Mahasiswa
Imandaria nada S.
NIM. 1130017066
Mengetahui,
Pembimbing Akademik
Universitas Nahdlatul Ulama Surabaya
Menurut The Genval Report 1999, terdapat dua kelompok GERD yang pertama
adalah GERD erosif (esofagitis erosif), didefinisikan sebagai GERD dengan gejala
reluks dan kerusakan mukosa esophagus distal akibat reluks gastroesofageal.
Pemeriksaan baku emas untuk diagnosis GERD erosif adalah endoskopi saluran
cerna atas. Yang kedua adalah penyakit reluks nonerosif (non-erosive refluks
disease, GERD), yang juga disebut endoscopic-negative GERD, didefinisikan
sebagai GERD dengan gejala-gejala reluks tipikal tanpa kerusakan mukosa
esofagus saat pemeriksaan endoskopi saluran cerna.
3. Etiologi
Beberapa penyebab terjadinya GERD meliputi:
1. Defensif dari Esofagus
a. Menurunnya tonus LES (lower esophageal spinchter)
b. Ketahanan epitel esophagus menurun
c. Bersihan asam dari lumen esophagus menurun
d. Kelainan pada lambung (delayed gastric emptying)
e. Kelainan anatomi, seperti penyempitan kerongkongan
2. Ofensif dari bahan refkluksan
a. Bahan refluksat mengenai dinding esophagus yaitu : PH<2, adanya pepsin,
garam empedu, HCl
b. Infeksi H. pylori dengan corpus predominan gastritis
c. Non acid refluks (refluks gas) menyebabkan hipersensitivitas visceral
d. Mengonsumsi makanan berasam, coklat, minuman berkafein dan
berkarbonat, alkohol, merokok tembakau, dan obat-obatan yang
bertentangan dengan fungsi esophageal sphincter bagian bawah termasuk
apa yang memiliki efek antikolinergik (seperti berbagai antihistamin dan
beberapa antihistamin), penghambat saluran kalsium, progesteron, dan
nitrat.
4. Patofisiologi
GERD terjadi karena beberapa faktor seperti Hiatus hernia, pendeknya LES,
penggunaan obat-obatan, faktor hormonal yang menyebabkan penurunan tonus
LES dan terjadi relaksasi abnormal LES sehingga timbul GERD. Hiatus hernia juga
menyebabkan bagian dari lambung atas yang terhubung dengan esophagus akan
mendorong ke atas melalui diafragma sehingga terjadi penurunan tekanan
penghambat refluks dan timbul GERD. Selain itu, GERD juga terjadi karena
penurunan peristaltic esophagus dimana terjadi penurunan kemampuan untuk
mendorong asam refluks kembali ke lambung, kelemahan kontraksi LES dimana
terjadi penurunan kemampuan mencegah refluks, penurunan pengosongan lambung
dimana terjadi memperlambat distensi lambung, dan infeksi H. Pilory dan korpus
pedominas gastritis. GERD dapat menimbulkan perangsangan nervus pada
esophagus oleh cairan refluks mengakibatkan nyeri akut. Selain itu GRED
menyebabkan kerusakan sel skuamosa epitel yang melapisi esophagus sehingga
terjadi nyeri akut, gangguan menelan, dan bersihan jalan nafas tidak efektif.
Gangguan nervus yang mengatur pernafasan juga disebabkan oleh GERD sehingga
timbul pola nafas tidak efektif. Disamping itu GERD menyebabkan refluks cairan
masuk ke laring dan tenggorokan, terjadi resiko aspirasi . GERD dapat
menyebabkan refluks asam lambung dari lambung ke esophagus sehingga timbul
odinofagia, merangsang pusat mual di hipotalamus, cairan terasa pahit pada mulut,
aliran balik dalam jumlah banyak sehingga terjadi penurunan nafsu makan
Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi (high pressure
zone) yang dihasilkan oleh kontraksi lower esophageal sphincter (LES). Pada
individu normal, pemisah ini akan dipertahankan kecuali pada saat terjadinya aliran
antegrad yang terjadi pada saat menelan, atau aliran retrograd yang terjadi pada saat
sendawa atau muntah. Aliran balik dari gaster ke esophagus melalui LES hanya
terjadi apabila tonus LES tidak ada atau sangat rendah (< 3 mmHg). Refluks
gastroesofageal pada pasien GERD terjadi melalui 3 mekanisme:
a. Refluks spontan pada saat relaksasi LES yang tidak adekuat
b. Aliran retrograde yang mendahului kembalinya tonus LES setelah
menelan
c. Meningkatnya tekanan intraabdominal.
Dengan demikian dapat diterangkan bahwa patogenesis terjadinya GERD
menyangkut keseimbangan antara faktor defensif dari esophagus dan faktor
ofensif dari bahan refluksat. Yang termasuk faktor defensif esophagus, adalah
pemisah antirefluks (lini pertama), bersihan asam dari lumen esophagus (lini
kedua), dan ketahanan epithelial esophagus (lini ketiga). Sedangkan yang
termasuk faktor ofensif adalah sekresi gastrik dan daya pilorik.
a. Pemisah antirefluks
Pemeran terbesar pemisah antirefluks adalah tonus LES. Menurunnya
tonus LES dapat menyebabkan timbulnya refluks retrograde pada saat
terjadinya peningkatan tekanan intraabdomen.
Sebagian besar pasien GERD ternyata mempunyai tonus LES yang
normal. Faktor-faktor yang dapat menurunkan tonus LES adalah adanya
hiatus hernia, panjang LES (makin pendek LES, makin rendah tonusnya),
obat-obatan (misal antikolinergik, beta adrenergik, teofilin, opiate, dll), dan
faktor hormonal. Selama kehamilan, peningkatan kadar progesteron dapat
menurunkan tonus LES.
Namun dengan perkembangan teknik pemeriksaan manometri, tampak
bahwa pada kasus-kasus GERD dengan tonus LES yang normal yang
berperan dalam terjadinya proses refluks ini adalah transient LES relaxation
(TLESR), yaitu relaksasi LES yang bersifat spontan dan berlangsung lebih
kurang 5 detik tanpa didahului proses menelan. Belum diketahui bagaimana
terjadinya TLESR ini, tetapi pada beberapa individu diketahui ada
hubungannya dengan pengosongan lambung yang lambat (delayed gastric
emptying) dan dilatasi lambung.
Peranan hiatus hernia pada patogenesis terjadinya GERD masih
kontroversial. Banyak pasien GERD yang pada pemeriksaan endoskopi
ditemukan hiatus hernia, namun hanya sedikit yang memperlihatkan gejala
GERD yang signifikan. Hiatus hernia dapat memperpanjang waktu yang
dibutuhkan untuk bersihan asam dari esophagus serta menurunkan tonus LES.
b. Bersihan asam dari lumen esophagus
Faktor-faktor yang berperan dalam bersihan asam dari esophagus adalah
gravitasi, peristaltik, ekskresi air liur, dan bikarbonat.
Setelah terjadi refluks, sebagian besar bahan refluksat akan kembali ke
lambung dengan dorongan peristaltic yang dirangsang oleh proses menelan.
Sisanya akan dinetralisir oleh bikarbonat yang disekresi oleh kelenjar saliva
dan kelenjar esophagus.
Mekanisme bersihan ini sangat penting, karena makin lama kontak antara
bahan refluksat dengan esophagus (waktu transit esophagus) makin besar
kemungkinan terjadinya esofagitis. Pada sebagian besar pasien GERD
ternyata memiliki waktu transit esophagus yang normal sehingga kelainan
yang timbul disebabkan karena peristaltic esophagus yang minimal.
Refluks malam hari (nocturnal reflux) lebih besar berpotensi menimbulkan
kerusakan esophagus karena selama tidur sebagian besar mekanisme bersihan
esophagus tidak aktif.
c. Ketahanan epithelial esophagus
Berbeda dengan lambung dan duodenum, esophagus tidak memiliki
lapisan mukus yang melindungi mukosa esophagus. Mekanisme ketahanan
epithelial esophagus terdiri dari :
1. Membran sel
2. Batas intraselular (intracellular junction) yang membatasi difusi H+ ke
jaringan esophagus
3. Aliran darah esophagus yang mensuplai nutrien, oksigen, dan bikarbonat,
serta mengeluarkan ion H+ dan CO2
4. Sel-sel esophagus memiliki kemampuan untuk mentransport ion H+ dan
Cl- intraseluler dengan Na+ dan bikarbonat ekstraseluler.
Nikotin dapat menghambat transport ion Na+ melalui epitel esophagus,
sedangkan alcohol dan aspirin meningkatkan permeabilitas epitel terhadap
ion H. Yang dimaksud dengan faktor ofensif adalah potensi daya rusak
refluksat. Kandungan lambung yang menambah potensi daya rusak refluksat
terdiri dari HCl, pepsin, garam empedu, dan enzim pancreas.
Faktor ofensif dari bahan refluksat bergantung dari bahan yang
dikandungnya. Derajat kerusakan mukosa esophagus makin meningkat pada
pH < 2, atau adanya pepsin atau garam empedu. Namun dari kesemuanya itu
yang memiliki potensi daya rusak paling tinggi adalah asam.
Faktor-faktor lain yang berperan dalam timbulnya gejala GERD adalah
kelainan di lambung yang meningkatkan terjadinya refluks fisiologis, antara
lain dilatasi lambung, atau obstruksi gastric outlet dan delayed gastric
emptying.
Peranan infeksi helicobacter pylori dalam patogenesis GERD relatif kecil
dan kurang didukung oleh data yang ada. Namun demikian ada hubungan
terbalik antara infeksi H. pylori dengan strain yang virulens (Cag A positif)
dengan kejadian esofagitis, Barrett’s esophagus dan adenokarsinoma
esophagus. Pengaruh dari infeksi H. pylori terhadap GERD merupakan
konsekuensi logis dari gastritis serta pengaruhnya terhadap sekresi asam
lambung. Pengaruh eradikasi infeksi H. pylori sangat tergantung kepada
distribusi dan lokasi gastritis. Pada pasien-pasien yang tidak mengeluh gejala
refluks pra-infeksi H. pylori dengan predominant antral gastritis, pengaruh
eradikasi H. pylori dapat menekan munculnya gejala GERD. Sementara itu
pada pasien-pasien yang tidak mengeluh gejala refluks pra-infeksi H. pylori
dengan corpus predominant gastritis, pengaruh eradikasi H. pylori dapat
meningkatkan sekresi asam lambung serta memunculkan gejala GERD. Pada
pasien-pasien dengan gejala GERD pra-infeksi H. pylori dengan antral
predominant gastritis, eradikasi H. pylori dapat memperbaiki keluhan GERD
serta menekan sekresi asam lambung. Sementara itu pada pasien-pasien
dengan gejala GERD pra-infeksi H. pylori dengan corpus predominant
gastritis, eradikasi H. pylori dapat memperburuk keluhan GERD serta
meningkatkan sekresi asam lambung. Pengobatan PPI jangka panjang pada
pasien-pasien dengan infeksi H. pylori dapat mempercepat terjadinya gastritis
atrofi. Oleh sebab itu, pemeriksaan serta eradikasi H. pylori dianjurkan pada
pasien GERD sebelum pengobatan PPI jangka panjang.
Non-acid reflux turut berperan dalam patogenesis timbulnya gejala GERD.
Non-acid reflux adalah berupa bahan refluksat yang tidak bersifat asam atau
refluks gas. Dalam keadaan ini, timbulnya gejala GERD diduga karena
hipersensitivitas visceral.
Bagan 1.1
Patofisiologi Gerd
Web of Caution (WOC)
5. Manifestasi klinis
a) Rasa panas/ tebakar pada esofagus (pirosis)
b) Muntah
c) Nyeri di belakang tulang payudara atau persis di bawahnya, bahkan menjalar ke
leher, tenggorokan, dan wajah, biasanya timbul setelah makan atau ketika
berbaring
d) Kesulitan menelan makanan (osinofagia) karena adanya penyempitan (stricture)
pada kerongkongan dari reflux.
e) Tukak esofageal peptik yaitu luka terbuka pada lapisan kerongkongan, bisa
dihasilkan dari refluks berulang. Bisa menyebabkan nyeri yang biasanya
berlokasi di belakang tulang payudara atau persis di bawahnya, mirip dengan
lokasi panas dalam perut.
f) Nafas yang pendek dan berbunyi mengik karena ada penyempitan pada saluran
udara
g) Suara parau
h) Ludah berlebihan (water brash)
i) Rasa bengkak pada tenggorokan (rasa globus)
j) Terjadi peradangan pada sinus (sinusitis)
k) Gejala lain : pertumbuhan yang buruk, kejang, nyeri telinga (pada anak)
l) Peradangan pada kerongkongan (esophagitis) bisa menyebabkan pendarahan
yang biasanya ringan tetapi bisa jadi besar. Darah kemungkinan dimuntahkan
atau keluar melalui saluran pencernaan, menghasilkan kotoran berwarna gelap,
kotoran berwarna ter (melena) atau darah merah terang, jika pendarahan cukup
berat.
m)Dengan iritasi lama pada bagian bawah kerongkongan dari refluks berulang,
lapisan sel pada kerongkongan bisa berubah (menghasilkan sebuah kondisi yang
disebut kerongkongan Barrett). Perubahan bisa terjadi bahkan pada gejala-gejala
yang tidak ada. Kelainan sel ini adalah sebelum kanker dan berkembang menjadi
kanker pada beberapa orang.
6. Komplikasi
a) Esofagitis ulseratif
b) Esofagus barrett’s : yaitu perubahan epitel skuamosa menjadi kolumner
metaplastik.
c) Striktur esofagus
d) Gagal tumbuh (failur to thrive)
e) Perdarahan saluran cerna akibat iritasi
f) Aspirasi.
7. Penatalaksanaan
a) Penatalaksanaan Medis
Pada prinsipnya, penatalaksanaan GERD terdiri dari modifikasi gaya
hidup, terapi medikamentosa, terapi bedah serta akhir-akhir ini mulai dilakukan
terapi endoskopik.
Target penatalaksanaan GERD adalah menyembuhkan lesi esophagus,
menghilangkan gejala/keluhan, mencegah kekambuhan, memperbaiki kualitas
hidup, dan mencegah timbulnya komplikasi.
1. Modifikasi gaya hidup
Modifikasi gaya hidup merupakan salah satu bagian dari penatalaksanaan
GERD, namun bukan merupakan pengobatan primer. Walaupun belum ada
studi yang dapat memperlihatkan kemaknaannya, namun pada dasarnya
usaha ini bertujuan untuk mengurangi frekuensi refluks serta mencegah
kekambuhan.
Hal-hal yang perlu dilakukan dalam modifikasi gaya hidup adalah
meninggikan posisi kepala pada saat tidur serta menghindari makan sebelum
tidur dengan tujuan untuk meningkatkan bersihan asam selama tidur serta
mencegah refluks asam dari lambung ke esophagus, berhenti merokok dan
mengkonsumsi alkohol karena keduanya dapat menurunkan tonus LES
sehingga secara langsung mempengaruhi sel-sel epitel, mengurangi konsumsi
lemak serta mengurangi jumlah makanan yang dimakan karena keduanya dapat
menimbulkan distensi lambung, menurunkan berat badan pada pasien
kegemukan serta menghindari pakaian ketat sehingga dapat mengurangi
tekanan intraabdomen, menghindari makanan/minuman seperti coklat, teh,
peppermint, kopi dan minuman bersoda karena dapat menstimulasi sekresi
asam, jikan memungkinkan menghindari obat-obat yang dapat menurunkan
tonus LES seperti antikolinergik, teofilin, diazepam, opiate, antagonis kalsium,
agonis beta adrenergic, progesterone.
2. Terapi medikamentosa
Terdapat berbagai tahap perkembangan terapi medikamentosa pada
penatalaksanaan GERD ini. Dimulai dengan dasar pola pikir bahwa sampai
saat ini GERD merupakan atau termasuk dalam kategori gangguan motilitas
saluran cerna bagian atas. Namun dalam perkembangannya sampai saat ini
terbukti bahwa terapi supresi asam lebih efektif daripada pemberian obat-obat
prokinetik untuk memperbaiki gangguan motilitas.
Terdapat dua alur pendekatan terapi medikamentosa, yaitu step up dan step
down. Pada pendekatan step up pengobatan dimulai dengan obat-obat yang
tergolong kurang kuat dalam menekan sekresi asam (antagonis reseptor H2)
atau golongan prokinetik, bila gagal diberikan obat golongan penekan sekresi
asam yang lebih kuat dengan masa terapi lebih lama (penghambat pompa
proton/PPI). Sedangkan pada pendekatan step down pengobatan dimulai
dengan PPI dan setelah berhasil dapat dilanjutkan dengan terapi pemeliharaan
dengan menggunakan dosis yang lebih rendah atau antagonis reseptor H2
atau prokinetik atau bahkan antacid.
Dari berbagai studi, dilaporkan bahwa pendekatan terapi step down
ternyata lebih ekonomis (dalam segi biaya yang dikeluarkan oleh pasien)
dibandingkan dengan pendekatan terapi step up.
Menurut Genval Statement (1999) serta Konsensus Asia Pasifik tentang
penatalaksanaan GERD (2003) telah disepakati bahwa terapi lini pertama
untuk GERD adalah golongan PPI dan digunakan pendekatan terapi step
down.
Pada umumnya studi pengobatan memperlihatkan hasil tingkat
kesembuhan diatas 80% dalam waktu 6-8 minggu. Untuk selanjutnya dapat
diteruskan dengan terapi pemeliharaan (maintenance therapy) atau bahkan
terapi “bila perlu” (on-demand therapy) yaitu pemberian obat-obatan selama
beberapa hari sampai dua minggu jika ada kekambuhan sampai gejala hilang.
Pada berbagai penelitian terbukti bahwa respons perbaikan gejala
menandakan adanya respons perbaikan lesi organiknya (perbaikan
esofagitisnya). Hal ini tampaknya lebih praktis bagi pasien dan cukup efektif
dalam mengatasi gejala pada tatalaksana GERD.
Berikut adalah obat-obatan yang dapat digunakan dalam terapi
medikamentosa GERD :
a) Antasid
Golongan obat ini cukup efektif dan aman dalam menghilangkan gejala
GERD tetapi tidak menyembuhkan lesi esofagitis. Selain sebagai buffer
terhadap HCl, obat ini dapat memperkuat tekanan sfingter esophagus
bagian bawah. Kelemahan obat golongan ini adalah rasanya kurang
menyenangkan, dapat menimbulkan diare terutama yang mengandung
magnesium serta konstipasi terutama antasid yang mengandung
aluminium, penggunaannya sangat terbatas pada pasien dengan gangguan
fungsi ginjal.
b) Antagonis reseptor H2
Golongan obat ini adalah simetidin, ranitidine, famotidin, dan nizatidin.
Sebagai penekan sekresi asam, golongan obat ini efektif dalam pengobatan
penyakit refluks gastroesofageal jika diberikan dosis 2 kali lebih tinggi dan
dosis untuk terapi ulkus. Golongan obat ini hanya efektif pada pengobatan
esofagitis derajat ringan sampai sedang serta tanpa komplikasi.
c) Obat-obatan prokinetik
Secara teoritis, obat ini paling sesuai untuk pengobatan GERD karena
penyakit ini lebih condong kearah gangguan motilitas. Namun, pada
prakteknya, pengobatan GERD sangat bergantung pada penekanan sekresi
asam.
d) Metoklopramid
Obat ini bekerja sebagai antagonis reseptor dopamine. Efektivitasnya
rendah dalam mengurangi gejala serta tidak berperan dalam penyembuhan
lesi di esophagus kecuali dalam kombinasi dengan antagonis reseptor H2
atau penghambat pompa proton. Karena melalui sawar darah otak, maka
dapat timbul efek terhadap susunan saraf pusat berupa mengantuk, pusing,
agitasi, tremor, dan diskinesia.
e) Domperidon
Golongan obat ini adalah antagonis reseptor dopamine dengan efek
samping yang lebih jarang disbanding metoklopramid karena tidak melalui
sawar darah otak.
Walaupun efektivitasnya dalam mengurangi keluhan dan penyembuhan
lesi esophageal belum banyak dilaporkan, golongan obat ini diketahui
dapat meningkatkan tonus LES serta mempercepat pengosongan lambung.
f) Cisapride
Sebagai suatu antagonis reseptor 5 HT4, obat ini dapat mempercepat
pengosongan lambung serta meningkatkan tekanan tonus LES.
Efektivitasnya dalam menghilangkan gejala serta penyembuhan lesi
esophagus lebih baik dibandingkan dengan domperidon.
g) Sukralfat (Aluminium hidroksida + sukrosa oktasulfat)
Berbeda dengan antasid dan penekan sekresi asam, obat ini tidak memiliki
efek langsung terhadap asam lambung. Obat ini bekerja dengan cara
meningkatkan pertahanan mukosa esophagus, sebagai buffer terhadap HCl
di eesofagus serta dapat mengikat pepsin dan garam empedu. Golongan
obat ini cukup aman diberikan karena bekerja secara topikal (sitoproteksi).
h) Penghambat pompa proton (Proton Pump Inhhibitor/PPI)
Golongan obat ini merupakan drug of choice dalam pengobatan GERD.
Golongan obat-obatan ini bekerja langsung pada pompa proton sel parietal
dengan mempengaruhi enzim H, K ATP-ase yang dianggap sebagai tahap
akhir proses pembentukan asam lambung.
Obat-obatan ini sangat efektif dalam menghilangkan keluhan serta
penyembuhan lesi esophagus, bahkan pada esofagitis erosive derajat berat
serta yang refrakter dengan golongan antagonis reseptor H2.
Umumnya pengobatan diberikan selama 6-8 minggu (terapi inisial) yang
dapat dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan (maintenance therapy) selama 4
bulan atau on-demand therapy, tergantung dari derajat esofagitisnya.
3. Pembedahan dapat mengurangi peradangan berat, perdarahan, penyempitan,
tukak atau gejala yang tidak menunjukkan perbaikan dengan pengobatan
apapun. Namun tindakan pembedahan jarang dilakukan.
4. Terapi endoskopi :
Walaupun laporannya masih terbatas serta msih dalam konteks penelitian,
akhir-akhir ini mulai dikembangkan pilihan terapi endoskopi pada GERD
yaitu:
a) Penggunaan energi radiofrekuensi
b) Plikasi gastric endoluminal
c) Implantasi endoskopis, yaitu dengan menyuntikkan zat implan di bawah
mukosa esophagus bagian distal, sehingga lumen esophagus bagian
distal menjadi lebih kecil.
5. Pada anak :
a) Bayi dengan refluks harus diberi makan pada posisi tegak atau
setengah tegak dan kemudian dijaga pada posisi tegak untuk 30 menit
setelah makan
b) Untuk anak yang lebih tua, kepala pada tempat tidur bisa
diangkat 6 inci (kira-kira 15 ¼ cm) untuk membantu mengurangi
refluks di waktu malam, menghindari makan 2 sampai 3 jam sebelum
waktu tidur, minum minuman berkarbonat atau apa yang mengandung
kafein, menjauhi asap tembakau.
c) Pada bayi dengan ASI Eksklusif, jangan
mengganti/menambahkan ASI dengan susu formula, dan pada bayi
dengan konsumsi susu formula, tidak perlu mengganti ke jenis susu
formula khusus.
d) Baik antagonis reseptor histamin (H2) dan penghambat pompa
proton (proton pump inhibitors) dapat mengurangi gejala dan
memulihkan mukosa (selaput lendir) saluran cerna.
C. Pemeriksaan Diasnostik
1) Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas merupakan standar
baku untuk diagnosis GERD dengan ditemukannya mucosal break di
esophagus (esofagitis refluks). Jika tidak ditemukan mucosal break pada
pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas pada pasien dengan
gejala khas GERD, keadaan ini disebut non-erosive reflux disease
(NERD).
2) Esofagografi dengan barium
Dibandingkan dengan endoskopi, pemeriksaan ini kurang peka dan
seringkali tidak menunjukkan kelainan, terutama pada kasus esofagitis
ringan. Pada keadaan yang lebih berat, gambar radiology dapat berupa
penebalan dinding dan lipatan mukosa, ulkus, atau penyempitan lumen.
Walaupun pemeriksaan ini sangat tidak sensitive untuk diagnosis GERD,
namun pada keadaan tertentu pemeriksaan ini mempunyai nilai lebih
dari endoskopi, yaitu pada stenosis esophagus derajat ringan akibat
esofagitis peptic dengan gejala disfagia, dan pada hiatus hernia.
3) Monitoring pH 24 jam
Episode refluks gastroesofageal menimbulkan asidifikasi bagian distal
esophagus. Episode ini dapat dimonitor dan direkam dengan
menempatkan mikroelektroda pH pada bagian distal esophagus.
Pengukuran pH pada esophagus bagian distal dapat memastikan ada
tidaknya refluks gastroesofageal. pH dibawah 4 pada jarak 5 cm di atas
LES dianggap diagnostik untuk refluks gastroesofageal.
4) Tes Perfusi Berstein
Tes ini mengukur sensitivitas mukosa dengan memasang selang
transnasal dan melakukan perfusi bagian distal esophagus dengan HCl
0,1 M dalam waktu kurang dari 1 jam. Tes ini bersifat pelengkap
terhadap monitoring pH 24 jam pada pasien-pasien dengan gejala yang
tidak khas. Bila larutan ini menimbulkan rasa nyeri dada seperti yang
biasanya dialami pasien, sedangkan larutan NaCl tidak menimbulkan
rasa nyeri, maka test ini dianggap positif. Test Bernstein yang negative
tidak menyingkirkan adanya nyeri yang berasal dari esophagus.
5) Manometri esofagus
Mengukuran tekanan pada katup kerongkongan bawah menunjukan
kekuatannya dan dapat membedakan katup yang normal dari katup yang
berfungsi buruk kekuatan sphincter.
BAB II
TEORI ASUHAN KEPERAWATAN
A. Asuhan Keperawatan Sistem Gastrointestinal
1. Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan merupakan salah satu proses penting komponen
asuhan keperawatan bagi klien. Pengkajian keperawatan merupakan proses yang
dilakukan oleh seorang perawat guna menggali masalah keperawatan yang
diderita klien. Pada bahasan klien dengan gangguan sistem penglihatan, maka
perawat menggali informasi yang berhubungan dengan system penglihatan guna
menentukan diagnosa pada langkah selanjutnya. Kegiatan menggali informasi
tersebut harus sistematis, akurat dan menyeluruh serta saling berhubungan.
Pengumpulan data secara umum mutlak dilakukan oleh seorang perawat dalam
pengkajian keperawatan. Adapun macam data yang perlu dikumpulkan oleh
perawat adalah:
a) Data Subyektif
Data yang didapatkan berdasarkan hasil wawancara oleh perawat kepada klien
ataupun keluarga klien yang sifatnya tidak dapat diukur dengan jelas karena
merupakan suatu penilaian subyektif.
b) Data Obyektif
Data obyektif adalah data yang dapat diukur hasilnya. Data obyektif diperoleh
melalui hasil pemeriksaan fisik atau pemeriksaan penunjang lainnya seperti
hasil pemeriksaan laboratorium. Adapun hal-hal yang perlu dikaji pada klien
dengan gangguan sistem pencernaan antara lain;
(1)Riwayat Kesehatan, (2) Kajian per Sistem, (3) Pengkajian Psikososial.
2. Riwayat Kesehatan
Riwayat kesehatan yang perlu dikaji adalah riwayat kesehatan sekarang
dan masa lalu. Serta perlu dikaji pula riwayat kesehatan keluarga klien, apakah
ada penyakit yang diturunkan secara genetis atau tidak. Aspek yang sangat erat
hubungannya dengan gangguan sistem pernafasan adalah usia, jenis kelamin,
pekerjaan (apakah tempat kerja mempengaruhi sistem pernafasan klien), dan
kondisi tempat tinggal serta apakah khen tinggal sendiri atau dengan orang
lain.
a. Keluhan utama
Dalam membuat riwayat kesehatan yang berhubungan dengan sistem
pencernaan, maka sangat penting untuk mengenal tanda serta gejala umum
gangguan sistem pencernaan seperti mual dan muntah, nyeri di daerah
episgatrium seperti terbakar, tidak nafsu makan, susah menelan, dan timbul
rasa pahit di lidah.
1. Mual dan muntah.
Mual dan muntah merupakan salah satu indikasi yang ditimbulkan dari
adanya gangguan pada sistem pencernaan. Gangguan ini banyak
ditemukan, tetapi bukan merupakan tanda yang spesifik. Mual dan
muntah yang ditimbukan biasanya merupakan reflek akibat kembalinya
(refluks) makanan berupa kim yang bercampur dengan cairan lambung
ke esofagus. Anamnesa pada klien perlu dilakukan guna menentukan
penyebab mual dan muntah yang timbul.
2. Nyeri seperti terbakar di daerah episgatrium
Nyeri pada abdomen bagian atas dan tengah. Perasaan panas
ditimbukan dari asam lambung yang mengiritasi dinding mukosa gaster.
Nyeri ini bisa dijadikan indikator adanya gangguan pada sistem
pencernaan.
3. Tidak nafsu makan.
Nafsu makan akan menurun akibat rasa mual terus-menerus dan
persepsi bahwa akan muntah setelah makan. Kemudian bias diakibatkan
rasa penuh pada lambung dan perut kembung.
4. Sulit menelan.
Diakibatkan luka iritasi pada mukosa sepanjang saluran pencernaan
hingga mencapai daerah orofaring Iritasi ini disebabkan mukosa yang
terlalu sering kontak dengan asam lambung akibat reaksi muntah.
5. Rasa pahit di lidah.
Pahit yang muncul disebabkan oleh campuran HCL, kimus, dan getah
lain yang mencapai mulut.
b. Riwayat kesehatan masa lalu
Meliputi riwayat penyakit yang pernah diderita serta kebiasaan sehingga
menimbulkan gangguan pada sistem pencernaan. Sebagai contoh:
melakukan anamnesa kepada pasien mengenai apakah pernah mengalami
gejala serupa sebelumnya, kemudian apakah memiliki faktor alergi seperti
alergi obat-obatan dan makanan. Tanyakan kepada pasien apakah selalu
tidur atau telentang setelah makan. Apabila pasien mengeluhkan
penyakitnya kambuh, tanyakan obat apa saja yang pernah dikonsumsi
sehingga sakitnya reda serta kapan terakhir kali rasa sakit itu muncul.
c. Riwayat kesehatan keluarga
Riwayat kesehatan keluarga perlu ditanyakan kepada klien guna
mengetahui apakah ada potensi penyakit yang dapat diturunkan atau
ditularkan secara genetis atau tidak. Hal ini akan membantu perawat
mengetahui sumber penularannya jika memang ada penyakit serupa yang
pernah terjadi dalam lingkup keluarganya.
d. Riwayat Sosial
1. Kaji bagaimana perilaku individu dalam kebmpok.
2. Tanyakan apakah didalam anggota keluarganya ada yang menderita
penyakit yang berhubungan dengan sistem pencernaan.
e. Riwayat Psikologis
1. Adakah perasaan cemas pada diri klien saat menghadapi suatu penyakit?
2. Kaji tingkat stres klien.
3. Pemeriksaan Fisik Sistem Gastrointestinal
Pemeriksaan fisik merupakan serangkaian tindakan pemeriksaan secara holistik
yang bertujuan melihat kondisi klien serta mendapatkan data obyektif secara valid
dan didukung dengan pemeriksaan penunjang. Pemeriksaan fisik pada sistem
pencernaan meliputi:
1. Survei umum.
Bertujuan untukmenikai adanya ikterus, kaheksia dan atrofi, pigmentasi kulit,
status mental, serta pengkajian tangan.
a. Perhatikan adanya ikterus pada sklera mata dan kulit. Ikterus (kekuningan)
menandakan adanya peningkatan bilirubin dalam darah yang abnormal.
b. Kaheksia dan Atrofi. Lihat apakah klien mengalami kaheksia (tubuh terlihat
kurus) dan atrofi (lemah) akibat kurangnya kebutuhan nutrisi tubuh. Sistem
gastrointestinal yang tidak normal akan menyebabkan gangguan penyerapan
nutrisi. Bisa dilihat dari adanya muntah.
c. Pigmentasi kulit mungkin terjadi pada daerah sela-sela jari akibat
meningkatnya jaringan adenokarsinoma gastrointestinal.
d. Clubbing fingers dapat ditunjukkan oleh klien yang mengalami sirosis yang
tidak terkompensasi. Serta penyakit hati kronik yang menyebabkan sianosis.
e. Pada klien yang mengalami gangguan pada hepar, seperti sirosis dan gagal
hati, cenderung tingkat kesadaran dan status mentalnya terganggu.
2. Pemeriksaan Bibir dan Rongga Mulut
a. Inspeksi bibir dan rongga mulut untuk mengetahui adanya gangguan fungsi
ingesti dan digesti.
b. Cermati hdah apakah ada perubahan warna, kebersihan, serta tremor.
c. Palpasi kelenjar parotis dan kedua pipi. Rasakan apakah ada pembengkakan
atau tidak.
3. Pemeriksaan Abdomen
a. Lihat pergerakan dan bayangan abnormal pada abdomen. Kesimetrisan
abdomen perlu dilihat, dan amati apakah ada penonjolan dan
pembengkakan.
b. Dengarkan bisisng usus, motilitas usus, bising vena, serta bunyi yang lain
dengan stetoskop. Himbau klien agar tidak berbicara selama pemeriksaan.
Pemeriksaan abdomen secara auskutasi dilakukan sebelum palpasi dan
perkusi, agar tidak terjadi perubahan suara bising.
c. Papasi abdomen untuk mengetahui apakah ada nyeri tekan.
d. Perkusi abdomen untuk mengetahui letak organ-organ yang ada di bawahnya
dan untuk mengetahui adanya udara di lambung dan usus.
4. Pemeriksaan Rektal-Anus
a. Inspeksi fisura-in-ano pasien dengan cara menginstruksikan untuk
mengedan. Lihat apakah ada hemoroid, karsinoma, atau keadaan abnormal
lainnya.
b. Palpasi keadaan prostat dengan cara colok dubur. Masukkan ujung jari
telunjuk yang sudah memakai sarung tangan dan dilubrikasi. Instruksikan
pasien untuk rileks dan rasakan tekstur prostat pada pria, dan serviks pada
wanita.
4. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik dilakukan untuk melengkapi pengkajian sistem
gastrointestinal Pemeriksaan diagnostik sistem gastrointestinal terdiri atas
pemeriksaan laboratorium, radiografik, endoskopik, dan USG. Secara umum,
peran perawat pada pasien yang menjalani pemeriksaan diagnostik meliputi:
a) Berperan dalam memenuhi informasi umum tentang prosedur diagnostik yang
akan dilaksanakan.
b) Memberikan informasi waktu atau jadwal yang tepat kapan prosedur
diagnostik akan dilaksanakan.
c) Memberikan informasi mengenai aktifitas yang harus dilakukan oleh pasie,
memberikan instruksi mengenai perawatan pascaprosedur, serta pembatasan
diri dan aktifitas.
d) Memberikan informasi mengenai nutrien khusus yang diberikan setelah
diagnosis.
e) Memberikan dukungan psikologis untuk menurunkan tingkat kecemasan
f) Mengajarkan teknik distraksi dan relaksasi untuk menurunkan
ketidaknyamanan
g) Mendorong anggota keluarga atau orang terdekat untuk memberikan
dukungan emosi pada pasien selama tes.
5. Pemeriksaan Laboratorium
1. Pemeriksaan darah rutin
Dilakukan bertujuan untuk menilai gangguan gastrointestinal terhadap fungsi
sistemik.
2. Tes fungsi hati
Faktor yang digunakan untuk melakukan tes ini adalah memeriksa aktifitas
enzim serum dan konsentrasi serum protein, bilirubin, amonia, faktor
pembekuan, serta lipid.
3. Pengukuran enzim-enzim hati
Menggunakan serum aminotransferase sebagai indikator yang sensitif untuk
menunjukkan cedera sel hati dan sangat membantu dalam pendeteksian
penyakit hati yang akut seperti hepatitis.
4. Pemeriksaan feses
Bertujuan untuk melihat tekstur, jumlah, dan warna feses.
6. Pemeriksaan Radiografik
1. Film polos abdomen
Bermanfaat dalam mendeteksi obstruksi usus, gas bebas dalam ekstralumen,
dan kalsifikasi abdomen.
2. Pola gas usus
Memperlihatkan sebagian besar kelainan dari distribusi gas usus.
3. Film abdomen dengan barium
Menggunakan cairan radiopaque sebagai media yang paling umum dipakai.
4. Prosedur diagnostik barium dari saluran gastrointestinal atas:
a. Barium enema. Untuk pasien yang mengeluhkan kebiasaan buang air besar,
perdarahan, dan mengetahui adanya obstruksi.
b. Penekanan barium. Atau menggunakan kontras guna menilai inkoordinasi
peristaltik, masalah motilitas, dan kelainan struktural.
c. Barium meal Pemberian kontras ganda atau suspensi barium kental pada
jalur lambung dan dinding esofagus.
5. CT Scan
6. Pencitraan resonansi magnetik (MRI)
7. Arteriografi
Pemeriksaan dilakukan dengan memasukkan injeksi kontras kedalam arteri
mesenterika superior dan inferior untuk menilai adanya sumber perdarahan
akut pada usus halus dan usus besar.
7. Pemeriksaan Endoskopik
Merupakan tindakan lengkap dan dapat melihat lumen gastrointestinal secara
langsung. Pemeriksaan dapat dilakukan pada pasien dengan kondisi sadar atau
tidak.
8. Pemeriksaan USG
Pemeriksaan minim radiasi dan banyak digunakan. Namun sangat terbatas
jangkauannya tidak sampai menembus ke dalam.
B. Diagnosa Keperawatan
1. Risiko aspirasi berhubungan dengan sfingter esofagus bawah inkompeten
2. hipovolemia berhubungan dengan kekurangan cairan aktiv
3. Gangguan rasa nyaman berhubungan dengan gejala penyakit
C. Intervensi
Diagnosa SLKI SIKI
No
Keperawatan Kode Kriteria Hasil Kode Kriteria Hasil
1. Kategori : L.14128 Setelah dilakukan 1.01018 Pencegahan Aspirasi
Fisiologis tindakan keperawatan
selama 2x24 jam Observasi :
Subkategori diharapkan resiko a. Monitoring
: Respirasi terjadinya aspirasi tingkat
Kode : dapat menurun dengan kesadaran,
D.0006 kriteria hasil : batuk, muntah,
Kontrol resiko dan kemampuan
Masalah : a. Kemampuan menelan.
Resiko mengidentifikasi b. Monitoring
Aspirasi faktor resiko dari bunyi napas,
skala 2 (cukup terutama setelah
menurun) makan/minum.
menjadi skala 4 Terapeutik :
(cukup a. Posisikan semi
meningkat) fowler (30-45
b. Kemampuan derajat) 30 menit
melakukan sebelum
strategi kontrol memberi asupan
resiko dari skala oral
2 (cukup b. Berikan
menurun) makanan dengan
menjadi skala 4 ukuran atau kecil
(cukup lunak
meningkat) c. Anjurkan makan
secara perlahan
d. Ajarkan strategi
mencegah
aspirasi
Kolaborasi :
a. Berikan obat
oral dalam
bentuk cair
2. Kategori : L.14137 Setelah dilakukan 1.03116 Manajemen
Fisiologis tindakan keperawatan Hipovolemia
selama 2x24 jam
Subkategori diharapkan masalah Observasi :
: Nutrisi dan kekurangan cairan a. Periksa tanda
cairan dapat teratasi dengan dan gejala
kriteria hasil : hipovolemia
Kode : Keseimbangan cairan: (frekuensi nadi
D.0023 a. Asupan cairan dari meningkat, nadi
skala 2 (cukup teraba lemah,
Masalah : menurun) menjadi tekanan darah
hipovolemia skala 4 (cukup menurun,
meningkat) tekanan nadi
b. Dehidrasi dari menyempit,
skala 4 (cukup turgor kulit
meningkat) menurun,
menjadi skala 2 membran
(cukup menurun) mukosa kering,
volume urin
menurun,
hematokrit
meningkat,
haus, lemah)
Terapeutik :
a. Hitung
kebutuhan
cairan
b. Berikan posisi
modified
Trendelenburg
c. Berikan asupan
cairan oral
Edukasi :
a. Anjurkan
memperbanyak
memperbanyak
asupan cairan
oral
Kolaborasi :
a. Kolaborasi
pemberian
cairan IV
hipotonis
(glukosa 2,5%,
NaCl 0,4%)
b. Kolaborasi
pemberian
cairan IV
isotonis
(NaCl0,4%)
c. Kolaborasi
pemberian
cairan koloid
(albumin,
Plasmanate)
d. Kolaborasi
pemberian
produk darah
3. Kategori : L.03030 Setelah dilakukan 1.03119 Manajemen mual
Psikologis tindakan keperawatan
selama 2x24 jam Observasi :
Subkategori diharapkan akibat a. Indentifikasi
: Nyeri dan mual (gejala penyakit) faktor penyebab
kenyamanan mulai menurun mual
dengan kriteria hasil : b. Monitor asupan
Kode : Status Kenyamanan nutrisi dan
D.0074 a. Mual dari skala 4 kalori
(cukup meningkat) c. Monitor mual
Masalah : menjadi skala 2 (frekuensi,
Gangguan (cukup menurun) durasi, dan
rasa nyaman b. Merintih dari skala tingkat
4 (cukup keparahan)
meningkat)
menjadi skala 2 Terapeutik :
(cukup menurun) a. Berikan
c. Kesejahteraan fisik makanan dalam
dari skala 2 (cukup jumlah kecil dan
menurun) menjadi menarik
skala 4 (cukup b. Kurangi atau
meningkat) hilangkan
d. Perawatan sesuai keadaan
kebutuhan dari penyebab mual
skala 2 (cukup (kecemasan,
menurun) menjadi ketakutan,
skala 4 (cukup kelelahan)
meningkat)
Edukasi :
a. Anjuran istirahat
dan tidur yang
cukup
b. Anjurkan
makanan tinggi
karbohidrat dan
rendah lemak
Kolaborasi :
a. Anjurkan
pemberian
antiemetik, jika
perlu
D. Implementasi
Pengelolahan dan perwujudan dari rencana keperawatan yang telah
disusun pada tahap perencanaan. Implementasi merupakan tahap proses
keperawatan dimana perawat memberikan intervensi keperawatan langsung
dan tidak langsung terhadap klien.
E. Evaluasi
Evaluasi merupakan proses keperawatan yang memungkinkan perawat
untuk menentukan intervensi keperawatan telah berhasil memungkinkan
kondisi klien. Evaluasi merupakan langkah terakhir dalam proses keperawtan
dengan cara melakukan identifikasi sejauh mana tujuan dari rencana
keperawatan tercapai atau tidak.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN KASUS
Biodata :
Pasien : T.n A Penanggung Jawab : Ny. S
Nama : rahmat Nama : Zainab
Umur : 65 Tahun Umur : 45 Tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Pendidikan : SD Pendidikan : SD
Pekerjaan : Wiraswasta Pekerjaan : wiraswasta
Status Pernikahan : menikah Status Pernikahan : Menikah
Alamat : Gubeng, Alamat : Gubeng, Surabaya
Surabaya
Diagnosa Medis : Gerd Hubungan dengan klien : Istri
No. RM : 123xxx
Tgl. Masuk : 12 maret 2021
2. Riwayat Kesehatan :
1) Riwayat Penyakit Sekarang
Px mengatakan MRS pada tanggal 12 maret 2021 datang ke RS. Ayani Surabaya diantar oleh istrinya
dikarenakan Tn. A sudah 3 hari ini seing mengalami nyeri terbakar dengan skala 6/10 pada bagian ulu
hati (Epigastric), pada saat setelah makan serta Tn. A sering merasa merasakan rasa asam dan pahit
pada pangkal lidah pada saat bersendawa. Tn. A juga tidak pernah menghabiskan makanannya dengan
alasan sulit di saat menelan dan merasa mual.
2) Riwayat Kesehatan Terdahulu :
1) Penyakit yang pernah dialami
a. Kecelaakan (jenis & waktu): Px mengatakan tidak pernah mengalami kecelakaan
b. Pernah dirawat : Px mengatakan tidak pernah dirawat di rumah sakit
c. Operasi (jenis & waktu) : Px mengatakan tidak pernah dioperasi
d. Penyakit:
- Kronis : Px mengatakan tidak memiliki penyakit kronis
e. Akut : Px mengatakan tidak memiliki penyakit akut Terakhir masuki RS
2) Alergi (obat, makanan, plester, dll) : Px tidak memiliki alergi
3) Kebiasaan :
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
KAMPUS A JL. SMEA NO. 57 SURABAYA (031) 8291920, 8284508, FAX (031) 8298582
KAMPUS B RS. ISLAM JEMURSARI JL. JEMURSARI NO. 51-57 SURABAYA
Website : www.unusa.ac.id Email : info@unusa.ac.id
4) Obat-obatan
Jenis Lamanya Dosis
7) Genogram
Keterangan :
Sosial :
Aktivitas atau peran di masyarakat adalah :
Hanya berperan sebagai warga
Budaya :
Budaya yang diikuti klien adalah budaya: Budaya yang diikuti klien adalah budaya :
Makan tidak teratur, dan sering meminum kopi bersama teman-temannya.
4. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum :
Kesadaran : [√] CM [ ] apatis [ ] somnolen [ ]sopor [ ]coma
GCS : E:4 V:5 M:6
Vital Sign : TD : 100/70 mmHg
Nadi : Frekuensi : 120x /mnt
Irama : [√] reguler [ ] ireguler
Suhu :36,5 oC
Masalah Keperawatan: Masalah keperawatan tidak ditemukan.
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
KAMPUS A JL. SMEA NO. 57 SURABAYA (031) 8291920, 8284508, FAX (031) 8298582
KAMPUS B RS. ISLAM JEMURSARI JL. JEMURSARI NO. 51-57 SURABAYA
Website : www.unusa.ac.id Email : info@unusa.ac.id
2. Istirahat tidur
Lama tidur : ± 8 jam
Tidur siang : Ya √ Tidak
Kesulitan tidur di RS : √Tidak Ya, alasan: ______________________________
Kesulitan tidur :
{-} Menjelang tidur
{-} Mudah terbangun
{-}Tidak segar saat bangun
4. Nutrisi
Frekuensi makan : 2 x sehari
BB/TB/IMT : 65 kg / 168 cm / 23,3
BB 1 bulan terakhir : tetap √ turun meningkat
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
KAMPUS A JL. SMEA NO. 57 SURABAYA (031) 8291920, 8284508, FAX (031) 8298582
KAMPUS B RS. ISLAM JEMURSARI JL. JEMURSARI NO. 51-57 SURABAYA
Website : www.unusa.ac.id Email : info@unusa.ac.id
6. Oksigenasi
Sesak napas : Ya √ Tidak
Frekuensi : 21x/menit
Kapan terjadinya : Normal
Faktor pencetus : Normal
Faktor pemberat : Normal
Batuk : Ya Tidak
Sputum : Ya Tidak
Nyeri dada : √ Ya Tidak
7. Eliminasi
Eliminasi alvi
Frekuensi : 2 hari 1x
Warna/konsistensi : Bening kekuningan/Tidak ada
Penggunaan pencahar : √ Ya Tidak
Gangguan eliminasi : {-} konstipasi {-}diare {-} inkontinensia bowel
Kebutuhan pemenuhan eliminasi alvi: √ mandiri tergantung dengan bantuan
Eliminasi uri
Frekuensi : 4-5x sehari
Warna/darah : Bening kekuningan/tidak ada
Riwayat penyakit : tidak ada
Penggunaan kateter : Ya √ Tidak
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
KAMPUS A JL. SMEA NO. 57 SURABAYA (031) 8291920, 8284508, FAX (031) 8298582
KAMPUS B RS. ISLAM JEMURSARI JL. JEMURSARI NO. 51-57 SURABAYA
Website : www.unusa.ac.id Email : info@unusa.ac.id
6. Sistem tubuh
B1 (Breathing)
Hidung : Normal, simetris, tidak ada polip, tidak ada sekret
Trakea :
Tidak ada sputum, wheezing, dan ronchi
B2 (Bleeding)
√ nyeri dada pusing sakit kepala
kram kaki palpitasi clubbing finger
Suara jantung
√ normal
lainnya, _______________________________
Edema
palpebra anasarka ekstremitas atas ascites
ekstremitas bawah √ tidak ada
lainnya
Capillary Refill Time = < 2 detik
B3 (Brain)
√ composmentis apatis somnolen spoor
koma gelisah
Glasgow Coma Scale
E=4 V=5 M=6 Nilai total = 15
Mata :
Sklera √ putih icterus merah perdarahan
Konjungtiva pucat √ merah muda
Pupil √ isokor anisokor miosis midriasis
Leher :
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
KAMPUS A JL. SMEA NO. 57 SURABAYA (031) 8291920, 8284508, FAX (031) 8298582
KAMPUS B RS. ISLAM JEMURSARI JL. JEMURSARI NO. 51-57 SURABAYA
Website : www.unusa.ac.id Email : info@unusa.ac.id
Refleks (spesifik) :
Jika diberi rangsangan lansgung memberikan respon
Persepsi sensori
Pendengaran :
Kiri : normal
Kanan : normal
Penciuman : normal Pengecapan √ manis √ asin √ pahit
Penglihatan :
Kiri : normal
Kanan : normal
Perabaan : √ panas dingin tekan
B4 (Bladder)
Produksi urine : 700 cc/ hari Frekuensi : 5 kali/hari
Warna : bening kekuningan Bau : khas
oliguria poliuri dysuria hematuria nocturia
nyeri kateter menetes panas sering
inkotinen retensi cystotomi √ tidak ada masalah
alat bantu, _______________________
Lainnya, __________________________
B5 (Bowel)
Mulut dan tenggorokan :
Mulut lembab, gigi bersih, tenggorokan mengalami nyeri telan
Abdomen (IAPP) :
Inspeksi : normal, tidak ascites
Auskultasi : normal, tidak hypertimpani dan tidak pekak
Palpasi : Nyeri pada epigastrium saat dilakukan palpasi pada daerah Epigastric.
Rectum : tidak ada hemoroid
B6 (Bone)
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
KAMPUS A JL. SMEA NO. 57 SURABAYA (031) 8291920, 8284508, FAX (031) 8298582
KAMPUS B RS. ISLAM JEMURSARI JL. JEMURSARI NO. 51-57 SURABAYA
Website : www.unusa.ac.id Email : info@unusa.ac.id
Sistem Endokrin
Terapi hormon: __________________________________________________________
Karakteristik seks sekunder: ___________________________________________________
Riwayat pertumbuhan dan perkembangan fisik :
perubahan ukuran kepala, tangan, kaki pada saat dewasa
kekeringan kulit atau rambut
exopthalmus polidipsi
goiter poliphagi
hipoglikemia poliuria
intoleran panas postural hipotensi
intoleran dingin kelemahan
Sistem Reproduksi
Laki – laki
Bentuk normal tidak normal,
___________________________________
Kebersihan bersih kotor
_________________________________________
Perempuan
Payudara simetris asimetris benjolan, ________________
Bentuk normal tidak normal,
___________________________________
Keputihan tidak ya,
___________________________________________
Siklus haid = _________ hari teratur tidak teratur
Masalah Keperawatan:
Nyeri akut, Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh, Gangguan
menelan.
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
KAMPUS A JL. SMEA NO. 57 SURABAYA (031) 8291920, 8284508, FAX (031) 8298582
KAMPUS B RS. ISLAM JEMURSARI JL. JEMURSARI NO. 51-57 SURABAYA
Website : www.unusa.ac.id Email : info@unusa.ac.id
5. Pemeriksaan Penunjang :
(Hasil Pemeriksaan Laboratorium, Radiology, EKG, USG, X-Ray dll)
Tanggal/Jam Jenis Pemeriksaan & Hasil (Kesimpulan)
25 - 03 – - Pada pemeriksaan endoskopi:
2021 Dalam esofagus terlihat sfingter LES dalam keadaan terbuka serta terlihat
tanda tanda inflamasi pada daerah di sekitar LES.
- Hasil Lab:
Protein total : 5,9 g/dl
Albumin : 3,2 g/dl
Prealbumin : 22 mg/dl
Hgb : 10,5 g/dl
Hct : 34%
Feritin : 9 ug/L
WBC : 9000/mm
6. Terapi Medis :
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
KAMPUS A JL. SMEA NO. 57 SURABAYA (031) 8291920, 8284508, FAX (031) 8298582
KAMPUS B RS. ISLAM JEMURSARI JL. JEMURSARI NO. 51-57 SURABAYA
Website : www.unusa.ac.id Email : info@unusa.ac.id
Topikal _ _ _ _
ANALISA DATA
DO:
TD = 100/70
Nadi = 36,5º C
Nyeri
Esofagus kontraksi
Sulit menelan
2. Gangguan menelan berhubungan dengan refluk gastroesofagus ditandai dengan sfingter LES
melemah (Atrofi).
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
KAMPUS A JL. SMEA NO. 57 SURABAYA (031) 8291920, 8284508, FAX (031) 8298582
KAMPUS B RS. ISLAM JEMURSARI JL. JEMURSARI NO. 51-57 SURABAYA
Website : www.unusa.ac.id Email : info@unusa.ac.id
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
KAMPUS A JL. SMEA NO. 57 SURABAYA (031) 8291920, 8284508, FAX (031) 8298582
KAMPUS B RS. ISLAM JEMURSARI JL. JEMURSARI NO. 51-57 SURABAYA
Website : www.unusa.ac.id Email : info@unusa.ac.id
RENCANA TINDAKAN
Kolaborasi:
a. untuk mengurangi rasa
nyeri pasien.
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
KAMPUS A JL. SMEA NO. 57 SURABAYA (031) 8291920, 8284508, FAX (031) 8298582
KAMPUS B RS. ISLAM JEMURSARI JL. JEMURSARI NO. 51-57 SURABAYA
Website : www.unusa.ac.id Email : info@unusa.ac.id
Kolaborasi:
a. untuk
mengurangi rasa
nyeri pasien.
CATATAN PERKEMBANGAN
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
KAMPUS A JL. SMEA NO. 57 SURABAYA (031) 8291920, 8284508, FAX (031) 8298582
KAMPUS B RS. ISLAM JEMURSARI JL. JEMURSARI NO. 51-57 SURABAYA
Website : www.unusa.ac.id Email : info@unusa.ac.id
Nama/TT
No Dx Tanggal Jam Implementasi Evaluasi
D
1. 11 12- 03-2021 12.00 a. Medentifikasi lokasi, karakteristik,
Jkk S:
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas
A a. Pasien mengatakan bahwa nyerinya sudah
nyeri. berkurang dan sedikit sudah mulai bisa
b. Mempertimbangkan jenis dan sumber mengatasi nyerinya.
nyeri dalam pemilihan strategi O:
meredakan nyeri a. Pasien tampak lebih tenang
c. Memberikan teknik untuk mengurangi b. TTV:
rasa nyeri (hipnosis, akupresur, terapi TD : 110/80
musik, aromaterapi, teknik imajinasi RR : 20x/menit
terbimbing, kompres hangat/dingin) Suhu: 37ºC
d. Menganjurkan pemberian analgetik jika A: Masalah teratasi sebagian
perlu. P: Lanjutkan Intervensi
UNIVERSITAS NAHDLATUL ULAMA SURABAYA
FAKULTAS KEPERAWATAN DAN KEBIDANAN
PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN
KAMPUS A JL. SMEA NO. 57 SURABAYA (031) 8291920, 8284508, FAX (031) 8298582
KAMPUS B RS. ISLAM JEMURSARI JL. JEMURSARI NO. 51-57 SURABAYA
Website : www.unusa.ac.id Email : info@unusa.ac.id
Kasron & Susilowati. (2018). Buku Ajar Anatomi dan Gangguan Sistem
Pencernaan. Jakarta: CV. Trans Info Media.
Mutaqqin & Sari. (2013). Gangguan Gastrointestinal Aplikasi Asuhan
Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: Salemba Medika.
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2016. Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2019. Standar Intervensi Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2019. Standar Luaran Keperawatan Indonesia.
Jakarta: Dewan Pengurus Pusat PPNI
LEMBAR KONSULTASI
KELAS : 8B
PRODI : S1 Keperawatan
MATAKULIAH : Pra Ners - Keperawatan Medikal Bedah
FASILITATOR : M. Khafid, S. Kep.,Ns.,MSi
No Tanggal Konsul Catatan Hasil Konsul Tanda Tangan Tanda Tangan
Mahasiswa Dosen