Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN INDIVIDU

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PASIEN DENGAN


DIAGNOSA MEDIS GERD + DM GASTROPATI + HIPOKALEMI +
HIPONATREMI

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Laporan Individu Praktek Profesi Keperawatan


Medikal Bedah

Di Ruang Interna 1

RSUD dr SOEDARSONO PASURUAN

Oleh :

Nama : Lya Lexi Vian Ashari

NIM : P172122150

PRODI PENDIDIKAN PROFESI NERS MALANG

JURUSAN KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALANG

TAHUN AJARAN 2021/2022


LEMBAR PENGESAHAN

Laporan pendahuluan .........................................................................................


dan Asuhan Keperawatan ..................................................................................
............................................................................................................................
ini telah diperiksa dan disetujui pada

Hari: ........................................
Tanggal: ..................................

Mengetahui,

Pembimbing Lahan Pembimbing Institusi

( ) ( )

Kepala Ruangan

( )
LAPORAN PENDAHULUAN
GERD (GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE)

A. Konsep Dasar
1. Pengertian
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) menurut Buntara et.all (2020)
merupakan gejala komplikasi pada lambung yang disebabkan karena penurunan
motilitas pada saluran cerna sehingga isi lambung masuk kedalam rongga mulut dan
esophagus. Secara sederhana, GERD diartikan sebagai suatu gejala dikarenakan
regurgitasi dari lambung atau dapat disebut juga sebagai keadaan dimana makanan,
cairan, atau asam lambung naik kembali dan masuk ke mulut. sehingga mengalami
heartburn (kondisi dada yang panas) serta gejala lain (Hernisawati & Kushendar,
2021).
Penyakit asam lambung atau Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)
adalah Kondisi naiknya asam lambung menuju esofagus dan menimbulkan nyeri pada
ulu hati atau sensasi terbakar di dada, hal ini disebabkan karena otot-otot esophageal
sphincter bagian bawah tidak berfungsi normal. Kondisi ini juga bisa disebabkan
karena asupan dan kebiasaan makan seseorang. Selain itu GERD terjadi ketika asam
lambung atau terkadang isi lambung naik kembali ke esofagus (refluks) sehingga
seseorang akan mengalami mual bahkan muntah. Akibat naiknya asam lambung maka
akan mengiritasi dan membakar esofagus atau kerongkongan sehingga menimbulkan
rasa panas pada dada (heartburn) sampai bagian dalam leher bahkan tenggorokan.
Makan makanan pedas, gorengan, dan makan makanan berat di malam hari dan
segera berbaring atau membungkuk setelah makan dapat memicu penyakit GERD
(Kartika & Junaidi, 2018).

2. Etilogi
Beberapa penyebab terjadinya GERD meliputi:
 Menurunnya tonus LES (Lower Esophageal Sphincter)
 Bersihan asam dari lumen esofagus menurun
 Ketahanan epitel esofagus menurun
 Bahan refluksat mengenai dinding esofagus yaitu Ph <2, adanya pepsin, garam
empedu, HCL
 Kelainan pada lambung
 Infeksi H. Pylori dengan corpus predominan gastritis
 Non acid refluks (refluks gas) menyebabkan hipersensitivitas
 Alergi makanan atau tidak bisa menerima makanan juga membuat refluks
 Mengkonsumsi makanan berasam, coklat, minuman berkafein dan berkarbonat,
alkohol, merokok, dan obat-obatan yang bertentangan dengan fungsi esophageal
sphincter bagian bawah termasuk yang memiliki efek antikolinergik (seperti
beberapa antihistamin), penghambat saluran kalsium, progesteron, dan nitrat
 Kelaianan anatomi, seperti penyempitan kerongkongan
(Yusuf, 2009)

3. Tanda dan Gejala


1. Rasa panas/ tebakar pada esofagus (pirosis)
2. Muntah
3. Nyeri di belakang tulang payudara atau persis di bawahnya, bahkan menjalar ke
leher, tenggorokan, dan wajah, biasanya timbul setelah makan atau ketika
berbaring
4. Kesulitan menelan makanan (osinofagia) karena adanya penyempitan (stricture)
pada kerongkongan dari reflux.
5. Tukak esofageal peptik yaitu luka terbuka pada lapisan kerongkongan, bisa
dihasilkan dari refluks berulang. Bisa menyebabkan nyeri yang biasanya berlokasi
di belakang tulang payudara atau persis di bawahnya, mirip dengan lokasi panas
dalam perut.
6. Nafas yang pendek dan berbunyi mengik karena ada penyempitan pada saluran
udara
7. Suara parau
8. Ludah berlebihan (water brash)
9. Rasa bengkak pada tenggorokan (rasa globus)
10. Terjadi peradangan pada sinus (sinusitis)
11. Gejala lain : pertumbuhan yang buruk, kejang, nyeri telinga (pada anak)
12. Peradangan pada kerongkongan (esophagitis) bisa menyebabkan pendarahan yang
biasanya ringan tetapi bisa jadi besar. Darah kemungkinan dimuntahkan atau
keluar melalui saluran pencernaan, menghasilkan kotoran berwarna gelap, kotoran
berwarna ter (melena) atau darah merah terang, jika pendarahan cukup berat.
13. Dengan iritasi lama pada bagian bawah kerongkongan dari refluks berulang,
lapisan sel pada kerongkongan bisa berubah (menghasilkan sebuah kondisi yang
disebut kerongkongan Barrett). Perubahan bisa terjadi bahkan pada gejala-gejala
yang tidak ada. Kelainan sel ini adalah sebelum kanker dan berkembang menjadi
kanker pada beberapa orang.

4. Pathway dan Patofisiologi


Kondisi penyakit refluks gastroesofagus atau GERD (gastroesophageal reflux disease)
disebabkan aliran balik (refluks) isi lambung ke dalam esophagus. GERD sering kali
disebut nyeri ulu hati (heartburn) karena nyeri yang terjadi ketika cairan asam yang
normalnya hanya ada di lambung, masuk dan mengiritasi atau menimbulkan rasa seperti
terbakar di esophagus.
Refluks gastroesofagus biasanya terjadi setelah makan dan disebabkan melemahnya
tonus sfingter esophagus atau tekanan di dalam lambung yang lebih tinggi dari
esophagus. Dengan kedua mekanisme ini, isi lambung yang bersifat asam bergerak masuk
ke dalam esophagus.
Isi lambung dalam keadaan normal tidak dapat masuk ke esofagus karena adanya
kontraksi sfingter esofagus (sfingter esofagus bukanlah sfingter sejati, tetapi suatu area
yang tonus ototnya meningkat). Sfingter ini normalnya hanya terbuka jika gelombang
peristaltik menyalurkan bolus makanan ke bawah esofagus. Apabila hal ini terjadi, otot
polos sfingter melemas dan makanan masuk ke dalam lambung. Sfingter esofagus
seharusnya tetap dalam keadaan tertutup kecuali pada saat ini, karena banyak organ yang
berada dalam rongga abdomen, menyebabkan tekanan abdomen lebih besar daripada
tekanan toraks. Dengan demikian, ada kecenderungan isi lambung terdorong ke dalam
esofagus. Akan tetapi, jika sfingter melemah atau inkompeten, sfingter tidak dapat
mnutup lambung. Refluks akan terjadi dari daerah bertekanan tinggi (lambung) ke daerah
bertekanan rendah (esofagus). Episode refluks yang berulang dapat memperburuk kondisi
karena menyebabkan inflamasi dan jaringan parut di area bawah esofagus.
Pada beberapa keadaan, meskipun tonus sfingter dala keadaan normal, refluks dapat
terjadi jika terdapat gradien tekanan yang sangat tinggi di sfingter. Sebagai contoh, jika
isi lambung berlebihan tekanan abdomen dapat meningkat secara bermakana. Kondisi ini
dapat disebabkan porsi makan yang besar, kehamilan atau obesitas. Tekanan abdomen
yang tinggi cenderung mendorong sfingter esofagus ke rongga toraks. Hal ini
memperbesar gradien tekanan antara esofagus dan rongga abdomen. Posisi berbaring,
terutama setelah makan juga dapat mengakibatkan refluks. Refluks isi lambung
mengiritasi esofagus karena tingginya kandungan asam dalam isi lambung. Walaupun
esofagus memiliki sel penghasil mukus, namun sel-sel tersebut tidak sebanyak atau
seaktif sel yang ada di lambung (Corwin, 2009: 600).
PATHWAY GERD

GASTROESOPHAGEAL
REFLUKS DISEASE (GERD)

Asam lambung mengiritasi Nafas bau asam Refluks saat malam hari
sel mukosa esofagus

Kerusakan sel mukosa Merangsang pusat Aspirasi isi lambung ke


esofagus mual tracheobronkial

Peradangan Mual Risiko


Aspirasi

Hearth burn non Odinofagia Penurunan


cardiac nafsu makan

Refluks berulang Gangguan


Nyeri Akut Intake nutrisi
Menelan inadekuat

Trauma mukosa
esophagus
BB menurun

Gangguan peristaltic Rupture


pada esofagus Ketidakseimbangan
pembuluh darah Nutrisi Kurang Dari
Kebutuhan Tubuh

Risiko Infeksi Risiko


Perdarahan
5. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Tinja
b. Pemeriksaan gangguan keseimbangan asam basa dalam darah astrup, bila
memungkinkan menentukan ph keseimbangan analisa gas darah atau astrup, bila
memungkinkan
c. Pemeriksaan elektrolit intubasi duodenum untuk mengetahui jasad renik atau
parasit secara kuantitatif, terutama dilakukan pada penderita diare kronis.
d. Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas merupakan standar baku untuk
diagnosis GERD dengan ditemukannya mucosal break di esophagus (esofagitis
refluks). Jika tidak ditemukan mucosal break pada pemeriksaan endoskopi saluran
cerna bagian atas pada pasien dengan gejala khas GERD, keadaan ini disebut non-
erosive reflux disease (NERD).
e. Tes Perfusi Berstein
Tes ini mengukur sensitivitas mukosa dengan memasang selang transnasal dan
melakukan perfusi bagian distal esophagus dengan HCl 0,1 M dalam waktu
kurang dari 1 jam. Tes ini bersifat pelengkap terhadap monitoring pH 24 jam pada
pasien-pasien dengan gejala yang tidak khas. Bila larutan ini menimbulkan rasa
nyeri dada seperti yang biasanya dialami pasien, sedangkan larutan NaCl tidak
menimbulkan rasa nyeri, maka test ini dianggap positif. Test Bernstein yang
negative tidak menyingkirkan adanya nyeri yang berasal dari esophagus.
f. Manometri esofagus : mengukuran tekanan pada katup kerongkongan bawah
menunjukan kekuatannya dan dapat membedakan katup yang normal dari katup
yang berfungsi buruk kekuatan sphincter

6. Penatalaksanaan Medis dan Umum


a. Menambah asupan cairan, dengan meminum 2-3 liter air per hari
b. Mengkonsumsi makanan rendah serat, misalnya kentang dan pisang
c. Menghindari makanan pedas, berlemak, berminyak (digoreng) dan setengah
matang
d. Makan dalam porsi sedikit namun sering
Berikut adalah obat-obatan yang dapat digunakan dalam terapi medikamentosa
GERD:
1) Antasid. Golongan obat ini cukup efektif dan aman dalam menghilangkan gejala
GERD tetapi tidak menyembuhkan lesi esofagitis. Selain sebagai buffer terhadap HCl,
obat ini dapat memperkuat tekanan sfingter esophagus bagian bawah. Kelemahan obat
golongan ini adalah rasanya kurang menyenangkan, dapat menimbulkan diare
terutama yang mengandung magnesium serta konstipasi terutama antasid yang
mengandung aluminium, penggunaannya sangat terbatas pada pasien dengan
gangguan fungsi ginjal.
2) Antagonis reseptor H2. Yang termasuk dalam golongan obat ini adalah simetidin,
ranitidine, famotidin, dan nizatidin. Sebagai penekan sekresi asam, golongan obat ini
efektif dalam pengobatan penyakit refluks gastroesofageal jika diberikan dosis 2 kali
lebih tinggi dan dosis untuk terapi ulkus. Golongan obat ini hanya efektif pada
pengobatan esofagitis derajat ringan sampai sedang serta tanpa komplikasi.
3) Obat-obatan prokinetik. Secara teoritis, obat ini paling sesuai untuk pengobatan
GERD karena penyakit ini lebih condong kearah gangguan motilitas. Namun, pada
prakteknya, pengobatan GERD sangat bergantung pada penekanan sekresi asam.
4) Metoklopramid. Obat ini bekerja sebagai antagonis reseptor dopamine. Efektivitasnya
rendah dalam mengurangi gejala serta tidak berperan dalam penyembuhan lesi di
esophagus kecuali dalam kombinasi dengan antagonis reseptor H2 atau penghambat
pompa proton. Karena melalui sawar darah otak, maka dapat timbul efek terhadap
susunan saraf pusat berupa mengantuk, pusing, agitasi, tremor, dan diskinesia.
5) Domperidon. Golongan obat ini adalah antagonis reseptor dopamine dengan efek
samping yang lebih jarang disbanding metoklopramid karena tidak melalui sawar
darah otak. Walaupun efektivitasnya dalam mengurangi keluhan dan penyembuhan
lesi esophageal belum banyak dilaporkan, golongan obat ini diketahui dapat
meningkatkan tonus LES serta mempercepat pengosongan lambung.
6) Cisapride. Sebagai suatu antagonis reseptor 5 HT4, obat ini dapat mempercepat
pengosongan lambung serta meningkatkan tekanan tonus LES. Efektivitasnya dalam
menghilangkan gejala serta penyembuhan lesi esophagus lebih baik dibandingkan
dengan domperidon.
7) Sukralfat (Aluminium hidroksida + sukrosa oktasulfat). Berbeda dengan antasid dan
penekan sekresi asam, obat ini tidak memiliki efek langsung terhadap asam lambung.
Obat ini bekerja dengan cara meningkatkan pertahanan mukosa esophagus, sebagai
buffer terhadap HCl di eesofagus serta dapat mengikat pepsin dan garam empedu.
Golongan obat ini cukup aman diberikan karena bekerja secara topikal (sitoproteksi).
8) Pembedahan dapat mengurangi peradangan berat, perdarahan, penyempitan, tukak
atau gejala yang tidak menunjukkan perbaikan dengan pengobatan apapun. Namun
tindakan pembedahan jarang dilakukan.

7. Komplikasi
 Batuk dan asma
 Erosif esophagus
 Esofagus Barret, yaitu perubahan epitel skuamosa menjadi kolumner metaplastik
 Esofagitis ulseratif
 Perdarahan saluran cerna akibat iritasi
 Striktur esophagus / Peradangan esophagus
 Aspirasi
 Tukak kerongkongan
B. Konsep Asuhan Keperawatan
a. Pengkajian
1. Keadaan umum
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat kesadaran kualitatif
atau GCS dan respon verbal klien.
2. Tanda-tanda vital
Tekanan darah, Nadi, Suhu, Respirasi, SPO2
3. Keluhan utama
Dikaji Awitan, durasi, kualitas dan karakteristik, tingkat keperahan. Lokasi, faktor
pencetus, manifestasi yang berhubungan :
a) Keluhan tipikal (esofagus) : 
Heartburn, regurgitasi, dan disfagia.
b) Keluhan atipikal (eskstraesofagus) :
Batuk kronik, suara serak, pneumonia, fibrosis paru, bronkiektasis, dan nyeri
dada nonkardiak.
c) Keluhan lain :
Penurunan berat badan, anemia, hematemesis atau melena, odinofagia.
4. Riwayat kesehatan dahulu
a) Penyakit gastrointestinal lain
b) Obat-obatan yang mempengaruhi asam lambung
c) Alergi/reaksi respon imun
5. Riwayat penyakit keluarga

b. Pemeriksaan Fisik
1. Keadaan umum :
Keadaan umum ini dapat meliputi kesan keadaan sakit termasuk ekspresi wajah dan
posisi pasien, kesadaran yang dapat meliputi penilaian secara kualitatif seperti compos
mentis, apathis, somnolent, sopor, koma dan delirium.
2. Pemeriksaan tanda vital :
Meliputi nadi (frekuensi, irama, kualitas), tekanan darah, pernafasan (frekuensi,
irama, kedalaman, pola pernafasan) dan suhu tubuh.
3. Pemeriksaan kulit, rambut dan kelenjar getah bening, kulit :
Warna (meliputi pigmentasi, sianosis, ikterus, pucat, eritema dan lain-lain), turgor,
kelembaban kulit dan ada/tidaknya edema. Rambut : Dapat dinilai dari warna,
kelebatan, distribusi dan karakteristik lain. Kelenjar getah bening : Dapat dinilai dari
bentuknya serta tanda-tanda radang yang dapat dinilai di daerah servikal anterior,
inguinal, oksipital dan retroaurikuler.
4. Pemeriksaan kepala dan leher :
Dapat dinilai dari bentuk dan ukuran kepala, rambut dan kulit kepala, ubun-ubun
(fontanel), wajahnya asimetris atau ada/tidaknya pembengkakan, mata dilihat dari
visus, palpebrae, alis bulu mata, konjungtiva, sklera, pupil, lensa, pada bagian telinga
dapat dinilai pada daun telinga, liang telinga, membran timpani, mastoid, ketajaman
pendengaran, hidung dan mulut ada tidaknya trismus (kesukaran membuka mulut),
bibir, gusi, ada tidaknya tanda radang, lidah, salivasi. Leher : Kaku kuduk, ada
tidaknya massa di leher, dengan ditentukan ukuran, bentuk, posisi, konsistensi dan ada
tidaknya nyeri telan
5. Pemeriksaan dada :
Yang diperiksa pada pemeriksaan dada adalah organ paru dan jantung. Secara umum
ditanyakan bentuk dadanya, keadaan paru yang meliputi simetris apa tidaknya,
pergerakan nafas, ada/tidaknya fremitus suara, krepitasi serta dapat dilihat batas pada
saat perkusi didapatkan bunyi perkusinya, bagaimana(hipersonor atau timpani),
apabila udara di paru atau pleura bertambah, redup atau pekak, apabila terjadi
konsolidasi jarngan paru, dan lain-lain serta pada saat auskultasi paru dapat ditentukan
suara nafas normal atau tambahan seperti ronchi, basah dan kering, krepitasi, bunyi
gesekan dan lain-lai pada daerah lobus kanan atas, lobus kiri bawah, kemudian pada
pemeriksaan jantung dapat diperiksa tentang denyut apeks/iktus kordis dan aktivitas
ventrikel, getaran bising (thriil), bunyi jantung, atau bising jantung dan lain-lain
6. Pemeriksaan abdomen :
Data yang dikumpulkan adalah data pemeriksaan tentang ukuran atau bentuk perut,
dinding perut, bising usus, adanya ketegangan dinding perut atau adanya nyeri tekan
serta dilakukan palpasi pada organ hati, limpa, ginjal, kandung kencing yang
ditentukan ada tidaknya dan pembesaran pada organ tersebut, kemudian pemeriksaan
pada daerah anus, rektum serta genetalianya.
7. Pemeriksaan anggota gerak dan neurologis :
Diperiksa adanya rentang gerak, keseimbangan dan gaya berjalan, genggaman tangan,
otot kaki, dan lain-lain.
c. Diagnosa Keperawatan

1. Nyeri akut berhubungan dengan agen pencedera biologis (inflamasi lapisan


esofagus).
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
ketidakmampuan mengabsorbsi nutrien
3. Risiko Infeksi berhubungan dengan malnutrisi
Diagnosa Keperawatan Perencanaan Keperawatan
Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Nyeri Akut Tingkat Nyeri Manajemen Nyeri
D.0077 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam Observasi:
diharapkan tingkat nyeri menurun  Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
Pengertian : Kriteria Hasil: frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
Pengalaman sensorik Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik  Identifikasi skala nyeri
atau emosional yang Memburu Membaik  Identifikasi respons nyeri non verbal
berkaitan dengan k  Identifikasi faktor yang memperberat dan
kerusakan jaringan 1 Frekuensi nadi
aktual atau fungsional,   1 2 3 4 5
dengan onset mendadak 2 Pola nafas
atau lambat dan   1 2 3 4 5
berintensitas ringan Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun
Meningka Menurun
hingga berat yang
t
berlangsung kurang dari
3 Keluhan nyeri
3 bulan.
  1 2 3 4 5
4 Meringis
  1 2 3 4 5
5 Gelisah
1 2 3 4 5
6 Kesulitan tidur
1 2 3 4 5

Diagnosa Keperawatan Perencanaan Keperawatan


Tujuan & Kriteria Hasil Intervensi
Risiko Infeksi Tingkat Infeksi Pencegahan infeksi
D.0142 Tujuan: Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3x24 jam Observasi:
glukosa derajat infeksi menurun.  Monitor tanda gejala infeksi lokal
Pengertian : Kriteria Hasil: dan sistemik
Berisiko mengalami peningkatan Meningkat Cukup Sedang Cukup Menurun Terapeutik
Diagnosa
terserang oganisme patogenik Meningka Perencanaan Keperawatan
Menurun  Batasi jumlah pengunjung
Keperawatan Tujuan & Kriteriat Hasil Intervensi
 Berikan perawatan kulit pada
Defisit Nutrisi Status Nutrisi 1 Demam Manajemen Nutrisi
daerah edema
D.0019 Tujuan: Setelah   dilakukan1tindakan keperawatan
2 3x243jam status 4 Observasi:
5
nutrisi terpenuhi.
2 Kemeraha  Identifikasi status nutrisi
Pengertian : Kriteria Hasil:  Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
n
Asupan nutrisi tidak Menurun Cukup Sedang Cukup Meningkat 
1
Menurun
2 3
Meningkat
4 5 Identifikasi perlunya penggunaan selang
cukup untuk memenuhi
kebutuhan 1 3
Porsi makanan Nyeri
yang dihabiskan
metabolisme.   1 2 1 3 2 4 3 5 4 5
2 4 atau
Berat Badan Bengkak
IMT
  1 2 1 3 2 4 3 5 4 5
3 Frekuensi makan Memburuk Cukup Sedang Cukup Membaik
  1 2 3 Memburu4 5 Membaik
4 Nafsu makan k
  1 5 2 Kadar sel darah
3 putih 4 5
5 Perasaan cepat kenyang
1 2 3 4 5
  1 2 3 4 5
DAFTAR PUSTAKA

Hernisawati, H., & Kushendar, K. (2021). Identifikasi Dan Analisa Psikoterapi Terhadap

Motivasi Penyembuhan Pasien Gerd (Gastroesophageal Reflux Disease)

Ditinjau Menggunakan Layanan Konseling Individual. Guidance: Jurnal

Bimbingan Dan Konseling, 18(01), 31–39.

Kartika, D., & Junaidi, A. (2018). Aplikasi Diagnosa Penyakit Lambung Dengan Metode

Forward Chaining. Jurnal Teknologi Informatika Dan Komputer, 4(2), 71–77.

RAMDHAN, A., & BUNGA, N. (2021). Perancangan Aplikasi “Kenali Gerd” Untuk

Remaja. REKA MAKNA: Jurnal Komunikasi Visual, 1(1), 10.

Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2017. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Edisi 1.
Jakarta : PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Edisi 1. Jakarta :
PPNI

Anda mungkin juga menyukai