Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

Gastroesophangeal Reflux Disease (GERD)

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Keperawatan Anak Profesi Ners yang Diampu
Oleh

Ns. Fany Anitarini, S. Kep., M. Kep

Disusun Oleh:

Septiana Kurnia Dewi


NIM. 2020.04.009

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BANYUWANGI

BANYUWANGI

2020
LEMBAR PENGESAHAN

Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Diabetes


Mellitus yang disusun oleh:

Disahkan pada tanggal : November 2020

Di : Banyuwangi

Mahasiswa,

Septiana Kurnia Dewi


NIM. 2020.04.009

Mengetahui,

Pembimbing Institusi,

Ns. Fany Anitarini, S. Kep., M.Kep


NIK. 06.068.0911
I. KONSEP TEORI

1.1 Definisi
Gastroesophageal Reflux Disease (GERD) adalah suatukondisi
refluksnya HCL dari gaster ke esophagus mengakibatkan gejala klinis dan
komplikasi yang menurunkan kualitas hidup seseorang, GERD merupakan
salah satu jenis gangguan pencernaan yang cukup sering dijumpai
dimasyarakat sehingga dapat menurunkan kualitas hidup (Ndraha, 2014).
Penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux
Disease/GERD) didefinisikan sebagai suatu keadaan patologis sebagai akibat
refluks kandungan lambung ke dalam esofagus yang menimbulkan berbagai
gejala yang mengganggu (troublesome) di esofagus maupun ekstra esofagus
dan atau komplikasi (Susanto, 2016).
Pada orang normal, refluks ini terjadi pada posisi tegak sewaktu habis
makan. Karena sikap posisi tegak tadi dibantu oleh adanya kontraksi
peristaltik primer, isi lambung yang mengalir masuk ke esofagus segera
dikembalikan ke lambung. Refluks sejenak ini tidak merusak mukosa esofagus
dan tidak menimbulkan keluhan atau gejala. Oleh karena itu, dinamakan
refluks fisiologis. Keadaan ini baru dikatakan patologis, bila refluks terjadi
berulang-ulang yang menyebabkan esofagus distal terkena pengaruh isi
lambung untuk waktu yang lama. Istilah esofagitis refluks berarti kerusakan
esofagus akibat refluks cairan lambung, seperti erosi dan ulserasi epitel
skuamosa esofagus (Susanto, 2016).
1.2 Anatomi Fisiologi
a. Esofagus
Bagian saluran pencernaan ini merupakan tabung otot yang
berfungsi menyalurkan makanan dari mulut ke lambung.Esofagus
diselaputi oleh epitel berlapis gepeng tanpa tanduk. Pada lapisan
submukosa terdapat kelompokan kelenjar-kelenjar esofagea yang
mensekresikan mukus. Pada bagian ujung distalesofagus, lapisan
otot hanya terdiri sel-sel otot polos, pada bagian tengah, campuran
sel-sel otot lurik dan polos, dan pada ujung proksimal, hanya sel-sel
otot lurik.

b. Lambung

Lambung merupakan segmen saluran pencernaan yang melebar,


yang fungsi utamanya adalah menampung makanan yang telah dimakan,
mengubahnya menjadi bubur yang liat yang dinamakan kimus
(chyme).Permukaan lambung ditandai oleh adanya peninggian atau
lipatan yang dinamakan rugae. Invaginasi epitel pembatas lipatan-
lipatan tersebut menembus lamina propria, membentuk alurmikroskopik
yang dinamakan gastric pits atau foveolae gastricae.Sejumlah kelenjar-
kelenjar kecil, yang terletak di dalam lamina propria, bermuara ke dalam
dasar gastric pits ini. Epitel pembatas ketiga bagian ini terdiri dari sel-sel
toraks yang mensekresi mukus. Lambung secara struktur histologis dapat
dibedakan menjadi: kardia, korpus, fundus, dan pylorus.
1.3 Etiologi
Menurut Ndraha (2014) GERD dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti
a. Menurunnya tonus LES (Lower Esophageal Sphincter)
b. Bersihan asam dari lumen esophagus menurun
c. Bahan refluksat mengenai dinding esophagus yaitu pH<2, adanya pepsin,
garam, empedu dan HCL
d. Kelainan pada lambung
e. Faktor pelindung gaster (sekresi mucus, sekresi bikarbonat, aliran darah
mukosa, dan regenerasi epitel.
f. Infeksi H. Pylori dengan corpus predominan gastritis
g. Non acid refluks (refluks gas) menyebabkan hipersensitivitas
h. Alergi makanan atau tidak bisa menerima makanan juga membuat refluks
i. Mengkonsumsi makanan berasam, coklat, minuman berkafein dan
berkarbonat, alkohol, merokok, dan obat-obatan yang bertentangan dengan
fungsi esophageal sphincter bagian bawah termasuk yang memiliki efek
antikolinergik (seperti beberapa antihistamin), penghambat saluran
kalsium, progesteron, dan nitrat.

1.4 Manifestasi Klinis


a. Rasa panas/terbakar pada esophagus (pirosis)
b. Muntah
c. Nyeri di belakang tulang payudara atau persis di bawahnya, bahkan
menjalar ke leher, tenggorokan, dan wajah, biasanya timbul setelah makan
atau ketika berbaring
d. Kesulitan menelan makanan (osinofagia) karena adanya penyempitan
(stricture) pada kerongkongan dari reflux.
e. Tukak esofageal peptik yaitu luka terbuka pada lapisan kerongkongan,
bisa dihasilkan dari refluks berulang. Bisa menyebabkan nyeri yang
biasanya berlokasi di belakang tulang payudara atau persis di bawahnya,
mirip dengan lokasi panas dalam perut.
f. Nafas yang pendek dan berbunyi mengik karena ada penyempitan pada
saluran udara
g. Suara parau
h. Ludah berlebihan (water brash)
i. Rasa bengkak pada tenggorokan (rasa globus)
j. Terjadi peradangan pada sinus (sinusitis)
k. Gejala lain: pertumbuhan yang buruk, kejang, nyeri telinga (pada anak)
l. Peradangan pada kerongkongan (esophagitis) bisa menyebabkan
pendarahan yang biasanya ringan tetapi bisa jadi besar. Darah
kemungkinan dimuntahkan atau keluar melalui saluran pencernaan,
menghasilkan kotoran berwarna gelap, kotoran berwarna ter (melena) atau
darah merah terang, jika pendarahan cukup berat.
m. Dengan iritasi lama pada bagian bawah kerongkongan dari refluks
berulang, lapisan sel pada kerongkongan bisa berubah (menghasilkan
sebuah kondisi yang disebut kerongkongan Barrett). Perubahan bisa terjadi
bahkan pada gejalagejala yang tidak ada. Kelainan sel ini adalah sebelum
kanker dan berkembang menjadi kanker pada beberapa orang.

Tabel 1. Tanda dan Gejala GERD pada Bayi dan Anak

Bayi Anak dan Remaja


Tidak mau makan/minum/menetek Nyeri perut
Muntah berulang Rasa terbakar di dada/ulu hati
(heartburn)
Gagal tumbuh (failure to thrive) Muntah berulang
Rewel terus-menerus Kesulitan menelan (disfagia)
Tersedak/apnea (henti napas sesaat) Batuk kronik/mengi
berulang
Posisi opistotonus Suara serak

1.5 Patofisiologi
Kondisi penyakit refluks gastroesofagus atau GERD
(gastroesophangeal reflux disease) disebabkan aliran balik (refluks) isi
lambung ke dalam esophagus. GERD sering kali disebut nyeri ulu hati (heart
burn) karena nyeri yang terjadi ketika cairan asam yang normalnya hanya ada
dilambung masuk dan mengiritasi atau menimbulkan rasa seperti terbakar dari
esophagus
Refluks gastroesofagus biasanya terjadi setelah makan dan disebabkan
melemahnya tonus sfingter esophagus atau tekanan didalam lambung yang
lebih tinggi dari esophagus. Dengan kedua mekanisme ini, isi lambung yang
bersifat asam bergerak masuk ke dalam rongga esophagus.
Isi lambung dalam keadaan normal tidak dapat masuk ke esophagus
karena adanya kontraksi sfingter esophagus (sfingter esophagus bukanlah
sfingter sejati, tetapi suatu area yang tonus ototnya meningkat). Sfingter ini
normalnya hanya terbuka jika gelombang peristaltic menyalurkan bolus
makanan kebawah esophagus. Apabila hal ini terjadi, otot polos sfingter
melemas dan makanan masuk ke lambung. Sfingter esophagus seharusnya
tetap dalam keadaan tertutup kecuali pada saat ini, karena banyak organ yang
berada dalam rongga abdomen, menyebabkan tekanan abdomen lebih besar
daripada tekanan toraks. Dengan demikian, ada kecenderungan isi lambung
terdorong ke dalam esofagus. Akan tetapi, jika sfingter melemah atau
inkompeten, sfingter tidak dapat menutup lambung. Refluks akan terjadi dari
daerah bertekanan tinggi (lambung) ke daerah bertekanan rendah (esofagus).
Episode refluks yang berulang dapat memperburuk kondisi karena
menyebabkan inflamasi dan jaringan parut di area bawah esofagus. Pada
beberapa keadaan, meskipun tonus sfingter dala keadaan normal, refluks dapat
terjadi jika terdapat gradien tekanan yang sangat tinggi di sfingter. Sebagai
contoh, jika isi lambung berlebihan tekanan abdomen dapat meningkat secara
bermakana. Kondisi ini dapat disebabkan porsi makan yang besar, kehamilan
atau obesitas. Tekanan abdomen yang tinggi cenderung mendorong sfingter
esofagus ke rongga toraks. Hal ini memperbesar gradien tekanan antara
esofagus dan rongga abdomen. Posisi berbaring, terutama setelah makan juga
dapat mengakibatkan refluks. Refluks isi lambung mengiritasi esofagus karena
tingginya kandungan asam dalam isi lambung. Walaupun esofagus memiliki
sel penghasil mukus, namun sel-sel tersebut tidak sebanyak atau seaktif sel
yang ada di lambung (Corwin, 2019: 600).
1.6 Pathway
Gastroesophangeal
Refluks Disease (GERD)

Asam lambung mengiritasi Nafas bau asam Refluks saat malam


sel mukosa esofagus
Merangsang pusat Aspirasi isi lambung
mual ke tracheobronkial
Kerusakan sel mukosa
esofagus
Nausea Risiko Aspirasi
Peradangan

Heart burn Odinafagia Penurunan nafsu


non cardiac makan
Gangguan
Nyeri Akut Menelan Intake nutrisi
inadekuat

BB menurun

Defisit Nutrisi
1.7 Pemeriksaan Penunjang

a. Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas merupakan standar baku
untuk diagnosis GERD dengan ditemukannya mucosal break di esophagus
(esofagitis refluks). Jika tidak ditemukan mucosal break pada pemeriksaan
endoskopi saluran cerna bagian atas pada pasien dengan gejala khas GERD,
keadaan ini disebut nonerosive reflux disease (NERD).
b. Esofagografi dengan barium
Dibandingkan dengan endoskopi, pemeriksaan ini kurang peka dan
seringkali tidak menunjukkan kelainan, terutama pada kasus esofagitis
ringan. Pada keadaan yang lebih berat, gambar radiology dapat berupa
penebalan dinding dan lipatan mukosa, ulkus, atau penyempitan lumen.
c. Monitoring ph 24 jam
Episode refluks gastroesofageal menimbulkan asidifikasi bagian distal
esophagus. Episode ini dapat dimonitor dan direkam dengan menempatkan
mikroelektroda ph pada bagian distal esophagus. Pengukuran ph pada
esophagus bagian distal dapat memastikan ada tidaknya refluks
gastroesofageal. ph dibawah 4 pada jarak 5 cm di atas LES dianggap
diagnostik untuk refluks gastroesofageal.
d. Tes Perfusi Berstein
Tes ini mengukur sensitivitas mukosa dengan memasang selang transnasal
dan melakukan perfusi bagian distal esophagus dengan HCl 0,1 M dalam
waktu kurang dari 1 jam. Tes ini bersifat pelengkap terhadap monitoring ph
24 jam pada pasienpasien dengan gejala yang tidak khas. Bila larutan ini
menimbulkan rasa nyeri dada seperti yang biasanya dialami pasien,
sedangkan larutan NaCl tidak menimbulkan rasa nyeri, maka test ini
dianggap positif. Test Bernstein yang negative tidak menyingkirkan adanya
nyeri yang berasal dari esophagus.
e. Manometri esofagus: mengukuran tekanan pada katup kerongkongan
bawah menunjukan kekuatannya dan dapat membedakan katup yang
normal dari katup yang berfungsi buruk kekuatan sphincter.
1.8 Komplikasi
Komplikasi GERD yaitu:
a. Batuk dan Asma
b. Erosive esophagus
c. Esophagus Barret, yaitu perubahan epitel skuamosa menjadi kolumner
metaplastik
d. Esophagitis ulseratif
e. Perdarahan saluran cerna akibat iritasi
f. Peradangan esophagus
g. Aspirasi
h. Tukak kerongkongan
1.9 Prognosis
Gejala GERD biasanya berjalan perlahan-lahan, sangat jarang terjadi
episode akut atau keadaan yang bersifat mengancam nyawa (jarang
menyebabkan kematian). Prognosis dari penyakit ini baik jika derajat
kerusakan esofagus masih rendah dan pengobatan yang diberikan benar
pilihan dan pemakaiannya. Pada kasus-kasus dengan esofagitis grade D dapat
masuk tahap displasia sel sehingga menjadi Barret s Esofagus dan pada
akhirnya Ca Esofagus
1.10 Penatalaksanaan

Pada prinsipnya, penatalaksanaan GERD terdiri dari modifikasi gaya


hidup, terapi medikamentosa, terapi bedah serta akhir-akhir ini mulai
dilakukan terapi endoskopik. Target penatalaksanaan GERD adalah
menyembuhkan lesi esophagus, menghilangkan gejala/keluhan, mencegah
kekambuhan, memperbaiki kualitas hidup, dan mencegah timbulnya
komplikasi.
a. Modifikasi gaya hidup
Modifikasi gaya hidup merupakan salah satu bagian dari
penatalaksanaan GERD, namun bukan merupakan pengobatan primer.
Walaupun belum ada studi yang dapat memperlihatkan kemaknaannya,
namun pada dasarnya usaha ini bertujuan untuk mengurangi frekuensi
refluks serta mencegah kekambuhan.
Hal-hal yang perlu dilakukan dalam modifikasi gaya hidup adalah
meninggikan posisi kepala pada saat tidur serta menghindari makan
sebelum tidur dengan tujuan untuk meningkatkan bersihan asam selama
tidur serta mencegah refluks asam dari lambung ke esophagus, berhenti
merokok dan mengkonsumsi alkohol karena keduanya dapat menurunkan
tonus LES sehingga secara langsung mempengaruhi sel-sel epitel,
mengurangi konsumsi lemak serta mengurangi jumlah makanan yang
dimakan karena keduanya dapat menimbulkan distensi lambung,
menurunkan berat badan pada pasien kegemukan serta menghindari
pakaian ketat sehingga dapat mengurangi tekanan intraabdomen,
menghindari makanan/minuman seperti coklat, teh, peppermint, kopi dan
minuman bersoda karena dapat menstimulasi sekresi asam, jikan
memungkinkan menghindari obat-obat yang dapat menurunkan tonus LES
seperti antikolinergik, teofilin, diazepam, opiate, antagonis kalsium, agonis
beta adrenergic, progesterone.
b. Terapi medikamentosa
Terdapat berbagai tahap perkembangan terapi medikamentosa pada
penatalaksanaan GERD ini. Dimulai dengan dasar pola pikir bahwa sampai
saat ini GERD merupakan atau termasuk dalam kategori gangguan
motilitas saluran cerna bagian atas. Namun dalam perkembangannya
sampai saat ini terbukti bahwa terapi supresi asam lebih efektif daripada
pemberian obat-obat prokinetik untuk memperbaiki gangguan motilitas.
Terdapat dua alur pendekatan terapi medikamentosa, yaitu step up
dan step down. Pada pendekatan step up pengobatan dimulai dengan obat-
obat yang tergolong kurang kuat dalam menekan sekresi asam (antagonis
reseptor H2) atau golongan prokinetik, bila gagal diberikan obat golongan
penekan sekresi asam yang lebih kuat dengan masa terapi lebih lama
(penghambat pompa proton/ppi). Sedangkan pada pendekatan step down
pengobatan dimulai dengan PPI dan setelah berhasil dapat dilanjutkan
dengan terapi pemeliharaan dengan menggunakan dosis yang lebih rendah
atau antagonis reseptor H2 atau prokinetik atau bahkan antacid.
Dari berbagai studi, dilaporkan bahwa pendekatan terapi step down
ternyata lebih ekonomis (dalam segi biaya yang dikeluarkan oleh pasien)
dibandingkan dengan pendekatan terapi step up. Menurut Genval Statement
(1999) serta Konsensus Asia Pasifik tentang penatalaksanaan GERD (2003)
telah disepakati bahwa terapi lini pertama untuk GERD adalah golongan
PPI dan digunakan pendekatan terapi step down. Pada umumnya studi
pengobatan memperlihatkan hasil tingkat kesembuhan diatas 80% dalam
waktu 6-8 minggu. Untuk selanjutnya dapat diteruskan dengan terapi
pemeliharaan (maintenance therapy) atau bahkan terapi bila perlu (on-
demand therapy) yaitu pemberian obatobatan selama beberapa hari sampai
dua minggu jika ada kekambuhan sampai gejala hilang.
Pada berbagai penelitian terbukti bahwa respons perbaikan gejala
menandakan adanya respons perbaikan lesi organiknya (perbaikan
esofagitisnya). Hal ini tampaknya lebih praktis bagi pasien dan cukup
efektif dalam mengatasi gejala pada tatalaksana GERD. Berikut adalah
obat-obatan yang dapat digunakan dalam terapi medikamentosa GERD:
- Antasid. Golongan obat ini cukup efektif dan aman dalam
menghilangkan gejala GERD tetapi tidak menyembuhkan lesi esofagitis.
Selain sebagai buffer terhadap HCl, obat ini dapat memperkuat tekanan
sfingter esophagus bagian bawah. Kelemahan obat golongan ini adalah
rasanya kurang menyenangkan, dapat menimbulkan diare terutama yang
mengandung magnesium serta konstipasi terutama antasid yang
mengandung aluminium, penggunaannya sangat terbatas pada pasien
dengan gangguan fungsi ginjal.
- Antagonis reseptor H2. Yang termasuk dalam golongan obat ini adalah
simetidin, ranitidine, famotidin, dan nizatidin. Sebagai penekan sekresi
asam, golongan obat ini efektif dalam pengobatan penyakit refluks
gastroesofageal jika diberikan dosis 2 kali lebih tinggi dan dosis untuk
terapi ulkus. Golongan obat ini hanya efektif pada pengobatan esofagitis
derajat ringan sampai sedang serta tanpa komplikasi
- Obat-obatan prokinetik. Secara teoritis, obat ini paling sesuai untuk
pengobatan GERD karena penyakit ini lebih condong kearah gangguan
motilitas. Namun, pada prakteknya, pengobatan GERD sangat
bergantung pada penekanan sekresi asam.
- Metoklopramid. Obat ini bekerja sebagai antagonis reseptor dopamine.
Efektivitasnya rendah dalam mengurangi gejala serta tidak berperan
dalam penyembuhan lesi di esophagus kecuali dalam kombinasi dengan
antagonis reseptor H2 atau penghambat pompa proton. Karena melalui
sawar darah otak, maka dapat timbul efek terhadap susunan saraf pusat
berupa mengantuk, pusing, agitasi, tremor, dan dyskinesia.
- Domperidon. Golongan obat ini adalah antagonis reseptor dopamine
dengan efek samping yang lebih jarang disbanding metoklopramid
karena tidak melalui sawar darah otak. Walaupun efektivitasnya dalam
mengurangi keluhan dan penyembuhan lesi esophageal belum banyak
dilaporkan, golongan obat ini diketahui dapat meningkatkan tonus LES
serta mempercepat pengosongan lambung.
- Cisapride. Sebagai suatu antagonis reseptor 5 HT4, obat ini dapat
mempercepat pengosongan lambung serta meningkatkan tekanan tonus
LES. Efektivitasnya dalam menghilangkan gejala serta penyembuhan
lesi esophagus lebih baik dibandingkan dengan domperidon.
- Sukralfat (Aluminium hidroksida + sukrosa oktasulfat). Berbeda dengan
antasid dan penekan sekresi asam, obat ini tidak memiliki efek langsung
terhadap asam lambung. Obat ini bekerja dengan cara meningkatkan
pertahanan mukosa esophagus, sebagai buffer terhadap HCl di eesofagus
serta dapat mengikat pepsin dan garam empedu. Golongan obat ini
cukup aman diberikan karena bekerja secara topikal (sitoproteksi).
- Penghambat pompa proton (Proton Pump Inhhibitor/PPI). Golongan
obat ini merupakan drug of choice dalam pengobatan GERD. Golongan
obat-obatan ini bekerja langsung pada pompa proton sel parietal dengan
mempengaruhi enzim H, K ATP-ase yang dianggap sebagai tahap akhir
proses pembentukan asam lambung.
Obat-obatan ini sangat efektif dalam menghilangkan keluhan serta
penyembuhan lesi esophagus, bahkan pada esofagitis erosive derajat berat
serta yang refrakter dengan golongan antagonis reseptor H2. Umumnya
pengobatan diberikan selama 6-8 minggu (terapi inisial) yang dapat
dilanjutkan dengan dosis pemeliharaan (maintenance therapy) selama 4
bulan atau on-demand therapy, tergantung dari derajat esofagitisnya.
c. Pembedahan dapat mengurangi peradangan berat, perdarahan,
penyempitan, tukak atau gejala yang tidak menunjukkan perbaikan dengan
pengobatan apapun. Namun tindakan pembedahan jarang dilakukan.
d. Terapi endoskopi Walaupun laporannya masih terbatas serta msih dalam
konteks penelitian, akhir-akhir ini mulai dikembangkan pilihan terapi
endoskopi pada GERD yaitu:
1. Penggunaan energi radiofrekuensi
2. Plikasi gastric endoluminal
3. Implantasi endoskopis, yaitu dengan menyuntikkan zat implan di bawah
mukosa esophagus bagian distal, sehingga lumen esophagus bagian
distal menjadi lebih kecil.
e. Pada anak :
- Bayi dengan refluks harus diberi makan pada posisi tegak atau setengah
tegak dan kemudian dijaga pada posisi tegak untuk 30 menit setelah
makan.
- Untuk anak yang lebih tua, kepala pada tempat tidur bisa diangkat 6 inci
(kira-kira 15 ¼ cm) untuk membantu mengurangi refluks di waktu
malam, menghindari makan 2 sampai 3 jam sebelum waktu tidur, minum
minuman berkarbonat atau apa yang mengandung kafein, menjauhi asap
tembakau.
- Pada bayi dengan ASI Eksklusif, jangan mengganti/menambahkan ASI
dengan susu formula, dan pada bayi dengan konsumsi susu formula,
tidak perlu mengganti ke jenis susu formula khusus.
Tabel 2. Pengaturan Kebiasaan/Perilaku pada Bayi/Anak dengan PRGE

Bayi Anak dan Remaja


Makanan/minuman dibuat lebih kental Mengurangi berat badan jika
overweight
Makan/minum sedikit tapi sering Modifikasi diet/pola makan
Posisi tegak setelah makan/minum Menghindari merokok
Menghindari paparan asap rokok
Tabel diambil dari Medscape
- Baik antagonis reseptor histamin (H2) dan penghambat pompa proton (proton
pump inhibitors) dapat mengurangi gejala dan memulihkan mukosa (selaput
lendir) saluran cerna.
Tabel 3. Dosis Obat pada PRGE dengan Indikasi
Obat Dosis Frekuensi
Antagonis H2
Cimetidine 40 mg/kg/hari 3-4 x/hari
Famotidine 1 mg/kg/hari 2 x/hari
Ranitidine 5-10 mg/kg/hari 2-3 x/hari
Penghambat Pompa Proton (PPI)
Lansoprazole 0.4-2.8 mg/kg/hari Sekali sehari
Pmeprazole 0.7-3.3 mg/kg/hari Sekali sehari

1.11 Pertumbuhan dan Perkembangan Anak usia 1-5 tahun


A. Pertumbuhan
Pertumbuhan adalah proses perubahan progresif yang bersifat
kuantitatif dan yang terjadi pada aspek fisik. Contoh pertumbuhan seperti
munculnya gigi baru, bertambahnya tinggi badan, bertambahnya panjang
rambut, dll.
a) Berat Badan
Pada usia anak berat badan meningkat 4 kali dari berat badan lahir
rendah. Pertumbuhan berat badan anak usia 1-2 tahun = 0,2 kg/bulan
dan untuk usia 3-5 tahun = 0,4/bulan. Menurut Kemenkes RI (2016),
berat badan normal anak usia 1-5 tahun sebagai berikut
Usia Perempuan Laki-laki

1 tahun 7-11,5 kg 7,7-12 kg


2 tahun 89-14,8 kg 9,7-15,3 kg

3 tahun 10,8-18,1 kg 11,3-18,3 kg

4 tahun 12,3-21,5 kg 12,7-21,2 kg

5 tahun 13,7-24,9 kg 13,7-24,2kg


b) Tinggi badan
Berdasarkan data yang dikeluarkan Direktorat Kesehatan Gizi Depkes
RI (2016) untuk anak usia 1-5 tahun tanpa dibedakan jenis kelaminnya,
pada usia tertentu harus memiliki tinggi badan ideal.
Usia Perempuan Laki-laki

1 tahun 68,9-79,2 cm 71-80,5 cm

2 tahun 80-92,9 cm 81,7-93,9 cm

3 tahun 87,4-102,7 cm 88,7-103,5 cm

4 tahun 94,1-111,3 94,9-111,7 cm

5 tahun 99,9-118,9 cm 100,7-119,2 cm

c) Lingkar Kepala
Berikut ini adalah tabel ukuran lingkar kepala bayi normal mulai dari
ukuran lingkar kepala bayi baru lahir hingga usia 5 tahun menurut
WHO.
Usia Perempuan Laki-laki

1 tahun 43,5-46,3 cm 44,7-47,4 cm


2 tahun 45,7-48,6 cm 46,8-49,7 cm

3 tahun 47-50 cm 48-50,9 cm

4 tahun 47,9-50,8 cm 48,7-51,7 cm

5 tahun 48,4-51,4 cm 49,2-52,3 cm

d) Pertumbuhan Gigi
Gigi susu yang berjumlah 20 buah biasanya telah seluruhnya pada
umur 2,5 tahun (Anonim, 2014)
B. Perkembangan
Perkembangan adalah proses perubahan progresif yang bersifat
kualitatif fungsional dan yang terjadi pada aspek fisik dan psikis. Contoh
perkembangan seperti kemampuan berdiri dan berjalan, kemampuan
berbicara, berimajinasi dan berpikir.
a) Motorik Kasar
- Naik tangga dan lari-lari
- Mencoret-coret pendil pada kertas
- Dapat menunjuk 1 atau bagian tubuhnya
- Memegang cangkir sendiri
- Mengenal 2-4 warna
- Melompat-lompat-lompat 1 kaki, menari dan berjalan lurus
b) Motorik Halus
- Memakai dan melepas sepatu berperekat/tanpa tali
- Melepas celana dan baju sederhana
- Memegang pensil/krayon besar
- Mengayuh sepeda roda tiga
- Menyikat gigi dan menyisir rambut
- Menggunakan sendok dan garpu
c) Perkembangan bahasa
- Bahasa yang dipergunakan dapat dimengerti orang lain, meskipun
masih sering membuat kesalahan
- Menyebutkan tiga buah angka yang berurutan
- Umumnya kalimat terdiri dari 4-5 kata
- Dapat menyebutkan namanya sendiri
- Ucapan dan kosa kata kalimat berkembang pesat
d) Kemampuan bersosialisasi
- Dapat mematuhi perintah
- Sudah mulai memperlihatkan rasa cemburu/iri terhadap saudaranya
- Merasa sulit untuk berbagi dengan orang lain dan menunjukkan
perasaan bersaing
- Ingin mandiri (mengerjakan segala sesuatunya sendiri) tetapi masih
mencari peneguhan orang dewasa
- Minat bermain ditunjukkan dengan cara memperhatikan temannya
ketika bermain dan segera bergabung bila tertarik (Paralel play).
Secara bertahap anak mulai terlibat dalam kegiatan yang menyerupai
kegiatan anak-anak lain (Assosiative play). Pada tahun ke 4, anak
mulai meningkat kontak sosialnya menjadi anggota kelompok dan
saling berinteraksi (Cooperative play), misalnya melakukan
permainan-permainan yang memiliki aturan dan menguji
keterampilan seperti permainan melempar dan menangkap bola
II. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN

A. PENGKAJIAN
1. Identitas pasien
Terdiri dari nama, umur tanggal lahir, jenis kelamin, agama, suku, alamat,
status, tanggal masuk, tanggal pengkajian, diagnosa medis
2. Riwayat Kesehatan
a) Keluhan saat Pengkajian
Keluhan pada saat masuk rumah sakit, biasanya keluhan utama yang
dirasakan pasien saat dilakukan pengkajian yaitu mual muntah,
kesulitan menelan, nyeri pada perut, tidak nafsu makan, dan ada rasa
pahit dilidah.
3. Riwayat Penyakit Sekarang
Klien masuk ke RS dengan keluhan utama yaitu terbakar didada, mual
muntah, kesulitan menelan, nyeri pada perut.
4. Riwayat Penyakit Sebelumnya
Penyakit yang sebelumnya diderita oleh pasien, bisa jadi penyakit
sebelumnya menjadi faktor predisposisi seperti penyakit paru-paru atau
obat-obat yang mempengaruhi asam lambung dan alergi/ reaksi respon
imun.
5. Riwayat Kesehatan Keluarga
Penyakit GERD tidak menurun dari keluarga
6. Pemeriksaan Fisik
a) Breathing
Napas yang pendek, terdapat wheezing karena ada penyempitan pada
saluran nafas
b) Bleeding
Irama jantung regular, Tekanan darah normal, tidak ada edema, Bunyi
jantung tunggal (S1/S2)
c) Brain/Neurologi
Kelemahan pada otot, gangguan pada lidah perasa, tidak terjadi
penurunan kesadaran.
d) Bladder
Tidak terdapat gangguan pada pola eliminasi
e) Bowel
Abdomen tegang/nyeri (sedang/berat), Bising usus lemah dan
menurun, Hilang nafsu makan, Mual/muntah, Penurunan berat badan
lebih dari beberapa hari/minggu.
f) Bone
Penurunan kekuatan otot, tonus otot menurun, gangguan istirahat/tidur
dengan gejala nyeri
g) Integumen
Pasien tampak pucat, membrane mukosa sedikit kering
h) Pola nutrisi sehari-hari
Pasien kesulitan menelan, adanya mual muntah, dan ada rasa pahit
dilidah. Terjadi penurunan Berat Badan
i) Psikososial
Pasien tampak cemas dengan kekambuhan penyakitnya atau kondisi
psiko pasien.
j) Spiritual
Kebiasaan beribadah ketika pasien sakit ada keterbatasan atau
terganggu
7. Pemeriksaan Penunjang
1. Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas merupakan standar
baku untuk diagnosis GERD dengan ditemukannya mucosal break di
esophagus (esofagitis refluks). Jika tidak ditemukan mucosal break
pada pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas pada pasien
dengan gejala khas GERD, keadaan ini disebut nonerosive reflux
disease (NERD).
2. Esofagografi dengan barium
Dibandingkan dengan endoskopi, pemeriksaan ini kurang peka dan
seringkali tidak menunjukkan kelainan, terutama pada kasus esofagitis
ringan. Pada keadaan yang lebih berat, gambar radiology dapat berupa
penebalan dinding dan lipatan mukosa, ulkus, atau penyempitan
lumen.
3. Monitoring ph 24 jam
Episode refluks gastroesofageal menimbulkan asidifikasi bagian distal
esophagus. Episode ini dapat dimonitor dan direkam dengan
menempatkan mikroelektroda ph pada bagian distal esophagus.
Pengukuran ph pada esophagus bagian distal dapat memastikan ada
tidaknya refluks gastroesofageal. ph dibawah 4 pada jarak 5 cm di atas
LES dianggap diagnostik untuk refluks gastroesofageal.
4. Tes Perfusi Berstein
Tes ini mengukur sensitivitas mukosa dengan memasang selang
transnasal dan melakukan perfusi bagian distal esophagus dengan HCl
0,1 M dalam waktu kurang dari 1 jam. Tes ini bersifat pelengkap
terhadap monitoring ph 24 jam pada pasienpasien dengan gejala yang
tidak khas. Bila larutan ini menimbulkan rasa nyeri dada seperti yang
biasanya dialami pasien, sedangkan larutan NaCl tidak menimbulkan
rasa nyeri, maka test ini dianggap positif. Test Bernstein yang negative
tidak menyingkirkan adanya nyeri yang berasal dari esophagus.
5. Manometri esofagus: mengukuran tekanan pada katup kerongkongan
bawah menunjukan kekuatannya dan dapat membedakan katup yang
normal dari katup yang berfungsi buruk kekuatan sphincter
B. DIAGNOSA
1. Nausea berhubungan dengan gangguan pada esofagus
2. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera fisiologis
3. Gangguan menelan beruhubungan dengan refluks gastroesofagus
4. Defisit nutrisi berhubungan dengan ketidakmampuan menelan makanan
5. Risiko aspirasi berhubungan dengan gangguan menelan
C. INTERVENSI

No Tujuan Kriteria Hasil (SLKI) Intervensi (SIKI)

1. Setelah dilakukan tindakan Tingkat Nausea (L.08065) Manajemen Mual (I.03117)


asuhan keperawatan selama
1x24 jam, diharapkan nausea 1. Nafsu makan (Skala 5) (Meningkat) 1. Observasi
dapat berkurang
2. Keluhan mual (Skala 5) (Menurun) a. Identifikasi pengalaman mual
3. Perasaan muntah (Skala 5) (Menurun) b. Identifikasi isyarat nonverbal
ketidaknyamanan (mis. bayi, anak-anak, dan
4. Perasaan asam dimulut (Skala 5) (Menurun) mereka yang tidak dapat berkomunikasi
secara efektif)
5. Sensasi panas (Skala 5) (Menurun)
c. Identifikasi dampak mual terhadap kualitas
6. Pucat (Skala 5) (Membaik)
hidup (mis.nafsu makan, aktivitas, kinerja,
tanggung jawab peran, dan tidur)
d. Identifikasi faktor penyebab mual
(mis.pengobatan dan prosedur)
e. Identifikasi antiemetik untuk mencegah mual
(kecuali mual pada kehamilan)
f. Monitor mual (mis. frekuensi), durasi, dan
tingkat keparahan
g. Monitor asupan nutrisi dan kalori
2. Terapeutik
a. Kendalikan faktor lingkungan penyebab
mual (mis. bau tak sedap, suara dan
rangsangan viual yang tidak menyenangkan)
b. Kurangi atau hilangkan keadaan penyebab
(mis. kecemasan, ketakutan, kelelahan)
c. Berikan makanan dalam jumlah kecil dan
menarik
d. Berikan makanan dingin, cairan bening,
tidak berbau dan tidak berwarna, jika perlu
3. Edukasi
a. Anjurkan istirahat dan tidur yang cukup
b. Anjurkan sering membersihkan mulut
kecuali jika merangsang mual
c. Anjurkan makanan tinggi karbohidrat, dan
rendah emak
d. Anjurkan penggunaan teknik non
farkamakologis untuk mengatasi mual (mis.
biofeedback,hypnosis, relaksasi,
terapimusik,akupresur)
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian antiemetik, jika perlu
Manajemen Muntah (I.03118)
1. Observasi
a. Identifikasi karakteristik muntah (mis.
warna, konsistensi, adanya darah, waktu,
frekuensi, dan durasi)
b. Periksa volume muntah
c. Identifikasi riwayat diet (mis. makanan yang
disuka, tidak disukai dan budaya)
d. Identifikasi faktor penyebab muntah
(mis.pengobatan dan prosedur)
e. Identifikasi kerusaakan esophagus dan faring
posterior jika muntah terlalu lama
f. Monitor efek manejemen muntah secara
menyeluruh
g. Monitor keseimbangan cairan dan elektrolit
2. Terapeutik
a. Kontrol faktor lingkungan penyebab muntah
(mis. bau tak sedap, suara, stimulasi visual
yang tidak menyenangkan)
b. Kurangi atau hilangkan keadaan penyebab
muntah (mis.kecemasan, ketakutan)
c. Atur posisi untuk mencegah aspirasi
d. Pertahankan kepatenan jalan nafas
e. Bersihkan mulut dan hidung
f. Bersihkan dukungan fisik saat muntah (mis.
membantu membungkuk atau menundukkan
kepala)
g. Berikan kenyamanan selama muntah
(mis.kompres dingin didahi atau sediakan
pakaian kering dan bersih
h. Berikan cairan yang tidak mengandung
karbonasi minimal30 menit setelah muntah)
3. Edukasi
a. Anjurkan membawa kantong plastic untuk
menampung muntah
b. Anjurkan memperbanyak istirahat
c. Ajarkan penggunaan teknik nonfarmakologis
untuk mengelola muntah
(mis.biofeedback,hypnosis, relaksasi, terapi
music, akupresur)
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian antiemetik, jika perlu

2. Setelah dilakukan tindakan Tingkat Nyeri (L.08066) Manajemen Nyeri (I.08238)


asuhan keperawatan selama
1. Kemampuan menuntaskan aktifitas (Skala 5)
1x24 jam, diharapkan nyeri (Meningkat) 1. Observasi
dapat teratasi
2. Keluhan Nyeri (Skala 5) (Menurun) a. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
3. Meringis (Skala 5) (Menurun)
b. Identifikasi skala nyeri
4. Gelisah (Skala 5) (Menurun)
c. Identifikasi respons nyeri non verbal
5. Kesulitan Tidur (Skala 5) (Menurun)
d. Identifikasi faktor yang memperberat dan
6. Menarik Diri (Skala 5) (Menurun) memperingan nyeri
e. Monitor efek samping penggunaan analgesik
2. Terapeutik
a. Berikan teknik non farmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri (misl. TENS,
hypnosis, akupresur, terapi musik, terapi
pijat, aromaterapi, kompres dingin/hangat)
b. Fasilitasi istrirahat tidur
c. Pertimbangkan jenis dan sumber nyeri dalam
pemilihan strategi meredakan nyeri.
3. Edukasi
a. Anjurkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian analgesik, jika perlu

3. Setelah dilakukan tindakan Status Menelan (L.06052) Dukungan Perawatan Diri: Makan/Minum(I.11351)
asuhan keperawatan selama
3x24 jam, diharapkan 1. Reflek menelan (Skala 5) (Meningkat) 1. Observasi
gangguan menelan dapat
2. Kemampuan mengosongkan mulut (Skala 5) a. Identifikasi diet yang dianjurkan
teratasi
(Meningkat)
b. Monitor kemampuan menelan
3. Kemampuan mengunyah (Skala 5)
(Meningkat) c. Monitor status hidrasi pasien, jika perlu

4. Usaha menelan (Skala 5) (Meningkat) 2. Terapeutik

5. Pembentukan bolus (Skala 5) (Meningkat) a. Atur posisi yang nyaman untuk


makan/minum
6. Frekuensi tersedak (Skala 5) (Menurun)
b. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika
7. Batuk (Skala 5) (Menurun) perlu
8. Muntah (Skala 5) (Menurun) c. Letakkan makanan disisi mata yang sehat
d. Sediakan sedotan untuk minum, sesuai
kebutuhan
e. Sajikan makanan yang menarik dan suhu
yang sesuai untuk meningkatkan nafsu
makan
f. Sediakan makanan dan minuman yang
disukai
3. Edukasi
a. Jelaskan posisi makanan pada pasien yang
mengalami gangguan penglihatan dengan
menggunakan arah jarum jam (mis. sayur
dijam 12, rending dijam 3)
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi pemberian obat (mis. analgesik ,
antiemetik), sesuai indikasi
Pencegahan Aspirasi (I.01018)
1. Observasi
a. Monitor tingkat kesadaran,batuk,muntah dan
kemampuan meneln
b. Monitor status pernafasan
c. Monitor bunyi nafas, terutama setelah
makan/minum
d. Periksa kepatenan selang nasogastrik
sebelum memberi asupan oral
2. Terapeutik
a. Posisikan semi fowler (30-45°) 30 menit
sebelum memberi asupan oral
b. Pertahankan kepatenan jalan nafas (mis.
headtill, chin lift, jaw thrust)
c. Pertahankan pengembangan balo ETT
d. Lakukan penghisapan jalan nafas, jika sekret
produktif
e. Hindari memberi makan melalui selang
gastrointestinal, jika residu banyak
f. Berikan makanan lunak dan ukuran kecil
g. Berikan obat oral dalam bentuk cair
3. Edukasi
a. Anjurkan makan secara perlahan
b. Anjurkan strategi mencegah aspirasi
c. Ajarkan teknik menunyah atau menelan, jika
perlu

4. Setelah dilakukan tindakan Status Nutrisi (L.03030) Manajemen Nutrisi (I.03119)


asuhan keperawatan selama
3x24 jam, diharapkan defisit 1. Berat badan (Skala 5) (Membaik) 1. Observasi
nutrisi dapat teratasi
2. Frekuensi makan (Skala 5) (Membaik) a. Identifikasi status nutrisi
3. Nafsu Makan (Skala 5) (Membaik) b. Identifikasi kebutuhan kalori dan jenis
nutrient
4. Membran Mukosa (Skala 5) (Membaik)
c. Identifikasi perlunya penggunaan selang
nasogastrik
d. Monitor asupan makanan
e. Monitor berat badan
2. Terapeutik
a. Lakukan oral hygiene sebelum makan, jika
perlu
b. Fasilitasi menentukan pedoman diet (mis.
Piramida makanan)
c. Sajikan makanan yang menarik dan suhu
yang sesuai
d. Berikan makanan tinggi serat untuk
mencegah konstipasi
e. Berikan makanan tinggi kalori dan tinggi
protein
f. Berikan suplemen makanan, jika perlu
3. Edukasi
a. Ajarkan diet yang diprogramkan pada
keluarga
4. Kolaborasi
a. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk
menentukan jumlah kaori dan jenis nutrient
yang dibutuhkan, jika perlu
D. IMPLEMENTASI
Penatalaksanaan adalah inisiatif dari rencana tindakan untuk mencapai
tujuan yang spesifik. Tahap penatalaksanaan dimulai setelah rencana tindakan
disusun dan ditujukan kepada perawat untuk membantu pasien mencapai tujuan
yang diharapkan. Adapun tujuan dari penatalaksanaan adalah membantu pasien
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan meliputi peningkatan kesehatan
atau pencegahan penyakit, pemulihan kesehatan dari fasilitas yang dimiliki.
Perencanaan tindakan keperawatan dapat dilaksanakan dengan baik,
jika pasien mempunyai keinginan untuk berpartisipasi dalam pelaksanaan
tindakan keperawatan.
E. EVALUASI
1) Rasa mual muntah dapat berkurang atau pulih
2) Nafsu makan dapat bertambah
3) Bb bertambah
4) Dapat beraktifitas seperti anak-anak seusianya
DAFTAR PUSTAKA

Yuliana, Evi. (2018). Laporan Pendahuluan GERD (Gastroesopageal Refluks


Disease). https://www.scribd.com/document/415597453/390490353-LP-GERD-
docx

Ardila, Silvia. (2016). Gastroesophangeal Reflux Disease (GERD).


https://www.academia.edu/22298613/Gastroesophageal_Reflux_Disease_
GERD

Krisna, Putu. (2012). Laporan Pendahuluan Asuhan keperawatan Pada Pasien GERD
(Gastroesophangeal Reflux Disease). https://www.scribd.com/doc/134888213/LP-
GERD

Nur Aini, Hana. (2016). Askep GERD (Gastroesophangeal Reflux Disease).


https://www.academia.edu/17541444/GERD_1

PPNI. (2018). Standar Diagnosis Keperawatan Indonesia. Jakarta. Dewan


Pengurus Pusat PPNI

PPNI. (2018). Standar Luaran Keperawatan Indonesia. Jakarta. Dewan


Pengurus Pusat PPNI

PPNI. (2018). Standar Intervensi Keperawatan Indonesia. Jakarta. Dewan


Pengurus Pusat PPNI

Anda mungkin juga menyukai