Anda di halaman 1dari 15

I.

DEFINISI

Gastroesophageal reflux disease (GERD) adalah suatu gangguan dimana isi


lambung mengalami refluks secara berulang ke dalam esofagus, yang bersifat kronis
dan menyebabkan terjadinya gejala dan/atau komplikasi yang mengganggu
(Simadibrata, 2009).

Penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux Disease/GERD)


didefinisikan sebagai suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan
lambung ke dalam esofagus yang menimbulkan berbagai gejala yang mengganggu
(troublesome) di esofagus maupun ekstra esofagus dan atau komplikasi (Susanto,
2007).
Pada orang normal, refluks ini terjadi pada posisi tegak sewaktu habis makan.
Karena sikap posisi tegak tadi dibantu oleh adanya kontraksi peristaltik primer, isi
lambung yang mengalir masuk ke esofagus segera dikembalikan ke lambung.
Refluks sejenak ini tidak merusak mukosa esofagus dan tidak menimbulkan keluhan
atau gejala. Oleh karena itu, dinamakan refluks fisiologis. Keadaan ini baru
dikatakan patologis, bila refluks terjadi berulang-ulang yang menyebabkan esofagus
distal terkena pengaruh isi lambung untuk waktu yang lama. Istilah esofagitis refluks
berarti kerusakan esofagus akibat refluks cairan lambung, seperti erosi dan ulserasi
epitel skuamosa esofagus (Susanto, 2007).

II. ETIOLOGI
Menurut Yusuf, 2009 etiologi GERD meliputi :
1. Menurunnya tonus LES (Lower Esophageal Sphincter)
2. Bersihan asam dari lumen esofagus menurun
3. Ketahanan epitel esofagus menurun
4. Bahan refluksat mengenai dinding esofagus yaitu Ph <2, adanya pepsin,
garam empedu, HCL.
5. Kelainan pada lambung
6. Infeksi H. Pylori dengan corpus predominan gastritis
7. Non acid refluks (refluks gas) menyebabkan hipersensitivitas
8. Alergi makanan atau tidak bisa menerima makanan juga membuat refluks

1
9. Mengkonsumsi makanan berasam, coklat, minuman berkafein dan
berkarbonat, alkohol, merokok, dan obat-obatan yang bertentangan
dengan fungsi esophageal sphincter bagian bawah termasuk yang
memiliki efek antikolinergik (seperti beberapa antihistamin), penghambat
saluran kalsium, progesteron, dan nitrat.
10. Kelaianan anatomi, seperti penyempitan kerongkongan

III. PATOFISIOLOGI
Kondisi peakit refluks gastroesofagus atau GERD (Gastroesofhageal
reflux disease) aliran balik (reflux) isi lambung ke dalam esophagus. GERD
sering kali disebut nyeri ulu hati (heartburn) karena nyeri yang terjadi ketika
cairan asam yang normalnya hanya ada dilambung, masuk dan mengiritasi
atau menimbulkan rasa seperti terbakar di esophagus.
Reflux esophagus biasanya terjadi setelah makan dan disebabkan
melemahnya tonus sfringter esphagus atau tekanan didalam lambung yang
lebih tinggi dari esphagus. Dengan kedua mekanisme ini, isis lambung yang
bersifat asam bergerak masuk kedalam esophagus.
Isi lambung dalam keadaan normal tidak dapat masuk ke esophagus karena
adanya kontraksi sfingter esofagus (sfingter bukanlah sfingter sejati, tetapi
suatu area yang tonus ototnya meningkat). Sfingter ini normalnya hanya
terbuka jika gelombang peristaltik menyalurkan bolus makanan ke bawah
esofags. Apabila hal ini terjadi, otot polos sfingter melemah dan makanan
masuk ke dalam lambung. Sfingter esofagus seharusnya tetap dalam keadaan
tertutup kecuali pada saat ini, karena banyak organ yang berada dalam rongga
abdomen menyebabkan tekanan abdomen lebih besar dari pada tekana
toraks. Dengan demikian, ada kecenderungan isi lambung terdorong ke dalam
esofagus. Akan tetapi, jika sfingter melemah atau inkompeten sfingter tidak
dapat menutup lambug. Refluks akan terjadi dari merah bertekanan tinggi
(lambung) ke daerah betekanan rendah (esofagus).episode refluks yang
berulang dapat memperburuk kondisi karena menyebabkan inflamasi dan
jaringan parut di area bawah esofagus.

2
Pada beberapa keadaan, meskipun tonus sfingter dalam keadaan normal,
refluks dapat terjadi jika terdapat gardien tekanan yang sangat tinggi di
sfingter. Sebagai contoh jika isi lambung berlebihan tekanan abdomen dapat
meningkat secara bermakna. Kondisi ini dapat disebabkan porsi makan yang
besar. Tekanan abdomen yang tinggi cederung mendorong sfingter esofagus
ke rongga toraks. Hal ini membersar gradien tekanan antara esofagus dan
rongga abdomen. Posisi bebaring terutama setelah makan juga dapat
mengakibatkan refluks. Refluks isi lambung mengiritasi esofagus karena
tingginya kandungan asam dalam isi lambung, walaupun esofagus meiliki sel
penghasil mukus, namun sel-sel tersebut tidak sebanyak atau seaktif sel yang
ada di lambung (Corwin, 2009).

IV. MANIFESTASI KLINIS


Manifestasi klinis GERD dapat berupa gejala yang tipikal (esofagus) dan gejala
atipikal (ekstraesofagus). Gejala GERD 70 % merupakan tipikal, yaitu :
1. Heart Burn, yaitu sensasi terbakar di daerah retrosternal. Gejala heartburn
adalah gejala tersering.
2. Regurgitasi, yaitu kondisi dimana material lambung terasa di faring.
Kemudian mulut terasa asam dan pahit.
3. Disfagia. Biasanya terjadi oleh karena komplikasi berupa striktur (Yusuf,
2009)
Gejala Atipikal :
a. Batuk kronik dan kadang wheezing
b. Suara serak
c. Pneumonia
d. Fibrosis paru
e. Bronkiektasis
f. Nyeri dada nonkardiak (Yusuf, 2009).

Gejala lain :
a. Penurunan berat badan
b. Anemia

3
c. Hematemesis atau melena
d. Odinofagia (Bestari, 2011).

V. PENGKAJIAN

1. Keluhan utama
Dikaji durasi, kualitas dan karakteristik, tingkat keperahan, lokasi, faktor
pencetus, manifestasi yang berhubungan :
a. Keluhan tipikal (esofagus) : heartburn, regurgitasi, dan disfagia.
b. Keluhan atipikal (eskstraesofagus) : batuk kronik, suara serak,
pneumonia, fibrosis paru, bronkiektasis, dan nyeri dada nonkardiak.
c. Keluhan lain : penurunan berat badan, anemia, hematemesis atau
melena, odinofagia.
2. Riwayat penyakit sekarang
3. Riwayat kesehatan dahulu
a. Penyakit gastrointestinal lain
b. Obat-obatan yang mempengaruhi asam lambung
c. Alergi/reaksi respon imun
4. Riwayat penyakit keluarga
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum : Keadaan umum ini dapat meliputi kesan keadaan sakit
termasuk ekspresi wajah dan posisi pasien, kesadaran yang dapat
meliputi penilaian secara kualitatif seperti compos mentis, apathis,
somnolent, sopor, koma dan delirium.
b. Pemeriksaan tanda vital : Meliputi nadi (frekuensi, irama, kualitas),
tekanan darah, pernafasan (frekuensi, irama, kedalaman, pola
pernafasan) dan suhu tubuh.
c. Pemeriksaan kulit, rambut dan kelenjar getah bening. Kulit : Warna
(meliputi pigmentasi, sianosis, ikterus, pucat, eritema dan lain-lain),
turgor, kelembaban kulit dan ada/tidaknya edema. Rambut : Dapat dinilai
dari warna, kelebatan, distribusi dan karakteristik lain. Kelenjar getah

4
bening : Dapat dinilai dari bentuknya serta tanda-tanda radang yang
dapat dinilai di daerah servikal anterior, inguinal, oksipital dan
retroaurikuler.
d. Pemeriksaan kepala dan leher Kepala : Dapat dinilai dari bentuk dan
ukuran kepala, rambut dan kulit kepala, ubun-ubun (fontanel), wajahnya
asimetris atau ada/tidaknya pembengkakan, mata dilihat dari visus,
palpebrae, alis bulu mata, konjungtiva, sklera, pupil, lensa, pada bagian
telinga dapat dinilai pada daun telinga, liang telinga, membran timpani,
mastoid, ketajaman pendengaran, hidung dan mulut ada tidaknya
trismus (kesukaran membuka mulut), bibir, gusi, ada tidaknya tanda
radang, lidah, salivasi. Leher : Kaku kuduk, ada tidaknya massa di leher,
dengan ditentukan ukuran, bentuk, posisi, konsistensi dan ada tidaknya
nyeri telan
e. Pemeriksaan dada : Yang diperiksa pada pemeriksaan dada adalah
organ paru dan jantung. Secara umum ditanyakan bentuk dadanya,
keadaan paru yang meliputi simetris apa tidaknya, pergerakan nafas,
ada/tidaknya fremitus suara, krepitasi serta dapat dilihat batas pada saat
perkusi didapatkan bunyi perkusinya, bagaimana(hipersonor atau
timpani), apabila udara di paru atau pleura bertambah, redup atau pekak,
apabila terjadi konsolidasi jarngan paru, dan lain-lain serta pada saat
auskultasi paru dapat ditentukan suara nafas normal atau tambahan
seperti ronchi, basah dan kering, krepitasi, bunyi gesekan dan lain-lai
pada daerah lobus kanan atas, lobus kiri bawah, kemudian pada
pemeriksaan jantung dapat diperiksa tentang denyut apeks/iktus kordis
dan aktivitas ventrikel, getaran bising (thriil), bunyi jantung, atau bising
jantung dan lain-lain
f. Pemeriksaan abdomen : data yang dikumpulkan adalah data
pemeriksaan tentang ukuran atau bentuk perut, dinding perut, bising
usus, adanya ketegangan dinding perut atau adanya nyeri tekan serta
dilakukan palpasi pada organ hati, limpa, ginjal, kandung kencing yang
ditentukan ada tidaknya dan pembesaran pada organ tersebut,
kemudian pemeriksaan pada daerah anus, rektum serta genetalianya.

5
g. Pemeriksaan anggota gerak dan neurologis : diperiksa adanya rentang
gerak, keseimbangan dan gaya berjalan, genggaman tangan, otot kaki,
dan lain-lain.

VI. PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK


1. Endoskopi
Dewasa ini endoskopi merupakan pemeriksaan pertama yang dipilih oleh
evaluasi pasien dengan dugaan PRGE. Namun harus diingat bahwa PRGE
tidak selalu disertai kerusakan mukosa yang dapat dilihat secara
mikroskopik dan dalam keadaan ini merupakan biopsi. Endoskopi
menetapkan tempat asal perdarahan, striktur, dan berguna pula untuk
pengobatan (dilatasi endoskopi).
2. Radiologi
Pemeriksaan ini kurang peka dan seringkali tidak menunjukkan kelainan,
terutama pada kasus esofagitis ringan. Di samping itu hanya sekitar 25 %
pasien PRGE menunjukkan refluks barium secara spontan pada
pemeriksaan fluoroskopi. Pada keadaan yang lebih berat, gambar radiologi
dapat berupa penebalan dinding dan lipatan mukosa, tukak, atau
penyempitan lumen.
3. Tes Provokatif
a. Tes Perfusi Asam (Bernstein) untuk mengevaluasi kepekaan mukosa
esofagus terhadap asam. Pemeriksaan ini dengan menggunakan HCL
0,1 % yang dialirkan ke esofagus. Tes Bernstein yang negatif tidak
memiliki arti diagnostik dan tidak bisa menyingkirkan nyeri asal esofagus.
Kepekaan tes perkusi asam untuk nyeri dada asal esofagus menurut
kepustakaan berkisar antara 80-90%.
b. Tes EdrofoniumTes farmakologis ini menggunakan obat endrofonium
yang disuntikan intravena. Dengan dosis 80 µg/kg berat badan untuk
menentukan adanya komponen nyeri motorik yang dapat dilihat dari
rekaman gerak peristaltik esofagus secara manometrik untuk
memastikan nyeri dada asal esofagus.
4. Pengukuran pH dan tekanan esofagus

6
Pengukuran pH pada esofagus bagian bawah dapat memastikan ada
tidaknya RGE, pH dibawah 4 pada jarak 5 cm diatas SEB dianggap
diagnostik untuk RGE. Cara lain untuk memastikan hubungan nyeri dada
dengan RGE adalah menggunakan alat yang mencatat secara terus
menerus selama 24 jam pH intra esofagus dan tekanan manometrik
esofagus. Selama rekaman pasien dapat memeberi tanda serangan dada
yang dialaminya, sehingga dapat dilihat hubungan antara serangan dan pH
esofagus/gangguan motorik esofagus. Dewasa ini tes tersebut dianggap
sebagai gold standar untuk memastikan adanya PRGE.

5. Tes Gastro-Esophageal Scintigraphy


Tes ini menggunakan bahan radio isotop untuk penilaian pengosongan
esofagus dan sifatnya non invasif (Djajapranata, 2001).
6. Pemeriksaaan Esofagogram
Pemeriksaan ini dapat menemukan kelainan berupa penebalan lipatan
mukosa esofagus, erosi, dan striktur.
7. Tes PPI
Diagnosis ini menggunakan PPI dosis ganda selama 1-2 minggu pada
pasien yang diduga menderita GERD. Tes positif bila 75% keluhan hilang
selama satu minggu. Tes ini mempunyai sensitivitas 75%.
8. Manometri esofagus
Tes ini untuk menilai pengobatan sebelum dan sesudah pemberian terapi
pada pasien NERD. Pemeriksaan ini juga untuk menilai gangguan
peristaltik/motilitas esofagus.
9. Histopatologi
Pemeriksaan untuk menilai adanya metaplasia, displasia atau keganasan.
Tetapi bukan untuk memastikan NERD (Yusuf, 2009).

VII. ANALISA DATA

No Data Menyimpang Etiologi Diagnosa


Keperawatan

7
1 Kaji masalah yang Kelemahan otot Risiko aspirasi
berhubungan dengan esophagus, LES berhubungan dengan
diagnose (Lower esophageal hambatan menelan,
sphincter) penurunan refluks
laring dan glotis
Peningkatan intra terhadap cairan
abdomen refluks.

Refluks isi lambung

Muntah - muntah
2 Kaji masalah yang Kelemahan otot Defisit volume cairan
berhubungan dengan esophagus, LES berhubungan dengan
diagnosa (Lower esophageal pemasukan yang
sphincter) kurang, mual dan
muntah /
Peningkatan intra pengeluaran yang
abdomen berlebihan.

Refluks isi lambung

Muntah – muntah

Pengeluaran cairan
berlebih

8
3 Kaji masalah yang Kelemahan otot Ketidakseimbangan
berhubungan dengan esophagus, LES nutrisi kurang dari
diagnose (Lower esophageal kebutuhan tubuh
sphincter) berhubungan dengan
anoreksia, mual,
Peningkatan intra muntah.
abdomen

Refluks isi lambung

Mual muntah

4 Kaji masalah yang Kelemahan otot Nyeri akut


berhubungan dengan esophagus, LES berhubungan dengan
diagnose (Lower esophageal inflamasi lapisan
sphincter) esofagus

Peningkatan intra
abdomen

Refluks isi lambung

Penumpukan asam
lambung di
esophagus

Terjadi infeksi di
esophagus

Merangsang nyeri
5 Kaji masalah yang Kelemahan otot Bersihan jalan
berhubungan dengan esophagus, LES nafas tidak efektif

9
diagnose (Lower esophageal berhubungan
sphincter) dengan refluks
cairan ke laring dan
Peningkatan intra tenggorokan.
abdomen

Refluks isi lambung


sampai ke
tenggorokan

Jalan nafas
terhambat

VIII. DIAGNOSA KEPERAWATAN PRIORITAS


1. Risiko aspirasi berhubungan dengan hambatan menelan, penurunan refluks
laring dan glotis terhadap cairan refluks.
2. Defisit volume cairan berhubungan dengan pemasukan yang kurang, mual
dan muntah / pengeluaran yang berlebihan.
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia, mual, muntah.
4. Nyeri akut berhubungan dengan inflamasi lapisan esofagus.
5. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan refluks cairan ke
laring dan tenggorokan.

IX. RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

NO DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL


1 Risiko aspirasi Setelah dilakukan 1. Monitor tingkat 1. Meningkatkan
berhubungan tindakan kesadaran, reflek ekspansi paru
dengan keperawatan batuk dan maksimal dan alat

10
hambatan selama ...x 24 kemampuan pembersihan jalan
menelan, jam masalah menelan. napas.
penurunan aspirasi pada 2. Naikkan kepala 2. Meningkatkan
refleks laring dan klien dapat diatasi 30-45 derajat pengisian udara
glotis terhadap dengan kriteria setelah makan. seluruh segmen
cairan refluks hasil: paru,
1. Klien dapat memobilisasi dan
bernafas mengeluarkan
dengan sekret.
mudah, tidak 3. Potong makanan 3. Menghindari
irama, kecil kecil. terjadinya risiko
frekuensi aspirasi yang
pernafasan terlalu tinggi.
normal skala 4 4. Hindari makan 4. Dapat membatasi
2. Pasien kalau residu ekspansi
mampu masih banyak gastroesofagus
menelan,
mengunyah
tanpa terjadi
aspirasi, dan
mampu
melakukan
oral hygiene
skala 4
3. Jalan nafas
paten, mudah
bernafas, tidak
merasa
tercekik dan
tidak ada
suara nafas
abnormal

11
skala 4

2 Defisit volume Setelah dilakukan 1. Monitor status 1. Perubahan pada


cairan tindakan hidrasi. kapasitas gaster
berhubungan keperawatan dan mual sangat
dengan selama .....x 24 mempengaruhi
pemasukan yang jam,  defisit masukan dan
kurang, mual dan volume cairan kebutuahan cairan,
muntah / pada klien  dapat peningkatan risiko
pengeluaran yang diatasi  dengan dehidrasi.
berlebihan. kriteria hasil: 2. Kaji tanda vital, 2. Indikator
1. Mempertahank catat perubahan dehidrasi/hipovole
an urine output TD, takikardi, mia, keadekuatan
sesuai dengan turgor kulit dan penggantian
usia BB, BJ kelembaban cairan.
urine normal membran
skala 4 mukosa.
2. Tidak ada 3. Berikan cairan 3. Menggantikan
tanda-tanda tambahan IV kehilangan cairan
dehidrasi, sesuai indikasi. dan memperbaiki
elastisitas keseimbangan
turgor kulit cairan dalam fase
baik dan tidak segera dan pasien
ada rasa haus mampu memenuhi
yang cairan per oral.
berlebihan 4. Dorong masukan 4. Memungkinkan
skala oral bila mampu penghentian
3. Hematokrit tindakan dukungan
menurun skala cairan infasif dan
4. Tidak ada kembali ke norma
ascites skala

12
3 Ketidakseimbang Setelah dilakukan 1. Diskusikan  pada 1. Dengan memilih
an nutrisi kurang tindakan pasien makanan makanan yang
dari kebutuhan keperawatan yang disukainya disukai pasien
tubuh selama .....x 24 dan makanan maka selera
berhubungan jam,  nutrisi pada yang tidak makan si pasien
dengan intake klien dapat diatasi disukainya. akan bertambah
kurang akibat dengan kriteria dan dapat
mual dan muntah. hasil: mengurangi rasa
1. Nafsu makan mual dan muntah.
baik 2. Buat jadwal 2. Setelah tindakan
2. Peningkatan masukan tiap pembagian,
berat badan jam. Anjurkan kapasitas gaster
sesuai mengukur menurun kurang
dengan tujuan cairan/makanan dari 50 ml,
3. Tidak ada dan minum sehingga perlu
tanda-tanda sedikit demi makan
malnutrisi sedikit atau sedikit/sering.
4. Tidak mual makan secara
dan muntah perlahan.
3. Beritahu pasien 3. kemungkinan
untuk duduk saat aspirasi.
makan/minum.
4. Tekankan 4. Makan berlebihan
pentingnya dapat
menyadari mengakibatkan
kenyang dan mual dan muntah
menghentikan
masukan.
5. Timbang berat 5. Pengawasan
badan tiap hari. kehilangan  dan
Buat jadwal alat pengkajian

13
teratur setelah kebutuhan nutrisi
pulang.
6. Kolaborasi 6. Perlu bantuan
dengan ahli gizi dalam
perencanaan diet
yang memenuhi
kebutuhan nutrisi

4 Nyeri akut Setelah dilakukan 1. Kurangi faktor 1. Dengan


berhubungan tindakan presipitasi nyeri berkurangnya
dengan keperawatan faktor pencetus
inflamasi selama ......x 24 nyeri maka pasien
lapisan jam, pasien tidak tidak terlalu
esofagus. mengalami nyeri, merasakan
dengan kriteria intensitas nyeri.
hasil: 2. Tingkatkan 2. Menurunkan
1. Mampu istirahat tegangan abdomen
mengontrol dan meningkatkan
nyeri (tahu rasa kontrol.
penyebab 3. Berikan informasi 3. Pemberian
nyeri, mampu tentang nyeri informasi yang
menggunakan seperti penyebab berulang dapat
tehnik nyeri, berapa mengurangi rasa
nonfarmakolog lama nyeri akan kecemasan pasien
i untuk berkurang, dan terhadap rasa
mengurangi antisipasi nyerinya.
nyeri, mencari ketidaknyamanan
bantuan) prosedur.
2. Melaporkan 4. Ajarkan tentang 4. Meningkatkan
bahwa nyeri teknik relaksasi,
berkurang nonfarmakologi memfokuskan
dengan seperti teknik kembali perhatian

14
menggunakan relaksasi nafas dan meningkatkan
manajemen dalam, distraksi kemampuan
nyeri dan kompres koping.
3. Mampu hangat/dingin.
mengenali 5. Berikan analgesik 5. Perlu penanganan
nyeri (skala, untuk mengurangi obat untuk
intensitas, nyeri memudahkan
frekuensi dan istirahat adekuat
tanda dan penyembuhan
4. Tanda vital
dalam rentang
normal

5 Bersihan jalan Setelah dilakukan 1. Posisikan pasien 1. Peninggian kepala


nafas tidak efektif tindakan untuk tempat tidur
berhubungan keperawatan memaksimalkan mempermudah
dengan refluks selama ......x 24 ventilasi fungsi pernapasan
cairan ke laring jam klien dapat 2. Lakukan 2. Fisioterapi dada
dan tenggorokan menunjukkan fisioterapi dada dapat
kriteria hasil: jika perlu mengeluarkan sisa
sekret yang masih
Status hasil: tertinggal.
jalan nafas yang 3. Atur intake untuk 3. Keseimbangan
paten (tidak cairan akan stabil apabila
tercekik, irama mengoptimalkan antara pemasukan
nafas dan pola keseimbangan. dan pengeluaran
nafas dalam diatur
rentang normal) s

15

Anda mungkin juga menyukai