Anda di halaman 1dari 18

LAPORAN PENDAHULUAN

KANKER SINONASAL
Disusun guna memenuhi tugas Praktek Klinik Keperawatan Medikal Bedah
Dosen Pembimbing : Subandyo, S.Pd., S.Kep., Ns

DISUSUN OLEH :
NOFITA SARI
P1337420218136
2C

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN SEMARANG
PROGRAM STUDI D III PURWOKERTO
2020
DAFTAR ISI

COVER.............................................................................................................
DAFTAR ISI.....................................................................................................
LAPORAN PENDAHULUAN KANKER SINONASAL...............................
A. KONSEP TEORI.......................................................................................
1. Dfinisi.................................................................................................
2. Etiologi...............................................................................................
3. Patofisiologi........................................................................................
4. Pathway..............................................................................................
5. Manifestasi klinik
6. Komplikasi
7. Pemeriksaan penunjang
8. penatalaksanaan
B. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
2. Diagnosa keperawatan
3. Intervensi
4. Implementasi
5. Evaluasi
LAPORAN PENDAHULUAN
KANER SINONASAL

A. Konsep Dasar
1. Definisi
Tumor rongga hidung dan sinus paranasal disebut sebagai tumor
sinonasal, berasal dari dalam rongga hidung atau sinus paranasal di sekitar
hidung. Tumor sinonasal terbagi atas tumor jinak dan tumor ganas. Istilah
kanker sinonasal digunakan untuk kanker yang berasal dari dalam rongga
hidung atau sinus paranasal di sekitar hidung. Keganasan sinonasal dapat
menyebabkan kerusakan dan morbiditas yang signifikan, sukar diobati
tuntas dan angka kesembuhannya masih sangat rendah . Tumor sinonasal
jarang, hanya 3% dari keganasan di kepala dan leher, dan hanya sekitar
1% dari keganasan seluruh tubuh. Di Asia, keganasan sinonasal
menempati peringkat kedua tersering keganasan di kepala dan leher,
setelah karsinoma nasofaring (Evy: 2015).
2. Etiologi
Etiologi tumor sinonasal belum diketahui pasti, studi epidemiologi dari
berbagai negara menunjukkan adanya hubungan dengan paparan zat
kimia atau bahan industri antara lain nikel,debu kayu, kulit, mebel, tekstil,
formaldehid, kromium, isopropyl oil dan lainlain. Alkohol, asap rokok,
makanan yang diasin atau diasap juga diduga meningkatkan risiko
keganasan sinonasal terutama jenis squamous cell carcinoma. Beberapa
faktor lain yang telah dilaporkan mungkin dapat menjadi penyebab yaitu
pekerja pertanian, pabrik makanan, pengendara kendaraan bermotor, dan
pabrik tekstil. Tumor ini merupakan penyakit yang berhubungan dengan
lingkungan (Evy: 15).
3. Patofisiologi
Perubahan dari sel normal menjadi sel kanker dipengaruhi oleh
multifaktor. Faktor resiko terjadinya tumor sinonasal semisal bahan
karsinogen seperti bahan kimia inhalan, debu industri, sinar ionisasi dan
lainnya dapat menimbulkan kerusakan ataupun mutasi pada gen yang
mengatur pertumbuhan tubuh yaitu gen proliferasi dan diferensiasi.
Dalam proses diferensiasi ada dua kelompok gen yang memegang
peranan penting, yaitu gen yang memacu diferensiasi (proto-onkogen) dan
yang menghambat diferensiasi (anti-onkogen). Terjadinya transformasi
dari satu sel normal menjadi sel kanker oleh karsinogen harus melalui
beberapa fase yaitu fase inisiasi dan fase promosi serta progresi. Pada fase
inisiasi terjadi perubahan dalam bahan genetik sel yang memancing sel
menjadi ganas akibat suatu onkogen, sedangkan pada fase promosi sel
yang telah mengalami inisiasi akan berubah menjadi ganas akibat
terjadinya kerusakan gen. Sel yang tidak melewati tahap inisiasi tidak
akan terpengaruh promosi sehingga tidak berubah menjadi sel kanker.
Sejak terjadinya kontak dengan karsinogen hingga timbulnya sel
kanker memerlukan waktu induksi yang cukup lama yaitu sekitar 15-30
tahun. Pada fase induksi ini belum timbul kanker namun telah terdapat
perubahan pada sel seperti displasia. Fase selanjutnya adalah fase in situ
dimana pada fase ini kanker mulai timbul namun pertumbuhannya masih
terbatas jaringan tempat asalnya tumbuh dan belum menembus membran
basalis.
Fase in situ ini berlang sung sekitar 5-10 tahun. Sel kanker yang
bertumbuh ini nantinya akan menembus membrane basalis dan masuk
ke jaringan atau organ sekitarnya yang berdekatan atau disebut juga
dengan fase invasif yang berlangsung sekitar 1-5 tahun. Pada fase
diseminasi (penyebaran) sel-sel kanker menyebar ke organ lain seperti
kelenjar limfe regional dan atau ke organ-organ jauh dalam kurun
waktu 1-5 tahun.
Sel-sel kanker ini akan tumbuh terus tanpa batas sehingga
menimbulkan kelainan dan gangguan. Sel kanker ini akan mendesak
(ekspansi) ke sel-sel normal sekitarnya, mengadakan infiltrasi, invasi,
serta metastasis bila tidak didiagnosis sejak dini dan di berikan terapi.
4. Pathway
Faktor resiko (misal debu kayu)

Tumor sinonasal

Tumor jinak Tumor ganas

Papiloma Papiloma inversi Displasia fibrosa Angiofibroma Melanoma


Karsinoma sel Undifferentiated Adenokarsinoma
skoumosa nasofaring maligna
skuomosa carcinoma
Mengenai sinus juvenil
invasif maxilaris
Polip, tidak paranasal
Massa yang Melalui
mengkilat, Terdapatnya Sinus maxilaris, cepat
Dapat merubah aliran darah
menghambat Merusak cavum nasi, Invasi/merusak
masa yang membesar
jaringan lateral kontur wajah sfeinodalis/fronta jaringan lunak
jalan masuk mengisi rongga Metastasis
disekitar hidung dan fungsi lis dan tulang
napas hidung dan
wajah nodul
sinus paranasal Mengenai
servikal
Ketidakefektifan saluran sino nasal
Resiko infeksi Jarang
bersihan jalan Gangguan citra Pembengkak bahkan
bermetastasis
nafas tubuh an melampau Polipoid dan
Bola mata ke
pipi/palatum anatomi sinonasal lesi primer
anterior
,hidung, kematian

Nyeri akut/kronis Nyeri Epitaksis


Hidung Massa pd wajah
tersumbat dan Menyumbat
cavum nasi dan
masa pd cavum
nasi sinus paranasal

(Kartika: 2015) Rinoria


5. Manifestasi klinik
Tumor hidung non-kanker, kanker hidung, dan kanker sinonaal memiliki
tanda dan gejala yang hampir sama (Willy: 2019 ), yaitu :
a. Hidung tersumbat dan meler.
b. Keluar cairan lendir atau darah dari hidung.
c. Sakit kepala.
d. Rasa nyeri di sekitar wajah seperti di dahi, hidung, pipi, serta sekitar
mata dan
e. Pembengkakan di wajah.
f. Gangguan penglihatan.
g. Sering mimisan.
h. Hilangnya indera penciuman atau indera pengecap.
i. Nyeri atau mati rasa di wajah atau gigi.
j. Kesulitan membuka mulut.
k. Nyeri telinga.
l. Kesulitan mendengar.
6. Komplikasi
Menurut Carrau, 2013, kanker sinonasal dapat menimbulkan
komplikasi akibat keganasan sinus terkait dengan pembedahan dan
rekonstruksi. Beberapa komplikasi yang dapat terjadi yaitu :
a. Perdarahan : untuk menghindari perdarahan arteri etmoid anterior
dan posterior dan arteri sfenopalatina dapat dikauter atau diligasi.
b. Kebocoran cairan otak : cairan otak dapat bocor dekat dengan basis
cranii. Tanda dan gejala yang terjadi termasuk rinorhea yang jernih,
rasa asin dimulut, dan tanda halo. Perawatan konservatif dengan
tirah baring dan drainase lumbal dapat dilakukan selama 5 hari
bersama antibiotik. Jika gagal, harus dilakukan intervensi
pembedahan.
c. Epifora : hal ini sering terjadi saat pembedahan disebabkan oleh
obstruksi pada aliran traktus lakrimalis. Endoskopik lanjutan dan
tindakan dakriosisto rhinostomi mungkin perlu dilakukan.
d. Diplopia : perbaikan dasar orbita yang tepat adalah kunci
untuk menghindari komplikasi ini. Jika terjadi diplopia, penggunaan
kacamata prisma merupakan terapi yang paling sederhana.
7. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan Biopsi
Biopsi adalah pengangkatan sejumlah kecil jaringan untuk
pemeriksaan dibawah mikroskop. Apusan sampel di ambil untuk
mengevaluasi sel, jaringan, dan organ untuk mendiagnosa penyakit.
Ini merupakan salah satu cara untuk mengkonfirmasi diagnosis
apakah tumor tersebut jinak atau ganas. Untuk yang ukuran kecil,
tumor dapat diangkat seluruhnya, sedangkan untuk ukuran besar
maka tumor hanya diambil sebagian untuk contoh pemeriksaan
tumor yang sudah diangkat.
Hasil pemeriksaan patologi anatomi (PA) dengan cara seperti
inilah yang dijadikan gold standart atau diagnosis pasti suatu tumor.
Bila hasilnya jinak, maka selesailah pengobatan tumor tersebut,
namun bila ganas atau kanker, maka ada tindakan pengobatan
selanjutnya apakah berupa operasi kembali atau diberikan
kemoterapi atau radioterapi.
b. Pemeriksaan Endoskopi
Pemeriksaan endoskopi menggunakan alat endoskop yaitu
berupa pipa fleksibel yang ramping dan memiliki penerangan pada
ujungnya sehingga dapat membantu untuk melihat area sinonasal
yang tidak dapat terjangkau dan terevaluasi dengan baik melalui
pemeriksaan rhinoskopi. Pemeriksaan endoskopi dapat merupakan
pemeriksaan penunjang sekaligus dapat berfungsi sebagai media
biopsi dan juga terapi bedah pada tumor sinonasal yang jinak.
c. Pemeriksaan X-ray
Normal sinus x-ray dapat menunjukkan sinus dipenuhi dengan
gambaran seperti udara.. Tanda-tanda kanker pada pemeriksaan x-
ray sebaiknya dikonfirmasi dengan pemeriksaan CT scan.
d. CT - Scan
CT scan lebih akurat dari pada plain film untuk menilai struktur
tulang sinus paranasal. Pasien beresiko tinggi dengan riwayat
terpapar karsinogen, nyeri persisten yang berat, neuropati kranial,
eksoftalmus, kemosis, penyakit sinonasal dan dengan gejala
persisten setelah pengobatan medis yang adekuat seharusnya
dilakukan pemeriksaan dengan CT scan axial dan coronal dengan
kontras. CT scan merupakan pemeriksaan superior untuk menilai
batas tulang traktus sinonasal dan dasar tulang tengkorak.
Penggunaan kontras dilakukan untuk menilai tumor, vaskularisasi
dan hubungannya dengan arteri karotis.
e. Pemeriksaan MRI
MRI menggunakan medan magnet. Dipergunakan untuk
membedakan daerah sekitar tumor dengan jaringan lunak,
membedakan sekret di dalam nasal yang tersumbat yang menempati
rongga nasal, menunjukkan penyebaran perineural, membuktikan
temuan imaging pada sagital plane, dan tidak melibatkan paparan
terhadap radiasi ionisasi. Coronal MRI image terdepan untuk
mengevaluasi foramen rotundum, vidian canal, foramen ovale dan
kanalis optik. Sagital image berguna untuk menunjukkan
replacement signal berintensitas rendah yang normal dari Meckel
cave signal berintensitas tinggi dari lemak di dalam fossa
pterygopalatine oleh signal tumor yang mirip dengan otak.
f. Pemeriksaan Positron Emission Tomography (PET)
PET scan adalah cara untuk membuat gambar organ dan
jaringan dalam tubuh. Sejumlah kecil zat radioaktif disuntikkan ke
tubuh pasien. Zat ini diserap terutama oleh organ dan jaringan yang
menggunakan lebih banyak energi. Karena kanker cenderung
menggunakan energi secara aktif, sehingga menyerap lebih banyak
zat radioaktif. Scanner kemudian mendeteksi zat ini untuk
menghasilkan gambar bagian dalam tubuh. Sering digunakan untuk
keganasan kepala dan leher untuk staging dan surveillance.
8. Penatalaksanaan
Pasien dengan kanker sinonasal biasanya dirawat oleh tim
spesialis menggunakan pendekatan holistik multidisiplin ilmu. Setiap
pasien menerima rencana pengobatan yang disesuaikan untuk
memenuhi kebutuhannya. Pilihan pengobatan utama untuk tumor sinus
paranasal meliputi:
1. Pembedahan
Terapi bedah yang dilakukan biasanya adalah terapi kuratif
dengan reseksi bedah. Pengobatan terapi bedah ini umumnya
berdasarkan staging dari masing-masing tumor. Secara umum,
terapi bedah dilakukan pada lesi jinak atau lesi dini (T1-T2).
Terkadang, pembedahan dengan margin/batas yang luas tidak dapat
dilakukan karena dekatnya lokasi tumor dengan struktur-struktur
penting pada daerah kepala, serta batas tumor yang tidak jelas.
Radiasi post operatif sangat dianjurkan untuk mengurangi insiden
kekambuhan lokal. Pada beberapa kasus eksisi paliatif ataupun
debulking perlu dilakukan untuk mengurangi nyeri yang hebat,
ataupun untuk membebaskan dekompresi saraf optik dan rongga
orbita, serta untuk drainase sinus paranasalis yang mengalami
obstruksi. Jenis reseksi dan pendekatan bedah yang akan dilakukan
bergantung pada ukuran tumor dan letaknya/ekstensinya.
Tumor yang berlokasi di kavum nasi dapat dilakukan
berbagai pendekatan bedah seperti reseksi endoskopi nasal,
transnasal, sublabial, sinus paranasalis, lateral rhinotomy atau
kombinasi dari bedah endoskopi dan bedah terbuka (open surgery).
Tumor tahap lanjut mungkin membutuhkan tindakan eksenterasi
orbita, total ataupun parsial maksilektomi ataupun reseksi anterior
cranial base, dan kraniotomi. Maksilektomi kadang-kadang
direkomendasikan untuk tatalaksana kanker sinus paranasal, dan
umumnya dapat menyelamatkan organ vital seperti mata yang
berada dekat dengan kanker sedangkan reseksi kraniofasial atau
skull base surgery sering direkomendasikan untuk keganasan pada
sinus paranasal. Terapi ini mengharuskan untuk membebaskan
beberapa jaringan tambahan disamping dilakukannya
maksilektomi.
Kontraindikasi absolut untuk terapi pembedahan adalah
pasien dengan gangguan nutrsi, adanya metastasis jauh, invasi
tumor ganas ke fascia prevertebral, ke sinus kavernosus, dan
keterlibatan arteri karotis pada pasien-pasien dengan resiko tinggi,
serta adanya invasi bilateral tumor ke nervus optik dan chiasma
optikum. Keuntungan dari pendekatan bedah endoskopik adalah
mencegah insisi pada daerah wajah, angka morbiditas rendah, dan
lamanya perawatan di rumah sakit lebih singkat.
Reseksi luas dari tumor kavum nasi dan sinus paranasalis
dapat menyebabkan kecacatan/kerusakan bentuk wajah, gangguan
berbicara dan kesulit an menelan. Tujuan utama dari rehabilitasi
post pembedahan adalah penyembuhan luka,
penyelamatan/preservasi dan rekonstruksi dari bentuk wajah,
restorasi pemisahan oronasal, hingga memfasilitasi kemampuan
berbicara, menelan, dan pemisahan kavum nasi dan kavum cranii.
2. Radioterapi
Terapi radiasi juga disebut radioterapi kadang-kadang
digunakan sendiri pada stadium I dan II, atau dalam kombinasi dengan
operasi dalam setiap tahap penyakit sebagai adjuvant radioterapi (terapi
radiasi yang diberikan setelah dilakukannya terapi utama seperti
pembedahan). Pada tahap awal kanker sinus paranasal, radioterapi
dianggap sebagai terapi lokal alternatif untuk operasi. Radioterapi
melibatkan penggunaan energi tinggi, penetrasi sinar untuk
menghancurkan sel-sel kanker di zona yang akan diobati. Terapi radiasi
juga digunakan untuk terapi paliatif pada pasien dengan kanker tingkat
lanjut. Jenis terapi radiasi yang diberikan dapat berupa teleterapi
(radiasi eksternal) maupun brachyterapi (radiasi internal).
3. Kemoterapi
Kemoterapi biasanya diperuntukkan untuk terapi tumor stadium
lanjut. Selain terapi lokal, upaya terbaik untuk mengendalikan sel-sel
kanker beredar dalam tubuh adalah dengan menggunakan terapi
sistemik (terapi yang mempengaruhi seluruh tubuh) dalam bentuk
suntikan atau obat oral. Bentuk pengobatan ini disebut kemoterapi dan
diberikan dalam siklus (setiap obat atau kombinasi obat-obatan
biasanya diberikan setiap tiga sampai empat minggu). Tujuan
kemoterapi untuk terapi tumor sinonasal adalah sebagai terapi
tambahan (baik sebagai adjuvant maupun neoadjuvant), kombinasi
dengan radioterapi (concomitant), ataupun sebagai terapi paliatif.
Kemoterapi dapat mengurangi rasa nyeri akibat tumor, mengurangi
obstruksi, ataupun untuk debulking pada lesi-lesi masif eksternal.
Pemberian kemoterapi dengan radiasi diberikan pada pasien-pasien
dengan resiko tinggi untuk rekurensi seperti pasien dengan hasil PA
margin tumor positif setelah dilakukan reseksi, penyebaran perineural,
ataupun penyebaran ekstrakapsular pada metastasis regional.

B. Konsep Keperawatan (Ika: 2015)


1. Pengkajian
a. Riwayat keperawatan dan pengkajian fisik
Gejala-gejala khas tergantung ukuran, keganasan, dan stadium
penyakit, antara lain:
1) Gejala hidung
a) Buntu hidung unilateral dan progresif
b) Buntu bilateral bila terjadi pendesakan ke sisi lainnya.
c) Sekret hidung bervariasi, purulen, dan berbau bila ada
infeksi.
d) Sekret yang tercampur darah atau adanya epistaksis
menunjukkankemungkinan keganasan.
e) Rasa nyeri di sekitar hidung dapat diakibatkan oleh gangguan
ventilasi sinus sedangkan rasa nyeri terus-menerus dan
progresif umumnya akibat infiltrasi tumor ganas.
2) Gejala lainnya dapat timbul bila sinus paranasal juga terserang
tumor seperti
a) Pembengkakan pipi
b) Pembengkakan palatum durum
c) Geraham atas goyah, maloklusi gigi
d) Gangguan mata bila tumor mendesak rongga orbita.
3) Pada tumor ganas didapati gejala sistemik
a) Penurunan berat badan lebih dari 10%
b) Kelelahan/malaise umum
c) Napsu makan berkurang (anoreksia)
4) Pada pemeriksaan fisik didapatkan
a) Inspeksi terhadap wajah, mata, pipi, geraham dan palatum :
didapatkan pembengkakan sesuai lokasi pertumbuhan tumor
b) Palpasi : teraba tumor dan pembesaran kelenjar leher
b. Pengkajian Diagnostik
1) Rinoskopi anterior untuk menilai tumor dalam rongga hidung
2) Rinoskopi posterior untuk melihat ekstensi ke nasofaring
3) Foto sinar X
a) WATER (untuk melihat perluasan tumor di dalam sinus
maksilaris dan sinus frontal)
b) Tengkorak lateral (untuk melihat ekstensi ke fosa kranii
anterior/medial)
c) RHEZEE (untuk melihat foramen optikum dan dinding orbita)
d) CT Scan (bila diperlukan dan fasilitas tersedia)

4) Biopsi
Biopsi dengan forsep (Blakesley) dilakukan pada tumor yang
tampak. Tumor dalam sinus maksilaris dibiopsi dngan pungsi
melalui meatus nasi inferior. Bila perlu dapat dilakukan biopsi
dengan pendekatan Caldwell-Luc. Tumor yang tidak
mungkin/sulit dibiopsi langsung dilakukan operasi. Untuk
kecurigaan terhadap keganasan bila perlu dilakukan potong beku
untuk diperiksa lebih lanjut.
2. Daignosa keperawatan
a. Kemasan b/d krisis situasi (keganasan), ancaman perubahan status
kesehatan sosial-ekonomik, perubahan fungsi-peran, perubahan
interaksi sosial, ancaman kematian, perpisahan dari keluarga.
b. Gangguan harga diri b/d kelainan bentuk bagian tubuh akibat
keganasan, efek-efek radioterapi atau kemoterapi.
c. Nyeri b/d kompresi/destruksi jaringan saraf dan proses inflamasi.
d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan status
metabolik akibat keganasan, efek radioterapi atau kemoterapi dan
distres emosional.
e. Risiko infeksi b/d ketidak-adekuatan pertahanan sekunder dan efek
imunosupresi radioterapi atau kemoterapi.
3. Intervensi
a. Kecemasan b/d krisis situasi (keganasan), ancaman perubahan status
kesehatan sosial-ekonomik, perubahan fungsi-peran, perubahan
interaksi sosial, ancaman kematian, perpisahan dari keluarga.
Intervensi Rasional
1. orientasikan klien dan orang Informasi yag tepat tentang situasi
terdekat terhadap prosedur rutin yang dihadapi klien dapat
dan aktivitas yang diharapkan menurunkan kecemasan/ rasa
asing terhadap lingkungan sekitar
dan membantu klien
mengantisipasi dan menerima
situasi yang terjadi
2. eksplorasi kecemasan klien Mengidentifikasi faktor pencetus
dan berikan umpan balik pemberat masalah kecemasan dan
menawarkan solusi yang dapat
dilakukan klien
3. tekankan bahwa kecemasan Menunjukan bahwa kecemasan
adalah massalah yang lazim adalah wajar dan tidak hanya
dialami oleh banyak orang dalam dialami oleh klien satu-satunya
situasi klien saat ini dengan harapan klien akan
memahami dan menerima
keadaaannya
4. ijinkan klien ditemani Memobilisasi sistem pendukung,
keluarga selama fase kecemasan mencegah perasaan terisolasi dan
dan pertahankan ketenangan menurunkan kecemasan
lingkungan
5. kolarasi pemberian obat Menurunkan kecemasan,
sedatif memudahkan istirahat
6. pantau dan catat respon verbal Menilai perkembangan masalah
dan non verbal klien yang klien
menunjukkan kecemasan

b. Gangguan harga diri b/d kelainan bentuk bagian tubuh akibat


keganasan, efek-efek radioterapi atau kemoterapi.
Intervensi rasional
1. Diskusikan dengan klien dan Membantu klien dan keluarga
keluarga pengaruh diagnosis dan memahamimasalah yang
terapiterhadap kehidupan pribadi dihadapinya sebagai langkahawal
klien danaktivitas kerja proses pemeahan masalah
2. Jelaskan efek samping dari efek terapi yang diantisipasi
pembedahan, radiasi dan lebihmemudahkan proses
kemoterapiyang perlu adaptasi klienterhadap masalah
diantisipasi klien yang mungkin timbul
3. Diskusikan tentang upaya Perubahan status kesehatan
pemecahan masalah perubahan yangmembawa perubahan status
peran klien dalamkeluarga dan sosial-ekonomi-fungsi-peran
masyarakat berkaitan dengan merupakan masalahyang sering
penyakitnya. terjadi pada klien keganasan
4. Terima kesulitan adaptasi Menginformasikan alternatif
klienterhadap masalah yang konseling profesional yang
dihadapinyadan informasikan mungkin dapat ditempuhdalam
kemungkinan perlunya konseling penyelesaian masalah klien
psikologis
5. Evaluasi support sistem yang Mengidentifikasi sumber-sumber
dapatmembantu klien (keluarga, pendukung yang mungkin dapat
kerabat,organisasi sosial, tokoh dimanfaatkan dalam meringankan
spiritual) masalah klien
6. evaluasi gejala keputusasaan, Menilai perkembangan masalah
tidak berdaya, penolakan terapi klien
dan perasaan tidak berharga
yangmenunjukkan gangguan
harga diri klien.

c. Nyeri b/d kompresi/destruksi jaringan saraf dan proses inflamasi


Intervensi Rasional
1. Lakukan tindakan Meningkatkan relaksasi dan
kenyamanan dasar mengalihkanfokus perhatian
(reposisi, masase klien dari nyeri
punggung) dan
pertahankan aktivitas
hiburan (koran, radio)
2. Ajarkan kepada klien Meningkatkan partisipasi klien
manajemen secara aktif dalam pemecahan
penatalaksanaan nyeri masalah danmeningkatkan rasa
(teknik relaksasi, napas kontrol diri/kemandirian.
dalam, visualisasi,
bimbingan imajinasi)
3. Berikan analgetik sesuai Analgetik menurunkan rasa nyeri
programterapi
4. evaluasi keluhan nyeri Menilai perkembangan masalah
(skala, lokasi,frekuensi, klien
durasi)

d. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b/d peningkatan status


metabolik akibat keganasan, efek radioterapi atau kemoterapi dan distres
emosional.
Intervensi Rasional
1. Dorong klien untuk Asupan nutrisi dan cairan yang
meningkatkanasupan nutrisi adekuat diperlukan untuk
(tinggi kalori tinggi protein) dan mengimbangi status
asupan hipermetabolik pada klien
cairan yangadekuat
dengan keganasan
2. Kolaborasi dengan tim gizi Kebutuhan nutrisi perlu
untuk menetapkan program diet diprogram kansecara individual
pemulihan bagi klien dengan melibatkan kliendan tim
gizi bila diperlukan
3. Berikan obat anti emetik dan Anti emetik diberikan bila klien
roborans sesuai program terapi. mengalamimual dan roborans
mungkin diperlukan untuk
meningkatkan napsu makan dan
membantu proses metabolisme
4. Dampingi klien pada saat Mencegah masalah kekurangan
makan,identifikasi keluhan klien asupanyang disebabkan oleh diet
tentang makan yang disajikan. yang disajikan
5. Timbang berat badan dan Menilai perkembangan masalah
ketebalanlipatan kulit trisep klien
(ukuranantropometrik lainnya)
sekali seminggu
6. Kaji hasil pemeriksaan Menilai perkembangan masalah
laboratorium (Hb, limfosit total, klien
transferin serum,albumin serum)

e. Risiko infeksi b/d ketidak-adekuatan pertahanan sekunder dan efek


imunosupresi radioterapi atau kemoterapi.
Intervensi Rasional
1. tekankan penting oral hygiene Infeksi pada cavum nasi dapat
bersumber dari ketidakadekuatan
oral hygiene
2. Ajarkan teknik mencuci tangan Mengajarkan upaya preventif
kepadaklien dan keluarga, untuk menghindari infeksi
tekankan untuk menghindari sekunder
mengorek/menyentuh area luka
pada rongga hidung (area operasi)
3. Kaji hasil pemeriksaan Menilai perkembagan imunitas
laboratoriumyang menunjukkan seluler/humoral.
penurunana fungsi pertahanan
tubuh (lekosit, eritrosit,trombosit,
Hb, albumin plasma)
4. Berikan antibiotik sesuai Antibiotik digunakan untuk
dengan program terapi mengatasi infeksi atau diberikan
seara profilaksis pada pasien
dengan risiko infeksi
5. Tekankan pentingnya asupan protein diperlukan sebagai
nutrisikaya protein sehubungan prekusor pembentukan asam
dengan penurunan daya tahan amino penyusun antibodi
tubuh
6. Kaji tanda-tanda vital dan efek imunosupresif terapi radiasi
gejala/tanda infeksi pada seluruh dan kemoterapi dapat
sistem tubuh mempermudah timbulnya infeksi
lokal dan sistemik

4. Implementasi
Tindakan keperawatan adalah pelaksanaan asuhan keperawatan
yang merupakan realisasi rencana tindakan yang telah ditentukan dalam
tahap perencanaan dengan maksud agar kebutuhan pasien terpenuhi
secara optimal.

5. Evaluasi
Evaluasi adalah merupakan langkah akhir dari proses
keperawatan yaitu proses penilaian pencapaian tujuan dalam rencana
perawatan, tercapai atau tidak serta untuk pengkajian ulang rencana
keperawatan. Evaluasi dilakukan secara terus menerus dengan
melibatkan pasien, perawat dan petugas kesehatan yang lain. Dalam
menentukan tercapainya suatu tujuan asuhan keperawatan pada bayi
dengan post Asfiksia sedang, disesuaikan dengan kriteria evaluasi yang
telah ditentukan. Tujuan asuhan keperawatan dikatakan berhasil bila
diagnosa keperawatan didapatkan hasil yang sesuai dengan kriteria
evaluasi.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Kartika & Rasyid, Nur Rahmah. 2015. Tumor Sinonasal. Universitas
Hasanuddin: Fakultas Kedokteran.

Shavilla, Evy dkk. 2015. Prevalensi Kanker Sinonasal di Poliklinik THT-KL


RS.Hasan Sadikin Bandung, Januari 2013 – Juli 2015. Padjajaran
University: Departement of Otorhinolaringology-Head and Neck
Surgery,Faculty of Medicine, Padjajaran University.

Wahyuningsih, Ika Nur. 2015. Laporan Kasus: Asuhan Keperawatan pada Pasien
Ny. S dengan Diagnosa Medis Tumor Sinonasal Bilateral Post Biopsi
Hari ke 2 di Runag Dahlia 4 IRNA 1 RSUP dr. Sardjito Yogyakarta.
Akadeni Keperawatan Notokusumo.

Yusmawan, Willy. 2019. Apa itu Kanker Sinonasal?. Pelayanan Kesehatan


Kementrian Kesehatan.

Anda mungkin juga menyukai