Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN GASTROESOFAGEAL REFLUX

DISEASE DI RUANG INAP WALET BAWAH


RSU ANUTAPURA PALU

MUHLIS R MIU, S.Kep


2019032054

CI LAHAN CI INSTITUSI

Dian Adi Widia Benda, S.Kep., Ns Ismawati, S.Kep., Ns., M.Sc


Nip. 199311202019082001 Nik. 20110901018

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIDYA NUSANTARA PALU


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2020
A. Konsep Teoritis
1. Definisi
GERD (Gastroesofageal Reflux Disease) adalah suatu penyakit yang
jarang terdiagnosis oleh dokter di Indonesia karena bila belum menimbulkan
keluhan yang berat seperti refluks esofagitis dokter belum bisa
mendiagnosa.Refluks gastroesofagus adalah masuknya isi lambung ke dalam
esofagus yang terjadi secara intermiten pada orang, terutama setelah makan
(Asroel, 2014).
Penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux
Disease/GERD) didefinisikan sebagai suatu keadaan patologis sebagai akibat
refluks kandungan lambung ke dalam esofagus yang menimbulkan berbagai
gejala yang mengganggu (troublesome) di esofagus maupun ekstra esofagus dan
atau komplikasi (Susanto, 2013).
Pada orang normal, refluks ini terjadi pada posisi tegak sewaktu habis
makan.Karena sikap posisi tegak tadi dibantu oleh adanya kontraksi peristaltik
primer, isi lambung yang mengalir masuk ke esofagus segera dikembalikan ke
lambung.Refluks sejenak ini tidak merusak mukosa esofagus dan tidak
menimbulkan keluhan atau gejala.Oleh karena itu,
dinamakan refluks fisiologis.Keadaan ini baru dikatakan patologis,
bila refluks terjadi berulang-ulang yang menyebabkan esofagus distal terkena
pengaruh isi lambung untuk waktu yang lama.Istilah esofagitis refluks berarti
kerusakan esofagus akibat refluks cairan lambung, seperti erosi dan ulserasi epitel
skuamosa esofagus. Jadi, GERD merupakan suatu keadaan patologis akibat
maksuknya isi lambung ke esofagus yang biasa terjadi setelah makan dan dapat
terjadi pada posisi tegak oleh adanya konstraksi peristaltik primer lambung.
(Susanto, 2013).
2. Anatomi Fisiologi

a. Esofagus
Bagiansaluran pencernaan ini merupakan tabung otot yang berfungsi
menyalurkan makanan dari mulut ke lambung.Esofagus diselaputi oleh epitel
berlapis gepeng tanpa tanduk. Padalapisan submukosa terdapat kelompokan
kelenjar-kelenjar esofagea yang mensekresikan mukus.Pada bagian ujung
distalesofagus, lapisan otot hanya terdiri sel-sel ototpolos, pada bagian
tengah,campuran sel-sel otot lurik dan polos, dan pada ujung proksimal, hanya
sel-sel otot lurik.

b. Lambung
Lambung merupakan segmen saluran pencernaan yang melebar, yang
fungsi utamanya adalah menampung makanan yang telah dimakan,
mengubahnya menjadi bubur yang liat yang dinamakan kimus
(chyme).Permukaan lambung ditandai oleh adanya peninggian atau lipatan
yang dinamakan rugae. Invaginasi epitel pembatas lipatan-lipatan tersebut
menembus lamina propria, membentuk alurmikroskopik yang dinamakan
gastric pits atau foveolae gastricae.Sejumlah kelenjar-kelenjar kecil, yang
terletak di dalam lamina propria, bermuara ke dalam dasar gastric pits ini.
Epitel pembatas ketiga bagian ini terdiri dari sel-sel toraks yang mensekresi
mukus. Lambung secara struktur histologis dapat dibedakan menjadi: kardia,
korpus, fundus, dan pylorus. (Yusuf, 2015)
3. Etiologi
Beberapa penyebab terjadinya GERD meliputi:
 Menurunnya tonus LES (Lower Esophageal Sphincter)
 Bersihan asam dari lumen esofagus menurun
 Ketahanan epitel esofagus menurun
 Bahan refluksat mengenai dinding esofagus yaitu Ph <2, adanya pepsin, garam
empedu, HCL
 Kelainan pada lambung
 Infeksi H. Pylori dengan corpus predominan gastritis
 Non acid refluks (refluks gas) menyebabkan hipersensitivitas
 Alergi makanan atau tidak bisa menerima makanan juga membuat refluks
 Mengkonsumsi makanan berasam, coklat, minuman berkafein dan
berkarbonat, alkohol, merokok, dan obat-obatan yang bertentangan dengan
fungsi esophageal sphincter bagian bawah termasuk yang memiliki efek
antikolinergik (seperti beberapa antihistamin), penghambat saluran kalsium,
progesteron, dan nitrat
 Kelaianan anatomi, seperti penyempitan kerongkongan (Yusuf, 2015)
4. Patofisiologi
Kondisi penyakit refluks gastroesofagus atau GERD (gastroesophageal reflux
disease) disebabkan aliran balik (refluks) isi lambung ke dalam esophagus.GERD
sering kali disebut (heartburn) karena nyeri yang terjadi ketika cairan asam yang
normalnya hanya ada di lambung, masuk dan mengiritasi atau menimbulkan rasa
seperti terbakar di esophagus.
Refluks gastroesofagus biasanya terjadi setelah makan dan disebabkan
melemahnya tonus sfingter esophagus atau tekanan di dalam lambung yang lebih
tinggi dari esophagus.Dengan kedua mekanisme ini, isi lambung yang bersifat
asam bergerak masuk ke dalam esophagus.
Isi lambung dalam keadaan normal tidak dapat masuk ke esofagus karena
adanya kontraksi sfingter esofagus (sfingter esofagus bukanlah sfingter sejati,
tetapi suatu area yang tonus ototnya meningkat). Sfingter ini normalnya hanya
terbuka jika gelombang peristaltik menyalurkan bolus makanan ke bawah
esofagus. Apabila hal ini terjadi, otot polos sfingter melemas dan makanan masuk
ke dalam lambung. Sfingter esofagus seharusnya tetap dalam keadaan tertutup
kecuali pada saat ini, karena banyak organ yang berada dalam rongga abdomen,
menyebabkan tekanan abdomen lebih besar daripada tekanan toraks. Dengan
demikian, ada kecenderungan isi lambung terdorong ke dalam esofagus. Akan
tetapi, jika sfingter melemah atau inkompeten, sfingter tidak dapat mnutup
lambung. Refluks akan terjadi dari daerah bertekanan tinggi (lambung) ke daerah
bertekanan rendah (esofagus). Episode refluks yang berulang dapat memperburuk
kondisi karena menyebabkan inflamasi dan jaringan parut di area bawah esofagus.
Pada beberapa keadaan, meskipun tonus sfingter dala keadaan normal, refluks
dapat terjadi jika terdapat gradien tekananyang sangat tinggi di sfingter. Tekanan
abdomen yang tinggi cenderung mendorong sfingter esofagus ke rongga toraks.
Hal ini memperbesar gradien tekanan antara esofagus dan rongga abdomen. Posisi
berbaring, terutama setelah makan juga dapat mengakibatkan refluks. Refluks isi
lambung mengiritasi esofagus karena tingginya kandungan asam dalam isi
lambung. Walaupun esofagus memiliki sel penghasil mukus, namun sel-sel
tersebut tidak sebanyak atau seaktif sel yang ada di lambung (Corwin, 2009)
5. Pathway Keperawatan
6. Manifestasi Klinik
 Rasa panas/ tebakar pada esofagus (pirosis)
 Muntah
 Nyeri di belakang tulang payudara atau persis di bawahnya, bahkan menjalar
ke leher, tenggorokan, dan wajah, biasanya timbul setelah makan atau ketika
berbaring
 Kesulitan menelan makanan (osinofagia) karena adanya penyempitan
(stricture) pada kerongkongan dari reflux.
 Tukak esofageal peptik yaitu luka terbuka pada lapisan kerongkongan, bisa
dihasilkan dari refluks berulang. Bisa menyebabkan nyeri yang biasanya
berlokasi di belakang tulang payudara atau persis di bawahnya, mirip dengan
lokasi panas dalam perut.
 Nafas yang pendek dan berbunyi mengik karena ada penyempitan pada saluran
udara
 Suara parau
 Ludah berlebihan (water brash)
 Rasa bengkak pada tenggorokan (rasa globus)
 Terjadi peradangan pada sinus (sinusitis)
 Gejala lain : pertumbuhan yang buruk, kejang, nyeri telinga (pada anak)
 Peradangan pada kerongkongan (esophagitis) bisa menyebabkan pendarahan
yang biasanya ringan tetapi bisa jadi besar. Darah kemungkinan dimuntahkan
atau keluar melalui saluran pencernaan, menghasilkan kotoran berwarna gelap,
kotoran berwarna ter (melena) atau darah merah terang, jika pendarahan cukup
berat.
 Dengan iritasi lama pada bagian bawah kerongkongan dari refluks berulang,
lapisan sel pada kerongkongan bisa berubah (menghasilkan sebuah kondisi
yang disebut kerongkongan Barrett). Perubahan bisa terjadi bahkan pada
gejala-gejala yang tidak ada. Kelainan sel ini adalah sebelum kanker dan
berkembang menjadi kanker pada beberapa orang. (Asroel, 2014).
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas merupakan standar baku
untuk diagnosis GERD dengan ditemukannya mucosal break di esophagus
(esofagitis refluks). Jika tidak ditemukan mucosal break pada pemeriksaan
endoskopi saluran cerna bagian atas pada pasien dengan gejala khas GERD,
keadaan ini disebut non-erosive reflux disease (NERD).
b. Esofagografi dengan barium
Dibandingkan dengan endoskopi, pemeriksaan ini kurang peka dan seringkali
tidak menunjukkan kelainan, terutama pada kasus esofagitis ringan. Pada
keadaan yang lebih berat, gambar radiology dapat berupa penebalan dinding
dan lipatan mukosa, ulkus, atau penyempitan lumen.
c. Monitoring pH 24 jam
Episode refluks gastroesofageal menimbulkan asidifikasi bagian distal
esophagus. Episode ini dapat dimonitor dan direkam dengan menempatkan
mikroelektroda pH pada bagian distal esophagus. Pengukuran pH pada
esophagus bagian distal dapat memastikan ada tidaknya refluks
gastroesofageal. pH dibawah 4 pada jarak 5 cm di atas LES dianggap
diagnostik untuk refluks gastroesofageal. (Yusuf 2015)
8. Penatalaksanaan
Pada berbagai penelitian terbukti bahwa respons perbaikan gejala menandakan
adanya respons perbaikan lesi organiknya (perbaikan esofagitisnya).Hal ini
tampaknya lebih praktis bagi pasien dan cukup efektif dalam mengatasi gejala
pada tatalaksana GERD.Berikut adalah obat-obatan yang dapat digunakan dalam
terapi medikamentosa GERD:
- Antasid. Golongan obat ini cukup efektif dan aman dalam menghilangkan
gejala GERD tetapi tidak menyembuhkan lesi esofagitis. Selain sebagai buffer
terhadap HCl, obat ini dapat memperkuat tekanan sfingter esophagus bagian
bawah. Kelemahan obat golongan ini adalah rasanya kurang menyenangkan,
dapat menimbulkan diare terutama yang mengandung magnesium serta
konstipasi terutama antasid yang mengandung aluminium, penggunaannya
sangat terbatas pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal.
- Antagonis reseptor H2. Yang termasuk dalam golongan obat ini adalah
simetidin, ranitidine, famotidin, dan nizatidin. Sebagai penekan sekresi asam,
golongan obat ini efektif dalam pengobatan penyakit refluks gastroesofageal
jika diberikan dosis 2 kali lebih tinggi dan dosis untuk terapi ulkus. Golongan
obat ini hanya efektif pada pengobatan esofagitis derajat ringan sampai sedang
serta tanpa komplikasi.
- Obat-obatan prokinetik. Secara teoritis, obat ini paling sesuai untuk
pengobatan GERD karena penyakit ini lebih condong kearah gangguan
motilitas. Namun, pada prakteknya, pengobatan GERD sangat bergantung
pada penekanan sekresi asam.
- Metoklopramid. Obat ini bekerja sebagai antagonis reseptor dopamine.
Efektivitasnya rendah dalam mengurangi gejala serta tidak berperan dalam
penyembuhan lesi di esophagus kecuali dalam kombinasi dengan antagonis
reseptor H2 atau penghambat pompa proton. Karena melalui sawar darah otak,
maka dapat timbul efek terhadap susunan saraf pusat berupa mengantuk,
pusing, agitasi, tremor, dan diskinesia.
- Domperidon. Golongan obat ini adalah antagonis reseptor dopamine dengan
efek samping yang lebih jarang disbanding metoklopramid karena tidak
melalui sawar darah otak.Walaupun efektivitasnya dalam mengurangi keluhan
dan penyembuhan lesi esophageal belum banyak dilaporkan, golongan obat ini
diketahui dapat meningkatkan tonus LES serta mempercepat pengosongan
lambung.
- Cisapride. Sebagai suatu antagonis reseptor 5 HT4, obat ini dapat
mempercepat pengosongan lambung serta meningkatkan tekanan tonus LES.
Efektivitasnya dalam menghilangkan gejala serta penyembuhan lesi esophagus
lebih baik dibandingkan dengan domperidon.
- Sukralfat (Aluminium hidroksida + sukrosa oktasulfat). Berbeda dengan
antasid dan penekan sekresi asam, obat ini tidak memiliki efek langsung
terhadap asam lambung. Obat ini bekerja dengan cara meningkatkan
pertahanan mukosa esophagus, sebagai buffer terhadap HCl di eesofagus serta
dapat mengikat pepsin dan garam empedu. Golongan obat ini cukup aman
diberikan karena bekerja secara topikal (sitoproteksi).
- Penghambat pompa proton (Proton Pump Inhhibitor/PPI). Golongan obat ini
merupakan drug of choice dalam pengobatan GERD. Golongan obat-obatan
ini bekerja langsung pada pompa proton sel pari etal dengan mempengaruhi
enzim H, K ATP-ase yang dianggap sebagai tahap akhir proses pembentukan
asam lambung.
Obat-obatan ini sangat efektif dalam menghilangkan keluhan serta
penyembuhan lesi esophagus, bahkan pada esofagitis erosive derajat berat
serta yang refrakter dengan golongan antagonis reseptor H2.Umumnya
pengobatan diberikan selama 6-8 minggu (terapi inisial) yang dapat
dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan (maintenance therapy) selama 4 bulan
atau on-demand therapy, tergantung dari derajat esofagitisnya. (Bestari,
Muhammad Begawan. 2015)
9. Komplikasi
 Batuk dan asma
 Erosif esophagus
 Esofagus Barret, yaitu perubahan epitel skuamosa menjadi kolumner
metaplastik
 Esofagitis ulseratif
 Perdarahan saluran cerna akibat iritasi
 Striktur esophagus / Peradangan esophagus
 Aspirasi
 Tukak kerongkongan (Sujono, Hadi. 2014)
B. Konsep Dasar Keperawatan
1. Pengkajian
a. Data subjektif
Data yang mungkin muncul
- Klien mengatakan “mengalami mual muntah”
- Klien mengatakan “tidak nafsu makan”
- Klien mengatakan “susah menelan”
- Klien mengatakan “ada rasa pahit di lidah”
- Klien mengatakan “nyeri pada perut”
b. Data Objektif
Data yang mungkin muncul.
- Klien tampak tidak memakan makanan yang disediakan
- Klien tampak meringis kesakitan
- Klien tampak memegang bagian yang nyeri
- Tekanan darah klien meningkat
- Klien tampak gelisah
2. Diagnosa Keperawatan yang Mungkin Muncul
1. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera ditandai dengan melaporkan nyeri
secara verbal
2. Risiko aspirasi berhubungan dengan hambatan menelan, penurunan refleks laring
dan glotis terhadap cairan refluks.
3. Gangguan Menelan berhubungan dengan penyempitan/strikture pada esophagus
akibat gastroesophegal reflux disease ditandai dengan klien tampak susah untuk
menelan.
4. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan penumpukkan sekret dan
batuk tak efektif ditandai dengan adanya batuk takefektif, ketidakmampuan untuk
mengeluarkan sekresi jalan nafas, adanya mengi, frekuenssi, irama dan
kedalaman napas abnormal.
5. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia, mual muntah ditandai dengan penurunan nafsu makan, asupan
makanan tidak adekuat kurang dari yang dianjurkan, penurunan BB 10% dari
berat badan ideal untuk tinggi dan kerangka tubuh.
6. Mual berhubungan dengan: Pengobatan: iritasi gaster, distensi gaster, obat
kemoterapi, toksin Biofisika: gangguan biokimia (KAD, Uremia), nyeri jantung,
tumor intra abdominal, penyakit oesofagus / pankreas. Situasional: faktor
psikologis seperti nyeri, takut, cemas. (Jayus 2015)

3. Intervensi
N
Diagnosa Tujuan Intervensi Rasional
o
1. Nyeri akut b.d Setelah dilakukan 1. Kurangi faktor 1. Dengan
agens cedera tindakan keperawatan presipitasi nyeri berkurangnya
selama ......x 24 faktor pencetus
jam, pasien tidak nyeri maka pasien
mengalami nyeri, tidak terlalu
dengan kriteria hasil: merasakan
Mampu mengontrol intensitas nyeri.
nyeri (tahu penyebab 2. Tingkatkan 2. Menurunkan
nyeri, mampu istirahat tegangan abdomen
menggunakan tehnik dan meningkatkan
nonfarmakologiuntuk rasa kontrol.
mengurangi nyeri, 3. Berikan informasi 3. Pemberian
mencari bantuan) tentang nyeri informasi yang
Melaporkan bahwa seperti penyebab berulang dapat
nyeri berkurang nyeri, berapa lama mengurangi rasa
dengan menggunakan nyeri akan kecemasan pasien
manajemen nyeri berkurang, dan terhadap rasa
Tanda vital dalam antisipasi nyerinya.
rentang normal ketidaknyamanan
prosedur.

4. Ajarkan tentang
teknik
nonfarmakologi 4. Meningkatkan
seperti teknik relaksasi,
relaksasi nafas memfokuskan
dalam, distraksi kembali perhatian
dan kompres dan meningkatkan
hangat/dingin. kemampuan
5. Berikan analgesik koping.
untuk mengurangi
nyeri 5. Perlu penanganan
obat untuk
memudahkan
istirahat adekuat
dan penyembuhan
2 Risiko Setelah dilakukan 1. Monitor tingkat 1. Meningkatkan
aspirasi tindakan keperawatan kesadaran, reflek ekspansi paru
berhubungan selama ...x 24 jam batuk dan maksimal dan alat
dengan masalah aspirasi pada kemampuan pembersihan jalan
hambatan klien dapat diatasi menelan. napas.
menelan, dengan kriteria hasil: 2. Naikkan kepala 30- 2. Meningkatkan
penurunan refl Status hasil: 45 derajat setelah pengisian udara
eks laring dan Klien dapat bernafas makan. seluruh segmen
glotis terhadap dengan mudah, tidak paru, memobilisasi
cairan refluks irama, frekuensi dan mengeluarkan
pernafasan sekret.
normalskala 4 Pasien 3. Potong makanan 3. Menghindari
mampu menelan, kecil kecil. terjadinya risiko
mengunyah tanpa aspirasi yang
terjadi aspirasi, dan terlalu tinggi.
mampumelakukan 4. Hindari makan 4. Dapat membatasi
oral hygiene skala 4 kalau residu masih ekspansi
Jalan nafas paten, banyak gastroesofagus
mudah bernafas,
tidak merasa tercekik
dan tidak ada suara
nafas abnormal skala
4

3 Gangguan Setelah dilakukan 1. Bantu pasien 1. Menetralkan


Menelan tindakan keperawatan dengan mengontrol hiperekstensi ,
berhubungan selama .....x 24 jam kepala
dengan maka gangguan 2. Letakkan pasien
penyempitan/s menelan pada klien pada posisi 2. membantu
trikture pada dapat diatasi dengan duduk/tegak mencegah aspirasi
esophagus kriteria hasil: Status selama dan setelah dan meningkatkan
akibat hasil: Klien dapat makan. kemampuan untuk
gastroesopheg menelan makanan 3. Berikan makan menelan.
al reflux dengan sempurna perlahan pada 3. Pasien dapat
disease skala 4 lingkungan yang berkonsentrasi
tenang pada mekanisme
makan tanpa
adnya gangguan
distraksi dari luar
4 Bersihan jalan Setelah dilakukan 1. Posisikan pasien 1. Peninggian kepala
nafas tidak tindakan keperawatan untuk tempat tidur
efektif berhubu selama ......x 24 jam memaksimalkan mempermudah
ngan dengan klien dapat ventilasi fungsi pernapasan
refluks cairan ke menunjukkan kriteria dengan
laring dan hasil: Status hasil: menggunakan
tenggorokan jalan nafas yang gravitasi.
paten (tidak tercekik, 2. Lakukan fisioterapi 2. Fisioterapi dada
irama nafas dan pola dada jika perlu dapat
nafas dalam rentang mengeluarkan sisa
normal) skala 4 sekret yang masih
3. Atur intake untuk tertinggal.
cairan 3. Keseimbangan
mengoptimalkan akan stabil apabila
keseimbangan. antara pemasukan
dan pengeluaran
diatur
5 Ketidakseimban Setelah dilakukan 1. Diskusikan pada 1. Dengan memilih
gan nutrisi tindakan keperawatan pasien makanan makanan yang
kurang dari selama .....x 24 jam, yang disukainya dan disukai pasien
kebutuhan tubuh nutrisi pada klien makanan yang tidak maka selera makan
berhubungan dapat diatasi dengan disukainya. si pasien akan
dengan intake kriteria hasil: bertambah dan
kurang akibat dapat mengurangi
mual dan Status hasil: rasa mual dan
muntah. Peningkatan berat 2. Buat jadwal muntah.
badan sesuai dengan masukan tiap jam. 2. Setelah tindakan
Definisi: intake tujuan skala 4 Tidak Anjurkan mengukur pembagian,
nutrisi tidak ada tanda-tanda cairan/makanan dan kapasitas gaster
cukup untuk malnutrisi skala 4 minum sedikit demi menurun kurang
keperluan Tidak ada penurunan sedikit atau makan dari 50 ml,
metabolisme berat badan yang secara perlahan. sehingga perlu
tubuh berarti skala 4 3. Beritahu pasien makan
Mengidentifikasi untuk duduk saat sedikit/sering.
skala nutrisi skala 4 makan/minum.
Stamina dan energi 4. Tekankan
ada skala 4 pentingnya 3. Menurunkan
menyadari kenyang kemungkinan
dan menghentikan aspirasi.
masukan. 4. Makan berlebihan
5. Timbang berat dapat
badan tiap hari. mengakibatkan
Buat jadwal teratur mual dan muntah
setelah pulang.
6. Kolaborasi dengan
ahli gizi 5. Pengawasan
kehilangan dan
alat pengkajian
kebutuhan nutrisi
6. Perlu bantuan
dalam perencanaan
diet yang
memenuhi
kebutuhan nutrisi

6 Mual Setelah dilakukan 1. Lakukan pengkajian 1 Mengidentifikasi


tindakan lengkap rasa mual keefektifan
berhubungan
keperawatan selama termasuk frekuensi, intervensi yang
dengan: ......x 24 jam, pasien durasi, tingkat mual, diberikan
tidak mengalami dan faktor yang 2 Mengidentifikasi
Pengobatan:
mual, dengan kriteria menyebabkan pasien pengaruh mual
iritasi gaster, hasil: Melaporkan mual. terhadap kualitas
bebas dari mual, 2. Evaluasi efek mual hidup pasien.
distensi gaster,
Mengidentifikasi terhadap nafsu 3 Memenuhi
obat kemoterapi, hal-hal yang makan pasien, kebutuhan nutrisi
mengurangi semua, aktivitas sehari-hari, pasien dan
toksin Biofisika:
Nutrisi adekuat dan pola tidur pasien menegah mual
gangguan Status hidrasi: 3. Ajnurkan makan 4 Untuk
sedikit tapi sering menghindari
biokimia (KAD, hidrasi kulit
dan dalam keadaan terjadinya mual
Uremia), nyeri membran hangat 5 Untuk
4. Anjurkan pasien menghindari efek
jantung, tumor mukosa baik,
mengurangi jumlah mual
intra abdominal, tidak ada makanan yang bisa 6 Membantu
menimbulkan mual. mengurangi efek
penyakit rasa haus
5. Berikan istirahat dan mual dan
oesofagus / yang tidur yang adekuat menegah muntah
untuk mengurangi 7 Menurangi mual
pankreas. abnormal,
mual dengan aksi
Situasional: panas, urin 6. Lakukan akupresure semementara
point P6 3 jari
faktor psikologis output
dibawah pergelangan
seperti nyeri, normal, TD, tangan pasien.
Lakukan selama 2-3
takut, cemas HCT normal
menit setiap 2 jam
selama kemoterapi.
7. Kolaborasi
pemberian antiemetik
: ondansentron 4 mg
IV jika mual
DAFTAR PUSTAKA

Asroel, 2014. Penyakit refluks gastroesofagus. USU digital library


Bestari, Muhammad Begawan. 2015. Penatalaksanaan Gastroesofageal Reflux Disease
(GERD). Divisi Gastroentero-Hepatologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran / RS Dr. Hasan Sadikin Bandung CDK 188 / vol.
42 no. 7 / November 2015.
Corwin, 2009. Buku saku patofisiologi. EGC. Jakarta.
Jayus 2015.https://www.scribd.com/document/263307313/Standart-Asuhan-Keperawatan-
Pasien-Gerd (Di akses tgl 20 Februari 2018).
Sujono, Hadi. 2014. Gastroenterologi Edisi VII. Bandung: Penerbit PT Alumni.
Susanto, 2013. Gambaran klinis dan endoskopi penyakit refluks gastroesofagus pada pasien
asma persisten sedang di RS Persahabatan. Jakarta. Jurnal Respirologi.

Yusuf, Ismail. 2015. Diagnosis Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) Secara


Klinis.PPDS Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM Vol. 22, No.3, Edition September -
November 2013.

Anda mungkin juga menyukai