KANKER SINONASAL
Disusun guna memenuhi tugas Praktek Klinik Keperawatan Medikal Bedah
Dosen Pembimbing : Subandyo, S.Pd., S.Kep., Ns
DISUSUN OLEH :
NOFITA SARI
P1337420218136
2C
COVER......................................................................................................................
DAFTAR ISI..............................................................................................................
LAPORAN PENDAHULUAN GASTROESOFAGEAL REFLUX DESEASE.......
A. Konsep Dasar
1. Definisi
2. Etiologi
3. Patofisiologi
4. Pathway
5. Manifestasi klinik
6. Komplikasi
7. Pemeriksaan penunjang
8. Penatalaksanaan
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
2. Diagnosa keperawatan
3. Inetrvensi
4. Implementasi
5. Evaluasi
DAFTAR PUSTAKA
LAPORAN PENDAHULUAN
GASTROESOFAGEAL RERLUX DESEASE
A. Konsep Dasar
1. Definisi
Gastroesophageal reflux disease (GERD) adalah suatu keadaan patologis
sebagai akibat refluks kandungan lambung ke dalam esofagus dengan berbagai
gejala yang timbul akibat keterlibatan esofagus, laring, dan saluran nafas (Ricky
& Bogi: 2019)
2. Etiologi
Beberapa penyebab terjadinya GERD meliputi:
a. Menurunnya tonus LES (Lower Esophageal Sphincter)
b. Bersihan asam dari lumen esofagus menurun
c. Ketahanan epitel esofagus menurun
d. Bahan refluksat mengenai dinding esofagus yaitu Ph <2, adanya pepsin,
garam empedu, HCL
e. Kelainan pada lambung
f. Infeksi H. Pylori dengan corpus predominan gastritis
g. Non acid refluks (refluks gas) menyebabkan hipersensitivitas
h. Alergi makanan atau tidak bisa menerima makanan juga membuat
refluks
i. Mengkonsumsi makanan berasam, coklat, minuman berkafein dan
berkarbonat, alkohol, merokok, dan obat-obatan yang bertentangan
dengan fungsi esophageal sphincter bagian bawah termasuk yang
memiliki efek antikolinergik (seperti beberapa antihistamin),
penghambat saluran kalsium, progesteron, dan nitrat
j. Kelaianan anatomi, seperti penyempitan kerongkongan
(Yusuf, 2015)
3. Patofisiologi
Kondisi penyakit refluks gastroesofagus atau GERD (gastroesophageal
reflux disease) disebabkan aliran balik (refluks) isi lambung ke dalam
esophagus. GERD sering kali disebut nyeri ulu hati (heartburn) karena nyeri
yang terjadi ketika cairan asam yang normalnya hanya ada di lambung, masuk
dan mengiritasi atau menimbulkan rasa seperti terbakar di esophagus.
Refluks gastroesofagus biasanya terjadi setelah makan dan disebabkan
melemahnya tonus sfingter esophagus atau tekanan di dalam lambung yang
lebih tinggi dari esophagus. Dengan kedua mekanisme ini, isi lambung yang
bersifat asam bergerak masuk ke dalam esophagus.
Isi lambung dalam keadaan normal tidak dapat masuk ke esofagus
karena adanya kontraksi sfingter esofagus (sfingter esofagus bukanlah sfingter
sejati, tetapi suatu area yang tonus ototnya meningkat). Sfingter ini normalnya
hanya terbuka jika gelombang peristaltik menyalurkan bolus makanan ke
bawah esofagus. Apabila hal ini terjadi, otot polos sfingter melemas dan
makanan masuk ke dalam lambung. Sfingter esofagus seharusnya tetap dalam
keadaan tertutup kecuali pada saat ini, karena banyak organ yang berada dalam
rongga abdomen, menyebabkan tekanan abdomen lebih besar daripada tekanan
toraks. Dengan demikian, ada kecenderungan isi lambung terdorong ke dalam
esofagus. Akan tetapi, jika sfingter melemah atau inkompeten, sfingter tidak
dapat mnutup lambung. Refluks akan terjadi dari daerah bertekanan tinggi
(lambung) ke daerah bertekanan rendah (esofagus). Episode refluks yang
berulang dapat memperburuk kondisi karena menyebabkan inflamasi dan
jaringan parut di area bawah esofagus.
Pada beberapa keadaan, meskipun tonus sfingter dala keadaan normal,
refluks dapat terjadi jika terdapat gradien tekanan yang sangat tinggi di sfingter.
Sebagai contoh, jika isi lambung berlebihan tekanan abdomen dapat meningkat
secara bermakana. Kondisi ini dapat disebabkan porsi makan yang besar,
kehamilan atau obesitas. Tekanan abdomen yang tinggi cenderung mendorong
sfingter esofagus ke rongga toraks. Hal ini memperbesar gradien tekanan antara
esofagus dan rongga abdomen. Posisi berbaring, terutama setelah makan juga
dapat mengakibatkan refluks. Refluks isi lambung mengiritasi esofagus karena
tingginya kandungan asam dalam isi lambung. Walaupun esofagus memiliki sel
penghasil mukus, namun sel-sel tersebut tidak sebanyak atau seaktif sel yang
ada di lambung (Corwin, 2009: 600)
4. Pathway
Tekanan intra
Bagian dari lambung atas Transient LES
Kekuatan lower abdomen meningkat
yang terhubung dengan Relaxation
Esophageal Sphincter
esophagus akan mendorong
(LES) menurun
ke atas melalui diafragma
Penurunan tekanan
penghambat refluks
Asam lambung mengiritasi Nafas bau asam Refluks saat malam hari
sel mukosa esofagus
Peradangan Risiko
Aspirasi
Gangguan
Nyeri Akut Intake nutrisi
Menelan inadekuat
BB menurun
Ketidakseimbangan
Nutrisi Kurang Dari
Kebutuhan Tubuh
5. Manifestasi klinis
a. Rasa panas/ tebakar pada esofagus (pirosis)
b. Muntah
c. Nyeri di belakang tulang payudara atau persis di bawahnya, bahkan
menjalar ke leher, tenggorokan, dan wajah, biasanya timbul setelah makan
atau ketika berbaring
d. Kesulitan menelan makanan (osinofagia) karena adanya penyempitan
(stricture) pada kerongkongan dari reflux.
e. Tukak esofageal peptik yaitu luka terbuka pada lapisan kerongkongan, bisa
dihasilkan dari refluks berulang. Bisa menyebabkan nyeri yang biasanya
berlokasi di belakang tulang payudara atau persis di bawahnya, mirip
dengan lokasi panas dalam perut.
f. Nafas yang pendek dan berbunyi mengik karena ada penyempitan pada
saluran udara
g. Suara parau
h. Ludah berlebihan (water brash)
i. Rasa bengkak pada tenggorokan (rasa globus)
j. Terjadi peradangan pada sinus (sinusitis)
k. Gejala lain : pertumbuhan yang buruk, kejang, nyeri telinga (pada anak)
l. Peradangan pada kerongkongan (esophagitis) bisa menyebabkan
pendarahan yang biasanya ringan tetapi bisa jadi besar. Darah
kemungkinan dimuntahkan atau keluar melalui saluran pencernaan,
menghasilkan kotoran berwarna gelap, kotoran berwarna ter (melena) atau
darah merah terang, jika pendarahan cukup berat.
m. Dengan iritasi lama pada bagian bawah kerongkongan dari refluks
berulang, lapisan sel pada kerongkongan bisa berubah (menghasilkan
sebuah kondisi yang disebut kerongkongan Barrett). Perubahan bisa terjadi
bahkan pada gejalagejala yang tidak ada. Kelainan sel ini adalah sebelum
kanker dan berkembang menjadi kanker pada beberapa orang.
6. Komplikasi
a. Batuk dan asma
b. Erosif esophagus
c. Esofagus Barret, yaitu perubahan epitel skuamosa menjadi kolumner
metaplastik
d. Esofagitis ulseratif
e. Perdarahan saluran cerna akibat iritasi
f. Striktur esophagus / Peradangan esophagus
g. Aspirasi
h. Tukak kerongkongan
7. Pemeriksaan penunjang
a. Pemantauan pH Esofageal
Pemantauan pH esofagus selama 24 jam secara ambulatoir memegang
peranan penting dalam mendiagnosis GER khususnya pada penderita asma
tanpa gejala klasik atau pada asma yang sulit diobati. Pemeriksaan ini gold
standard untuk mendeteksi GER karena dapat menunjukkan korelasi antara
episode GER dengan wheezing atau gejala lain yang
menunjukkan bronkospame. Gejala respiratorik timbul selama episode
refluks asam (pH esofagus <4) atau dalam 10 menit sesudahnya,
menunjukkan korelasi dan dugaan GER sebagai pemicu asma. Sedangkan
timbulnya refluks asam setelah gejala respiratorik menunjukkan asma
memicu GER.
b. Proton Pump Inhibitor/PPI test (acid supression test)
PPI merupakan obat pilihan utama untuk diagnostic trial.Trial terapi
dengan PPI dosis tinggi selama 1 minggu dapat dipakai untuk mendukung
diagnosis GERD (misalnya omeprazol 20 atau 40 mg 2 kali sehari). Pada
penelitian Amstrong dkk, pemberian omeprazole 40 mg 1-2x/hari selama 1
minggu terbukti menunjukkan ” positive predictive value” (PPV) tinggi
sebagai acid supression test, untuk menghilangkan keluhan heart burn
akibat asam.
c. Endoskopi
Endoskopi merupakan metode yang paling dapat diandalkan untuk
mendeteksi esofagitis tetapi mungkin kurang diperlukan untuk diagnosis
GER karena sebagian besar penderita GER tidak diapatkan adanya bukti
esofagitis (misalnya eritema mukosa, edema, erosi atau ulserasi).
Endoskopi seharusnya dilakukan pada penderita dengan gejala refrakter /
telah mendapat terapi GER yang adekuat, yaitu untuk mengevaluasi adanya
Barret’s esophagus atau esofagitis ulseratif.
Pasien mampu
menelan, mengunyah
tanpa terjadi aspirasi,
dan
mampumelakukan
oral hygiene skala 4
4. Implementasi
Tindakan keperawatan adalah pelaksanaan asuhan keperawatan yang merupakan
realisasi rencana tindakan yang telah ditentukan dalam tahap perencanaan
dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi secara optimal.
5. Evaluasi
Evaluasi adalah merupakan langkah akhir dari proses keperawatan yaitu proses
penilaian pencapaian tujuan dalam rencana perawatan, tercapai atau tidak serta
untuk pengkajian ulang rencana keperawatan. Evaluasi dilakukan secara terus
menerus dengan melibatkan pasien, perawat dan petugas kesehatan yang lain.
Dalam menentukan tercapainya suatu tujuan asuhan keperawatan pada bayi
dengan post Asfiksia sedang, disesuaikan dengan kriteria evaluasi yang telah
ditentukan. Tujuan asuhan keperawatan dikatakan berhasil bila diagnosa
keperawatan didapatkan hasil yang sesuai dengan kriteria evaluasi.
DAFTAR PUSTAKA
Tarigan, Ricky C & Pratomo, Bogi. 2019. Analisa Faktor Risiko Gastroesofageal
Refluks di RSUD Saiful Anwar Malang. Jurnal Penyakit Dalam Indonesia,
Vol. 6 No. 2 Juni 2019.