Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

GERD (GASTROESOFAGEAL REFLUX DISEASE)


A. Konsep Teoritis
1. Definisi
GERD (Gastroesofageal Reflux Disease) adalah suatu penyakit yang jarang
terdiagnosis oleh dokter di Indonesia karena bila belum menimbulkan keluhan
yang berat seperti refluks esofagitis dokter belum bisa mendiagnosa.Refluks
gastroesofagus adalah masuknya isi lambung ke dalam esofagus yang terjadi
secara intermiten pada orang, terutama setelah makan.
Penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux Disease/GERD)
didefinisikan sebagai suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan
lambung ke dalam esofagus yang menimbulkan berbagai gejala yang
mengganggu (troublesome) di esofagus maupun ekstra esofagus dan atau
komplikasi (Susanto, 2013).
Pada orang normal, refluks ini terjadi pada posisi tegak sewaktu habis makan.
Karena sikap posisi tegak tadi dibantu oleh adanya kontraksi peristaltik primer,
isi lambung yang mengalir masuk ke esofagus segera dikembalikan ke
lambung. Refluks sejenak ini tidak merusak mukosa esofagus dan tidak
menimbulkan keluhan atau gejala pada umumnya. Oleh karena itu, gejala
tersebut dinamakan refluks fisiologis. Keadaan ini baru dikatakan patologis,
bila refluks terjadi berulang-ulang yang menyebabkan esofagus distal terkena
pengaruh isi lambung untuk waktu yang lama. Istilah esofagitis refluks berarti
kerusakan esofagus akibat refluks cairan lambung, seperti erosi dan ulserasi
epitel skuamosa esofagus (Susanto, 2013).
Jadi, GERD merupakan suatu keadaan patologis akibat maksuknya isi
lambung ke esofagus yang biasa terjadi setelah makan dan dapat terjadi pada
posisi tegak oleh adanya konstraksi peristaltik primer lambung.
2. Anatomi Fisiologi

a. Esofagus
Bagian saluran pencernaan ini merupakan tabung otot yang
berfungsi menyalurkan makanan dari mulut ke lambung. Esofagus
diselaputi oleh epitel berlapis gepeng tanpa tanduk. Pada lapisan
submukosa terdapat kelompokan kelenjar-kelenjar esofagea yang
mensekresikan mukus. Pada bagian ujung distalesofagus, lapisan
otot hanya terdiri sel-sel ototpolos, pada bagian tengah,campuran
sel-sel otot lurik dan polos, dan pada ujung proksimal, hanya sel-sel
otot lurik.
b. Lambung
Lambung merupakan segmen saluran pencernaan yang
melebar, yang fungsi utamanya adalah menampung makanan yang
telah dimakan, mengubahnya menjadi bubur yang liat yang
dinamakan kimus (chyme). Permukaan lambung ditandai oleh
adanya peninggian atau lipatan yang dinamakan rugae. Invaginasi
epitel pembatas lipatan-lipatan tersebut menembus lamina propria,
membentuk alurmikroskopik yang dinamakan gastric pits atau
foveolae gastricae. Sejumlah kelenjar-kelenjar kecil, yang terletak di
dalam lamina propria, bermuara ke dalam dasar gastric pits ini.
Epitel pembatas ketiga bagian ini terdiri dari sel-sel toraks yang
mensekresi mukus. Lambung secara struktur histologis dapat
dibedakan menjadi: kardia, korpus, fundus, dan pylorus.
3. Etiologi
Beberapa penyebab terjadinya GERD meliputi:
a. Menurunnya tonus LES (Lower Esophageal Sphincter)
b. Bersihan asam dari lumen esofagus menurun
c. Ketahanan epitel esofagus menurun
d. Bahan refluksat mengenai dinding esofagus yaitu Ph <2, adanya pepsin,
garam empedu, HCL
e. Kelainan pada lambung
f. Infeksi H. Pylori dengan corpus predominan gastritis
g. Non acid refluks (refluks gas) menyebabkan hipersensitivitas
h. Alergi makanan atau tidak bisa menerima makanan juga membuat refluks
i. Mengkonsumsi makanan berasam, coklat, minuman berkafein dan
berkarbonat, alkohol, merokok, dan obat-obatan yang bertentangan dengan
fungsi esophageal sphincter bagian bawah termasuk yang memiliki efek
antikolinergik (seperti beberapa antihistamin), penghambat saluran kalsium,
progesteron, dan nitrat
j. Kelaianan anatomi, seperti penyempitan kerongkongan (Yusuf, 2015).

4. Patofisiologi
Kondisi penyakit refluks gastroesofagus atau GERD (gastroesophageal
reflux disease) disebabkan aliran balik (refluks) isi lambung ke dalam
esophagus. GERD sering kali disebut nyeri ulu hati (heartburn) karena nyeri
yang terjadi ketika cairan asam yang normalnya hanya ada di lambung, masuk
dan mengiritasi atau menimbulkan rasa seperti terbakar di esophagus. Refluks
gastroesofagus biasanya terjadi setelah makan dan disebabkan melemahnya
tonus sfingter esophagus atau tekanan di dalam lambung yang lebih tinggi dari
esophagus. Dengan kedua mekanisme ini, isi lambung yang bersifat asam
bergerak masuk ke dalam esophagus.Isi lambung dalam keadaan normal tidak
dapat masuk ke esofagus karena adanya kontraksi sfingter esofagus (sfingter
esofagus bukanlah sfingter sejati, tetapi suatu area yang tonus ototnya
meningkat). Sfingter ini normalnya hanya terbuka jika gelombang peristaltik
menyalurkan bolus makanan ke bawah esofagus. Apabila hal ini terjadi, otot
polos sfingter melemas dan makanan masuk ke dalam lambung. Sfingter
esofagus seharusnya tetap dalam keadaan tertutup kecuali pada saat ini, karena
banyak organ yang berada dalam rongga abdomen, menyebabkan tekanan
abdomen lebih besar daripada tekanan toraks. Dengan demikian, ada
kecenderungan isi lambung terdorong ke dalam esofagus. Akan tetapi, jika
sfingter melemah atau inkompeten, sfingter tidak dapat mnutup lambung.
Refluks akan terjadi dari daerah bertekanan tinggi (lambung) ke daerah
bertekanan rendah (esofagus). Episode refluks yang berulang dapat
memperburuk kondisi karena menyebabkan inflamasi dan jaringan parut di
area bawah esofagus.
Pada beberapa keadaan, meskipun tonus sfingter dala keadaan normal,
refluks dapat terjadi jika terdapat gradien tekananyang sangat tinggi di sfingter.
Tekanan abdomen yang tinggi cenderung mendorong sfingter esofagus ke
rongga toraks. Hal ini memperbesar gradien tekanan antara esofagus dan
rongga abdomen. Posisi berbaring, terutama setelah makan juga dapat
mengakibatkan refluks. Refluks isi lambung mengiritasi esofagus karena
tingginya dan meningkatknya kandungan asam dalam isi lambung.
5. Pathway Keperawatan
Obat - obatan, Hormonal,
Pendeknya LES, Infeksi H. Hernia Heatus Pengosongan Lambung Obesitas
Pylori dan korpus pedominas lambat, dilatasi lambung
gastritis

Tekanan intra
Bagian dari lambung atas Transient LES abdomen meningkat
Kekuatan lower Relaxation
yang terhubung dengan
Esophageal Sphincter
esophagus akan mendorong
(LES) menurun
ke atas melalui diafragma

Penurunan tekanan
penghambat refluks

Aliran retrograde yang mendahului Refluks spontan saat relaksasi


kembalinya tonus LES setelah LES tidak adekuat
menelan

Aliran asam lambung ke


esofagus

Kontak asam lambung dan mukosa


esophagus dalam waktu lama dan/atau
berulang
GASTROESOPHAGEAL
REFLUKS DISEASE (GERD)

Asam lambung mengiritasi Nafas bau asam Refluks saat malam hari
sel mukosa esofagus

Kerusakan sel mukosa Merangsang pusat Aspirasi isi lambung ke


esofagus mual tracheobronkial
Mual

Peradangan Risiko
Aspirasi

Hearth burn non Odinofagia Penurunan


cardiac nafsu makan

Gangguan
Nyeri Akut Intake nutrisi
Menelan inadekuat

BB menurun

Ketidakseimbangan
Nutrisi Kurang Dari
Kebutuhan Tubuh
6. Manifestasi Klinik
a. Rasa panas/ tebakar pada esofagus (pirosis)
b. Muntah
c. Nyeri di belakang tulang payudara atau persis di bawahnya, bahkan
menjalar ke leher, tenggorokan, dan wajah, biasanya timbul setelah makan
atau ketika berbaring
d. Kesulitan menelan makanan (osinofagia) karena adanya penyempitan
(stricture) pada kerongkongan dari reflux.
e. Tukak esofageal peptik yaitu luka terbuka pada lapisan kerongkongan, bisa
dihasilkan dari refluks berulang. Bisa menyebabkan nyeri yang biasanya
berlokasi di belakang tulang payudara atau persis di bawahnya, mirip
dengan lokasi panas dalam perut.
f. Nafas yang pendek dan berbunyi mengik karena ada penyempitan pada
saluran udara
g. Suara parau
h. Ludah berlebihan (water brash)
i. Rasa bengkak pada tenggorokan (rasa globus)
j. Terjadi peradangan pada sinus (sinusitis)
k. Gejala lain : pertumbuhan yang buruk, kejang, nyeri telinga (pada anak)
l. Peradangan pada kerongkongan (esophagitis) bisa menyebabkan
pendarahan yang biasanya ringan tetapi bisa jadi besar. Darah kemungkinan
dimuntahkan atau keluar melalui saluran pencernaan, menghasilkan kotoran
berwarna gelap, kotoran berwarna ter (melena) atau darah merah terang, jika
pendarahan cukup berat.
m. Dengan iritasi lama pada bagian bawah kerongkongan dari refluks berulang,
lapisan sel pada kerongkongan bisa berubah (menghasilkan sebuah kondisi
yang disebut kerongkongan Barrett). Perubahan bisa terjadi bahkan pada
gejala-gejala yang tidak ada. Kelainan sel ini adalah sebelum kanker dan
berkembang menjadi kanker pada beberapa orang.
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas merupakan standar baku
untuk diagnosis GERD dengan ditemukannya mucosal break di esophagus
(esofagitis refluks). Jika tidak ditemukan mucosal break pada pemeriksaan
endoskopi saluran cerna bagian atas pada pasien dengan gejala khas GERD,
keadaan ini disebut non-erosive reflux disease (NERD).
b. Esofagografi dengan barium
Dibandingkan dengan endoskopi, pemeriksaan ini kurang peka dan
seringkali tidak menunjukkan kelainan, terutama pada kasus esofagitis
ringan. Pada keadaan yang lebih berat, gambar radiology dapat berupa
penebalan dinding dan lipatan mukosa, ulkus, atau penyempitan lumen.
c. Monitoring pH 24 jam
Episode refluks gastroesofageal menimbulkan asidifikasi bagian distal
esophagus. Episode ini dapat dimonitor dan direkam dengan menempatkan
mikroelektroda pH pada bagian distal esophagus. Pengukuran pH pada
esophagus bagian distal dapat memastikan ada tidaknya refluks
gastroesofageal. pH dibawah 4 pada jarak 5 cm di atas LES dianggap
diagnostik untuk refluks gastroesofageal.

8. Penatalaksanaan
Pada berbagai penelitian terbukti bahwa respons perbaikan gejala
menandakan adanya respons perbaikan lesi organiknya (perbaikan
esofagitisnya).Hal ini tampaknya lebih praktis bagi pasien dan cukup efektif
dalam mengatasi gejala pada tatalaksana GERD.Berikut adalah obat-obatan
yang dapat digunakan dalam terapi medikamentosa GERD:
a. Antasid. Golongan obat ini cukup efektif dan aman dalam menghilangkan
gejala GERD tetapi tidak menyembuhkan lesi esofagitis. Selain sebagai
buffer terhadap HCl, obat ini dapat memperkuat tekanan sfingter esophagus
bagian bawah. Kelemahan obat golongan ini adalah rasanya kurang
menyenangkan, dapat menimbulkan diare terutama yang mengandung
magnesium serta konstipasi terutama antasid yang mengandung aluminium,
penggunaannya sangat terbatas pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal.
b. Antagonis reseptor H2. Yang termasuk dalam golongan obat ini adalah
simetidin, ranitidine, famotidin, dan nizatidin. Sebagai penekan sekresi
asam, golongan obat ini efektif dalam pengobatan penyakit refluks
gastroesofageal jika diberikan dosis 2 kali lebih tinggi dan dosis untuk terapi
ulkus. Golongan obat ini hanya efektif pada pengobatan esofagitis derajat
ringan sampai sedang serta tanpa komplikasi.
c. Obat-obatan prokinetik. Secara teoritis, obat ini paling sesuai untuk
pengobatan GERD karena penyakit ini lebih condong kearah gangguan
motilitas. Namun, pada prakteknya, pengobatan GERD sangat bergantung
pada penekanan sekresi asam.
d. Metoklopramid. Obat ini bekerja sebagai antagonis reseptor dopamine.
Efektivitasnya rendah dalam mengurangi gejala serta tidak berperan dalam
penyembuhan lesi di esophagus kecuali dalam kombinasi dengan antagonis
reseptor H2 atau penghambat pompa proton. Karena melalui sawar darah
otak, maka dapat timbul efek terhadap susunan saraf pusat berupa
mengantuk, pusing, agitasi, tremor, dan diskinesia.
e. Domperidon. Golongan obat ini adalah antagonis reseptor dopamine dengan
efek samping yang lebih jarang disbanding metoklopramid karena tidak
melalui sawar darah otak. Walaupun efektivitasnya dalam mengurangi
keluhan dan penyembuhan lesi esophageal belum banyak dilaporkan,
golongan obat ini diketahui dapat meningkatkan tonus LES serta
mempercepat pengosongan lambung.
f. Cisapride. Sebagai suatu antagonis reseptor 5 HT4, obat ini dapat
mempercepat pengosongan lambung serta meningkatkan tekanan tonus
LES. Efektivitasnya dalam menghilangkan gejala serta penyembuhan lesi
esophagus lebih baik dibandingkan dengan domperidon.
g. Sukralfat (Aluminium hidroksida + sukrosa oktasulfat). Berbeda dengan
antasid dan penekan sekresi asam, obat ini tidak memiliki efek langsung
terhadap asam lambung. Obat ini bekerja dengan cara meningkatkan
pertahanan mukosa esophagus, sebagai buffer terhadap HCl di eesofagus
serta dapat mengikat pepsin dan garam empedu. Golongan obat ini cukup
aman diberikan karena bekerja secara topikal (sitoproteksi).
h. Penghambat pompa proton (Proton Pump Inhhibitor/PPI). Golongan obat ini
merupakan drug of choice dalam pengobatan GERD. Golongan obat-obatan
ini bekerja langsung pada pompa proton sel parietal dengan mempengaruhi
enzim H, K ATP-ase yang dianggap sebagai tahap akhir proses
pembentukan asam lambung.
i. Obat-obatan ini sangat efektif dalam menghilangkan keluhan serta
penyembuhan lesi esophagus, bahkan pada esofagitis erosive derajat berat
serta yang refrakter dengan golongan antagonis reseptor H2.Umumnya
pengobatan diberikan selama 6-8 minggu (terapi inisial) yang dapat
dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan (maintenance therapy) selama 4
bulan atau on-demand therapy, tergantung dari derajat esofagitisnya.

9. Komplikasi
a. Batuk dan asma
b. Erosif esophagus
c. Esofagus Barret, yaitu perubahan epitel skuamosa menjadi kolumner
metaplastik
d. Esofagitis ulseratif
e. Perdarahan saluran cerna akibat iritasi
f. Striktur esophagus / Peradangan esophagus
g. Aspirasi
h. Tukak kerongkongan
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
a. Data subjektif
Data yang mungkin muncul
1) Klien mengatakan “mengalami mual muntah”
2) Klien mengatakan “tidak nafsu makan”
3) Klien mengatakan “susah menelan”
4) Klien mengatakan “ada rasa pahit di lidah”
5) Klien mengatakan “nyeri pada perut”
b. Data Objektif
Data yang mungkin muncul.
1) Klien tampak tidak memakan makanan yang disediakan
2) Klien tampak meringis kesakitan
3) Klien tampak memegang bagian yang nyeri
4) Tekanan darah klien meningkat
5) Klien tampak gelisah

2. Keperawatan yang Mungkin Muncul


a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera ditandai dengan melaporkan
nyeri secara verbal
b. Risiko aspirasi berhubungan dengan hambatan menelan, penurunan refleks
laring dan glotis terhadap cairan refluks.
c. Gangguan Menelan berhubungan dengan penyempitan/strikture pada
esophagus akibat gastroesophegal reflux disease ditandai dengan klien
tampak susah untuk menelan.
d. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukkan sekret
dan batuk tak efektif ditandai dengan adanya batuk takefektif,
ketidakmampuan untuk mengeluarkan sekresi jalan nafas, adanya mengi,
frekuenssi, irama dan kedalaman napas abnormal.
e. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia, mual muntah ditandai dengan penurunan nafsu makan,
asupan makanan tidak adekuat kurang dari yang dianjurkan, penurunan BB
10% dari berat badan ideal untuk tinggi dan kerangka tubuh.

3. Intervensi
No Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
1. Nyeri akut b.d Setelah dilakuka 1. Kurangi faktor 1. Dengan
agens cedera n tindakan presipitasi nyeri berkurangnya
keperawatan faktor pencetus
selama ......x 24 nyeri maka pasien
jam, pasien tidak tidak terlalu
mengalami merasakan
nyeri, dengan intensitas nyeri.
2. Tingkatkan
kriteria hasil: 2. Menurunkan
istirahat
tegangan abdomen
Mampu dan meningkatkan
mengontrol rasa kontrol.
3. Berikan
nyeri (tahu 3. Pemberian
informasi
penyebab nyeri, informasi yang
tentang nyeri
mampu berulang dapat
seperti
menggunakan mengurangi rasa
penyebab nyeri,
tehnik kecemasan pasien
berapa lama
nonfarmakologiu terhadap rasa
nyeri akan
ntuk mengurangi nyerinya.
berkurang, dan
nyeri, mencari
antisipasi
bantuan)
ketidaknyamana
n prosedur.
Melaporkan
bahwa nyeri
4. Ajarkan tentang 4. Meningkatkan
berkurang
teknik relaksasi,
dengan
nonfarmakologi memfokuskan
menggunakan
seperti teknik kembali perhatian
manajemen
relaksasi nafas dan meningkatkan
nyeri dalam, distraksi kemampuan
dan kompres koping.
hangat/dingin.
Tanda vital 5. Berikan 5. Perlu penanganan
dalam rentang analgesik untuk obat untuk
normal mengurangi memudahkan
nyeri istirahat adekuat
dan penyembuhan
2 Risiko aspirasi Setelah 1. Monitor tingkat 1. Meningkatkan
berhubungan dilakukan kesadaran, reflek ekspansi paru
dengan tindakan batuk dan maksimal dan alat
hambatan keperawatan kemampuan pembersihan jalan
menelan, selama ...x 24 menelan. napas.
penurunan refle jam masalah 2. Naikkan kepala 2. Meningkatkan
ks laring dan aspirasi pada 30-45 derajat pengisian udara
glotis terhadap klien dapat setelah makan. seluruh segmen
cairan refluks diatasi dengan paru, memobilisasi
kriteria hasil: dan mengeluarkan
sekret.
3. Potong makanan 3. Menghindari
Status hasil: kecil kecil. terjadinya risiko
Klien dapat aspirasi yang
bernafas dengan terlalu tinggi.
mudah, tidak 4. Hindari makan
4. Dapat membatasi
irama, frekuensi kalau residu
ekspansi
pernafasan masih banyak
gastroesofagus
normalskala 4

Pasien mampu
menelan,
mengunyah
tanpa terjadi
aspirasi, dan
mampumelakuka
n oral
hygiene skala 4

Jalan nafas
paten, mudah
bernafas, tidak
merasa tercekik
dan tidak ada
suara nafas
abnormal skala 4

3 Gangguan Setelah 1. Bantu pasien 1. Menetralkan


Menelan dilakukan dengan hiperekstensi ,
berhubungan tindakan mengontrol
dengan keperawatan kepala
penyempitan/str selama .....x 24 2. Letakkan pasien 2. membantu
ikture pada jam maka pada posisi mencegah aspirasi

esophagus gangguan duduk/tegak dan meningkatkan

akibat menelan pada selama dan kemampuan untuk

gastroesophegal klien dapat setelah makan. menelan.

reflux disease diatasi dengan 3. Berikan makan 3. Pasien dapat

kriteria hasil: perlahan pada berkonsentrasi

lingkungan pada mekanisme


Status hasil: yang tenang makan tanpa
Klien dapat adnya gangguan
menelan distraksi dari luar
makanan dengan
sempurna skala
4

4 Bersihan jalan Setelah 1. Posisikan pasien 1. Peninggian kepala


nafas tidak dilakukan untuk tempat tidur
efektif berhubun tindakan memaksimalkan mempermudah
gan dengan keperawatan ventilasi fungsi pernapasan
refluks cairan ke selama ......x 24 dengan
laring dan jam klien dapat menggunakan
tenggorokan menunjukkan gravitasi.
kriteria hasil: 2. Lakukan 2. Fisioterapi dada
fisioterapi dada dapat
Status hasil: jika perlu mengeluarkan sisa
jalan nafas yang sekret yang masih
paten (tidak tertinggal.
3. Atur intake
tercekik, irama 3. Keseimbangan
untuk cairan
nafas dan pola akan stabil apabila
mengoptimalka
nafas dalam antara pemasukan
n
rentang normal) dan pengeluaran
keseimbangan.
skala 4 diatur

5 Ketidakseimbang Setelah dilakuka 1. Diskusikan  pada 1. Dengan memilih


an nutrisi kurang n tindakan pasien makanan makanan yang
dari kebutuhan keperawatan yang disukainya disukai pasien
tubuh selama .....x 24 dan makanan maka selera makan
berhubungan jam,  nutrisi yang tidak si pasien akan
dengan intake pada klien dapat disukainya. bertambah dan
kurang akibat diatasi dengan dapat mengurangi
mual dan muntah. kriteria hasil: rasa mual dan
muntah.
Definisi: intake Status hasil: 2. Buat jadwal 2. Setelah tindakan
nutrisi tidak Peningkatan masukan tiap pembagian,
cukup untuk berat badan jam. Anjurkan kapasitas gaster
keperluan sesuai dengan mengukur menurun kurang
metabolisme tujuan skala 4 cairan/makanan dari 50 ml,
tubuh dan minum sehingga perlu
Tidak ada tanda- sedikit demi makan
tanda malnutrisi sedikit atau
skala 4 makan secara sedikit/sering.
perlahan.
Tidak ada 3. Beritahu pasien
penurunan berat untuk duduk saat 3. Menurunkan
badan yang makan/minum. kemungkinan
berarti skala 4 4. Tekankan aspirasi.

pentingnya 4. Makan berlebihan


Mengidentifikasi menyadari dapat
skala nutrisi kenyang dan mengakibatkan
skala 4 menghentikan mual dan muntah

masukan.
Stamina dan 5. Timbang berat
energi ada skala 5. Pengawasan
badan tiap hari.
4 kehilangan  dan
Buat jadwal
alat pengkajian
teratur setelah
kebutuhan nutrisi
pulang.
6. Kolaborasi
6. Perlu bantuan
dengan ahli gizi
dalam perencanaan
diet yang
memenuhi
kebutuhan nutrisi
DAFTAR PUSTAKA

Bestari, Muhammad Begawan. 2015. Penatalaksanaan Gastroesofageal Reflux


Disease (GERD). Divisi Gastroentero-Hepatologi, Departemen Ilmu Penyakit
Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran / RS Dr. Hasan Sadikin
Bandung CDK 188 / vol. 42 no. 7 / November 2015.
Sujono, Hadi.  2014. Gastroenterologi Edisi VII. Bandung: Penerbit PT Alumni.
Yusuf, Ismail. 2013. Diagnosis Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) Secara
Klinis.PPDS Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM Vol. 22, No.3, Edition
September - November 2013.
Jayus 2015.https://www.scribd.com/document/263307313/Standart-Asuhan-
Keperawatan-Pasien-Gerd (Di akses tgl 20 Februari 2018).

Anda mungkin juga menyukai