DIGESTIF II
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR
MATARAM
2019/2020
ESOFAGITIS REFLUKS
Lesi korosif pada esofagus biasanya disebut esofagitis korosif. Esofagitis korosif
merupakan peradangan di esofagus disebabkan luka bakar karena zat kimia yang bersifat korosif
seperti asam kuat, basa kuat, atau zat organik lainnya. Sifat korosif zat tersebut akan
menimbulkan kerusakan pada saluran yang dilaluinya. Etiolog, bahan kimia menyebabkan
kerusakan jaringan dengan mengubah status ionisasi dan struktur molekul serta mengganggu
ikatan kovalen.
Basa kuat, tidak berbau dan tidak berasa, menyebabkan nekrosis likuefaktum, proses yang
melibatkan saponifikasi lemak dan pelarutan protein pada mukosa superficial dan berpenetrasi
sampai lapisan muskulari. Kematian sel terjadi karena emulsifikasi dan gangguan membrane sel.
Ion hidroksida akan bereaksi dengan kolagen jaringan menyebabkan pembengkakan dan
pemendekan jaringan (kontraktur). Selain itu, terjadi thrombosis pembuluh darah kecil dan
produksi panas mengakibatkan nekrosis jaringan lebih lanjut. Larutan basa kuat adalah detergen,
pemutih, pembersih gigi palsu, NaOH 4-54% dan baterai. Trauma jaringan terberat ditemukan
pada mukosa orofaring, hipofaring, dan esofagus. Edema dapat terjadi segera dan menetap
hingga 48 jam, kemudian menyebabkan sumbatan jalan napas. Seiring bertambahnya waktu,
jejas semakin berat dan granulasi jaringan mulai terbentuk menggantikan jaringan nekrotik.
Jaringan granulasi dan jaringan parut terbentuk dalam 2-4 minggu, tidak jarang terjadi striktur
pasca tertelan basa kuat. Asam kuat akan menyebabkan nekrosis koagulasi. Pada proses tersebut
akan terbentuk koagulum pada permukaan mukosa yang akan mencegah absorbsi zat korosif ke
lapisan esofagus bawah. Oleh karena itu, asam kuat akan menyebabkan kerusakan pada gaster
yang lebih sering ditemukan. Hal tersebut diduga karena adanya proteksi alami dari epitel
skuamosa esofagus. Lain halnya dengan basa kuat, asam kuat rasanya tidak enak sehingga
menyebabkan tersedak atau rasa tercekik. Jaringan parut dapat terbentuk dan berkontraksi dalam
2-4 minggu kemudian. Larutan asam kuat adalah asam sulfat, asam klorida, pembersih lantai dan
pembersih kolam. Mukosa skuamosa berlapis dari esofagus mungkin rusak oleh berbagai iritasi,
termasuk alkohol, asam atau basa korosif tersebut. Selain itu, tablet obat mungkin tersangkut dan
larut di esofagus, tidak lewat dan masuk ke lambung secara utuh menyebabkan keadaan yang
disebut esofagitis terinduksi tablet.
Gejala Klinis Keluhan yang timbul akibat tertelan zat korosif bergantung pada jenis,
konsentrasi, jumlah, dan lama kontak dengan dinding esofagus. Keluhan dapat berupa nyeri
hebat di mulut, faring, daerah retrosternal dan epigastrium, sesak napas, disfagia, odinofagia,
hingga mual dan muntah. Pasien dengan perforasi esofagus datang dengan emfisema subkutan
pada leher. Gejala klinis yang dapat menyertai, yaitu demam tinggi, nyeri retrosternal atau
interskapula, peritonitis akut, takipnea, hematemesis yang dapat disertai dengan tanda-tanda jejas
berat, tanda intoksikasi, dan tanda syok. Tanda yang merupakan indikasi jejas berat adalah
penurunan kesadaran, tanda peritonitis dan perforasi, stridor, dan hipotensi.
Esofagitis korosif dapat dibagi menjadi 5 bentuk klinis berdasarkan derajat keparahan
luka bakar yang ditemukan, yaitu:
a. Esofagitis korosif tanpa ulserasi.
Hanya terjadi gangguan menelan yang ringan. Esofagoskopi menunjukkan mukosa
hiperemis tanpa ulserasi.
b. Esofagitis korosif dengan ulserasi ringan.
Keluhan berupa disfagia ringan. Esofagoskopi menunjukkan ulkus tidak dalam yang
mengenai mukosa esofagus saja.
c. Esofagitis korosif dengan ulserasi sedang.
Ulkus mencapai lapisan otot. Biasanya tidak hanya satu, dapat multipel.
d. Esofagitis korosif dengan ulserasi berat tanpa komplikasi.
Terdapat pengelupasan mukosa serta nekrosis yang dalam dan telah mengenai lapisan
esofagus. Bila dibiarkan, dapat menimbulkan striktur esofagus.
e. Esofagitis korosif dengan ulserasi berat dengan komplikasi.
Ditemukan perforasi esofagus yang dapat menimbulkan mediastinitis dan peritonitis.
Terkadang ditemukan tanda obstruksi jalan napas atas dan gangguan keseimbangan
asam dan basa.
Berdasarkan perjalanan penyakit dan gejala klinis dapat dibagi dalam 3 fase sebagai
berikut:
a. Fase Akut
Berlangsung selama 1-3 hari. Ditemukan luka bakar pada daerah mulut, bibir, faring,
yang kadang disertai gejala perdarahan. Gejala terasa disfagia hebat, odinofagia, serta
peningkatan suhu tubuh. Pada keadaan tertelan zat organik, perasaan dapat berupa
perasaan terbakar di saluran cerna bagian atas, mual, muntah, erosi mukosa, kejang
otot, kegagalan sirkulasi dan pernapasan.
b. Fase Laten
Berlangsung selama 2-6 minggu. Pada fase ini, keluhan klinis berkurang. Pasien
merasa sembuh, dapat menelan dengan baik, tetapi sebenarnya sedang terjadi proses
terbentuknya jaringan parut.
c. Fase Kronis
Setelah 1-3 tahun akan kembali timbul disfagia disebabkan sikatriks yang terbentuk
sehingga terjadi striktur esofagus.
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan riwayat tertelan zat korosif, gejala klinis,
pemeriksaan fisik, laboratorium dan esofagoskopiTatalaksana
Tujuan utama adalah untuk mencegah terbentuknya striktur. Sejak awal dibedakan jenis
zat korosif (fase akut atau fase kronis) atau zat anorganik.
Tatalaksana umum secara umum adalah dengan menstabilkan keadaan pasien,
memastikan jalan napas baik, terapi cairan, menghilangkan nyeri, memberikan sedasi dan
memperbaiki gangguan elektrolit. Terapi Medikamentosa yang diberikan yaitu
Antiobiotik dapat diberikan selama 2-3 minggu terutama bila terbukti terdapat perforasi
dan infeksi sekunder. Antibiotik pilihannya berupa sefalosporin generasi ketiga
(sefritakson) atau ampisilin/ sulbaktam. Kortikosteroid diberikan untuk menurunkan
kejadian striktur. Kortikosteroid yang diberikan berupa prednisone dengan dosis 1-2
mg/kg hari dengan dosis maksimal 60 mg/hari. Maksimum diberikan selama 21 hari
termasuk tapering off. Diberikan untuk mencegah terjadinya pembentukan fibrosis yang
berlebihan. Sebaiknya diberikan sejak hari pertama hingga hari ketiga dan diturunkan
bertahap 2 hari. Proton pump inhibitor (PPI) dapat mengurangi pajanan esofagus yang
cedera terhadap asam lambung sehingga mengurangi formasi striktur (Pantoprazole 2-3 x
40 mg per oral). Analgetik dapat diberikan narkotik (morfin) untuk mengurangi nyeri.
Esofagoskopi biasanya dilakukan pada hari ketiga atau luka bakar di daerah bibir,
mulut, dan faring sudah tidak aktif meradang. Bila ditemukan ulkus, esofagoskopi tidak
boleh dipaksa melalui ulkus karena dapat menyebabkan perforasi. Pada keadaan
demikian, sebaiknya dipasang NGT selama 6 minggu terus menerus lalu esofagoskopi
diulang kembali setelah 6 minggu. Pada fase kronik biasanya sudah terbentuk striktur.
Diperlukan dilatasi dengan bantuan esofagoskopi sekali seminggu, kemudian sekali
dalam 2 minggu demikian seterusnya hingga pasien dapat menelan makan biasa. Bila
setelah 3 kali dilatasi hasilnya kurang memuaskan, dapat dilakukan reseksi esofagus dan
dibuat anostomosis dari ujung ke ujung.
Komplikasi edema jalan napas dan obstruksi dapat terjadi segera hingga 48 jam
setelah paparan terhadap basa kuat. Pada paparan asam kuat, perforasi dapat muncul
belakangan hingga 4 hari kemudian. Perforasi gastrointestinal juga dapat segera
terjadi. Menjadi faktor resiko karsinoma sel skuamosa hingga 1-4% dari seluruh
kasus pajanan signifikan, dimana biasanya terjadi 40 tahun setelah paparan.
Komplikasi lainnya berupa syok, koma, edema laring, pneumonia aspirasi, perforasi
esofagus, mediastinitis dan kematian.