Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN

GERD

A. Konsep Penyakit

1. Pengertian

Gastroesophageal reflux disease adalah suatu keadaan patologis

sebagai akibat refluks kandungan lambung kedalam esofagus, dengan

berbagai gejala yang timbul akibat keterlibatan esofagus,faring,laring dan

saluran nafas. (Aru W. Sudoyo, 2012 )

GERD adalah kembalinya isi lambung kedalam esofagus dengan

cara pasif yang disebabkan oleh hipotoni sfingter esofagus bagian

bawah,posisi abnormal sambungan esofagus dengan kardia. atau

pengososngan isi lambung yang lambat (Arief Mansjoer,2013 ).

Gastroesophageal reflux adalah masuknya isi lambung ke dalam

esofagus yang terjadi secara intermiten pada seseorang, terutama setelah

makan ( Asroel, 2013).

2. Etiologi

Beberapa penyebab terjadinya GERD meliputi:


a. Defensif dari Esofagus
1) Menurunnya tonus LES (lower esophageal spinchter)
2) Ketahanan epitel esophagus menurun
3) Bersihan asam dari lumen esophagus menurun
4) Kelainan pada lambung (delayed gastric emptying)
5) Kelainan anatomi, seperti penyempitan kerongkongan
b. Ofensif dari bahan refkluksan
1) Bahan refluksat mengenai dinding esophagus yaitu : PH<2, adanya
pepsin, garam empedu, HCl
2) Infeksi H. pylori dengan corpus predominan gastritis
3) Non acid refluks (refluks gas) menyebabkan hipersensitivitas
visceral
4) Mengonsumsi makanan berasam, coklat, minuman berkafein dan
berkarbonat, alkohol, merokok tembakau, dan obat-obatan yang
bertentangan dengan fungsi esophageal sphincter bagian bawah
termasuk apa yang memiliki efek antikolinergik (seperti berbagai
antihistamin dan beberapa antihistamin), penghambat saluran
kalsium, progesteron, dan nitrat.

3. Patofisiologi

GERD terjadi karena beberapa factor seperti Hiatus hernia,

pendeknya LES, penggunaan obat-obatan, faktor hormonal yang

menyebabkan penurunan tonus LES dan terjadi relaksasi abnormal LES

sehingga timbul GERD. Hiatus hernia juga menyebabkan bagian dari

lambung atas yang terhubung dengan esophagus akan mendorong ke atas

melalui diafragma sehingga terjadi penurunan tekanan penghambat refluks

dan timbul GERD. Selain itu, GERD juga terjadi karena penurunan

peristaltic esophagus dimana terjadi penurunan kemampuan untuk

mendorong asam refluks kembali ke lambung, kelemahan kontraksi LES

dimana terjadi penurunan kemampuan mencegah refluks, penurunan

pengosongan lambung dimana terjadi memperlambat distensi lambung,

dan infeksi H. Pilory dan korpus pedominas gastritis. GERD dapat

menimbulkan perangsangan nervus pada esophagus oleh cairan refluks

mengakibatkan nyeri akut. Selain itu GRED menyebabkan kerusakan sel

skuamosa epitel yang melapisi esophagus sehingga terjadi nyeri akut,

gangguan menelan, dan bersihan jalan nafas tidak efektif. Gangguan

nervus yang mengatur pernafasan juga disebabkan oleh GERD sehingga

timbul pola nafas tidak efektif. Disamping itu GERD menyebabkan refluks
cairan masuk ke laring dan tenggorokan, terjadi resiko aspirasi . GERD

dapat menyebabkan refluks asam lambung dari lambung ke esophagus

sehingga timbul odinofagia, merangsang pusat mual di hipotalamus, cairan

terasa pahit pada mulut, aliran balik dalam jumlah banyak sehingga terjadi

penurunan nafsu makan

Esofagus dan gaster dipisahkan oleh suatu zona tekanan tinggi

(high pressure zone) yang dihasilkan oleh kontraksi lower esophageal

sphincter (LES). Pada individu normal, pemisah ini akan dipertahankan

kecuali pada saat terjadinya aliran antegrad yang terjadi pada saat menelan,

atau aliran retrograd yang terjadi pada saat sendawa atau muntah. Aliran

balik dari gaster ke esophagus melalui LES hanya terjadi apabila tonus

LES tidak ada atau sangat rendah (< 3 mmHg). Refluks gastroesofageal

pada pasien GERD terjadi melalui 3 mekanisme:

a. Refluks spontan pada saat relaksasi LES yang tidak adekuat

b. Aliran retrograde yang mendahului kembalinya tonus LES setelah

menelan

c. Meningkatnya tekanan intraabdominal

Dengan demikian dapat diterangkan bahwa patogenesis terjadinya

GERD menyangkut keseimbangan antara faktor defensif dari esophagus

dan faktor ofensif dari bahan refluksat. Yang termasuk faktor defensif

esophagus, adalah pemisah antirefluks (lini pertama), bersihan asam dari

lumen esophagus (lini kedua), dan ketahanan epithelial esophagus (lini

ketiga). Sedangkan yang termasuk faktor ofensif adalah sekresi gastrik dan

daya pilorik.
Faktor-faktor lain yang berperan dalam timbulnya gejala GERD

adalah kelainan di lambung yang meningkatkan terjadinya refluks

fisiologis, antara lain dilatasi lambung, atau obstruksi gastric outlet dan

delayed gastric emptying.

Peranan infeksi helicobacter pylori dalam patogenesis GERD

relatif kecil dan kurang didukung oleh data yang ada. Namun demikian ada

hubungan terbalik antara infeksi H. pylori dengan strain yang virulens

(Cag A positif) dengan kejadian esofagitis, Barrett’s esophagus dan

adenokarsinoma esophagus. Pengaruh dari infeksi H. pylori terhadap

GERD merupakan konsekuensi logis dari gastritis serta pengaruhnya

terhadap sekresi asam lambung. Pengaruh eradikasi infeksi H. pylori

sangat tergantung kepada distribusi dan lokasi gastritis. Pada pasien-pasien

yang tidak mengeluh gejala refluks pra-infeksi H. pylori dengan

predominant antral gastritis, pengaruh eradikasi H. pylori dapat menekan

munculnya gejala GERD. Sementara itu pada pasien-pasien yang tidak

mengeluh gejala refluks pra-infeksi H. pylori dengan corpus predominant

gastritis, pengaruh eradikasi H. pylori dapat meningkatkan sekresi asam

lambung serta memunculkan gejala GERD. Pada pasien-pasien dengan

gejala GERD pra-infeksi H. pylori dengan antral predominant gastritis,

eradikasi H. pylori dapat memperbaiki keluhan GERD serta menekan

sekresi asam lambung. Sementara itu pada pasien-pasien dengan gejala

GERD pra-infeksi H. pylori dengan corpus predominant gastritis, eradikasi

H. pylori dapat memperburuk keluhan GERD serta meningkatkan sekresi

asam lambung. Pengobatan PPI jangka panjang pada pasien-pasien dengan

infeksi H. pylori dapat mempercepat terjadinya gastritis atrofi. Oleh sebab


itu, pemeriksaan serta eradikasi H. pylori dianjurkan pada pasien GERD

sebelum pengobatan PPI jangka panjang.

4. Patofisiologi

a. Rasa panas/ tebakar pada esofagus (pirosis)


b. Muntah
c. Nyeri di belakang tulang payudara atau persis di bawahnya, bahkan
menjalar ke leher, tenggorokan, dan wajah, biasanya timbul setelah
makan atau ketika berbaring
d. Kesulitan menelan makanan (osinofagia) karena adanya penyempitan
(stricture) pada kerongkongan dari reflux.
e. Tukak esofageal peptik yaitu luka terbuka pada lapisan kerongkongan,
bisa dihasilkan dari refluks berulang. Bisa menyebabkan nyeri yang
biasanya berlokasi di belakang tulang payudara atau persis di
bawahnya, mirip dengan lokasi panas dalam perut.
f. Nafas yang pendek dan berbunyi mengik karena ada penyempitan pada
saluran udara
g. Suara parau
h. Ludah berlebihan (water brash)
i. Rasa bengkak pada tenggorokan (rasa globus)
j. Terjadi peradangan pada sinus (sinusitis)
k. Gejala lain : pertumbuhan yang buruk, kejang, nyeri telinga (pada
anak)
l. Peradangan pada kerongkongan (esophagitis) bisa menyebabkan
pendarahan yang biasanya ringan tetapi bisa jadi besar. Darah
kemungkinan dimuntahkan atau keluar melalui saluran pencernaan,
menghasilkan kotoran berwarna gelap, kotoran berwarna ter (melena)
atau darah merah terang, jika pendarahan cukup berat.
m. Dengan iritasi lama pada bagian bawah kerongkongan dari refluks
berulang, lapisan sel pada kerongkongan bisa berubah (menghasilkan
sebuah kondisi yang disebut kerongkongan Barrett). Perubahan bisa
terjadi bahkan pada gejala-gejala yang tidak ada. Kelainan sel ini
adalah sebelum kanker dan berkembang menjadi kanker pada beberapa
orang.

Tabel 1. Tanda dan Gejala GERD pada Bayi dan Anak

Bayi Anak dan Remaja


Tidak mau makan/minum/menetek Nyeri perut
Muntah berulang Rasa terbakar di dada/ulu hati
(heartburn)
Gagal tumbuh (failure to thrive) Muntah berulang
Rewel terus-menerus Kesulitan menelan (disfagia)
Tersedak/apnea (henti napas Batuk kronik/mengi
sesaat) berulang
Posisi opistotonus Suara serak

5. Penatalaksanaan Medis

Pada prinsipnya, penatalaksanaan GERD terdiri dari modifikasi


gaya hidup, terapi medikamentosa, terapi bedah serta akhir-akhir ini
mulai dilakukan terapi endoskopik.

Target penatalaksanaan GERD adalah menyembuhkan lesi


esophagus, menghilangkan gejala/keluhan, mencegah kekambuhan,
memperbaiki kualitas hidup, dan mencegah timbulnya komplikasi.

a. Modifikasi gaya hidup

Modifikasi gaya hidup merupakan salah satu bagian dari


penatalaksanaan GERD, namun bukan merupakan pengobatan primer.
Walaupun belum ada studi yang dapat memperlihatkan
kemaknaannya, namun pada dasarnya usaha ini bertujuan untuk
mengurangi frekuensi refluks serta mencegah kekambuhan.

Hal-hal yang perlu dilakukan dalam modifikasi gaya hidup


adalah meninggikan posisi kepala pada saat tidur serta menghindari
makan sebelum tidur dengan tujuan untuk meningkatkan bersihan
asam selama tidur serta mencegah refluks asam dari lambung ke
esophagus, berhenti merokok dan mengkonsumsi alkohol karena
keduanya dapat menurunkan tonus LES sehingga secara langsung
mempengaruhi sel-sel epitel, mengurangi konsumsi lemak serta
mengurangi jumlah makanan yang dimakan karena keduanya dapat
menimbulkan distensi lambung, menurunkan berat badan pada pasien
kegemukan serta menghindari pakaian ketat sehingga dapat
mengurangi tekanan intraabdomen, menghindari makanan/minuman
seperti coklat, teh, peppermint, kopi dan minuman bersoda karena
dapat menstimulasi sekresi asam, jikan memungkinkan menghindari
obat-obat yang dapat menurunkan tonus LES seperti antikolinergik,
teofilin, diazepam, opiate, antagonis kalsium, agonis beta adrenergic,
progesterone.

b. Terapi medikamentosa

Terdapat berbagai tahap perkembangan terapi medikamentosa


pada penatalaksanaan GERD ini. Dimulai dengan dasar pola pikir
bahwa sampai saat ini GERD merupakan atau termasuk dalam
kategori gangguan motilitas saluran cerna bagian atas. Namun dalam
perkembangannya sampai saat ini terbukti bahwa terapi supresi asam
lebih efektif daripada pemberian obat-obat prokinetik untuk
memperbaiki gangguan motilitas.

Terdapat dua alur pendekatan terapi medikamentosa, yaitu


step up dan step down. Pada pendekatan step up pengobatan dimulai
dengan obat-obat yang tergolong kurang kuat dalam menekan sekresi
asam (antagonis reseptor H2) atau golongan prokinetik, bila gagal
diberikan obat golongan penekan sekresi asam yang lebih kuat dengan
masa terapi lebih lama (penghambat pompa proton/PPI). Sedangkan
pada pendekatan step down pengobatan dimulai dengan PPI dan
setelah berhasil dapat dilanjutkan dengan terapi pemeliharaan dengan
menggunakan dosis yang lebih rendah atau antagonis reseptor H2 atau
prokinetik atau bahkan antacid.
Dari berbagai studi, dilaporkan bahwa pendekatan terapi step
down ternyata lebih ekonomis (dalam segi biaya yang dikeluarkan
oleh pasien) dibandingkan dengan pendekatan terapi step up.

Menurut Genval Statement (1999) serta Konsensus Asia


Pasifik tentang penatalaksanaan GERD (2003) telah disepakati bahwa
terapi lini pertama untuk GERD adalah golongan PPI dan digunakan
pendekatan terapi step down.

Pada umumnya studi pengobatan memperlihatkan hasil tingkat


kesembuhan diatas 80% dalam waktu 6-8 minggu. Untuk selanjutnya
dapat diteruskan dengan terapi pemeliharaan (maintenance therapy)
atau bahkan terapi “bila perlu” (on-demand therapy) yaitu pemberian
obat-obatan selama beberapa hari sampai dua minggu jika ada
kekambuhan sampai gejala hilang.

Pada berbagai penelitian terbukti bahwa respons perbaikan


gejala menandakan adanya respons perbaikan lesi organiknya
(perbaikan esofagitisnya). Hal ini tampaknya lebih praktis bagi pasien
dan cukup efektif dalam mengatasi gejala pada tatalaksana GERD.

6. Pemeriksaan Diagnostik

a. Endoskopi

Pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas merupakan

standar baku untuk diagnosis GERD dengan ditemukannya mucosal

break di esophagus (esofagitis refluks). Jika tidak ditemukan mucosal

break pada pemeriksaan endoskopi saluran cerna bagian atas pada

pasien dengan gejala khas GERD, keadaan ini disebut non-erosive

reflux disease (NERD).

b. Esofagografi dengan barium

Dibandingkan dengan endoskopi, pemeriksaan ini kurang peka

dan seringkali tidak menunjukkan kelainan, terutama pada kasus

esofagitis ringan. Pada keadaan yang lebih berat, gambar radiology


dapat berupa penebalan dinding dan lipatan mukosa, ulkus, atau

penyempitan lumen. Walaupun pemeriksaan ini sangat tidak sensitive

untuk diagnosis GERD, namun pada keadaan tertentu pemeriksaan ini

mempunyai nilai lebih dari endoskopi, yaitu pada stenosis esophagus

derajat ringan akibat esofagitis peptic dengan gejala disfagia, dan

pada hiatus hernia.

c. Monitoring pH 24 jam

Episode refluks gastroesofageal menimbulkan asidifikasi

bagian distal esophagus. Episode ini dapat dimonitor dan direkam

dengan menempatkan mikroelektroda pH pada bagian distal

esophagus. Pengukuran pH pada esophagus bagian distal dapat

memastikan ada tidaknya refluks gastroesofageal. pH dibawah 4 pada

jarak 5 cm di atas LES dianggap diagnostik untuk refluks

gastroesofageal.

d. Tes Perfusi Berstein

Tes ini mengukur sensitivitas mukosa dengan memasang

selang transnasal dan melakukan perfusi bagian distal esophagus

dengan HCl 0,1 M dalam waktu kurang dari 1 jam. Tes ini bersifat

pelengkap terhadap monitoring pH 24 jam pada pasien-pasien dengan

gejala yang tidak khas. Bila larutan ini menimbulkan rasa nyeri dada

seperti yang biasanya dialami pasien, sedangkan larutan NaCl tidak

menimbulkan rasa nyeri, maka test ini dianggap positif. Test

Bernstein yang negative tidak menyingkirkan adanya nyeri yang

berasal dari esophagus.

e. Manometri esofagus
Mengukuran tekanan pada katup kerongkongan bawah

menunjukan kekuatannya dan dapat membedakan katup yang normal

dari katup yang berfungsi buruk kekuatan sphincter

B. Konsep Asuhan Keperawatan

1. Pengkajian

Pada pengkajian dilakukan wawancara dan pemeriksaan fisik dan

didapatkan data : Ny. Y datang ke IRD dengan keluhan mual muntah yang

terus menerus, rasa terbakar di dada, dari 2 hari kemarin, terdapat tanda-

tanda dehidrasi, konjungtiva anemis, mukosa bibir kering, CRT 4 detik

a. Keadaan Umum ( tidak ada data )

Meliputi kondisi seperti tingkat ketegangan/kelelahan, tingkat

kesadaran kualitatif atau GCS dan respon verbal klien.

b. Tanda-tanda Vital ( tidak ada data )

Meliputi pemeriksaan:

1) Tekanan darah: sebaiknya diperiksa dalam posisi yang berbeda, kaji

tekanan nadi, dan kondisi patologis.

2) Pulse rate

3) Respiratory rate

4) Suhu

c. Riwayat penyakit sebelumnya ( tidak ada data )

Ditanyakan apakah sebelumnya klien pernah menderita penyakit paru

yang dapat menjadi predisposisi GERD.


d. Pola Fungsi Keperawatan Menurut Gordon

1) Persepsi kesehatan dan manajemen kesehatan ( tidak ada data )

Deskipsi pasien ttg status kesehatan umum, riwayat sakit yg

lalu, operasi, dirawat di rumah sakit, persepsi penyebab sakit saat ini

dan upaya yg dilakukan untuk mengatasi penyakitnya.

2) Nutrisi – metabolic

Data subjektif : “ Ny. Y mengeluh mual muntah yang terus menerus

sejak 2 hari kemarin “

Data objektif : tanda – tanda dehidrasi (+) , konjungtiva anemis,

mukosa bibir kering, CRT 4 detik.

3) Eliminasi ( tidak ada data )

Kaji Pola BAB, BAK, fungsi ekskresi kulit, penggunaan alat untuk

eliminasi frekwensi karakter BAB, BAB terakhir frekwensi,

karakteristik ekskresi urin, kesulitan BAK.

4) Aktivitas – latihan ( tidak ada data )

Kaji Pola latihan, ADL, aktifitas waktu luang, / rekreasi,

keseimbangan energi, focus pada aktifitas yg penting Status

kardiopulmonal dan pengaruhnya terhadap aktifitas

5) Istirahat – tidur ( tidak ada data )


Frekuensi dan durasi periode istirahat tidur, penggunaan obat tidur,

kondisi lingkungan saat tidur

6) Kognitif – perceptual

Kaji fungsi sensori ( pendengaran: nyeri pada telinga,

penglihatan, perasa, pembau, perabaan ) kenyamanan dan nyeri,

fungsi kognitif (bahasa, memori, penilaian, pengambilan

keputusan).

Data subjektif : “ Ny. Y datang dengan mengeluh nyeri seperti rasa

terbakar di dada dari 2 hari kemarin “

Data objektif : -

7) Persepsi diri / konsep diri ( tidak ada data )

Kaji perasaan harga diri secara umum, sikap tentang dirinya,

identitas diri, pola emosional umum

8) Peran – hubungan ( tidak ada data )

Kaji peran kelurga dan peran social, kepuasan dan ketidakpuasan

dengan peran, persepsi terhadap peran yg terbesar dalam hidup

9) Seksual – reproduksi ( tidak ada data )

Focus pasutri terhadap kepuasan atau ketidakpuasan dengan seks,

pola reproduksi ; menstruasi

10) Koping – toleransi stress ( tidak ada data )

Kaji metode untuk mengatasi atau kooping thd stress,

mendefinisakan stressor, toleransi thd stress, efektifitas kooping

11) Nilai – kepercayaan ( tidak ada data )

Kaji Nilai, tujuan, dan kepercayaan berhubungan dengan pilihan,

atau membuat keputusan, kepercayaan spiritual, issu ttg hidup yg


penting, hubungan antara pola nilai kepercayaan dengan masalah

dan praktek kesehatan

e. Pemeriksaan Fisik

Inspeksi :

1) Tampak tanda- tanda dehidrasi.

2) Tampak konjuntiva anemis

3) Tampak mukosa bibir kering. Palpasi : CRT 4 detik.

2. Diagnosa Keperawatan

a. Kekurangan volume cairan berhubungan dengan

kehilangan cairan aktif ditandai dengan “Ny. Y mengeluh mual muntah

sejak 2 hari kemarin “, tanda- tanda dehidrasi (+), konjungtiva anemis,

mukosa bibir kering, CRT 4 detik.

b. Nyeri akut berhubungan dengan agens cedera

biologis ( peradangan ) ditandai dengan “ Ny. Y mengeluh nyeri seperti

rasa terbakar di dada “

3. Perencanaan

N Diagnosa
Intervensi
o Keperawatan
1 Kekurangan Volume NOC: NIC :

Cairan berhubungan 1) Fluid balance Fluid management

dengan kehilangan 2) Hydration 1) Pertahankan catatan

cairan aktif ditandai 3) Nutritional Status intake dan output yang

dengan “ Ny. Y : Food and Fluid akurat

mengeluh mual Intake 2) Monitor status hidrasi


muntah sejak 2 hari 4) Nausea and ( kelembaban membran

kemarin “, tanda-tanda vomiting control mukosa, nadi adekuat,

dehidrasi (+), Kriteria Hasil : tekanan darah ortostatik

konjungtiva anemis, 1) Mempertahankan ), jika diperlukan

mukosa bibir kering, urine output 3) Monitor hasil lab yang

CRT 4 detik. sesuai dengan sesuai dengan retensi

usia dan BB, BJ cairan (BUN , Hmt ,

Definisi : Penurunan urine normal, HT osmolalitas urin )

cairan intravaskuler, normal 4) Monitor vital sign

interstisial, dan/atau 2) Tekanan darah, 5) Monitor masukan

intrasellular. Ini nadi, suhu tubuh makanan / cairan dan

mengacu pada dalam batas hitung intake kalori

dehidrasi, kehilangan normal harian

cairan saja tanpa 3) Tidak ada tanda 6) Kolaborasi pemberian

perubahan pada tanda dehidrasi, cairan IV

natrium Elastisitas turgor 7) Monitor status nutrisi

kulit baik, 8) Berikan cairan

membran 9) Berikan diuretik sesuai

mukosa lembab, interuksi

tidak ada rasa 10) Berikan cairan IV pada

haus yang suhu ruangan

berlebihan, CRT 11) Dorong masukan oral

normal. 12) Berikan penggantian

4) Mual dan muntah nesogatrik sesuai

dapat diatasi. output


13) Dorong keluarga untuk

membantu pasien

makan

14) Tawarkan snack ( jus

buah, buah segar )

15) Kolaborasi dokter jika

tanda cairan berlebih

muncul meburuk

16) Atur kemungkinan

tranfusi

Nausea management

1) Kaji mual terkait

frekuensi, durasi,

keparahan dan faktor

pencetus munculnya

mual

2) Observasi secara

nonverbal

ketidaknyamanan

3) Kaji riwayat diet

makanan, yang

disukai, tidak

disukai, dan budaya

makan

4) Identifikasi faktor
terkait obat dan

prosedur yang

mungkin sebagai

penyebab mual.

5) Kolaborasi

pemberian obat

antiemetic untuk

mencegah mual.

6) Kontrol faktor

lingkungan yang

mungkin memicu

mual ( stimulasi

suara atau cahaya.

7) Kurangi dan hindari

faktor personal yang

mungkin mencetus

mual ( takut, cemas,

lelah ).

8) Identifikasi strategi

yg berhasil

mengatasi mual.

9) Promosikan istirahat

dan tidur yang

cukup untuk

mengurangi mual.
10) Makan porsi kecil

tapi sering.

11) Anjurkan makan

tinggi karbohidrat

dan rendah lemak.

12) Monitor kecukupan

nutrisi dan kalori.

2 Nyeri akut NOC : NIC :

berhubungan dengan 1) Pain Level, Pain Management

agens cedera biologis ( 2) Pain control, 1) Lakukan pengkajian

peradangan ) ditandai Kriteria Hasil : nyeri secara

dengan “ Ny. Y 1) Mampu komprehensif termasuk

mengeluh nyeri seperti mengontrol lokasi, karakteristik,

rasa terbakar di dada “ nyeri (tahu durasi, frekuensi,

penyebab nyeri, kualitas dan faktor

Definisi : mampu presipitasi

Pengalaman sensori menggunakan 2) Observasi reaksi

dan emosional yang tehnik nonverbal dari

tidak menyenangkan nonfarmakologi ketidaknyamanan

yang muncul akibat untuk 3) Gunakan teknik

kerusakan jaringan mengurangi komunikasi terapeutik

yang aktual atau nyeri, mencari untuk mengetahui

potensial atau bantuan) pengalaman nyeri

digambarkan dalam 2) Melaporkan pasien

hal kerusakan bahwa nyeri 4) Kaji kultur yang


sedemikian rupa berkurang mempengaruhi respon

( International dengan nyeri

Association for the menggunakan 5) Evaluasi pengalaman

Study of Pain ); awitan manajemen nyeri masa lampau

yang tiba –tiba atau nyeri 6) Evaluasi bersama

lambat dari intensitas 3) Mampu pasien dan tim

ringan hingga berat mengenali nyeri kesehatan lain tentang

dengan akhir yang (skala, ketidakefektifan kontrol

dapat diantisipasi atau intensitas, nyeri masa lampau

diprediksi dan frekuensi dan 7) Bantu pasien dan

berlangsung < 6 bulan. tanda nyeri) keluarga untuk mencari

4) Menyatakan dan menemukan

rasa nyaman dukungan

setelah nyeri 8) Kontrol lingkungan

berkurang yang dapat

5) Tanda vital mempengaruhi nyeri

dalam rentang seperti suhu ruangan,

normal pencahayaan dan

kebisingan

9) Kurangi faktor

presipitasi nyeri

10) Pilih dan lakukan

penanganan nyeri

(farmakologi, non

farmakologi dan inter


personal)

11) Kaji tipe dan sumber

nyeri untuk

menentukan intervensi

12) Ajarkan tentang teknik

non farmakologi

13) Berikan analgetik untuk

mengurangi nyeri

14) Evaluasi keefektifan

kontrol nyeri

15) Tingkatkan istirahat

16) Kolaborasikan dengan

dokter jika ada keluhan

dan tindakan nyeri

tidak berhasil

17) Monitor penerimaan

pasien tentang

manajemen nyeri

Analgesic Administration

1) Tentukan lokasi,

karakteristik, kualitas,

dan derajat nyeri

sebelum pemberian

obat
2) Cek instruksi dokter

tentang jenis obat,

dosis, dan frekuensi

3) Cek riwayat alergi

4) Pilih analgesik yang

diperlukan atau

kombinasi dari

analgesik ketika

pemberian lebih dari

satu

5) Tentukan pilihan

analgesik tergantung

tipe dan beratnya nyeri

6) Tentukan analgesik

pilihan, rute pemberian,

dan dosis optimal

7) Pilih rute pemberian

secara IV, IM untuk

pengobatan nyeri

secara teratur

8) Monitor vital sign

sebelum dan sesudah

pemberian analgesik

pertama kali

9) Berikan analgesik tepat


waktu terutama saat

nyeri hebat

10) Evaluasi efektivitas

analgesik, tanda dan

gejala (efek samping)


DAFTAR PUSTAKA

Budi Santoso.Panduan Diagnosa Keperawatan Nandha.Jakarta : Prima


Medika ;2005
Carpenito – moyet,L.J. 2004. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta :
EGC.
Doenges, Marilyn E, dkk.(1999).Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman
untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, 3 th ed.
Jakarta : EGC.
Gastroesophageal Refflux disease
(GERD ).http://www.emedicine.com/med/topic 859.htm,di akses
tanggal 18 mei 2010
Gastroesophageal Refflux disease .http://
www.nlm.nih.gov/medlineplus/druginfo/medmaster/a6977.html,dia
akses tanggal 18 mei 2010
Price, Sylvia Anderson. Pathophysiology : Clinical Concepts Of Disease
Processes. Alih Bahasa Peter Anugrah. Ed. 4. Jakarta : EGC; 1994

Smeltzer Suzanne C. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &


Suddarth. Alih bahasa Agung Waluyo, dkk. Editor Monica Ester, dkk.
Ed. 8. Jakarta : EGC; 2001.

Anda mungkin juga menyukai