DISUSUN OLEH :
NAMA : DANDI
NIM : 2018.C.10a.0929
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga laporan
pendahuluan ini bisa selesai pada waktunya, dengan judul “Laporan Pendahuluan dan
Asuhan Keperawatan Pada Ny. O dengan Diagnosa Medis Refluks Esofagus (GERD)”.
Terimakasih juga saya ucapkan kepada teman - teman yang telah berkontribusi
dengan memberikan ide - idenya sehingga laporan pendahuluan ini bisa disusun dengan baik
dan rapi.
Saya berharap semoga laporan pendahuluan ini bisa menambah pengetahuan para
pembaca. Namun terlepas dari itu, saya memahami bahwa laporan pendahuluan ini masih
jauh dari kata sempurna, sehingga saya sangat mengharapkan saran yang bersifat membangun
demi terciptanya laporan pendahuluan selanjutnya yang lebih baik lagi.
Dandi
DAFTAR ISI
SAMPUL ..................................................................................................................
KATA PENGANTAR .............................................................................................
DAFTAR ISI ............................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN .......................................................................................
1.1 Latar Belakang....................................................................................................
1.2 Rumusan Masalah...............................................................................................
1.3 Tujuan Penulisan.................................................................................................
1.4 Manfaat Penulisan...............................................................................................
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ..............................................................................
2.1 Konsep Penyakit Refluks Esofagus (GERD)......................................................
2.1.1 Definisi Refluks Esofagus (GERD)...........................................................
2.1.2 Anatomi Fisologi.......................................................................................
2.1.3 Etiologi......................................................................................................
2.1.4 Klasifikasi..................................................................................................
2.1.5 Fatosiologi (WOC) ...................................................................................
2.1.6 Manifestasi Klinis .....................................................................................
2.1.7 Komplikasi ...............................................................................................
2.1.8 Pemerikasaan Penunjang ..........................................................................
2.1.9 Penatalaksanaan Medis .............................................................................
2.2 Manajemen Asuhan Keperawatan Refluks Esofagus (GERD)...........................
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN .....................................................................
BAB 4 PENUTUP ....................................................................................................
4.1 Kesimpulan .....................................................................................................
4.2 Saran ................................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA ..............................................................................................
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) adalah suatu kondisi refluksnya HCL dari
gaster ke esofagus, mengakibatkan gejala klinis dan komplikasi yang menurunkan kualitas
hidup seseorang, GERD merupakan salah satu jenis gangguan pencernaan yang cukup sering
dijumpai di masyarakat sehingga dapat menurunkan kualitas hidup (Ndraha, 2014).
Prevalensi GERD di Amerika Utara yaitu 18,1%-27,8% di Eropa yaitu 8,8%- 25,9% di
Asia Timur 2,5%-7,8%, Australia 11,6%, dan Amerika Selatan yaitu 23,0% (El-Serag, Sweet,
Winchester, & Dent, 2014). Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Rumah sakit Cipto
Mangunkusumo, didapatkan peningkatan prevalensi GERD dari 5,7% pada tahun 1997
sampai 25,18% pada tahun 2002, peningkatan ini terjadi akibat adanya perubahan gaya hidup
yang dapat meningkatkan faktor risiko GERD seperti merokok dan obesitas (Simadibrata,
Rani, & Adi, 2009). Prevalensi GERD secara gender tidak ada perbedaan signifikan secara
statistik dengan rasio laki-laki/perempuan adalah 1:1,03. Terdapat perbedaan yang signifikan
pada usia 30-70 tahun dibandingkan pada usia 18-29 tahun (Sudoyo, Setyohadi, Alwi, &
Simadibrata, 2006). Prevelensi GERD di Asia termasuk Indonesia lebih rendah dengan
presentase 5% pada tahun 1997, namun data terakhir didapatkan peningkatan mencapai
13,13% per tahun akibat adanya perubahan gaya hidup, seperti merokok dan obesitas (Talley
2008). Data dari Amerika Serikat menunjukan satu diantara lima orang dewasa mengalami
refluks esofageal, serta lebih dari 40% mengalami gejala refluks esofageal sekurangnya sekali
dalam satu bulan (Sontag 2009). Sekitar 50% pasien GERD bersifat simptomatik dan
dipengaruhi karena adanya faktor psikososial (Perdue 2008). Gangguan kecemasan dialami
2-4 setiap kehidupan ((Hawari 2011). Di Amerika Serikat, 40 juta orang mengalami
kecemasan dari usia 18 tahun hingga usia lanjut (NIMH 2010), sedangkan di Indonesia dari
22 juta populasi masyarakat Indonesia sebanyak 2-6 juta jiwa mengalami kecemasan
(Iskandar 2006). Usia dewasa awal (17-25 tahun) lebih banyak mengalami kecemasan
dibandingkan dengan usia dewasa akhir (26-35 tahun) (Syam 2010).
GERD adalah gangguan umum yang biasa terjadi yang berdampak menurunnya
kualitas hidup dan produktivitas kerja, GERD disebabkan oleh adanya refluks asam HCL dari
gaster ke esophagus, yang biasanya tidak diketahui oleh pasien GERD, sehingga diagnosis
GERD tidak dapat tercapai. Prevalensi GERD di negara barat sebesar 10-20%, lebih banyak
ditemukan pada laki-laki kulit putih dan usia yang relatif usia tua, prevalensi GERD di Asia
sekitar 2-5%, secara umum lebih rendah dibandingkan dengan negara barat, termasuk
Indonesia, namun data terakhir menunjukan bahwa prevalensinya semakin meningkat
(Tielemans, 2013). GERD dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti faktor genetik, diet,
rokok, nonsteroidal anti-inflammatory drugs (NSAID), obesitas, faktor pelindung lambung
dan faktor perusak gaster, faktor pelindung gaster diantaranya yaitu sekresi mukus, sekresi
bikarbonat, aliran darah mukosa, dan regenerasi epitel, sedangkan faktor perusak gaster yaitu
asam hidroklorida (HCL) lambung serta zat- zat yang dapat merangsang sekresi asam HCL
gaster berlebihan dan dilatasi gaster. Tidak adanya keseimbangan faktor pelindung dan faktor
perusak pada organ gaster merupakan inti dari permasalahan GERD. Dengan menghindari
faktor perusak seperti makanan pedas, kopi, dan NSAID, diharapkan dapat menghindari
kekambuhan GERD (Ndraha, 2014). Pasien GERD biasanya mengeluhkan bermacam-macam
keluhan, seperti heartburn, regurgitation, dan gangguan makan, tetapi terkadang pasien
datang dengan keluhan sesak, nyeri dada, dan batuk. (Patti, 2016). Pasien GERD dapat
datang dengan keluhan heartburn yang merupakan gejala tipikal dari GERD, penderita
merasakan sensasi terbakar di area perut atau dada bagian bawah. Gejala khas lainnya yaitu
regrgitasi dan disfagia, meskipun gejala khas GERD adalah heartburn namun gejala atipikal
juga bisa timbul yang meliputi nyeri dada non kardiak, sendawa, cegukan, mual muntah,
sesak dan batuk. Gejala tersebut biasanya terjadi setelah makan dan gejala ini menjadi lebih
berat dengan posisi berbaring, membungkuk atau aktivitas fisik (Wilson, 2008). Tujuan
pengobatan GERD adalah menyembuhkan esofagitis, meringankan gejala, memperbaiki
kualitas hidup dan mencegah komplikasi, terapi medikamentosa untuk GERD adalah
pemberian obat golongan antasida, prokinetik, H2-reseptor antagonists dan proton pump
inhibitor (PPI). Cara kerja Obat golongan PPI adalah dengan menghambat/memblok pompa
proton (H+, K+, ATPase) yang terdapat di membran sel parietal gaster, sehingga
menghambat sekresi asam gaster oleh sel parietal secara irreversibel. Obat golongan
antagonis reseptor H2 bekerja dengan cara memblok reseptor histamine di membran sel
parietal gaster. Obat golongan prokintik bekerja meningkatkan kekuatan sfingter esofagus
bagian bawah, peristaltis esophagus, dan mempercepat waktu pengosongan lambung (Bestari,
2011).
Berdasarkan latar belakang, data dan juga hubungan sebab akibat yang kejadiannya ada
di masayarakat, maka saya tertarik untuk membahas lebih lanjut tentang Refluks Esofagus
(GERD).
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang dikemukakan diatas, maka dapat dirumuskan masalah
dalam laporan pendahuluan ini adalah :
Bagaimana pemberian asuhan keperawatan dengan diagnosa medis Refluks Esofagus
(GERD)?
1.3 Tujuan Penulisan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan penulisan ini adalah untuk mendapatkan gambaran dan pengalaman langsung
tentang bagaimana menerapkan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan diagnosa medis
Refluks Esofagus (GERD).
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mahasiswa dapat melengkapi Asuhan Keperawatan dengan diagnosa medis Refluks
Esofagus (GERD).
1.3.2.2 Mahasiswa dapat melakukan pengkajian pada pasien dengan diagnosa medis
Refluks Esofagus (GERD).
1.3.2.3 Mahasiswa dapat menganalisa kasus dan merumuskan masalah keperawatan pada
pasien dengan diagnosa medis Refluks Esofagus (GERD).
1.3.2.4 Mahasiswa dapat menyusun asuhan keperawatan yang mencakup intervensi pada
pasien dengan diagnosa medis Refluks Esofagus (GERD).
1.3.2.5 Mahasiswa dapat melakukan implementasi atau pelaksanaan tindakan keperawatan
pada pasien dengan diagnosa medis Refluks Esofagus (GERD).
1.3.2.6 Mahasiswa dapat mengevaluasi hasil dari asuhan keperawatan yang diberikan
kepada pasien dengan diagnosa medis Refluks Esofagus (GERD).
1.3.2.7 Mahasiswa dapat mendokumentasikan hasil dari asuhan keperawatan yang telah
dilaksanakan pada pasien dengan diagnosa medis Refluks Esofagus (GERD).
1.4 Manfaat
1.4.1 Bagi Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu pengetahuan dengan
menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu pengetahuan yang diperoleh selama
menempuh pendidikan.
1.4.2 Bagi Klien dan Keluarga
Klien dan keluarga mengerti cara perawatan pada penyakit dengan dianosa medis
Refluks Esofagus (GERD) secara benar dan bisa melakukan keperawatan di rumah dengan
mandiri.
1.4.3 Bagi Institusi
3.4.3.1 Bagi Institusi Pendidikan
Sebagai sumber bacaan tentang Refluks Esofagus (GERD) dan Asuhan
Keperawatannya.
3.4.3.1 Bagi Institusi Rumah Sakit
Memberikan gambaran pelaksanaan Asuhan Keperawatan dan Meningkatkan mutu
pelayanan perawatan di Rumah Sakit kepada pasien dengan diagnosa medis Refluks
Esofagus (GERD) melalui Asuhan Keperawatan yang dilaksanakan secara komprehensif.
1.4.4 Bagi IPTEK
Sebagai sumber ilmu pengetahuan teknologi, apa saja alat-alat yang dapat membantu
serta menunjang pelayanan perawatan Refluks Esofagus (GERD) yang berguna bagi status
kesembuhan klien.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Penyakit
2.1.1 Definisi GERD
Gastro-oesophageal reflux disease ( GERD ) adalah salah satu kelainan yang sering
dihadapi di lapangan dalam bidang gastrointestinal. Penyakit ini berdampak buruk pada
kualitas hidup penderita dan sering dihubungkan dengan morbiditas yang bermakna
(Konsensus Montreal, 2016).
The Montreal definition and classification of gastroesophageal reflux disease : a global
evidencebased consensus), penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux
Disease/GERD) didefinisikan sebagai suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks
kandungan lambung ke dalam esofagus yang menimbulkan berbagai gejala yang
mengganggu (troublesome) di esofagus maupun ekstra-esofagus dan/atau komplikasi.
Komplikasi yang berat yang dapat timbul adalah Barret’s esophagus, striktur,
adenokarsinoma di kardia dan esofagus (Vakil dkk, 2016).
Penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux Disease/GERD)
didefinisikan sebagai suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan lambung ke
dalam esofagus yang menimbulkan berbagai gejala yang mengganggu (troublesome) di
esofagus maupun ekstra esofagus dan atau komplikasi. Pada orang normal, refluks ini terjadi
pada posisi tegak sewaktu habis makan. Karena sikap posisi tegak tadi dibantu oleh adanya
kontraksi peristaltik primer, isi lambung yang mengalir masuk ke esofagus segera
dikembalikan ke lambung. Refluks sejenak ini tidak merusak mukosa esofagus dan tidak
menimbulkan keluhan atau gejala. Oleh karena itu, dinamakan refluks fisiologis. Keadaan ini
baru dikatakan patologis, bila refluks terjadi berulang-ulang yang menyebabkan esofagus
distal terkena pengaruh isi lambung untuk waktu yang lama. Istilah esofagitis refluks berarti
kerusakan esofagus akibat refluks cairan lambung, seperti erosi dan ulserasi epitel skuamosa
esofagus (Susanto, 2012).
Kesimpulannya, GERD adalah ebuah penyakit pencernaan yang mana asam lambung
atau empedu mengiritasi lapisan dalam saluran makanan.
2.1.2 Anatomi Fisiologi
Gaster adalah rongga seperti kantong berbentuk J yang terletak di antara esofagus dan
usus halus. Organ ini dibagi menjadi tiga bagian berdasarkan perbedaan struktur dan fungsi
yaitu: fundus, korpus, dan antrum. Fundus adalah bagian lambung yang terletak di atas
lubang esofagus. Bagian tengah atau utama lambung adalah korpus. Antrum adalah bagian
lapisan otot yang lebih tebal di bagian bawah lambung (Sherwood, 2014).
Gaster terbagi atas 5 daerah secara anatomik yaitu : pars cardiaca, bagian gaster yang
berhubungan dengan esofagus dimana didalamnya terdapat ostium cardiacum. Fundus gaster,
bagian yang berbentuk seperti kubah yang berlokasi pada bagian kiri dari kardia dan meluas
ke superior melebihi tinggi pada bagian gastroesofageal junction.
Korpus gaster, merupakan 2/3 bagian dari lambung dan berada di bawah fundus sampai
ke bagian paling bawah yang melengkung ke kanan membentuk huruf „J‟. Pars pilori, terdiri
dari dua bangunan yaitu anthrum pyloricum dan pylorus. Didalam antrum pyloricum terdapat
canalis pyloricus dan didalam pylorus terdapat ostium pyloricum yang dikelilingi M.
sphincter pyloricus. Dari luar M. sphincter pylorus ini ditandai adanya V. prepylorica (Mayo)
Arteri yang memperdarahi gaster sebagian besar berasal dari trunkus coeliacus. Arteri
gastrica sinistra berasal dari axis coeliacus. Arteri splenica akan menjadi arteri gastrica
breves. Arteri hepatica akan memberikan percabangan yang akan menjadi arteri gastrica
dextra dan arteri gastroduodenal. Vena-vena yang memperdarahi gaster akan mengikuti
lintasan arteri. Empat atau lima vena gastrica breves akan memperdarahi curvatura mayor
bagian atas dan daerah fundus, lalu akan bermuara pada vena splenica. Vena gastroepiploica
sinistra akan memperdarahi bagian anterior dan posterior corpus. Vena gastroepiploica dextra
memperdarahi omentum majus, corpus bagian distal dan antrum. Vena gastrica sinistra akan
memperdarahi bagian corpus bagian atas dan fundus. Vena gastrica dextra akan langsung
bermuara pada vena porta hepatica.
Fungsi utama sistem pencernaan adalah memindahkan nutrien, air, dan elektrolit dari
makanan yang kita telan ke dalam lingkungan internal tubuh. Sistem pencernaan melakukan
empat proses pencernaan dasar yaitu: motilitas, sekresi, digesti, dan absorpsi (Guyton, 2014).
2.1.3 Etiologi
Beberapa penyebab terjadinya GERD menurut Yusuf, 2009, meliputi :
1. Menurunnya tonus LES (Lower Esophageal Sphincter)
2. Bersihan asam dari lumen esofagus menurun
3. Ketahanan epitel esofagus menurun
4. Bahan refluksat mengenai dinding esofagus yaitu Ph <2, adanya pepsin, garam empedu,
HCL.
5. Kelainan pada lambung
6. Infeksi H. Pylori dengan corpus predominan gastritis
7. Non acid refluks (refluks gas) menyebabkan hipersensitivitas
8. Alergi makanan atau tidak bisa menerima makanan juga membuat refluks
9. Mengkonsumsi makanan berasam, coklat, minuman berkafein dan berkarbonat, alkohol,
merokok, dan obat-obatan yang bertentangan dengan fungsi esophageal sphincter bagian
bawah termasuk yang memiliki efek antikolinergik (seperti beberapa antihistamin),
penghambat saluran kalsium, progesteron, dan nitrat.
10. Kelaianan anatomi, seperti penyempitan kerongkongan.
Terdapat berbagai faktor yang menyebabkan terjadinya GERD. Esofagitis dapat terjadi
sebagai akibat refluks esofageal apabila :
1. Terjadi kontak dalam waktu yang cukup lama antara bahan refluksat dengan mukosa
esofagus.
2. Terjadi penurunan resistensi jaringan mukosa esofagus (Makmun, 2009).
Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high pressure zone)
yang dihasilkan oleh kontraksi lower esophageal sphincter (LES). Pada individu normal,
pemisah ini akan dipertahankan kecuali pada saat sendawa atau muntah. Aliran balik dari
gaster ke esofagus melalui LES hanya terjadi apabila tonus LES tidak ada atau sangat rendah.
Refluks gastroesofageal pada pasien GERD terjadi melalui 3 mekanisme :
1. Refleks spontan pada saat relaksasi LES tidak adekuat.
2. Aliran retrograd yang mendahului kembalinya tonus LES setelah menelan.
3. Meningkatnya tekanan intra abdomen. Dengan demikian dapat diterangkan bahwa
patogenesis terjadinya GERD menyangkut keseimbangan antara faktor defensif dari
esofagus (pemisah anti refluks, bersihan asam dari lumen esofagus, ketahanan epitel
esofagus) dan faktor ofensif dari bahan refluksat. Faktor-faktor lain yang turut berperan
dalam timbulnya gejala GERD adalah kelainan di lambung yang meningkatkan terjadinya
refluks fisiologis, antara lain dilatasi lambung atau obstruksi gastric outlet dan delayed
gastric emptying (Makmun, 2009).
Peranan infeksi Helicobacter pylori dalam patogenesis GERD relatif kecil dan kurang
didukung oleh data yang ada. Pengaruh dari infeksi H. pylori terhadap GERD merupakan
konsekuensi logis dari gastritis serta pengaruhnya terhadap sekresi asam lambung (Makmun,
2009). Tingginya angka infeksi H. pylori di Asia dengan rendahnya sekresi asam sebagai
konsekuensinya telah dipostulasikan sebagai salah satu alasan mengapa prevalensi GERD di
Asia lebih rendah dibandingkan dengan negara-negara Barat. Hal tersebut sesuai dengan yang
ditunjukkan pada satu studi di Jepang yang dilakukan oleh Shirota dkk. Studi yang lain juga
membuktikan adanya hubungan terbalik antara derajat keparahan esofagitis refluks dengan
infeksi H. pylori. Hamada dkk menunjukkan insiden esofagitis refluks yang tinggi setelah
eradikasi H.pylori, khususnya pada pasien gastritis korpus dan mempunyai predisposisi
terhadap refluks hiatus hernia (Goh dan Wong, 2006). Dalam keadaan di mana bahan
refluksat bukan bersifat asam atau gas (non acid reflux), timbulnya gejala GERD diduga
karena hipersensitivitas viseral (Makmun,2009).
2.1.4 Klasifikasi
GERD bisa dibagi menjadi tipe erosif dan non-erosif. Beberapa faktor risiko terjadinya
refluks gastroesofageal antara lain: obesitas, usia lebih dari 40 tahun, wanita, ras (India lebih
sering mengalami GERD), hiatal hernia, kehamilan, merokok, diabetes, asma, riwayat
keluarga dengan GERD, status ekonomi lebih tinggi, dan skleroderma. Pada sebagian orang,
makanan dapat memicu terjadinya refluks gastroesofageal, seperti bawang, saos tomat, mint,
minuman berkarbonasi, coklat, kafein, makanan pedas, makanan berlemak, alkohol, ataupun
porsi makan yang terlalu besar. Beberapa obat dan suplemen diet pun dapat memperburuk
gejala refluks gastroesofageal, dalam hal ini obat-obatan yang mengganggu kerja otot sfinter
esofagus bagian bawah, seperti sedatif, penenang, antidepresan, calcium channel blockers,
dan narkotika. Termasuk juga penggunaan rutin beberapa jenis antibiotika dan non steroidal
antiinflammatory drugs (NSAIDs) dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya inflamasi
esofagus.
2.1.5 Patofisiologi
Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high pressure zone)
yang dihasilkan oleh kontraksi Lower esophageal sphincter. Pada individu normal, pemisah
ini akan dipertahankan kecuali pada saat terjadinya aliran antegrad yang terjadi pada saat
menelan, atau aliran retrograd yang terjadi pada saat sendawa atau muntah. Aliran balik dari
gaster ke esophagus melalui LES hanya terjadi apabila tonus LES tidak ada atau sangat
rendah (<3 mmHg) (Aru, 2009).
Terjadinya aliran balik / refluks pada penyakit GERD diakibatkan oleh gangguan
motilitas / pergerakan esofagus bagian ujung bawah. Pada bagian ujung ini terdapat otot
pengatur (sfingter) disebut LES, yang fungsinya mengatur arah aliran pergerakan isi saluran
cerna dalam satu arah dari atas ke bawah menuju usus besar. Pada GERD akan terjadi
relaksasi spontan otot tersebut atau penurunan kekuatan otot tersebut, sehingga dapat terjadi
arus balik atau refluks cairan atau asam lambung, dari bawah ke atas ataupun sebaliknya
(Hadi, 2002).
Patogenesis terjadinya GERD menyangkut keseimbangan antara faktor defensif dari
esophagus dan faktor efensif dari bahan reflukstat. Yang termasuk faktor defensif esophagus,
adalah pemisah antirefluks, bersihan asam dari lumen esophagus, dan ketahanan ephitelial
esophagus. Sedangkan yang termasuk faktor ofensif adalah sekresi gastrik dan daya pilorik.
a. Pemisah antirefluks
Pemeran terbesar pemisah antirefluks adalah tonus LES. Menurunnya tonus LES dapat
menyebabkan timbulnya refluks retrograde pada saat terjadinya peningkatan tekanan
intraabdomen. Sebagian besar pasien GERD ternyata mempunyai tonus LES yang normal.
Faktor-faktor yang dapat menurunkan tonus LES adalah adanya hiatus hernia, panjang LES
(makin pendek LES, makin rendah tonusnya), obat-obatan (misal antikolinergik, beta
adrenergik), dan faktor hormonal. Selama kehamilan, peningkatan kadar progesteron dapat
menurunkan tonus LES.
b. Bersihan asam dari lumen esophagus
Faktor-faktor yang berperan dalam bersihan asam dari esophagus adalah gravitasi,
peristaltik, eksrkresi air liur, dan bikarbonat. Setelah terjadi refluks sebagian besar bahan
refluksat akan kembali ke lambung dengan dorongan peristaltik yang dirangsang oleh proses
menelan.
c. Ketahanan epithelial esophagus
Berbeda dengan lambung dan duodenum, esophagus tidak memiliki lapisan mukus yang
melindungi mukosa esophagus. Mekanisme ketahanan ephitelial esophagus terdiri dari :
1. Membran sel
2. Batas intraseluler (intracellular junction) yang membatasi difusi H+ ke jaringan
esophagus
3. Aliran darah esophagus yang mensuplai nutrien, oksigen, dan bikarbonat, serta
mengeluarkan ion H+ dan CO2
4. Sel-sel esophagus memiliki kemampuan untuk mentransport ion H+ .
Episode refluks bervariasi tergantung kandungan isinya, volume, lamanya, dan
hubungannya dengan makan. Pada proses terjadinya refluks, sfingter esofagus bawah dalam
keadaan relaksasi atau melemah oleh peningkatan tekanan intra abdominal sehingga
terbentuk rongga diantara esofagus dan lambung. Isi lambung mengalir atau terdorong kuat
ke dalam esofagus. Jika isi lambung mencapai esofagus bagian proksimal dan sfingter
esofagus atas berkontraksi, maka isi lambung tersebut tetap berada di esofagus dan peristaltik
akan mengembalikannya ke dalam lambung. Jika sfingter esofagus atas relaksasi sebagai
respon terhadap distensi esofagus maka isi lambung akan masuk ke faring, laring, mulut atau
nasofaring (Hadi, 2002).
WOC GERD
GERD
B1 B2 B3 B4 B5 B6
( BREATHING ) ( BLOOD ) ( BRAIN ) ( BLADDER ) ( BOWEL ) ( BONE )
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian
3.1.1 Identitas Pasien
Nama : Ny. O
Umur : 38 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Suku/Bangsa : Dayak/Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : S1
Status Perkawinan : Sudah kawin
Alamat : Jl. Manjuhan Induk, Palangka Raya
Tgl MRS : 06 Oktober 2020
Diagnosa Medis : Refluks Esofagus (GERD)
3.1.2 Riwayat Kesehatan /Perawatan
3.1.2.1 Keluhan Utama :
Keluhan utama yang di rasakan pasien adalah nyeri P : timbul mendadak, biasanya
memburuk jika perutnya penuh setelah makan, Q : terasa sedang seperti panas,
terbakar - bakar, R : didaerah ulu hati disertai rasa panas disekitar dada, S : skala
nyeri 3 (1-10), T : berlangsung sekitar 1 menit .
3.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang :
Ny. O, usia 38 tahun, BB 40 kg, TB 150 cm, datang dengan keluhan nyeri P : timbul
mendadak, biasanya memburuk jika perutnya penuh setelah makan, Q : terasa sedang
seperti panas, terbakar - bakar, R : didaerah ulu hati disertai rasa panas disekitar
dada, S : skala nyeri 3 (1-10), T : berlangsung sekitar 1 menit. Selain itu Ny. O juga
sering merasakan cairan berasa asam yang berasal dari saluran cerna saat bersendawa.
Dari hasil pemeriksaan diperoleh data TD: 120/90 mmHg, Nadi : 100 x/menit, RR : 22
x/menit, dan suhu :37oC, Gejala sudah dirasakan sejak 1 minggu ini. Frekuensi
keluarnya cairan asam tersebut cukup sering terjadi dan biasanya memburuk jika
perutnya penuh setelah makan . Ny. O juga mengatakan sering mual dan muntah, sulit
untuk menelan makanan, nafsu makan nya berkurang. Berkurangnya nafsu makan
membuat Ny.O mengalami penurunan berat badan 5 kg serta badannya terasa lemas
dan lemah.
3.1.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya (riwayat penyakit dan riwayat operasi)
Klien mengatakan tidak pernah menderita penyakit yang serius. Ny. O tidak pernah
dirawat di rumah sakit, dan tidak pernah mendapatkan tindakan operasi, klien juga
mengatakan tidak memiliki riwayat alergi obat.
3.1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakan bahwa keluarganya tidak memiliki riwayat penyakit yang sama
seperti Ny. O dan tidak memiliki riwayat penyakit turunan.
Genogram Keluarga
Keterangan :
: Hubungan keluarga
: Tinggal serumah
: Laki-laki
: Perempuan
: Klien
( Dandi )
ANALISIS DATA
DO : Melewati esofagus
- P : timbul mendadak,
biasanya memburuk Terjadi reaksi
1. Nyeri Akut berhubungan dengan agen pencedera fisiologis di tandai dengan saat
dilakukan pengkajian, klien mengatakan bahwa nafsu makannya berkurang, nafsu makan
klien berkurang, berat badan menurun minimal 10% dari 45 kg menjadi 40 kg, porsi
makan klien berkurang, IMT klien : 17,7 (abnormal/ berat badan kurang), dan TTV : TD :
120/90 mmHg, N : 100x/menit, S : 3700C, dan RR : 22 x/menit.
P = lanjutkan intervensi no 3