Anda di halaman 1dari 20

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Konsep Dasar Penyakit


1. Definisi

Dispepsia berasal dari bahasa Yunani (Dys) berarti sulit dan Pepse
berarti pencernaan. Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala klinis
yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang menetap
atau mengalami kekambuhan keluhan refluks gastroesofagus klasik berupa
rasa panas di dada (heartburn) dan regurgitasi asam lambung kini tidak lagi
termasuk dispepsia (Mansjoer A, 2000).
Dispepsia atau sakit maag adalah sekumpulan gejala (sindrom) yang
terdiri dari nyeri atau rasa tidak nyaman di epigastrium, mual, muntah,
kembung, rasa penuh atau cepat kenyang, dan sering bersendawa. Biasanya
berhubungan dengan pola makan yang tidak teratur, makanan yang pedas,
asam, minuman bersoda, kopi, obat-obatan tertentu, ataupun kondisi
emosional tertentu misalnya stress (Wibawa, 2006).
Dispepsia merupakan kumpulan gejala klinis (sindrom) yang terdiri
dari rasa tidak enak/sakit di perut bagian atas yang dapat pula disertai
dengan keluhan lain, perasaan panas didada di daerah jantung (heartburn),
regurgitasi, kembung, perut terasa penuh, cepat kenyang, bersendawa,
anoreksia, mual, muntah, dan beberapa keluhan lainnya. (Warpadji
Sarwono, 1996).

2. Etiologi
Beberapa perubahan dapat terjadi pada saluran cerna atas akibat
proses penuaan, terutama pada ketahanan mukosa lambung (Wibawa,
2006). Dispepsia disebabkan karena kelainan organik, yaitu:
a. Gangguan penyakit dalam lumen saluran cerna: tukak gaster atau
duodenum, gastritis, tumor, infeksi bakteri Helicobacter pylori.

5
b. Obat-obatan: anti inflamasi non steroid (OAINS), aspirin, beberapa
Jenis antibiotik, digitalis, teofilin dan sebagainya.
c. Penyakit pada hati, pankreas, maupun pada sistem bilier seperti
hepatitis, pankreatitis, kolesistisis kronik.
d. Penyakit sistemik seperti diabetes mellitus, penyakit tiroid, penyakit
jantung koroner.

3. Patofisiologi (Pathway/W.O.C)
Perubahan pola makan yang tidak teratur, obat-obatan yang tidak
jelas, zat-zat seperti nikotin dan alkohol serta adanya kondisi kejiwaan
stres, pemasukan makanan menjadi kurang sehingga lambung akan kosong,
kekosongan lambung dapat mengakibatkan erosi pada lambung akibat
gesekan antara dinding-dinding lambung, kondisi demikian dapat
mengakibatkan peningkatan produksi HCL yang akan merangsang
terjadinya kondisi asam pada lambung, sehingga rangsangan di medulla
oblongata membawa impuls muntah sehingga intake tidak adekuat baik
makanan maupun cairan.

Gambar Patofisiologi dispepsia akibat infeksi Helycobacter Pylori

6
Pathway

Faktor resiko Faktor pemicu


Perubahan pola makan, stress Aspirin (OAINS), biometosin
Lambung kosong lama Memblok
prostaglandin
Makanan masuk Sekresi mukus
Peregangan di perut Permeabilitas dinding
lambung
Merangsang syaraf lambung HCL
di kirim ke hipotalamus Mengikis dinding lambung
Nausea
Regurgitasi HCL HCL mengiritasi dinding esofagus
(esofagitis)
Ggn pemenuhan kebutuhan nutrisi
Disfagia, anorexia

merusak flora
infeksi bakteri E.Coli pengeluaran
BPH
bakteri sisa masuk ke usus Merangsang reseptor nyeri
Diare Iritasi dinding lambung Medulla
spinalis
perasaan tidak nyaman Thalamus
Kurang cairan
dibagian epigastrium
Korteks serebri
anorexia
respon nyeri
anorexia dalam waktu lama (hipermatabolik)
Nyeri
penurunan pembentukan ATP

kelelahan

intoleransi aktivitas

7
4. Manifestasi Klinis
Klasifikasi klinis praktis, didasarkan atas keluhan gejala yang
dominan, membagi dyspepsia menjadi tiga tipe:
1. Dispepesia dengan keluhan seperti ulkus (ulkus, like dyspepsia),
dengan gejala:
a. Nyeri epigastrium terlokalisasi
b. Nyeri hilang setelah makan atau pemberian antasida
c. Nyeri saat lapar
d. Nyeri episodic
2. Dispepsia dengan gejala seperti dismotilitas (dysmotility- like
dysmotility), dengan gejala:
a. Mudah kenyang
b. Perut cepat terasa penuh saat makan
c. Mual
d. Muntah
e. Upper abdominal bloating (bengkak perut bagian atas)
f. Rasa tak nyaman bertambah saat makan
3. Dispepesia nonspesifik (tidak ada gejala seprti kedua tipe di atas),
(Mansjoer, et al, 2007).
Sidroma dyspepsia dapat bersifat rigan, sedang, dan berat, serta
dapat akut atau kronis sesuai dengan perjalanan penyakitnya.
Pembagian akut dan kronik berdasarkan atas jangka waktu tiga bulan.
Nyeri dan rasa tidak nyaman pada perut atas atau dada mungkin
dserta dengan sendawa dan suara usus yang keras (borborigmi). Pada
beberapa penderita,makan dapat memperburuk nyeri, pada penderita
yang lain, makan bisa mengurangi nyerinya. Gejala lain meliputi nafsu
makan yang menurun, mual, sembelit, diare dan flatulensi (perut
kembung). Jika dyspepsia menetap selama lebih dari beberapa minggu,
atau tidak memberi respon terhadap pengobatan, atau disertai
penurunan berat badan atau gejala lain yang tidak biasa, maka penderita
harus menjalani pemeriksaan.

8
5. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan untuk penanganan dispepsia terbagi beberapa bagian,
yaitu:
a. Pemeriksaan laboratorium biasanya meliputi hitung jenis sel darah yang
lengkap dan pemeriksaan darah dalam tinja dan urine. Dari hasil
pemeriksaan darah bila ditemukan lekositosis berarti ada tanda-tanda
infeksi. pada pemeriksaan tinja, jika tampak cair berlendir atau banyak
mengandung lemak berarti kemungkinan menderta malabsorbsi.
Seseorang diduga menderita dispepsia tukak, sebaiknya diperiksa asam
lambung (Hadi, 2002). Pada karsinoma saluran pencernaan perlu
diperiksa pertanda tumor, misalnya dugaan karsinoma kolon perlu
diperiksa CEA, dugaan karsinoma pankreas perlu diperiksa CA 19-9
(Vilano et al, cit Hadi, 2002).
b. Barium enema untuk memeriksa kerongkongan, lambung atau usus
halus dapat dilakukan pada orang yang mengalami kesulitan menelan
atau muntah, penurunan berat badan atau mengalami nyeri yang
membaik atau memburuk bila penderita makan (Mansjoer, 2007).
c. Endoskopi bisa digunakan untuk memeriksa kerongkongan, lambung
atau usus kecil untuk mendapatkan contoh jaringan untuk biopsy dari
lapisan lambung. Contoh tersebut kemudian diperiksa dibawah
mikroskop untuk mengetahui apakah lambung terinfeksi oleh
Helicobacter pylori. Endoskopi merupakan pemeriksaan batu emas,
selain sebagai diagnostic sekaligus terapeutik. Pemeriksaan yang dapat
dilakukan dengan endoskopi adalah:
1) CLO (rapid urea test)
2) Patologi anatomi (PA)
3) Kultur mikroorganisme (MO) jaringan
4) PCR (polymerase chain reaction), hanya dalam rangka penelitian
d. Pemeriksaan penunjang meliputi pemeriksaan radiologi, yatu OMD
dengan kontras ganda, serologi Helicobacter pylori, dan urea breath
test (belum tersedia di Indonesia) (Mansjoer, 2007). Pemeriksaan

9
radiologis dilakukan terhadap saluran makan bagian atas sebaiknya
dengan kontras ganda. Pada refluks gastroesofageal akan tampak
peristaltik di esofagus yang menurun terutama di bagian distal, tampak
anti peristaltik di antrum yang meninggi serta sering menutupnya
pylorus, sehingga sedikit barium yang masuk ke intestine (hadi, 2002).
Pada tukak baik dilambung, maupun di duodenum akan terlihat gambar
yang disebut niche, yaitu suatu kawah dari tukak yang terisi kontras
media. Bentuk niche dari tukak yang jinak umumnya regular,
semisirkuler, dengan dasar licin. Kangker dilambung secara radiologis,
akan tampak massa yang ireguler tidak terlihat peristaltik di daerah
kangker, bentuk dari lambung berubah. Pankreatitis akut perlu dibuat
foto polos abdomen, yang akan terlihat tanda seperti terpotongnya usus
besar (colon cuf off sign), atau tampak dilatasi dari intestine terutama di
jejunum yang disebut sentinel loops.
e. Kadang dilakukan pemeriksaan lain, seperti pengukuran kontraksi
kerongkongan atau respon kerongkongan terhadap asam.

6. Penatalaksanaan
Berdasarkan konsensus nasional penanggulangan Helicobacter pylori
1996, ditetapkan skema penatalaksanaan dispepsia, yang dibedakan bagi
sentra kesehatan dengan tenaga ahli (gastroenterolog atau internis) yang
disertai fasilitas endoskopi dengan penatalaksanaan dispepsia di
masyarakat.
Pengobatan dispepsia mengenal beberapa golongan obat, yaitu:
a. Antasid 20-150 ml/ hari
Golongan obat ini mudah didapat dan murah. Antasid akan
menertalisir sekresi asam lambung. Antasid biasanya mengandung Na
bikarbonat, Al (OH)3, Mg(OH)2, dan MG trisiklat. Pemberian antasid
jangan terus-menerus, sifatnya hanya simtomatis, untuk mengurangi
rasa nyeri. Mg trisiklat dapat dipakai dalam waktu lebih lama, juga

10
berkhasiat sebagai adsorben sehingga bersifat non toksik, namun dalam
dosis besar akan menyebabkan diare karena terbentuk senyawa Mgcl2.
b. Antikolenergik
Perlu diperhatikan, karena kerja obat ini tidak spesifik. Obat yang
agak selektif yaitu pirenzepin bekerja sebagai anti reseptor muskarinik
yang dapat mensenkresi asam lambung sekitar 28-43%. Pirenzepin juga
memiliki efek sitoprotektif.
c. Antagonis reseptor H2
Golongan obat ini banyak digunakan untuk mengobati dispepsia
organik atau esensial seperti tukak peptik. Obat yang termasuk
golongan antagonis reseptor H2 antara lain simetidin, roksatidin,
ranitidin, dan famotidin.
d. Penghambat pompa asam (proton pump inhibitor= PPI)
Golongan obat ini mengatur sekresi asamm lambung pada stadium
akhir dari proses sekresi asam lambung. Obat-obat yang termasuk
golongan PPI adalah omeperazol, lansoprazol, dan pantoprazol.
Obat Indikasi Dosis Pemberian Efek samping
Omeperazol Tukak peptik 1x20 mg/hari Setiap pagi, Sakit kepala,
selam 1-2 nausea, diare
minggu, oral
1x20- Mabuk, lemas,
Tukak 50mg/hari Selama 2-4 hari, nyeri
duodenum oral epigastrik,
banyak gas
Lansoprazol Tukak peptik 1x30mg/hari 4 minggu, oral Idem
Pantoprazol Tukak peptik, 1x40mg/har oral idem
inhibitor pompa
proton yang
reversibel

e. Sitoprotektif
Prostoglandin sintetik seprti misoprostol (PGE1) dan enprostil
(PGE2). Selain bersifat sitoprotektif, juga menekan sekresi asam
lambung oleh sel parietal. Sukralfat berfungsi meningkatkan sekresi
protoglandin endogen, yang selanjutnya memperbaiki mikrosirkulasi,

11
meningkatkan produksi mukus dan meningkatkan sekresi bikarbonat
mukosa, serta membentuk lapisan protektif (site protective), yang
bersenyawa dengan protein sekitar lesi mukosa saluran cerna bagian
atas (SCBA).
f. Golongan prokinetik
Obat yang termasuk golongan ini, yaitu sisaprid, domperidon, dan
metaklopramid. Golongan ini cukup efektif untuk mengobati dispepsia
fungsional dan refluks esofagitis dengan mencegah refluks dan
memperbaiki bersihan asam lambung (acid clearance)
g. Kadangkala juga dibutuhkan psikoterapi dan psikofarmaka (obat anti-
depresi dan cemas) pada pasien dengan dispepsia fungsional, karena
tidak jarang keluhan yang muncul berhubungan dengan faktor kejiwaan
seperti cemas dan depresi.
Pengobatan farmakologis untuk pasien dispepsia fungsional belum
begitu memuaskan. Hasil peneliitian controlled trials secara umum masih
mengecewakan dan hanya menemukan manfaat yang relatif kecil mengenai
placebo dengan histamin antagonis reseptor H2, penghambat pompa asam
(proton pump inhibitors), dan pemberantasan Helicobacter pylori.
Walaupun sejumlah penelitian acak (randomized), controlled trials, dan
meta-analisis telah menunkukkan keunggulan ssisaprid dibandngkan
placebo, sekarang kegunaan sisaprid terlarang di kebanyakan negara karena
mengakibatkan efek samping pada jantung. (Holtman et al 2006)
Di Jepang, itoprid yang merupakan dopamin antagonis D2 dengan
kerja menghambat acetylcholinesterase, sering diresepkan untuk pasien
dispepsia fungsional . walaupun obat ini tlah menunjukkan merangsang
kemampuan gerak spontan (motality) lambung, penelitian yang dirancang
secara tepat, acak dan controlled trials terahadap pasien dispepsia
fungsional masih lemah. Di jepang, itoprid diresepkan 50 mg untuk tiga
kali sehari. Bagaimanapun, respon kecil terhadap pemberian dosis harus
dipandang dari populasi lainnya.

12
Penelitian yang dilakukan oleh Holtman dkk membandingkan antara
pasien dispepsia fungsional yang diberi resep placebo dan itoprid. Pasien
dispepsia fungsional secara acak menerima pengobatan itoprid (50, 100,
atau 200 untuk tiga kali sehari) atau placebo. Setelah delapan minggu
pengobatan, tiga poin efikasi untuk di analisa: perubahan dasar berbagai
gejala.

B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


1. Pengkajian
Pengkajian merupakan tahap awal dari proses dimana kegiatan yang dilakukan
yaitu :Mengumpulkan data, mengelompokkan data dan menganalisa data. Data fokus
yang berhubungan dengan dispepsia meliputi adanya nyeri perut, rasa pedih di ulu hati,
mua lkadang-kadang muntah, nafsu makan berkurang, rasa lekas kenyang, perut
kembung, rasa panas di dada dan perut, regurgitasi (keluar cairan dari lambung secar tiba-
tiba) (Mansjoer A, 2000). Dispepsia merupakan kumpulan keluhan/gejala
klinis(sindrom) yang terdiri dari rasa tidak enak/sakit diperut bagian atas yang dapat
puladisertai dengan keluhan lain, perasaan panas di dada daerah jantung
(heartburn),regurgitasi, kembung, perut terasa penuh, cepat kenyang, sendawa, anoreksia,
mual,muntah, dan beberapa keluhan lainnya (Warpadji Sarwono, et all, 1996).

2. Diagnosa
Menurut Inayah (2004) bahwa diagnosa keperawatan yang lazim timbul pada
klien dengan dyspepsia :
a. Nyeri epigastrium berhubungan dengan iritasi pada mukosa lambung.
b. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan rasa tidak enak setelah
makan,anoreksia.
c. Perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan adanya
mual,muntah
d. Kecemasan berhubungan dengan perubahan status kesehatannya

13
3. Intervensi
Rencana keperawatan adalah tindakan keperawatan yang akan dilaksanakan
untuk menngulangi masalah keperawatan yang telah ditentukan dengan tujuan.

4. Implementasi
Tindakan Keperawatan (Implementasi) adalah pengelolaan,
perwujudan dari rencana perawatan yang telah disusun pada tahap kedua
untuk memenuhi kebutuhan pasien secara optimal dan komprehensif.
Tindakan keperawatan yang dilaksanakan disesuaikan dengan perencanaan
(Nursalam, 2001).

5. Evaluasi
Tahap evaluasi dalam proses keperawatan mencakup pencapaian terhadap tujuan
apakah masalah teratasi atau tidak, dan apabila tidak berhasil perlu dikaji, direncanakan
dan dilaksanakan dalam jangka waktu panjang dan pendek tergantung respon dalam
keefektifan intervensi.

14
BAB III
LAPORAN KASUS

Tn. S berusia 26 tahun MRS dengan keluhan nyeri ulu hati dan bagian perut
sebelah kiri tembus ke belakang yang disertai mual dan muntah 5x disertai diare 4x
sejak tadi pagi . Klien juga mengeluh nyeri pada saat menelan. Keadaan klien saat
ini lemah dan dari hasil pemeriksaaan TTV diketahui TD : 120/80 mmHg, S :
37C, N : 72x/menit, RR : 18x/menit.

A. Pengkajian
1. Identitas
Nama : Tn S
Umur : 26 tahun
Jenis kelamin : Laki - laki
Pendidikan : SMA
Pekerjaan : Bekerja Pertamina
Status pernikahan : Belum menikah
Agama : Islam
Alamat : Benteng
Dx medik : Dispepsia
Penanggung Jawab : Perusahaan
2. Riwayat Sakit dan Kesehatan
a. Keluhan Utama : Nyeri ulu hati
b. Riwayat penyakit sekarang :
Sejak dari pagi hari klien mengeluh nyeri ulu hati tembus ke
belakang, Nyeri hilang timbul, skala nyeri: 6, lama nyeri: 10-15 menit.
mual, muntah 5x, diare 4x, nyeri pada saat menelan.
c. Riwayat kesehatan lalu
Klien pernah mengalami gastritis.
d. Riwayat kesehatan keluarga:
Tidak ada penyakit bawaan dari keluarga

15
3. Pengkajian fisik
a. Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : Compos mentis GCS: 15
G: 4, M:6, V:5
b. TTV : TD : 120/80 mmHg,
S : 37C
N : 72x/menit
RR : 18x/menit.
c. Pemeriksaan Fisik :
Kepala :
I : bentuk simetris, lesi (-), distribusi rambut menyeluruh, ketombe
dan kutu (-), hidrocephalus (-)
P : Nyeri tekan (-), deformitus (-), benjolan dan lesi (-)
Mata :
I : eksoftalmus (-), endotalmus (-), eodem (-), lesi (-), konjugtiva
anemis, sclera isokor, visus tajam, reaksi pupil isokor.
Telinga :
I : daun telinga simetris, lesi (-), inflamasi (-), bengkak (-), serumen
(-), sekret (-)
P : Lesi (-)
Hidung
I : bentuk tulang hidung simetris, bengkok (-), perdarahan (-), polip
(-)
P : sinus normal
Mulut :
I : warna bibir pucat dan kering, lesi (-), karies dan karang gigi (-),
gigi berlubang, bau mulut (+), pembesaran tonsil (-), lendir (-)
P : Nodul dan massa (-)
Leher :
I : bentuk normal, inflamasi jaringan parut (-), Pembesaran vena
jugularis (-)

16
P : Pembesaran KGB (-)
Dada :
a) Jantung :
I : ictus cordis tidak terlihat
P : pulsasi dinding torak tidak ada
P : Atas ICS 2, Bawah ICS 5, Kanan ICS 4 sternalis dextra, Kiri
ICS 5 mid clavikula sinistra
A : dullness
b) Paru :
I : ekspansi dada simetris, sesak nafas (-), penggunaan otot
bantu nafas (-)
P : Vokal premitus teraba
P : sonor
A: bunyi nafas vesikuler
c) Abdomen :
I : bentuk simetris, massa (-), spider naevi (-)
A : bising usus 40x/menit
P : nyeri tekan bagian epigastric (+), hepar tidak teraba, limfa
tidak teraba
P : asites (-), nyeri ketok (+)
Urogenital
I : kateter (-), warna kemih kuning, bau khas amoniak, oliguria (-)
P : nyeri tekan (-)
Ektremitas :
Kekuatan otot : 3,3,3,3
Kulit dan kuku :
I : warna kulit merata, eodem (-), lesi (-)
P : CRT > 3 dtk, turgor < 2 dtk, Akral dingin
d. Terapi yang diberikan
Bed rest
Diet pencernaan

17
IVFD RL: NaCl, gtt 20x/ menit
Antacid 20-150 ml/ hari
Omeperazol 1x20mg/hari

Analisa Data

No. Masalah Etiologi Diagnosa


Keperawatan
1. DS: klien mengatakan Pengaruh OAINS (Aspirin) Nyeri
nyeri pada bagian ulu
Memblok prostaglandin
hati produksi HCL
DO:
iritasi lapisan lambung
-klien Nampak
memegang perut dan pengeluaran BPH

gelisah merangsang reseptor nyeri
-skala nyeri: 6
medulla spinalis
-TD: 120/ 80 mmHg,
-N:72x/menit thalamus

-RR: 18, S : 37C
kortex serebri

respon nyeri

Nyeri
2. DS: klien mengatakan Pengaruh perubahan pola Nutrisi kurang dari
makan, stress kebutuhan tubuh
mual dan muntah 5x,

tubuh lemas dan sakit Lambung kosong lama
saat menelan
Makanan masuk
DO:
-Klien tampak lesu Peregangan gaster,
merangsang syaraf lambung
-KU: lemah
-Porsi makanan: 3 Dikirim ke hipotalamus

sendok Mual

Regurgitasi HCL lewat

18
esophagus

Esofagitis, disfagia, anorexia

Gangguan pola nutrisi kurang
dari kebutuhan tubuh
3. DS: klien mengatakan Pengaruh OAINS (Aspirin) ketidakseimbangan
muntah 5x, tubuhnya cairan tubuh
Memblok prostaglandin
lemas, diare 4x produksi HCL
DO:
iritasi lapisan lambung
- klien Nampak lesu
- Lemah merusak flora

infeksi bakter E.coli

diare

ketidakseimbangan cairan
tubuh

4. DS: klien mengatakan Pengaruh OAINS (Aspirin) Intoleransi aktivitas


tubuhnya lemas
Memblok prostaglandin
DO: produksi HCL
-KU: lemah
iritasi lapisan lambung
-Berjalan perlu dibantu
- kekuatan otot 3,3,3,3 inflamasi dinding lambung

perasaan tidak nyaman
dibagian epigastrium

anorexia dalam waktu lama
(hipermatabolik)

penurunan pembentukan ATP

kelelahan

intoleransi aktivitas

19
B. Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri ulu hati berhubungan dengan iritasi dan inflamasi pada lapisan
mukosa, submukosa, dan lapisan otot lambung
2. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan disfagia, esofagitis
dan anorexia.
3. Ketidakseimbangan cairan berhubungan dengan gastroenteritis
4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan fisik

C. Intervensi Keperawatan

No Diagnosa Jam Tujuan/Kriteria Rencana keperawatan


keperawatan Hasil
1. Nyeri ulu hati 10.30 Tujuan : Dalam Kaji tingkat nyeri,beratnya
berhubungan 1x24 jam (skala 10-0)
dengan iritasi dan masalah klien Berikan istirahat dengan posisi
inflamasi pada teratasi. Semifowler
lapisan mukosa, KH : Anjurkan klien untuk
menghindari makanan yang
submukosa, dan Nyeri dapat meningkatkan kerja asam
lapisan otot berkurang lambung.
lambung Klien nampak Anjurkan klien untuk tetap
tenang mengatur waktu makannya.
Observasi TTV
Diskusikan dan ajarkan teknik
relaksasi.
Kolaborasi dengan pemberian
obat analgesik
2. Nutrisi kurang dari 10.30 Tujuan : Dalam Pantau dan dokumentasikan
kebutuhan tubuh 1x24 jam dan haluaran tiap jam secara
berhubungan masalah klien adekuat
dengan disfagia, teratasi Berikan makanan sedikit tapi
sering
esofagitis dan KH :
Catat status nutrisi paasien:
anorexia muntah turgor kulit, timbang berat
berkurang badan, integritas mukosa mulut,
nafsu makan kemampuan menelan, adanya
meningkat bising usus, riwayat
mual/rnuntah atau diare.
Kaji pola diet klien yang
disukai/tidak disukai.
Monitor intake dan output
secara periodik.
Catat adanya anoreksia, mual,

20
muntah, dan tetapkan jika ada
hubungannya dengan
medikasi. Awasi frekuensi,
volume, konsistensi Buang Air
Besar (BAB).
3. Ketidakseimbangan 10.30 Tujuan : Dalam Awasi tekanan darah dan nadi,
cairan berhubungan 1x24 jam pengisian kapiler, status
dengan muntah, masalah klien membran mukosa, turgor kulit
gastroenteritis teratasi Awasi jumlah dan tipe masukan
cairan, ukur haluaran urine
KH :
dengan akurat
Frekuensi Diskusikan strategi untuk
BAB menghentikan muntah dan
berkurang penggunaan laksatif/diuretic
Kebutuhan Identifikasi rencana untuk
cairan meningkatkan/mempertahankan
tercukupi keseimbangan cairan optimal
misalnya : jadwal masukan
cairan
Berikan/awasi hiperalimentasi
IV
4. Intoleransi aktivitas 10.30 Tujuan : Dalam Kaji kemampuan klien untuk
berhubungan 1x24 jam melakukan aktivitas dan catat
dengan kelemahan masalah klien laporan kelelahan
fisik teratasi. Awasi vital sign: td, nadi,
KH : pernapasan sebelum dan
Klien dapat sesudah aktivitas
melakukan Beri bantuan dalam melakukan
aktivitas aktivitas
seperti
biasanya
Klien nampak
bersemangat

21
D. Implementasi Keperawatan

No. No Dx Jam Tindakan Keperawatan Respon


1. I 11.00 Mengkaji tingkat nyeri, lokasi, Nyeri: 5 di ulu hati
dan penyebaran nyeri
Memberikan klien dengan posisi Klien kooperatif
semifowler/ nyaman
Menganjurkan klien untuk
menghindari makanan yang dapat Klien kooperatif
meningkatkan kerja asam
lambung.
Observasi TTV TD: 120/ 90 mmHg,
N:72x/menit, RR: 28,
T:36,6c
Mendiskusikan dan mengajarkan Klien kooperatif
teknik relaksasi.
Kolaborasi dengan pemberian Nyeri berkurang
obat analgesik (Ranitidin)
2. II 11.00 Memberikan makanan sedikit Klien kooperatif
tapi sering.
Mengkaji pola diet klien yang Nafsu makan meningkat
disukai/tidak disukai.
Menganjurkan makan makanan
yang hangat Klien kooperatif
Berkolaborasi pemberian obat
anti-emesis Muntah berkurang
3. III 11.00 Mengawasi tekanan darah dan TD: 120/ 90 mmHg,
nadi, pengisian kapiler, status normal
membrane mukosa, turgor kulit
Mendiskusikan strategi untuk Muntah berkurang, BAK
menghentikan muntah dan klien lancar
penggunaan laksatif/diuretic.
4. 1V 11.00 Mengkaji kemampuan klien untuk Aktivitas klien dibantu
melakukan aktivitas dan catat keluarga
laporan kelelahan
Mengawasi vital sign: td, nadi,
Td: 120/ 90 mmhg,
pernapasan sebelum dan sesudah n:72x/menit, rr: 28,
aktivitas t:36,6c
Menganjurkan keluarga Keluarga kooperatif
membantu klien dalam
melakukan aktivitas

22
E. Evaluasi
No. Diagnosa Keperawatan Jam Evaluasi
1. Nyeri ulu hati berhubungan 13.00 S: Klien mengatakan nyeri pada daerah ulu
dengan iritasi dan inflamasi hati
pada lapisan mukosa, O:
submukosa, dan lapisan otot Klien Nampak memegang perut dan
lambung gelisah
Skala nyeri: 6
TD: 120/ 80 mmHg,
N:72x/menit
RR: 18, T: 37C
A: masalah teratasi sebagian
P: intervensi dilanjutkan
2. Nutrisi kurang dari 13.00 S: Klien mengatakan mual dan muntah 3x,
kebutuhan tubuh tubuh lemas
berhubungan dengan O:
disfagia, esofagitis dan Klien Nampak lesu
anorexia KU: lemah
Porsi makanan: 3 sendok
Klien kesulitan menelan
A: Masalah teratasi sebagian
P: intervensi dilanjutkan
3. Ketidakseimbangan cairan 13.00 S: Klien mengatakan muntah 5x, tubuhnya
berhubungan dengan lemas, diare 3x
muntah, gastroenteritis O:
Klien Nampak lesu
Lemah
TD: 120/ 80 mmHg,
N:72x/menit
RR: 18, T: 37C
A: masalah teratasi sebagian
P: intervensi dilanjutkan
4. Intoleransi aktivitas 13.00 S:Klien mengatakan tubuhnya lemas
berhubungan dengan O:
kelemahan fisik KU: lemah
Berjalan perlu dibantu
Kekuatan otot 3,3,3,3
A: Masalah teratasi sebagian
P: intervensi dilanjutkan

23
DAFTAR PUSTAKA

Arif, Mansjoer, dkk., ( 2000 ), Kapita Selekta Kedokteran, Edisi 3, Medica


Aesculpalus, FKUI, Jakarta.

Hadi, S., 2002. Gastroenterologi. Bandung : P.T. Alumni.

Holtmann, Gerald. 2006. A Placebo-Controlled Trial of Itopride in Functional


Dyspepsia. http://content.nejm.org/cgi/content/short/354/8/ 832, 23 Februari
2006

Inayah, Iin. (2004) Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan Gangguan Sistem
Pencernaan. Jakarta : Salemba Medika.

Mansjoer, Arif et al. 2007. Kapita Selekta Kedokteran Jilid 1. Edisi Ketiga.
Jakarta.: 488-491

Nursalam. 2001. Pendekatan praktis metodologi Riset Keperawatan. Jakarta. Info


Medika

Warpadji Sarwono, et al, 1996, Ilmu penyakit dalam, Jakarta, FKUI

Wibawa, I Dewa Nyoman. 2006. Penanganan Dispepsia Pada Lanjut Usia Volume
7 Nomor 3 September 2006.

24

Anda mungkin juga menyukai