Anda di halaman 1dari 22

BAB II

ASESMEN PASIEN GERIATRI


A. ASESMEN UMUM
Penegakan diagnosis pada pasien geriatri berbeda dengan pasien dewasa muda.
Penyakit pada populasi dewasa muda selama ini dijadikan model untuk pendidikan
kedokteran karena pada populasi ini menggambarkan bahwa setiap penyakit pada satu
organ akan memberikan gejala yang khas bagi penyakit pada organ yang bersangkutan.
Pada populasi lanjut usia hal tersebut sukar ditemukan karena gejala dan tanda yang
timbul tidak khas yang merupakan akibat dari berbagai keadaan penurunan fisiologik
dan berbagai keadaan patologik yang bercampur menjadi satu. Pendekatan pada pasien
geriatri mencakup keadaaan biologis, psikologis, dan lingkungan sosial, sering disebut
analisis biopsikososial. Tatacara diagnosis pada pasien geriatri yang bersifat pendekatan
multidisipliner inilah yang disebut asesmen geriatri. Prinsip pemberian obat pada pasien
geriatri. Prinsip pemberian obat pada usia lanjut:

 Riwayat pengobatan lengkap. Pasien harus membawa semua obat, termasuk obat
tanpa resep, vitamin dan bahan dari toko kesehatan, hal ini perlu dilakukan agar
menghindari interaksi obat yang diminum pasien tanpa sepengetahuan dokter.
 Mulai dengan dosis rendah, naikkan perlahan (start low go slow)
 Jangan memberikan obat sebelum waktunya. Hindari memberikan resep
sebelum diagnosis ditegakkan, sebisa mungkin hindari pengobatan simptomatik
lebih dari dua obat.
 Beri dorongan supaya patuh berobat. Jelaskan kepada pasien tujuan pengobatan
dan cara mencapainya. Buat instruksi tertulis dan pastikan pasien mengerti cara
penggunaan dan aturan pakai obat
 Gunakan obat dengan dosis yang lebih rendah jika obat diekskresikan lewat
ginjal.
 Hindari polifarmasi yang tidak perlu
Menua adalah suatu proses menghilangnya kemampuan jaringan untuk
memperbaiki atau mengganti diri serta mempertahankan struktur dan fungsi normalnya.
Banyak teori mengenai proses menua ini. Teori yang menjelaskan tentang sebab-sebab
menua antara lain:
1. Genetic Clock Theory
2. Somatic Mutation Theory (=Error Catastrophe). Errors in Transcription and
Translation Process.
3. Immune System Destruction Theory (with incised Auto-Antibodies)
4. Metabolic Theory: Mammals with hibernation live longer, Exercise can cause
longer longevity.
5. Free Radicals Theory. Free radicals, a.o. superoxyde, hydroxyl, hydrogen
peroxide etc. can cause cell destruction etc. Existing anti-oxidants can reduce
destruction process. (Hanya teori-teori yang penting yang disebutkan di sini).
Dengan mengembangkan teori-teori ini, timbullah konsep menjadi tua dan sehat.
Konsep "Menua Sehat"
Tujuan hidup manusia adalah menjadi tua, tetapi tetap sehat (healthy
aging). Healthy aging artinya menjadi tua dalam keadaan sehat. Dalam hal ini, yang
terpenting adalah promosi kesehatan dan pencegahan penyakit yang juga harus dimulai
sedini mungkin dengan cara dan gaya hidup sehat. Menurut persepsi penulis, prevensi
yang dimaksudkan adalah mencegah agar proses menua tadi tidak disertai dengan
proses patologik. Timbullah gagasan penulis untuk membuat suatu model pencapaian
hal tersebut, seperti tertera pada bagan 1.
Healthy aging akan dipengaruhi oleh faktor-faktor: (gambar 1)
1. Endogenic aging, dimulai dengan cellular aging lewat tissue dan anatomical
aging ke arah proses menuanya organ tubuh. Proses ini seperti jam yang terus
berputar.
2. Exogenic factor, dibagi dalam penyebab lingkungan (environtment) di mana
seseorang hidup dan faktor sosio-ekonomi, sosio budaya, atau yang paling tepat
disebut gaya hidup (life style). Faktor exogenic aging tadi, kini lebih dikenal
dengan sebutan "faktor risiko".
Konsep Faktor Risiko (FR) dan Penyakit Degeneratif
Penyakit degeneratif mempunyai penyebab dan selalu berhubungan dengan faktor
risiko yang biasanya selalu lebih dari satu, yang bekerjasama menimbulkan penyakit
degeneratif tadi. FR adalah suatu kebiasaan, kelainan, dan faktor yang bila ditemukan
atau dipunyai seseorang menyebabkan orang tersebut secara bermakna lebih berpeluang
menderita penyakit degeneratif tertentu. Misalnya, penyakit jantung koroner, stroke,
kanker, osteoporosis, dst. Pada gambar 2, di sebelah kiri adalah FR dan sebelah kanan
penyakit degeneratif. Beberapa FR melalui suatu "core" dapat menyebabkan penyakit
degeneratif tertentu. Penyakit degeneratif sendiri dapat merupakan FR penyakit
degeneratif yang lain. Misalnya, penyakit jantung dan hipertensi merupakan FR stroke.
Dari tabel tersebut, Brocklehurst dan Allen menambahkan bahwa penderita usia lanjut
lebih mudah terkena penyakit akut (infeksi dan penyakit akut lain), selalu terdapat aspek
psikologik dan sosial ekonomi, serta penyakit-penyakit iatrogenik (Brocklehurst dan
Allen, 1987).
Penanganan Holistik (Hadi Martono, 1999; Kane et al, 1999)
Mengingat sifat dan karakteristik penderita usia lanjut seperti disebutkan di atas,
maka penanganannya harus bersifat holistik, yaitu:
1. Penegakan diagnosis: berbeda dengan tata cara diagnosis yang dilaksanakan
pada golongan usia lain, penegakan diagnosis pada penderita usia lanjut
dilaksanakan dengan tata cara khusus yang disebut dengan asesmen geriatrik.
Cara ini merupakan suatu analisis multidimensional dan sebaiknya dilakukan
oleh suatu tim geriatrik.
2. Penatalaksanaan penderita: penatalaksanaan penderita juga dilaksanakan oleh
suatu tim multidisipliner yang bekerja secara interdisipliner dan disebut sebagai
"tim geriatri". Hal ini perlu mengingat semua aspek penyakit (fisik-psikis),
sosial-ekonomi, dan lingkungan harus mendapat perhatian yang sama. Susunan
dan besar tim bisa berbeda-beda tergantung pada tingkatan pelayanan. Di tingkat
pelayanan dasar, hanya diperlukan tim "inti" yang terdiri dari dokter, perawat,
dan tenaga sosiomedik.
3. Pelayanan kesehatan vertikal dan horisontal: aspek holistik dari pelayanan
geriatri harus tercermin dari pemberian pelayanan vertikal, yaitu pelayanan yang
diberikan dari Puskesmas sampai ke pusat rujukan geriatri tertinggi, yaitu di
rumah sakit provinsi. Pelayanan kesehatan horizontal adalah pelayanan
kesehatan yang diberikan merupakan bagian dari pelayanan kesejahteraan
menyeluruh. Dengan demikian, ada kerjasama lintas sektoral dengan bidang
kesejahteraan lain, misalnya agama, pendidikan/kebudayaan, olah raga, dan
sosial.
4. Jenis pelayanan kesehatan: sesuai dengan batasan geriatri seperti tersebut di atas,
maka pelayanan kesehatan yang diberikan harus meliputi aspek promotif,
preventif, kuratif, dan rehabilitasi dengan memperhatikan aspek psiko-sosial
serta lingkungan.
Tugas masing-masing anggota tim adalah sebagai berikut:
 Asesmen lingkungan/sosial: petugas sosio-medik
 Asesmen fisik: dokter/perawat
 Asesmen psikis: dokter/perawat/psikolog-psikogeriatris
 Asesmen fungsional/disabilitas: dokter/terapis rehabilitasi
 Asesmen psikologik: dokter-psikolog/psikogeriatri
Dengan tata cara asesmen geriatric yang terarah dan terpola, maka kemungkinan
terjadinya "mis/under diagnosis" yang sering didapatkan pada praktik geriatri dapat
dihindari atau dieliminasi sekecil mungkin.
Asesmen geriatri terdiri dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan tersebut harus dapat mengungkap masalah yang berkaitan dengan organ,
fungsi kejiawaan, dan fungsi sosial pasien geriatri.
a. Anamnesis
 Identitas penderita termasuk faktor risiko sakit yaitu, usia 70 tahun, duda
hidup sendiri, kematian orang terdekat, opname
 Anamnesis obat yang diminum
 Penilaian sistem dilakukan secara urut dari sistem saraf pusat, saluran
nafas sampai integumen, dan lain-lain
 Anamnesis kebiasaan merugikan seperti alkohol, mengunyah tembakau,
minum alkohol, dan lain-lain
 Kepribadian, perasaan hati apabila terdapat masalah kejiwaan perlu
konsul ke bagian psikiatri
 Riwayat tentang problema utama geriatri
b. Pemeriksaan fisik
 Tanda vital: tekanan darah perlu dilakukan pada saat berdiri dan duduk
untuk mengetahui adanya hipotensi postural, suhu, laju pernafasan, dan
jumlah nadi dalam satu menit
 Pemeriksaan untuk menilai sistem dilakukan secara sistematis dari mulai
ujung rambut hingga ujung kaki, tanpa melihat adanya keluhan pada
sistem tersebut, hal ini dilakukan untuk menghindari misdiagnosis.
c. Pemeriksaaan penunjang
Pemeriksaan yang dianggap rutin pada negara maju ialah: foto toraks, ekg,
darah/urin rutin, gula darah, lipid, fungsi hati, fungsi ginjal, fungsi tiroid
(T3,T4,TSH)
d. Penilaian lingkungan
Asesmen geriatri tidak lengkap tanpa pemeriksaan ini, perlu dicari tahu
mengenai faktor risiko terjadinya masalah geriatri (geriatric giants), sebagai
contoh: dokter harus mencari tahu faktor risiko lingkungan untuk terjadinya
jatuh seperti cahaya rumah yang kurang, lantai yang licin dan sebagai nya agar
dapat menghindari kejadian jatuh berulang.
PENJABARAN ANAMNESIS  (Kane et al; Hadi Martono; 1999)
Awal anamnesis serupa dengan semua anamnesis yang lain, yaitu berupa identitas
penderita. Tetapi, pertanyaan-pertanyaan berikutnya dilakukan dengan lebih terinci dan
terarah sebagai berikut:
 Identitas penderita: nama, alamat, umur, perkawinan, anak (jumlah, jenis
kelamin dan berapa yang masih tinggal bersama penderita), pekerjaan, serta
keadaan sosial ekonomi. Termasuk dalam bagian ini adalah anamnesis mengenai
faktor risiko sakit, yaitu usia sangat lanjut (> 70 tahun), duda hidup sendiri, baru
kematian orang terdekat, baru sembuh dari sakit/pulang opname, gangguan
mental nyata, menderita penyakit progresif, gangguan mobilitas, dan lain-lain.
 Anamnesis tentang obat, baik sebelum sakit ini maupun yang masih diminum di
rumah, baik yang berasal dari resep dokter maupun yang dibeli bebas (termasuk
jamu-jamuan).
 Penilaian sistem: bagian ini berbeda dengan anamnesis penderita golongan umur
lain, karena tidak berdasarkan "model medik" (tergantung pada keluhan utama).
Harus selalu diingat bahwa pada usia lanjut, keluhan tidak selalu
menggambarkan penyakit yang diderita, seringkali justru memberikan keluhan
yang tidak khas. Penilaian sistem dilaksanakan secara urut, misalnya dari sistem
syaraf pusat saluran napas atas dan bawah, seterusnya sampai kulit integumen
dan lain-lain.
Untuk mendapatkan jawaban yang baik, seringkali diperlukan alo-anamnesis dari
orang/keluarga yang merawatnya sehari-hari.
 Anamnesis tentang kebiasaan yang merugikan kesehatan (merokok, mengunyah
tembakau, minum alkohol, dan lain-lain).
 Anamnesis tentang berbagai gangguan yang terdapat: menelan, masalah gigi,
gigi palsu, gangguan komunikasi/bicara, nyeri/gerak yang terbatas pada anggota
badan, dan lain-lain.
 Kepribadian perasaan hati, kesadaran, dan afek (alo-anamnesis atau
pengamatan) konfusio, curiga/bermusuhan, mengembara, gangguan tidur atau
keluhan malam hari, daya ingat, dan lain-lain. Apabila hasil anamnesis ini
membingungkan atau mencurigakan, perlu dicatat untuk dapat dilaksanakan
asesmen khusus kejiwaan atau bahkan konsultasi psiko-geriatrik.
 Riwayat tentang problema utama geriatri (sindrom geriatrik): pernah stroke,
TIA/RIND, hipotensi ortostatik, jatuh, inkontinensia urin/alvi, dementia,
dekubitus, dan patah tulang.
Perlu digarisbawahi bahwa anamnesis pada lansia harus meliputi auto-dan
alloanamnesis. Pada akhir anamnesis harus dicatat derajat kepercayaan informasi yang
diperoleh.
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik dimulai dengan pemeriksaan tanda vital (seperti pada golongan
umur lain), walaupun rinciannya mungkin terdapat beberapa perbedaan, antara lain:
 Pemeriksaan tekanan darah, harus dilaksanakan dalam keadaan tidur, duduk, dan
berdiri, masing-masing dengan selang 1--2 menit, untuk melihat kemungkinan
adanya hipotensi ortostatik. Kemungkinan hipertensi palsu juga harus dicari
(dengan perasat Osler).
 Pemeriksaan fisik untuk menilai sistem. Pemeriksaan organ dan sistem ini perlu
disesuaikan dengan tingkat kemampuan pemeriksa/dokter. Bila yang melakukan
perawat, tentu saja tidak serinci dokter umum, yang pada gilirannya tidak serinci
hasil pemeriksaan fisik oleh dokter spesialis. Yang penting adalah bahwa
pemeriksaan dengan sistem ini menghasilkan ada/tidaknya gangguan organ atau
sistem (walaupun secara kasar).
Pada pelaksanaannya dilakukan pemeriksaan fisik dengan unitan seperti pada
anamnesis penilaian sistem, yaitu:
 Pemeriksaan syaraf kepala
 Pemeriksaan panca indera, saluran napas atas, gigi-mulut
 Pemeriksaan leher, kelenjar tiroid, bising arteri karotis
 Pemeriksaan dada, paru-paru, jantung, dan seterusnya sampai pada pemeriksaan
ekstremitas, refleks-refleks, kulit-integumen.
Dengan kata lain, pemeriksaan organ-sistem adalah melakukan pemeriksaan
mulai dari ujung rambut sampai ujung kaki secara sistematis, tanpa melihat apakah
terdapat keluhan pada organ/sistem itu atau tidak. Pemeriksaan status gizi dengan
menggunakan patokan BMI (Body Mass Index) harus bisa melengkapi.
Pemeriksaan Tambahan
Pemeriksaan tambahan disesuaikan dengan kemampuan ekonomi penderita,
tingkat keahlian pemeriksa (perawat/dokter umum/dokter spesialis), tetapi minimal
harus mencakup pemeriksaan rutin usia lanjut. Pemeriksaan laboratorium rutin di sini
meliputi:
 Pemeriksaan darah, urin, feces rutin, gula darah, lipid, fungsi hepar/renal,
albumin/globulin, elektrolit (terutama FE, Ca, P, sedang trace elements bila ada
indikasi saja).
 Perlu pula pemeriksan X-foto thorax dan EKG.
 EEG, EMG, CT-scan, Echo-c, dan sebagainya hanya dilakukan bila perlu.
Apabila terdapat kecurigaan adanya kelainan yang belum jelas atau diperlukan
tindakan diagnostik/terapeutik lain, dapat dilakukan konsultasi/rujukan kepada disiplin
lain, yang hasilnya dapat dievaluasi oleh tim.
Pemeriksaan Fungsi
Hal ini dianggap merupakan fokus sentral. Pelaksanaan asesmen fungsi fisik dan
psikis penderita dapat dibagi dalam beberapa jenis, yaitu: '
 Aktivitas hidup sehari-hari (AHS fisik) yang hanya memerlukan kemampuan
tubuh untuk berfungsi sederhana, misalnya bangun dari tempat tidur,
berpakaian, ke kamar mandi/WC (lihat tabel 2).
 Aktivitas hidup sehari-hari instrumental (AHS instrumental), yang selain
memerlukan kemampuan dasar juga memerlukan berbagai koordinasi
kemampuan otot, susunan syaraf yang lebih rumit, juga kemampuan berbagai
organ kognitif lain (lihat tabel 2).
 Kemampuan mental dan kognitif, terutama menyangkut fungsi intelek, memori
lama, dan memori tentang hal-hal yang baru saja terjadi.
Dari asesmen ketiga fungsi tersebut, dapat ditentukan tiga tingkat kemampuan
dari seorang penderita lansia, yaitu:
 Kemampuan untuk melakukan kegiatan tersebut di atas tanpa bantuan orang
lain.
 Kemampuan untuk melakukan kegiatan dengan sedikit bantuan.
 Sama sekali tidak mampu untuk melakukan kegiatan di atas tanpa bantuan orang
lain. {Kane et al (1994)}
Hasil penelitian Boedhi-Darmojo dkk. (1992; 1996) mengenai AHS (ADL)
terhadap komunitas lansia di Semarang dan desa sekitarnya dapat dilihat pada tabel 2.
 AHS fisik pada umumnya masih dapat dilakukan cukup baik oleh para lansia,
terutama oleh lansia di bawah 70 tahun dan menurun kemampuannya pada usia
makin tua.
 AHS instrumental memang lebih jelas menurun, juga lebih nyata sesudah usia
70 tahun hingga kemandirian akan lebih berkurang.
 AHS fisik dapat diartikan sebagai kegiatan sehari-hari terhadap diri sendiri.
Penatalaksanaan dan Pengobatan Medik
Prinsip penting seperti pada pengobatan penderita lain, yaitu mulai dengan non-
drug treatment, juga berlaku pada penderita lansia ini. Bila kita mulai berketetapan
menggunakan obat, baik simtomatik maupun kausal, perlu diperhatikan hal-hal sebagai
berikut:
 Perubahan anatomik, fisiologik, dan komposisi tubuh penderita lansia tadi,
berupa massa otot, albumin serum, serta fungsi postural yang menurun. Selain
itu, juga fungsi sekresi dan detoksifikasi hati serta ginjal
 Kemungkinan polifarmasi dan efek samping obat yang lebih sering terjadi.
Iatrogenesis yang diakibatkannya.
 Dokter yang merawat harus mengetahui betul sifat farmakodinamik dan
farmakokinetik obat yang diberikan.
 Menyempitnya "therapeutic window" pada lansia (lihat gambar 4).
 Faktor lupa dan ketaatan (compliments) minum obat. Hal ini perlu dimonitor
lebih cermat.
 Perlunya individualisasi pada tiap kasus.
 Perlu disadari dan dilaksanakan semboyan "Start slow, go slow".
 Pemberian nutrisi yang baik dan seimbang perlu melengkapi tindakan-tidakan
tersebut di atas.
Untuk penderita lansia yang dirawat di rumah sakit, sering timbul masalah khusus
yang perlu diperhatikan oleh dokter yang merawat.

B. ASESMEN RISIKO JATUH PADA GERIATRI


Skrining Risiko jatuh
1. Merupakan suatu alat untuk memperkirakan risiko jatuh yang dimiliki
seseorang.
2. Klasifikasi: risiko rendah, terdapat peningkatan risiko jatuh
3. Semua pasien geriatri yang dirawat di rumah sakit harus menjalani skrining
risiko jatuh, dan sebaiknya dilakukan sesegera mungkin
4. Skrining ini juga dilakukan pada pasien yang mengalami perubahan kondisi /
status kesehatan / fungsionalnya.
5. Alat skrining yang telah diakui dan sering digunakan di banyak rumah sakit
adalah Ontario ModifiedSTRATIFY (Sydney Scoring). Alat skrining ini
merupakan modifikasi dariSir Thomas Risk Assessment Tool in Falling
Elderly In-patients (STRATIFY). Berikut ini disajikan tabel mengenai
Sydney Scoring.
ONTARIO MODIFIED STRATIFY - SYDNEY SCORING

Tanggal: Nama :
Usia:
Rekam Medik:

no parameter Skrining  Jawaban Keterangan Nilai Skor


1 riwayat jatuh apakah pasien datang ke  Ya / tidak Salah satu jawaban  
  rumah sakit karena jatuh? ya = 6  
jika tidak, apakah pasien   Ya/ tidak  
mengalami jatuh dalam 2
bulan terakhir ini?
2 status mental apakah pasien delirium?   Ya/ tidak Salah satu jawaban  
  (tidak dapat membuat ya = 14  
  keputusan, pola pikir tidak    
terorganisir, gangguan daya  
ingat)
apakah pasien disorientasi?   Ya/ tidak
(salah menyebutkan waktu,
tempat, atau orang)
apakah pasien mengalami   Ya/ tidak
agitasi? (ketakutan, gelisah,
dan cemas)
3 penglihatan apakah pasien memakai   Ya/ tidak Salah satu jawaban  
  kacamata? ya = 1  
  apakah pasien mengeluh   Ya/ tidak    
adanya penglihatan buram?  
apakah pasien mempunyai   Ya/ tidak
glaukoma, katarak, atau
degenerasi makula?
4 Kebiasaan apakah terdapat perubahan   Ya/ tidak ya = 2  
berkemih perilaku berkemih?
(frekuensi, urgensi,
inkontinensia, nokturia)
5 transfer (dari mandiri (boleh 0 jumlahkan nilai  
tempat tidur menggunakan alat bantu transfer dan
  ke kursi dan jalan) mobilitas. Jika  
  kembali ke memerlukan sedikit bantuan 1 nilai total 0-3,  
  tempat tidur) (1 orang) / dalam maka skor = 0.  
  pengawasan jika nilai total 4-6,  
  memerlukan bantuan yang 2 maka skor = 7  
  nyata (2 orang)    
tidak dapat duduk dengan 3    
seimbang, perlu bantuan  
total  
6 mobilitas mandiri (boleh 0  
    menggunakan alat bantu  
    jalan)  
    berjalan dengan bantuan 1 1
orang (verbal / fisik)
menggunakan kursi roda 2
imobilisasi 3
  total skor  

Keterangan skor:

0-5 = risiko rendah


6-16 = risiko sedang
17-30 = risiko tinggi
Daftar Obat-obatan (tandai obat-obatan yang dikonsumsi pasien):
Satu atau lebih penggunaan obat-obatan di bawah ini dapat meningkatkan risiko jatuh:
 Antihipertensi  Pencahar  opioid
 antikonvulsan  antiparkinson  diuretik
 benzodiazepin  psikotropika  hipoglikemia

Strategi Penanganan Status Risiko Pasien:


risiko rendah (skor 0-5) 1. orientasi kamar tidur dan lingkungan rawat inap, beserta staf
rumah sakit
2. posisikan tempat tidur pasien rendah. Pastikan rem tempat
  tidur berfungsi dengan baik
3. alarm, tombol pemanggil, dan meja samping dapat
dijangkau tangan pasien, intruksikan pasien untuk
  memanggil bantuan jika memerlukan sesuatu
  4. pastikan penggunaan alas kaki yang aman saat mobilisasi
5. sediakan brosur pemakaian alas kaki yang aman kepada
  pasien dan keluarga
  6. pakaian pasien berukuran pas (tidak terlalu besar / kecil)
7. amankan area dari perabot yang tidak stabil, ruangan yang
  berantakan
8. sediakan brosur pencegahan jatuh kepada pasien dan
  keluarga
  9. pastikan pasien memperoleh nutrisi dan hidrasi yang adekuat
  10. peninjauan obat-obatan
11. obat-obatan untuk proteksi tulang: pertimbangkan
  suplementasi vitamin D dan kalsium
12. pastikan pasien memakai kacamata dan alat bantu dengar
(jika diperlukan)
 
risiko sedang (skor 6-16) semua hal di atas, ditambah:
  13. gunakan tanda pengenal untuk 'risiko jatuh'
  14. awasi pasien saat mobilisasi
  15. awasi pasien saat menggunakan kamar mandi
  16. pantau nutrisi dan hidrasi pasien
  17. gunakan karpet anti-licin di dekat tempat tidur
18. rujuk ke fisioterapi dan atau okupasional terapi untuk
asesmen lebih lanjut
 
risiko tinggi (skor 17-30) semua hal di atas, ditambah:
19. jangan tinggalkan pasien tanpa pengawasan saat di kamar
  mandi atau mobilisasi
  20. tempatkan kamar tidur pasien dekat dengan pos perawat
21. pastikan tinggi tempat tidur sesuai dengan kebutuhan
  pasien
22. pertimbangkan observasi konstan - terutama jika pasien
  delirium
23. pertimbangkan penggunaan protektor panggul
 
Asesmen Risiko Jatuh
1. Merupakan suatu proses yang lebih mendetail daripada skrining dan digunakan
untuk mengidentifikasi faktor risiko jatuh yang dimiliki seseorang.
2. Dilakukan pada pasien dengan:
a. hasil skor ‘berisiko’ dalam skrining risiko jatuh
b. kejadian jatuh / datang ke rumah sakit karena jatuh
c. tempat tinggal / dirawat di unit dimana populasinya kebanyakan pasien
dengan risiko tinggi jatuh (misalnya: unit rehabilitasi stroke)
3. Asesmen ini diulang pada kondisi-kondisi berikut ini:
a. Setiap terjadi perubahan lingkungan di sekitar pasien (misalnya, pasien
ditransfer ke unit lain untuk alih rawat)
b. Setiap tedapat perubahan status fungsional / kesehatan pasien
c. Setelah kejadian jatuh
d. Saat pasien hendak dipulangkan
4. Alat asesmen yang dijadikan acuan di berbagai rumah sakit adalah ‘Fall Risk
for Hospitalised Older People (FRHOP)’. Berikut ini disajikan tabel
mengenai FHROP.
FALL RISK FOR HOSPITALISED OLDER PEOPLE (FRHOP)
 
Tanggal: Nama :
  Usia:
Rekam medik: 

Kondisi Umum (tidak dimasukkan dalam skor, tetapi Jawaban


pastikan terlaksana dengan baik)
1. apakah pasien telah menjalani orientasi rawat inap  Ya / tidak
dan disediakan brosur pencegahan jatuh?
2. apakah lingkungan pasien dinilai aman? (tempat   Ya / tidak
duduk, tinggi tempat tidur, alat bantu)

staf medis
kejadian jatuh akhir-akhir ini (0-3) skor
1. apakah pasien mengalami jatuh  0 dalam 12 bulan (0)  
akhir-akhir ini?  1 kali dalam 12 bulan (1)  
   ≥ 2 kali dalam 12 bulan (2)  
   ≥ 1 selama pasien dirawat  
 
2. apakah pasien mengalami  tidak (0)  
cedera?  cedera ringan, tidak membutuhkan penanganan  
  medis yang signifikan (1)  
   cedera ringan, membutuhkan penanganan medis  
  yang signifikan (2)
 cedera berat (fraktur, dsb) (3)
medikasi (0-3)   
1. Apakah pasien saat ini  tidak (0)  
mengkonsumsi obat-obatan?  1-2 obat (1)  
   3 obat (2)  
   ≥ 4 obat (3)  
   
2. Apakah pasien mengkonsumsi  tidak (0)  
obat-obatan di bawah ini?  1-2 obat (1)  

 3 obat (2)  
 sedatif  ≥ 4 obat (3)
 antihipertensi
 diuretik
 antidepresan
 supresan vestibular
 analgesik
 psikotropika
 vasodilator
 antiparkinson
 antkonvulsan

kondisi medis (0-3)  


apakah pasien mempunyai penyakit  tidak ada (0)  
medis kronis yang mempengaruhi  1-2 penyakit (1)  
keseimbangan dan mobilitas?  3-4 penyakit (2)  

 ≥ 5 penyakit (3)  
 artritis  
 penyakit paru    

 parkinson    

 diabetes    

   
 demensia
   
 neuropati perifer
   
 panyakit jantung
   
 stroke / TIA
 
 penyakit neurologi lainnya
 
 amputasi tungkai bawah
 
 gangguan vestibular (pusing,
 
hipotensi postural, Meniere)
 

komunikasi dan gangguan sensorik  


1. apakah pasien mempunyai penglihatan pendengara somatosensori  
riwayat gangguan sensorik n k  
ireversibel yang membatasi  tidak (0)  tidak (0)  tidak (0)  
kemampuan fungsionalnya?  ya (1)  ya (1)  ya (1)
2. apakah pasien mengalami  tidak (0)  
masalah dalam komunikasi?  ya (1)  
(disfasia, dsb)

Status kognitif (0-3)  


skor AMTS (Abbreviated Mental Test Score)  
Tanyakan pasien mengenai hal-hal 1. Usia  9-10 ( 0)  
berikut ini. Beri nilai 1 poin untuk 2. Waktu saat ini  7-8 (1)  
setiap jawaban yang benar. 3. Alamat rumah  5-6 (2)  
  4. Tahun  <5 (3)  
  5. Nama rumah sakit  
  tempat pasien  
  dirawat  
  6. pengenalan  
  terhadap 2 orang  
  (misalnya: dokter,  
  perawat)  
  7. tanggal lahir
  8. Nama presiden
yang menjabat saat
ini
9. Tahun
kemerdekaan
Indonesia
10. Menghitung
mundur dari angka
20 ke 1
 
Staf Perawat
Kontinensia
1. apakah pasien mengalami  tidak (0)  
inkontinensia?  Ya (1) 
2. apakah pasien sering ke kamar  tidak (0)  
mandi?  Ya (1)
3. apakah pasien mengalami  tidak (0)  
nokturia?
 Ya (1)
Status Nutrisi (0-3)
1. Apakah asupan makanan pasien  tidak (0)  
menurun dalam 3 bulan terakhir  nafsu makan sedikit menurun, tetapi asupan masih  
ini karena turunnya nafsu makan, baik (1)  
gangguan pencernaan, atau  nafsu makan menurun secara nyata (2)  
kesulitan menelan/mengunyah?  nafsu makan sangat berkurang / asupan buruk (3)

2. apakah terdapat penurunan berat  tidak (0)  


badan dalam 12 bulan terakhir  minimal: < 1 kg (1)  
ini?  sedang: 1-3 kg (2)
 berat: >3 kg (3)

terapis okupasional
perilaku fungsional (0-3)
mobilitas dan aktivitas hidup  pasien sadar akan kemampuan fungsionalnya saat  
sehari-hari pasien mengindikasikan: ini / mencari bantuan jika perlu (0)  
   pasien cukup sadar akan kemampuan  
  fungsionalnya, terkadang berperilaku yang berisiko  
  jatuh (1)
 pasien terlalu takut beraktivitas karena risiko jatuh
(2)
 pasien beraktivitas melebihi kemampuan
fungsionalnya, sering berperilaku yang berisiko
jatuh (3)

pakaian dan alas kaki


1. apakah pasien mempunyai  tidak (0)  
masalah pada kaki? (misalnya  ya (1), sebutkan:........  
klavus, ulkus)
2. alas kaki pasien:  tidak ada masalah (0)  
 1 masalah (1)  
 tidak pas (kebesaran /  2 masalah (2)  
kekecilan)  ≥3 masalah (3)  
 sol sepatu tidak melekat erat  
 sol sepatu tidak fleksibel  

 tinggi hak sepatu > 2cm atau  

lebar hak sepatu < 3 cm


 tidak mempunyai mekanisme
pengikat (misalnya: tali sepatu)
 menggunakan alas kaki yang
kurang sesuai (misalnya sendal,
tidak anti-licin)

3. apakah pakaian pasien pas?  Ya (0)  


(tidak kebesaran / kekecilan)  Tidak (1)

fisioterapi
keseimbangan (0-3)
apakah skor 'Timed Up and Go  keduanya normal (0)  
Test' dan Tes Jangkauan Fungsional  salah satu normal (1)  
Pasien berada dalam batas normal?  keduanya tidak normal (2)
 memerlukan bantuan untuk melakukan tes tersebut
Nilai normal: (3)
a. Timed Up and Go Test*: < 18
detik
b. Tes Jangkauan Fungsional**: ≥
23 cm
Transfer dan Mobilitas (0-3)
apakah pasien dapat mobilisasi  mandiri, tidak memerlukan alat bantu jalan (0)  
secara mandiri?  mandiri dengan alat bantu jalan (1)  
   perlu pengawasan (2)  
   perlu bantuan secara fisik (3)
Skor Total  
         

Keterangan:        
Skor 0-5 = risiko rendah        

skor 6-20 = risiko sedang        

skor 21-45 = risiko tinggi        


         
       
* Timed Up and Go Test
1. pasien duduk di kursi dengan punggung menempel pada sandaran kursi dan
tangan pasien diletakkan pada lengan kursi.
2. Kemudian pasien diminta untuk berdiri dan berjalan sejauh 3 m (tandai area
tersebut) dengan kecepatan normal.
3. setelah berjalan sejauh 3 m, pasien berjalan kembali ke tempat duduk, dan
duduk di kursi sepertiposisisemula.
4. catat waktu yang diperlukan pasien dari duduk-berjalan-duduk kembali
Saat melakukan tes, pasien menggunakan pakaian dan alas kaki sehari-hari, pasien
juga diperbolehkan menggunakan alat bantu berjalan (yang secara rut in digunakan
untuk mobilisasi pasien). Dalam melakukan tes ini, pasien tidak boleh dibantu oleh
orang lain. Tidak ada batas waktu dalam melakukan tes ini. Pasien boleh berhenti dan
beristirahat selama tes berlangsung tetapi tidak boleh duduk.
Skor:
< 18 detik: normal
≥ 18 detik: risiko tinggi jatuh
 
 
** Tes Jangkauan Fungsional
1. pasien berdiri dengan kedua kaki sedikit tebuka
2. pasien diminta untuk mengepalkan tangan dominan dan luruskan tangan ke
depan hingga sejajar bahu
3. pasien diminta untuk menjangkau sejauh mungkin ke depan, dan tidak
diperbolehkan untuk melangkahkan kakinya.
4. ukurlah jarak antara titik awal kepalan tangan (gunakan titik referensi kepala
os metakarpal jari ketiga) dengan titik akhir yang dapat dicapai oleh pasien
Pengukuran dapat menggunakan tali pengukur / penggaris
Hasil tes:
Usia Laki-Laki Wanita
20-40 ≥40 cm ≥30 cm
41-69 ≥30 cm ≥25 cm
70-87 ≥25 cm ≥23 cm
REFERENSI

1. Australian Commission on Safety and Quality in Health Care. Preventing falls


and harm from falls in older people. Best Practice Guidelines forAustralian
Hospitals; 2009.
2. Akyol AD. Falls in the elderly: what can be done? International Nursing
Review. 2007;54:191-6.
3. King RC, Atallah L, Wong C, Miskelly F, Yang GZ. Elderly risk assessment of
falls with BSN. Londo: Imperial College London; 2008.
4. Shumway-Cook A, Brauer S, Woollacott M. Pred icting the probability fo falls
in community-dwelling older adults using the timed up and go test. Physical
Therapy. 2000;80:896-903.
5. Hodkinson HM. Evaluation of a mental test score for assessment of mental
impairment in the elderly. Age Ageing. 1972;1:233-8.
6. Weiner DK, Duncan PW. Functional reach: a marker of physical frailty. J Am
Geriatr Soc. 1992;40:203-7.

Anda mungkin juga menyukai