Anda di halaman 1dari 21

.

Definisi
(Gastroesofageal Reflux Disease) adalah suatu penyakit yang jarang terdiagnosis oleh
dokter di Indonesia karena bila belum menimbulkan keluhan yang berat seperti
refluks
esofagitis dokter belum bisa mendiagnosa.Refluks gastroesofagus adalah masuknya
isi
lambung ke dalam esofagus yang terjadi secara intermiten pada orang, terutama
setelah
makan (Asroel, 2014).
Penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux Disease/GERD)
didefinisikan sebagai suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan lambung
ke
dalam esofagus yang menimbulkan berbagai gejala yang mengganggu (troublesome)
di
esofagus maupun ekstra esofagus dan atau komplikasi (Susanto, 2013).
Pada orang normal, refluks ini terjadi pada posisi tegak sewaktu habis makan.Karena
sikap posisi tegak tadi dibantu oleh adanya kontraksi peristaltik primer, isi lambung
yang
mengalir masuk ke esofagus segera dikembalikan ke lambung.Refluks sejenak ini
tidak
merusak mukosa esofagus dan tidak menimbulkan keluhan atau gejala.Oleh karena
itu,
dinamakan refluks fisiologis.Keadaan ini baru dikatakan patologis, bila refluks terjadi
berulang-ulang yang menyebabkan esofagus distal terkena pengaruh isi lambung
untuk
waktu yang lama.Istilah esofagitis refluks berarti kerusakan esophagus akibat refluks
cairan
lambung, seperti erosi dan ulserasi epitel skuamosa esofagus (Susanto, 2013).

B. Etiologi
Beberapa penyebab terjadinya GERD meliputi:
1. Menurunnya tonus LES (Lower Esophageal Sphincter)
2. Bersihan asam dari lumen esofagus menurun
3. Ketahanan epitel esofagus menurun
4. Bahan refluksat mengenai dinding esofagus yaitu Ph <2, adanya pepsin, garam
empedu,
HC
. Definisi
(Gastroesofageal Reflux Disease) adalah suatu penyakit yang jarang terdiagnosis oleh
dokter di Indonesia karena bila belum menimbulkan keluhan yang berat seperti
refluks
esofagitis dokter belum bisa mendiagnosa.Refluks gastroesofagus adalah masuknya
isi
lambung ke dalam esofagus yang terjadi secara intermiten pada orang, terutama
setelah
makan (Asroel, 2014).
Penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux Disease/GERD)
didefinisikan sebagai suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan lambung
ke
dalam esofagus yang menimbulkan berbagai gejala yang mengganggu (troublesome)
di
esofagus maupun ekstra esofagus dan atau komplikasi (Susanto, 2013).
Pada orang normal, refluks ini terjadi pada posisi tegak sewaktu habis makan.Karena
sikap posisi tegak tadi dibantu oleh adanya kontraksi peristaltik primer, isi lambung
yang
mengalir masuk ke esofagus segera dikembalikan ke lambung.Refluks sejenak ini
tidak
merusak mukosa esofagus dan tidak menimbulkan keluhan atau gejala.Oleh karena
itu,
dinamakan refluks fisiologis.Keadaan ini baru dikatakan patologis, bila refluks terjadi
berulang-ulang yang menyebabkan esofagus distal terkena pengaruh isi lambung
untuk
waktu yang lama.Istilah esofagitis refluks berarti kerusakan esophagus akibat refluks
cairan
lambung, seperti erosi dan ulserasi epitel skuamosa esofagus (Susanto, 2013).

B. Etiologi
Beberapa penyebab terjadinya GERD meliputi:
1. Menurunnya tonus LES (Lower Esophageal Sphincter)
2. Bersihan asam dari lumen esofagus menurun
3. Ketahanan epitel esofagus menurun
4. Bahan refluksat mengenai dinding esofagus yaitu Ph <2, adanya pepsin, garam
empedu,
HC

LAPORAN PENDAHULUAN
“ GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE(GERD) ”
DISUSUN OLEH:

RAFIKA DWI SUNARYATI

NIM : 11430122133

POLITEKNIK KEMENTRIAN KESEHATAN SORONG PRODI D – IV KEPERAWATAN

KELAS KARYAWAN TELUK WONDAMA TAHUN 2023

1. Definisi
(Gastroesofageal Reflux Disease) adalah suatu penyakit yang jarang
terdiagnosis oleh dokter di Indonesia karena bila belum menimbulkan keluhan
yang berat seperti refluks esofagitis dokter belum bisa mendiagnosa.Refluks
gastroesofagus adalah masuknya isi lambung ke dalam esofagus yang terjadi
secara intermiten pada orang, terutama setelah makan (Asroel, 2014).
Penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux Disease/GERD)
didefinisikan sebagai suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan
lambung ke dalam esofagus yang menimbulkan berbagai gejala yang
mengganggu (troublesome) di esofagus maupun ekstra esofagus dan atau
komplikasi (Susanto, 2013).
Pada orang normal, refluks ini terjadi pada posisi tegak sewaktu habis
makan.Karena sikap posisi tegak tadi dibantu oleh adanya kontraksi peristaltik
primer, isi lambung yang mengalir masuk ke esofagus segera dikembalikan ke
lambung.Refluks sejenak ini tidak merusak mukosa esofagus dan tidak
menimbulkan keluhan atau gejala.Oleh karena itu, dinamakan refluks
fisiologis.Keadaan ini baru dikatakan patologis, bila refluks terjadi berulang-
ulang yang menyebabkan esofagus distal terkena pengaruh isi lambung untuk
waktu yang lama.Istilah esofagitis refluks berarti kerusakan esophagus akibat
refluks cairan lambung, seperti erosi dan ulserasi epitel skuamosa esofagus
(Susanto, 2013).

2. Etiologi
Beberapa penyebab terjadinya GERD meliputi:
1. Menurunnya tonus LES (Lower Esophageal Sphincter)
2. Bersihan asam dari lumen esofagus menurun
3. Ketahanan epitel esofagus menurun
4. Bahan refluksat mengenai dinding esofagus yaitu Ph <2, adanya pepsin,
garam empedu, HC
5. Kelainan pada lambung
6. Infeksi H. Pylori dengan corpus predominan gastritis
7. Non acid refluks (refluks gas) menyebabkan hipersensitivitas
8. Alergi makanan atau tidak bisa menerima makanan juga membuat refluks
9. Mengkonsumsi makanan berasam, coklat, minuman berkafein dan
berkarbonat, alkohol, merokok, dan obat-obatan yang bertentangan dengan
fungsi esophageal sphincter bagian bawah termasuk yang memiliki efek
antikolinergik (seperti beberapa antihistamin), penghambat saluran kalsium,
progesteron, dan nitrat
10. Kelaianan anatomi, seperti penyempitan kerongkongan. (Yusuf, 2015)

3. Anatomi fisiologi
1. Esofagus Bagian saluran pencernaan ini merupakan tabung otot yang
berfungsi menyalurkan makanan dari mulut ke lambung.Esofagus diselaputi
oleh epitel berlapis gepeng tanpa tanduk. Pada lapisan submukosa terdapat
kelompokan kelenjar-kelenjar esofagea yang mensekresikan mukus.Pada
bagian ujung distalesofagus, lapisan otot hanya terdiri sel-sel ototpolos, pada
bagian tengah,campuran sel-sel otot lurik dan polos, dan pada ujung
proksimal, hanya sel-sel otot lurik.

2. Lambung merupakan segmen saluran pencernaan yang melebar, yang fungsi


utamanya adalah menampung makanan yang telah dimakan, mengubahnya
menjadi bubur yang liat yang dinamakan kimus (chyme).Permukaan lambung
ditandai oleh adanya peninggian atau lipatan yang dinamakan rugae.
Invaginasi epitel pembatas lipatan-lipatan tersebut menembus lamina propria,
membentuk alurmikroskopik yang dinamakan gastric pits atau foveolae
gastricae.Sejumlah kelenjar-kelenjar kecil, yang terletak di dalam lamina
propria, bermuara ke dalam dasar gastric pits ini. Epitel pembatas ketiga
bagian ini terdiri dari sel-sel toraks yang mensekresi mukus. Lambung
secara struktur histologis dapat dibedakan menjadi: kardia, korpus, fundus, dan
pylorus.

4. Patofisiologi
Kondisi penyakit refluks gastroesofagus atau GERD (gastroesophageal reflux
disease) disebabkan aliran balik (refluks) isi lambung ke dalam esophagus. GERD
sering kali disebut nyeri ulu hati (heartburn) karena nyeri yang terjadi ketika
cairan asam yang normalnya hanya ada di lambung, masuk dan mengiritasi
atau menimbulkan rasa seperti terbakar di esophagus. Refluks gastroesofagus
biasanya terjadi setelah makan dan disebabkan melemahnya tonus sfingter
esophagus atau tekanan di dalam lambung yang lebih tinggi dari esophagus.
Dengan kedua mekanisme ini, isi lambung yang bersifat asam bergerak masuk ke
dalam esophagus. Isi lambung dalam keadaan normal tidak dapat masuk ke
esophagus karena adanya kontraksi sfingter esofagus (sfingter esofagus bukanlah
sfingter sejati, tetapi suatu area yang tonus ototnya meningkat). Sfingter ini
normalnya hanya terbuka jika gelombang peristaltik menyalurkan bolus makanan
ke bawah esofagus. Apabila hal ini terjadi, otot polos sfingter melemas dan
makanan masuk ke dalam lambung. Sfingter esofagus seharusnya tetap dalam
keadaan tertutup kecuali pada saat ini, karena banyak organ yang berada dalam
rongga abdomen, menyebabkan tekanan abdomen lebih besar daripada tekanan
toraks. Dengan demikian, ada kecenderungan isi lambung terdorong ke dalam
esofagus. Akan tetapi, jika sfingter melemah atau inkompeten, sfingter tidak dapat
menutup lambung. Refluks akan terjadi dari daerah bertekanan tinggi (lambung) ke
daerah bertekanan rendah (esofagus). Episode refluks yang berulang dapat
memperburuk kondisi karena menyebabkan inflamasi dan jaringan parut di area
bawah esofagus.
Pada beberapa keadaan, meskipun tonus sfingter dala keadaan normal,
refluks dapat terjadi jika terdapat gradien tekananyang sangat tinggi di sfingter.
Tekanan abdomen yang tinggi cenderung mendorong sfingter esofagus ke rongga
toraks. Hal ini memperbesar gradien tekanan antara esofagus dan rongga
abdomen. Posisi berbaring, terutama setelah makan juga dapat mengakibatkan
refluks. Refluks isi lambung mengiritasi esofagus karena tingginya kandungan asam
dalam isi lambung. Walaupun esofagus memiliki sel penghasil mukus, namun sel-
sel tersebut tidak sebanyak atau seaktif sel yang ada di lambung (Corwin, 2009: 600)
5. Pathway
Aspirasi isi
obesitas
Obat-obatan Pengosongan lambung lambung ke
hormonal,pendeknya lambat, dilatasi lambung tracheobronkial
LES,infeksi H pylori dan korpus
pedominas gastritis
Tekanan
Transient LES relaxation Penumpuk Resiko
intraabdomen
lebih besar dari kan sekret Aspirasi
Penurunan kekuatan
sfingter esofagus tekanan thoraks
Penurunan refluks
esofagus berulang
Batuk,Sesak

Otot polos sfinfter


esofagus melemah Bersihan jalan nafas
tidak efektif
Menyebabkan tekanan pada abdomen meningkat
Sehingga mendorong isi cairan lambung masuk sel Water brash
eshofagus ( Ludah berlebihan )

Kontak asam lambung dengan eshofagus


dalam waktu lama dan berulang Refleks otak
merangsang muntah

GASTROESHOFAGEAL REFLUS DESIASE


(GERD) Mual/Muntah

Asam lambung mengiritasi sel mukosa


eshofagus

Intake nutrisi
Terjadi Kerusakan sel mukosa Anoreksia inadekuat
inflamasi pada eshofagus
sel mukosa
eshofagus
Gangguan BB menurun
osinofagia
Menelan

Ketidakseimbangan
Rasa terbakar pada eshofagus nutrisi kurang dari
Nyeri Akut kebutuhan tubuh
6. Manifestasi klinis
Manifestasi klinis GERD dapat berupa gejala yang tipikal (esofagus) dan
gejala atipikal (ekstraesofagus).
Gejala GERD 70% merupakan tipikal, yaitu :
1. Heart Burn, yaitu sensasi terbakar di daerah retrosternal. Gejala heartburn
adalah gejala tersering.
2. Regurgitasi, yaitu kondisi dimana material lambung terasa di faring.
Kemudian mulut terasa asam dan pahit.
3. Disfagia. Biasanya terjadi oleh karena komplikasi berupa striktur (Yusuf,
2009)

Gejala Atipikal :
1. Batuk kronik dan kadang wheezing
2. Suara serak
3. Pneumonia
4. Fibrosis paru
5. Bronkiektasis
6. Nyeri dada nonkardiak (Yusuf, 2009)

Gejala lain :
1. Penurunan berat badan
2. Anemia
3. Hematemesis atau melena
4. Odinofagia (Bestari, 2011).
7. Pemeriksaan Penunjang
a. Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas merupakan standar
baku untukdiagnosis GERD dengan ditemukannya mucosal break di
esophagus (esofagitisrefluks). Jika tidak ditemukan mucosal break pada
pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas pada pasien dengan gejala
khas GERD, keadaan ini disebut non-erosive reflux disease (NERD).
b.Esofagografi dengan barium
Dibandingkan dengan endoskopi, pemeriksaan ini kurang peka dan
seringkali tidakmenunjukkan kelainan, terutama pada kasus esofagitis ringan.
Pada keadaan yanglebih berat, gambar radiology dapat berupa penebalan
dinding dan lipatan mukosa,ulkus, atau penyempitan lumen.
c.Monitoring pH 24 jam
Episode refluks gastroesofageal menimbulkan asidifikasi bagian distal
esophagus.Episode ini dapat dimonitor dan direkam dengan menempatkan
mikroelektroda pHpada bagian distal esophagus. Pengukuran pH pada
esophagus bagian distal dapatmemastikan ada tidaknya refluks gastroesofageal.
pH dibawah 4 pada jarak 5 cm diatas LES dianggap diagnostik untuk refluks
gastroesofageal.

8. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan atau terapi GERD ditujukan untuk mengurangi atau
menghilangkan gejala-gejala pasien, mengurangi frekuensi atau kekambuhan
dan durasi refluks esofageal, mempercepat penyembuhan mukosa yang
terluka, dan mencegah berkembangnya komplikasi.
Terapi diarahkan pada peningkatan mekanisme pertahanan yang
mencegah refluks dan atau mengurangi faktor faktor yang memperburuk
agresifitas refluks atau kerusakan mukosa.
1. Modifikasi Gaya Hidup
a. Tidak merokok
b. Tempat tidur bagian kepala ditinggikan
c. Tidak minum alcohol
d. Diet rendah lemak
e. Hindari mengangkat barang berat
f. Penurunan berat badan pada pasien gemuk
g. Jangan makan terlalu kenyang
h. Hindari pakaian yang ketat, terutama di daerah pinggang.
2. Terapi medikamentosa
Terdapat berbagai tahap perkembangan terapi medikamentosa pada
penatalaksanaan GERD ini. Dimulai dengan dasar pola pikir bahwasampai saat
ini GERD merupakan atau termasuk dalam kategori gangguanmotilitas saluran
cerna bagian atas. Namun dalam perkembangannyasampai saat ini terbukti
bahwa terapi supresi asam lebih efektif daripada pemberian obat-obat prokinetik
untuk memperbaiki gangguan motilitas.
Pada berbagai penelitian terbukti bahwa respons perbaikan
gejalamenandakan adanya respons perbaikan lesi organiknya
(perbaikanesofagitisnya). Hal ini tampaknya lebih praktis bagi pasien dan
cukupefektif dalam mengatasi gejala pada tatalaksana GERD.
Berikut adalah obat-obatan yang dapat digunakan dalam terapimedikamentosa
GERD :
a. Antasid
Golongan obat ini cukup efektif dan aman dalam menghilangkangejala
GERD tetapi tidak menyembuhkan lesi esofagitis. Selainsebagai buffer
terhadap HCl, obat ini dapat memperkuat tekanansfingter esophagus bagian
bawah.
b. Antagonis reseptor H2
Yang termasuk dalam golongan obat ini adalah simetidin,
ranitidine,famotidin, dan nizatidin. Sebagai penekan sekresi asam,
golonganobat ini efektif dalam pengobatan penyakit refluks gastroesofageal
jika diberikan dosis 2 kali lebih tinggi dan dosis untuk terapi ulkus.Golongan
obat ini hanya efektif pada pengobatan esofagitis derajatringan sampai
sedang serta tanpa komplikasi
c. Obat-obatan prokinetic
Secara teoritis, obat ini paling sesuai untuk pengobatan GERD karena
penyakit ini lebih condong kearah gangguan motilitas. Namun, pada
prakteknya, pengobatan GERD sangat bergantung pada penekanansekresi
asam.
d. Metoklopramid
Obat ini bekerja sebagai antagonis reseptor dopamine. Efektivitasnyarendah
dalam mengurangi gejala serta tidak berperan dalam penyembuhan lesi di
esophagus kecuali dalam kombinasi denganantagonis reseptor H2 atau
penghambat pompa proton. Karenamelalui sawar darah otak, maka dapat
timbul efek terhadap susunansaraf pusat berupa mengantuk, pusing, agitasi,
tremor, dan dyskinesia.
e. Domperidon
Golongan obat ini adalah antagonis reseptor dopamine dengan efeksamping
yang lebih jarang disbanding metoklopramid karena tidakmelalui sawar darah
otak. Walaupun efektivitasnya dalam mengurangi keluhan dan penyembuhan
lesi esophageal belum banyakdilaporkan, golongan obat ini diketahui dapat
meningkatkan tonusLES serta mempercepat pengosongan lambung.
f. Sukralfat (Aluminium hidroksida + sukrosa oktasulfat)
Berbeda dengan antasid dan penekan sekresi asam, obat ini tidakmemiliki
efek langsung terhadap asam lambung. Obat ini bekerjadengan cara
meningkatkan pertahanan mukosa esophagus, sebagai buffer terhadap HCl
di eesofagus serta dapat mengikat pepsin dangaram empedu. Golongan
obat ini cukup aman diberikan karena bekerja secara topikal (sitoproteksi).
4. Terapi terhadap Komplikasi
Komplikasi yang sering terjadi adalah perdarahan Bila terjadi rangsangan
asam lambung yang kronik dapat terjadi perubahan mukosa esophagus
dari squamous menjadi kolumnar yang metaplastik sebagai esophagus barret’s
(premaligna) dan dapat menjadi karsinoma barret’s esophagus.
a. Striktur esophagus Bila pasien mengeluh disfagia dan diameter strikturnya
kurang dari 13 mm maka dapat dilakukan dilatasi busi, bila gagal juga
lakukanlah operasi.
b. Barret’s esophagus Bila pasien telah mengalami hal ini maka terapi yang
dilakukan adalah terapi bedah (fundoskopi). Selain terapi bedah dapat juga
dilakukan terapi endoskopi (baik menggunakan energy radiofrekuensi,
plikasi gastric luminal atau dengan implantasi endoskopi) walapun cara ini
masih dalam penelitian. (Djajapranata, 2001).

9. Komplikasi :
a. Batuk dan asma
b. Erosif esophagus
c. Esofagus Barret, yaitu perubahan epitel skuamosa menjadi kolumner
metaplastic
d. Esofagitis ulseratif
e. Perdarahan saluran cerna akibat iritasiStriktur esophagus / Peradangan
esophagus
f. Aspirasi
g. Tukak kerongkongan
Asuhan keperawatan

1. Pengkajian
Pengkajian keperawatan merupakan proses keperawatan yang meliputi
usaha
untuk mengetahui permasalahan klien yaitu pengumpulan data tentang
status
kesehatan klien secara sistematis, akurat, menyeluruh, singkat, dan
berkesinambungan yang dilakukan perawat. Komponen dari pengkajian
keperawatan meliputi anamnesa, pemeriksaan kesehatan, pengkajian,
pemeriksaan diagnostik serta pengkajian penatalaksanaan medis (Utami &
Kartika, 2018). Beberapa hal yang dapat dikaji pada pasien dengan GERD
(Nurarif & Kusuma, 2015), antara lain:
 Identitas Klien
Meliputi: Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku, pekerjaan, status
perkawinan tanggal mrs, pengkajian, penanggung jawab, No. regester,
diagnosa masuk, alamat.
 Keluhan Utama
Pada pengkajian dilakukan wawancara dan pemeriksaan fisik
danumumnya didapatkan data keluhan mual muntah yang terus
menerus,rasa terbakar di dada, dari 2 hari kemarin, terdapat tandatanda
dehidrasi,konjungtiva anemis, mukosa bibir kering, CRT 4 detik
 Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Dikaji karakteristik, tingkat keperahan.Lokasi, faktor pencetus, manifestasi
yang berhubungan: Keluhan tipikal(esofagus): heartburn, regurgitasi, dan
disfagia. Keluhan atipikal(eskstraesofagus): batuk kronik, suara serak,
pneumonia, fibrosis paru, bronkiektasis, dan nyeri dada nonkardiak.
Keluhan lain: penurunan berat badan, anemia, hematemesis atau melena,
odinofagia.
 Riwayat Penyakit Keluarga
Biasanya terdapat salah satu anggota keluarga yang
juga menderita GERD atau penyakit keturunan yang dapat
menyebabkan terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung
2. Pola Fungsi Keperawatan
a. Aktivitas dan istirahat
b. Sirkulasi
c. Eliminasi
d. Makan/minum
e. Sensori Neural
f. Nyeri/kenyamanan
g. Respirasi
h. Keamanan
3. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum: Keadaan umum ini dapat meliputi kesan keadaan
sakit termasuk ekspresi wajah dan posisi pasien, kesadaran yang
dapat meliputi penilaian secara kualitatif seperti compos mentis,
apathis, somnolen, sopor, koma dan delirium.
b. Pemeriksaan tanda vital: Meliputi nadi (frekuensi, irama, kualitas),
tekanan darah, pernafasan (frekuensi, irama, kedalaman, pola
pernafasan) dan suhu tubuh.
c. Pemeriksaan kulit, rambut dan kelenjar getah bening
Kulit: Warna (meliputi pigmentasi, sianosis, ikterus, pucat, eritema
dan lain-lain), turgor, kelembaban kulit dan ada/tidaknya edema.
Rambut: Dapat dinilai dari warna, kelebatan, distribusi dan
karakteristik lain.
Kelenjar getah bening: Dapat dinilai dari bentuknya serta tandatanda radang
yang dapat dinilai di daerah servikal anterior, inguinal,
oksipital dan retroaurikuler.
d. Pemeriksaan kepala dan leher
Kepala: Dapat dinilai daribentuk dan ukuran kepala, rambut dan
kulit kepala, ubun-ubun (fontanel), wajahnya asimetris atau
ada/tidaknya pembengkakan, mata dilihat dari visus, palpebrae, alis
bulu mata, konjungtiva, sklera, pupil, lensa, pada bagian telinga
dapat dinilai pada daun telinga, liang telinga, membran timpani,
mastoid, ketajaman pendengaran, hidung dan mulut ada tidaknya
trismus (kesukaran membuka mulut), bibir, gusi, ada tidaknya tanda
radang, lidah, salivasi.
Leher: Kaku kuduk, ada tidaknya massa di leher, dengan ditentukan
ukuran, bentuk, posisi, konsistensi dan ada tidaknya nyeri telan.

e. Pemeriksaan dada
Yang diperiksa pada pemeriksaan dada adalah organ paru dan
jantung. Secara umum ditanyakan bentuk dadanya, keadaan paru
yang meliputi simetris apa tidaknya, pergerakan nafas, ada/tidaknya
fremitus suara, krepitasi serta dapat dilihat batas pada saat perkusi
didapatkan bunyi perkusinya, bagaimana(hipersonor atau timpani),
apabila udara di paru atau pleura bertambah, redup atau pekak,
apabila terjadi konsolidasi jarngan paru, dan lain-lain
f. Pemeriksaan abdomen
Data yang dikumpulkan adalah data pemeriksaan tentang ukuran
atau bentuk perut, dinding perut, bising usus, adanya ketegangan
dinding perut atau adanya nyeri tekan
g. Pemeriksaan anggota gerak dan neurologis
Diperiksa adanya rentang gerak, keseimbangan dan gaya berjalan,
genggaman tangan, otot kaki, dan lain-lain.
2. Diagnosa keperawatan.
a. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera ditandai dengan
melaporkan nyeri secara verbal
b. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan
dengan anoreksia, mual muntah ditandai dengan penurunan nafsu
makan, penurunan BB.
c. Defisit pengetahuan berhubungan dengan kurang pengetahuan(proses
penyakit)
d. Resiko infeksi dengan factor resiko agen cidera fisik(Tindakan infasif

3. Intervensi Keperawatan

N DIAGNOSA TUJUAN INTERVENSI RASIONAL


O
1 Nyeri akut Setelah dilakukan 1. Observasi tingkat 1. Mengidentifikasi
berhubungan tindakan keperawatan nyeri pasien nyeri untuk
dengan agen selama 2 x 24 jam, secara melakukan
cedera pasien tidak konferhensif baik intervensi.
mengalami nyeri, meliputi 2. Mengetahui
dengan kriteria hasil: lokasi,reaksi dan perkembangan
1. Melaporkan bahwa intensitas pasien
nyeri berkurang 2. Observasi TTV 3. Memberikan
Skala nyeri 0-2 3. Berikan informasi informasi kepada
2. Tanda vital dalam tentang nyeri pasien tentang
rentang normal. seperti penyebab nyeri yang
3. Wajah klien tidak nyeri, berapa dirasakan
meringis kesakitan lama nyeri akan 4. Membantu
4. Klien merasakan berkurang, dan mengurangi
kenyamanan antisipasi nyeri yang
ketidaknyamanan dirasakan
prosedur.
4. Ajarkan Teknik
relaksasi dan
Berikan
analgesik untuk
mengurangi nyeri
2 Ketidakseimbangan Setelah dilakukan 1. Kaji nafsu makan 1. Mengetahui
nutrisi kurang dari Tindakan keperawatan klien sejauhmana
kebutuhan tubuh selama 2x24 jam 2. Kaji hal-hal yang nafsu makan
berhubungan diharapkan klien dapat mengakibatkan klien
dengan anoreksia, menunjukkan tidak klien malas 2. Mengetahui
mual muntah adanya makan sejauhmana
ditandai dengan ketidakseimbangan 3. Anjurkan klien terjadinya
penurunan nafsu nutrisi kurang dari untuk makan perubahan pola
makan, penurunan kebutuhan dengan porsi sedikit tapi makan
BB kriteria : sering 3. Porsi yang
1. Nafsu makan baik 4. Anjurkan klien sedikit tapi sering
2. Porsi makan agar menjaga membantu
dihabiskan kebersihan mulut menjaga
3. Penambahan berat sebelum dan pemasukan dan
badan sesudah makan rangsangan
mual/muntah
4. Menimbulkan
rasa segar dan
nyaman
sehingga berefek
meningkatkan
nafsu makan
3 Defisit pengetahuan Setelah dilakukan 1. Observasi 1. Mengetahui
berhubungan dengan tindakan keperawatan kemampuan klien kemampuan
kurang selama 2 x 24 jam dalam pasien dalam
pengetahuan(proses diharapkan defisit pemahaman memenuhi
penyakit) pengetahuan teratasi tentang kemampuan
dengan kriteria hasil : penyakitnya terhadap
1. Klien dan keluarga 2. Bantu klien penyakitnya
mampu dalam memilih 2. Memberikan
menyatakan diet yang tepat informasi tentang
pemahaman saat Kembali penyakit yang
tentang kerumah dialaminya
penyakit ,kondisi,pe 3. Libatkan keluarga
ngobatan serta untuk hidup sehat
pencegahan.
2. Klien dan keluarga
mampu
menjelaskan
Kembali apa yang
dijelaskan oleh
petugas/perawat
4 Resiko infeksi Setelah dilakukan 1. Observasi 1. Peninggian
dengan factor resiko tindakan keperawatan keadaan umum kepala tempat
agen cidera selama 2 x 24 jam pasien tidur
fisik(Tindakan infasif) klien hasil : 2. Observasi TTV mempermudah
Klien bebas dari 3. Awasi Tanda vital fungsi
tanda-tanda infeksi dan gejala pernapasan
Jumlah leukosit dalam demam,menggigil dengan
batas normal serta berkeringat menggunakan
Suhu tubuh pasien 4. Lakukan cuci gravitasi.
normal 37℃ tangan dengan 2. Fisioterapi dada
baik sebelum dan dapat
setelah kontak mengeluarkan
dengan pasien sisa sekret yang
masih tertinggal.
3. Keseimbangan
akan stabil
apabila
DAFTAR PUSTAKA

Bestari, Muhammad Begawan. 2015. Penatalaksanaan Gastroesofageal


Reflux Disease (GERD).
Divisi Gastroentero-Hepatologi, Departemen Ilmu Penyakit Dalam Fakultas
Kedokteran Universitas Padjadjaran / RS Dr. Hasan Sadikin Bandung CDK
188 / vol. 42 no. 7 / November 2015.
Sujono, Hadi. 2014. Gastroenterologi Edisi VII. Bandung: Penerbit PT Alumni.
Yusuf, Ismail. 2013. Diagnosis Gastroesophageal Reflux Disease (GERD)
Secara Klinis.PPDS Ilmu Penyakit Dalam FKUI/RSCM Vol. 22, No.3, Edition
September - November 2013.
Jayus 2015. https://www.scribd.com/document/263307313/Standart-Asuhan-
Keperawatan-Pasien-Gerd (Di akses tgl 4 juni 2022).
SDKI DPP PPNI. (2016). Standar Diagnosa Keperawatan Indonesia (1st ed.).

SIKI DPP PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia (I). Jakarta.

SLKI DPP PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia: Definisi


dan Kriteria Hasil Keperawatan (1st ed.). Jakarta: Dewan Pengurus Pusat
Persatuan Perawat Nasional Indonesia. Retrieved from http://www.inna-ppni.or.id
4

5. Kelainan pada lambung


6. Infeksi H. Pylori dengan corpus predominan gastritis
7. Non acid refluks (refluks gas) menyebabkan hipersensitivitas
8. Alergi makanan atau tidak bisa menerima makanan juga membuat refluks
9. Mengkonsumsi makanan berasam, coklat, minuman berkafein dan berkarbonat,
alkohol,
merokok, dan obat-obatan yang bertentangan dengan fungsi esophageal sphincter bagian
bawah termasuk yang memiliki efek antikolinergik (seperti beberapa antihistamin),
penghambat saluran kalsium, progesteron, dan nitrat
10. Kelaianan anatomi, seperti penyempitan kerongkongan. (Yusuf, 2015)

Anda mungkin juga menyukai