telapak kaki
kiri, Skala nyeri 6 (Sedang), nyeri hilang timbul selama 30 menit saat
bergerak, TTV: TD: 140/90mmHg, N: 80x/menit, S: 36,8 oC, RR:
22x/menit

2. Gangguan integritas kulit berhubungan dengan proses penyakit ditandai


dengan luka membusuk sampai terlihat tulang di telapak kaki kiri tampak
menghitam, merah, bengkak, dan mengeluarkan nanah, Pasien tampak
meringis kesakitan,ulkus pada derajat 4, TTV: TD: 140/90mmHg, N:
80x/menit, S: 36,8oC, RR: 22x/menit

3. ketidakstabilan kadar gula darah berhubungan dengan disfungsi pankreas


ditandai dengan Hasil pemeriksaan GDS 450 mg/dl, Klien memiliki
riwayat penyakit Diabetes Melitus

4. Resiko defisit nutrisi berhubungan dengan proses penyakit ditandai


dengan beret badan turun dan tidak nafsu makan

5. Gangguan pola tidur berhubungan dengan nyeri ditandai dengan Klien


tampak lesu, tampak kantung mata klien, Klien sering kali menguap,
Pola tidur klien saat malam hari hanya tidur 3-4 jam, dan siang hanya 30
menit.

6. Resiko infeksi berhubungan dengan ulkus ditandai dengan Luka tampak


menghitam, merah, bengkak, dan mengeluarkan nanah, Pasien tampak
meringis kesakitan, TTV: TD: 140/90mmHg, N: 80x/menit, S: 36,8 oC,
RR: 22x/menit, Pemeriksaan Lab, Hematokrit: 27 % (37-47 %),
Leukosit: 11.000/ul (10.000/ul), Albumin :2,6 gr/dl (3,5-5,5 gr/dl)
RENCANA KEPERAWATAN

Nama Pasien : Ny R
Ruang Rawat: -

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional


1. Nyeri akut berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi skala nyeri 1. Untuk mengetahui skala nyeri yang
dengan, proses penaykit keperawatan selama 1x7 jam dirasakan pasien
ditandai dengan ekspresi diharapkan nyeri berkurang 2. Identifikasi faktor yang memperberat dan 2. supaya mengetahui faktor penyebab
dengan kriteria hasil: memperingan nyeri nyeri
wajah meringis kesakitan ,
PQRST, P: terputusnya 1. Keluhan nyeri menurun (skor
jaringan kulit, Q: Seperti 5) 3. Monitor TTV 3. Untuk mengetahui status umum klien
diiris-iris, R: Di bagian telapak 2. Meringis menurun (skor 5) 4. Berikan teknik nonfarmakologis untuk 4. supaya mengalihkan rasa nyeri
3. Gelisah menurun (skor 5) mengurangi rasa nyeri
kaki kiri, S: Skala nyeri 6
4. Frekuensi nadi membaik (skor
(Sedang), T: nyeri hilang 5) 5. Control lingkungan yang memperberat rasa 5. Lingkungan yang tenang akan
timbul selama 30 menit saat nyeri (mis. suhu ruangan, pencahayaan, menurunkan stimulus nyeri teralihkan
bergerak, TTV: TD: kebisingan) mengurangi rasa nyeri
140/100mmHg, N: 82x/menit, 6. Jelaskan penyebab, periode, dan pemicu 6. Agar klien dan keluarga tau mengenai
S: 37,0oC, RR: 20x/menit nyeri nyeri yang di alami klien
7. Kolaborasi pemberian analgetik 7. Dengan pemberian analgetik supaya
(naproksen) mengurangi rasa nyeri
2. Gangguan integritas kulit Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor karakteristik luka 1. Untuk mengetahui kondisi dan keparahan
berhubungan dengan proses keperawatan selama 1x7 jam luka
penyakit perifer ditandai diharapkan gangguan integritas
dengan luka membusuk kulit teratasi, dengan kriteria hasil: 2. Bersihkan luka dengan cairan NaCl atau 2. supaya menjegah terjadinya infeksi
sampai terlihat tulang di pembersih nontoksik, sesuai kebutuhan
telapak kaki kiri tampak 1. Kerusakan jaringan menurun
menghitam, merah, bengkak, (skor 5)
2. Kerusakan lapisan kulit 3. Bersihkan jaringan nekrotik 3. Untuk perbaikan jaringan nekrotik
dan mengeluarkan nanah,
Pasien tampak meringis menurun (skor 5) 4. Pasang balutan sesuai jenis luka 4. Meningkatkan ketepatan penyerapan
kesakitan, TTV: TD: 3. Nyeri menurun (skor 5)
140/100mmHg, N: 82x/menit, 4. Perdarahan menurun (skor 5)
5. Kemerahan menurun (skor 5) 5. Pertahankan teknik steril saat melakukan 5. Untuk memudahkan melakukan
S: 37,0oC, RR: 20x/menit perawatan luka perawatan luka
6. Jelaskan tanda dan gejala infeksi 6. Untuk Meningkatkan ketepatan drainase
dan melindungi luka dari masuknya
mikroorganisme

7. Kolaborasi pemberian antibiotic 7. Dengan pemberian antibiotic dapat


meningkatkan kekebalan tubuh

Setelah dilakukan tindakan 1. Hiperglikemia terjadi akibat jumlah


3. ketidakstabilan kadar keperawatan selama 1x7 jam 1. Identifikasi kemungkinan penyebeb insulin ke glukosa tidak normal
gula darah berhubungan diharapkan kadar gula darah hiperglikemia
dengan disfungsi pankreas klien menurun dengan rentan 2. Insulin meningkat karena sel didalam
250 mg/dl, dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi yang menyebabkan kebutuhan pankreas terganggu
ditandai dengan Hasil
1. Mengantuk menuruk (skor 5) insulin meningkat
pemeriksaan GDS 450 3. Untuk menentukan apakah kadar
2. Pusing menurun (skor 5)
mg/dl, Klien memiliki 3. Monitor kadar glukisosa darah, jika perlu glukosa mengalami penurunan
3. Lelah/lesu menurun (skor 5)
riwayat penyakit Diabetes 4. Supaya mengetahui gejala yang
4. Kadar glukosa dalam urin
Melitus 4. Monitor tanda dan gejala hiperglikemia timbul saat hiperglikemi
membaik (skor 5)
5. Untuk mengetahui jumlah cairan
5. Monitor intake dan output cairan
6. Agar klien tidak mengalami dehidrasi
6. Berikan asupan cairan oral
7. Supaya kadar glukosa klien tidak
7. Anjurkan menghindari olahraga saat kadar mengalami peninkatan yang pesat
glukosa darah lebih dari 250 mg/dl
8. Agar klien bisa mengontrol gluksa
8. Anjurkan memonitor kadar glukosa darah darah dengan sendiri
sendiri
9. Supaya mengurangi resiko terjadinya
9. Ajarkan pengelola diabetes, seperti peningkatan kadar glukosa darah
penggunaan insulin dan lain-lain
10. Untuk mengurangi resiko
10. Kolaborasi pemberian insulin, jika perlu peningkataninsulin
4. Resiko defisit nutrisi Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi status nutrisi 1. Mengetahui status nutrisi klien
berhubungan dengan proses keperawatan selama 1x7 jam 1.
penyakit ditandai dengan beret diharapkan nafsu makan klien
badan turun dan tidak nafsu kembali , dengan kriteri hasil:
makan 2. Identifikasi makanan yang disukai 2. Untuk mengetahui jenis makanan yang
1. Porsi makanan yang meningkatkan nafsu makan
dihabiskan (skor 5) 3.
2. Berat badan meningkat 3. Monitor asupan makanan 3. Berapa banyak makanan yang masuk
(skor 5) saat diberikan makanan
3. Nafsu makan meningkat 1.
(skor 5) 5. Monitor berat badan 4. Untuk membantu dalam
mengidentifikasi nutrisi potein dan
kalori
1.
6. Sajikan makanan secara menarik dan suhu 5. Supaya meningkatkan nafsu makan klien
yang sesuai 1.
6. Berikan suplemen makanan, jika perlu 8. Untuk meningkatkan nafsu makan klien,
jika perlu
7. Anjurkan posisi duduk, jika mampu
9. Supaya mempermudah dalam melakukan
menelan makanan
8. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk 10. Supaya mempermudah dalam melakukan
menentukan jumlah kalori dan jenis nutrien dan menentukan jumlah kalori, gizi dan
yang dibutuhkan, jika perlu nutrien yang dibutuhkan oleh klien.
5. Gangguan pola tidur Setelah di lakukan perawatan 1. Identifikasi pola aktivitas dan tidur 1. Untuk Mengetahui penyebab gangguan
berhubungan dengan nyeri selama 1x7 jam diharapkan pola tidur klien
ditandai dengan Klien tampak tidur teratasi, dengan kriteria: 1.
lesu, tampak kantung mata 1. Keluhan sulit tidur (skor 1) 2. Identifikasi faktor penganggu tidur 2. Mengetahui
3. Modifikasi lingkungan 3. Lingkungan bisa mempengaruhi
klien, Klien sering kali 2. Keluhan sering terjaga (skor
(mis,pencahayaan,kebisingan,suhu,matras,da kenyamanan klien saat tidur
menguap, Pola tidur klien saat 1)
n tempat tidur) 1.
malam hari hanya tidur 3-4 3. Keluhan tidak puas tidur (skor
1)
jam, dan siang hanya 30 menit. 3. Batasi waktu tidur siang, jika pelu 3. Untuk memperbanyak waktu tidur pada
4. Keluan pola tidur berubah
malam hari
(skor 1)
4. Agar klien merasa nyaman dan rileks
5. Keluhan istirahat tidak cukup 4. Lakukan prosedur untuk meningkatkan
(skor 1) kenyamanan (mis.pijat, pengaturan posisi,
terapi akupresur).

5. Jelaskan pentingnya tidur cukup selama 5. Agar klien mengetahui pentingnya tidur
sakit yang cukup untuk kesembuhan

6. Anjurkan menepati kebiasaan waktu tidur 6. Agar klien terbiasa untuk tidur sesuai
dengan jadwal yang sudah ditentukan

6. Resiko infeksi berhubungan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tanda dan gejala infeksi local dan 1. Untuk menentukan tingkat keparahan
dengan ulkus, ditandai dengan keperawatan selama 1x7 jam sitemik infeksi agar dapat dicegah
Luka tampak menghitam, diharapkan tidak ditemukan tanda-
merah, bengkak, dan tanda infeksi, dengan kriteria hasil: 2. Berikan perawatan kulit pada area edema
mengeluarkan nanah, Pasien 2. Untuk membantu mecegah terjadinya
tampak meringis kesakitan, 1. Demam menurun (skor 5) infeksi yang lebih luas
TTV: TD: 140/100mmHg, N: 2. Kemerahan menurun (skor 5)
82x/menit, S: 37,0oC, RR: 3. Nyeri menurun (skor 5) 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak 3. Untuk mengindari terkadinya
20x/menit 4. Bengkak menurun (skor 5) dengan pasien dan lingkungan pasien kontaminasi bakteri
5. Kadar sel darah putih 4. Pertahankan teknik aseptic pada pasien 4. Mencegah penyebaran dan melindungi
membaik (skor 5) beresiko tinggi pasien dari proses infeksi lainya
5. Ajarkan cara memeriksa luka atau luka 5. Agar klien dan keluarga mengetahui
operasi kondisi luka

6. Menjeaskan tanda dan gejala infeksi 6. Supaya klien dan keluarga lebih
mengetahui tanda dan gejala infeksi

7. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar 7. Untuk mengurangi konstipasi bakteri
8. Kolaborasi dengan pemberian imunisasi, 8. Untuk membantu dalam peningkatan
jika perlu imun dalam penyembuhan luka
IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN
Nama Pasien : Ny. R
Ruang Rawat : -

Tanda tangan
Hari / Tanggal
Implementasi Evaluasi (SOAP) dan
Jam
Nama Perawat
Rabu -09-12 2020 Diagnosa 1 S : Klien mengatakan nyerinya sudah berkurang
1. Mengidentifikasi skala nyeri O:
2. Mengidentifikasi faktor yang 1. Klien tampak tidak kesakitan
memperberat dan memperingan nyeri 2. Skala nyeri 3 (Ringan)
Diagnosa
3. Memonitor TTV 3. Keluhan nyeri klien berkurang
keperawatan 1
4. Memberikan teknik nonfarmakologis 4. Meringis klien berkurang BomBom
untuk mengurangi rasa nyeri 5. Klien bisa melakukan teknik nonfarmakologis Prayoga
5. Mengontrol lingkungan yang secara mandiri
memperberat rasa nyeri (suhu ruangan, 6. Suhu ruangan normal dan tidak ada suara
pencahayaan, kebisingan) bising pada ruangan pasien
6. Menjelaskan penyebab, periode, dan 7. Klien paham dengan masalah nyeri yang
pemicu nyeri dialaminya
7. Mengkolaborasi pemberian analgetik 8. Pemberian analgetik (neproksen)
(Neproksen) 9. TTV:
TD: 140/100mmHg, N: 82x/menit, S:
37,0oC, RR: 20x/menit

A : Masalah sebagian teratasi

P: Lanjutkan intervensi nomor 1, 2, 6 dan 7


1. Mengidentifikasi skala nyeri
2. Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
3. Menjelaskan penyebab, periode, dan pemicu
nyeri
4. Mengkolaborasi pemberian analgetik
(Neproksen)
Tanda tangan dan
Hari / Tanggal Jam Implementasi Evaluasi (SOAP)
Nama Perawat
Rabu -09-12-2020 1. Memonitor karakteristik luka S: Klien mengatakan lukanya sudah terawat
2. Membersihkan luka dengan cairan NaCl
atau pembersih nontoksik, sesuai O:
kebutuhan - Klien sudah diposisi senyaman mungkin
sesuai dengan kondisi lukanya
3. Membersihkan jaringan nekrotik
- Luka tampak bersih, bengkak berkurang,
Diagnosa 4. Memasang balutan sesuai jenis luka Bo
kemerahan mulai berkurang dan bau busuk
keperawatan 2 5. Mempertahankan teknik steril saat masih ada mBom Prayoga
melakukan perawatan luka - Luka tampak bersih
6. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi - Balutan luka sesuai jenis luka
7. Mengkolaborasi pemberian antibiotic - Kondisi luka klien sudah terawat dengan baik
dengan kemerahan dan kehitaman luka yang
sudah tertutup perban
- Klien dan keluarga paham mengenai tanda
dan gejal infeksi

A : Masalah teratasi sebagian


P: Lanjutkan intervensi nomor 2, 3 dan 5, 7
1. Membersihkan luka dengan cairan NaCl atau
pembersih nontoksik, sesuai kebutuhan
2. Membersihkan jaringan nekrotik
3. Mempertahankan teknik steril saat melakukan
perawatan luka
4. Mengkolaborasi pemberian antibiotic
Tanda tangan dan
Hari / Tanggal Jam Implementasi Evaluasi (SOAP)
Nama Perawat
Rabu -09-12-2020 S: -
1. mengidentifikasi kemungkinan penyebeb O:
hiperglikemia - Kadar glukosa darah klien menurun menjadi
2. mengidentifikasi yang menyebabkan 250 mg/dl
kebutuhan insulin meningkat - Cairanyang masuk ke tubuh klien 1400cc/L
3. memonitor kadar glukosa darah, jika perlu - Klien tidak dapat olahraga
Bom
4. memonitor tanda dan gejala hiperglikemia - Sudah berkolaborasi dengan pemberian
5. memonitor intake dan output cairan insulin Bom Prayoga
Diagnosa 6. memberikan asupan cairan oral A: masalah teratasi sebagian
7. menganjurkan menghindari olahraga saat P: lanjutkan intervensi: 1,2,4,8,dan 9
keperawatan 3 kadar glukosa darah lebih dari 250 mg/dl 1. mengidentifikasi kemungkinan penyebeb
8. menganjurkan memonitor kadar glukosa hiperglikemia
darah sendiri 2. mengidentifikasi yang menyebabkan kebutuhan
9. mengajarkan pengelola diabetes, seperti insulin meningkat
penggunaan insulin dan lain-lain 3. memonitor tanda dan gejala hiperglikemia
10. berkolaborasi pemberian insulin, jika perlu 4. menganjurkan memonitor kadar glukosa darah
sendiri
5. mengajarkan pengelola diabetes, seperti
penggunaan insulin dan lain-lain
Hari / Tanggal Tanda tangan dan
Implementasi Evaluasi (SOAP)
Jam Nama Perawat
Rabu -09-12-2020 Diagnosa 4 S : Klien mengatakan mulai ada nafsu makan
1. Mengidentifikasi status nutrisi O:
2. Mengidentifikasi makanan yang disukai - Asupan makan klien normal
3. Memonitor asupan makanan - Berat badan klien masih sama
4. Memonitor berat badan - Makanan yang diberikan sudah sesuai dan
5. Menyajikan makanan secara menarik suhu yang sesuai Bo
dan suhu yang sesuai - Klien makan dalam posisi duduk
6. Memeberikan sumlemen makanan, jika - Sudah berkolaborasi dengan ahli gizi mBom Prayoga
Diagnosa perlu untuk menentukan makanan yang
7. Menganjurkan posisi duduk, jika mampu diberikan kepada klien
keperawatan 4 8. Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk - dibersihkan
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan A : Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi nomor 1, 3, 6, dan 8
1. Mengidentifikasi status nutrisi
2. Memonitor asupan makanan
3. Memeberikan sumlemen makanan, jika
perlu
4. Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kalori dan jenis
nutrien yang dibutuhkan

Hari / Tanggal Implementasi Evaluasi (SOAP) Tanda tangan dan


Jam Nama Perawat

Rabu -09-12-2020 1. Mengidentifikasi pola aktivitas dan tidur S : Klien mengatakan pola tidur nya cukup
2. Memodifikasi lingkungan membaik
(pencahayaan,kebisingan,suhu,matras,da O:
n tempat tidur) - Suara bising tidak terdengar di ruangan
3. Melakukan prosedur untuk meningkatkan pasien, suhu ruangan normal
kenyamanan (pijat, pengaturan posisi). - Pola tidur klien sudah mulai membaik dan
4. Menjelaskan pentingnya tidur cukup mengalami peningkatan Bo
selama sakit - Klien tampak rileks setelah dilakukan
5. Menganjurkan menepati kebiasaan waktu pijat dibagian bahu dan pengaturan posisi mBom Prayoga
Diagnosa
tidur - Klie paham dengan kebutuhan tidur yang
keperawatan 5 cukup selama sakit
- Klien tertidur 5-6 jam pada malam hari
dan 1 jam pada siang hari
A : Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi 1,3,dan 5
1. Mengidentifikasi pola aktivitas dan tidur
2. Melakukan prosedur untuk meningkatkan
kenyamanan (pijat, pengaturan posisi).
3. Menganjurkan menepati kebiasaan waktu
tidur

Hari / Tanggal Implementasi Evaluasi (SOAP) Tanda tangan dan


Jam Nama Perawat
Rabu -09-12-2020 S : Klien mengatakan luka nya membaik
1. Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal
dan sitemik O:
2. Memberikan perawatan kulit pada area - Luka sudah dibersihkan setelah diberikan
edema perawatan dan edema tampak berkurang
Diagnosa 3. Mencuci tangan sebelum dan sesudah - Klien sudah melakukan cuci tangan Bo
kontak dengan pasien dan lingkungan dengan benar
keperawatan 6 pasien - Kondisi luka klien sudah terawat dengan mBom Prayoga
4. Mempertahankan teknik aseptic pada baik
pasien beresiko tinggi - Klien dan keluarga memahami tanda dan
5. Menjelaskan tanda dan gejala infeksi gejala infeksi
6. Mengajarkan cara mencuci tangan dengan - Klien dan keluarga sudah mengetahui cara
benar. mencuci tangan dengan benar
7. Mengkolaborasi pemberian antibiotik
(Penisilin) A : Masalah teratasi sebagian
P: Lanjutkan intervensi nomor 1, 2, 4, dan 7
1. Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal dan
sitemik
2. Memberikan perawatan kulit pada area
edema
3. Mempertahankan teknik aseptic pada pasien
beresiko tinggi
4. Mengkolaborasi pemberian antibiotik
(Penisilin)
CATATAN PERKEMBANGAN
Nama Pasien : Ny. R
Ruang Rawat : -

Tanda tangan
Hari / Tanggal
Implementasi Evaluasi (SOAP) dan
Jam
Nama Perawat
Jumat -11-12 1. Mengidentifikasi skala nyeri S: klien mengatakan nyeri tetap sama seperti dua
2020 2. Mengidentifikasi faktor yang hari yang lalu dengan 3 ( ringan)
memperberat dan memperingan nyeri O:
3. Menjelaskan penyebab, periode, dan - klien tampak meringsi
pemicu nyeri - luka pada kaki klien menyebabkan nyeri
Diagnosa
4. Mengkolaborasi pemberian analgetik - sudah diberikan penjelasan tentang penyebab, BomBom
keperawatan 1
(Neproksen) pemicu dan periode nyeri Prayoga
- mengkolaborasi dengan pemberian analgetik
A: masalah teratasi sebagian
P: lanjutkan intervensi 1,2, dan 4
1. Mengidentifikasi skala nyeri
2. Mengidentifikasi faktor yang memperberat dan
memperingan nyeri
3. Mengkolaborasi pemberian analgetik
(Neproksen)
Tanda tangan dan
Hari / Tanggal Jam Implementasi Evaluasi (SOAP)
Nama Perawat
Jumat -11-12 2020 1. Membersihkan luka dengan cairan NaCl S: klien mengatakan lukanya sudah terawat dengan
atau pembersih nontoksik, sesuai baik
kebutuhan O:
2. Membersihkan jaringan nekrotik - Sudah dilakukan pembersihan luka
3. Mempertahankan teknik steril saat - Luka sudah dilakukan pembersihan nekrotik
melakukan perawatan luka - Luka sudah di berikan perawatan luka dnegan
4. Mengkolaborasi pemberian antibiotic teknik steril
- Dilakukan kolaborasi dengan pemberian Bo
Diagnosa analgetik mBom Prayoga
A: intervensi teratasi
keperawatan 2 P pertahankan intervensi

Tanda tangan dan


Hari / Tanggal Jam Implementasi Evaluasi (SOAP)
Nama Perawat
Jumat -11-12 2020 1. mengidentifikasi kemungkinan penyebeb S: -
hiperglikemia O:
2. mengidentifikasi yang menyebabkan - Kadar glukosa darah klien tetap menjadi 250
kebutuhan insulin meningkat mg/dl
3. memonitor tanda dan gejala hiperglikemia - Sudah dilakukan pengajaran dalam
4. menganjurkan memonitor kadar glukosa melakkan pemeriksaan kadar glukosa darah Bom
darah sendiri sendiri
5. mengajarkan pengelola diabetes, seperti A: intervensi teratasi sebagian Bom Prayoga
Diagnosa penggunaan insulin dan lain-lain P: intervensi dilanjutkan 1, 2, dan 5
1. mengidentifikasi kemungkinan penyebeb
keperawatan 3 hiperglikemia
2. mengidentifikasi yang menyebabkan kebutuhan
insulin meningkat
3. mengajarkan pengelola diabetes, seperti
penggunaan insulin dan lain-lain

Hari / Tanggal Tanda tangan dan


Implementasi Evaluasi (SOAP)
Jam Nama Perawat
Jumat -11-12 2020 1. Mengidentifikasi status nutrisi S: nafsumakan klien kembali normal
2. Memonitor asupan makanan O:
3. Memeberikan sumlemen makanan, jika - Status nutrisi klien kembali normal
perlu - Asupan makan klien meningkat
4. Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk - Pemeberian suplemen makan sudah
menentukan jumlah kalori dan jenis dilakukan
nutrien yang dibutuhkan - Berkolaborasi dengan ahli gizi sudah
dilakukan Bo
Diagnosa A: masalah teratsi mBom Prayoga
P: pertahankan intervensi
keperawatan 4

Hari / Tanggal Implementasi Evaluasi (SOAP) Tanda tangan dan


Jam Nama Perawat
Jumat -11-12 2020 1. Mengidentifikasi pola aktivitas dan tidur S: klien mengatakan tidur kembali normal
2. Melakukan prosedur untuk meningkatkan O:
kenyamanan (pijat, pengaturan posisi). - Pola tidur klien kembali normal
3. Menganjurkan menepati kebiasaan waktu
- Klien tampak rileks setelah dilakukan
tidur
pijat dibagian bahu dan pengaturan
posisi
- Klien sudah melakukan tidur tepat
waktu Bo
A: intervensi teratasi
Diagnosa mBom Prayoga
P: pertahankan intervensi
keperawatan 5

Hari / Tanggal Implementasi Evaluasi (SOAP) Tanda tangan dan


Jam Nama Perawat
Jumat -11-12 2020 1. Memonitor tanda dan gejala infeksi lokal 1)
dan sitemik S: klien mengatakan luka membaik
2. Memberikan perawatan kulit pada area O:
edema - Memonitor tanda gejala infeksi sudah
3. Mempertahankan teknik aseptic pada pasien dilakukan
beresiko tinggi - Edema pada kaki berkurang
Bo
4. Mengkolaborasi pemberian antibiotik - Berkolaborasi dengan pemberian analgetik
Diagnosa (Penisilin) A: masalah teratasi sebagian mBom Prayoga
keperawatan 6 P: lanjutkan intervensi 1,3, dan 4
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Jadi ulkus diabetikun adalah luka yang dialami oleh penderita penyakit diabetes
melitus, luka tersebut merupakan luka yang terdapat pada bagian kaki yang
disebabkan karena faktor keturunan dan faktor lainnya, lukanya tersebut merupakan
luka yang merusak lapisan kulit, nekrosis atau gangren.
4.2 Saran
Disarankan untuk pembaca laporan dan suhan keperawata ini agar tetap
membaca untuk menambah wawasan dan pengetahuan tentang penyakit ulkus
diabetikum
DAFTAR PUSTAKA

Wahyuningsih, Atik Setiawan dkk. 2016. “Hubungan Kadar Gula Darah


Dengan Insominia Pada Penderita Diabetes Mellitus”. The Indonesian Journal Of
Healt Science, Vol. 7, No 1, Desember 2016
Rosyid, F.N. (2017). Etiology, Pathophysiology, Diagnosis and Management of
Diabetics’ Foot Ulcer. International Journal of Research in Medical Sciences. ISSN:
2120-6071. Volume 05, page : 4206-4207.
Wijaya, A.S dan Putri, Y.M. 2013. Keperawatan Medikal Bedah 2,
Keperawatan Dewasa Teori dan Contoh Askep. Yogyakarta : Nuha Medika
Haryono, R., & Utami, M. P. (2019). Keperawatan medikal Bedah 2.
Yogyakarta: Pustaka Baru Press.
Newfield, S. A., Hinz, M. D., Tiley, D. S., Sridaromont, K. L., Maramba, P. J.
(2012). Cox’s clinical applications of nursing diagnosis adult, child, women’s mental
health, gerontic, and home health considerations. 6th Ed Philadelphia. F.A. Davis
Company.
Fryberg, R, et.al. (2016). Diabetic foot ulcers disorders:a clinical practice guidelin.
Kementrian Kesehatan RI. Diabetes Militus Penyebab Kematian No 6 Di Dunia.
Jakarta: KEMENKES. 2015
N. Singh, Dkk. Optimal sizing placement og DG in a radial distribution Netrwork
using Sensitivity based Methods”, International Electrical Engineering
journal, Vol. 6, No 1,pp.1727-1734, 2015. (Diakses 7 November 2020)
SATUAN ACARA PENYULUHAN
(SAP)

Ulkus Diabetikum

Di Susun Oleh :
BomBom Prayoga
2018.C.10a.0928

YAYASAN EKA HARAP PALANGKARAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN
2020/2021
SATUAN ACARA PENYULUHAN

A. Satuan Acara Penyuluhan


Topik : Ulkus Diabetikum

Hari/Tanggal : Selasa, 15 Desember 2020

Waktu : 07:00 WIB - Selesai

Sasaran : Keluarga pasien dan pasien

Tempat : RSUD Doris Sylvanus

B. Tujuan Umum
Setelah dilakukan tindakan pendidikan kesehatan selama 30 menit,
diharapkan keluarga pasien memahami materi Ulkus Diabetikum dengan baik
dan benar.

C. Tujuan Khusus
Setelah mengikuti pendidikan kesehatan tentang ulkus diabetikum,
diharapkan peserta dapat:

1. Memahami pengertian ulkus diabetik


2. Memahami bagaimana ulkus itu bisa terjadi
3. Memahami tanda dan gejala ulkus diabetikum
4. Memahami apa yang harus dilakukan jika terkena ulkus diabetikum
D. Metode
1. Ceramah : Metode ceramah adalah metode pembelajaran yang dilakukan
dengan penyajian materi melalui penjelasan lisan oleh seseorang kepada para
peserta.
2. Tanya jawab : Metode tanya jawab adalah proses dimana peserta bertanya
tentang materi yang belum dipahaminya dan pemateri yang menjawab
pertanyaan peserta tersebut.
E. Struktur Organisasi
Penyaji : BomBom Prayoga

F. Media
1. PPT
2. Leaflet
G. KegiatanPenyuluhan
No Tahap Waktu Kegiatan Penyuluhan Sasaran
Kegiatan
1 Pembukaan 5 menit 1. Mengucapkan salam. 1. Menjawab
2. Memperkenalkan salam.
diri. 2. Mendengar
3. Menyebutkan kan dan
materi/pokok bahasan menyimak.
yang akan
disampaikan.
4. Kontrak waktu.
2 Pelaksanaan 20 menit Penyampaian materi. 1. Mendengar
1. Menyampaikan kan dan
pengertian gangguan menyimak.
pola tidur. 2. Bertanya
2. Menyampaikan mengenai
factor-faktor yang hal-hal
mempengaruhi yang belum
gangguan pola tidur. jelas dan
3. Menyampaikan dimengerti.
macam-macam
gangguan pola tidur.
4. Memahami akibat
dari gangguan pola
tidur
5. Menyampaikan terapi
yang dapat dilakukan
untuk gangguan pola
tidur.
3 Evaluasi 10 menit a. Menyampaikan 1. Mendengar
kesimpulan materi. dan
b. Membuka sesi tanya memperhati
jawab kan.
2. Peserta
bertanya
tentang
materi yang
disajikan
4 Penutup 5 Menit 1. Mengajak peserta 1. Mengikuti
untuk berfoto sesi foto
bersama. bersama.
2. Mengakhiri 2. Menjawab
pertemuan dengan salam.
mengucapkan salam.

H. Evaluasi
1. Memahami pengertian ulkus diabetikum
2. Memahami bagaimana ulkus itu bisa terjadi
3. Memahami tanda dan gejala ulkus diabetikum
4. Memahami apa yang harus dilakukan jika terkena ulkus diabetikum.

Palangka Raya, 15. Desember


2020

BomBom Prayoga
Ulkus Diabetic APA ITU ULKUS

Luka pada kaki yang tidak kunjung


sembuh dan bisa menyebar ke paha,
akibat koplikasi kronis dari penyakit
diabetes melitus atau sering di sebut
kencing manis yang tidak terkontrol

DISUSUN OLEH:

BomBom Prayoga

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA Bagaimana itu bias terjadi ?


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
1. Kadar gula darah yang tinggi
PRODI S-1 KEPERAWATAN 2. Komplikasi
TAHUN AJARAN
3. Gangguan pemasukan gula ke
jaringan
2020/2021
6. Control gula darah secara berkala
Tanda dan gejala dengan dokter spesialis penyakit
1. Luka yang tidak kunjung dalam
sembuh 7. Jika sudah ada luka jaga kebersihan
2. Luka yang semain membesar di area atau sekitar luka
3. Mulai berbau busuk
4. sering kesemutan
5. nyeri kaki saat istirahat
6. sensasi rasa berkurang
7. tibialis dan poplitea
8. kaki menjadi atrofi
9. dingin dan kuku menebal
10.dan kulit kering

apa yang harus


dilakukan?
1. Konsultasikan kepada dokter
2. Meminunm obat sesuai dengan
anjuran dokter
3. Lakukan perawatan luka secara
sederhana
4. Jika luka semakin parah, dokter
akan menyarankan untuk dilakukan
pembersihan dengan membuang sel
yang sudah mati
5. Jika sudah terlalu berat dan
mengancam jiwa maka akan
dilakukan amputasi
Jurnal Ilmiah Kesehatan Sandi Husada
hhttps://akper-sandikarsa.e-journal.id/JIKSH
Vol 11, No, 1, Juni 2020, pp; 258-264
p-ISSN: 2354-6093 dan e-ISSN: 2654-4563
DOI: 10.35816/jiskh.v10i2.261

Karakteristik Ulkus Diabetikum Pada Penderita Diabetes Melitus


The Characteristics of Diabetic Ulcer in Patients with Diabetes Mellitus
Ade Utia Detty1, Neno Fitriyani2, Toni Prasetya3, Brigita Florentina4
1Departement Imunologi Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati
2Departement Ilmu Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran Universitas
Malahayati
3Departement Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Malahayati
4Fakultas Kedokteran, Universitas Malahayati
Artikel info
Artikel history: Abstrak
Received; 05 April 2020 Diabetes melitus memiliki berbagai macam
Revised:07 April 2020 komplikasi kronik
Accepted;08 April 2020 dan yang paling sering ditemui adalah ulkus
diabetikum.
Insiden ulkus diabetikum setiap tahunnya adalah
2% di
antara semua pasien dengan diabetes dan 5 – 7,5%
di antara
pasien diabetes dengan neuropati perifer. Tujuan:
Mengetahui karakteristik ulkus diabetikum pada
penderita
diabetes melitus pada penderita Diabetes Melitus di
RSUD
dr.H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2018.
Metode:
Penelitian ini merupakan jenis penelitian
deskriptif. Teknik
sampling yang digunakan pada penelitian ini
adalah total
sampling. Hasil : Dari 119 pasien, pasien ulkus
diabetikum
paling banyak pada usia lansia akhir sebanyak 55
sampel,
berdasarkan jenis kelamin adalah perempuan
dengan total
71 sampel, berdasarkan riwayat penyakit keluarga
adanya
riwayat penyakit keluarga sebanyak 101 sampel,
berdasarkan lama rawat inap paling banyak pada
0-5 hari
dengan total 94 sampel, berdasarkan terapi paling
banyak
dengan tindakan bedah dengan total 98 sampel.
Simpulan :
Karakterisitik ulkus diabetikum didominasi oleh
perempuan
berusia lansia dan rata-rata pasien ulkus memiliki
riwayat
keluarga yg memiliki penyakit diabetes melitus,
dirawat pada
0-5 hari dan terapi yang digunakan dengan
tindakan bedah.
Abstract.
Diabetes mellitus has a variety of chronic
complications and
the most frequently encountered is diabetic ulcer.
The
incidence of diabetic ulcers annually is 2% among
all patients
with diabetes and 5-7.5% among diabetic patients
with
peripheral neuropathy. Objective: To understand
the
characteristics of diabetic ulcers in diabetes
mellitus patients
in RSUD Dr. H. Abdul Moeloek Lampung in 2018.
Research
Method: This research is a type of descriptive
research. The
sampling technique used in this research is total
sampling.
Result: From the 119 patients, the majority of
diabetic ulcer

patients is in the late elderly ages which about


55 peoples,
based on gender are female with a total of 71
peoples, based
on their family history of disease, there are
family history of
disease as many as 101 peoples, based on
length of
hospitalization, it is at most 0-5 days with a
total of 94
peoples, based on therapy, the most is with
surgical
procedures with a total of 98 peoples.
Conclusion: The
characteristics of diabetic ulcers are
dominated by women in
late elderly ages and the average ulcer patient
has a family
history of diabetes mellitus, they are treated at
0-5 days, and
the therapy is used with surgery
Coresponden author:
Email:
Keywords:
birigitaflorentina111@gmail
Ulkus Diabetikum;
.com
Diabetes Melitus
artikel dengan akses terbuka
dibawah lisensi CC BY 4.0

Pendahuluan
Diabetes Melitus (DM) adalah suatu sindrom klinis kelainan metabolik, ditandai dengan
adanya Hiperglikemia yang disebabkan oleh defek sekresi insulin, defek kerja insulin
atau keduanya. Dari berbagai penelitian epidemiologis, seiring dengan perubahan pola
hidup didapatkan bahwa prevelensi DM meningkat, terutama di kota besar (Tri, 2008).
Secara epidemiologi, diperkirakan bahwa pada tahun 2010 prevalensi diabetes melitus
(DM) di Indonesia mencapai 21,3 juta orang. Sedangkan hasil Riset Kesehatan Dasar
Riskesdas tahun 2007, diperoleh hasil bahwa proporsi penyebab kematian akibat DM
pada kelompok usia 45-54 tahun di daerah perkotaan menduduki ranking ke-2 yaitu
14,7% dan di daerah pedesaan, DM menduduki ranking ke-6 yaitu 5,8% (Depkes
RI,2005). Prevalensi nasional penyakit diabetes melitus adalah 1,1% (berdasarkan
diagnosis tenaga kesehatan dan gejala). Sebanyak 17 provinsi mempunyai prevalensi
penyakit diabetes melitus di atas prevalensi nasional, yaitu Nanggroe Aceh Darussalam,
Sumatera Barat, Riau, Bangka Belitung, Kepulauan Riau, DKI Jakarta, Jawa Barat, Jawa
Tengah, DI Yogyakarta, Jawa Timur, Nusa Tenggara Barat, Nusa Tenggara Timur,
Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah, Gorontalo, dan Papua Barat. Di
Rumah Sakit Abdul Moeloek Bandar Lampung pada tahun 2018, diketahui jumlah
penderita DM dengan komplikasi ulkus diabetikum yang dirawat sebanyak 120 orang dan
sebagian besar berjenis kelamin Perempuan, Hal ini sejalan dengan penelitian
Pemayun,dkk. Diabetes melitus memiliki berbagai macam komplikasi kronik dan yang
paling sering ditemui adalah ulkus diabetikum. Insiden ulkus diabetikum setiap tahunnya
adalah 2% di antara semua pasien dengan diabetes dan 5 – 7,5% di antara pasien diabetes
dengan neuropati perifer. Meningkatnya prevalensi diabetes di dunia menyebabkan
peningkatan kasus amputasi kaki karena komplikasinya. Studi epidemiologi melaporkan
lebih dari satu juta amputasi dilakukan pada penyandang diabetes setiap tahunnya, yang
berarti setiap 30 detik ada kasus amputasi kaki karena diabetik di seluruh dunia
(Lesmana, 2010). Berdasarkan penelitian Pemayun di RSUD Dr. Kariadi Semarang tahun
2012-2014 tentang faktor risiko amputasi pada ulkus kaki diabetik dari 94 subjek yang
memenuhi kriteria, berdasarkan distribusi jenis kelamin yaitu perempuan sebesar 59,6%
sedangkan laki-laki sebesar 40,4%. Angka amputasi mencapai 41,4% terdiri atas
amputasi mayor (21,3%) dan amputasi minor (78,7%) (ADA, 2013). Lama perawatan
pasien berkisar antara 2-15 hari 260 dengan rata-rata 4,37 hari. Rincian hasil lama hari
rawat pasien yang sesuai standar adalah 2-3 hari (20 pasien; 33,9%), 4-5 hari (29 pasien;
49,1%). Lama rawat inap pasien dengan kategori 6-7 hari dan ≥ 8 hari dikarenakan pasien
memiliki penyakit penyerta lain yang juga menjadi faktor yang menyebabkan lama hari
rawat inap pasien lebih lama (Kemenkes RI, 2013). Pada penelitian terkait dengan
karakteristik ulkus diabetikum pada penderita diabetes melitus, salah satunya ada
penelitian tentang “Karakteristik Ulkus Diabetikum pada Penderita Diabetes Mellitus di
RSUD dr. Zainal Abidin dan RSUD Meuraxa Banda Aceh”, dari hasil penelitian
responden didapatkan bahwa sebagian besar responden ulkus diabetikum sebagian besar
berjenis kelamin Perempuan dan Lansia akhir menderita DM sekitar 1-5 tahun, dan tidak
menggunakan krim kaki (Fitria, 2017).
Metode
Penelitian ini merupakan jenis penelitian deskriptif dengan melihat rekam medis.
penelitian dilakukan pada bulan Februari - Maret diruang Poli penyakit dalam dan
bagian Rekam medik RSUD dr..H.Abdul Moeloek Provinsi Lampung tahun 2018.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua penderita diabetes mellitus dengan
ulkus diabetikum yang dirawat di RSUD dr.H. Abdul Moeloek Provinsi Lampung
tahun 2018 sebanyak 119 orang. Sampel pada penelitian ini diambil dengan
menggunakan tekhnik total sampling yaitu jumlah sampel sama dengan populasi
yaitu 119 orang. Pengumpulan Data dilakukan dengan cara membaca rekam
medis (documenter) dan mencatat variabel-variabel yang diteliti yaitu: Usia, Jenis
kelamin, Riwayat penyakit keluarga, Lama hari rawat, Terapi. Data dikumpulkan
dan diolah menggunakan Komputer dan dianalisa secara statistik deskriptif
dengan program SPSS (Stastistical product dan servise solution)data yang
dianalisa adalah data yang bersifat univariat. Analisa univariat adalah analisa yang
dilakukan terhadap tiap variabel dari tiap penelitian.
Hasil Dan Pembahasan
Tabel 1. Analsisis Penderita Ulkus Diabetikum berdasarkan Usia
Sampel Usia Frekuensi %
Dewasa Awal 26-35 10 8.4%
Dewasa Akhir 36-45 20 16.8%
Lansia Awal 46-55 10 8.4%
Lansia Akhir 56-65 55 46.2%
Manula >65 24 20.2%
Jumlah 119 100%
Sumber: Data primer diolah
Tabel 2. Analisis Penderita Ulkus Diabetikum berdasarkan Jenis Kelamin
Jenis kelamin Frekuensi %
Laki - Laki 48 40.3%
Perempuan 71 59.7%
Jumlah 119 100.0%
Sumber: Data primer diolah
261
Tabel 3. Analisis Penderita Ulkus Diabetikum berdasarkan Riwayat
Penyakit
Keluarga
Riwayat Keluarga Frekuensi %
Ada 101 89.9%
Tidak ada 18 15.1%
Jumlah 119 100.0%
Sumber: Data primer diolah
Tabel 4. Analisis Penderita Ulkus Diabetikum berdasarkan Lama Hari
Rawat Inap
Lama Hari Frekuensi %
0 – 5 Hari
94 79.0%
22 18.5%

6 – 10 Hari Jumlah 119 100.0%


Sumber: Data primer diolah
Tabel 5. Analisis Penderita Ulkus Diabetikum berdasarkan Terapi
Penatalaksanaan Frekuensi %
Bedah 98 82.4%
Non Bedah 21 17.6%
Jumlah 119 100.0%
Sumber: Data primer diolah
Pada tabel 1 pada penelitian ini didapatkan kelompok umur terbanyak pada
diabetes melitus dengan komplikasi ulkus diabetikum adalah umur lansia akhir
56-65 tahun sebanyak 55 pasien dengan 46.2% dari rekam medik RSUD
Dr.H.Abdul Moeloek Provinsi lampung Tahun 2018. Penelitian ini sejalan dengan
penelitian yang menyatakan bahwa umur >60 tahun atau lansia akhir beresiko
terjadi diabetes melitus dengan komplikasi ullkus dibetikum karena pada usia
tersebut fungsi tubuh secara fisiologi menurun karena proses degenerative terjadi
pernurunan sekresi atau resistensi insulin sehingga kemampuan fungsi tubuh
terhadap pengendalian glukosa darah yang tinggi kurang optimal. Keluhan umum
penderita DM usia lanjut seperti : polyuria, polidipsi, polifagia umumnya tidak
ada, sebaliknya yang sering mengganggu penderita adalah akibat komplikasi
degenerative kronik pada pembuluh darah, akibat tredapat perubahan patofisiologi
karena proses menjadi tua (Yunus, 2015). Pravelensi Diabetes Melitus dengan
komplikasi cenderung meningkat, karena DM pada lansia bersifat multifactorial
yang dipengaruhi oleh faktor intrinsic dan ekstrinsik. Umur ternyata merupakan
salah satu faktor yang bersifat mandiri dalam mempengaruhi perubahan toleransi
tubuh terhadap glukosa. Umumnya pasien DM dewasa 90% termasuk DM tipe 2.
Hampir separuh dari penderita DM tipe 2 berusia >60 tahun. Lansia merupakan
masa usia terjadi perubahan-perubahan yang menyebabkan terjadinya
kemunduran fungsional tubuh. Salah satunya adalah terejadi penurunan produksi
dan pengeluaran hormone yang diatur oleh enzim-enzim yang juga mengalami
penurunan pada lansia. Salah satu hormon yang mengalami penurunan pada
sekresi lansia adalah insulin. Hal ini merupakan salah satu faktor penyebab terjadi
diabetes melitus pada lansia, Tetapi demikian, beberapa faktor resiko seperti
resistensi insulin akibat kurangnya aktivitas fisik yang tidak diimbangi dengan
asupan makanan yang adekuat, sering mengkonsumsi obatobatan, faktor genetik,
dan keberadaan penyakit lain yang memperberat diabetes melitus, juga memegang
peran penting (Farid, 2015). 262
Pada tabel 2 pada penelitian ini didapatkan wanita paling beresiko mengalami
diabetes melitus dengan komplikasi ulkus peptikum berdasarkan rekam medik,
sehingga pada penelitian ini sebanyak 71 pasien dengan presentasi 59.7%. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian Pemanyun yang mendapat hasil terbanyak
pada perempuan sebesar 59,6% sedangkan laki-laki sebesar 40,4%. Semua orang
tentu memiliki risiko terkena penyakit diabetes. Namun berdasarkan data Diabetes
Atlas Edisi ke-18 yang diterbitkan oleh International Diabetes Federation (IDF)
pada tahun 2016, wanita lebih berisiko terkena diabetes ketimbang pria.
Perempuan cenderung lebih tidak bergerak, tidak menghabiskan karbohidrat atau
glukosa untuk physical activity. Faktor lain secara internal adalah insulin
resistance atau resistensi insulin. wanita mempunyai satu komponen resistensi
insulin yang akan meningkat ketika hamil. Itulah sebabnya mengapa ibu hamil
juga menjadi rentan terkena diabetes. Insulin resistance itu menjadi berbahaya,
itu terjadi karena kita terlalu banyak makan, terlalu gemuk, dan kurang olahraga.
Semua melibatkan zat yang bernama AMPK (AMP-activated protein kinase) tidak
bekerja. Itulah alasan mengapa wanita cenderung berisiko terkena diabetes
dibandingkan dengan lakilaki, karena laki-laki tidak pernah mengalami proses
kehamilan sehingga tidak ada peningkatan resistensi insulin, kecenderungan lebih
banyak terkena diabetes ini juga yang meningkatkan angka kejadian Ulkus
diabetikum pada penderita diabetes mellitus menjadi lebih tinggi dibanding laki-
laki (WHO, 2006). Pada tabel 3 pada penelitian ini didapatkan riwayat penyakit
keluarga sangat berpengaruh untuk terjadinya diabetes mellitus dengan
komplikasi ulkus diabetikum, dari data rekam medik, pasien yang memiliki
riwayat keluarga penyakit diabetes peptikum dengan ulkus
diabetikum terdapat 101 pasien dengan presentasi 89.9%. Penelitian ini sejalan
dengan penelitian yang menyatakan bahwa meskipun penyakit ini terjadi dalam
keluarga, cara pewarisan tidak diketahui kecuali untuk jenis yang dikenal sebagai
diabetes di Usia muda dan dewasa. Jika terdapat salah seorang anggota keluarga
yang menyandang diabetes mellitus maka kesempatan untuk menyandang
diabetes akan meningkat. Ada empat bukti yang menunjukan transmisi penyakit
sebagai ciri dominal autosomal. Pertama transmisi langsung tiga generasi terlihat
pada lebih dari 20 keluarga. Kedua didapatkan perbandingan anak diabetes dan
tidak diabetes 1:1 jika satu orang tua menderita diabetes. Pengaruh genetik sangat
kuat.Keluarga mempunyai peran penting untuk generasi selanjutnya, hal ini
dikarenakan ada berbagai macam penyakit yang dapat terjadi karena
riwayat keluarga. Diabetes Melitus merupakan penyakit yang dipengaruhi oleh
dua faktor, yang pertama adalah faktor yang tidak dapat diubah seperti
herediter/riwayat keluarga, usia, jenis kelamin dan yang kedua adalah faktor yang
dapat diubah seperti aktivitas fisik, gaya hidup, merokok, dan stress (Tri, 2008).
Pada tabel 4 pada penelitian ini didapatkan lama rawat inap pasien diabetes
melitus dengan komplikasi ulkus diabetikum adalah kategori 0-5 hari sebanyak 94
pasien dengan presentasi 79.0% yang terdapat di rekam medik RSUD Dr.H.Abdul
moeloek tahun 2018. Penelitian ini sejalan dengan data yang diperoleh
RISKESDA yang mendapatkan hasil terbanyak pada lama rawat inap pasien
penderita ulkus diabetikum yang dirawat 2-3 hari sebanyak 290 pasien (33.3.%).
Lama rawat inap pasien dengan kategori 4-5 hari sebanyak 29 pasien (49.1%).
Banyak faktor yang berperan terhadap lama proses penyembuhan ulkus
diabetikum sehingga berpengaruh pada lama rawat inap pasien, diantaranya dapat
berasal dari perawatan luka, pengendalian infeksi, vaskularisasi, usia, nutrisi,
penyakit komplikasi, adanya riwayat merokok, pengobatan, psikologis, dll
(Kemenkes RI, 2013). Tabel 5 pada penelitian ini didapatkan penatalaksanaan
pada pasien diabetes melitus dengan komplikasi ulkus diabetikum yang paling
banyak melakukan tindakan bedah / 263 operasi sebanyak 98 pasien dengan
presentasi 82.4%. Penelitian ini sejalan dengan data yang diperoleh oleh Frykberg
RG bahwa terapi terbanyak terdapat pada tindakan Bedah yaitu berjumlah 98
sampel (82.4%) dan tindakan non bedah sebanyak 21 sampel (17.6%).
Penelitian ini sejalan berdasarkan klasifikasi wagner, yaitu penderita ulkus
diabetikum sebesar 75% berada pada derajat 3 (39,4%) dan derajat 4 (36,2%).
Angka amputasi mencapai 41.4% terdiri atas amputasi mayor (21,3%) dan
amputasi minor (78,7%). Hal ini menunjukan bahwa tindakan bedah lebih tinggi
dibanding tindakan non bedah pada penderita diabetes mellitus dengan komplikasi
Ulkus Diabetikum (Wagner, 2005) Penyebab amputasi terbanyak pada penderita
diabetes adalah ganngguan neuroiskemik yang diperberat oleh infeksi. Dalam 1
tahun sebanyak 5 – 8% penderita Diabetes akan menjalani Amputasi Mayor.
Dasar dari perawatan ulkus diabetes meliputi 3 hal yaitu
debridement,offloadingdan kontrol infeksi. Ulkus kaki pada pasien diabetes harus
mendapatkan perawatan karena ada beberapa alasan, misalnya untuk mengurangi
resiko infeksi dan amputasi, memperbaiki fungsi dan kualitas hidup, dan
mengurangi biaya pemeliharaan kesehatan. Tujuan utama perawatan ulkus
diabetes sesegera mungkin didapatkan kesembuhan dan pencegahan kekambuhan
setelah proses penyembuhan. Dari beberapa penelitian, menunjukkan bahwa
perkembangan ulkus diabetes dapat dicegah (Frykberg, 2002).

Simpulan Dan Saran


Penderita ulkus diabetikum paling banyak pada usia lansia akhir sebanyak 55
pasien (46.2%), paling banyak berdasarkan jenis kelamin adalah perempuan
dengan total 71 pasien (59.7%), paling banyak berdasarkan riwayat penyakit
keluarga, adanya riwayat penyakit keluarga sebanyak 101 pasien (84.9%),
berdasarkan lama rawat inap paling banyak pada 0-5 hari dengan total 94 pasien
(79.0%), berdasarkan terapi, paling banyak dengan tindakan bedah dengan total
98 pasien (82.4%). Bagi peneliti yang akan datang agar lebih dapat
mengembangkan penelitian mengenai karakteristik Ulkus Diabetikum pada
penderita Diabetes Melitus dengan cara memperluas jumlah serta tahun.
Daftar Rujukan
American Diabetes Association. (2013). Economic costs of diabetes in the US in
2012.
Diabetes care, 36(4), 1033-1046. Depkes, R. I. (2005). Pharmaceutical care untuk
penyakit diabetes mellitus. Jakarta: Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan
Alat Kesehatan. Halaman, 1(7), 11- 12.
Farid M .(2015). Hipertensi pada lansia kontrol ketat cegah komplikasi (Doctoral
dissertation, Universitas Malahayati Lampung).
Fitria, E., Nur, A., Marissa, N., & Ramadhan, N. (2017). Karakteristik Ulkus
Diabetikum pada Penderita Diabetes Mellitus di RSUD dr. Zainal Abidin dan
RSUD Meuraxa Banda Aceh. Buletin Penelitian Kesehatan, 45(3), 153-160.
Frykberg, R. G. (2002). Diabetic foot ulcers: pathogenesis and management.
Americannfamily physician, 66(9), 1655.
Kemenkes, R. I. (2013). Riset kesehatan dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan.Lesmana, Rika. (2010).Ulkus Diabetikum. Medika
Jurnal Kedokteran Indonesia.Diakses pada tanggal 13 Desember 2012, sumber:
http://tinyurl.com/k4tq4yk
Tri Hastuti, R. (2008). Faktor-faktor Risiko Ulkus Diabetika Pada Penderita
Diabetes

Anda mungkin juga menyukai