Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN DENGAN GERD

DI RUANG ARJUNA RUMAH SAKIT UMUM KASIH BUNDA

Diajukan Untuk Memenuhi Salah Satu Tugas stase KDP

RIZKI AYU KURNIYAWATI

D522016

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN PROFESI NERS

FAKULTAS KEPERAWATAN

INSTITUT KESEHATAN RAJAWALI

BANDUNG

2023
A. Definisi
Gerd (Gastroesofageal Reflux Disease) adalahsuatu penyakit yang jarang
terdiagnosis oleh dokter di Indonesia karena belum menimbulkan keluhan yang berat
seperti refluks esofagitis dokter belum bisa mendiagnosa. Refluks esofagitis adalah
masuknya isi lambung kedalam esofagus yang terjadi secara intermiten pada orang
terutama setelah makan (Asroel,2014).
Penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesofageal Reflux Disease (Gerd))
didefinisikan sebagai suatu keadaan patologis sebagai akibat refluks kandungan
lambung kedalam esofagus yang menimbulkan berbagai gejala yang mengganggu di
esofagus maupun ekstra esofagus dan atau komplikasi (Susanto, 2013).
Pada orang normal, refluks ini terjadi pada posisi tegak sewaktu habis makan.
Karena posisi tegak tadi dibantu oleh adanya kontraksi peristaltik primer, isi lambung
yang mengalir masuk ke esofagus segera dikembalikan ke lambung. Refluks sejenak
ini tidak merusak esofagus dan tidak menimbulkan keluhan atau gejala. Oleh karena
itu dinmakan refluks fisiologis. Keadan ini baru dikatakan patologis, bila refluks
terjadi berulang-ulang yang menyebabkan esofagus distal terkena pengaruh isi
lambung untuk waktu yang lama. Istilah esofagitis refluks berarti kerusakan esofagus
akibat refluks cairan lambung, seperti erosi dan ulserasi epitel skuamosa esofagus
(Susanto,2013).
Jadi, Gerd merupakan suatu keadaan patologis akibat masuknya isi lambung
ke esofagus yang biasa terjadi setelah makan dan dapat terjadi posisi tegak oleh
adanya kontrasi peristaltik primer lambung.

B. Etiologi
Beberapa penyebab terjadinya GERD meliputi:
 Menurunnya tonus LES (Lower Eshopageal Sphincter)
 Bersihan asam dari lumen esopagus menurun
 Bahan refluksat mengenai dinding esofagus yaitu Ph <2, adanya pepsin,
garam empedu, HCL.
 Ketahuan epitel esofagus menurun
 Kelainan pada lambung
 Infeksi H Pylori dengan Corpus predominan gastritis
 Mengkonsumsi makanan berasam, coklat, minuman berkafein, dan
berkarbonat, alkohol, merokok, dan obat-obatan yang bertentangan dengan
fungsi esophageal sphincter dibagian bawah termasuk yang memiliki efek
antikolimergik seperti beberapa antihistamin, penghambt saluran kalsium,
progesteron, dan nitrat.
 Non Acid refluks (refluks gas) menyebabkan hipersensitivitas
 Alergi makanan atau tidak bisa menerima makanan juga membuat refluks.
 kelainan anatomi seperti penyempitan kerongkongan (Yusuf,2015)

C. klasifikasi
Berdasarkan lokalisasi gejalanya Gerd dibagi menjadi 2, yaitu sindrom
esofageal dan ekstraesofageal disertai dengan atau tanpa adanya lesi struktural. Gejala
klinis sindrom esofageal merupakan refluks tanpa lesi struktural berupa heartburn dan
regurgitasi, serta nyeri dada non kardiak. Sedangkan pada sindrom esofageal disertai
lesi struktural berupa refluks gastroesofageal disertai lesi struktural berupa refluks
esofagitis, struktur refluks, Barret’s esophagus, adenokarsinoma esofagus. Sindrom
ekstraesofageal biasanya terjadi akibat refluks gastroesofageal jangka panjang
(Monica dan Budianto, 2017).
Sistem klasifikais Los Angels (LA) menyebabkan perubahan mukosa minimal
yang terkait dengan penyakit refluks. Kemajuan terbaru dalam teknologi endoskopik
telah memungkinkan visualisasi perubahan ini. Namun signifikasi dan keakuratan
penemuan ini perlu divalidasi secara ketat sebelum memasukkannya kedalam sistem
klasifikasi, berikut klasifikasi Los Angels dari endoskopi GERD (Sami S.S dan
Ragunath K, 2013)

Grade A Satu atau lebih ulser mukosa esophagus dengan diameter <5 mm
Garde B Ulser mukosa eshopagus >5 mm tetapi tidak saling berhubungan
Garde C Ulser mukosa eshopagus yang tidak mengelilingi seluruh lumen
Grade D Ulser mukosa eshopagus mengelilingi seluruh lumen

D. Manifestasi Klinis
 Rasa panas terbakar pada esofagus (pirosis)
 Muntah
 Nyeri dibelakang tulang payudara atau dibawahnya, bahkan menjalar ke leher,
tenggorokan dan wajah, biasanya timbul setelah makan atau ketika berbaring
 Kesulitan menelan makanan karena adanya penyempitan pada kerongkongan
dari refluks.
 Tukak esofageal peptik yaitu luka terbuka pada lapisan kerongkongan, bisa
dihasilkan dari refluks berulang. Bisa menyebabkan nyeri yang biasanya
berlokasi dibelakang tulang payudara atau persis dibawahnya mirip dengan
lokasi panas dalam perut.
 Nafas yang pendek dan berbunyi mengik karena adanya penyempitan pada
saluran udara
 Suara parau
 Ludah berlebihan (water brash)
 Rasa bengkak pada tenggorokan (rasa globus)
 terjadi peradangan pada sinus (sinusitis)
 Gejala lain: pertumbuhan yang buruk, kejang, nyeri telinga (pada anak)
 Peradangan pada kerongkongan (esophagitis) bisa menyebabkan pendarahan
yang biasanya ringan tetapi bisa jadi besar. Darah kemungkinan dimuntahkan
atau keluar melalui saluran pencernaan, menghasilkan kotoran berwarna gelap,
kotoran berwarna melena atau darah merah terang, jika pendarahan cukup
berat.
 Dengan iritasi lama pada bagian bawah kerongkongan dari refluks berulang,
lapisan sel pada kerongkongan bisa berubah (menghasilkan sebuah kondisi
yang disebut kerongkongan Barret). perubahan bisa terjadi bahkan pada
gejala-gejala yang tidak ada. Kelainan sel ini adalah sebelum kanker dan
berkembang menjadi kanker pada beberapa orang

E. Komplikasi
 Batuk dan asma
 Erosif esophagus
 Esophagus Barret, yaitu perubahan epitel skuamosa menjadi klumner
metaplastik
 Esopagitis ulseratif
 Perdarahan saluran cerna akibat iritasi
 Struktur esophagus atau peradangan esophagus
 Aspirasi
 Tukak kerongkongan
F. Phatofisiologi
Kondisi penyakit refluks gastroesofaus atau GERD (Gastroesophageal Reflux
Disiase) disebabkan aliran balik (refluks) isi lambung kedalam esophagus. GERD
sering kali disebut nyeri ulu hati (karena nyeri yang terjadi ketika cairan asam yang
normalnya hanya ada di lambung, masuk dan mengiritasi atau menimbulkan rasa
seperti terbakar di esophagus).
Refluks gastroesofagus biasanya terjadi setelah makan dan disebabkan
melemahnya tonus spingter esophagus atau tekanan didalam lambung yang lebih
tinggi dari esophagus. Dengan kedua mekanisme ini, isi lambung yang bersifat asam
bergerak masuk ke dalam esophagus.
Isi lambung dalam keadaan normal tidak dapat masuk ke esophagus karena
adanya kontraksi spingter esofagus. Spingter ini normalnya hanya terbuka jika
gelombang peristaltik menyalurkan bolus makanan ke bawah esofagus. Apabila hal
ini terjadi, otot polos spingter melemas dan makanan masuk ke dalam lambung,
spingter esophagus seharusnya tetap dalam keadaan tertutup kecuai pada saat ini
karena banyak organ yang berada dalam rongga abdomen menyebabkan tekanan
abdomen lebih besar daripada tekanan toraks. Dengan demikian, aadaa
kecenderungan isi lambung terdorong kedalam esofagus. Akan tetapi, jika spingter
melemah atau inkompeten, spingter tidak dapat menutup lambung. Refluks akan
terjadi dari daerah bertekanan tinggi (lambung) ke daerah bertekanan rendah
(esofagus). Episode refluks yang berulang dpat memperburuk kondisi karena
menyebabkan inflamasi dan jaringan perut diarea bawah esofagus.
Pada beberapa keadaan, meskipun tonus spingter dalam keadaan npormal,
refluks dapat terjadi jika terdapat gradien tekanan yang sangat tinggi di spingter.
Tekanan abdomen yang tinggi cenderung mendorong spingter esofagus ke rongga
toraks. Hal ini memperbesar gradien tekanan antara esofagus dan rongga abdomen.
Posisi berbaring, terutama terutama setelah makan juga dapat mengakibatkan refluks.
Refluks isi lambung mengiritasi esofagus karena tingginya kandungan asam dalam isi
lambung. Walaupun esophagus memiliki sel penghasil mukus, namun sel-sel tersebut
tidak sebanyak atau seaktif sel yang ada di lambung (Corwin, 2009:600).
G. Pathway
Tonus Les Esofagus Refluks Gas Kelainan Anatomi

Otot melemas Aliran Balik Hipersentivitas Penyempitan


Kerongkongan

Gerd

Kerusakan mukosa esofagus

Rangsang medula oblongata Respon peradangan lokal

Hipersaliva Nyeri engastrik

Anoreksia Nyeri akut

Intake menurun

Ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan

H. Pemeriksaan Penunjang
a. Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas merupakan standar baku untuk
diagnosisi. GERD dengan ditemukannya mucosal break esophagus (refluks
esophagus). Jika tidak ditemukan mucosal break pada pemeriksaan endoskopi
saluran cerna bagian atas pada pasien dengan gejala khas GERD, eadaan ini
disebut non erosive reflux disease.
b. Esofagografi dengan barium
Dibandingkan dengan endoskopi, pemeriksaan ini kurang peka dan sering kali
tidak menunjukkan kelainan, terutama pada kasus esofagitis
c. Monitoring pH 24 jam

Anda mungkin juga menyukai