Anda di halaman 1dari 7

A.

Konsep Madis
1. Definisi
Gastroeshopageal reflux (GER) adalah kondisi mengalirnya secara
involunter isi lambung melalui gastroesophageal junction ke dalam esophagus
yang terjadi secara intermitten, terutama setelah makan. Gastroeshopageal
reflux disease (GERD) adalah refluks patologis atau refluks yang cukup
bermakna untuk menimbulkan perubahan-perubahan fisis yang merugikan
seperti pertambahan berat badan yang buruk, ulserasi mukosa, atau simtom
respiratorik kronik yang penyebabnya tidak diketahui, usofagitis, hematemesis,
striktur, anemia sideropenik, episode apnea yang mengancam jiwa ataupun
sindrom kematian mendadak.
Penyakit refluks gastroesofageal (GERD) secara sederhana didefinisikan
sebagai gangguan berulang berupa regurgitasi isi lambung yang menyebabkan
heartburn dan gejala lain yang secara signifikan memiliki hubungan dengan
stres psikososial (Eun et al, 2013). GERD diketahui memiliki hubungan dengan
psikologi penderita, tingkat intensitas stres dan cemas dengan keluhan
terjadinya GERD (Orzhechowska et al, 2013).
Konsensus Montreal (The Montreal definition and classification of
gastroesophageal reflux disease: a global evidence-based concensus)
mendefinisikan GERD sebagai suatu keadaan patologis akibat refluks
kandungan lambung ke dalam esofagus yang menyebabkan munculnya
berbagai gejala yang mengganggu di esofagus maupun ekstra-esofagus
dan/atau komplikasi (Price, 2009). Komplikasi yang berat yang dapat timbul
adalah Barret’s esophagus, striktur, adenokarsinoma di kardia dan esofagus
(Bathia & Tandon, 2005).
2. Anatomi dan Fisiologi
Gaster adalah rongga seperti kantong yang berbentuk huruf J yang
terletak diantara esofgaus dan usus halus. Organ ini dibagi menjadi tiga bagian
berdasarkan perbedaan struktur dan fungsi yaitu, fundus, korpus dan antrum.
Fundus adalah bagian lambung yang terletak di atas lubang esofagus. Bagian
tengah atau utama lambung adalah korpus. Antrum adalah bagian lapisan otot
yang lebih tebal di bagian bawah lambung (Sherwod, 2014).

Gambar 1. Anatomi Sistem Pencernaan


Fungsi utama sistem pencernaan adalah memindahkan nutrien, air dan
elektrolit dari makanan yang ditelan ke dalam lingkungan internal tubuh.
Sistem pencernaan melakukan empat proses pencernaan dasar yaitu: motilitas,
sekresi, digesti dan absorbsi (Guyton, 2014). Ketika tidak ada makanan,
mukosa lambung berbentuk lipatan yang besar, disebut rugae. Pada saat terisi
makanan, rugae menghilang. Mukosa lambung terdiri dari tiga sel sekresi, sel
chief, sel parietal dan sel mukus. Sel chief menyekresi enzim pepsinogen, sel
parietal menyekresi asam klorida yang mengakibatkan pepsinogen menjadi
pepsin, dan sel mukus menyekresikan mukus untuk melindungi gaster (Rizzo,
2016).

Gambar 2. Anatomi Gaster


Gaster berkerja dengan memperkecil partikel makanan menjadi larutan
yang dikenal dengan nama kimus. Kimus tersebut mengandung fragmen
molekul protein dan polisakarida, butiran lemak, garam, air dan berbagai
molekul kecil lain yang masuk bersama makanan. Tidak ada molekul-molekul
tersebut yang dapat melewati epitel gaster kecuali air. Absorbsi paling banyak
terjadi di usus halus (Widmaier, Raff & Strang, 2014).
3. Patofisiologi
Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi yang
dihasilkan oleh konstraksi lower esophageal sphincter. Pada individu normal,
pemisah ini akan dipertahankan kecuali pada saat terjadinya aliran antegrad
yang terjadi saat menelan, atau aliran retrogad yang terjadi saat sendawa atau
muntah. Aliran balik dari gaster ke esophagus melalui LES hanya terjadi
apabila tonus LES tidak ada atau sangat rendah (<3 mmHg).
Terjadinya aliran balik/refluks pada penyakit GERD diakibatkan oleh
gangguan motilitas atau pergerakan esophagus bagian ujung bawah. Pada
bagian ujung ini terdapat otot pengatur (sfingter) disebut LES, yang fungsinya
mengatur arah aliran pergerakan isi saluran cerna dalam satu arah dari atas ke
bawah menuju usus besar. Pada GERD akan terjadi relaksasi spontan otot
tersebut atau penurunan kekuatan otot tersebut, sehingga dapat terjadi arus
balik atau refluks cairan atau asam lambung, dari bawah ke atas maupun
sebaliknya.
Patogenesis terjadinya GERD menyangkut keseimbangan antara faktor
defensif dari esophagus dan faktor efensif dari bahan reflukstat. Faktor defensis
esophagus adalah pemisah antirefluks, bersihan asam dari lumen esophagus
dan ketahanan ephitelial esophagus. Sedangkan faktor efensif adalah sekresi
gastrik dan daya pilorik.

Gambar 3. Gaster Normal dan GERD

Esophagus refluks bervariasi tergantung kandungan isinya, volume,


lamanya, dan hubungannya dengan makan. Pada proses terjadinya refluks,
sfingter tekanan intra abdominal sehingga terbentuk rongga diantara esophagus
dan lambung. Isi lambung mengalir atau terdorong kuat ke dalam esophagus.
Jika isi lambung mencapai esophagus bagian proksimal dan sfingter esophagus
atas berkonstraksi, maka isi lambung tersebut tetap berada di esophagus dan
peristaltik akan mengembalikannya ke dalam lambung. Jika sfingter esophagus
atas relaksasi sebagai respon terhadap distensi esophagus maka isi lambung
akan masuk ke faring, laring, mulut atau nasofaring.
Patoflowdiagram

Etiologi: GERD (Gastroesophageal Reflux


1. Menurunnya tonus LES
(Lower Esophageal
Sphincter).
2. Bersihan asam dari lumen Refluks asam lambung Refluks cairan ke
esofagus menurun. ke esophagus: laring dan
3. Ketahanan epitel esofagus
menurun.
4. Bahan refluksat mengenai
dinding esofagus yaitu pH<2, Merangsang pusat mual Aspirasi
adanya pepsin, garam di hipotalamus
empedu, HCl.
5. Kelainan pada lambung. Bersihan jalan napas
6. Infeksi H. Pylori dengan Penurunan nafsu tidak efektif
corpus predominan gastritis.
7. Non acid refluks (refluks gas)
menyebabkan
hipersensitivitas. Pemenuhan nutrisi: Merangsang nervus
8. Alergi makanan atau tidak Kurang dari X: vagus
bisa menerima makanan kebutuhan tubuh
juga membuat refluks.
9. Menkonsumsi makanan Kerusakan sel
berasam, coklat, minuman Tukak lambung dan
skuamosa epitel
berkafein dan berkarbonat, esophagus
alkohol, merokok, dan obat-
obatan yang bertentangan
dengan fungsi esophageal Refluks asam Nyeri akut
spincter bagian bawah lambung meningkat
termasuk yang memilki efek
antikolinergik (seperti
beberapa antihistamin) Hematemesis Merangsang pusat
penghambat saluran mual di hipotalamus
kalsium, progesteron dan
nitrat.
10. Kelainan anatomi, seperti Perdarahan Mual dan muntah
penyempitan kerongkongan.

Kekurangan volume
cairan

4. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis GERD dapat berupa gejala yang tipikal (esophagus) dan gejala
atipikal (ekstraesophagus).
a) Gejala tipikal
1) Heart burn, yaitu sensasi terbakar di daerah retrosternal. Gejala heart
burn adalah gejala tersering.
2) Regurgitasi, yaitu kondisi dimana material lambung terasa di faring.
Kemudian mulut terasa asam dan pahit.
3) Disfagia, biasanya terjadi oleh karena komplikasi berupa striktur.
(Yusuf, 2009)
b) Gejala atipikal
1) Batuk kronik dan kadang wheezing
2) Suara serak
3) Pneumonia
4) Fibrosis paru
5) Bronkiektasis
6) Nyeri dada non kardiak
(Yusuf, 2009)
c) Gejala lain
1) Penurunan berat badan
2) Anemia
3) Hematemesis atau melena
4) Odinofagia
(Bestari, 2011)
5. Pemeriksaan Laboratorium dan Diagnostik
a) Pemeriksaan hematologi lengkap
b) Kimia darah: PPT
c) Fungsi ginjal: kreatinin. Trauma otot meningkatkan kreatinin unutk proses
klirens ginjal.
d) Endoskopi
e) Tes Gastro-Esophageal Scintigraphy
f) Histopatologi
g) Manometri esophagus
h) Tes PPI
Diagnosis ini menggunaan PPI dosis ganda selama 1-2 minggu pada pasien
yang diduga menderita GERD. Tes positif bila 75% keluhan hilang selama
satu minggu. Tes ini mempunyai sensitivitas 75%.
6. Penatalaksanaan
Pada prinsipnya terapi GERD ini dibagi beberapa tahap, yaitu terapi modifikasi
gaya hidup, terapi medikamentosa dan terapi pembedahan serta akhir-akhir ini
mulai diperkenalkan terapi endoskopik (Asroel, 2011).
a) Modifikasi gaya hidup
Usaha ini bertujuan untuk mengurangi refluks serta mencegah
kekambuhan.
b) Terapi Medikamentosa
1) Antacid: menetralkan asam lambung.
2) Antagonis reseptor H2: mengurangi sekresi asam lambung. Seperti:
simetidin, ranitidin.
3) Obat-obatan prokinetik: mempercepat pengosongan lambung dan
memperkuat LES.
4) Metoklorpramid
5) Domperidon
6) Cisapride
7) Sukralfat
8) Proton pump inhibitor: efektif menurunkan sekresi asam. Seperti:
esomeprazol, lansoprazole, omeprazole, pantoprazole.
c) Terapi Bedah
d) Terapi Endoskopi
DAFTAR PUSTAKA
Asroel, H.A. (2011). Penyakit Refluks Gastroesofagus. USU digital library.
Bestari, M. B. (2011). Penatalaksanaan Gastroesophageal Reflux Disease. Countinuing
Medical Education: 490-492.
Bhatia, V., & Tandon, R. K. (2005). Stress and the Gastrointestinal tract. NCBI 20 (2):
332- 339.
Eun, M. S., Hye, K. J., & Ji, M. J. (2013). The Association Between Reflux Esophagitis
and Psychosocial Stress. NCBI 58 (2): 471-477.
Guyton A.C, dan Hall, J.E. (2014). Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 12. Penterjemah:
Ermita I, Ibrahim I. Singapura: Elsevier
Orzechowska, A., Talarowska, M., Zboralski, K., Florkowski, A., & Galecki, P. (2013).
Subjective evaluation of symptoms and effects of treatment and the intensity
of the stress and anxiety levels among patients with selected disease of the
skin and gastointestinal tract. NCBI 47(2): 225-237.
Price, A. S. (2009). Pathophysiology: Clinical concepts of disease processes. Edisi 4.
Jakarta : EGC.
Rizzo, D. C. (2016). Fundamentals of Anatomy and Physiology. 4th ed. Boston, MA:
Cengage Learning.
Sherwood, L. (2014). Fisiologi manusia : dari sel ke sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC
Widmaier E, Raff H, Strang K. (2013). Vander’s Human Physiology: The Mechanism of
Body Function. 13th ed. McGraw-Hill Education.
Yusuf, S. Pendekatan Tatalaksana Refluks Gastroesofagus (RGE) pada Anak. Jurnal
Kedokteran Syiah Kuala 8 (2):113–21.

Anda mungkin juga menyukai