Anda di halaman 1dari 8

SATUAN ACARA PENYULUHAN

(GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE/GERD)

DISUSUN OLEH :
NURMAYA FEBRIANI
NIM : 20149012024

PROGRAM STUDI PROFESI NERS


RSUD KELAS B KABUPATEN SUBANG
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
(STIKES) YPIB MAJALENGKA
2020-2021
SATUAN ACARA PENYULUHAN
(SAP)

A. Masalah Keperawatan : Gastroesophageal Reflux Disease/GERD


B. Pokok Bahasan : Penyakit Gastroesophageal Reflux Disease/GERD
C. Sasaran : Keluarga pasien
D. Waktu : 25 Menit
E. Penyaji : Nurmaya Febriani
F. Tujuan Intruksional
1. Tujuan Intruksional Umum
Setelah dilakukan pendidikan kesehatan selama 1x25 menit keluarga pasien dapat
memahami tentang penyakit Gastroesophageal Reflux Disease/GERD
2. Tujuan Intruksional Khusus
Setelah dilakukan penyuluhan selama 25 menit keluarga dapat :
1) Keluarga dapat menyebutkan definisi, penyebab, serta tanda & gejala.
2) Keluarga dapat berperan dalam melakukan perawatan terhadap anggota keluarga
yang mengalami masalah Gastroesophageal Reflux Disease/GERD
G. Sasaran dan target
1. Sasaran : Keluarga pasien
2. Target : Keluarga pasien
H. Strategi pelaksanaan

No Waktu Kegiatan Mahasiswa Kegiatan peserta


1. 3 Menit Pembukaan :
Memberikan salam, perkenalan Menjawab salam,
diri, menjelaskan tujuan mendengarkan dan
penyuluhan dan menyebutkan memperhatikan
materi yang akan diberikan
2. 10 Menit Pelaksanaan : Mendengarkan penjelasan
Menjelakan definisi, penyebab dari pemateri
serta tanda dan gejala Diabetes
Mellitus.
3. 5 Menit Diskusi :
Memberikan kesempatan Bertanya tentang materi yang
kepada keluarga pasien untuk telah dijelaskan
bertanya
4. 5 Menit Evaluasi :
Menanyakan kepada keluarga Menjawab pertanyaan
pasien tentang materi yang
telah diberikan
5. 2 Menit Terminasi:
Mengucapkan terimakasih atas Mendengarkan dan
peran serta peserta dan menjawab salam
mengucapkan salam penutup

I. Metoda
1. Ceramah
2. Diskusi /Tanya jawab
J. Seting tempat
Di Poli Anak
K. Media/ alat bantu
Leaflet
L. Evaluasi
1. Keluarga pasien antusias terhadap materi penyuluhan
2. Keluarga pasien tidak meninggalkan tempat sebelum kegiatan selesai
3. Keluarga pasien terlibat aktif dalam kegiatan penyuluhan
4. Keluarga pasien mengerti tentang materi penyuluhan dengan dapat menyebutkan
definisi, penyebab, serta tanda dan gejala Gastroesophageal Reflux Disease/GERD
M. Materi
Terlampir

MATERI PENYULUHAN
GASTROESOPHAGEAL REFLUX DISEASE/GERD

A. Konsep Teoritis
1. Definisi
GERD (Gastroesofageal Reflux Disease) adalah suatu penyakit yang
jarang terdiagnosis oleh dokter di Indonesia karena bila belum menimbulkan
keluhan yang berat seperti refluks esofagitis dokter belum bisa
mendiagnosa.Refluks gastroesofagus adalah masuknya isi lambung ke dalam
esofagus yang terjadi secara intermiten pada orang, terutama setelah makan
(Asroel, 2014).
Penyakit refluks gastroesofageal (Gastroesophageal Reflux
Disease/GERD) didefinisikan sebagai suatu keadaan patologis sebagai akibat
refluks kandungan lambung ke dalam esofagus yang menimbulkan berbagai gejala
yang mengganggu (troublesome) di esofagus maupun ekstra esofagus dan atau
komplikasi (Susanto, 2013).
Pada orang normal, refluks ini terjadi pada posisi tegak sewaktu habis
makan.Karena sikap posisi tegak tadi dibantu oleh adanya kontraksi peristaltik
primer, isi lambung yang mengalir masuk ke esofagus segera dikembalikan ke
lambung.Refluks sejenak ini tidak merusak mukosa esofagus dan tidak
menimbulkan keluhan atau gejala.Oleh karena itu,
dinamakan refluks fisiologis.Keadaan ini baru dikatakan patologis,
bila refluks terjadi berulang-ulang yang menyebabkan esofagus distal terkena
pengaruh isi lambung untuk waktu yang lama.Istilah esofagitis refluks berarti
kerusakan esofagus akibat refluks cairan lambung, seperti erosi dan ulserasi epitel
skuamosa esofagus (Susanto, 2013).
Jadi, GERD merupakan suatu keadaan patologis akibat maksuknya isi lambung ke
esofagus yang biasa terjadi setelah makan dan dapat terjadi pada posisi tegak oleh
adanya konstraksi peristaltik primer lambung.
2. Etiologi
Beberapa penyebab terjadinya GERD meliputi:
 Menurunnya tonus LES (Lower Esophageal Sphincter)
 Bersihan asam dari lumen esofagus menurun
 Ketahanan epitel esofagus menurun
 Bahan refluksat mengenai dinding esofagus yaitu Ph <2, adanya pepsin, garam
empedu, HCL
 Kelainan pada lambung
 Infeksi H. Pylori dengan corpus predominan gastritis
 Non acid refluks (refluks gas) menyebabkan hipersensitivitas
 Alergi makanan atau tidak bisa menerima makanan juga membuat refluks
 Mengkonsumsi makanan berasam, coklat, minuman berkafein dan berkarbonat,
alkohol, merokok, dan obat-obatan yang bertentangan dengan fungsi
esophageal sphincter bagian bawah termasuk yang memiliki efek
antikolinergik (seperti beberapa antihistamin), penghambat saluran kalsium,
progesteron, dan nitrat
 Kelaianan anatomi, seperti penyempitan kerongkongan
(Yusuf, 2015)
3. Patofisiologi
Kondisi penyakit refluks gastroesofagus atau GERD (gastroesophageal reflux
disease) disebabkan aliran balik (refluks) isi lambung ke dalam esophagus.GERD
sering kali disebut nyeri ulu hati (heartburn) karena nyeri yang terjadi ketika cairan
asam yang normalnya hanya ada di lambung, masuk dan mengiritasi atau
menimbulkan rasa seperti terbakar di esophagus.
Refluks gastroesofagus biasanya terjadi setelah makan dan disebabkan
melemahnya tonus sfingter esophagus atau tekanan di dalam lambung yang lebih
tinggi dari esophagus.Dengan kedua mekanisme ini, isi lambung yang bersifat
asam bergerak masuk ke dalam esophagus.
4. Manifestasi Klinik
 Rasa panas/ tebakar pada esofagus (pirosis)
 Muntah
 Nyeri di belakang tulang payudara atau persis di bawahnya, bahkan menjalar
ke leher, tenggorokan, dan wajah, biasanya timbul setelah makan atau ketika
berbaring
 Kesulitan menelan makanan (osinofagia) karena adanya penyempitan
(stricture) pada kerongkongan dari reflux.
 Tukak esofageal peptik yaitu luka terbuka pada lapisan kerongkongan, bisa
dihasilkan dari refluks berulang. Bisa menyebabkan nyeri yang biasanya
berlokasi di belakang tulang payudara atau persis di bawahnya, mirip dengan
lokasi panas dalam perut.
 Nafas yang pendek dan berbunyi mengik karena ada penyempitan pada saluran
udara
 Suara parau
 Ludah berlebihan (water brash)
 Rasa bengkak pada tenggorokan (rasa globus)
 Terjadi peradangan pada sinus (sinusitis)
 Gejala lain : pertumbuhan yang buruk, kejang, nyeri telinga (pada anak)
 Peradangan pada kerongkongan (esophagitis) bisa menyebabkan pendarahan
yang biasanya ringan tetapi bisa jadi besar. Darah kemungkinan dimuntahkan
atau keluar melalui saluran pencernaan, menghasilkan kotoran berwarna gelap,
kotoran berwarna ter (melena) atau darah merah terang, jika pendarahan cukup
berat.
 Dengan iritasi lama pada bagian bawah kerongkongan dari refluks berulang,
lapisan sel pada kerongkongan bisa berubah (menghasilkan sebuah kondisi
yang disebut kerongkongan Barrett). Perubahan bisa terjadi bahkan pada
gejala-gejala yang tidak ada. Kelainan sel ini adalah sebelum kanker dan
berkembang menjadi kanker pada beberapa orang.
5. Penatalaksanaan
Pada berbagai penelitian terbukti bahwa respons perbaikan gejala menandakan
adanya respons perbaikan lesi organiknya (perbaikan esofagitisnya).Hal ini
tampaknya lebih praktis bagi pasien dan cukup efektif dalam mengatasi gejala
pada tatalaksana GERD.Berikut adalah obat-obatan yang dapat digunakan dalam
terapi medikamentosa GERD:
- Antasid. Golongan obat ini cukup efektif dan aman dalam menghilangkan
gejala GERD tetapi tidak menyembuhkan lesi esofagitis. Selain sebagai buffer
terhadap HCl, obat ini dapat memperkuat tekanan sfingter esophagus bagian
bawah. Kelemahan obat golongan ini adalah rasanya kurang menyenangkan,
dapat menimbulkan diare terutama yang mengandung magnesium serta
konstipasi terutama antasid yang mengandung aluminium, penggunaannya
sangat terbatas pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal.
- Antagonis reseptor H2. Yang termasuk dalam golongan obat ini adalah
simetidin, ranitidine, famotidin, dan nizatidin. Sebagai penekan sekresi asam,
golongan obat ini efektif dalam pengobatan penyakit refluks gastroesofageal
jika diberikan dosis 2 kali lebih tinggi dan dosis untuk terapi ulkus. Golongan
obat ini hanya efektif pada pengobatan esofagitis derajat ringan sampai sedang
serta tanpa komplikasi.
- Obat-obatan prokinetik. Secara teoritis, obat ini paling sesuai untuk
pengobatan GERD karena penyakit ini lebih condong kearah gangguan
motilitas. Namun, pada prakteknya, pengobatan GERD sangat bergantung pada
penekanan sekresi asam.
- Metoklopramid. Obat ini bekerja sebagai antagonis reseptor dopamine.
Efektivitasnya rendah dalam mengurangi gejala serta tidak berperan dalam
penyembuhan lesi di esophagus kecuali dalam kombinasi dengan antagonis
reseptor H2 atau penghambat pompa proton. Karena melalui sawar darah otak,
maka dapat timbul efek terhadap susunan saraf pusat berupa mengantuk,
pusing, agitasi, tremor, dan diskinesia.
- Domperidon. Golongan obat ini adalah antagonis reseptor dopamine dengan
efek samping yang lebih jarang disbanding metoklopramid karena tidak
melalui sawar darah otak.Walaupun efektivitasnya dalam mengurangi keluhan
dan penyembuhan lesi esophageal belum banyak dilaporkan, golongan obat ini
diketahui dapat meningkatkan tonus LES serta mempercepat pengosongan
lambung.
- Cisapride. Sebagai suatu antagonis reseptor 5 HT4, obat ini dapat mempercepat
pengosongan lambung serta meningkatkan tekanan tonus LES. Efektivitasnya
dalam menghilangkan gejala serta penyembuhan lesi esophagus lebih baik
dibandingkan dengan domperidon.
- Sukralfat (Aluminium hidroksida + sukrosa oktasulfat). Berbeda dengan
antasid dan penekan sekresi asam, obat ini tidak memiliki efek langsung
terhadap asam lambung. Obat ini bekerja dengan cara meningkatkan
pertahanan mukosa esophagus, sebagai buffer terhadap HCl di eesofagus serta
dapat mengikat pepsin dan garam empedu. Golongan obat ini cukup aman
diberikan karena bekerja secara topikal (sitoproteksi).
- Penghambat pompa proton (Proton Pump Inhhibitor/PPI). Golongan obat ini
merupakan drug of choice dalam pengobatan GERD. Golongan obat-obatan ini
bekerja langsung pada pompa proton sel parietal dengan mempengaruhi enzim
H, K ATP-ase yang dianggap sebagai tahap akhir proses pembentukan asam
lambung.
Obat-obatan ini sangat efektif dalam menghilangkan keluhan serta
penyembuhan lesi esophagus, bahkan pada esofagitis erosive derajat berat serta
yang refrakter dengan golongan antagonis reseptor H2.Umumnya pengobatan
diberikan selama 6-8 minggu (terapi inisial) yang dapat dilanjutkan dengan
dosis pemeliharaan (maintenance therapy) selama 4 bulan atau on-demand
therapy, tergantung dari derajat esofagitisnya.

6. Komplikasi
 Batuk dan asma
 Erosif esophagus
 Esofagus Barret, yaitu perubahan epitel skuamosa menjadi kolumner
metaplastik
 Esofagitis ulseratif
 Perdarahan saluran cerna akibat iritasi
 Striktur esophagus / Peradangan esophagus
 Aspirasi
 Tukak kerongkongan

Anda mungkin juga menyukai