Anda di halaman 1dari 7

ESSAY

“Gerontologi, Geriatri & Pengkajian Komperhensif pada Lansia”

Disusun Oleh :

Nama : Ni Nengah Bela Ariyanti

NIM : 018.06.0007

Modul : Blok Tumbuh Kembang & Geriatri

Dosen : dr. I Gusti Putu Winangun, Sp. PD, FINASIM

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS ISLAM AL-AZHAR

MATARAM

2021
Proses pertumbuhan dan perkembangan manusia berlangsung
sepanjang masa, sejak dari janin, bayi, balita, remaja, dewasa hingga masa
tua. Proses menua berlangsung secara alamiah, terus menerus dan
berkesinambungan. Pada akhirnya akan menyebabkan perubahan anatomi,
fisiologi dan biokimia pada jaringan tubuh sehingga mempengaruhi fungsi
dan kemampuan tubuh secara keseluruhan. Proses menua sangat individual
dan berbeda perkembangannya pada tiap individu. Sindrom geriatri
merupakan kumpulan gejala dan atau tanda klinis, dari satu atau lebih
penyakit yang sering dijumpai pada pasien geriatric. Tampilan klinis yang
tidak khas sering membuat sindrom geriatri tidak terdiagnosis. Sindrom
geriatri meliputi gangguan kognitif, depresi, inkontinensia, ketergantungan
fungsional, dan jatuh.

Pada Lanjut usia biasanya mengalami masalah kesehatan. Masalah


ini berawal dari kemunduran sel-sel tubuh, sehingga fungsi dan daya tahan
tubuh menurun serta faktor resiko terhadap penyakit pun meningkat.
Masalah kesehatan yang sering dialami lanjut usia adalah malnutrisi,
gangguan keseimbangan, kebingungan mendadak, dan lain-lain. Selain itu,
beberapa penyakit yang sering terjadi pada lanjut usia antara lain hipertensi,
gangguan pendengaran dan penglihatan, demensia, osteoporosis, dsb. Hal
ini dikenal “13 i” yang terdiri dari :
1. Imobilisasi

Didefinisikan sebagai keadaan tidak bergerak/tirah baring selama 3


hari atau lebih, dengan gerak anatomi tubuh menghilang akibat perubahan
fungsi fisiologis. Berbagai faktor fisik, psikologis, dan lingkungan dapat
menyebabkan imobilisasi pada usia lanjut. Penyebab utama imobilisasi
adalah adanya rasa nyeri, lemah, kekakuan otot, ketidak seimbangan, dan
masalah psikologis.
2. Instability (Instabilitas dan Jatuh)

Terdapat banyak faktor yang berperan untuk terjadinya instabilitas


dan jatuh pada orang usia lanjut. Berbagai faktor tersebut dapat
diklasifikasikan sebagaii

faktor intrinsik (faktor risiko yang ada pada pasien) dan faktor risiko
ekstrinsik (faktor yang terdapat di lingkungan).
3. Incontinence (Inkontinensia Urin)

Inkontinensia urin didefinisikan sebagai keluarnya urin yang tidak


dikehendaki dalam jumlah dan frekuensi tertentu sehingga menimbulkan
masalah sosial dan atau kesehatan. Inkontinensia urin merupakan salah satu
sindroma geriatrik yang sering dijumpai pada usia lanjut.
4. Intelectual Impairement (Gangguan Intelektual Seperti Demensia dan
Delirium)

Keadaan yang terutama menyebabkan gangguan intelektual pada


pasien lanjut usia adalah delirium dan demensia. Demensia adalah gangguan
fungsi intelektual dan memori didapat yang disebabkan oleh penyakit otak,
yang tidak berhubungan dengan gangguan tingkat kesadaran.
5. Infection (infeksi)

Infeksi pada usia lanjut (usila) merupakan penyebab kesakitan dan


kematian no. 2 setelah penyakit kardiovaskular di dunia. Hal ini terjadi
akibat beberapa hal antara lain: adanya penyakit komorbid kronik yang
cukup banyak, menurunnya daya tahan/imunitas terhadap infeksi,
menurunnya daya komunikasi usia sehingga sulit/jarang mengeluh, sulitnya
mengenal tanda infeksi secara dini.
6. Impairement of hearing, vision and smell (gangguan pendengaran,
penglihatan dan penciuman)
Gangguan pendengaran sangat umum ditemui pada geriatri. Pada
dasarnya, etiologi gangguan pendengaran sama untuk semua umur, kecuali
ditambah presbikusis untuk kelompok geriatri. Presbikusis sensorik yang
sering sekali ditemukan pada geriatri disebabkan oleh degenerasi dari organ
korti, dan ditandai gangguan pendengaran dengan frekuensi tinggi. Pada
pasien juga ditemui adanya gangguan pendengaran sehingga sulit untuk
diajak berkomunikasi.
7. Isolation (Depression)

Isolation (terisolasi) dan depresi, penyebab utama depresi pada usia


lanjut adalah kehilangan seseorang yan disayangi, pasangan hidup, anak,
bahkan binatang peliharaan. Selain itu kecenderungan untuk menarik diri
dari lingkungan, menyebabkan dirinya terisolasi dan menjadi depresi.

8. Inanition (malnutrisi)

Kelemahan nutrisi merujuk pada hendaya yang terjadi pada usia


lanjut karena kehilangan berat badan fisiologis dan patologis yang tidak
disengaja. Anoreksia pada usia lanjut merupakan penurunan fisiologis nafsu
makan dan asupan makan yang menyebabkan kehilangan berat badan yang
tidak diinginkan.
9. Impecunity (kemiskinan)

Impecunity (kemiskinan), usia lansia dimana seseorang menjadi


kurang produktif (bukan tidak produktif) akibat penurunan kemampuan
fisik untuk beraktivitas. Usia pensiun dimana sebagian dari lansia hanya
mengandalkan hidup dari tunjangan hari tuanya.
10. Iatrogenic

Iatrogenics (iatrogenesis), karakteristik yang khas dari pasien


geriatri yaitu multipatologik, seringkali menyebabkan pasien tersebut perlu
mengkonsumsi obat yang tidak sedikit jumlahnya. Akibat yang ditimbulkan
antara lain efek samping dan efek dari interaksi obat-obat tersebut yang
dapat mengancam jiwa.
11. Insomnia

Insomnia, dapat terjadi karena masalah-masalah dalam hidup yang


menyebabkan seorang lansia menjadi depresi. Selain itu beberapa penyakit
juga dapat menyebabkan insomnia seperti diabetes melitus dan
hiperaktivitas kelenjar thyroid, gangguan neurotransmitter di otak juga
dapat menyebabkan insomnia.
12. Immuno-defficiency (penurunan sistem kekebalan tubuh)

Immuno-defficiency (penurunan sistem kekebalan tubuh) banyak


hal yang mempengaruhi penurunan sistem kekebalan tubuh pada usia lanjut
seperti atrofi thymus (kelenjar yang memproduksi sel-sel limfosit T)
meskipun tidak begitu bermakna (tampak bermakna pada limfosit T CD8)
karena limfosit T tetap terbentuk di jaringan limfoid lainnya.
13. Impotence

Irritable bowel (usus besar yang sensitif -mudah terangsang-)


sehingga menyebabkan diare atau konstipasi/ impaksi (sembelit).
Penyebabnya tidak jelas, tetapi pada beberapa kasus ditemukan gangguan
pada otot polos usus besar, penyeab lain yang mungkin adalah gangguan
syaraf sensorik usus, gangguan sistem syaraf pusat, gangguan psikologis,
stres, fermentasi gas yang dapat merangsang syaraf, colitis.

Lalu untuk pemberian tatalaksana, sebelumnya penting untuk


mempertimbangkan perubahan farmakokinetik dan farmakodinamik pada
penuaan. Perubahan farmakologis dan kondisi medis pada usia lanjut dapat
memengaruhi farmakokinetik terapi obat. Memahami perubahan ini dapat
membantu memandu keputusan yang ditentukan. Farmakokinetik terdiri
dari absorbsi, distribusi, metabolisme, dan ekskresi obat. Sesudah
diabsorbsi, obat melewati hati dan mengalami metabolisme pintas awal. Bila
tahap ini mengalami penurunan, sisa dosis obat yang masuk dalam darah
dapat melebihi perkiraan dan mungkin menambah efek obat, bahkan sampai
efek yang merugikan. Makanan dan obat lain dapat memengaruhi absorbsi
obat yang diberikan oral. Distribusi obat dipengaruhi oleh berat dan
komposisi tubuh, yaitu cairan tubuh, massa otot, fungsi, dan peredaran darah
berbagai organ. Seiring penuaan, usia lanjut memiliki massa tubuh lebih
rendah dengan lemak yang lebih banyak dibanding usia muda. Beberapa
obat yang larut lemak memiliki peningkatan volume distribusi sehingga
tingkat pembersihan relatif memanjang pada orang tua. Perubahan
metabolisme obat di hati yaitu penurunan metabolisme oksidatif oleh enzim
sitokrom P450 (CYP) di hati. Selain itu, eliminasi obat terjadi melalui ginjal,
dan fungsi ginjal sering menurun seiring pertambahan usia. Pertimbangan
dalam praktik peresepan pada pasien usia lanjut harus menjadi perhatian,
terutama pada obat larut lemak, obat yang dimetabolisme melalui enzim
CYP, dan obat yang diekskresikan oleh ginjal
Rekonsiliasi obat adalah proses mengidentifikasi semua obat yang
dikonsumsi pasien, termasuk nama, dosis, frekuensi, dan rute, dengan
membandingkan catatan medis dengan daftar obat luar yang diperoleh dari
pasien, rumah sakit, atau penyedia lainnya. Pasien, dokter penanggung
jawab, perawat, dan apoteker dilibatkan dalam proses rekonsiliasi obat.
Rekonsiliasi ini dilakukan untuk menghindari kesalahan pengobatan.
Kemudian diperlukan peninjauan obat dan mempertimbangkan manfaat
deprescribing (peresepan ulang). Peresepan ulang (deprescribing) adalah
proses mengidentifikasi dan menghentikan obat-obatan yang tidak perlu,
tidak efektif, dan / atau tidak sesuai untuk mengurangi polifarmasi sehingga
dapat meningkatkan kualitas kesehatan. Peresepan adalah proses kolaboratif
yang melibatkan pertimbangan manfaat dan bahaya obat dalam konteks
tujuan perawatan pasien, tingkat fungsional, harapan hidup, nilai-nilai, dan
preferensi.
Pemeriksaan fisik dimulai dengan pemeriksaan tanda vital.

1. Pemeriksaan fisik tekanan darah, dilaksanakan dalam keadaan tidur,


duduk dan berdiri, masing-masing dengan selang 1-2 menit, untuk
melihat kemungkinan terdapatnya hipotensi ortostatik
2. Pemeriksaan fisik untuk menilai sistem. Pemeriksaan organ dan sistem
ini disesuaikan dengan tingkat kemampuan pemeriksa.Yang penting
adalah pemeriksaan secara sistem ini menghasilkan dapatan ada atau
tidaknya gangguan organ atau sistem.
3. Pemeriksaan fisik dengan urutan seperti pada anamnesis penilaian
sistem, yaitu :
 Pemeriksaan susunan saraf pusat (Central Nervous System).
 Pemeriksaan panca indera, saluran nafas atas, gigi-mulut.
 Pemeriksaan leher, kelenjar tiroid, bising arteri karotis.
 Pemeriksaan dada, paru-paru, jantung dan abdomen perlu
dilakukan dengan cermat.
 Pemeriksaan ekstremitas, refleks-refleks, gerakan dan kelainan
sendisendi perlu diperiksa yaitu sendi panggul, lutut dan
kolumna vertebralis.
 Pemeriksaan kulit-integumen, juga perlu dilakukan.

Pemeriksaan Tambahan (Penunjang) disesuaikan dengan keperluan


penegakan kepastian diagnosis, tetapi minimal harus mencakup
pemeriksaan rutin

a) X-foto thorax, EKG

b) Laboratorium :- DL,UL, FL

REFRENSI :

Departemen Kesehatan RI .(2010).Pedoman Pembinaan Kesehatan Lanjut Usia


Bagi Petugas Kesehatan .Jakarta: Kemenkes RI

Darmojo RB., (2011). Teori proses menua. dalam: Martono HH, Pranarka K,
pengarang. Buku ajar boedhi-darmojo geratri. edisi ke-4. Jakarta: Balai penerbit
fakultas kedokteran universitas indonesia;. hal. 3-12.

Anda mungkin juga menyukai