Anda di halaman 1dari 25

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN DENGAN

DIAGNOSA MEDIS: GERD (GASTROESOPHAGEAL REFLUX


DISEASE) DI RUANG PERAWATAN LANTAI II
RS. MEGA BUANA PALOPO
TAHUN 2022

DI SUSUN OLEH:
GRACE
K.20.01.012

PRECEPTOR KLINIK PRECEPTOR INSTITUSI

WAHYUDDIN, S.Kep.,Ns Aisya Supri, S.Kep.,Ns.,M.Kep

PRODI S1 ILMU KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS MEGA BUANA PALOPO
BAB I
KONSEP DASAR MEDIS

A. Pengertian
Gastroesophageal reflux disease adalah gerakan terbalik pada
makanan dan asam lambung menuju kerongkongan dan kadangkala
menuju mulut. Reflux terjadi ketika otot berbentuk cincin yang secara
normal mencegah isi perut mengalir kembali menuju kerongkongan
(esophageal sphincter bagian bawah) tidak berfungsi sebagaimana
mestinya.
GERD adalah suatu kondisi di mana cairan lambung mengalami
refluks ke esofagus sehingga menimbulkan gejala khas berupa rasa
terbakar, nyeri di dada, regurgitasi dan komplikasi. Gastroesophageal
Reflux Disease (GERD) adalah suatu keadaan patologis yang disebabkan
oleh kegagalan dari mekanisme antireflux untuk melindungi mukosa
esophagus terhadap refluks asam lambung dengan kadar yang abnormal
dan paparan yang berulang.
GERD adalah penyakit saluran pencernaan kronis yang terjadi jika
asam lambung atau empedu naik membalik ke kerongkongan secara
berulang. Pada orang normal, refluks ini bisa terjadi pada posisi tegak
setelah makan atau disebut refluks fisiologis. Keadaan tersebut dikatakan
patologis apabila refluks terjadi berulang-ulang sehingga esofagus distal
terkena pengaruh isi lambung untuk waktu yang lama.

B. Etiologi
a. Menurunnya tonus LES (lower esophageal spinchter)
b. Bersihan asam dari lumen esophagus menurun
c. Ketahanan epitel esophagus menurun
d. Bahan refluksat mengenai dinding esophagus yaitu : PH<2, adanya
pepsin, garam empedu, HCl
e. Kelainan pada lambung (delayed gastric emptying)
f. Infeksi H. pylori dengan corpus predominan gastritis
g. Non acid refluks (refluks gas) menyebabkan hipersensitivitas visceral
h. Alergi makanan atau tidak bisa menerima makanan juga membuat
refluks, tetapi hal ini adalah penyebab yang kurang sering terjadi
i. Mengkomsi makanan berasam, coklat, minuman berkafein dan
berkarbonat, alkohol, merokok tembakau, dan obat-obatan yang
bertentangan dengan fungsi esophageal sphincter bagian bawah
termasuk apa yang memiliki efek antikolinergik (seperti berbagai
antihistamin dan beberapa antihistamin), penghambat saluran
kalsium, progesteron, dan nitrat.
j. Alergi makanan atau tidak bisa menerima makanan juga membuat
refluks, tetapi hal ini adalah penyebab yang kurang sering terjadi.
k. Kelainan anatomi, seperti penyempitan kerongkongan

C. Manifestasi Klinis
a. Rasa panas/ tebakar pada esofagus (pirosis)
b. Muntah
c. Nyeri di belakang tulang payudara atau persis di bawahnya, bahkan
menjalar ke leher, tenggorokan, dan wajah, biasanya timbul setelah
makan atau ketika berbaring
d. Kesulitan menelan makanan (osinofagia) karena adanya penyempitan
(stricture) pada kerongkongan dari reflux.
e. Tukak esofageal peptik yaitu luka terbuka pada lapisan kerongkongan,
bisa dihasilkan dari refluks berulang. Bisa menyebabkan nyeri yang
biasanya berlokasi di belakang tulang payudara atau persis di
bawahnya, mirip dengan lokasi panas dalam perut.
f. Nafas yang pendek dan berbunyi mengik karena ada penyempitan pada
saluran udara
g. Suara parau
h. Ludah berlebihan (water brash)
i. Rasa bengkak pada tenggorokan (rasa globus)
j. Terjadi peradangan pada sinus (sinusitis)
k. Gejala lain : pertumbuhan yang buruk, kejang, nyeri telinga (pada
anak)
l. Peradangan pada kerongkongan (esophagitis) bisa menyebabkan
pendarahan yang biasanya ringan tetapi bisa jadi besar. Darah
kemungkinan dimuntahkan atau keluar melalui saluran pencernaan,
menghasilkan kotoran berwarna gelap, kotoran berwarna ter
(melena) atau darah merah terang, jika pendarahan cukup berat.
m. Dengan iritasi lama pada bagian bawah kerongkongan dari refluks
berulang, lapisan sel pada kerongkongan bisa berubah
(menghasilkan sebuah kondisi yang disebut kerongkongan Barrett).
Perubahan bisa terjadi bahkan pada gejala-gejala yang tidak ada.
Kelainan sel ini adalah sebelum kanker dan berkembang menjadi
kanker pada beberapa orang.

D. Patofisiologi
GERD terjadi karena beberapa factor seperti Hiatus hernia,
pendeknya LES, penggunaan obat-obatan, faktor hormonal yang
menyebabkan penurunan tonus LES dan terjadi relaksasi abnormal LES
sehingga timbul GERD. Hiatus hernia juga menyebabkan bagian dari
lambung atas yang terhubung dengan esophagus akan mendorong ke atas
melalui diafragma sehingga terjadi penurunan tekanan penghambat refluks
dan timbul GERD. Selain itu, GERD juga terjadi karena penurunan
peristaltic esophagus dimana terjadi penurunan kemampuan untuk
mendorong asam refluks kembali ke lambung, kelemahan kontraksi LES
dimana terjadi penurunan kemampuan mencegah refluks, penurunan
pengosongan lambung dimana terjadi memperlambat distensi lambung,
dan infeksi H. Pilory dan korpus pedominas gastritis. GERD dapat
menimbulkan perangsangan nervus pada esophagus oleh cairan refluks
mengakibatkan nyeri akut. Selain itu GRED menyebabkan kerusakan sel
skuamosa epitel yang melapisi esophagus sehingga terjadi nyeri akut,
gangguan menelan, dan bersihan jalan nafas tidak efektif. Gangguan
nervus yang mengatur pernafasan juga disebabkan oleh GERD sehingga
timbul pola nafas tidak efektif. Disamping itu GERD menyebabkan refluks
cairan masuk ke laring dan tenggorokan, terjadi resiko aspirasi dan jika
teraspirasi maka timbul masalah bersihan jalan nafas tidak efektif. GERD
dapat menyebabkan refluks asam lambung dari lambung ke esophagus
sehingga timbul odinofagia, merangsang pusat mual di hipotalamus, cairan
terasa pada mulut, aliran balik dalam jumlah banyak sehingga terjadi
penurunan nafsu makan dan timbul ketidakseimbangan nutrisi kurang dari
kebutuhan.
Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi
(high pressure zone) yang dihasilkan oleh kontraksi lower esophageal
sphincter (LES). Pada individu normal, pemisah ini akan dipertahankan
kecuali pada saat terjadinya aliran antegrad yang terjadi pada saat
menelan, atau aliran retrograd yang terjadi pada saat sendawa atau muntah.
Aliran balik dari gaster ke esophagus melalui LES hanya terjadi apabila
tonus LES tidak ada atau sangat rendah (< 3 mmHg). Refluks
gastroesofageal pada pasien GERD terjadi melalui 3 mekanisme:
a. Refluks spontan pada saat relaksasi LES yang tidak adekuat
b. Aliran retrograde yang mendahului kembalinya tonus LES setelah
menelan
c. Meningkatnya tekanan intraabdominal
Dengan demikian dapat diterangkan bahwa patogenesis terjadinya
GERD menyangkut keseimbangan antara faktor defensif dari esophagus
dan faktor ofensif dari bahan refluksat. Yang termasuk faktor defensif
esophagus, adalah pemisah antirefluks (lini pertama), bersihan asam dari
lumen esophagus (lini kedua), dan ketahanan epithelial esophagus (lini
ketiga). Sedangkan yang termasuk faktor ofensif adalah sekresi gastrik dan
daya pilorik.
Faktor ofensif dari bahan refluksat bergantung dari bahan yang
dikandungnya. Derajat kerusakan mukosa esophagus makin meningkat
pada pH < 2, atau adanya pepsin atau garam empedu. Namun dari
kesemuanya itu yang memiliki potensi daya rusak paling tinggi adalah
asam.
Faktor-faktor lain yang berperan dalam timbulnya gejala GERD
adalah kelainan di lambung yang meningkatkan terjadinya refluks
fisiologis, antara lain dilatasi lambung, atau obstruksi gastric outlet dan
delayed gastric emptying.
Peranan infeksi helicobacter pylori dalam patogenesis GERD
relatif kecil dan kurang didukung oleh data yang ada. Namun demikian
ada hubungan terbalik antara infeksi H. pylori dengan strain yang virulens
(Cag A positif) dengan kejadian esofagitis, Barrett’s esophagus dan
adenokarsinoma esophagus. Pengaruh dari infeksi H. pylori terhadap
GERD merupakan konsekuensi logis dari gastritis serta pengaruhnya
terhadap sekresi asam lambung. Pengaruh eradikasi infeksi H. pylori
sangat tergantung kepada distribusi dan lokasi gastritis. Pada pasien-pasien
yang tidak mengeluh gejala refluks pra-infeksi H. pylori dengan
predominant antral gastritis, pengaruh eradikasi H. pylori dapat menekan
munculnya gejala GERD. Sementara itu pada pasien-pasien yang tidak
mengeluh gejala refluks pra-infeksi H. pylori dengan corpus predominant
gastritis, pengaruh eradikasi H. pylori dapat meningkatkan sekresi asam
lambung serta memunculkan gejala GERD. Pada pasien-pasien dengan
gejala GERD pra-infeksi H. pylori dengan antral predominant gastritis,
eradikasi H. pylori dapat memperbaiki keluhan GERD serta menekan
sekresi asam lambung. Sementara itu pada pasien-pasien dengan gejala
GERD pra-infeksi H. pylori dengan corpus predominant gastritis, eradikasi
H. pylori dapat memperburuk keluhan GERD serta meningkatkan sekresi
asam lambung. Pengobatan PPI jangka panjang pada pasien-pasien dengan
infeksi H. pylori dapat mempercepat terjadinya gastritis atrofi. Oleh sebab
itu, pemeriksaan serta eradikasi H. pylori dianjurkan pada pasien GERD
sebelum pengobatan PPI jangka panjang.
Non-acid reflux turut berperan dalam patogenesis timbulnya gejala
GERD. Non-acid reflux adalah berupa bahan refluksat yang tidak bersifat
asam atau refluks gas. Dalam keadaan ini, timbulnya gejala GERD diduga
karena hipersensitivitas visceral.

E. Komplikasi
a. Erosif esofagus
b. Esofagus barrett’s
c. Striktur esofagus
d. Gagal tumbuh (failur to thrive)
e. Perdarahan saluran cerna akibat iritasi
f. Aspirasi

F. Pemeriksaan Diagnostik
a. Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas merupakan
standar baku untuk diagnosis GERD dengan ditemukannya mucosal
break di esophagus (esofagitis refluks). Jika tidak ditemukan mucosal
break pada pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas pada
pasien dengan gejala khas GERD, keadaan ini disebut non-erosive
reflux disease (NERD).
b. Esofagografi dengan barium
Dibandingkan dengan endoskopi, pemeriksaan ini kurang peka dan
seringkali tidak menunjukkan kelainan, terutama pada kasus esofagitis
ringan. Pada keadaan yang lebih berat, gambar radiology dapat berupa
penebalan dinding dan lipatan mukosa, ulkus, atau penyempitan
lumen. Walaupun pemeriksaan ini sangat tidak sensitive untuk
diagnosis GERD, namun pada keadaan tertentu pemeriksaan ini
mempunyai nilai lebih dari endoskopi, yaitu pada stenosis esophagus
derajat ringan akibat esofagitis peptic dengan gejala disfagia, dan pada
hiatus hernia.
c. Monitoring pH 24 jam
Episode refluks gastroesofageal menimbulkan asidifikasi
bagian distal esophagus. Episode ini dapat dimonitor dan direkam
dengan menempatkan mikroelektroda pH pada bagian distal
esophagus. Pengukuran pH pada esophagus bagian distal dapat
memastikan ada tidaknya refluks gastroesofageal. pH dibawah 4
pada jarak 5 cm di atas LES dianggap diagnostik untuk refluks
gastroesofageal.
d. Tes Perfusi Berstein
Tes ini mengukur sensitivitas mukosa dengan memasang
selang transnasal dan melakukan perfusi bagian distal esophagus
dengan HCl 0,1 M dalam waktu kurang dari 1 jam. Tes ini bersifat
pelengkap terhadap monitoring pH 24 jam pada pasien-pasien
dengan gejala yang tidak khas. Bila larutan ini menimbulkan rasa
nyeri dada seperti yang biasanya dialami pasien, sedangkan larutan
NaCl tidak menimbulkan rasa nyeri, maka test ini dianggap positif.
Test Bernstein yang negative tidak menyingkirkan adanya nyeri
yang berasal dari esophagus.
e. Manometri esofagus : mengukuran tekanan pada katup
kerongkongan bawah menunjukan kekuatannya dan dapat
membedakan katup yang normal dari katup yang berfungsi buruk
kekuatan sphincter

G. Penatalaksanaan
Pada prinsipnya, penatalaksanaan GERD terdiri dari modifikasi
gaya hidup, terapi medikamentosa, terapi bedah serta akhir-akhir ini
mulai dilakukan terapi endoskopik. Target penatalaksanaan GERD
adalah menyembuhkan lesi esophagus, menghilangkan gejala/keluhan,
mencegah kekambuhan, memperbaiki kualitas hidup, dan mencegah
timbulnya komplikasi.
a. Modifikasi gaya hidup

Modifikasi gaya hidup merupakan salah satu bagian dari


penatalaksanaan GERD, namun bukan merupakan pengobatan
primer. Walaupun belum ada studi yang dapat memperlihatkan
kemaknaannya, namun pada dasarnya usaha ini bertujuan untuk
mengurangi frekuensi refluks serta mencegah kekambuhan.
b. Terapi medikamentosa
Terdapat berbagai tahap perkembangan terapi
medikamentosa pada penatalaksanaan GERD ini. Dimulai dengan
dasar pola pikir bahwa sampai saat ini GERD merupakan atau
termasuk dalam kategori gangguan motilitas saluran cerna bagian
atas. Namun dalam perkembangannya sampai saat ini terbukti
bahwa terapi supresi asam lebih efektif daripada pemberian obat-
obat prokinetik untuk memperbaiki gangguan motilitas.
Pada berbagai penelitian terbukti bahwa respons perbaikan
gejala menandakan adanya respons perbaikan lesi organiknya
(perbaikan esofagitisnya). Hal ini tampaknya lebih praktis bagi
pasien dan cukup efektif dalam mengatasi gejala pada tatalaksana
GERD. Berikut adalah obat-obatan yang dapat digunakan dalam
terapi medikamentosa GERD :
1. Antasid
Golongan obat ini cukup efektif dan aman dalam
menghilangkan gejala GERD tetapi tidak menyembuhkan lesi
esofagitis. Selain sebagai buffer terhadap HCl, obat ini dapat
memperkuat tekanan sfingter esophagus bagian bawah.
2. Antagonis reseptor H2
Yang termasuk dalam golongan obat ini adalah simetidin,
ranitidine, famotidin, dan nizatidin. Sebagai penekan sekresi
asam, golongan obat ini efektif dalam pengobatan penyakit
refluks gastroesofageal jika diberikan dosis 2 kali lebih tinggi
dan dosis untuk terapi ulkus. Golongan obat ini hanya efektif
pada pengobatan esofagitis derajat ringan sampai sedang serta
tanpa komplikasi.
3. Obat-obatan prokinetik
Secara teoritis, obat ini paling sesuai untuk pengobatan GERD
karena penyakit ini lebih condong kearah gangguan motilitas.
Namun, pada prakteknya, pengobatan GERD sangat
bergantung pada penekanan sekresi asam.
4. Metoklopramid
Obat ini bekerja sebagai antagonis reseptor dopamine.
Efektivitasnya rendah dalam mengurangi gejala serta tidak
berperan dalam penyembuhan lesi di esophagus kecuali dalam
kombinasi dengan antagonis reseptor H2 atau penghambat
pompa proton. Karena melalui sawar darah otak, maka dapat
timbul efek terhadap susunan saraf pusat berupa mengantuk,
pusing, agitasi, tremor, dan diskinesia.
5. Domperidon
Golongan obat ini adalah antagonis reseptor dopamine dengan
efek samping yang lebih jarang disbanding metoklopramid
karena tidak melalui sawar darah otak. Walaupun
efektivitasnya dalam
mengurangi keluhan dan penyembuhan lesi esophageal belum
banyak dilaporkan, golongan obat ini diketahui dapat
meningkatkan tonus LES serta mempercepat pengosongan
lambung.
6. Cisapride
Sebagai suatu antagonis reseptor 5 HT4, obat ini dapat
mempercepat pengosongan lambung serta meningkatkan
tekanan tonus LES. Efektivitasnya dalam menghilangkan
gejala serta penyembuhan lesi esophagus lebih baik
dibandingkan dengan domperidon.
7. Sukralfat (Aluminium hidroksida + sukrosa oktasulfat)

Berbeda dengan antasid dan penekan sekresi asam, obat ini


tidak memiliki efek langsung terhadap asam lambung. Obat ini
bekerja dengan cara meningkatkan pertahanan mukosa
esophagus, sebagai buffer terhadap HCl di eesofagus serta
dapat mengikat pepsin dan garam empedu. Golongan obat ini
cukup aman diberikan karena bekerja secara topikal
(sitoproteksi).
8. Penghambat pompa proton (Proton Pump Inhhibitor/PPI)
Golongan obat ini merupakan drug of choice dalam pengobatan
GERD. Golongan obat-obatan ini bekerja langsung pada
pompa proton sel parietal dengan mempengaruhi enzim H, K
ATP-ase yang dianggap sebagai tahap akhir proses
pembentukan asam lambung.
Obat-obatan ini sangat efektif dalam menghilangkan keluhan
serta penyembuhan lesi esophagus, bahkan pada esofagitis erosive
derajat berat serta yang refrakter dengan golongan antagonis
reseptor H2.
Umumnya pengobatan diberikan selama 6-8 minggu (terapi
inisial) yang dapat dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan
(maintenance therapy) selama 4 bulan atau on-demand therapy,
tergantung dari derajat esofagitisnya.
BAB II
KONSEP DASAR KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Identitas Klien
Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, agama, suku,pekerjaan, status
perkawinan tanggal mrs, pengkajian, penanggung jawab, No. regester,

diagnosa masuk, alamat.


2. Keluhan Utama
Pada pengkajian dilakukan wawancara dan pemeriksaan fisik dan
didapatkan data : Tn. Y datang ke IRD dengan keluhan mual muntah
yang terus menerus, rasa terbakar di dada, dari 2 hari kemarin, terdapat
tanda-tanda dehidrasi, konjungtiva anemis, mukosa bibir kering, CRT
4 detik
3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
- Dikaji Awitan, durasi, kualitas dan karakteristik, tingkat
keperahan.
- Lokasi, faktor pencetus, manifestasi yang berhubungan : Keluhan
tipikal (esofagus) : heartburn, regurgitasi, dan disfagia.
Keluhan atipikal (eskstraesofagus) : batuk kronik, suara serak,
pneumonia, fibrosis paru, bronkiektasis, dan nyeri dada
nonkardiak.
- Keluhan lain : penurunan berat badan, anemia, hematemesis atau
melena,odinofagia.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Genogram keluarga biasanya terdapat salah satu anggota keluarga
yang juga menderita Gerd atau penyakit keturunan yang dapat
menyebabkan
terjadinya defisiensi insulin misal hipertensi, jantung.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Keadaan umum
b. Kesadaran
Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat
kesadaran kualitatif atau GCS dan respon verbal klien.
c. Tanda-Tanda Vital
Didapatkan tanda-tanda vital, menurun suhu meningkat dan kadang
menurun, respiraton rate (RR) meningkat lebih dari 20x/menit.
d. Pemeriksaan Fisik Persistem
1) Rambut
Mengamati kondisi rambut, meliputi:
a) Keadaan kesuburan rambut
b) Keadaan rambut yang mudah rontok
c) Keadaan rambut yang kusam
d) Keadaan tekstur
2) Kepala
Mengamati dengan seksama kebersihan kulit kepala, meliputi :
a) Botak/alopesia
b) Ketombe
c) Berkutu
d) Adakah eritema
e) Kebersihan
3) Mata
Mengamati adanya tanda-tanda ikterus, konjungtiva pucat,
sekret pada kelopak mata, kemerahan atau gatal-gatal pada
mata.
4) Hidung
Kaji kebersihan hidung, kaji adanya sinusitis, perdarahan
hidung, tanda-tanda pilek, tanda-tanda alergi, adakah
perubahan penciuman, dan bagaimana membran mukosa.
5) Mulut
Amati kondisi mukosa mulut dan kaji kelembapannya.
Perhatikan adanya lesi, tanda-tanda radang gusi/sariawan,
kekeringan atau pecah-pecah.
6) Gigi
Amati adanya tanda-tanda karang gigi, karies, gigi pecah-
pecah, tidak lengkap atau gigi palsu.
7) Telinga
Perhatikan adanya serumen atau kotoran pada telinga, lesi,
infeksi atau perubahan daya pendengaran.
8) Kulit
Amati kondisi kulit (tekstur, turgor, kelembapan) dan
kebersihannya. Perhatikan adanya warna kulit, stria, kulit
keriput, lesi atau pruritus.
9) Kuku dan Kulit
Amati bentuk dan kebersihan kuku. Perhatikan adanya kelainan
atau luka.
10) Genetalia
Amati kondisi dan kebersihan genetalia berikut area perinium.
Perhatikan pola pertumbuhan rambut pubis. Pada laki-laki
perhatikan kondisi skrotumdan testisnya.
11) Tubuh Secara Umum
Amati kondisi dan kebersihan tubuh secara umum. Perhatikan
adanya kelainan pada kulit atau bentuk tubuh.

B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri akut
2. Gangguan menelan
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
4. Resiko infeksi
5. Resiko perdarahan
6. Mual
7. Resiko aspirasi
8. Ketidakefektifan bersihan jalan nafas

C. Intervensi Keperawatan
No Diagnosa Tujuan dan Kriteri Hasil Intervensi
1 Nyeri akut NOC: NIC:
- Pain Level, Manajemen Nyeri
- pain control, 1. Lakukan pengkajian nyeri secara
- comfort level komprehensif termasuk lokasi,
Setelah dilakukan tindakan keperawatan karakteristik, durasi, frekuensi,
selama …. Pasien tidak mengalami kualitas dan faktor presipitasi
nyeri, dengan kriteria hasil: 2. Observasi reaksi nonverbal dari
- Mampu mengontrol nyeri (tahu ketidaknyamanan
penyebab nyeri, mampu 3. Bantu pasien dan keluarga untuk
menggunakan tehnik nonfarmakologi mencari dan menemukan
untuk mengurangi nyeri, mencari dukungan
bantuan) 4. Kontrol lingkungan yang dapat
- Melaporkan bahwa nyeri berkurang mempengaruhi nyeri seperti suhu
dengan menggunakan manajemen ruangan, pencahayaan dan
nyeri kebisingan
- Mampu mengenali nyeri (skala, 5. Kurangi faktor presipitasi nyeri
intensitas, frekuensi dan tanda nyeri) 6. Kaji tipe dan sumber nyeri untuk
- Menyatakan rasa nyaman setelah menentukan intervensi
nyeri berkurang 7. Ajarkan tentang teknik non
- Tanda vital dalam rentang farmakologi: napas dala,
normal relaksasi, distraksi, kompres
- Tidak mengalami gangguan hangat/ dingin
tidur. 8. Berikan analgetik untuk
mengurangi nyeri: ……...
9. Tingkatkan istirahat
10. Berikan informasi tentang nyeri
seperti penyebab nyeri, berapa
lama nyeri akan berkurang dan
antisipasi ketidaknyamanan dari
prosedur
11. Monitor vital sign
2. Gangguan NOC : Status Menelan NIC : Terapi Menelan
Menelan Setelah dilakukan tindakan 1. Bantu pasien duduk tegak
keperawatan selam 1x8 gangguan untuk latihan makan
menelan pasien dapat teratasi 2. Atur posisi pasien dengan
dengan kriteria hasil : posisi duduk selama 30 menit
1. Pasien mampu menelan setelah makan
makanan dengan baik 3. Sediakan waktu istirahat saat
2. Menangani sekresi mulut makan untuk mencegah
3. Tidak ada refluks lambung kelelahan
yang abnormal 4. Berikan makanan secara
perlahan dengan lingkungan
yang tenang
Pemberian Makan
1. Ciptakan lingkungan
yang menyenangkan selama
makan
2. Sediakan pereda nyeri yang
adekuat sebelum makan
3 Ketidakseim NOC NIC : Manajemen Nutrisi
bangan - Status Nutrisi 1. Kaji adanya alergi terhadap
nutrisi - Nafsu Makan makanan tertentu
kurang dari Setelah dilakukan tindakan 2. Kolaborasikan dengan ahli gizi
kebutuhan keperawatan selama 1x24 jam untuk menentukan jumlah
tubuh ketidakseimbangan nutrisi pasien kalori dan nutri yang
teratasi dengan kriteria hasil: dibutuhkan pasien
1. Asupan gizi dan makanan baik 3. Hadirkan lingkungan yang
2. Tidak ada tanda-tanda nyaman ketika makan
malnutrisi 4. Berikan makanan yang
3. Tidak terjadi penurunan berat terpilih (sudah
badan yang berarti dikonsultasikan dengan ahli
4. Timbulnya keinginan untuk gizi)
makan 5. Berikan informasi terkait
kebutuhan nutrisi
6. Monitor mual muntah
Monitor Nutrisi
1. BB dalam batas normal
2. Monitor adanya penurunan BB
3. Monitor tipe dan jumlah
aktivitas yang biasa dilakukan
4. Monitor kulit kering dan
perubahan pigmentasi
5. Monitor turgor kulit
6. Monitor mual dan muntah
7. Monitor kalori dan intake nutrisi
8. Catat adanya edema,
hiperemik, hipertonik,
4 Resiko NOC : NIC : Kontrol Infeksi
infeksi - Immune Status 1. Gunakan sabun antimikroba
- Knowledge : Infection control untuk cuci tangan
- Risk control 2. Cuci tangan setiap sebelum
Setelah dilakukan tindakan dan sesudah tindakan
keperawatan selama…… pasien keperawatan
tidak mengalami infeksi dengan 3. Gunakan sarung tangan sebagai
kriteria hasil: pelindung
- Klien bebas dari tanda dan 4. Pertahankan lingkungan
gejala infeksi aseptic selama
- Menunjukkan kemampuan pemasangan alat
untuk mencegah timbulnya 5. Gunakan kateter
infeksi intermitten untuk
- Jumlah leukosit dalam batas menurunkan infeksi kandung
normal kemih
- Menunjukkan perilaku hidup Perlindungan infeksi
sehat 1. Monitor tanda dan gejala
- Status imun, gastrointestinal, infeksi sistemik dan lokal
genitourinaria dalam batas 2. Pertimbangkan status kondisi
normal kesehatan kronis yang ada
evaluasi penggunaan tes
diagnostik untuk menjawab
pertanyaan klinis yang spesifik
(yaitu memahami sensitifitas
dan spesifikasi tes diagnostik
untuk kondisi saat ini)
3. Sampaikan pada pasien dan
keluarga mengenai apa yang
diharapkan dari tes diagnostik
4. Pantau efek samping dari tes
diagnostik
5 Mual NOC: NIC
- Comfort level Manajemen Mual
- Hidrasil 1. Lakukan penilaian lengkap
- Nutritional Status terhadap mual, termasuk
Setelah dilakukan tindakan frekuensi, durasi, tingkat
keperawatan selama …. mual keparahan, dan faktor pencetus
pasien teratasi dengan kriteria hasil: 2. Identifikasi faktor pencetus mual
- Melaporkan bebas dari mual 3. Kendalikan faktor lingkungan
- Mengidentifikasi hal-hal yang yang menyebabkan mual
mengurangi mual (misalnya bau tidak sedap,
- Nutrisi adekuat suara dan stimulasi visual yang
- Status hidrasi: hidrasi kulit tidak menyenangkan)
membran mukosa baik, tidak 4. Ajari penggunaan teknik non
ada rasa haus yang abnormal, farmakologi : hipnosis,
panas, urin output normal, TD, relaksasi, imajinasi terbimbing,
HCT normal terapi musik, distraksi,
akupresur
5. Berikan istirahat yang cukup
Manajemen Elektrolit/Cairan
1. Berikan cairan, yang sesuai
2. Catat intake dan output yang
akurat
3. Konsultasikan dengan dokter
jika tanda dan gejala
ketidakseimbangan cairan dan
elektrolit menetap atau
memburuk
6 Resiko NOC : NIC : Pencegahan Aspirasi
Aspirasi - Respiratory Status : Ventilation 1. Monitor tingkat kesadaran,
- Aspiration control refleks batuk dan kemampuan
- Swallowing Status Setelah menelan
dilakukan tindakan 2. Berikan makanan dalam jumlah
keperawatan selama…. pasien tidak sedikit
mengalami aspirasi dengan kriteria: 3. Potong makanan mnejadi
- Klien dapat bernafas dengan potongan-potongan kecil
mudah, tidak irama, Monitor Pernafasan
frekuensi pernafasan normal 1. Monitor kecepatan, irana,
- Pasien mampu menelan, kedalaman dan
mengunyah tanpa terjadi kesulitan bernafas
aspirasi, dan mampumelakukan 2. Monitor suara nafas tambahan
oral hygiene 3. Auskultasi suara nafas
- Jalan nafas paten, mudah 4. Posisikan pasien miring ke
bernafas, tidak merasa tercekik samping untuk mencegah
dan tidak ada suara nafas aspirasi
abnormal
7 Resiko NOC : Status Sirkulasi NIC : Pencegahan perdarahan
pendarahan Setelah dilakukan tindakan 1. Monitor dengan
keperawatan selama 1x60 menit tepat risiko
perdarahan tidak terjadi dengan terjadinya perdarahan pada
kriteria hasil: pasien
1. Tekanan darah 2. Catat nilai Hb, Ht
2. Nadi pada 3. Monitor tanda dan gejala
3. Saturasi oksigen perdarahan menetap.
4. Capillary refill 4. Monitor TTV
5. Berikan produk-produk
pengganti darah
Manajemen Obat
1. Tentukan obat apa yang
sesuai dengan kondisi pasien
2. Monitor terkait efek terapeutik
obat
3. Kaji ulang pasien mengenai
jumlah dan jenis obat yang
dikonsumsi
4. Pertimbangkan pengetahuan
pasien mengenai obat-obatan
8 Bersihan NOC: 1.Pastikan kebutuhan oral / tracheal
jalan nafas - Respiratory status : Ventilation suctioning.
tidak efektif - Respiratory status : 2.Berikan O2 ……l/mnt, metode..
Airway patency 3.Anjurkan pasien untuk istirahat
- Aspiration Control dan napas dalam
Setelah dilakukan tindakan 4.Posisikan pasien untuk
Keperawatan selama........................ memaksimalkan ventilasi
pasien menunjukkan keefektifan 5.Lakukan fisioterapi dada jika perlu
jalan nafas dibuktikan dengan 6.Keluarkan sekret dengan batuk
kriteria hasil : atau suction
- Mendemonstrasikan batuk 7.Auskultasi suara nafas, catat
efektif dan suara nafas yang adanya suara tambahan
bersih, tidak ada sianosis dan 8.Berikan bronkodilator :
dyspneu (mampu mengeluarkan 1.Monitor status hemodinamik
sputum, bernafas dengan 2.Berikan pelembab udara Kassa
mudah, tidak ada pursed lips) basah NaCl Lembab
- Menunjukkan jalan nafas yang 3.Berikan antibiotik :
paten (klien tidak merasa 4.Atur intake untuk cairan
tercekik, irama nafas, frekuensi mengoptimalkan keseimbangan.
pernafasan dalam rentang 5.Monitor respirasi dan status O2
normal, tidak ada suara nafas 6.Pertahankan hidrasi yang adekuat
abnormal) untuk mengencerkan sekret
- Mampu mengidentifikasikan 7. Jelaskan pada pasien dan keluarga
dan mencegah faktor yang tentang penggunaan peralatan: O2,
penyebab. Suction, Inhalasi.
- Saturasi O2 dalam batas normal
- Foto thorak dalam batas normal

D. IMPLEMENTASI
Implementasi keperawatan berdasarkan intervensi yang telah disusun

E. EVALUASI
1. Nyeri akut teratasi
2. Gangguan menelan teratasi
3. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh teratasi
4. Tidak terjadi infeksi
5. Tidak terjadi perdarahan
6. Mual teratas
7. Aspirasi tidak terjadi
8. keefektifan jalan nafas
9.
DAFTAR PUSTAKA

Anurogo, Dito. 2016. The Art of Medicine: Seni Mendeteksi, Mengobati,


dan Menyembuhkan 88 Penyakit dan Gangguan Kesehatan.
Jakarta : PT Gramedia Pustaka
Herdman, T.H. & Kamitsuru, S. 2018. NANDA-I Diagnosis Keperawatan:
Definisi dan Klasifikasi, 2018–2020. Edisi 11. Jakarta: EGC.
Moorhead, Sue. Et all. Alih bahasa oleh Nurjannah, Intisari. Tumanggor,
Roxsana D. 2015. Nursing Outcomes Classification (NOC).
Edisi Ke-5 Edisi Bahasa Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai