Anda di halaman 1dari 69

ASUHAN KEPERAWATAN PADA TN.

Y DENGAN
DIAGNOSA MEDIS ACUTE CORONARY SYNDROME DI
RUANG ICVCU RSUD dr. DORIS SYLVANUS PALANGKA
RAYA

OLEH :
EDINA
NIM : 2019.C.11a.1074

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI SARJANA KEPERAWATAN
TAHUN AKADEMIK 2021/2022
LEMBAR PENGESAHAN

Asuhan Keperawatan Ini Disusun Oleh :


Nama : Edina
NIM : 2019.C.11a.1074
Program Studi : Sarjana Keperawatan
Judul :“ Asuhan Keperawatan Pada Tn.Y Dengan Diagnosa Medis
Acute Coronary Syndrome Di Ruang ICVCU RSUD dr. Doris
Sylvanus Kota Palangka Raya”.

Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk


menempuh Praktik Praklinik Keperawatan III (PPK III) Pada Program Studi
Sarjana Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Asuhan Keperawatan ini telah disetujui oleh :


Pembimbing Akademik Pembimbing Lahan

Meida Sinta A, S.Kep., Ners. Sri Widiati, S.Kep., Ners.

19
KATA PENGANTAR

Dengan Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkat
dan anugrah-Nya sehingga saya dapat menyelesaikan Asuhan Keperawatan
dengan judul “Asuhan Keperawatan Pada Tn.Y Dengan Diagnosa Medis Acute
Coronary Syndrome Di Ruang ICVCU RSUD dr. Doris Sylvanus Kota Palangka
Raya”.Laporan pendahuluan dan asuhan keperawatan ini disusun untuk
memenuhi ataupun melengkapi tugas mata kuliah Praktik Praklinik Keperawatan
III.
Laporan Pendahuluan dan juga asuhan keperawatan ini tidak lepas dari
bantuan berbagai pihak. Oleh karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih
kepada :
1. Ibu Maria Adelheid ,S.Pd,.M.Kes Selaku Ketua STIKES Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina ,Ners., M.Kep selaku Ketua Program Studi Sarjana
Keperawatan STIKES Eka Harap Palangka Raya.
3. Ibu Ika Paskaria, S.Kep., Ners selaku Koordinator Praktik Praklinik
Keperawatan III.
4. Ibu Meida Sinta A, S.Kep., Ners selaku dosen pembimbing Akademik yang
telah banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam
penyelesaian Asuhan Keperawatan ini.
5. Ibu, Sri Widiati, S.Kep,. Ners selaku Pembimbing Lahan yang telah banyak
memberi arahan saat melakukan praktik di Dahlia RSUD Dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya.
Saya menyadari bahwa asuhan keperawatan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, saya mengharapkan saran dan kritik
yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan dan
juga asuhan keperawatan ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga
dapar bermanfaat bagi kita semua.

Palangka Raya, 6 Juni 2022

Edina

20
21
DAFTAR ISI

JUDUL
KATA PENGANTAR..................................................................................................
DAFTAR ISI...............................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................

1.1 Latar belakang........................................................................................................


1.2 Rumusan masalah...................................................................................................
1.3 Tujuan.....................................................................................................................
1.4 Manfaat...................................................................................................................
BAB II TINJAUAN PUSTAKA................................................................................
2.1 Anatomi Sindrom Koronari Akut...........................................................................
2.2 Definisi...................................................................................................................
2.3 Klasifikasi Sindrom Koronari Akut........................................................................
2.3.1 ST Elevasi Miokard Infark (STEMI)................................................................
2.3.2 NON-ST Elevasi Miokard Infark (NONSTEMI)...........................................
2.3.3 Unstable Angina Pectoris...............................................................................
2.4 Etiologi..................................................................................................................
2.5 Patofisiologi..........................................................................................................
2.6 Maninfestasi Klinis...............................................................................................
2.7 Komplikasi............................................................................................................
2.8 Diagnosa...............................................................................................................
2.9 Pengobatan............................................................................................................
2.10 Faktor Resiko .....................................................................................................
2.11 Pencegahan.........................................................................................................
2.12 Pemeriksaan Penunjang......................................................................................
2.13 Penatalaksanaan .................................................................................................

22
BAB III KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN..................................................
3.1 Pengkajian.............................................................................................................
3.2 Pengkajian Fokus .................................................................................................
3.3 Diagnosa Keperawatan.........................................................................................
3.4 Interval & Rasional...............................................................................................

BAB IV PENUTUP...................................................................................................
3.1 Kesimpulan...........................................................................................................
3.2 Saran.....................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................

23
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Jantung adalah pusat fungsi tubuh yang fungsional karena peranannya sebagai
pemompa darah agar dapat mengalir ke seluruh tubuh melalui pembuluh darah
arteri dan vena (Susilawati, 2014). Penyakit jantung sendiri merupakan penyakit
pembunuh nomor satu didunia terutama pada kalangan dewasa dan yang berusia
tua. Menurut catatan WHO di tahun 2015, angka kematian akibat penyakit jantung
dan pembuluh darah diperkirakan akan meningkat menjadi 20 juta jiwa dan
ditahun 2030 akan meningkat kembali hingga mencapai angka 23,6 juta jiwa
penduduk. Penyakit jantung koroner merupakan sebuah penyakit kompleks yang
disebabkan oleh menurunnya atau terhambatnya aliran darah pada satu atau lebih
arteri yang mengelilingi dan mengsuplai darah ke jantung (Nor, 2011).

Penyakit kardiovaskuler khususnya penyakit jantung koroner menyebabkan


angka kematianyang tinggi di Indonesia, yaitu mencapai 26% (WHO, 2011).
Penyakit jantung koroner merupakan penyakit kardiovaskular terbanyak yang
menyebabkan kematian di dunia, yaitu 7.2 juta orang per tahun atau 41% dari

kasus penyakit kardiovaskular (Firmansyah, 2010)


1.2 Rumusan masalah

Berdasarkan latar belakang yang sudah di ungkapkan di atas terdapat masalah


yang perlu dipecahkan sebagai berikut:

1.1.1 apa definisi dari penyakit acute coronary syndrom ?


1.1.2 apa etiologi dari penyakit acute coronary syndrom ?
1.1.3 apa patofisiologi dari penyakit acute coronary syndrom?
1.1.4 Apa amanifestasi klinis dari penyakit acute coronary syndrom?
1.1.5 Apa saja pemeriksaan penunjang dari penatalaksanaan dari penyakit acute
coronary syndrom?

1.2 Tujuan

24
Makalah ini disusun dengan pertimbangan adanya beberapa tujuan yang ingin
dicapai. Beberapa tujuan makalah ini sebagai berikut:
1.2.1 sebagai bentuk pemenuhan penugasan mata kuliah Kardiovaskuler.
1.2.2 Mendiskripsikan definisi penyakit acute coronary syndrom.
1.2.3 Mendiskripsikan etiologi penyakit acute coronary syndrom.
1.2.4 Mendiskripsikan patofisiologi penyakit acute coronary syndrom.
1.2.5 Mendiskripsikan manifestasi klinis penyakit acute coronary syndrom.
1.2.6 Mendiskripsikan pemeriksaan penunjang dan penatalaksanaan penyakit
acute coronary syndrom.

1.3 Manfaat

Setelah membaca Laporan Pendahuluan tentang acute coronary syndrom ini


diharapkan dapat memberikan manfaat :

1.3.1 Mahasiswa mampu memahami tentang definisi, etiologi, manifestasi


klinis, patofisiologis, pemeriksaan penunjang, komplikasi, dan pengobatan
pada kasus acute coronary syndrom.
1.3.2 Mahasiswa mampu memahami asuhan keperawatan pada pasien dengan
acute coronary syndrom.

25
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi Sindrom Koroner Akut

Arteri koroner adalah pembuluh darah yang menyuplai otot jantung, yang
mempunyai kebutuhan metabolisme tinggi terhadap oksigen dan nutrisi. Jantung
mempunyai 70 sampai 80 % oksigen yang dihantarkan melalui arteri koroner,
sebagai pembandingan, bahwa organ lain hanya menggunakan rata-rata
seperempat oksigen yang dihantarkan. Arteri koroner muncul dari aorta dekat
hulu ventrikel ( sering disebut muara sinus valsava). Dinding sisi kiri jantung
dengan yang lebih banyak melalui arteri koroner utama kiri (Left main Coronary
Artery), yang kemudian terbagi menjadi dua cabang besar ke depan ( Left
Anterior Descendens- LAD) dan kearah belakang (Left Circumflex- LCx) sisi kiri
jantung.

Arteri ini melingkari jantung dalam dua lekuk anatomis eksterna, yaitu :
sulkus atrioventrikuler yang melingkari jantung di antara atrium dan ventrikel,
dan sulkus interventrikuler yang memisahkan kedua ventrikel. Pertemuan kedua
lekuk ini disebut kruks jantung, dan merupakan salah satu bagian terpenting dari
jantung. Nodus Atrio Ventrikuler (AV Node) berlokasi pada titik pertemuan, dan
pembuluh darah yang melewati pembuluh darah yang melewati kruks ini
merupakan pembuluh yang memasok nutrisi untuk AV Node.

Arteri koroner kanan memberi nutrisi untuk jantung bagian kanan ( atrium
kanan, ventrikel kanan dan dinding sebelah dalam ventrikel kiri), yang berjalan
disisi kanan, pada sulkus atrio ventrikuler kanan. (Juliawan. 2012)

Gambar.1 Arteri Koroner (sumber: http://www.wayantulus.com/penyakit-jantung-koroner)


3
2.2 Definisi

26
Sindrom Koroner Akut (SKA) adalah kejadian kegawatan yang diakibatkan
oleh gangguan pada pembuluh darah Koroner yang bersifat progresif, terjadi
perubahan secara tiba-tiba dari stabil menjadi tidak stabil. (Susilo., 2013;
Oktavianus & Sari., 2014)

Sindrom Koroner Akut adalah suatu kadaan gawat darurat jantung dengan
manifestasi klinik brupa perasaan tidak enak didada atau gejala- gejala lain
sehingga akibat dari iskemia miokard. Sindrom Koroner Akut adalah istilah untuk
tanda-tanda klinis dan gejala iskemia miokard: angina tidak stabil, non ST segmen
elevasi infark miokard, dan elevasi ST segmen infark myocard. Sindrom Koroner
Akut merupakan satu dari tiga penyakit pembuluh darah arteri koroner, yaitu:
STEMI, non STEMIdan unstable angina pectoris. (mulyadi., 2015)

Suatu spektrum penyakit dengan etiologi bermacam-macam, terdapat


ketidakseimbangan antara pemberian dan kebutuhan oksigen miokardium
Meliputi STEMI, non-STEMI, dan angina tak stabil. (Widya., 2014).

Acute coronary syndrome (ACS) mengacu pada spektrum presentasi klinis


mulai dari ST-I sampai elevasi miokard ST-segmen sampai presentasi yang
ditemukan pada infark miokard elevasi non-ST-segmen (NSTEMI) atau angina
yang tidak stabil. Dalam hal patologi, ACS hampir selalu dikaitkan dengan ruptur
plak aterosklerotik dan trombosis parsial atau lengkap dari arteri terkait infark.
Namun, dalam beberapa kasus, penyakit arteri koroner yang stabil dapat
mengakibatkan ACS jika tidak ada ruptur plak dan trombosis, ketika stres
fisiologis (misalnya trauma, kehilangan darah, anemia, infeksi, takiaritmia)
meningkatkan tuntutan pada jantung. Diagnosis infark miokard akut dalam setting
ini memerlukan temuan kenaikan dan penurunan penanda biokimia nekrosis
miokard selain minimal 1 dari yang berikut:

 Gejala iskemik
 Perkembangan gelombang Q patologis pada elektrokardiogram (EKG)
 Perubahan ST-segment-T wave (ST-T) yang signifikan atau blok cabang
bundel kiri yang baru (LBBB)
 Bukti pencitraan hilangnya miokardium baru yang baru atau kelainan
gerak dinding regional yang baru
 Trombus introsoroner diidentifikasi dengan angiografi atau otopsi
(Sumber: Coven. 2016)

2.3 Klasifikasi Sindrom Koroner Akut


2.3.1 ST Elevasi Miokard Infark (STEMI)
a. Definisi

27
ST-Elevation Myocardial Infraction (STEMI) terjadi karena
sumbatan yang komplit pada arteri koroner. Jika tidak dilakukan
pengobatan akan dapat menyebabkan kerusakan miokardium yang
lebih jauh. Pada fase akut pasien beresiko tinggi untuk mengalami
fibrilasi ventrikel atau takhikardi yang dapat menyebabkan
kematian.Bantuan medis harus segera dilakukan.( Juliawan, 2012)
ST-Elevation Myocardial Infraction (STEMI) adalah
kerusakan jaringan miokard akibat iskemia hebat yang terjadi
secara tiba-tiba.Kejadian ini erat hubungannya dengan adanya
penyempitan arteri koronaria oeh plak atheroma dan thrombus
yang terbentuk akibat rupturnya plak atheroma.Secara anatomi,
arteri koronaria dibagi menjadi cabang epikardial yang
memperdarahi epikard dan bagian luar dari miokard dan cabang
profunda yang memperdarahi endokard dan miokard bagian
dalam. (Oktavianus & Sari., 2014)
Infark miokardium menunjukan terbentuknya suatu daerah
nekrosis miokardium akibat iskemia total. Infark miokardium akut
yang dikenal sebagai “serangan jantung”, merupakan penyebab
tunggal tersering kematian diindustri dan merupakan salah satu
diagnosis rawat inap tersering di negara maju.
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun
secara mendadak setelah oklusi trombus pada plak arterosklerosik
yang sudah ada sebelumnya.Stenosis arteri koroner berat yang
berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI karena
berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu.STEMI terjadi
jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi
injurivaskular, dimanainjuri ini di cetuskan oleh faktor-faktor
seperti merokok,hipertensi dan akumulasi lipid. (Muliadi. 2015).
ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) adalah rusaknya
bagian otot jantung secara permanen akibat insufisiensi aliran
darah koroner oleh proses degeneratif maupun di pengaruhi oleh
banyak faktor dengan ditandai keluhan nyeri dada, peningkatan
enzim jantung dan ST elevasi pada pemeriksaan EKG. STEMI
adalah cermin dari pembuluh darah koroner tertentu yang
tersumbat total sehingga aliran darahnya benar-benar terhenti, otot
jantung yang dipendarahi tidak dapat nutrisi-oksigen dan mati.
(Putra. 2012)
5
STEMI adalah rusaknya bagian otot jantung secara
permanen akibat trombus arteri koroner. Terjadinya trombus
disebabkan oleh ruptor plak yang kemudian di ikuti oleh
pembentukan trombus oleh trombosit. STEMI umumnya terjadi

28
jika aliran darah koroner menurun secara mendadak. Infark
mokard akut dengan elevasi ST (ST elevation myiocardinal
infrarction = STEMI) merupakan bagian dari spektrum koroner
akut (SKA) yang terdiri dari angina pektoris tak stabil, IMA tanpa
elevasi ST dan IMA dengan elevasi ST (Masturah.2012).
Elevasi segmen ST, Kondisi ini disebut ACS elevasi ST
dan umumnya refleksi Oklusi koroner total akut. Sebagian besar
pasien pada akhirnya Kembangkan ST-Elevation myocardial
infarction (STEMI). Itu Pengobatan utama pada pasien ini adalah
reperfusi segera Dengan angioplasti primer atau terapi brinolitik.
(Roffi. 2016)

Gambar.1 Perubahan rekam jantung (EKG) pada serangan jantung STEMI


(sumber: http://www.isic.or.id/patient_education_and_collaboration/2014/10/
serangan_jantung_tipe_stemi_st-elevation_myocardial_infarction_5)

Gambar. 2 ST Elevasi Miokard Infark (STEMI) (sumber: http://www.ina-


ecg.com/2015/10/anterior-st-elevation-myocardial.html)
6
b. Etiologi
STEMI terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat
pada lokasi injuri vascular, dimana injuri ini dicetuskan oleh faktor
seperti merokok, hipertensi dan akumulasi lipid.
 Penyempitan arteri koroner nonsklerolik
 Penyempitan aterorosklerotik

29
 Trombus
 Plak aterosklerotik
 Lambatnya aliran darah didaerah plak atau oleh viserasi plak
 Peningkatan kebutuhan oksigen miokardium
 Penurunan darah koroner melalui yang menyempit
 Penyempitan arteri oleh perlambatan jantung selama tidur
 Spasme otot segmental pada arteri kejang otot.

(sumber: Putra. 2012)

c. Patofisiologi
STEMI umumnya terjadi jika aliran darah koroner menurun
secara mendadak setelah oklusi thrombus pada plak aterosklerotik
yang sudah ada sebelumnya. Stenosis arteri koroner derajat tinggi
yang berkembang secara lambat biasanya tidak memicu STEMI
karena berkembangnya banyak kolateral sepanjang waktu. STEMI
terjadi jika trombus arteri koroner terjadi secara cepat pada lokasi
injuri vascular. Pada sebagian besar kasus, infark terjadi jika plak
aterosklerosis mengalami fisur, rupture atau ulserasi dan jika
kondisi local atau sistemik memicu trombogenesis, sehingga
terjadi thrombus mural pada lokasi rupture yang mengakibatkan
oklusi arteri koroner. Penelitian histology menunjukkan plak
koroner cendeeung mengalami rupture jika mempunyai vibrous
cap yang tipis dan intinya kaya lipid (lipid rich core). (Putra. 2012)
Infark Miokard yang disebabkan trombus arteri koroner
dapat mengenai endokardium sampai epikardium,disebut infark
transmural, namun bisa juga hanya mengenai daerah
subendokardial,disebut infark subendokardial. Setelah 20 menit
terjadinya sumbatan,infark sudah dapat terjadi pada
subendokardium,dan bila berlanjut terus rata-rata dalam 4 jam
telah terjadi infark transmural.

Kerusakan miokard ini dari endokardium ke epikardium


menjadi komplit dan ireversibel dalam 3-4 jam. Meskipun
nekrosis miokard sudah komplit,proses remodeling miokard yang
mengalami injury terus berlanjut sampai beberapa minggu atau
bulan karena daerah infark meluas dan daerah non infark
mengalami dilatasi. (Putra. 2012).

d. Manifestasi Klinis

30
a. Keluhan utama klasik : nyeri dada sentral yang berat , seperti
rasa terbakar, ditindih benda berat, seperti ditusuk, rasa
diperas, dipelintir, tertekan yang berlangsung ≥ 20 menit, tidak
berkurang dengan pemberian nitrat, gejala yang menyertai :
berkeringat, pucat dan mual, sulit bernapas, cemas, dan lemas.
b. Nyeri membaik atau menghilang dengan istirahat atau obat
nitrat.
c. Kelainan lain: di antaranya atrima, henti jantung atau gagal
jantung akut.
d. Bisa atipik:
 Pada manula: bisa kolaps atau bingung.
 Pada pasien diabetes: perburukan status metabolik atau
atau gagal jantung bisa tanpa disertai nyeri dada.

(Sumber: Putra.2012)

e. Komplikasi
Adapun komplikasi yang terjadi pada pasien STEMI, adalah:
 Disfungsi ventrikuler
 Gangguan hemodinamik
 Gagal jantung
 Syok kardiogenik
 Perluasan IM
 Emboli sitemik/pilmonal
 Perikardiatis
 Ruptur
 Ventrikrel
 Otot papilar
 Kelainan septal ventrikel
 Disfungsi katup
 Aneurisma ventrikel
 Sindroma infark pascamiokardias

(Sumber: Putra.2012)

f. Faktor Resiko
 Faktor yang tidak dapat dimodifikasi:
1. Umur
2. Jenis kelamin
3. Suku bangsa dan warna kulit
4. Genitik
 Faktor yang dapat dimodifikasi:

31
1. Hipertensi
2. Hiperlipidemia
3. Merokok
4. Diabetes mellitus
5. Kegemukan
6. Kurang gerak dan kurang olahraga
7. Konsumsi kontrasepsi oral.

(Sumber: Rizky. 2014)

g. Penatalakanaan
1. Syok kardiogenetik
a. Terapi O2, Jika tekanan darah sistolik <70 mmHg dan
terdapat tanda syok diberikan norepinefrin.
b. Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg dan terdapat tanda
syok diberikan dopamin dosis 5-15 ug/kgBB/menit.
c. Jika tekanan darah sistolik <90 mmHg namun tidak
terdapat tanda syok diberikan dobutamin dosis 2-20
ug/kgBB/menit.
d. Revaskularisasi arteri koroner segera, baik PCI atau
CABG, direkomendasikan pada pasien <75 tahun dengan
elevasi ST atau LBBB yang mengalami syok dalam 36 jam
IMA dan ideal untuk revaskularisasi yang dapat dikerjakan
dalam 18 jam syok, kecuali jika terdapat kontraindikasi
atau tidak ideal dengan tindakan invasif.
e. Terapi trimbolitik yang diberikan pada pasien STEMI
dengan syok kardiogenik yang tak ideal dengan trapi
invasif dan tidak mempuyai kontraindikasi trombolisis.
f. Intra aortic ballo pump (IABP) direkomendasikan pasien
STEMI dengan syok kardiogenik yang tidak membaik
dengan segera dengan terapi farmakologis, bila sarana
tersedia.

2. Infark Ventrikel Kanan


Infark ventrikel kanan secari klinis menyebabkan tanda
gejala ventrikel kanan yang berat (distensi vena jugularis,
tanda kussmaul s, hepatomegali) atau tanda hipotensi.
Penatalaksana infark ventrikel kanan:
a. Pertahankan preload ventrikel kanan.
b. Loading volume (infus NaCL 0,9 %) 1-2 liter cairan jam I
selanjutnya 200ml/jam (terget atrium kanan >10 mmHg
(13,6cmH20).
c. Hindari penggunaan nitrat atau diuretik.

32
d. Pertahankan sinkroni A-V dan bradikardial harus
dikoreksi. Pacu jantung sekuensial A-V pada blok jantung
derajat tinggi simtomatik yang tidak repon dengan atropi
e. Diberikan inotropik jika curah jantung tidak meningkat
setelah loading volume.
f. Kurangi afterload ventrikel kanan sesuai dengan disfungsi
ventrikel kiri.
g. Pompa balon intra-aortik.
h. Vasolidator arteri (nitropospid, hidralazin)
i. Penghambat ACE
j. Reporfusi
k. Obat trombolitik
l. Percutaneous coronari intervention (PCI) primer
m. Coronary arteru bypass graft (GABG) (pada pasien
tertentu dengan penyakit multivesel).

3. Takikardia dan Vibrilasi Ventrikel


Dalam 24 jam pertama STEMI, takikardia dan vibrilasi
ventrikular dapat terjadi tampa tanda bahaya aridmia
sebelumnya.
Penatalaksana Takikardia vebtrikel:
a. Takikardia vebtrikel (VT) polimorvik yang menetap (lebih
dari 30 detik atau menyebabkan kolaps hemodinamik)
harus diterapi dengan DC shock unsynchoronizer
menggunakan energi awal 200 j; jika gagal harus diberikan
shock kedua 200-300 J;, dan jika perlu shock ketiga 360J.
b. Takikardia vebtrikel (VT) monomorfik, menetap yang
diikuti dengan angina , edema paru dan hipotensi (tekanan
darah<90 mmHg ) harus diretapi dengan shock
synchoronized energi awal 100 J. Energi dapat ditingkatkan
jika dosis awal gagal.
c. Takikardia vebtrikel (VT) monomorfik yang tidak disertani
angina, edema paru dan hipotensi (tekanan darah<90
mmHg) diterapi salah satu regimen berikut:
- Lidokain: bolus 1-1-5mh/kg. Bolius tambahan 0,5-
0,75mg/kg tiap 5-10 menit sampai dosis loding total
maksimal 3 mg/kg. Kemudian loading selanjutnya dengan
infus 2-4 mg/ menit(30-50 ug/lg/menit).
- Disopiramid: bolus 1-2 mg/kg dalam 5-10 menit,
dilanjutkan dosis pemeliharaan 1 mg/kg/jam.

33
- Amiodaron: 150mg infus selama 5-10 menit atau 5
ml/kgBB 20-60 menit, dilanjutkan infus tetap 1 mg/menit
selama 6 jam dan kemudian infus pemeliharaan 0,5
mg/menit.
- Kardioversi elektrik synchoronized dimulai dosis 50 J
( anestasi sebelumnya).
4. Penatalaksana fibrilasi Ventrikel
a. Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless
diberikan terapi DC shock unsynchoronized dengan energi
awal 200 J jika tak berhasil harus diberikan shock kedua
200 sampai 300 J dan jika perlu shock ketiga 360 J
b. Fibrilasi ventrikel atau takikardia ventrikel pulseless yang
refraksi terhadap shock elektrik diberika terapi amiodaron
300 mg atau 5/kg. IV bolus dilanjutkan pengulangan shock
unsynchoronized.

2.3.2 NON-ST Eevasi Miokard Infark (NONSTEMI)


a. Definisi
Non ST-Elevation Myocardial Infraction (NSTEMI) yang
sering disebut dengan istilah non Q-wave MI atau sub-
endocardial MI. Pada beberapa pasien dengan NSTEMI,
mereka memiliki resiko tinggi untuk terjadinya kemacetan
pembuluh darah koroner, yang dapat menyebabkan kerusakan
miokardium yang lebih luas dan aritmia yang dapat
menyebabkan kematian. Resiko untuk terjadinya sumbatan
dapat terjadi pada beberapa jam pertama dan menghilang
dalam seiring dengan waktu. (Juliawan, 2012)
ST-Elevation Myocardial Infraction (STEMI) didefinisikan
sebagai nekrosis miokardium yang disebabkan oleh tidak
adekuatnya pasokan darah akibat sumbatan akut arteri koroner
yang ditandai dengan adanya segmen ST elevasi pada EKG.
Sumbatan ini sebagian besar disebabkan oleh repture plak,
atheroma pada arteri koroner yang kemudian diikuti oleh
terjadinya thrombosis, vasokonstriksi, reaksi inflamasi, dan
mikroembolisasi distal.Kadang-kadang sumbatan akut ini
dapat pula disebebkan oleh spame arteri koroner, emboli atau
vaskulitis.(Oktavianus & Sari., 2014)
Pada prinsipnya, gejala dan manifestasi klinis dari non
STEMI adalah sama dengan gejala pada unstable angina
pectoris (UAP). Diantara tandanya yaitu:

34
• Biasanya pada gambaran EKG tampak normal, tetapi
dijumpai adanya T interved dan adanya gelombang ST depresi
• Enzim jantung umumnya normal
• Terjadi injuri pada bagian dari miokard
• Dapat sedikit lega atau untuk sementara waktu dengan
istirahat dan nitrogliserin (Oktavianus & Sari., 2014)
NSTEMI adalah infark miokard akut tanpa elevasi ST yang
terjadi dengan mengembangkan oklusi lengkap arteri koroner
kecil atau oklusi parsial arteri koroner utama yang
sebelumnya terkena aterosklerosis. Hal ini menyebabkan
kerusakan ketebalan parsial otot jantung. Jumlah NSTEMI
sekitar 30% dari semua serangan jantung. (Anggraeni. 2014)
Nyeri dada lebih dari 20 menit dengan lokasi khas
substernal atau kadang kala di epigastrium dengan ciri seperti
di peras, perasaan seperti di ikat, perasaan terbakar, nyeri
tumpul,rasa penuh, berat atau tertekan, menjadi persentasi
gejala yang sering di temukan pada penderita NSTEMI. Pada
EKG ditemukan deviasi ST segmen depresi > 0,5mm , dapat
disertai dengan gelombang T inverse. Biomarker miokard
ditandai dengan peningkatan CKMB > 25 µ/l dan Troponin T
positif > 0,03. Gejala tidak khas seperti dispnea, mual,
diaforesis, sinkop atau nyeri di lengan, epigastrium, bahu atas
atau leher juga terjadi dalam kelompok yang lebih besar pada
pasien-pasien berusia lebih dari 65 tahun. (Muliadi. 2015)

Gambar. 3 Perbandingan EKG normal dan yang mengalami NSTEMI


(http://www.asuhankeperawatan.net/cara-pemasangan-cepat-membaca-ekg-12-
lead-dan-ekg-1-lead/)

35
Gambar. 4 Non-ST Elevasi Miokard Infark (NONSTEMI)
(http://jantungoke.blogspot.co.id/2012/12/)

b. Etiologi
NSTEMI disebabkan oleh penurunan suplai oksigen dan
peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat oleh
obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena thrombosis akut
atau proses vasokonstriksi koroner, sehingga terjadi iskemia
miokard dan dapat menyebabkan nekrosis jaringan miokard
dengan derajat lebih kecil, biasanya terbatas pada
subendokardium. Keadaan ini tidak dapat menyebabkan
elevasi segmen ST, namun menyebabkan pelepasan penanda
nekrosis.
Penyebab paling umum adalah penurunan perfusi miokard
yang dihasilkan dari penyempitan arteri koroner disebabkan
oleh thrombus nonocclusive yang telah dikembangkan pada
plak aterosklerotik terganggu. Penyempitan abnormal dari
arteri koroner mungkin juga bertanggung jawab. (Apriliya.
2015)

c. Patofiologi
NSTEMI dapat disebabkan oleh penurunan suplai oksigen
atau peningkatan kebutuhan oksigen miokard yang diperberat
oleh obstruksi koroner. NSTEMI terjadi karena thrombosis
akut atau vasokontriksi koroner. Thrombosis akut pada arteri
koroner diawali dengan adanya rupture plak yang tak stabil.
Plak yang tidak stabil ini mempunyai inti lipid yang besar,
densitas otot polos yang rendah, fibrous cap yang tipis dan
konsentrasi faktor jaringan yang tinggi. Inti lemak yang
cenderung rupture mempunyai konsentrasi ester kolesterol
dengan proporsi asam lemak tak jenuh yang tinggi. Pada
lokasi ruptur plak dapat dijumpai sel makrofag dan limfosit T
yang menunjukkan adanya proses inflamasi. Sel-sel ini akan
mengeluarkan sel sitokin proinflamasi seperti TNFα, dan IL-6

36
akan merangsang pengeluaran hsCRF di hati. (Anggraeni.
2014).

d. Manifestasi Klinis
 Nyeri Dada
Nyeri yang lama yaitu minimal 30 menit, sedangkan pada
angina kurang dari itu. Disamping itu pada angina biasanya
nyeri akan hilang dengan istirahat akan tetapi pada infark
tidak.
Nyeri dan rasa tertekan pada dada itu bisa disertai
dengan keluarnya keringat dingin atau perasaan takut.
Biasanya nyeri dada menjalar ke lengan kiri, bahu, leher
sampai ke epigastrium, akan tetapi pada orang tertentu
nyeri yang terasa hanya sedikit. Hal tersebut biasanya
terjadi pada manula, atau penderita DM berkaitan dengan
neuropathy.
 Sesak Nafas
Sesak nafas bisa disebabkan oleh peningkatan mendadak
tekanan akhir diastolik ventrikel kiri, disamping itu
perasaan cemas bisa menimbulkan hipervenntilasi. Pada
infark yang tanpa gejala nyeri, sesak nafas merupakan
tanda adanya disfungsi ventrikel kiri yang bermakna.
 Gejala Gastrointestinal
Peningkatan aktivitas vagal menyebabkan mual dan
muntah, dan biasanya lebih sering pada infark inferior, dan
stimulasi diafragma pada infak inferior juga bisa
menyebabkan cegukan.
 Gejala Lain
Termasuk palpitasi, rasa pusing, atau sinkop dari aritmia
ventrikel, gelisah.

(Sumber: Masturah. 2012; Risky.2014)

e. Komplikasi
 Gagal Jantung Konginetal
 Defek Septum Ventrikel
 Ruptur Jantung
 Ruptur septal
 Ruptur Otot Papilaris (Sumber: Risky.2014).
f. Faktor Resiko
1. Dapat Diubah (dimodifikasi)
 Diet (hiperlipidemia)

37
 Rokok
 Hipertensi
 Stress
 Obesitas
 Kurang aktifitas
 Diabetes Mellitus
 Pemakaian kontrasepsi oral

2. Tidak dapat diubah


 Usia
 Jenis Kelamin
 Ras
 Herediter
 Kepribadian tipe A

(Sumber: Risky.2014)

g. Penatalaksanaan
1. Biomarker Jantung:
 Troponin T dan Troponin I
Petanda biokimia troponin T dan troponin I mempunyai
peranan yang sangat penting pada diagnostik,
stratifikasi dan pengobatan penderita Sindroma
Koroner Akut (SKA). Troponin T mempunyai
sensitifitas 97% dan spesitifitas 99% dalam mendeteksi
kerusakan sel miokard bahkan yang minimal sekalipun
(mikro infark). Sedangkan troponin I memiliki nilai
normal 0,1. Perbedaan troponin T dengan troponin I:
- Troponin T (TnT) dengan berat molekul 24.000
dalton, suatu komponen inhibitorik yang berfungsi
mengikat aktin.
- Troponin I (TnI) dengan berat molekul 37.000
dalton yang berfungsi mengikat tropomiosin.
2. EKG (T Inverted dan ST Depresi)
Pada pemeriksaan EKG dijumpai adanya gambaran
T Inverted dan ST Depresi yang menunjukkan adanya
iskemia pada arteri koroner. Jika terjadi iskemia,
gelombang T menjadi terbalik (inversi), simetris, dan
biasanya bersifat sementara (saat pasien simptomatik).
Bila pada kasus ini tidak didapatkan kerusakan
miokardium, sesuai dengan pemeriksaan CK-MB (creatine
kinase-myoglobin) maupun troponin yang tetap normal,

38
diagnosisnya adalah angina tidak stabil. Namun, jika
inversi gelombang T menetap, biasanya didapatkan
kenaikan kadar troponin, dan diagnosisnya menjadi
NSTEMI.

16

Angina tidak stabil dan NSTEMI disebabkan oleh


thrombus non-oklusif, oklusi ringan (dapat mengalami
reperfusi spontan), atau oklusi yang dapat dikompensasi
oleh sirkulasi kolateral yang baik.
3. Echo Cardiografi pada Pasien Non Stemi
a. Area Gangguan
b. Fraksi Ejeksi
Fraksi ejeksi adalah daya sembur jantung dari
ventrikel ke aorta. Freksi pada prinsipnya adalah
presentase dari selisih volume akhir diastolik dengan
volume akhir sistolik dibagi dengan volume akhir
diastolik. Nilai normal > 50%. Dan apabila < dari 50%
fraksi ejeksi tidak normal.
c. Angiografi koroner (Coronari angiografi)
Untuk menentukan derajat stenosis pada arteri
koroner. Apabila pasien mengalami derajat stenosis
50% pad pasien dapat diberikan obat-obatan. Dan
apabila pasien mengalami stenosis lebih dari 60%
maka pada pasien harus di intervensi dengan
pemasangan stent.

2.3.3 Unstable Angina Pectoris


a. Definisi
Nyeri dada adalah gejala nonspesifik yang dapat
menyebabkan penyakit jantung atau noncardiac. Tidak stabil
Angina termasuk dalam spektrum presentasi klinis yang
disebut secara kolektif sebagai koroner akut Sindrom (ACSs),
yang berkisar dari ST-segment elevation myocardial
infarction (STEMI) sampai Non-STEMI (NSTEMI). Angina
tidak stabil dianggap sebagai ACS dimana tidak ada yang
terdeteksi Pelepasan enzim dan biomarker nekrosis miokard.
Istilah angina biasanya dicadangkan Untuk sindrom nyeri
yang timbul dari dugaan iskemia miokard. (Tan., 2015)
Unstable angina pectoris (UAP) adalah suatu sindromaklini
yang ditandai dengan episode atau paroksisma nyeri atau

39
perasaan tertekan di dada depan. Penyebabnya diperkirakan
berkurangnya aliran darah coroner, menyebabkan suplai
oksigen ke jantung tidak adekuat, atau dengan kata lain suplai
kebutuhan oksigen jantung meningkat.

Angina pectoris didefinisikan sebagai perasaan tidak enak


di dada (chest discomfort) akibat iskemia miokard.Perasaan
tidak enak di dada ini berupa nyeri, rasa terbakar, atau rasa
tertekan.Kadang-kadang tidak dirasakan di dada melainkan di
leher, rahang bawah, bahu, atau di ulu hati. (Oktavianus &
Sari., 2014)
Angina pektoris adalah hasil dari iskemia miokard yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara suplai darah
miokard dan kebutuhan oksigen. Ini adalah menyajikan gejala
umum (biasanya, nyeri dada) di antara pasien dengan penyakit
arteri koroner (CAD). Sekitar 9,8 juta orang Amerika
diperkirakan mengalami angina per tahun, dengan 500.000
kasus baru angina terjadi setiap tahun. (Alaeddini., 2016)
Yang tegolong dalam unstable angina pectoris (UAP) adalah
nyeri dada yang munculnya tidak tentu, dapat terjadi pada saat
penderita sedang melakukan kegiatan fisik atau dalam
keadaan istirahat dan gejalanya bervariasi tergantung bentuk,
besar kecil dan keadaan thrombus. Beberapa kriteria yang
dapatdipakai untuk mendiagnosis angina pectoris yang tidak
stabilyaitu:
 Angina progresif kresendo yaitu terjadi peningkatan dalam
intensitas, frekuensi, dan lamanya episode angina pectoris
yang dialami selama ini.
 Angina at restnocturnal yang baru.
 Angina pasca infark miokard
Beberapa faktor yang dapat menyebabkan nyeri angina
meliputi hal-hal sebagai berikut:
 Latihan fisik dapat memicu serangan dengan cara
meningkatkan oksigen jantung.
 Pajanan terhadap dinding dapat mengakibatkan
vasokonstriksi dan peningkatan tekanan darah disertai
peningkatan kebutuhan oksigen.
 Memakan makanan berat akan meningkatkan aliran darah
ke mesentrik untuk pencernaan, sehingga menurunkan

40
ketersediaan darah untuk suplai jantung. Pada jantung
yang sudah parah pintasan darah untuk pencernaan
membuat nyeriangina semakin buruk.
 Stress atau emosi akibat situasi yang menegangkan,
menyebabkan frekuensi jantung meningkat akibat
pelepasan adrenalin dan meningkatkan tekanan darah,
dengan demikian beban bekerja jantung meningkat.
Perubahan EKG seperti segmen ST depresi elevasi segmen
ST, atau inversi glombang T mungkin terjadi selama angina
tidak stabil tetapi sementara. Antung spidol, CPK tidak
ditinggikan tapi troponin I atau T mungkin akan sedikit
meningkat. Angina tidak stabil secara klinis tidak stabil dan
sering merupakan awal MI atau aritmia atau, lebih jarang
terjadi, kepada kematian mendadak. Rasa sakit atau
ketidaknyamanan angina tidak stabil biasanya lebih
kuat,berlangsung lama, yang dipicu oleh kurang tenaga,
terjadi spontan pada saat istirahat (sebagai angina decubitus),
adalah progresif (crescendo) di alam, atau melibatkan
kombinasi dari fitur ini. Angina pada umumnya dapat hilang
dengan istirahat dan nitrogliserin.(Oktavianus dan Febriana
Sartika S., 2014)
b. Etiologi
Penurunan suplai darah miokard akibat meningkatnya
resistensi koroner dalam jumlah besar dan Arteri koroner
kecil. Peningkatan kekuatan ekstravaskuler, seperti hipertrofi
LV berat yang disebabkan oleh hipertensi, Stenosis aorta, atau
kardiomiopati hipertrofik, atau peningkatan tekanan diastolik
LV
Pengurangan kapasitas pembawa oksigen darah, seperti
peningkatan karboksihemoglobin atau Anemia berat
(hemoglobin, <8 g / dL) Anomali kongenital dari asal dan /
atau jalur arteri koroner epikardial mayor. (Alaeddini., 2016)

c. Patofisiologi
Iskemia miokard berkembang ketika aliran darah koroner
menjadi tidak memadai untuk memenuhi miokard. Permintaan
oksigen Hal ini menyebabkan sel miokard beralih dari
metabolisme aerobik ke anaerob Dengan penurunan fungsi
metabolisme, mekanik, dan listrik progresif. Kejang jantung
Adalah manifestasi klinis yang paling umum dari iskemia
miokard. Hal ini disebabkan oleh kimia dan Stimulasi
mekanik ujung saraf aferen sensorik pada pembuluh koroner

41
dan Miokardium. Serabut saraf ini meluas dari nervus tulang
belakang toraks ke-4 ke atas, naik
Melalui sumsum tulang belakang ke thalamus, dan dari
sana ke korteks serebral. Studi telah menunjukkan bahwa
adenosin mungkin merupakan mediator kimia utama nyeri
angina. Selama
Iskemia, ATP terdegradasi pada adenosin, yang setelah difusi
ke ruang ekstraselular, menyebabkan Pelebaran arteriol dan
nyeri angina. Adenosin menginduksi angina terutama dengan
merangsang A1 Reseptor pada ujung saraf aferen jantung.
(ALaeddini.,2016)

d. Manifestasi Klinis
Gejala angina tidak stabil serupa dengan infark miokard (MI)
dan meliputi berikut:
 Nyeri dada atau tekanan
 Berkeringat
 Dispnea
 Mual, muntah
 Pusing atau kelemahan mendadak
 Kelelahan
 Nyeri atau tekanan di punggung, leher, rahang, perut,
atau bahu atau lengan.
 Gejala yang terjadi saat istirahat; Menjadi tiba-tiba lebih
sering, parah, atau berkepanjangan berubah dari pola
angina biasa; dan tidak menanggapi beristirahat.

(Sumber: Tan., 2015)

e. Komplikasi
 Stres psikologis
 Infark Miokard
 Aritmia
 Gagal jantung

(Sumber: Andresni, dkk., 2013)

f. Faktor resiko
 Dapat Diubah (dimodifikasi)
- Diet (hiperlipidemia)
- Rokok
- Hipertensi
- Stress

42
- Obesitas
- Kurang aktifitas
- Diabetes Mellitus
- Pemakaian kontrasepsi oral
 Tidak dapat diubah
- Usia
- Jenis Kelamin
- Ras
- Herediter
(Sumber: Andresni, dkk., 2013)

g. Penatalaksanaan
 Tindakan Umum
Dilakukan perawatan di RS, bed rest, diberi penenang dan
oksigen. Pemberian morfin atau petidin perlu pada pasien
yang sudah diberi Nitrogliserin tapi masih merasakan sakit
dada.
Terapi Medikamentosa:
- Obat anti Iskemia : nitrat (untuk vasodilator), beta bloker
(dapat menurunkan kebutuhan oksigen miokardium
melalui efek penurunan denyut jantung dan daya
kontraksi miokardium. KI : asma bronkial, pasien dengan
bradiaritmia). Antagonis kalsium
- Obat antiagregasi trombosit : aspirin (dianjurkan diberika
seumur hidup. Dosis awal 160 mg/hari dan dosis
selanjutnya 80-325 mg/hari), Tiklopidin (obat lini kedua
jika pasien tidak tahan aspirin. Tapi pemakaiannya mulai
ditinggalkan setelah ada klopidogrel), Klopidogrel (ESO
< tiklopidon. Dosis dimulai 300mg/hari dan selanjutnya
75mg/hari), Glikoprotein IIb/IIIa inhibitor (yaitu ;
absiksimab, eptifibatid, tirofiban)
- Obat anti trombin : unfractionated heparin, Low
Molecular Weight Heparin (LMWH).
- Direct Trombin Inhibitor; secara teoritis mempunyai
kelebihan karena bekerja langsung mencegah
pembentukan pembekuan darah, tanpa dihambat oleh
plasma protein maupun platelet factor 4.
Tindakan revaskularisasi pembuluh koroner. Perlu
dipertimbangkan pada pasien denga iskemi berat dan refrakter
dengan terapi medikamentosa.
 Tindakan Khusus

43
- EKG; adanya depresi segmen ST yang baru menunjukkan
kemungkinan adanya iskemi akut. Gelombang T negatif
juga salah satu tanda iskemi atau NSTEMI. Perubahan
gelombang ST dan T yang nonspesifik seperti depresi
sgemen ST kurang dari 0,5mm dan gelombang T negatif
kurang dari 2 mm tidak spesifik untuk iskemi, dan dapat
disebabkan karena hal lain. Pada unstable angina 4%
EKGnya normal.

- Exercise Test. Pasien yang telah stabil dengan terapi


medikamentosa dan menunjukkan tanda resiko tinggi
perlu pemeriksaan exercise test dengan alat treadmill.
Bila hasilnya negatif, maka prognosis baik. Bila hasilnya
positif, lebih-lebih bila didapatkan depresi segmen ST
yang dalam, dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan
angiografi koroner untuk menilai keadaan pembuluh
koronernya apakah perlu tindakan revaskularisasi, karena
resiko terjadinya komplikasi kardiovaskular dalam waktu
mendatang cukup besar.

- Ekokardiografi. Tidak memberikan data untuk diagnosis


unstable angina secara langsung. Tapi bila tampak
adanya gangguan faal ventrikel kiri, mitral insufisiensi
dan abnormalitas gerakan dinding regional jantung
menandakan prognosis kurang baik.

- Pemeriksaan Laboratorium. Dianggap ada mionekrosis


bila troponin T atau I positif sampai dalam 24 jam.
Troponin tetap positif sampai 2 minggu. Resiko
kematian bertambah dengan tingkat kenaikan troponin.

Kenaikan CRP dalam SKA berhubungan dengan


mortalitajangka panjang. (Sumber: Mifthahul., 2013)

2.4 Etiologi

Sindrom koroner akut (ACS) disebabkan terutama oleh


aterosklerosis.Sebagian besar kasus ACS terjadi dari gangguan lesi sebelumnya
nonsevere (lesi aterosklerotik yang sebelumnya hemodinamik signifikan belum
rentan pecah).Plak rentan dilambangkan dengan kolam besar lipid, banyak sel-sel
inflamasi, dan tipis, topi berserat.Permintaan tinggi dapat menghasilkan ACS di
hadapan sebuah kelas tinggi tetap obstruksi koroner, karena peningkatan oksigen
dan nutrisi persyaratan miokard, seperti yang dihasilkan dari tenaga, stres

44
emosional, atau stres fisiologis (misalnya, dari dehidrasi, kehilangan darah,
hipotensi, infeksi, tirotoksikosis, atau operasi).

ACS tanpa elevasi permintaan memerlukan penurunan baru dalam pasokan,


biasanya karena trombosis dan / atau plak perdarahan.Pemicu utama untuk
trombosis koroner dianggap ruptur plak yang disebabkan oleh pembubaran tutup
berserat, pembubaran itu sendiri menjadi hasil dari pelepasan metalloproteinase
(kolagenase) dari sel-sel inflamasi diaktifkan.Acara ini diikuti oleh aktivasi
platelet dan agregasi, aktivasi jalur koagulasi, dan vasokonstriksi. Proses ini
memuncak dalam trombosis intraluminal koroner dan derajat variabel oklusi
vaskular. embolisasi distal dapat terjadi. Keparahan dan durasi dari obstruksi
arteri koroner, volume miokardium terpengaruh, tingkat permintaan pada jantung,
dan kemampuan dari sisa jantung untuk mengkompensasi merupakan penentu
utama dari presentasi klinis pasien dan hasil.(Anemia dan hipoksemia dapat
memicu iskemia miokard tanpa adanya pengurangan berat pada aliran darah arteri
koroner.)

Sebuah sindrom yang terdiri dari nyeri dada, iskemik ST-segmen dan T-
gelombang perubahan, peningkatan kadar biomarker cedera miosit, dan sementara
ventrikel kiri apikal balon (sindrom Takotsubo) telah terbukti terjadi dalam
ketiadaan CAD klinis, setelah emosional atau stres fisik. Etiologi sindrom ini
tidak dipahami dengan baik tetapi diduga berhubungan dengan lonjakan hormon
stres katekol dan / atau sensitivitas tinggi terhadap hormon tersebut.Kadar glukosa
darah awal tampaknya menjadi faktor risiko independen untuk acara jantung
samping utama (MACE) di gawat darurat (ED) pasien yang diduga ACS.

Dalam sebuah analisis data dari 1708 pasien Australia dan Selandia Baru
dalam sebuah studi observasional prospektif, peneliti mencatat MACE sebuah
terjadi dalam waktu 30 hari dari presentasi di 15,3% dari pasien yang ED kadar
glukosa darah masuk berada di bawah 7 mmol / L (sekitar 126 mg / dL); Namun,
dalam periode waktu yang sama, MACE itu terjadi di dua kali lebih banyak pasien
(30,9%) yang darahnya glukosa tingkat berada di atas 7 mmol / L. Setelah
mengendalikan berbagai faktor, pasien yang memiliki kadar glukosa darah masuk
dari 7 mmol / L atau lebih tinggi berisiko 51% lebih tinggi mengalami MACE
dibandingkan dengan pasien yang memiliki kadar glukosa darah awal yang lebih
rendah. prediktor signifikan lainnya dari MACE termasuk seks pria, usia yang
lebih tua, riwayat keluarga, hipertensi, dislipidemia, temuan iskemik pada ECG,
dan troponintests positif. (Coven., 2016)

• Trombus tidak oklusif pada plak yang sudah ada


• Obstruksi dinamik (spasme koroner atau vasokonstriksi)
• Obstruksi mekanik yang progresif
• Inflamasi dan atau infeksi

45
• Faktor atau keadaan pencetus
• Trauma
• Aneurisma aorta
• Penyumbatan pembuluh darah koroner – plaque (atheroma deposit)
(Oktavianus & Sari., 2014; Apriyanto, dkk., 2010)

2.5 Patofisiologi

Aterosklerosis dimulai ketika kolesterol berlemak tertimbun di intima arteri


besar. Timbunan ini, dinamakan ateroma atau plak akan menggangu absorbsi
nutrient oleh sel-sel endotel yang menyusun lapisan dinding dalam pembuluh
darah dan menyumbat aliran darah karena timbunan menonjol ke lumen pembuluh
darah. Endotel pembuluh darah yang terkena akan mengalami nekrotik dan
menjadi jaringan parut, selanjutnya lumen menjadi sempit dan aliran darah
terhambat. Pada lumen yang menyempit dan berdinding kasar, akan cebderung
terjadi pembentukan bekuan darah, hal ini menjelaskan bagaimana terjadinya
koagulasi intravaskuler, diikuti oleh penyakit tromboemboli, yang merupakan
penyakit aterosklerosis.

Mekanisme pembentukan lesi aterosklerosis adalah pembentukan thrombus


pada permukaan plak, konsolidasi thrombus akibat efek fibrin, perdarahan ke
dalam plak, dan penimbunan lipid terus menerus. Bila fibrosa pembungkus plak
pecah, maka debris lipid akan terhanyut dalam aliran darah dan menyumbat arteri
koroner dan kapiler di sebelah distal plak yang pecah. Hal ini di dukung dengan
struktur arteri koroner yang rentan terhadap ateroskerosis, dimana arteri koroner
tersebut berpilin dan berkelok-kelok saat memasuki jantung, menimbulkan
kondisi yang rentan untuk terbentuknya ateroma.

Dari klasifikasinya, maka ACS dapat dilihat dari dua aspek, yaitu Iskemik
dan Infark.Iskemia adalah suatu keadaan kekurangan oksigen yang bersifat
sementara dan reversibel. Penurunan suplai oksigen akan meningkatkan
mekanisme metabolisme anaerobik. Iskemia yang lama dapat menyebabkan
kematian otot atau nekrosis.Keadaan nekrosis yang berlanjut dapat menyebabkan
kematian otot jantung (infark miokard).Ventrikel kiri merupakan ruang jantung
yang paling rentan mengalami iskemia dan infark, hal ini disebabkan kebutuhan
oksigen ventrikel kiri lebih besar untuk berkontraksi.Metabolisme anaerobik
sangat tidak efektif selain energi yang dihasilkan tidak cukup besar juga
meningkatkan pembentukan asam laktat yang dapat menurunkan PH sel
(asidosis). Iskemia secara khas ditandai perubahan EKG: T inversi, dan depresi
segmen ST. Gabungan efek hipoksia, menurunnya suplai energi, serta asidosis
dapat dengan cepat mengganggu fungsi ventrikel kiri. Kekuatan kontraksi pada
daerah yang terserang mengalami gangguan, serabut ototnya memendek, serta
daya kecepatannya menurun.Perubahan kontraksi ini dapat menyebakan

46
penurunan curah jantung.Iskemia dapat menyebabkan nyeri sebagai akibat
penimbunan asam laktat yang berlebihan.Angina pektoris merupakan nyeri dada
yang menyertai iskemia miokardium.

Angina pektoris dapat dibagi: angina pektoris stabil (stable angina), angina
pektoris tidak stabil (unstable angina), angina variant (angina prinzmetal). Angina
Pektoris Stabil: Nyeri dada yang tergolong angina stabil adalah nyeri yang timbul
saat melakukan aktifitas. Rasa nyeri tidak lebih dari 15 menit dan hilang dengan
istirahat. Angina Pektoris Tidak Stabil (UAP): Pada UAP nyeri dada timbul pada
saat istirahat, nyeri berlangsung lebih dari 15 menit dan terjadi peningkatan rasa
nyeri. Angina Varian: Merupakan angina tidak stabil yang disebabkan oleh
spasme arteri coroner.

Iskemia yang berlangsung lebih dari 30 menit dapat menyebabkan


kerusakan sel yang ireversibel dan kematian otot (nekrosis). Bagian miokardium
yang mengalami nekrosis atau infark akan berhenti berkontraksi secara permanen
(yang sering disebut infark). (Juliawan., 2012)

Kebutuhan akan oksigen yang melebihi kapasitas suplai oksigen oleh


pembuluh darah yang terserang penyakit menyebabkan iskemia miokardium local.
Iskemia yang bersifat sementara akan menyebabkan perubahan reversible pada
tingkat sel dan jaringan, dan menekan fungsi miokardium. (Oktavianus & Sari.,
2014)

47
48
Acute Coronary Syndrome
Trauma tumpul Trauma tumpul Kecelakaan, jatuh, kekerasan
(Acs)
WOC

Ekstra Intra kranial/jaringan


Tulang kranial
kranial/kulit otak
kepala

B1: Breath B3: Brain B4: bladder B5: Bowel B6: Bone
B2: Blood

Metabolisme nyeri Penurunan


Perdarahan, hematoma, anaerob aliran darah
Edema miokard Penurunan sirkulasi
kerusakan jaringan
volume darah ke
ginjal Mual, mutah, Curah jantung
Penekanan saraf system Kelistrikan Peningkatan as . disfagia menurun
pernapasan terganggu laktat
Penurunan anoreksia
kelemahan
Perubahan pola napas produksi urin
Pompa jantung tak Mendesak syaraf
terkondisi reseptor
MK: Resiko defisit MK: intoleransi
Takipnea/dispnea aktifitas
oligouria nutrisi

MK: Pola Napas MK: penurunan MK: nyeri akut


Tidak Efektif curah jantung
MK : gangguan
eliminasi urin
13
2.6 Manifestasi Klinis

Keparahan dan durasi dari obstruksi arteri koroner, volume miokardium


terpengaruh, tingkat permintaan, dan kemampuan dari sisa jantung untuk
mengkompensasi merupakan penentu utama dari presentasi klinis pasien dan
hasil.Seorang pasien mungkin hadir untuk ED karena perubahan dalam pola atau
keparahan gejala.Biasanya, angina merupakan gejala iskemia miokard yang
muncul dalam keadaan kebutuhan oksigen meningkat.Hal ini biasanya
digambarkan sebagai sensasi tekanan dada atau berat yang direproduksi oleh
kegiatan atau kondisi yang meningkatkan kebutuhan oksigen miokard.Sebuah
kasus baru dari angina lebih sulit untuk mendiagnosis karena gejala sering tidak
jelas dan mirip dengan yang disebabkan oleh kondisi lain (misalnya, gangguan
pencernaan, kecemasan).

Namun, tidak semua pasien mengalami nyeri dada.Mereka mungkin hadir


dengan hanya leher, rahang, telinga, lengan, atau ketidaknyamanan epigastrium.
Beberapa pasien, termasuk beberapa yang sudah lanjut usia atau yang memiliki
diabetes, hadir dengan tidak ada rasa sakit, mengeluh hanya sesak episodik napas,
kelemahan yang parah, pusing, diaphoresis, atau mual dan muntah. Orang-orang
tua juga dapat hadir hanya dengan perubahan status mental.Mereka dengan status
mental yang sudah ada sebelumnya diubah atau demensia mungkin tidak ingat
gejala baru-baru ini dan mungkin tidak memiliki keluhan.Selain itu, ada bukti
bahwa perempuan lebih sering memiliki acara koroner tanpa gejala yang khas,
yang dapat menjelaskan kegagalan sering dokter untuk awalnya mendiagnosa
ACS pada wanita.

Aterosklerosis adalah penyebab utama dari ACS, dengan sebagian besar


kasus terjadi dari gangguan lesi sebelumnya nonsevere. Keluhan yang dilaporkan
oleh pasien dengan ACS meliputi berikut ini:

• Palpitasi
• Nyeri, yang biasanya digambarkan sebagai tekanan, meremas, atau sensasi
terbakar di prekordium dan dapat menyebar ke leher, bahu, rahang,
punggung, perut bagian atas, atau lengan baik
• dyspnea saat aktivitas yang memecahkan dengan rasa sakit atau istirahat
• Diaforesis dari debit simpatik
• Mual dari stimulasi vagal
• toleransi latihan menurun

Angina stabil melibatkan rasa sakit episodik yang berlangsung 5-15 menit,
diprovokasi oleh tenaga, dan dibebaskan dengan istirahat atau nitrogliserin.Dalam
angina tidak stabil, pasien mengalami peningkatan risiko kejadian kardiak yang
merugikan, seperti infark miokard atau kematian.Baru-onset angina exertional
dapat terjadi saat istirahat dan meningkatkan frekuensi atau durasi atau refrakter
terhadap nitrogliserin.angina varian (Prinzmetal angina) terjadi terutama saat
istirahat, dipicu oleh merokok, dan diduga disebabkan oleh vasospasme koroner.
(Coven., 2016)

2.7 Komplikasi
 Aritmia
 Emboli Paru
 Gagal Jantung
 Syok Kardiogenik
 Kematian mendadak
 Abeurisma Ventrikel
 Ruptur septum Ventrikuler
 Ruptur muskulus papilaris
(Sumber: Oktavianus & Sari., 2014)

2.8 Diagnosa
 Perikarditis akut
 Gangguan kecemasan
 Stenosis aorta
 Asma
 Dilatasi kardiomiopati
 Pengobatan Gangguan Gastroenteritis
 Esophagitis
 Keadaan Darurat Hipertensi dalam Pengobatan Darurat
 Infark miokard
 Miokarditis

(Sumber: Coven., 2016)

2.9 Pengobatan

Tujuan pengobatan adalah untuk mempertahankan patensi arteri koroner,


meningkatkan aliran darah melalui lesi stenotik, dan mengurangi kebutuhan
oksigen miokard. Semua pasien harus menerima agen antiplatelet, dan pasien
dengan bukti iskemia yang sedang berlangsung harus menerima intervensi medis
agresif sampai tanda iskemia, seperti yang ditentukan oleh gejala dan EKG,
sembuh.

19
Terapi awal untuk ACS harus fokus pada menstabilkan kondisi pasien,
mengurangi nyeri iskemik, Dan pemberian terapi antitrombotik untuk mengurangi
kerusakan miokard dan mencegah iskemia lebih lanjut.

29

Morfin (atau fentanil) untuk pengendalian nyeri, oksigen, sublingual atau


intravena (IV) nitrogliserin, larut Aspirin 162-325 mg, dan clopidogrel dengan
dosis pemuatan 300 sampai 600 mg diberikan sebagai permulaan pengobatan.
Dalam oklusi kapal lengkap tanpa jaminan dari kapal yang berhubungan dengan
infark, hanya ada sedikit Utilitas dalam "mendorong nitrat".

Pasien berisiko tinggi dengan infark miokard non-ST elevasi segmen


(NSTEMI ACS) seharusnya Menerima perawatan agresif, termasuk aspirin,
clopidogrel, heparin tak terfragmentasi atau molekul rendah-Berat heparin
(LMWH), blocker glikoprotein IIb / IIIa platelet IV (misal tirofiban, Eptifibatide),
dan beta blocker. Tujuannya adalah revaskularisasi awal.

Pasien berisiko menengah dengan NSTEMI ACS harus segera menjalani


evaluasi diagnostik dan Penilaian lebih lanjut untuk menentukan kategori risiko
yang tepat. Pasien berisiko rendah dengan NSTEMI ACS harus menjalani tindak
lanjut lebih lanjut dengan biomarker dan klinis penilaian. Terapi medis yang
optimal termasuk penggunaan terapi medis standar, termasuk beta Blocker,
aspirin, dan heparin tak terfragmentasi atau LMWH. Clopidogrel di Angina tidak
stabil Mencegah kejadian berulang (CURE) studi menunjukkan bahwa
clopidogrel akan bermanfaat bahkan di Pasien berisiko rendah. Jika tidak ada rasa
sakit lebih lanjut terjadi, dan studi tindak lanjut yang negatif, studi stress Harus
mendorong manajemen lebih lanjut. Pantau dan segera obati aritmia dalam 48 jam
pertama. Perhatikan memperburuk Faktor-faktor, seperti gangguan elektrolit
(terutama potasium dan magnesium), hipoksemia, Obat-obatan, atau asidosis.
Perbaiki faktor-faktor ini.

Oksigen yang dilembabkan dapat mengurangi risiko mimisan pada pasien


dengan ACS yang menerima Antiplatelet dan terapi antitrombin. Jangan berikan
nitrat jika pasien hipotensi (tekanan sistolik <90 mmHg); Jika RV infarction,
Efusi perikardial besar, atau stenosis aorta berat dicurigai; Atau jika pasien baru
saja menerima Penghambat phosphodiesterase-5 (misalnya sildenafil).

Pasien dengan hipersensitivitas diketahui terhadap agen antiplatelet,


perdarahan internal yang aktif, dan perdarahan Kelainan sebaiknya tidak
menerima terapi antiplatelet atau antitrombotik. Beberapa pasien dengan nyeri
dada yang sulit diobati atau hipotensi berat mungkin memerlukan penyisipan
Pompa balon intra-aorta. Survei EuroHeart menunjukkan penurunan risiko

20
sebesar hampir 40% Kematian pada pasien dengan ACS yang mendapat dukungan
dengan pompa balon intra-aorta. Manfaat ini Tidak tergantung pada status segmen
ST.

Gagal jantung kongestif (CHF) bisa jadi karena disfungsi sistolik atau
disfungsi diastolik di Pengaturan infark miokard. Perlakuan agresif diindikasikan
untuk mencegah pemburukan situasi. Pasien yang mengalami syok kardiogenik
harus menjalani intervensi koroner perkutan (PCI) sesegera mungkin. Kejutan
kardiogenik dikaitkan dengan tingkat kematian yang tinggi. Pressor Agen, seperti
dopamin, dan agen inotropik, seperti dobutamin, mungkin diperlukan. Di sebuah
Prospektif, studi sejarah alami aterosklerosis koroner, pasien menjalani 3-
pembuluh darah Angiografi koroner dan skala abu-abu dan pencitraan
ultrasonografi intravaskular radiofrekuensi Setelah PCI Iskemia rekuren mungkin
disebabkan oleh reperfusi yang tidak lengkap. Dalam setting PCI, pertimbangkan
stent Trombosis sebagai penyebab yang mungkin. Apakah stent obat-eluting
memiliki tingkat trombosis yang meningkat Dibandingkan dengan stent metal
telanjang tidak jelas.

Signifikansi klinis dari revaskularisasi koroner tidak lengkap (ICR)


mengikuti PCI pada pasien Dengan ACS diperiksa pada 2.954 pasien dari
Kateterisasi Akut dan Intervensi Mendesak Percobaan Triase Strategy (ACUITY).
Pada satu tahun tindak lanjut, ICR sangat terkait dengan iskemia- Digerakkan
revaskularisasi yang tidak direncanakan, infark miokard dan kejadian jantung
utama yang merugikan. Stent drug-eluting dikaitkan dengan risiko periprosedural
yang lebih sedikit namun cenderung memiliki insidensi tinggi Komplikasi
postprocedural termasuk infark miokard, prosedur berulang, dan 12 bulan
Komplikasi jantung dan otak utama yang merugikan, dibandingkan dengan
operasi bypass koroner. Satu studi oleh Ribichini dkk menunjukkan bahwa
pengobatan prednison setelah stent logam telanjang atau Implantasi stent drug-
eluting menghasilkan ketahanan hidup bebas yang lebih baik pada 1 tahun. Dalam
laporan akhir percobaan HORIZONS-AMI, yang menilai hasil 3 tahun dari
Efektivitas dan keamanan monoterapi bivalirudin dan stent paclitaxel-eluting,
hasilnya Dipertahankan untuk pasien dengan STEMI yang menjalani PCI primer.

Dalam sebuah penelitian terhadap 3031 pasien, Mehta dkk menemukan


bahwa intervensi dini (angiografi koroner <atau = 24 jam setelah pengacakan)
pada pasien dengan ACS tidak berbeda jauh dengan intervensi tertunda
(Pengambilan gambar koroner> atau = 36 h) dalam pencegahan hasil primer
(yaitu, Gabungan kematian, infark miokard, atau stroke pada 6 bulan). Intervensi
awal memang mengurangi tingkat suku bunga Hasil sekunder (yaitu kematian,
infark miokard, atau iskemia refraktori pada 6 bulan) dan Meningkatkan hasil

21
primer pada pasien yang memiliki risiko tertinggi (yaitu, skor risiko GRACE>
140).

Dalam registrasi Swedia pasien STEMI dari 1996-2007, melaporkan adanya


peningkatan Prevalensi pengobatan berbasis bukti. [60] Penggunaan blocker
aspirin, clopidogrel, beta, Statin, dan inhibitor ACE semua meningkat.
Clopidogrel meningkat dari 0% menjadi 82%, statin meningkat Dari 23% menjadi
83%, dan berbagai ACE inhibitor meningkat dengan margin yang besar. Sebuah
penurunan adalah Dilaporkan dalam mortalitas 30 hari dan 1 tahun yang
dipertahankan selama follow-up jangka panjang. Oleh Dengan mengikuti
pedoman yang tepat, pasien yang pernah mengalami STEMI memiliki tingkat
ketahanan hidup lebih tinggi. (Coven. 2016)

2.10 Faktor Resiko


Faktor-faktor yang menyebabkan risiko terhadap sindrom koroner akut
sama dengan penyakit jantung lainnya yaitu:
 Orang-orang usia lanjut (umur 45 tahun ke atas untuk pria dan 55 tahun
ke atas untuk wanita)
 Tekanan darah tinggi
 Kadar kolestrol tinggi
 Merokok
 Jarang berolahraga
 Diabetes tipe 2
 Riwayat keluarga: jika ada anggota keluarga kandung Anda yang
memiliki sakit dada, penyakit jantung, stroke, atau meninggal mendadak.

2.11 Pencegahan
 Olahraga teratur
 Hindari merokok
 Hindari minuman beralkohol
 Makan makanan yang sehat rendah kolesterol, lemak jenuh dan garam

2.12 Pemeriksaan penunjang


a. Pemeriksaan Laboratorium
 Elektrolit
Ketidakseimbangan dapat mempengaruhi konduksi dan
kontraktilitas, misalnya hipokalemi, hiperkalemi.
 Sel darah putih
Leukosit ( 10.000 – 20.000 ) biasanya tampak pada hari ke-2 setelah
IMA berhubungan dengan proses inflamasi.

22
32
 Laju Endap Darah (LED)
Meningkat pada hari ke-2 dan ke-3 setelah IMA, menunjukkan
inflamasi.
 AGD
Dapat menunjukkan hipoksia atau proses penyakit paru akut atau
kronis.
 Kolesterol atau Trigliserida serum
Meningkat, menunjukkan arteriosklerosis sebagai penyebab IMA.
b. Rontgen Dada
Mungkin normal atau menunjukkan pembesaran jantung(CTR > 50 %)
diduga gagal jantung atau aneurisma ventrikuler
c. Ekokardiogram
Dilakukan untuk menentukan dimensi ventrikel, gerakan katup atau
dinding ventrikuler dan konfigurasi atau fungsi katup.
d. Pemeriksaan pencitraan nuklir
Talium : mengevaluasi aliran darah miokard dan status sel miokard misal
lokasi atau luasnya AMI.
e. Angiografi koroner
Menggambarkan penyempitan atau sumbatan arteri koroner.Biasanya
dilakukan sehubungan dengan pengukuran tekanan serambi dan mengkaji
fungsi ventrikel kiri (fraksi ejeksi).Prosedur tidak selalu dilakukan pada
fase AMI kecuali mendekati bedah jantung angioplasty atau emergensi.
f. Treatmill test
Menentukan respon kardiovaskuler terhadap aktifitas atau sering
dilakukan sehubungan dengan pencitraan talium pada fase penyembuhan
(Sumber: Muliadi., 2015)

2.13 Penatalaksanaan

Keberhasilan terapi SKA bergantung pada pengenalan dini gejala dan


transfer pasien segera ke unit/instalasi gawat darurat. Terdapat 3 hal yang harus
dilakukan pada penderita dengan infark miokard, yaitu :

a. Memantapkan terbukanya arteri koroner dapat dengan cara fibrinolitik,


angioplasti, atau CABG.
b. Menjaga agar arteri koroner tetap terbuka dengan antikoagulan atau
dengan anti platelet.
c. Mencegah meluasnya kerusakan miokard lebih lanjut dengan mengurangi
oksigen demand atau mencukupi kebutuhan oksigen.
33

23
Protokol tatalaksana awal SKA tanpa elevasi segmen ST di RS Jantung dan
Pembuluh Darah Harapan Kita:

a. Oksigen nasal 2-3 L/menit


b. Aspilet kunyah 160-320 mg
c. Clopidogrel loding dose 300 mg atau Ticagrelor 180 mg
d. Nitrat tablet 5 mg SL dapat diulang 3 kali,jika masih nyeri dada diberi
Morphin 2,5–5 mg IVatau Pethidin 25 mg IV atau Nitrat IV dosis
dimulai dari 5 mikrogram/menit atau dititrasi.
e. Cek laboratorium: Hb, Ht, Leukosit, Ureum, Kreatinin, GDS, Elektrolit,
CKMB, hs-Troponin.
f. ACE Inhibitor (gagal jantung, DM, hipertensi)
g. Anti iskemik beta bloker (jika tidak ada kontraindikasi) atau kalsium
antagonis
h. Statin
i. Anti koagulan:
 CCT > 30 ml/menit berikan pondafarinux atau enoxafarine subkutan,
jika CCT < 30 ml/menit berikan UFH atau enoxafarine (1 mg/KgBB
subkutan sehari sekali).
 Loding dose heparin bolus 60-70 unit maksimal 4000 unit dengan
dosis pemeliharaan 12-15 unit/KgBB/jam maksimal 1000 unit/jam
dengan target APTT 1,5-2 kali nilai kontrol. Dosis enoxafarine 1
mg/KgBB subkutan setiap 12 jam. Dosis pondafarinux 2,5 mg
subkutan sekali sehari.

Penatalaksanaan untuk SKA adalah Primary PCI (Percutaneus Coronary


Intervention) dan fibrinolitik. Primary PCI dapat dikerjakan dalam 60 menit di
ruang kateterisasi.Meskipun Primary PCI bermanfaat untuk melebarkan pembuluh
darahyang menyempit, dalam kenyataannnya juga memiliki komplikasi.
Komplikasi dapat dibagi menjadi dua kategori yaitu yang secara umum berkaitan
dengan kateterisasi arteri dan yang berhubungan dengan teknologi yang spesifik
yang digunakan untuk prosedur pada koroner (AHA, 2001, dalam Meilany, 2011).
Berikut ini beberapa kompilasi paska pemasangan stent

Onset lebih dari 12 jam. Jika kondisi stabil rawat CVC kurang dari 48 jam,
rawat ruang intermediate atau ruang rawat biasa jika onset lebih dari 48 jam,
echokardiografi dan angiografi koroner dalam 24 jam. Pada pasien tidak stabil
dilakukan PCI dini. Indikasi PCI dini adalah:

34

a. Persentasi lebih dari 3 jam


b. Tersedia fasilitas PCI

24
c. Waktu kontak antara pasien tiba sampai dengan inflasi balon kurang dari
90 menit
d. Waktu antara pasien tiba sampai dengan inflasi balon dikurangi waktu
antara pasien tiba sampai dengan fibrinolitik kurang dari 1 jam
e. Terdapat kontraindikasi fibrinolitik
f. Resiko tinggi (gagal jantung kongestif killip III)

2.9 Manajemen Asuhan Keperawatan

3.1. Pengkajian
a. Identitas klien
Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan, pekerjaan,
diagnosa medis, no register dan tanggal MRS. Infeksi ini terutama
terserang anak-anak dan bersifat mudah menular
b. Keluhan Utama
Klien datang ke pusat kesehatan dengan keluhan badanya terasa demam
seperti akan flu dan terdapat ruam yang berisi air d sekitar tubuhnya.
c. Riwayat Penyakit Dahulu.
Klien mengatakan tidak pernah mengalami penyakit kulit sebelumnya.
d. Riwayat Penyakit Sekarang.
Saaat ini klien merasa badanya terasa panas seperti akan flu dan terdapat
ruam merah pada bagian tubuhnya dan tersa nyeri apabila di pegang.
Sebelumnya klien belum pernah periksa kesehatan ke pusat kesehatan.
Klien mengonsumsi obat dari warung berupa obat flu karena klien
menyangka dirinya akan terkena flu.
e. Riwayat Penyakit Keluarga.
Sebelumnya tetengga dari klien pernah mengalami penyakit cacar air
dan klien sering berkunjung ke tetangganya saat cacarnya sudah mulai
kering. Tidak ada anggota keluarganya yang mnegalami keluhan sama
seperti dia.

3.2. Pengkajian fokus


a. Aktivitas / Istirahat
Tanda : penurunan kekuatan tahanan
b. Integritas ego
Gejala : masalah tentang keluarga, pekerjaan, kekuatan, kecacatan.
Tanda : ansietas, menangis, menyangkal, menarik diri, marah.
c. Makan/cairan
Tanda : anorexia, mual/muntah
d. Neuro sensori
Gejala : kesemutan area bebas
Tanda : perubahan orientasi, afek, perilaku kejang (syok listrik),
laserasi corneal, kerusakan retinal, penurunan ketajaman penglihat

25
e. Nyeri / Kenyamanan
Gejala : Sensitif untuk disentuh, ditekan, gerakan udara, peruban suhu.
f. Keamanan
Tanda : umum destruksi jaringan dalam mungkin terbukti selama 3-5
hari sehubungan dengan proses trambus mikrovaskuler pada kulit.
 Data subjektif
Pasien merasa lemas, tidak enak badan, tidak nafsu makan dan sakit
kepala.
 Data Objektif :
a. Integumen : kulit hangat, pucat dan adanya bintik-bintik kemerahan
pada kulit yang berisi cairan jernih.
b. Metabolik : peningkatan suhu tubuh.
c. Psikologis : menarik diri.
d. GI : anoreksia.
e. Penyuluhan / pembelajaran : tentang perawatan luka varicela.
3.3 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang bisa muncul diantaranya:
a. Nyeri akut berhubungan dengan agent cidera iskhemia jaringan
sekunder terhadap sumbatan arteri koroner
b. Penurunan cardiac out put berhubungan dengan Gangguan stroke
volume (preload, afterload, kontraktilitas)
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
kebutuhan dan suplai oksigen
d. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan dengan beban kerja jantung
meningkat

3.4 Intervensi dan Rasional


a. Nyeri akut berhubungan dengan agent cidera iskhemia jaringan
sekunder terhadap sumbatan arteri coroner

Tujuan : setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 1x24 jam nyeri


berkurang
Kriteria hasil :
 Secara subjektif melaporkan nyeri berkurang atau dapat diadaptasi skala
nyeri 0-2 ( 0-7 ).
 Dapat mengidentifikasi aktivitas yang meningkatkan atau menurunkan
nyeri.
 Pasien tidak gelisah

26
Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Hasil

Nyeri akut berhubungan dengan NOC : NIC :


agent cidera iskhemia jaringan Setelah dilakukan tindakan  Lakukan pengkajian nyeri
sekunder terhadap sumbatan keperawatan selama 3x24 jam secara komprehensif termasuk
arteri coroner nyeri pasien teratasi, lokasi, karakteristik, durasi,
Mampu mengontrol nyeri (tahu frekuensi, kualitas dan faktor
presipitasi
penyebab nyeri, mampu
 Observasi reaksi nonverbal dari
menggunakan tehnik ketidaknyamanan
nonfarmakologi untuk  Kontrol lingkungan yang dapat
mengurangi nyeri, mencari mempengaruhi nyeri seperti
dengan kriteria hasil: bantuan) suhu ruangan, pencahayaan dan
 Melaporkan bahwa nyeri kebisingan
berkurang dengan  Kurangi faktor presipitasi nyeri
menggunakan manajemen  Kaji tipe dan sumber nyeri
nyeri untuk menentukan intervensi
 Mampu mengenali nyeri  Ajarkan tentang teknik non
(skala, intensitas, frekuensi farmakologi: napas dala,
dan tanda nyeri) relaksasi, distraksi, kompres
 Menyatakan rasa nyaman hangat/ dingin
setelah nyeri berkurang Kolaborasi:
 Tanda vital dalam rentang  Berikan analgetik untuk
normal mengurangi nyeri

38

b. Penurunan cardiac out put berhubungan dengan Gangguan stroke


volume (preload, afterload, kontraktilitas)

Tujuan : setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam


penurunan kardiac ou put klien teratasi
Kriteria hasil :
- Dapat mentoleransi aktivitas
- Tanda vital normal

27
Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Hasil

Penurunan cardiac out put NOC : NIC :


berhubungan dengan Gangguan Setelah dilakukan asuhan  Evaluasi adanya nyeri dada
stroke volume (preload, selama 3x24 jam penurunan  Catat adanya disritmia jantung
afterload, kontraktilitas) kardiak output klien teratasi  Catat adanya tanda dan gejala
dengan kriteria hasil: penurunan cardiac putput
 Tanda Vital dalam rentang  Monitor respon pasien terhadap
normal (Tekanan darah, Nadi, efek pengobatan antiaritmia
respirasi)  Anjurkan untuk menurunkan
 Dapat mentoleransi aktivitas, stress
tidak ada kelelahan  Monitor TD, nadi, suhu, dan
 Tidak ada edema paru, RR
perifer, dan tidak ada asites  Monitor jumlah, bunyi dan
 Tidak ada penurunan irama jantung
kesadaran  Monitor sianosis perifer
 AGD dalam batas normal Kolaborasi:
 Tidak ada distensi vena leher  Berikan obat anti aritmia,
 Warna kulit normal inotropik, nitrogliserin dan
vasodilator untuk
mempertahankan kontraktilitas
jantung
 Berikan antikoagulan untuk
mencegah trombus perifer

39
c. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan ketidakseimbangan antara
kebutuhan dan suplai oksigen.

Tujuan : setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam


Intoleransi aktivitas tercukupi.
Kriteria hasil :

28
- Mampu melakulan aktifitas sehari-hari
- Kesimbangan Aktivitas dan istirahat

Rencana keperawatan
Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Kriteria
Intervensi
Hasil

Intoleransi aktivitas NOC : NIC :


berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan  Observasi adanya
ketidakseimbangan antara keperawatan selama 3x24 jam pembatasan klien dalam
kebutuhan dan suplai oksigen. Pasien bertoleransi terhadap melakukan aktivitas
aktivitas dengan kriteria hasil :  Kaji adanya faktor yang
menyebabkan kelelahan
 Berpartisipasi dalam aktivitas
 Monitor nutrisi  dan sumber
fisik tanpa disertai peningkatan
energi yang adekuat
tekanan darah, nadi dan RR
 Monitor pasien akan adanya
 Mampu melakukan aktivitas
kelelahan fisik dan emosi
sehari hari (ADLs) secara
secara berlebihan
mandiri
 Monitor respon
 Keseimbangan aktivitas dan
kardivaskuler  terhadap
istirahat
aktivitas (takikardi,
disritmia, sesak nafas,
diaporesis, pucat, perubahan
hemodinamik)
 Bantu klien untuk
mengidentifikasi aktivitas
yang mampu dilakukan
 Bantu untuk memilih
aktivitas konsisten yang
sesuai dengan kemampuan
fisik, psikologi dan sosial
 Bantu untuk
mengidentifikasi dan
mendapatkan sumber yang
diperlukan untuk aktivitas
yang diinginkan
 Bantu untuk mendpatkan
alat bantuan aktivitas seperti
kursi roda, krek

39

d. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan beban kerja jantung meningkat
Tujuan : setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24 jam
pasien menunjukkan kefektivan pola nafas
Kriteria hasil :

29
- menunjukkan jalan nafas paten

Diagnosa Keperawatan Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Pola Nafas tidak efektif NOC: NIC:


berhubungan dengan beban
kerja jantung meningkat Setelah dilakukan tindakan  Posisikan pasien untuk
keperawatan selama 3x24 jam memaksimalkan ventilasi
pasien menunjukkan  Lakukan fisioterapi dada jika
keefektifan pola nafas, perlu
dibuktikan dengan kriteria  Auskultasi suara nafas, catat
adanya suara tambahan
hasil:
 Berikan pelembab udara Kassa
basah NaCl Lembab
 Mendemonstrasikan batuk
 Atur intake untuk cairan
efektif dan suara nafas yang
mengoptimalkan keseimbangan.
bersih, tidak ada sianosis dan
 Monitor respirasi dan status O2
dyspneu (mampu
mengeluarkan sputum,  Bersihkan mulut, hidung dan
mampu bernafas dg mudah, secret trakea
tidakada pursed lips)  Pertahankan jalan nafas yang
 Menunjukkan jalan nafas paten
yang paten (klien tidak  Observasi adanya tanda tanda
merasa tercekik, irama nafas, hipoventilasi
frekuensi pernafasan dalam  Monitor adanya kecemasan
rentang normal, tidak ada pasien terhadap oksigenasi
suara nafas abnormal)  Monitor  vital sign
 Tanda Tanda vital dalam  Informasikan pada pasien dan
rentang normal (tekanan keluarga tentang tehnik relaksasi
darah, nadi, pernafasan) untuk memperbaiki pola nafas.
 Ajarkan bagaimana batuk efektif
 Monitor pola nafas    

30
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

Nama Mahasiswa : Edina


Nim : 2019.C.11a.1074
Ruang Praktek : Ruang ICVCU
Tanggal Praktek :6 Juni 2022
Tanggal & Jam Pengkajian : 6 Juni 2022 jam 21.10 WIB

1.1. Pengkajian Keperawatan


1.1.1. Identitas Pasien
Nama : Tn. Y
Umur : 64 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku/Bangsa : Dayak
Agama : Kristen
Pekerjaan : Swasta
Pendidikan : SMA
Status Perkawinan : Sudah menikah
Alamat : Jln. Lintas
Tgl MRS : 1 Juni 2022
Diagnosa Medis : Acute Coronary Syndrome (ACS)

3.1.2. Riwayat kesehatan/Keperawatan


1. Keluhan utama : Pasien mengatakan nyeri dada
- Pasien mengeluh nyeri dada

- P: Nyeri muncul pada saat pasien bergerak

31
- Q: Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk

R: Nyeri dirasakan di daerah dada

- S: Skala nyeri 5

- T: Nyeri datang secara tiba-tiba, lama nyeri datang sekitar > 20 detik.

2. Riwayat Penyakit Sekarang :


- Pada hari Rabu 1 Juni 2022 Tn. Y dibawa oleh keluarganya ke IGD
RSUD Kuala Kurun pukul 13.52 WIB dirujuk ke RSUD Dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya pada pukul 18.00 wib pasien Tn. Y di bawa ke
Ruang ICVCU untuk perawatan lanjut. Pasien Tn. Y mengalami
gangguan pola napas terjadi sesak napas dan nyeri pada ulu hati. Pasien
mengatakan sering merasa nyeri seperti tertusuk-tusuk, skala nyeri 4, nyeri
hilang timbul, pasien mengatakan susah posisikan tidur untuk
melentangkan badan dan memiringkan badan ketika sedang tidur karna
jika tidur terlentang dan memiring maka timbul lah sesak nafas Pasien
mengatakan selama di rawat di RS klien tidak bisa tidur dengan nyaman
Tn. Y Timbul sesak nafas, pasien tampak lelah dan lemas karena tidak
bisa tidur dengan nyaman. Pasien mmengatakan sesak nafas dan sulit
untuk bernafas normal, Klien mengatakan sering terbangun dimalam hari.
Dan dilakukan tindakan medis didapatkan, Hasil pengkajian menunjukan
keadaan umum baik, kesadaran composmetis pasien duduk tampak lemah
dan berbicara dengan terbata-bata. TD 120/70 mmHg, RR = 24 x/menit, N
= 94 x/menit, suhu = 35,5⁰C, SPO2 = 87 MmHg.
3. Riwayat Penyakit Sebelumnya (Riwayat Penyakit dan Riwayat Operasi):
Pasien mengatakan ada riwayat penyakit hipertensi dan pasien mengatakan
tidak pernah melakukan operasi.
4. Riwayat Penyakit Keluarga: tidak ada riwayat penyakit keluarga
Pasien Tn.Y mengatakan tidak ada riwayat penyakit keluarga

3.1.3. Genogram Keluarga

32
Keterangan :

: Laki-Laki

: Perempuan

: Meninggal

: Klien

: tinggal serumah

3.1.4 Pemeriksaan fisik


1. Keadaan umum: Pasien tampak lemah, kesadaran Composmentis, pasien
posisi duduk ditempat tidur, terpasang infus Nacl 0,9 % 20 tpm, di tangan
kanan pasien,dan pasien terpasang oksigen nassal canul.
2. Status Mental: Tingkat Kesadaran Compos Mentis, Ekspresi wajah
Tampak meringis, lesu, lemah, Bentuk badan simetris, Cara
duduk/bergerak secara dibantu keluarga, Berbicara terbata-bata,
Penampilan Tampak bersih, Fungsi kognitif Orientasi waktu, Pasien dapat
membedakan pagi, siang, Orientasi Orang Pasien dapat membedakan
petugas dan keluarga, Orientasi Tempat pasien dapat memberitahukan
bahwa ia sedang berada dikamar rawat inap, Pasien tidak sedang

33
berhalusinasi, Proses berpikir Baik, pasien dapat menjawab pertanyaan,
Insight Baik, Mekanisme pertahanan diri adaptif.
3. Tanda-Tanda Vital:
a. Suhu/T : 35,5 0C di axilla
b. Nadi/HR : 94 x/mnt
c. Pernapasan/RR : 24 x/mnt
d. Tekanan Darah/BP : 120/70 mm Hg
e. SPO2 : 87 MmHg

4. Pernapasan (Breathing): Bentuk dada simetris, ada kebiasaan merokok,


terdapat sputum, tipe pernapasan dada , irama pernapasan tidak teratur,
Pasien sesak nafas dan sulit untuk bernafas normal, ada retraksi dinding
dada, terdengar suara tambahan whezing dan ronchi, RR 24 x/menit
SPO2 : 87% NRM: 12lpm/mrenit
Masalah keperawatan: Pola Napas Tidak Efektif
5. Cardiovaskuler (Bleeding): Terdapat nyeri dada, lemes disertai meringis,
CRT > 3 detik, ictus cordis tidak tampak vena jungularis tidak meningkaat
serta suara jantung normal terdapat peningkatan frekuensi Nadi :
94x/menit, Gambaran Ekg : synus rytme
Masalah keperawatan: Nyeri Akut
6. Persyarafan (Brain) :
Nilai GCS E : 4( buka mata dengan rasangan panggilan ), V : 5 (ada suara
tanpa rangsangan apapun), M : 6 (normal ) Total Nilai GCS : normal (15),
kesadaran : composmenthis , Konjungtiva anemis, Pupil : isokor tidak ada
kelainan, reflex cahaya kanan dan kiri positif.
Uji Syaraf Kranial :
1). Nervus kranial I (Olfaktori), Pasien dapat membedakan bau-bauan
seperti minyak kayu putih
2). Nervus kranial II (Olfaktikus), Pasien dapat melihat dengan jelas
orang yang ada disekitarnya
3). Nervus kranial III (Okulomotoris), Pupil pasien dapat berkontraksi
dengan cahaya

34
4). Nervus kranial IV (Troklear), Pasien dapat menggerakan bola
matanya keatas kebawah
5). Nervus kranial V (Trigeminal), Pasien dapat mengunyah seperti nasi,
kue,
6). Nervus kranial VI (Abdusen), Pasien dapat melihat kesamping dan ke
kiri
7). Nervus kranial VII (Fasial), Pasien dapat tersenyum
8). Nervus kranial VIII (Akustik), Pasien dapat mendengar perkataan
dokter,perawat dan keluarga
9). Nervus kranial IX (Glasofaringeus), Pasien dapat membedakan pait
dan manis
10). Nervus kranial X (Vagus), Pasien berbicara jelas
11). Nervus kranial XI (Aksesorius spinal), Pasien dapat menganggkat
tangannya
12). Nervus kranial XII (hipoglarus), Pasien dapat menjulurkan lidahnya
Uji Koordinasi ekstremitas atas dan bawah positif, uji kestabilan tubuh
negative.
Keluhan lainnya : Tidak ada keluhan lainnya
Masalah Keperawatan : tidak ada masalah keperawatan
7. Eliminasi Urin (Bladder): Produksi urine 500 ml/jam, warna kuning , bau
pesing, tidak ada masalah/lancar, menggunakan kateter. Masalah
keperawatan : tidak ada masalah
8. Eliminasi Alvi (Bowel): Bibir lembab, gigi lengkap, gusi tidak ada
peradangan, lidah tidak ada peradangan, mukosa tidak ada peradangan,
tonsil tidak ada pembesaran, BAB tidak diketahui, bising usus tidak dikaji.
Masalah keperawatan: Tidak ditemukan masalah
9. Tulang-Otot-Integumen (Bone): Kemampuan sendi bebas,ukuran otot
atropi,dan bentuk tulang normal, dan untuk uji kekuatan otot didapatkan
nilai Kekuatan Otot ekstremitas Atas tangan kiri 5 dan kanan 5, dan
kekuatan otot ekstremitas bawah kaki kanan 5 dan kaki kiri 5 kanan 5,
tidak ada patah tulang di lokasi kaki kiri dan kanan
Masalah keperawatan: tidak ada masalah

35
10. Kulit-Kuku-Rambut: Rambut tidak rontok,tidak ada perubahan pigmentasi
kulit, kulit kering, tekstur rambut halus dan, distribusi rambut tebal, bentuk
kuku simetris. Masalah Keperawatan: Tidak ada masalah
11. Sistem Penginderaan : normal
Masalah keperawatan: Tidak ditemukan masalah.
12. Leher dan Kelenjar Limfe: Massa tidak, Jaringan Parut tidak, kelenjar
limfe tidak teraba, kelenjar tyroid tidak teraba, mobilitas leher bebas.
13. Sistem Reproduksi: tidak dilakukan pengkajian.
Masalah keperawatan :tidak dilakukan pengkajian

3.1.5 Pola Fungsi Kesehatan


1. Persepsi Terhadap Kesehatan Penyakit: pasien menerima dirinya bahwa ia
sedang sakit dan pasien semangat untuk cepat sembuh.
2. Nutrisi dan Metabolisme :
a. N PBI.

1. Pola Nutrisi dan Metabolik

A Antropometri TB : 155 cm
BB : 60 kg
LILA : 25 cm
IMT : 25
BB Ideal : 49,5 kg
B Biokimia (Tanggal 20 Juli 2017 pukul
20:00-20:34 WIB)
Hb: 13,9 g/dL (N: 12,0-
15,0)
Creatinin: 0,5 mg/dL (0,5-
1,2)
Natrium: 127 mmol/l (N:
135-145)
Kalium: 1,8 mmol/l (N: 3,5-
5,5)

36
Calsium: 1,9 mmol/l (N:
2,0-2,9)
C Clinic Sign Turgor sedang, mukosa
mulut kering, tampak lemah.
D Diet Diet lembek/lunak,
frekuensi 3x sehari, makan
habis 3 sendok.

Tabel 3.1 Pola Makan pasien


Pola Makan Sehari-hari Sesudah Sakit Sebelum Sakit

Frekuensi/hari 3x1 hari 3x1 hari


Porsi ½ porsi 1 porsi
Nafsu makan Kurang Baik
Jenis Makanan Susu, bubur ,lauk Nasi, lauk, sayur
dan sayur
Jenis Minuman Air putih,susu Air putih
Jumlah minuman/cc/24 jam ± 750 cc/24 jam ± 1500 cc/24 jam
Kebiasaan makan Pagi, siang, malam Pagi, siang, malam
Keluhan/masalah Tidak ada Tidak ada
Masalah Keperawatan: tidak ditemukan masalah
3. Pola Istirahat dan Tidur: pola tidur pasien efektif , masalah Keperawatan:
Tidak ada masalah keperawatan
4. Kognitif: Keluarga pasien mengerti dan memahami penyakit yang
dialaminya sekarang
Masalah Keperawatan : Tidak ada masalah keperawatan
5. Konsep diri (Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri, peran)
Gambaran diri : pasien adalah seorang laki-laki,pasien dapat menerima
penyakit yang dialaminya, pasien seorang Kepala rumah tangga
6. Aktivitas Sehari-hari: pasien setengah duduk pergerakan terbatas, makan
dan minum bantuan dari perawat.

37
Masalah Keperawatan: tidak ada masalah keperawatan
7. Koping-Toleransi terhadap Stress: pasien mengatakan ketika ada masalah
dia selalu bercerita dan meminta bantuan kepada keluarga dan keluarga
selalu menolongnya.
Masalah Keperawatan: tidak ada masalah keperawatan
8. Nilai-Pola Keyakinan : Keluarga mengatakan tindakan medis dan tindakan
keperawatan tidak ada yang bertentangan dengan nilai-nilai keyakinan
klien. Masalah Keperawatan : Tidak ditemukan masalah keperawatan

3.1.6 Sosial-Spiritual
1. Kemampuan berkomunikasi : ketika dilakukan pengkajian pasien Tn.S
mampu berkomunikasi dengan baik mampu menjawab pertanyaan saat
dilakukan pengkajian.
2. Bahasa sehari-hari : bahasa yang digunakan bahasa jawa dan bahasa
indonesia
3. Hubungan dengan keluarga : Keluarga terlihat akrab dan merawat pasien.
4. Hubungan dengan teman/petugas kesehatan/orang lain : Tn.S dapat
bekerja sama dengan petugas kesehatan dan dapat berkomunikasi juga
degan keluarga serta orang lain.
5. Orang berarti/terdekat : menurut pasien Tn.S orang yang terdekat
dengannya adalah keluarganya.
6. Kebiasaan menggunakan waktu luang: Tn.S mengatakan sebelum sakit
biasanya digunakan waktu untuk bertani dan berladang serta meluangkan
waktu untuk keluaga, sesudah sakit aktivitas Tn.S tidak bisa dilakukan.
7. Kegiatan beribadah : sebelum sakit Tn.S mengatakan selalu aktif
melaksanakan sholat 5 waktu. Setelah sakit Tn.S jarang lakukan sholat 5
waktu.

38
3.1.7 Penatalaksanaan Medis
Tanggal, 1 Juni 2022
Tabel 3.3 indikasi
no nama obat dosis cara pemberian keterangan
1 lanzoprazole 30 mg intravena untuk mengatasi
peningkatan asam
lambung
2 pct infus 1000 mg intravena menurunkan suhu
tubuh
3 ketorolac 30 mg intravena menurunkan nyeri

4 levofloxacin 750 gr intravena antibiotik

5 Nacl 0.9 intravena memenuhi kebutuhan


cairan
6 Aspilet 2 tab oral
pengencer darah

7 dobutamin 5-20 IV
membantukerja
mcg//kg/bb
jantung untuk
IV
memompa darah ke
seluruh tubuh
8 furosemide 5 mg/jam IV
untuk mengatasi
penumpukan cairan
pada tubuh/ edema
9 heparin 500
unit/jam IV untuk mengatasi
penggumpalan darah

3.1.8 Data Penunjang (radiologis, laboratorium, penunjang lainnya)


Tabel 3.2 Data Penunjang
Pemeriksaan Hasil Nilai normal

Tanggal, 1 Juni 2022

39
Glukosa-puasa 130 mg/dl 65-1000

Glukosa-2 jam PP 150 mg/dl < 140

Ureum 18 mg/dl 21-53

Creatinin 0,74 mg/dl 0,7-1,5

3.2.2. Pemeriksaan Rontgen

40
Tabel 3.3 Pemeriksaan laboratorium
Hematologi
Pemeriksaan Hasil Nilai normal

Tanggal, 1 Juni 2022

Hemoglobin 7,1 g% P : 11,5-16,0

Leukosit 12.220 /mm 4.500-11.000

Eosinofil 2% 20-500

Basinofil 0% 0-100

Neutrofil Stab 1% 2-5

Neutrofil Segmen 73 % 50-70

41
Limposit 9% 20-40

Monosit 5% 1-5

Eritrosit 3,5 juta /mm3 4-6

Trombosit 519.000 /mm3 150.000-400.000

Hematokrit 23 % 37-48

HBs Ag (Antigen) Negatif Negatif

Elektrolit
Parameter Hasil Nilai Normal

Natrium (Na) 137 135-148 mmol/L

Kalium (K) 3,3 3,5-5,3 mmol/L

Chlorida (Cl) - 198-106 mmol/L

Calcium (Ca) 1,23 0,98-1,2 mmol/L

Anti-SARS-CoV-2 (-)Negatif Non-Reaktif

Palangka Raya, 6 Juni 2022


Mahasiswa

Edina

42
3.2.1 Analisis Data

DATA SUBYEKTIF DAN KEMUNGKINAN


MASALAH
DATA OBYEKTIF PENYEBAB

DS : hambatan upaya napas

- Tn.Y mengatakan
penekanan syaraf
sesak nafas dan sulit
pernapasan
untuk bernafas
normal
perubahan pola napas

DO :
- Ada retraksi dinding dada dispnea

-Terdengar suara nafas Pola Napas Tidak


tambahan whezing dan pola napas tidak efektif Efektif (D.0005)
ronchi
- frekuensi napas tidak
teratur
terpasanng NRM 12 lpm

- RR : 24 x/menit
- Spo2 : 87 MmHg

Ds : suplai O2 ke miokard Nyeri Akut


(D.0077)
- Pasien mengeluh
metabolisme anaerob
nyeri dada

- P: pasien produksi asam laktat


mengatakan Nyeri
muncul pada saat Nyeri Akut
pasien bergerak

- Q: pasien
mengatakan Nyeri

43
dirasakan seperti
ditusuk-tusuk

R: pasien
mengatakan Nyeri
dirasakan di daerah
dada

- S: pasien
mengatakan Skala
nyeri 5

- T: pasien mengatakan
Nyeri datang secara
tiba-tiba, lama nyeri
datang sekitar > 20
detik

DO :
-klien tampak meringis dan
hanya berbaring di tempat
tidur
- terpasang terapi oksigen
frekuensi nadi meningkat N:
112x/menit RR: 24x/menit

44
Prioritas Masalah

1. Pola Nafas Tidak Efektif b.d berhubungan dengan hambatan upaya napas
(SDKI D.0005, hal 26). Ditandai dengan Pasien sesak nafas dan sulit
untuk bernafas normal, ada retraksi dinding dada, terdengar suara
tambahan whezing dan ronchi

2. Nyeri Akut b.d Agen pencedera Fisiologis (SDKI D.0077, hal 172).
Ditandai dengan pasien mengatakan nyeri pada ulu hati dan pasien tampak
meringis dan berbaring tempat tidur

45
3.2.3 Rencana Keperawatan
Nama Pasien : Tn. Y
Ruang Rawat : Ruang ICVCU

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria hasil) Intervensi Rasional


Pola napas tidak efektif stelah dilakukan tindakan pemantauan respirasi I.01014 1. Untuk mengetahui terapi
berhubungan dengan 1x24 jam masalah pola Observasi oksigen yang tepat sesuai
hambatan upaya napas napas tmembaik dengan 1. Monitor frekuensi, irama, kedalaman, dan upaya kondisi pasien
D.0005 kriteria hasil: napas 2. Untuk mengetahui
Dx1 pola napas membaik 2. Monitor pola napas (seperti bradipnea, takipnea, keabnormalan pola napas
L.01004 hiperventilasi, Kussmaul, Cheyne-Stokes, Biot, 3. Menentukan dosis
1. dispnea menurun ataksik0 oksigen yang akan
2. frekuensi napas 3. Monitor saturasi oksigen diberikan
membaik Terapeutik 4. Untuk memastikan
3. kedalaman napas 1. Atur interval waktu pemantauan respirasi sesuai bahwa terapi yang
membaik kondisi pasien diberikan sesuai dengan
Edukasi kebutuhan oksigenasi
2. Jelaskan tujuan dan prosedur pemantauan pasien
5. Untuk memberikan
pemahaman mengenai

46
pemantauan yang
dilakukan

Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria Intervensi Rasional


hasil)
nyeri akut berhubungan stelah dilakukan Manajemen Nyeri I.08238 1. mengetahui respon nyeri
dengan agen pencedera tindakan 1x24 jam Observasi: yang dirasakan pasien
fisiologis D.0077 masalah nyeri akut 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, 2. mengetahui skala nyeri
dx 2 teratasi dengan intensitas nyeri 3. memberikan teknik untuk
kriteria hasil: 2. Identifikasi skala nyeri mengurangi rasa nyeri
Tingkat nyeri 3. Identifikasi respons nyeri non verbal 4. mengkolaorasikan
L.08066 Terapeutik: 5. memberikan terapi
1. Berikan teknik nonfarmakologi untuk mengurangi rasa farmokologi untuk
1. keluhan nyeri nyeri mengurangi nyeri pasien
menurun Edukasi
2. meringis 1. Jelaskan strategi meredakan nyeri
menurun 2. Ajarkan teknik nonfarmakologis untuk mengurangi rasa
3. perilaku nyeri
membaik

47
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu

3.2.4 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan

Hari/Tanggal Implementasi Evaluasi (SOAP) Tanda tangan dan

48
Jam
Nama Perawat
Senin 6 juni 21.00 1. Memonitor frekuensi, S:
pasien mengatakan sesak berkurang
irama, kedalaman, dan
setelah diberikan oksigen
upaya napas O:
Irama napas teratur
2. Memonitor pola napas
Terpasang NRM 12 lpm
3. Monitor saturasi oksigen RR: 20 x/menit
SPO2: 97 % EDINA
4. mengatur interval waktu
A: masalah pola napas teratasi sebagian
pemantauan respirasi P: lanjutkan intervensi
1. Memonitor pola napas
sesuai kondisi pasien
2. Monitor saturasi oksigen
5. menjelaskan tujuan dan
3. mengatur interval waktu
prosedur pemantauan
pemantauan respirasi sesuai
kondisi pasien

senin 6 juni 2022 1. mengidentifikasi lokasi, S:


21.30 WIB karakteristik, durasi, pasien mengatakan masih nyeri dada
frekuensi, kualitas, berkurang setelah disuntik obat dan
intensitas nyeri diajarkan distraksi
2. mengidentifikasi faktor p: nyeri berkurang saat istirahat dan

49
yang memperberat dan minum obat
memperingan nyeri q: nyeri seperti ditusuk-tusuk berukurang
3. memberikan teknik r: dada kiri
EDINA
nonfarmakologi untuk s: skala nyeri 5 menjadi skala 1
mengurangi rasa nyeri t: hilang timbul
4. mengkolaborasi O:
pemberian injeksi - pasien tampak meringis , gelisah
nitrokaf - terapi injeksi nitrokaf
A: masalah belum teratasi

50
BAB IV
KESIMPULAN

4.1 Kesimpulan
Jantung merupakan sebuah organ yang terdiri otot. Cara bekerjanya
menyerupai otot polos yaitu di luar kemauan kita (dipengaruhi oleh susunan saraf
otonom). Lapisan jantung terdiri dari : Endokardium, Miokardium,
Pericardium Ruang Jantung terbagi atas empat
ruang: Atrium kanan dan atrium kiri yang dipisahkan oleh septum intratrial,
Ventrikel kanan dan ventrikel kiri yang dipisahkan oleh septum. Katup jantung
terdiri dari : Katup Trikuspidalis, Katup pulmonal ,Katup Bikuspid, Katup Aorta.

Pembuluh darah dalam jantung : Arteri Koroner, Vena Kava Superior,


Vena kava Inferior, Vena Pulmonalis, Aorta, Arteri Pulmonalis.

Fisiologi jantung terbagi dalam beberapa bagian diantaranya Sistem


pengaturan jantung terdapat serabut parkinje yang merupakan serabut otot
jantung khusus,nodus sinoatrial,nodus atrioventrikular,dan berkas A-V. Aktivitas
kelistrikan jantung  ,siklus jantung,bunyi jantung, frekuensi jantung,curah
jantung,cara kerja jantung.

4.2 Saran
1) Pasien hendaknya dapat melaksanakan segala bentuk anjuran demi perbaikan
keadaannya dan menghindari faktor-faktor yang dapat menimbulkan hal yang
lebih buruk.
2) Keluarga dapat memberikan saran ataupun peringatan pada pasien bila
melanggar apa-apa yang sudah dianjurkan oleh perawat dan keluarga
sebaiknya dapat meningkatkan fungsi keluarga sebagaimana mestinya.

51
3) Ruangan ataupun lingkungan rumah dapat memberikan asuhan keperawatan
secara lebih baik lagi untuk hasil yang optimal, lebih melengkapi sarana yang
terkait dengan penyakit Acute Coronaria Syndrome.

52
DAFTAR PUSTAKA

Alaeddini Jamshid, MD, FACC, FHRS. 2016. “Angina Pectoris”. Medscape,


desember 2016. http://emedicine.medscape.com/article/150215-
differential 11 Mei 2017

Coven, David L, MD, PhD. 2016. “Acute Coronary Syndrome”. Medscape,


desember 2016 http://emedicine.medscape.com/article/1910735-
overview 27 Maret 2017.

Herdman. T. H dan S. Kamitsuru. 2015. Diagnosis Keperawatan Definisi &


Klasifikasi 2015-2017 edisi 10. Jakarta: EGC

Juliawan Dewa. 2012. “Askep ACS” (online). Juni 2012.


http://askepacs.blogspot.co.id/2012/06/konsep-dasar-keperawatan-
1.html 11 Mei 2017

Oktavianus dan Febriana Sartika Sari. 2014. Asuhan Keperawatan Pada Sistem
Kardiovaskuler Dewasa. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Rizky Pribadi. 2014. “Non-ST Elevasi miokard Infark” (online). Januari 2014.
http://kalangkangmencrang.blogspot.co.id/2014/01/non-st-elevasi-
miokard-infark-nstemi.html 11 Mei 2017

Roffi Marco. (2016). “2015 ESC Guidelines for the management of acute
coronary syndromes in patients presenting without persistent ST-
segment elevation”. European Heart Journal, is a available on the ESC
website http://www.escardio.org/guidelines 27 maret 2017 hal: 273

Tan Walter, MD, MS. 2015. “Unstable Angina”. Medscape 2015.


http://emedicine.medscape.com/article/159383-workup#showall 27
Mei 2017

Widya Josephine. 2014. “Sindrom Koroner Akut”. (online). April 2014.


https://josephinewidya.wordpress.com/2014/04/30/definisi-etiologi-
faktor-risiko-dan-klasifikasi-sindrom-koroner-akut/ 11 Mei 2017

53

Anda mungkin juga menyukai