Anda di halaman 1dari 46

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

PADA Ny. O DENGAN DIAGNOSA MEDIS


REFLUKS ESOFAGUS (GERD)

DISUSUN OLEH :

NAMA : DANDI
NIM : 2018.C.10a.0929

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI S-1 KEPERAWATAN
TAHUN AJARAN
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga laporan
pendahuluan ini bisa selesai pada waktunya, dengan judul “Laporan Pendahuluan dan
Asuhan Keperawatan Pada Ny. O dengan Diagnosa Medis Refluks Esofagus (GERD)”.

Terimakasih juga saya ucapkan kepada teman - teman yang telah berkontribusi
dengan memberikan ide - idenya sehingga laporan pendahuluan ini bisa disusun dengan baik
dan rapi.

Saya berharap semoga laporan pendahuluan ini bisa menambah pengetahuan para
pembaca. Namun terlepas dari itu, saya memahami bahwa laporan pendahuluan ini masih
jauh dari kata sempurna, sehingga saya sangat mengharapkan saran yang bersifat membangun
demi terciptanya laporan pendahuluan selanjutnya yang lebih baik lagi.

Palangka Raya, 28 September 2020

Dandi
DAFTAR ISI

SAMPUL ..................................................................................................................
KATA PENGANTAR .............................................................................................
DAFTAR ISI ............................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................................
1.1 Latar Belakang....................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................................
1.4 Manfaat Penulisan...............................................................................................
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................
2.1 Konsep Penyakit Refluks Esofagus (GERD)......................................................
2.1.1 Definisi Refluks Esofagus (GERD)...........................................................
2.1.2 Anatomi Fisologi.......................................................................................
2.1.3 Etiologi......................................................................................................
2.1.4 Klasifikasi..................................................................................................
2.1.5 Fatosiologi (WOC) ...................................................................................
2.1.6 Manifestasi Klinis .....................................................................................
2.1.7 Komplikasi ...............................................................................................
2.1.8 Pemerikasaan Penunjang ..........................................................................
2.1.9 Penatalaksanaan Medis .............................................................................
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan Refluks Esofagus (GERD)...........................
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN .....................................................................
BAB 4 PENUTUP ....................................................................................................
4.1 Kesimpulan .....................................................................................................
4.2 Saran ................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) adalah suatu kondisi refluksnya HCL dari
gaster ke esofagus, mengakibatkan gejala klinis dan komplikasi yang menurunkan kualitas
hidup seseorang, GERD merupakan salah satu jenis gangguan pencernaan yang cukup sering
dijumpai di masyarakat sehingga dapat menurunkan kualitas hidup (Ndraha, 2014).
Prevalensi GERD di Amerika Utara yaitu 18,1%-27,8% di Eropa yaitu 8,8%- 25,9% di
Asia Timur 2,5%-7,8%, Australia 11,6%, dan Amerika Selatan yaitu 23,0% (El-Serag, Sweet,
Winchester, & Dent, 2014). Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Rumah sakit Cipto
Mangunkusumo, didapatkan peningkatan prevalensi GERD dari 5,7% pada tahun 1997
sampai 25,18% pada tahun 2002, peningkatan ini terjadi akibat adanya perubahan gaya hidup
yang dapat meningkatkan faktor risiko GERD seperti merokok dan obesitas (Simadibrata,
Rani, & Adi, 2009). Prevalensi GERD secara gender tidak ada perbedaan signifikan secara
statistik dengan rasio laki-laki/perempuan adalah 1:1,03. Terdapat perbedaan yang signifikan
pada usia 30-70 tahun dibandingkan pada usia 18-29 tahun (Sudoyo, Setyohadi, Alwi, &
Simadibrata, 2006). Prevelensi GERD di Asia termasuk Indonesia lebih rendah dengan
presentase 5% pada tahun 1997, namun data terakhir didapatkan peningkatan mencapai
13,13% per tahun akibat adanya perubahan gaya hidup, seperti merokok dan obesitas (Talley
2008). Data dari Amerika Serikat menunjukan satu diantara lima orang dewasa mengalami
refluks esofageal, serta lebih dari 40% mengalami gejala refluks esofageal sekurangnya sekali
dalam satu bulan (Sontag 2009). Sekitar 50% pasien GERD bersifat simptomatik dan
dipengaruhi karena adanya faktor psikososial (Perdue 2008). Gangguan kecemasan dialami
2-4 setiap kehidupan ((Hawari 2011). Di Amerika Serikat, 40 juta orang mengalami
kecemasan dari usia 18 tahun hingga usia lanjut (NIMH 2010), sedangkan di Indonesia dari
22 juta populasi masyarakat Indonesia sebanyak 2-6 juta jiwa mengalami kecemasan
(Iskandar 2006). Usia dewasa awal (17-25 tahun) lebih banyak mengalami kecemasan
dibandingkan dengan usia dewasa akhir (26-35 tahun) (Syam 2010).
GERD adalah gangguan umum yang biasa terjadi yang berdampak menurunnya
kualitas hidup dan produktivitas kerja, GERD disebabkan oleh adanya refluks asam HCL dari
gaster ke esophagus, yang biasanya tidak diketahui oleh pasien GERD, sehingga diagnosis
GERD tidak dapat tercapai. Prevalensi GERD di negara barat sebesar 10-20%, lebih banyak
ditemukan pada laki-laki kulit putih dan usia yang relatif usia tua, prevalensi GERD di Asia
sekitar 2-5%, secara umum lebih rendah dibandingkan dengan negara barat, termasuk
Indonesia, namun data terakhir menunjukan bahwa prevalensinya semakin meningkat
(Tielemans, 2013). GERD dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti faktor genetik, diet,
rokok, nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID), obesitas, faktor pelindung lambung
dan faktor perusak gaster, faktor pelindung gaster diantaranya yaitu sekresi mukus, sekresi
bikarbonat, aliran darah mukosa, dan regenerasi epitel, sedangkan faktor perusak gaster yaitu
asam hidroklorida (HCL) lambung serta zat- zat yang dapat merangsang sekresi asam HCL
gaster berlebihan dan dilatasi gaster. Tidak adanya keseimbangan faktor pelindung dan faktor
perusak pada organ gaster merupakan inti dari permasalahan GERD. Dengan menghindari
faktor perusak seperti makanan pedas, kopi, dan NSAID, diharapkan dapat menghindari
kekambuhan GERD (Ndraha, 2014). Pasien GERD biasanya mengeluhkan bermacam-macam
keluhan, seperti heartburn, regurgitation, dan gangguan makan, tetapi terkadang pasien
datang dengan keluhan sesak, nyeri dada, dan batuk. (Patti, 2016). Pasien GERD dapat
datang dengan keluhan heartburn yang merupakan gejala tipikal dari GERD, penderita
merasakan sensasi terbakar di area perut atau dada bagian bawah. Gejala khas lainnya yaitu
regrgitasi dan disfagia, meskipun gejala khas GERD adalah heartburn namun gejala atipikal
juga bisa timbul yang meliputi nyeri dada non kardiak, sendawa, cegukan, mual muntah,
sesak dan batuk. Gejala tersebut biasanya terjadi setelah makan dan gejala ini menjadi lebih
berat dengan posisi berbaring, membungkuk atau aktivitas fisik (Wilson, 2008). Tujuan
pengobatan GERD adalah menyembuhkan esofagitis, meringankan gejala, memperbaiki
kualitas hidup dan mencegah komplikasi, terapi medikamentosa untuk GERD adalah
pemberian obat golongan antasida, prokinetik, H2-reseptor antagonists dan proton pump
inhibitor (PPI). Cara kerja Obat golongan PPI adalah dengan menghambat/memblok pompa
proton (H+, K+, ATPase) yang terdapat di membran sel parietal gaster, sehingga
menghambat sekresi asam gaster oleh sel parietal secara irreversibel. Obat golongan
antagonis reseptor H2 bekerja dengan cara memblok reseptor histamine di membran sel
parietal gaster. Obat golongan prokintik bekerja meningkatkan kekuatan sfingter esofagus
bagian bawah, peristaltis esophagus, dan mempercepat waktu pengosongan lambung (Bestari,
2011).
Berdasarkan latar belakang, data dan juga hubungan sebab akibat yang kejadiannya ada
di masayarakat, maka saya tertarik untuk membahas lebih lanjut tentang Refluks Esofagus
(GERD).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka dapat dirumuskan masalah
dalam laporan pendahuluan ini adalah :
Bagaimana pemberian asuhan keperawatan dengan diagnosa medis Refluks Esofagus
(GERD)?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penulisan ini adalah untuk mendapatkan gambaran dan pengalaman langsung
tentang bagaimana menerapkan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis
Refluks Esofagus (GERD).
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mahasiswa dapat melengkapi Asuhan Keperawatan dengan diagnosa medis Refluks
Esofagus (GERD).
1.3.2.2 Mahasiswa dapat melakukan pengkajian pada pasien dengan diagnosa medis
Refluks Esofagus (GERD).
1.3.2.3 Mahasiswa dapat menganalisa kasus dan merumuskan masalah keperawatan pada
pasien dengan diagnosa medis Refluks Esofagus (GERD).
1.3.2.4 Mahasiswa dapat menyusun asuhan keperawatan yang mencakup intervensi pada
pasien dengan diagnosa medis Refluks Esofagus (GERD).
1.3.2.5 Mahasiswa dapat melakukan implementasi atau pelaksanaan tindakan keperawatan
pada pasien dengan diagnosa medis Refluks Esofagus (GERD).
1.3.2.6 Mahasiswa dapat mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan yang diberikan
kepada pasien dengan diagnosa medis Refluks Esofagus (GERD).
1.3.2.7 Mahasiswa dapat mendokumentasikan hasil dari asuhan keperawatan yang telah
dilaksanakan pada pasien dengan diagnosa medis Refluks Esofagus (GERD).
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dengan
menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama
menempuh pendidikan.
1.4.2 Bagi Klien dan Keluarga
Klien dan keluarga mengerti cara perawatan pada penyakit dengan dianosa medis
Refluks Esofagus (GERD) secara benar dan bisa melakukan keperawatan di rumah dengan
mandiri.
1.4.3 Bagi Institusi
3.4.3.1 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan tentang Refluks Esofagus (GERD) dan Asuhan
Keperawatannya.
3.4.3.1 Bagi Institusi Rumah Sakit
Memberikan gambaran pelaksanaan Asuhan Keperawatan dan Meningkatkan mutu
pelayanan perawatan di Rumah Sakit kepada pasien dengan diagnosa medis Refluks
Esofagus (GERD) melalui Asuhan Keperawatan yang dilaksanakan secara komprehensif.
1.4.4 Bagi IPTEK
Sebagai sumber ilmu pengetahuan teknologi, apa saja alat-alat yang dapat membantu
serta menunjang pelayanan perawatan Refluks Esofagus (GERD) yang berguna bagi status
kesembuhan klien.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Penyakit
2.1.1 Definisi GERD

Gastro-oesophageal reflux disease ( GERD ) adalah salah satu kelainan yang sering
dihadapi di lapangan dalam bidang gastrointestinal. Penyakit ini berdampak buruk pada
kualitas hidup penderita dan sering dihubungkan dengan morbiditas yang bermakna
(Konsensus Montreal, 2016).
The Montreal definition and classification of gastroesophageal reflux disease : a global
evidencebased consensus), penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux
Disease/GERD) didefinisikan sebagai suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks
kandungan lambung ke dalam esofagus yang menimbulkan berbagai gejala yang
mengganggu (troublesome) di esofagus maupun ekstra-esofagus dan/atau komplikasi.
Komplikasi yang berat yang dapat timbul adalah Barret’s esophagus, striktur,
adenokarsinoma di kardia dan esofagus (Vakil dkk, 2016).
Penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux Disease/GERD)
didefinisikan sebagai suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan lambung ke
dalam esofagus yang menimbulkan berbagai gejala yang mengganggu (troublesome) di
esofagus maupun ekstra esofagus dan atau komplikasi. Pada orang normal, refluks ini terjadi
pada posisi tegak sewaktu habis makan. Karena sikap posisi tegak tadi dibantu oleh adanya
kontraksi peristaltik primer, isi lambung yang mengalir masuk ke esofagus segera
dikembalikan ke lambung. Refluks sejenak ini tidak merusak mukosa esofagus dan tidak
menimbulkan keluhan atau gejala. Oleh karena itu, dinamakan refluks fisiologis. Keadaan ini
baru dikatakan patologis, bila refluks terjadi berulang-ulang yang menyebabkan esofagus
distal terkena pengaruh isi lambung untuk waktu yang lama. Istilah esofagitis refluks berarti
kerusakan esofagus akibat refluks cairan lambung, seperti erosi dan ulserasi epitel skuamosa
esofagus (Susanto, 2012).
Kesimpulannya, GERD adalah ebuah penyakit pencernaan yang mana asam lambung
atau empedu mengiritasi lapisan dalam saluran makanan.
2.1.2 Anatomi Fisiologi

Gaster adalah rongga seperti kantong berbentuk J yang terletak di antara esofagus dan
usus halus. Organ ini dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan perbedaan struktur dan fungsi
yaitu: fundus, korpus, dan antrum. Fundus adalah bagian lambung yang terletak di atas
lubang esofagus. Bagian tengah atau utama lambung adalah korpus. Antrum adalah bagian
lapisan otot yang lebih tebal di bagian bawah lambung (Sherwood, 2014).
Gaster terbagi atas 5 daerah secara anatomik yaitu : pars cardiaca, bagian gaster yang
berhubungan dengan esofagus dimana didalamnya terdapat ostium cardiacum. Fundus gaster,
bagian yang berbentuk seperti kubah yang berlokasi pada bagian kiri dari kardia dan meluas
ke superior melebihi tinggi pada bagian gastroesofageal junction.
Korpus gaster, merupakan 2/3 bagian dari lambung dan berada di bawah fundus sampai
ke bagian paling bawah yang melengkung ke kanan membentuk huruf „J‟. Pars pilori, terdiri
dari dua bangunan yaitu anthrum pyloricum dan pylorus. Didalam antrum pyloricum terdapat
canalis pyloricus dan didalam pylorus terdapat ostium pyloricum yang dikelilingi M.
sphincter pyloricus. Dari luar M. sphincter pylorus ini ditandai adanya V. prepylorica (Mayo)
Arteri yang memperdarahi gaster sebagian besar berasal dari trunkus coeliacus. Arteri
gastrica sinistra berasal dari axis coeliacus. Arteri splenica akan menjadi arteri gastrica
breves. Arteri hepatica akan memberikan percabangan yang akan menjadi arteri gastrica
dextra dan arteri gastroduodenal. Vena-vena yang memperdarahi gaster akan mengikuti
lintasan arteri. Empat atau lima vena gastrica breves akan memperdarahi curvatura mayor
bagian atas dan daerah fundus, lalu akan bermuara pada vena splenica. Vena gastroepiploica
sinistra akan memperdarahi bagian anterior dan posterior corpus. Vena gastroepiploica dextra
memperdarahi omentum majus, corpus bagian distal dan antrum. Vena gastrica sinistra akan
memperdarahi bagian corpus bagian atas dan fundus. Vena gastrica dextra akan langsung
bermuara pada vena porta hepatica.
Fungsi utama sistem pencernaan adalah memindahkan nutrien, air, dan elektrolit dari
makanan yang kita telan ke dalam lingkungan internal tubuh. Sistem pencernaan melakukan
empat proses pencernaan dasar yaitu: motilitas, sekresi, digesti, dan absorpsi (Guyton, 2014).
2.1.3 Etiologi
Beberapa penyebab terjadinya GERD menurut Yusuf, 2009, meliputi :
1. Menurunnya tonus LES (Lower Esophageal Sphincter)
2. Bersihan asam dari lumen esofagus menurun
3. Ketahanan epitel esofagus menurun
4. Bahan refluksat mengenai dinding esofagus yaitu Ph <2, adanya pepsin, garam empedu,
HCL.
5. Kelainan pada lambung
6. Infeksi H. Pylori dengan corpus predominan gastritis
7. Non acid refluks (refluks gas) menyebabkan hipersensitivitas
8. Alergi makanan atau tidak bisa menerima makanan juga membuat refluks
9. Mengkonsumsi makanan berasam, coklat, minuman berkafein dan berkarbonat, alkohol,
merokok, dan obat-obatan yang bertentangan dengan fungsi esophageal sphincter bagian
bawah termasuk yang memiliki efek antikolinergik (seperti beberapa antihistamin),
penghambat saluran kalsium, progesteron, dan nitrat.
10. Kelaianan anatomi, seperti penyempitan kerongkongan.
Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya GERD. Esofagitis dapat terjadi
sebagai akibat refluks esofageal apabila :
1. Terjadi kontak dalam waktu yang cukup lama antara bahan refluksat dengan mukosa
esofagus.
2. Terjadi penurunan resistensi jaringan mukosa esofagus (Makmun, 2009).
Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high pressure zone)
yang dihasilkan oleh kontraksi lower esophageal sphincter (LES). Pada individu normal,
pemisah ini akan dipertahankan kecuali pada saat sendawa atau muntah. Aliran balik dari
gaster ke esofagus melalui LES hanya terjadi apabila tonus LES tidak ada atau sangat rendah.
Refluks gastroesofageal pada pasien GERD terjadi melalui 3 mekanisme :
1. Refleks spontan pada saat relaksasi LES tidak adekuat.
2. Aliran retrograd yang mendahului kembalinya tonus LES setelah menelan.
3. Meningkatnya tekanan intra abdomen. Dengan demikian dapat diterangkan bahwa
patogenesis terjadinya GERD menyangkut keseimbangan antara faktor defensif dari
esofagus (pemisah anti refluks, bersihan asam dari lumen esofagus, ketahanan epitel
esofagus) dan faktor ofensif dari bahan refluksat. Faktor-faktor lain yang turut berperan
dalam timbulnya gejala GERD adalah kelainan di lambung yang meningkatkan terjadinya
refluks fisiologis, antara lain dilatasi lambung atau obstruksi gastric outlet dan delayed
gastric emptying (Makmun, 2009).
Peranan infeksi Helicobacter pylori dalam patogenesis GERD relatif kecil dan kurang
didukung oleh data yang ada. Pengaruh dari infeksi H. pylori terhadap GERD merupakan
konsekuensi logis dari gastritis serta pengaruhnya terhadap sekresi asam lambung (Makmun,
2009). Tingginya angka infeksi H. pylori di Asia dengan rendahnya sekresi asam sebagai
konsekuensinya telah dipostulasikan sebagai salah satu alasan mengapa prevalensi GERD di
Asia lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara Barat. Hal tersebut sesuai dengan yang
ditunjukkan pada satu studi di Jepang yang dilakukan oleh Shirota dkk. Studi yang lain juga
membuktikan adanya hubungan terbalik antara derajat keparahan esofagitis refluks dengan
infeksi H. pylori. Hamada dkk menunjukkan insiden esofagitis refluks yang tinggi setelah
eradikasi H.pylori, khususnya pada pasien gastritis korpus dan mempunyai predisposisi
terhadap refluks hiatus hernia (Goh dan Wong, 2006). Dalam keadaan di mana bahan
refluksat bukan bersifat asam atau gas (non acid reflux), timbulnya gejala GERD diduga
karena hipersensitivitas viseral (Makmun,2009).

2.1.4 Klasifikasi
GERD bisa dibagi menjadi tipe erosif dan non-erosif. Beberapa faktor risiko terjadinya
refluks gastroesofageal antara lain: obesitas, usia lebih dari 40 tahun, wanita, ras (India lebih
sering mengalami GERD), hiatal hernia, kehamilan, merokok, diabetes, asma, riwayat
keluarga dengan GERD, status ekonomi lebih tinggi, dan skleroderma. Pada sebagian orang,
makanan dapat memicu terjadinya refluks gastroesofageal, seperti bawang, saos tomat, mint,
minuman berkarbonasi, coklat, kafein, makanan pedas, makanan berlemak, alkohol, ataupun
porsi makan yang terlalu besar. Beberapa obat dan suplemen diet pun dapat memperburuk
gejala refluks gastroesofageal, dalam hal ini obat-obatan yang mengganggu kerja otot sfinter
esofagus bagian bawah, seperti sedatif, penenang, antidepresan, calcium channel blockers,
dan narkotika. Termasuk juga penggunaan rutin beberapa jenis antibiotika dan non steroidal
antiinflammatory drugs (NSAIDs) dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya inflamasi
esofagus.
2.1.5 Patofisiologi
Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high pressure zone)
yang dihasilkan oleh kontraksi Lower esophageal sphincter. Pada individu normal, pemisah
ini akan dipertahankan kecuali pada saat terjadinya aliran antegrad yang terjadi pada saat
menelan, atau aliran retrograd yang terjadi pada saat sendawa atau muntah. Aliran balik dari
gaster ke esophagus melalui LES hanya terjadi apabila tonus LES tidak ada atau sangat
rendah (<3 mmHg) (Aru, 2009).
Terjadinya aliran balik / refluks pada penyakit GERD diakibatkan oleh gangguan
motilitas / pergerakan esofagus bagian ujung bawah. Pada bagian ujung ini terdapat otot
pengatur (sfingter) disebut LES, yang fungsinya mengatur arah aliran pergerakan isi saluran
cerna dalam satu arah dari atas ke bawah menuju usus besar. Pada GERD akan terjadi
relaksasi spontan otot tersebut atau penurunan kekuatan otot tersebut, sehingga dapat terjadi
arus balik atau refluks cairan atau asam lambung, dari bawah ke atas ataupun sebaliknya
(Hadi, 2002).
Patogenesis terjadinya GERD menyangkut keseimbangan antara faktor defensif dari
esophagus dan faktor efensif dari bahan reflukstat. Yang termasuk faktor defensif esophagus,
adalah pemisah antirefluks, bersihan asam dari lumen esophagus, dan ketahanan ephitelial
esophagus. Sedangkan yang termasuk faktor ofensif adalah sekresi gastrik dan daya pilorik.
a. Pemisah antirefluks
Pemeran terbesar pemisah antirefluks adalah tonus LES. Menurunnya tonus LES dapat
menyebabkan timbulnya refluks retrograde pada saat terjadinya peningkatan tekanan
intraabdomen. Sebagian besar pasien GERD ternyata mempunyai tonus LES yang normal.
Faktor-faktor yang dapat menurunkan tonus LES adalah adanya hiatus hernia, panjang LES
(makin pendek LES, makin rendah tonusnya), obat-obatan (misal antikolinergik, beta
adrenergik), dan faktor hormonal. Selama kehamilan, peningkatan kadar progesteron dapat
menurunkan tonus LES.
b. Bersihan asam dari lumen esophagus
Faktor-faktor yang berperan dalam bersihan asam dari esophagus adalah gravitasi,
peristaltik, eksrkresi air liur, dan bikarbonat. Setelah terjadi refluks sebagian besar bahan
refluksat akan kembali ke lambung dengan dorongan peristaltik yang dirangsang oleh proses
menelan.
c. Ketahanan epithelial esophagus
Berbeda dengan lambung dan duodenum, esophagus tidak memiliki lapisan mukus yang
melindungi mukosa esophagus. Mekanisme ketahanan ephitelial esophagus terdiri dari :
1. Membran sel
2. Batas intraseluler (intracellular junction) yang membatasi difusi H+  ke jaringan
esophagus
3. Aliran darah esophagus yang mensuplai nutrien, oksigen, dan bikarbonat, serta
mengeluarkan ion H+ dan CO2
4. Sel-sel esophagus memiliki kemampuan untuk mentransport ion H+ .
Episode refluks bervariasi tergantung kandungan isinya, volume, lamanya, dan
hubungannya dengan makan. Pada proses terjadinya refluks, sfingter esofagus bawah dalam
keadaan relaksasi atau melemah oleh peningkatan tekanan intra abdominal sehingga
terbentuk rongga diantara esofagus dan lambung. Isi lambung mengalir atau terdorong kuat
ke dalam esofagus. Jika isi lambung mencapai esofagus bagian proksimal dan sfingter
esofagus atas berkontraksi, maka isi lambung tersebut tetap berada di esofagus dan peristaltik
akan mengembalikannya ke dalam lambung. Jika sfingter esofagus atas relaksasi sebagai
respon terhadap distensi esofagus maka isi lambung akan masuk ke faring, laring, mulut atau
nasofaring (Hadi, 2002).
WOC GERD

Obat – obatan, hormonal, pendeknya LES,


Hernia heatus
infeksi H. Pylori dan korpus korpus pedominas
gastritis Pengosongan lambung lambat Obesitas

Bagian dari lambung atas yang


Kekuatan lower Esophageal Sphincter terhubung denganesofagus akan Transient LES lambat Tekanan intra-abdomen meningkat
(LES) menurun mendorong ke atas melalui diafragma

Penurunan tekanan penghambat refluks

Refluks spontan saat relaksasi LES tidak adekuat


Aliran retrograde yang mendahului kembalinya tonus LES setelah menelan

Aliran asam lambung ke esofagus

Kotak asam lambung dan mukosa esophagus


dalam waktu yang lama dan/atau berulang

GERD

B1 B2 B3 B4 B5 B6
( BREATHING ) ( BLOOD ) ( BRAIN ) ( BLADDER ) ( BOWEL ) ( BONE )

Asam lambung MK : Tidak ada Napas bau asam Asam lambung


Refluks ke airways Asam lambung
mengiritasi sel mukosa masalah mengiritasi sel mukosa
mengiritasi sel mukosa
esofagus keperawatan
Odinofagia
Inflamasi salur napas
Kerusakan sel mukosa Refluks berulang
Refluks berulang
esofagus
MK : Gangguan
MK : Pola
Menelan Trauma mukosa
Napas Tidak Trauma mukosa Peradangan esofagus
esofagus
Penurunan nafsu makan
Aspirasi isi lambung ke Heart burn non-cardiac
Ruptur pembuluh darah Gangguan peristaltik
trachcobronkial
Intake nutrisi adekuat pada esofagus
MK : Nyeri
MK : Nyeri MK : Risiko Akut
MK : Risiko
Akut Perdarahan Berat badan menurun
Infeksi

MK : Defisit MK : Defisit MK : Defisit


Perawatan Nutrisi Perawatan Luka pada
Diri Diri ekstermitas atas
2.1.6 Manifestasi Klinis
Gejala klinis yang khas dari GERD adalah nyeri/rasa tidak enak di epigastrium atau
retrosternal bagian bawah. Rasa nyeri dideskripsikan sebagai rasa terbakar (heartburn),
kadang-kadang bercampur dengan gejala disfagia (kesulitan menelan makanan), mual atau
regurgitasi dan rasa pahit di lidah. Walau demikian derajat berat ringannya keluhan heartburn
ternyata tidak selalu berkorelasi dengan temuan endoskopik. Kadang-kadang timbul rasa
tidak enak retrosternal yang mirip dengan angina pektoris. Disfagia yang timbul saat makan
makanan yang padat mungkin terjadi karena striktur atau keganasan yang berkembang dari
Barret’s esophagus. Odinofagia bisa muncul jika sudah terjadi ulserasi esofagus yang berat
(Makmun,2009).
Walaupun gejala khas/tipikal dari GERD adalah heartburn atau regurgitasi, gejala tidak
khas ataupun gejala ekstra esofagus juga bisa timbul yang meliputi nyeri dada non kardiak
(non cardiac chest pain/NCCP), suara serak, laringitis, batuk, asma, bronkiektasis, gangguan
tidur, dan lain-lain (Makmun 2009), (Jung, 2009). Di lain pihak, beberapa penyakit paru
dapat menjadi faktor predisposisi untuk timbulnya GERD karena terjadi perubahan anatomis
di daerah gastroesophageal high pressure zone akibat penggunaan obat-obatan yang
menurunkan tonus LES (Makmun,2009). Asma dan GERD adalah dua keadaan yang sering
dijumpai secara bersaman. Selain itu, terdapat beberapa studi yang menunjukkan hubungan
antara gangguan tidur dan GERD (Jung, 2009).
Walaupun telah disampaikan bahwa heartburn merupakan gejala klasik dan utama dari
GERD, namun situasinya sedikit berbeda di Asia. Di dunia Barat, kata ”heartburn” mudah
dimengerti oleh pasien, sementara tidak ada padanan kata yang sesuai untuk heartburn dalam
mayoritas bahasa-bahasa di Asia, termasuk bahasa Cina, Jepang, Melayu. Dokter lebih baik
menjelaskan dalam susunan kata-kata tentang apa yang mereka maksud dengan heartburn dan
regurgitasi daripada mengasumsikan bahwa pasien memahami arti kata tersebut. Sebagai
contoh, di Malaysia, banyak pasien etnis Cina dan Melayu mengeluhkan ”angin” yang
merujuk pada dispepsia dan gejala refluks. Sebagai akibatnya, seperti yang terjadi di Cina,
banyak pasien GERD yang salah didiagnosis sebagai penderita non cardiac chest pain atau
dispepsia (Goh dan Wong, 2006). Walaupun belum ada survei yang dilakukan, berdasarkan
pengalaman klinis sehari-hari, kejadian yang sama juga sering ditemui di Indonesia.
GERD memberikan dampak negatif pada kualitas hidup pasien, karena gejala-gejalanya
sebagaimana dijelaskan di atas menyebabkan gangguan tidur, penurunan produktivitas di
tempat kerja dan di rumah, gangguan aktivitas sosial. Short-Form-36-Item (SF-36) Health
Survey, menunjukkan bahwa dibandingkan dengan populasi umum, pasien GERD memiliki
kualitas hidup yang menurun, serta dampak pada aktivitas sehari-hari yang sebanding dengan
pasien penyakit kronik lainnya seperti penyakit jantung kongestif dan artritis kronik (Hongo
dkk, 2007).
Manifestasi klinis GERD dapat berupa gejala yang tipikal (esofagus) dan gejala atipikal
(ekstraesofagus). Gejala GERD 70 % merupakan tipikal, yaitu :
1. Heart Burn, yaitu sensasi terbakar di daerah retrosternal. Gejala heartburn adalah gejala
tersering.
2. Regurgitasi, yaitu kondisi dimana material lambung terasa di faring. Kemudian mulut
terasa asam dan pahit.
3. Disfagia. Biasanya terjadi oleh karena komplikasi berupa striktur (Yusuf, 2009)
4. Gejala Atipikal :
1. Batuk kronik dan kadang wheezing
2. Suara serak
3. Pneumonia
4. Fibrosis paru
5. Bronkiektasis
6. Nyeri dada nonkardiak (Yusuf, 2009).
Gejala lain :
1. Penurunan berat badan
2. Anemia
3. Hematemesis atau melena
4. Odinofagia (Bestari, 2011).
1.1.4 Komplikasi
Komplikasi GERD, menurut Asroel, 2012 antara lain :
1. Esofagus barret, yaitu perubahan epitel skuamosa menjadi kolumner metaplastik.
2. Esofagitis ulseratif
3. Perdarahan
4. Striktur esofagus
5. Aspirasi
1.1.5 Pemeriksaan Penunjang
1. Endoskopi
Dewasa ini endoskopi merupakan pemeriksaan pertama yang dipilih oleh evaluasi
pasien dengan dugaan PRGE. Namun harus diingat bahwa PRGE tidak selalu disertai
kerusakan mukosa yang dapat dilihat secara mikroskopik dan dalam keadaan ini merupakan
biopsi. Endoskopi menetapkan tempat asal perdarahan, striktur, dan berguna pula untuk
pengobatan (dilatasi endoskopi).
2. Radiologi
Pemeriksaan ini kurang peka dan seringkali tidak menunjukkan kelainan, terutama pada
kasus esofagitis ringan. Di samping itu hanya sekitar 25 % pasien PRGE menunjukkan
refluks barium secara spontan pada pemeriksaan fluoroskopi. Pada keadaan yang lebih berat,
gambar radiologi dapat berupa penebalan dinding dan lipatan mukosa, tukak, atau
penyempitan lumen
3. Tes Provokatif
a. Tes Perfusi Asam (Bernstein) untuk mengevaluasi kepekaan mukosa esofagus
terhadap asam. Pemeriksaan ini dengan menggunakan HCL 0,1 % yang dialirkan
ke esofagus. Tes Bernstein yang negatif tidak memiliki arti diagnostik dan tidak
bisa menyingkirkan nyeri asal esofagus. Kepekaan tes perkusi asam untuk nyeri
dada asal esofagus menurut kepustakaan berkisar antara 80-90%.
b. Tes Edrofonium, tes farmakologis ini menggunakan obat endrofonium yang
disuntikan intravena. Dengan dosis 80 µg/kg berat badan untuk menentukan
adanya komponen nyeri motorik yang dapat dilihat dari rekaman gerak peristaltik
esofagus secara manometrik untuk memastikan nyeri dada asal esofagus.
4. Pengukuran pH dan tekanan esofagus
Pengukuran pH pada esofagus bagian bawah dapat memastikan ada tidaknya RGE, pH
dibawah 4 pada jarak 5 cm diatas SEB dianggap diagnostik untuk RGE. Cara lain untuk
memastikan hubungan nyeri dada dengan RGE adalah menggunakan alat yang mencatat
secara terus menerus selama 24 jam pH intra esofagus dan tekanan manometrik esofagus.
Selama rekaman pasien dapat memeberi tanda serangan dada yang dialaminya, sehingga
dapat dilihat hubungan antara serangan dan pH esofagus/gangguan motorik esofagus. Dewasa
ini tes tersebut dianggap sebagai gold standar untuk memastikan adanya PRGE.
5. Tes Gastro-Esophageal Scintigraphy
Tes ini menggunakan bahan radio isotop untuk penilaian pengosongan esofagus dan
sifatnya non invasif (Djajapranata, 2001).
6. Pemeriksaaan Esofagogram
Pemeriksaan ini dapat menemukan kelainan berupa penebalan lipatan mukosa esofagus,
erosi, dan striktur.
7. Tes PPI
Diagnosis ini menggunakan PPI dosis ganda selama 1-2 minggu pada pasien yang
diduga menderita GERD. Tes positif bila 75% keluhan hilang selama satu minggu. Tes ini
mempunyai sensitivitas 75%.
8. Manometri esofagus
Tes ini untuk menilai pengobatan sebelum dan sesudah pemberian terapi pada pasien
NERD. Pemeriksaan ini juga untuk menilai gangguan peristaltik/motilitas esofagus.
9. Histopatologi
Pemeriksaan untuk menilai adanya metaplasia, displasia atau keganasan. Tetapi bukan
untuk memastikan NERD (Yusuf, 2009).
9.1.4 Penatalaksanaan Medis
Terapi GERD ditujukan untuk mengurangi atau menghilangkan gejala-gejala pasien,
mengurangi frekuensi atau kekambuhan dan durasi refluks esofageal, mempercepat
penyembuhan mukosa yang terluka, dan mencegah berkembangnya komplikasi. Terapi
diarahkan pada peningkatan mekanisme pertahanan yang mencegah refluks dan atau
mengurangi faktor-faktor yang memperburuk agresifitas refluks atau kerusakan mukosa.
1.      Modifikasi Gaya Hidup
a. Tidak merokok
b. Tempat tidur bagian kepala ditinggikan
c. Tidak minum alkohol
d. Diet rendah lemak
e. Hindari mengangkat barang berat
f. Penurunan berat badan pada pasien gemuk
g. Jangan makan terlalu kenyang
h. Hindari pakaian yang ketat, terutama di daerah pinggang
2.      Terapi Endoskopik.
Terapi ini masih terus dikembangkan. Contohnya adalah radiofrekuensi, endoscopic
suturing, dan endoscopic emplatation. Radiofrekuensi adalah dengan memanaskan
gastroesophageal junction. Tujuan dari jenis terapi ini adalah untuk mengurangi penggunaan
obat, meningkatkan kualitas hidup, dan mengurangi reflux.
3.      Terapi medika mentosa.
Sampai pada saat ini dasar yang digunakan untuk terapi ini adalah supresi pengeluaran
asam lambung. Ada dua pendekatan yang biasa dilakukan pada terapi medika mentosa :
a.       Step up
Awal pengobatan pasien diberikan obat-obat yang kurang kuat menekan sekresi asam
seperti antacid, antagonis reseptor H2 ( simetidin, ranitidine, famotidin, nizatidin) atau
golongan prokinetik (metoklorpamid,domperidon,cisaprid) bila gagal berikan obat-obat
supresi asam yang lebih kuat dengan masa terapi lebih lama (PPI).
b.      Step down
Pada terapi ini pasien langsung diberikan PPI dan setelah berhasil lanjutkan dengan
supresi asam yang lebih lemah untuk pemeliharaan.
4.      Terapi terhadap Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi adalah perdarahan dan striktur. Bila terjadi rangsangan
asam lambung yang kronik dapat terjadi perubahan mukosa esophagus dari squamous
menjadi kolumnar yang metaplastik sebagai esophagus barret’s (premaligna) dan dapat
menjadi karsinoma barret’s esophagus.
a.       Striktur esophagus
Bila pasien mengeluh disfagia dan diameter strikturnya kurang dari 13 mm maka dapat
dilakukan dilatasi busi, bila gagal juga lakukanlah operasi.
b.      Barret’s esophagus
Bila pasien telah mengalami hal ini maka terapi yang dilakukan adalah terapi bedah
(fundoskopi). Selain terapi bedah dapat juga dilakukan terapi endoskopi (baik menggunakan
energy radiofrekuensi, plikasi gastric luminal atau dengan implantasi endoskopi) walapun
cara ini masih dalam penelitian (Djajapranata, 2011).
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan Hemoroid
2.2.1 Pengkajian
Menurut hidayat (2004:98), pengkajian merupakan langkah pertama dari proses
keperawatan dengan mengumpulkan data-data yang akurat dari klien sehingga akan diketahui
berbagai permasalahan yang ada. Adapun pengkajian pada klien dengan GERD adalah :
Pemeriksaan fisik yang dapat dilakukan adalah pemeriksaan fisik abdomen pada bayi.
Pemeriksaan ini meliputi inspeksi, palpasi dan auskultasi. Palpasi dilakukan terakhir,
dikarenakan palpasi dapat mengganggu bunyi normal abdomen. Untuk tujuan deskriptif
abdomen dibagi menjadi 4 kuadran(LUQ, LLQ, RUQ, RLQ). Bias dilakukan pemeriksaan
fisik abdomen terdiri dari : Inspeksi, Palpasi, Perkusi, dan Auskultasi.
1. B1 (Breating)
Data Subyektif :
a. Klien mengatakan bahwa ia mengalami sesak napas.
b. Klien mengatakan mengalami batuk.
Data obyektif:
a. Terlihat ada sesak napas.
b. Terdapat penggunaan otot bantu napas.
c. Frekuensi tidak berada pada batas normal yaitu pada bayi >30 40 x/mnt dan pada anak-
anak > 20-26 x/menit.
d. Klien terlihat batuk.
2. B2 (Blood)
3. B3 ( Brain)
Data Subyektif:
a. Klien mengatakan mengalami nyeri pada daerah epigastrium.
b. P : nyeri terjadi akibat perangsangan nervus pada esophagus oleh cairan refluks.
c. Q : klien mengatakan nyeri terasa seperti terbakar
d. R : klien mengatakan nyeri terjadi pada daerah epigastrium.
e. S : klien mengatakan skala nyeri 1-10.
f. T : klien mengatakan nyerinya terjadi pada saat menelan makanan.
g. Nyeri pada dada menetap.
Data Obyektif:
a. Klien tampak meringis kesakitan.
b. Klien tampak memegang bagian yang nyeri.
c. Tekanan darah klien meningkat
d. Klien tampak gelisah
4. B4 (Bladder)
Data Subyektif: Klien mengatakan tidak mengalami gangguan eliminasi.
Data obyektif: Tidak ada masalah dalam urinaria
5. B5 (Bowel)
Data Subyektif: Klien mengatakan tidak mengalami gangguan eliminasi.
Data obyektif: Bising usus menurun (<12x/menit)
6. B6 (Bone)
Data Subyektif: Klien mengatakan agak sulit beraktivitas karena nyeri di daerah epigastrium,
seperti terbakar.
Data obyektif :
a. Tidak terjadi perubahan tingkat kesadaran.
b. Tidak terjadi perubahan tonus otot.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan
Menurut SDKI, diagnosa keperawatan merupakan langkah kedua dari proses
keperawatan yang menggambarkan penilaian klinis tentang respon individu, keluarga,
kelompok, maupun masyarakat terhadap permasalahan kesehatan baik aktual maupun
potensial. Adapun diagnosa keperawatan yang dapat muncul pada klien dengan diagnosa
medis Gerd adalah :
1. Risiko aspirasi berhubungan dengan hambatan menelan, penurunan refluks laring dan
glotis terhadap cairan refluks.
2. Risiko ketidakseimbangan elektrolit berhubungan dengan pemasukan yang kurang, mual
dan muntah / pengeluaran yang berlebihan.
3. Defisit nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan anoreksia, mual,
muntah.
4. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi lapisan esofagus.
5. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan refluks cairan ke laring dan
tenggorokan.
6. Gangguan menelan berhubungan dengan penyempitan/striktur pada esophagus akibat
gastroesofageal reflux disease.
7. Ansietas berhubungan dengan proses penyakit.
2.2.3 Intervensi Keperawatan
Dengan adanya Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (SIKI) maka perawat dapat
menentukan intervensi yang sesuai dengan diagnosis keperawatan yang telah terstandar
sehingga dapat memberikan Asuhan Keperawatan yang tepat, seragam secara nasional, peka
budaya, dan terukur mutu pelayanannya. Adapun intervensi keperawatan sesuai dengan
diagnosa keperawatan yang berkaitan dengan diagnosa medis GERD adalah :
Diagnosa Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi ( ONEC )
Keperawatan
1. Risiko aspirasi Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor tingkat kesadaran,
berhubungan dengan keperawatan selama ...x 24 jam reflek batuk dan kemampuan
hambatan menelan, masalah aspirasi pada klien menelan.
penurunan refluks dapat diatasi dengan kriteria 2. Naikkan kepala 30-45 derajat
laring dan glotis hasil: setelah makan.
terhadap cairan 1. Klien dapat bernafas 3. Potong makanan kecil kecil.
refluks. dengan mudah, tidak irama, 4. Hindari makan kalau residu
frekuensi pernafasan masih banyak
normal skala 4
2. Pasien mampu menelan,
mengunyah tanpa terjadi
aspirasi, dan mampu
melakukan oral hygiene
skala 4
3. Jalan nafas paten, mudah
bernafas, tidak merasa
tercekik dan tidak ada suara
nafas abnormal skala 4
Diagnosa Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi ( ONEC )
Keperawatan
2. Risiko Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor status hidrasi.
ketidakseimbangan keperawatan selama .....x 24 2. Kaji tanda vital, catat
elektrolit jam,  defisit volume cairan perubahan TD, takikardi,
berhubungan dengan pada klien  dapat diatasi  turgor kulit dan kelembaban
pemasukan yang dengan kriteria hasil: membran mukosa.
kurang, mual dan 1. Mempertahankan urine 3. Berikan cairan tambahan IV
muntah / output sesuai dengan usia BB, sesuai indikasi.
pengeluaran yang BJ urine normal skala 4 4. Dorong masukan oral bila
berlebihan. 2. Tidak ada tanda-tanda mampu
dehidrasi, elastisitas turgor
kulit baik dan tidak ada rasa
haus yang berlebihan skala 4
3. Berat badan stabil skala 4
4. Hematokrit menurun skala
4
5. Tidak ada ascites skala 4

Diagnosa Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi (ONEC)


Keperawatan
3. Defisit nutrisi Diharapkan masalah defisit 1. Tawarkan makanan ringan
kurang dari nutrisi pada klien dapat teratasi, yang padat gizi.
kebutuhan tubuh dengan kriteria hasil : 2. Atur diet yang diperlukan.
berhubungan 1. Asupan makanan baik. 3. Identifikasi adanya alergi
dengan anoreksia, 2. Asupan cairan baik. 4. Tentukan jumlah kalori dan
mual, muntah. 3. Asupan gizi baik. jenis nutrisi yang dibutuhkan
untuk memenuhi persyaratan
gizi.
5. Lakukan atau bantu pasien
terkait dengan perawatan
mulut sebelum makan.
6. Ciptakan lingkungan yang
optimal pada saat
mengonsumsi makanan.

Diagnosa Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi (ONEC)


Keperawatan
4. Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan 1. Kurangi faktor presipitasi
berhubungan keperawatan selama ......x 24 nyeri
dengan inflamasi jam, pasien tidak mengalami 2. Tingkatkan istirahat
lapisan esofagus. nyeri, dengan kriteria hasil : 3. Berikan informasi tentang
1. Mampu mengontrol nyeri nyeri seperti penyebab nyeri,
(tahu penyebab nyeri, berapa lama nyeri akan
mampu menggunakan berkurang, dan antisipasi
tehnik nonfarmakologi ketidaknyamanan prosedur.
untuk mengurangi nyeri, 4. Ajarkan tentang teknik
mencari bantuan). nonfarmakologi seperti
2. Melaporkan bahwa nyeri teknik relaksasi nafas dalam,
berkurang dengan distraksi dan kompres
menggunakan manajemen hangat/dingin.
nyeri. 5. Berikan analgesik untuk
3. Mampu mengenali nyeri mengurangi nyeri
(skala, intensitas, frekuensi
dan tanda.
4. Tanda vital dalam rentang
normal
Diagnosa Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi (ONEC)
Keperawatan
5. Bersihan jalan Setelah dilakukan tindakan 1. Posisikan pasien untuk
nafas tidak efektif keperawatan selama ......x 24 memaksimalkan ventilasi
berhubungan jam klien dapat menunjukkan 2. Lakukan fisioterapi dada jika
dengan refluks kriteria hasil: perlu
cairan ke laring dan Status hasil: 3. Atur intake untuk cairan
tenggorokan. jalan nafas yang paten (tidak mengoptimalkan
tercekik, irama nafas dan pola keseimbangan.
nafas dalam rentang normal)
skala 4
Diagnosa Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi (ONEC)
Keperawatan
6. Gangguan Setelah dilakukan tindakan Bantu pasien dengan mengontrol
menelan keperawatan selama .....x 24 kepala
berhubungan jam maka gangguan menelan
dengan pada klien dapat diatasi dengan
penyempitan/striktur kriteria hasil:
pada esophagus Status hasil:
akibat Klien dapat menelan makanan
gastroesofageal dengan sempurna skala 4
reflux disease.
Diagnosa Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi (ONEC)
Keperawatan
7. Ansietas Diharapkan masalah ansietas 1. Gunakan pendekatan yang
berhubungan pada klien dapat teratasi, tenang dan meyakinkan.
dengan proses dengan kriteria hasil : 2. Berada di sisi pasien untuk
penyakit. 1. Dapat beristirahat. meningkatkan rasa aman dan
2. Perasaan gelisah tidak mengurangi ketakutan.
ada. 3. Dorong keluarga untuk
3. Tidak ada rasa takut yang mendampingi pasien.
disampaikan. 4. Instruksikan pasien untuk
4. Rasa cemas yang menggunakan teknik
disampaikan secara lisan relaksasi.
tidak ada. 5. Kaji tanda verbal dan non
verbal kecemasan.

2.2.4 Implementasi Keperawatan


Pada langkah ini, perawat memberikan asuhan keperawatan yang pelaksanaannya
berdasarkan rencana keperawatan yang telah disesuaikan pada langkah sebelumnya
(intervensi).
2.2.5 Evaluasi Keperawatan
Pada langkah ini, adalah penilaian atas hasil dari asuhan keperawatan yang telah di
berikan oleh perawat. Memberikan asuhan keperawatan yang pelaksanaannya berdasarkan
rencana keperawatan yang telah disesuaikan pada langkah sebelumnya (intervensi), dan
pelaksanaan (implementasi).

BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa : Dandi


NIM : 2018.C.10a.0929
Ruang Praktek : Nusa Indah
Tanggal Praktek : 05 - 10 Oktober 2020
Tanggal & Jam Pengkajian : 06 Oktober 2020 pukul : 16:00 WIB

3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. O
Umur : 38 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Dayak/Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : S1
Status Perkawinan : Sudah kawin
Alamat : Jl. Manjuhan Induk, Palangka Raya
Tgl MRS : 06 Oktober 2020
Diagnosa Medis : Refluks Esofagus (GERD)
3.1.2 Riwayat Kesehatan /Perawatan
3.1.2.1 Keluhan Utama :
Keluhan utama yang di rasakan pasien adalah nyeri P : timbul mendadak, biasanya
memburuk jika perutnya penuh setelah makan, Q : terasa sedang seperti panas,
terbakar - bakar, R : didaerah ulu hati disertai   rasa   panas   disekitar   dada, S : skala
nyeri 3 (1-10), T : berlangsung sekitar 1 menit .
3.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang :
Ny. O, usia 38 tahun, BB 40 kg, TB 150 cm, datang dengan keluhan nyeri P : timbul
mendadak, biasanya memburuk jika perutnya penuh setelah makan, Q : terasa sedang
seperti panas, terbakar - bakar, R : didaerah ulu hati disertai   rasa   panas   disekitar  
dada, S : skala nyeri 3 (1-10), T : berlangsung sekitar 1 menit. Selain itu Ny. O juga
sering merasakan cairan berasa asam yang berasal dari saluran cerna saat bersendawa.
Dari hasil pemeriksaan  diperoleh data TD: 120/90 mmHg, Nadi : 100 x/menit, RR : 22
x/menit, dan suhu :37oC, Gejala sudah dirasakan sejak 1 minggu ini.  Frekuensi
keluarnya cairan asam tersebut cukup sering terjadi dan biasanya memburuk jika
perutnya penuh setelah makan . Ny. O juga mengatakan sering mual dan muntah, sulit
untuk menelan makanan, nafsu makan nya berkurang. Berkurangnya nafsu makan
membuat Ny.O mengalami penurunan berat badan 5 kg serta badannya terasa lemas
dan lemah.
3.1.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)
Klien mengatakan tidak pernah menderita penyakit yang serius. Ny. O tidak pernah
dirawat di rumah sakit, dan tidak pernah mendapatkan tindakan operasi, klien juga
mengatakan tidak memiliki riwayat alergi obat.
3.1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakan bahwa keluarganya tidak memiliki riwayat penyakit yang sama
seperti Ny. O dan tidak memiliki riwayat penyakit turunan.
Genogram Keluarga

Keterangan :
: Hubungan keluarga
: Tinggal serumah
: Laki-laki
: Perempuan

: Klien

3.1.3 Pemerikasaan Fisik


3.1.3.1 Keadaan Umum :
Klien tampak pucat dan sakit sedang, kesadaran compos menthis, posisi berbaring
dengan badan terlentang, dan pasien tampak tenang, bentuk badan simetris, klien dapat
berbicara dengan jelas, suasana sedih, dan dan penampilan kurang rapi. Saat di rawat di
rumah sakit tidak terpasang kateter, dan tidak terdapat luka pembedahan, tidak ada
edema, terpasang drainase.
3.1.3.2 Status Mental :
Tingkat kesadaran klien compos mentis, ekpresi wajah klien tampak pucat, bentuk
badan klien simetris, posisi berbaring terlentang, klien berbicara jelas, suasana hati
klien sedih, penampilan klien kurang rapi, klien mengetahui waktu pagi, siang dan
malam dapat membedakan antara perawat dan keluarga serta mengetahui dirinya
sedang dirawat di rumah sakit, insigt klien baik, dan mekanisme pertahanan diri klien
adaptif.
3.1.3.3 Tanda-tanda Vital :
Saat pengkajian TTV klien tanggal 06 Oktober 2020 pukul 16:20 WIB, suhu tubuh
klien/ S = 370C, tempat pemeriksaan axilla, nadi/N = 100x/menit dan pernapasan/ RR =
22x/menit, tekanan darah TD = 120/90 mmHg.
3.1.3.4 Pernapasan (Breathing)
Bentuk dada klien teraba simetris, klien tidak memiliki kebiasaan merokok, klien tidak
mengalami batuk, tidak ada sputum, tidak sianosis, tidak terdapat nyeri dada, tidak
sesak nafas, tipe pernapasanan klien tampak menggunakan perut, irama pernapasan
teratur dan suara nafas klien vesikuler serta tidak ada suara nafas tambahan.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah Keperawatan : tidak ada.
3.1.3.5 Cardiovasculer (Bleeding)
Klien tidak merasakan nyeri di dada, tidak ada merasakan keram dikaki, klien tampak
pucat, tidak merasakan pusing, tidak mengalami clubbing finger, tidak sianosis, tidak
merasakan sakit kepala, tidak palpitasi, tidak ada pingsan, capillary refill klien saat
ditekan dan dilepaskan kembali dalam >2 detik, tidak ada oedema, lingkar perut klien
40 cm, ictus cordis klien tidak terlihat, vena jugulasir klien tidak mengalami
peningkatan, suara jantung klien (S1-S2) reguler dan tidak ada mengalami kelainan.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada.
1.1.3.6 Persyarafan (Brain)
Nilai GCS : E = 4 (membuka mata spontan), V = 5 (komunikasi verbal baik), M = 6
(mengikuti perintah), total nilai GCS = 15 (normal), kesadaran klien compos menthis,
klien tampak pucat, pupil isokor, reflex cahaya kanan positif dan kiri positif, klien
merasakan nyeri P : timbul mendadak, biasanya memburuk jika perutnya penuh setelah
makan, Q : terasa sedang seperti panas, terbakar - bakar, R : didaerah ulu hati disertai  
rasa   panas   disekitar   dada, S : skala nyeri 3 (1-10), T : berlangsung sekitar 1 menit,
tidak vertigo, tidak gelisah, tidak aphasia, klien tidak merasakan kesemutan, tidak
bingung, tidak dysarthria dan tidak mengalami kejang. Uji Syaraf Kranial : Nervus
Kranial I (Olvaktori) : Klien dapat membedakan bau-bauan seperti : minyak kayu putih
atau alkohol, Nervus Kranial II (Optik) : Klien dapat melihat dengan jelas orang yang
ada disekitarnya. Nervus Kranial III (Okulomotor) : Pupil klien dapat berkontraksi saat
melihat cahaya. Nervus Kranial IV (Trokeal) : Klien dapat menggerakan bola matanya
ke atas dan ke bawah. Nervus Kranial V (Trigeminal) : Klien dapat mengunyah
makanan seperti : nasi, kue, buah. Nervus Kranial VI (Abdusen) : Klien dapat melihat
kesamping kiri ataupun kanan. Nervus Kranial VII (Fasial) : Klien dapat tersenyum.
Nervus Kranial VIII (Auditor) : Pasien dapat perkataaan dokter, perawat dan
keluarganya. Nervus Kranial IX (Glosofaringeal) : Klien dapat membedakan rasa pahit
dan manis. Nervus Kranial X (Vagus) : Klien dapat berbicara dengan jelas. Nervus
Kranial XI (Asesori) : klien dapat mengangkat bahunya. Nervus Kranial XII
(Hipoglosol) : Klien dapat menjulurkan lidahnya. Uji Koordinasi :
Ekstermitas atas klien dapat menggerakan jari kejari dan jari kehidung. Ekstermitas
bawah klien dapat menggerakan tumit ke jempol kaki, kestabilan tubuh klien tampak
baik, refleks bisep kanan dan kiri klien baik skala 1, trisep kanan dan kiri klien baik
skla 1, brakioradialis kanan dan kiri klien baik skla 1, patella kanan kiri klien baik skla
1, dan akhiles kanan dan kiri klien baik skla 1, serta reflek babinski kanan dan kiri klien
baik skla 1.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatatan : Nyeri Akut.
3.1.7 Eliminasi Uri (Bladder)
Tidak ada masalah dalam eliminas urin, klien memproduksi urin 250 ml, 8 x 24 jam
(normal), dengan warna kuning, bau khas aroma ammonia, klien tidak mengalami
masalah oliguria, tidak menetes, tidak inkotinen, mengalami oliguria, tidak ada nyeri,
tidak mengalami retensi, tidak poliguri, tidak panas, tidak hematuria, tidak hematuria,
tidak terpasang kateter dan tidak pernah melakukan cytostomi.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada.
3.1.8 Eliminasi Alvi (Bowel)
Bibir klien tampak lembab tidak ada perlukaan di sekitar bibir, jumlah gigi klien
lengkap tidak ada karies, gusi klien normal tampak kemerahan, lidah klien tidak ada
lesi, mokosa klien tidak ada pembengkakan, tonsil klien tidak ada peradangan, rectum
normal, tidak mengalami haemoroid, klien BAB 1x/hari warna kekuningan dengan
konsistensi lemah, tidak diarem, tidak konstipasi, tidak kembung, kembung, bising usus
klien terdengar normal 10 x/hari, dan tidak terdapat nyeri tekan serta tidak terdapat
benjolan.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada.
3.1.9 Tulang – Otot – Integumen (Bone)
Kemampuan pergerakan sendi klien tampak bebas, tidak ada parase, tidak ada paralise,
tidak ada hemiparese, tidak ada krepitasi, tidak terdapat bengkak, tidak ada kekakuan,
tidak ada flasiditas, tidak ada spastisitas, ukuran otot klien teraba simetris. Uji kekuatan
otot ekstermitas atas = 5 (normal) dan ektermitas bawah = 5 (normal). Tidak terdapat
peradangan dan tidak terdapat, kaki kiri dan kaki kanan dan tidak ada patah tulang, serta
tulang belakang klien tampak teraba normal.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada.
3.1.10 Kulit-Kulit Rambut
Klien tidak memiliki riwayat alergi baik dari obat, makanan, kosmetik dan lainnya.
Suhu kulit klien teraba hangat, warna kulit normal, turgor baik, tekstur kulit halus, tidak
ada lesi vesikula, tidak terdapat jaringan parut, tekstur rambut halus, tidak terdapat
distribusi rambut dan betuk kuku simetris.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada.
3.1.11 Sistem Penginderaan
3.1.3.11.1 Mata/Penglihatan
Fungsi penglihatan klien berkurang, fungsi mata klien baik, gerakan bola mata klien
tampak bergerak normal dengan visus : mata kanan (VOD) = 6/6 dan mata kiri (VOS)
= 6/6, sclera klien normal/ putih, warna konjungtiva merah muda, kornea jernih, tidak
menggunakan alat bantu penglihatan. Tidak terdapat bintik putih pada mata, tidak
terjadi penonjolan, dan tidak stabismus.          
3.1.3.11.2 Telinga / Pendengaran
Fungsi pendengaran klien baik, tidak berdengung, dan tidak tuli.
3.1.3.11.3 Hidung / Penciuman
Bentuk hidung klien teraba simetris, tidak terdapat lesi, tidak terdapat patensi, tidak
terdapat obstruksi, tidak terdapat nyeri tekan sinus, tidak terdapat transluminasi, cavum
nasal normal, septum nasal tidak ada masalah, sekresi kuning lumayan kental, dan tidak
ada polip.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada.
3.1.3.12 Leher Dan Kelenjar Limfe
Leher klien tampak tidak ada massa, tidak ada jaringan parut, tidak ada teraba kelenjar
limfe, tidak ada teraba kelenjar tyroid, dan mobilitas leher klien bergerak bebas.
3.1.3.13 Sistem Reproduksi
3.1.3.13.1 Reproduksi Wanita
Bagian reproduksi klien tidak tampak adanya kemerahan, tidak ada gatal-gatal, tidak
ada perdarahan, tidak ada flour albus, klitoris tidak menonjol, labia normal, uretra
normal, kebersihan baik, payudara teraba simetris, putting menonjol, warna areola
gelap.
3.1.4 Pola Fungsi Kesehatan
3.1.4.1 Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit :
Klien mengatakan ”saya ingin cepat sembuh dan ingin segera pulang kerumah“.
3.1.4.2 Nutrisi dan Metabolisme
Klien tidak ada program diet, klien merasa mual, muntah, mengalami kesukaran
menelan dan merasa haus.
TB : 150 Cm
BB sekarang : 40 Kg
BB Sebelum sakit : 45 Kg
IMT = BB
(TB)²
= 40
(1,5)²
= 17,7 ( abnormal/ berat badan kurang)
Pola Makan Sehari-hari Sesudah Sakit Sebelum Sakit
Frekuensi/hari 1 atau 2x/ hari 3x/ hari
Porsi 1 atau 2 kecil 3 sedang

Nafsu makan Kurang baik Baik


Jenis Makanan Nasi, lauk Nasi, lauk
Jenis Minuman Air putih Air putih
Jumlah minuman/cc/24 jam 1800 cc 1600 cc
Kebiasaan makan Pagi, sore Pagi, siang, sore
Keluhan/masalah Tidak ada Tidak ada
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : Defisit Nutrisi.
Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit.
3.1.4.3 Pola istirahat dan tidur
Klien tidak ada sulit tidur, ruangan tidak terasa nyaman, ekpresi wajah klien tampak
tenang, tidur sebelum sakit : siang 1 – 2 jam dan malam 7 - 8 jam, tidur sesudah sakit :
tidur siang 1 – 2 jam, malam 7 - 8 jam.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah Keperawatan : tidak ada.
3.1.4.4 Kognitif
Klien mengatakan “ia tidak senang dengan keadaan yang dialaminya dan ingin cepat
beraktivitas seperti biasanya”
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada.
3.1.4.5 Konsep diri (Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri, peran)
Klien mengatakan tidak senang dengan keadaan yang dialaminya saat ini, klien ingin
cepat sembuh dari penyakitnya. Klien adalah seorang perempuan, klien orang yang
ramah, klien adalah seorang anak dan seorang ibu”.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada.

3.1.4.6 Aktivitas Sehari-hari


Sebelum sakit klien dapat berktivitas secara bebas, sesudah sakit klien masih bisa
melakukan aktifitas secara mandiri.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada.
3.1.4.7 Koping –Toleransi terhadap Stress
Klien mengatakan bila ada masalah ia selalu bercerita dan meminta bantuan kepada
keluarga, dan keluarga selalu menolong Ny. O.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : Tidak ada.
3.1.4.8 Nilai-Pola Keyakinan
Klien mengatakan bahwa tidak tindakan medis yang bertentangan dengan keyakinan
yang di anut.
Keluhan lainnya : tidak ada.
Masalah keperawatan : tidak ada.
3.1.5 Sosial - Spiritual
3.1.5.1 Kemampuan berkomunikasi
Klien dapat berkomunikasi dengan baik, dan klien dapat menceritakan keluhan yang
dirasakan kepada orang tua dan perawat.
3.1.5.2 Bahasa sehari-hari
Bahasa yang digunakan sehari-hari yaitu bahasa dayak dan bahasa Indonesia.
3.1.5.3 Hubungan dengan keluarga
Hubungan klien dengan keluarga baik, dibuktikan dengan kelurga setiap saat selalu
memperhatikan dan mendampingi Ny. O selama diarawat di rumah sakit.
3.1.5.4 Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain :
Klien dapat bekerja sama dengan petugas kesehatan dan dapat berkomunikasi juga
dengan keluarga serta orang lain.
3.1.5.5 Orang berarti/terdekat :
Menurut klien orang yang terdekat dengannya adalah orang tuanya.
3.1.5.6 Kebiasaan menggunakan waktu luang :
Sebelum sakit biasanya digunakan klien untuk beraktivitas di rumah bersama
kelurganya, sesudah sakit klien hanya bias berbaring di rumah sakit .

3.1.5.7 Kegiatan beribadah :


Sebelum sakit klien selalu menjalan ibadah sholat 5 waktu bersama orang tuanya,
sesudah sakit klien tidak bisa beribadah, hanya bias berdoa sambil berbaring dengan
orang tuanya.
3.1.6 Data Penunjang (Radiologis, Laborato Rium, Penunjang Lainnya)
Data penunjang : 06 Oktober 2020
Pemeriksaan Hasil Nilai normal
Hb 9/dL 11 – 12/dL
Leukosit 10.000 sel/µL darah 9.400 – 34.000 sel/µL
darah
Trombosit 150.000/mcL 150.000 – 450.000/mcL
3.1.7 Penatalaksanaan Medis
Hari, tanggal : Selasa, 06 Oktober 2020
No Nama Obat Rute Indikasi
1. Proton pump Oral Penghambat pompa proton atau proton pump
inhibitors inhibitor (PPI) adalah golongan obat maag
yang digunakan untuk menurunkan asam
lambung. Ada setidaknya lima jenis obat yang
termasuk dalam golongan ini yaitu omeprazol,
lansoprazol, rabeprazol, pantoprazol, dan
esomeprazol.

Palangka Raya, 06 Oktober 2020


Mahasiswa

( Dandi )
ANALISIS DATA

DATA SUBYEKTIF KEMUNGKINAN


MASALAH
DAN DATA OBYEKTIF PENYEBAB
DS : Keluar Cairan asam Nyeri Akut
Klien mengatakan nyeri. dari  lambung

DO : Melewati esofagus
- P : timbul mendadak,
biasanya memburuk Terjadi reaksi

jika perutnya penuh


Inflamasi pada esofagus
setelah makan.
- Q : terasa sedang Sensasi rasa nyeri

seperti panas, terbakar


Nyeri Akut
– bakar.
- R : didaerah ulu hati
disertai   rasa   panas  
disekitar   dada.
- S : skala nyeri 3 (1-10).
- T : berlangsung sekitar
1 menit
- Klien tampak meringis
- Klien tampak pucat
- Klien tampak gelisah
- TTV
TD : 120/90 mmHg
N : 100x/menit
S : 370C
RR : 22 x/menit

DATA SUBYEKTIF KEMUNGKINAN MASALAH


DAN DATA OBYEKTIF PENYEBAB
DS : Mual dan muntah Risiko
Saat dilakukan Ketidakseimbangan
Berisiko mengalami Elektrolit
pengkajian, klien
penurunan kadar serum
mengatakan sering mual elektrolit
dan mutah.
Risiko
Ketidakseimbangan
DO :
Elektrolit
- Ny. O juga sering
merasakan cairan
berasa asam yang
berasal dari saluran
cerna saat bersendawa.
- Ny. O juga sering mual
dan muntah
- Sulit untuk menelan
makanan
- Nafsu makan
berkurang.
- TTV
TD : 120/90 mmHg
N : 100x/menit
S : 370C
RR : 22 x/menit

DATA SUBYEKTIF KEMUNGKINAN MASALAH


DAN DATA OBYEKTIF PENYEBAB
DS : Produksi HCl meningkat Defisit Nutrisi
Saat dilakukan
pengkajian, klien Mual dan muntah

mengatakan bahwa nafsu


Anoreksia
makannya berkurang.
Defisit Nutrisi
DO :
- Nafsu makan klien
berkurang
- Berat badan menurun
minimal 10% dari 45
kg menjadi 40 kg
- Porsi makan klien
berkurang
- IMT klien : 17,7
(abnormal/ berat
badan kurang)
- TTV
TD : 120/90 mmHg
N : 100x/menit
S : 3700C
RR : 22 x/menit
1.2 Prioritas Masalah

1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis di tandai dengan saat
dilakukan pengkajian, klien mengatakan bahwa nafsu makannya berkurang, nafsu makan
klien berkurang, berat badan menurun minimal 10% dari 45 kg menjadi 40 kg, porsi
makan klien berkurang, IMT klien : 17,7 (abnormal/ berat badan kurang), dan TTV : TD :
120/90 mmHg, N : 100x/menit, S : 3700C, dan RR : 22 x/menit.

2. Risiko Ketidakseimbangan Elektrolit di tandai dengan saat dilakukan pengkajian, klien


mengatakan sering mual dan mutah, Ny. O juga sering merasakan cairan berasa asam yang
berasal dari saluran cerna saat bersendawa, Ny. O juga sering mual dan muntah, sulit
untuk menelan makanan, nafsu makan berkurang, dan TTV : TD : 120/90 mmHg, N :
100x/menit, S : 370C, dan RR : 22 x/menit.

3. Defisit Nutrisi berhubungan dengan peningkatan kebutuhan metabolisme di tandai


dengan saat dilakukan pengkajian, klien mengatakan bahwa nafsu makannya berkurang,
berat badan menurun minimal 10% dari 45 kg menjadi 40 kg, porsi makan klien
berkurang, IMT klien : 17,7 (abnormal/ berat badan kurang), dan TTV : TD : 120/90
mmHg, N : 100x/menit, S : 3700C, dan RR : 22 x/menit.
3.3 Rencana Keperawatan
Nama Pasien : Ny. O
Ruang Rawat : Nusa Indah
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi ( ONEC ) Rasional
1. Nyeri Akut berhubungan Setelah dilakukan asuhan 1. Identifikasi lokasi, 1. Selalu memantau perkembangan
dengan agen pencedera keperawatan 1x8 jam diharapkan karakteristik, durasi, frekuensi, nyeri
fisiologis di tandai dengan masalah nyeri klien dapat teratasi, kualitas, intensitas nyeri 2. Mencari tahu faktor memperberat
saat dilakukan pengkajian, dengan kriteria hasil : 2. Identifikasi faktor yang dan memperingan nyeri agar
klien mengatakan bahwa 1. Keluhan nyeri menurun memperberat dan memperingan mempercepat proses
nafsu makannya 2. Meringis menurun nyeri kesembuhan.
berkurang, nafsu makan 3. Kesulitan tidur menurun 3. Kontrol lingkungan yang 3. Memberikan kondisi lingkungan
klien berkurang, berat 4. Pola tidur membaik memperberat rasa nyeri. yang nyaman untuk membantu
badan menurun minimal 5. Ketegangan otot menurun 4. Berikan teknik meredakan nyeri
10% dari 45 kg menjadi 40 6. TTV normal nonfarmakologis 4. Salah satu cara mengurangi nyeri
kg, porsi makan klien TD : 120/80 mmHg 5. Ajarkan teknik 5. Agar klien atau keluarga dapat
berkurang, IMT klien : N : 80 x/menit nonfarmakologis untuk melakukan secara mandiri ketika
17,7 (abnormal/ berat S : 36 0C mengurangi rasa nyeri nyeri kambuh
badan kurang), dan TTV : RR : 22 x/menit 6. Kaloborasi dengan dokter 6. Bekerja sama dengan dokter
TD : 120/90 mmHg, N : pemberian analgetik, jika perlu. dalam pemberian dosis obat
100x/menit, S : 3700C,
dan RR : 22 x/menit.
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi ( ONEC ) Rasional
2. Risiko Setelah dilakukan asuhan 1. Monitor kadar elektrolit 1. Kadar elektrolit di pantau secara
Ketidakseimbangan keperawatan 1x8 jam diharapkan 2. Identifikasi tanda dan gejala berkala dan terus menerus
Elektrolit di tandai dengan masalah risiko ketidakseimbangan ketidakseimbangan kadar 2. Tanda dan gejala pada kasus klien
saat dilakukan pengkajian, elektrolit pada klien dapat teratasi, eleltrolit dapat membantu penyusunan
klien mengatakan sering dengan kriteria hasil : 3. Berikan diet yang tepat (mis, intervensi
mual dan mutah, Ny. O 1. Serum natrium membaik tinggi kalium, rendah kalium) 3. Diet digunakan untuk membantu
juga sering merasakan 2. Serum kalium membaik 4. Jelaskan jenis, penyebab dan proses penyembuhan
cairan berasa asam yang 3. Serum klorida membaik penanganan 4. Mengedukasi klien dan keluarga
berasal dari saluran cerna 4. Serum kalsium membaik ketidakkseimbangan elektrolit 5. Edukasi bertujuan agar klien dan
saat bersendawa, Ny. O 5. Serum magnesium membaik 5. Anjurkan pasien dan keluarga keluarga dapat mandiri
juga sering mual dan 6. Serum fosfor membaik untuk modifikasi diet, jika 6. Kolaborasi dalam pemberian
muntah, sulit untuk perlu tindakan
menelan makanan, nafsu 6. Kolaborasi pemberian
makan berkurang, dan suplemen elektrolit (mis. Oral,
TTV : TD : 120/90 mmHg, NGT, dan IV) sesuai indikasi.
N : 100x/menit, S :
370C, dan RR : 22 x/menit.
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi ( ONEC ) Rasional
3. Defisit Nutrisi Setelah dilakukan asuhan 1. Indikasi makanan yang di sukai 1. Makanan yang di sukai dapat
berhubungan dengan keperawatan 1x8 jam diharapkan 2. Monitor asupan makanan meningkatkan napsu makan
peningkatan kebutuhan masalah defisit nutrisi dapat 3. Sajikan makanan secara 2. Asupan makan yang baik dan
metabolisme di tandai teratasi, dengan kriteria hasil : menarik dan suhu yang sesuai sesuai dapat membantu
dengan saat dilakukan 1. Porsi makanan yang di 4. Berikan suplemen makan menaikkan berat badan
pengkajian, klien habiskan meingkat 5. Anjurkan posisi duduk saat 3. Makanan yang menarik
mengatakan bahwa nafsu 2. Perasaan cepat kenyang makan meningkatkan keinginan untuk
makannya berkurang, berat menurun 6. Kolaborasi dengan ahli gizi makan
badan menurun minimal 3. Berat badan membaik untuk menentukan jumlah 4. Suplemen makan dapat
10% dari 45 kg menjadi 40 4. IMT membaik kalori dan jenis nutrient jika meningkatkan napsu makan klien
kg, porsi makan klien 5. Frekuensi makan membaik yang di butuhkan 5. Posisi yang aman dan baik untuk
berkurang, IMT klien : 6. TTV normal makan
17,7 (abnormal/ berat TD : 100/70 mmHg 6. Ahli gizi adalah seorang yang
badan kurang), dan TTV : N : 100 x/menit mengkhususkan diri dalam
TD : 120/90 mmHg, N : S : 36,40 0C dietetika, yaitu studi
100x/menit, S : 3700C, RR : 30x/menit tentang gizi dan penggunaan diet
dan RR : 22 x/menit. khusus untuk mencegah dan
mengobati penyakit.
4.4 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Tanda tangan dan


Hari/Tanggal, Jam Implementasi Evaluasi (SOAP)
Nama Perawat
1. Selasa/06 1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, S : Saat dilakukan evaluasi, klien masih
Oktober 2020, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri nyeri

18.00 WIB 2. Mengientifikasi faktor yang memperberat dan


O:
memperingan nyeri - Skala nyeri 2 (1-10).
3. Mengontrol lingkungan yang memperberat rasa - Klien tampak lebih tenang
nyeri. - TTV
4. Memberikan teknik nonfarmakologis TD : 120/90 mmHg
5. Mengajarkan teknik nonfarmakologis untuk N : 100x/menit
mengurangi rasa nyeri S : 370C Dandi
6. Mengkolaborasikan dengan dokter pemberian RR : 22 x/menit
analgetik, jika perlu.
A = Masalah belum teratasi.

P = lanjutkan intervensi no 3

Tanda tangan dan


Hari/Tanggal, Jam Implementasi Evaluasi (SOAP)
Nama Perawat
2. Selasa/06 Oktober 1. Memonitor kadar elektrolit S : Saat dilakukan evaluasi, klien masih
2020, 18.30 WIB 2. Mengidentifikasi tanda dan gejala mual dan mutah.
ketidakseimbangan kadar eleltrolit
O:
3. Memberikan diet yang tepat (mis, tinggi
- Ny. O masih merasakan cairan berasa
kalium, rendah kalium)
asam yang berasal dari saluran cerna
4. Menjelaskan jenis, penyebab dan penanganan
saat bersendawa.
ketidakkseimbangan elektrolit
- TTV
5. Menganjurkan pasien dan keluarga untuk Dandi
TD : 120/90 mmHg
modifikasi diet, jika perlu
N : 100x/menit
6. Mengkolaborasikan pemberian suplemen
S : 370C
elektrolit (mis. Oral, NGT, dan IV) sesuai
RR : 22 x/menit
indikasi.
A = Masalah belum teratasi

P = lanjutkan intervensi 1, dan 6


Tanda tangan dan
Hari/Tanggal, Jam Implementasi Evaluasi (SOAP)
Nama Perawat
3. Selasa/06 Oktober 7. Mengindikasi makanan yang di sukai S : Saat dilakukan evaluasi, klien
2020, 19.00 WIB 8. Memonitor asupan makanan mengatakan bahwa nafsu makannya
9. Menyajikan makanan secara menarik dan membaik.
suhu yang sesuai
10. Memberikan suplemen makan O:
- Nafsu makan klien membaik.
11. Menganjurkan posisi duduk saat makan
- Porsi makan klien membaik
12. Mengkolaborasikan dengan ahli gizi untuk
- IMT klien : 17,7 (abnormal/ berat
menentukan jumlah kalori dan jenis nutrient Dandi
badan kurang)
jika yang di butuhkan
- TTV
TD : 120/90 mmHg
N : 100x/menit
S : 3700C
RR : 22 x/menit

A = Masalah belum teratasi

P = lanjutkan intervensi no 3, 4, dan 6


BAB 4
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Gastroesofageal reflux disease (GERD) adalah suatu kondisi dimana cairan lambung
mengalami refluks ke esofagus sehingga menimbulkan gejala khas berupa rasa terbakar, nyeri
di dada, regurgitasi, dan komplikasi. Manifestasi klinis GERD meliputi gejala tipikal
(esofagus) dan atipikal (ekstraesofagus). Faktor yang berperan untuk terjadinya GERD yaitu
mekanisme antirefluks, kandungan cairan lambung, mekanisme bersihan oleh esofagus, dan
resistensi sel epitel esofagus. Untuk menegakkan diagnosis GERD dapat ditegakkan
berdasarkan analisa gejala klinis dan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan penunjang yang
dapat dilakukan diantaranya endoskopi, radiologi, pengukuran pH, tes perfusi Berstein, tes
gastro-esophageal scintigraphy.
Gastroesophageal reflux disease (GERD) terdiri dari spektrum gangguan yang terkait,
termasuk hernia hiatus, reflux disease dengan gejala yang terkait, esofagitis erosif, striktur
peptikum, Barrett esofagus, dan adenokarsinoma esofagus. Selain beberapa patofisiologi dan
hubungan antara beberapa gangguan ini, GERD juga ditandai dengan terjadinya komorbiditas
pada pasien yang identik dan oleh epidemiologi perilaku yang serupa diantara mereka.
1.2 Saran
1. Individu yang mengalami keluhan-keluhan refluks gastroesofagus perlu mencari
pengobatan sedini mungkin sehingga keluhan berat dan komplikasi dapat dicegah.
2. Bagi tenaga kesehatan maupun tenaga pengajar perlu memberikan sumbangsih penelitian
maupun referensi mengenai penyakit Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)
mengingat sedikit dijumpai referensi penunjang mengenai penyakit ini.
3. Makalah ini dapat digunakan sebagai penunjang mahasiswa keperawatan ketika praktik di
klinik dan sebaiknya perlu disempurnakan lagi dengan referensi yang terbaru.
DAFTAR PUSTAKA
Aru, Sudoyo. 2017. Buku Ajar Ilmu Bedah Jilid I Edisi IV. Jakarta : Pusat Penerbitan
Departemen Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia.
Asroel, Harry. 2012. Penyakit Refluks Gastroesofagus. Universitas Sumatera Utara :
Fakultas Kedoketeran Bagian Tenggorokan Hidung dan Telinga.
Bestari, Muhammad Begawan. 2011. Penatalaksanaan Gastroesofageal Reflux Disease
(GERD). Divisi Gastroentero-Hepatologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran / RS Dr. Hasan Sadikin Bandung CDK 188 / vol. 38 no.
7 / November 2011.
Djajapranata, Indrawan. 2011. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid II Edisi Ketiga.
Jakarta : FKUI.
Sujono, Hadi.  2012. Gastroenterologi Edisi VII. Bandung: Penerbit PT Alumni.
Susanto, Agus dkk. 2012. Gambaran Klinis dan Endoskopi Penyakit Refluks
Gastroesofagus. Jakarta : FKUI.
Yusuf, Ismail. 2019. Diagnosis Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) Secara
Klinis. PPDS Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM Vol. 22, No.3, Edition September -
November 2019.

Anda mungkin juga menyukai