OLEH :
KHOFIFAH WULANNOR
NIM. 2019.C.11a.1014
Penyusun,
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN...................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang..................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah............................................................................................5
1.3. Tujuan.................................................................................................................5
1.4. Manfaat...............................................................................................................5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Acute Coronary Syndrome (ACS)........................................7
2.1.1 Definisi....................................................................................................7
2.1.2 Anatomi Fisiologi Sistem Kardiovaskuler...........................................7
2.1.3 Etiologi..................................................................................................12
2.1.4 Patofisiologi..........................................................................................12
2.1.5 Manifestasi Klinis................................................................................16
2.1.6 Komplikasi...........................................................................................16
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang.....................................................................17
2.1.8 Penatalaksanaan Medis.......................................................................18
2.2 Konsep Dasar Elektrokardiogram (EKG)................................................19
2.2.1 Definisi..................................................................................................19
2.2.2 Tujuan..................................................................................................21
2.2.3 Indikasi.................................................................................................21
2.2.4 Kontra Indikasi....................................................................................22
2.2.5 Hal-hal yang Perlu Diperhatikan.......................................................22
2.2.6 Prosedur Tindakan..............................................................................23
2.3 Manajemen Asuhan keperawatan...............................................................29
2.3.1 Pengkajian Keperawatan....................................................................29
2.3.2 Diagnosa Keperawatan.......................................................................32
2.3.3 Intervensi Keperawatan......................................................................33
2.3.4 Impementasi Keperawatan.................................................................41
2.3.5 Evaluasi................................................................................................41
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian........................................................................................................43
3.2 Analisa Data.....................................................................................................53
3.3 Prioritas Masalah............................................................................................57
3.4 Intervensi Keperawatan................................................................................58
3.5 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan.................................................62
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan......................................................................................................66
4.2 Saran..................................................................................................................66
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN
Iskemia Miokard
ACUTE CORONARY SYNDROME (ACS)
Pembesaran Obstruksi arteri Iskemik jaringan Gagal jantung Suplai darah ke arteri
ventrikel kiri koroner Iskemik berlangsung
miokard koroner berkurang
Peningkatan vena
Peningkatan Suplai darah ke Disfungsi sistem kerja Disfungsi sistem cava inferior
beban kerja arteri koroner jantung pompa jantung Penurunan perfusi jaringan
Jantung berkurang
Congesti visera dan
Infark miokard Infark miokard jaringan perifer
Tirah baring lama
Menurunnya Iskemik jaringan
kontraktilitas miokard
Dekompensasi Dekompensasi Congesti vena
Jantung kordis kordis abdomen Kelemahan
Perubahan
Penuruna O2 metabolisme anaerob Suplai O2 ke Jar. Gangguan aliran Anoreksi, mual, MK : Intoleransi
ke perifer Miokard menurun balik sirkulasi darah muntah Aktivitas
Disfungsi arah
Hambatan upaya jantung Penurunan aliran Penumpukan cairan Kurangnya asupan
napas arteri atau vena pada ekstremitas makanan
Perubahan irama
MK : Pola jantung MK : Nyeri Kelebihan asupan MK : Defisit
nafas tidak Akut cairan Nutrisi
efektif
MK : Penurunan
MK :
Curah Jantung
Hipervolemia
2.1.5 Manifestasi Klinis
Keluhan yang khas ialah nyeri dada bagian tengah, seperti diremas-
remas, ditusuk, panas, tertindih atau tertekan benda berat. Nyeri dapat
menjalar ke lengan (umumnya kiri), bahu, leher, rahang bahkan ke
punggung dan epigastrium. Nyeri berlangsung lama dan tak responsif
terhadap nitrogliserin, disertai perasaan mual, muntah, sesak, pusing, keringat
dingin dan berdebar. Pada pasien diabetes dan orangtua, tidak ditemukan
nyeri sama sekali. Bila di anamnesis lebih teliti sering sudah didahului
keluhan-keluhan angina, perasaan tidak enak di dada atau epigastrium
(Kasron, 2017).
Kelainan pada pemeriksaan fisik tidak ada yang spesifik dan dapat
normal. Dapat ditemui BJ yakni S2 yang pecah, paradoksal dan irama
gallop. Adanya krepitasi basal menunjukkan bendungan paru-paru. Nadi cepat,
kulit dingin dan pucat, serta hipotensi sering ditemukan pada kasus yang relatif
lebih berat, terkadang ditemukan pulsasi diskinetik yang berada pada dinding
dada IMA inferior (Kasron, 2017).
2.1.6 Komplikasi
2.1.6.1 Gangguan Hemodinamik
a) Gagal Jantung
Setelah STEMI seringkali terjadi disfungsi miokardium dalam fase
akut dan subakut. Jika dilakukan revaskularisasi dengan segera
menggunakan teknik trombolisis atau IKP, perbaikan fungsi
ventrikel dapat terselamatkan, tetapi apabila jejas transmural atau
obstruksi mikrovaskular sudah terjadi terutama pada dinding anterior,
dapat menyebabkan komplikasi akut yang berakhir gagal jantung
kronik (PERKI, 2018).
b) Gangguan konduksi dan aritmia dalam fase akut
Aritmia dan gangguan konduksi sering ditemukan dalam
beberapa jam pertama setelah infark miokard, diantaranya : aritmia
supraventrikular, aritmia ventrikular, sinus bradikardi dan blok
jantung (PERKI,2018)
2.1.6.2 Komplikasi Kardiak
Faktor risiko terjadinya komplikasi kardiak diantaranya usia lanjut,
infark dinding anterior, iskemia berkepanjangan, gejala Killip II-IV atau
berkurangnya aliran TIMI. Beberapa komplikasi mekanis dapat terjadi secara
akut dalam beberapa hari setelah STEMI, meskipun insidensinya belakangan
berkurang dengan meningkatnya pemberian terapi reperfusi yang segera dan
efektif. Komplikasi yang mungkin terjadi diantaranya : infark ventrikel kanan,
regurgitasi katup mitral, perikarditis, ruptur jantung, ruptur septum ventrikel,
trombus ventrikel kiri serta aneurisma ventrikel kiri (PERKI, 2018).
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
2.1.7.1 Pemeriksaan Elektrokardiogram
EKG merupakan alat yang paling penting untuk mengetahui aktifitas
listrik jantung dan mempunyai nilai diagnostik seperti aritmia jantung, hipertropi
atrium, hipertropi ventrikel, iskemia, infark miocard, efek digitalis dan
antiaritmia, serta gangguan keseimbangan elektrolite. Pasien dengan PJK dapat
terjadi ST depresi, gelombang T tinggi bahkan ST elevasi. ECG harus diulang
ketika pasien mengalami chest pain untuk memonitor secara kontinyu
perkembangan ST segmen (Kumar & Clarks, 2017).
Semua pasien dengan keluhan nyeri dada atau keluhan lain yang
mengarah kepada iskemia harus menjalani pemeriksaan EKG 12 sadapan sesegera
mungkin sesampainya di ruang gawat darurat. Sebagai tambahan, sadapan V3R
dan V4R, serta V7-V9 sebaiknya direkam pada semua pasien dengan perubahan
EKG yang mengarah kepada iskemia dinding inferior. Sementara itu, sadapan V7-
V9 juga harus direkam pada semua pasien angina yang mempunyai EKG awal
nondiagnostik. Sedapat mungkin, rekaman EKG dibuat dalam 10 menit sejak
kedatangan pasien di ruang gawat darurat. Pemeriksaan EKG sebaiknya diulang
setiap keluhan angina timbul kembali.
Gambaran EKG yang dijumpai pada pasien dengan keluhan angina
cukup bervariasi, yaitu: normal, nondiagnostik, LBBB (Left Bundle Branch
Block) baru/ persangkaan baru, elevasi segmen ST yang persisten (≥20 menit)
maupun tidak persisten, atau depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi
gelombang T.
2.1.7.2 Pemeriksaan Marka Jantung
Kreatinin kinase-MB (CK-MB) atau troponin I/T merupakan marka
nekrosis miosit jantung dan menjadi marka untuk diagnosis infark miokard.
Troponin I/T sebagai marka nekrosis jantung mempunyai sensitivitas dan
spesifisitas lebih tinggi dari CK-MB. Peningkatan marka jantung hanya
menunjukkan adanya nekrosis miosit, namun tidak dapat dipakai untuk
menentukan penyebab nekrosis miosit tersebut (penyebab koroner/nonkoroner).
Troponin I/T juga dapat meningkat oleh sebab kelainan kardiak nonkoroner
seperti takiaritmia, trauma kardiak, gagal jantung, hipertrofi ventrikel kiri,
miokarditis/perikarditis. Keadaan nonkardiak yang dapat meningkatkan kadar
troponin I/T adalah sepsis, luka bakar, gagal napas, penyakit neurologik akut,
emboli paru, hipertensi pulmoner, kemoterapi, dan insufisiensi ginjal. Pada
dasarnya troponin T dan troponin I memberikan informasi yang seimbang
terhadap terjadinya nekrosis miosit, kecuali pada keadaan disfungsi ginjal. Pada
keadaan ini, troponin I mempunyai spesifisitas yang lebih tinggi dari troponin T.
Pemeriksaan marka jantung sebaiknya dilakukan di laboratorium sentral.
Pemeriksaan di ruang darurat atau ruang rawat intensif jantung (point of care
testing) pada umumnya berupa tes kualitatif atau semikuantitatif, lebih cepat (15-
20 menit) tetapi kurang sensitif. Point of care testing sebagai alat diagnostik rutin
SKA hanya dianjurkan jika waktu pemeriksaan di laboratorium sentral
memerlukan waktu >1 jam. Jika marka jantung secara point of care testing
menunjukkan hasil negatif maka pemeriksaan harus diulang di laboratorium
sentral.
2.1.7.3 Pemeriksaan laboratorium
Data laboratorium, di samping marka jantung, yang harus dikumpulkan
di ruang gawat darurat adalah tes darah rutin, gula darah sewaktu, status elektrolit,
koagulasi darah, tes fungsi ginjal, dan panel lipid. Pemeriksaan laboratorium tidak
boleh menunda terapi SKA.
2.1.7.4 Pemeriksaan foto polos dada
Mengingat bahwa pasien tidak diperkenankan meninggalkan ruang gawat
darurat untuk tujuan pemeriksaan, maka foto polos dada harus dilakukan di ruang
gawat darurat dengan alat portabel. Tujuan pemeriksaan adalah untuk membuat
diagnosis banding, identifikasi komplikasi dan penyakit penyerta.
2.1.8 Penatalaksanaan Medis
2.1.8.1 Oksigen
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 70% pasien SKA
disertai hipoksemia, dengan pemberian oksigen akan mengurangi ST elevasi
karena akan mengurangi kerusakan miokard melalui mekanisme peningkatan
suplai oksigen. Pemberian oksigen diberikan melalui nasal kanul 2-4 lt/menit
2.1.8.2 Aktivitas
Pasien dengan ACS harus berada pada tempat tidur selama 12 jam
pertama untuk mengurangi kerja jantung selama masa awal infark. Kemudian
dilanjut postur tegak dengan menggantung kaki ke sisi tempat tidur dan duduk
di kursi dalam 24 jam pertama.
2.1.8.3 Diet
Pasien hanya diberikan air peroral atau tidak diberikan apapun pada
4-12 jam pertama. Diet yang diberikan karbohidrat kompleks 50-55% dari
kebutuhan kalori, tinggi serat,kalium, magnesium tetapi rendah natrium
2.1.8.4 Bowel
Bedrest dan efek narkotik yang digunakan untuk menghilangkan
nyeri sering kali menyebabkan konstipasi. Laksatif dapat diberikan jika pasien
mengalami konstipasi
2.1.8.5 Farmakoterapi
Beberapa terapi farmakologis yang dapat diberikan, antara lain :
nitrogliserin, morfin, aspirin, beta blocker, ACE Inhibitor. Sedangkan,
terapi reperfusi dilakukan dengan percutaneus coronary intervention (PCI)
primer ataupun dengan terapi fibrinolisis (PERKI, 2018).
2.2 Konsep Dasar Elektrokardiogram (EKG)
2.2.1 Definisi
Elektrokardiogram (EKG) adalah suatu pencatatan grafis aktivitas listrik
jantung. Sewaktu impuls jantung melewati jantung, arus listrik akan menyebar ke
jaringan di sekeliling jantung, dan sebagian kecil dari arus listrik ini akan
menyebar ke segala arah di seluruh permukaan tubuh. Impuls yang masuk ke
dalam jantung akan membangitkan sistem konduksi pada jantung sehingga terjadi
potensial aksi. Potensial aksi jantung secara umum, terdapat dua fase yang terjadi,
yaitu depolarisasi dan repolarisasi. Depolarisasi adalah rangsangam ketika
gelombang rangsang listrik tersebar dari nodus SA melalui sistem penghantar
menuju miokardium untuk merangsang otot berkontraksi. Sedangkan repolarisasi
adalah pemulihan listrik kembali (Guyton & Hall, 2017).
Sementara itu, menurut Dharma (2017) kertas EKG mempunyai garis-
garis baik vertikal maupun horizontal berjarak 1 mm. Garis yang lebih tebal
mempunyai jarak 5 mm. Mengenai “waktu” diukur sepanjang garis horisontal 1
mm = 0,04 detik atau 40 milidetik, 5 mm = 0,2 detik. “Voltage” listrik diukur
sepanjang garis vertical dan dinyatakan dalam milimeter dimana setiap 10 mm
setara dengan 1 mV dengan kecepatan pencatatan 25 mm/detik.
Gelombang P (P wave) merupakan defleksi yang dihasilkan oleh
depolarisasi atrium, sedangkan gelombang Q (Q wave) adalah defleksi negatif
pertama yang dihasilkan oleh depolarisasi ventrikel dan mendahului defleksi
positif pertama (R). Gelombang R (R wave) merupakandefleksi positif pertama
dari depolarisasi ventrikel. Adapun gelombang S (S wave) adalah defleksi negatif
pertama dari depolarisasi ventrikel setelah defleksi positif pertama R.
Gelombang T (T wave) adalah defleksi yang dihasilkan sesudah
gelombang QRS oleh repolarisasi ventrikel, sedangkan gelombang U (U wave)
merupakan defleksi (biasanya positif) yang terlihat setelah gelombang T dan
mendahului gelombang P berikutnya. Biasanya terjadi repolarisasi lambat pada
sistem konduksi inverventrikuler (Purkinje).
Bila irama ventrikel teratur, interval antara 2 gelombang R berturut-turut
dibagi dalam 60 detik akan memberikan kecepatan jantung permenit (heart rate).
Bila irama ventrikel tidak terartur, jumlah gelombang R pada suatu periode waktu
(misalnya 10 detik) harus dihitung dan hasilnya dinayatakan dalam jumlah
permenit. Pada sinus ritme interval P-P akan sama dengan interval R-R. Tetapi
bila irama ventrikel tidak teratur atau bila kecepatan atrium dan venrikel berbeda
tetapi teratur, maka interval P-P diukur dari titik yang sama pada 2 gelombang P
berturut-turut dan frekwensi atrial per menit dihitung seperti halnya frekwensi
ventrikel.
Interval P-R diukur untuk mengetahui waktu konduksi atrio ventrikel.
Termasuk disini waktu yang diperlukan untuk depolarisasi atrium dan sebagian
depolarisasi atrium, tambah perlambatan eksitasi daripada nodus atrio ventrikuler.
Diukur mulai dari permulaan gelombang P sampai permulaan kompleks QRS.
Sebenarnya lebih tepat interval ini disebut P-Q. Nilai normalnya : 0,12 - 0,20
detik.
Interval QRS merupakan pengukuran seluruh waktu depolarisasi
ventrikel. Diukur dari permulaan gelombang Q (R bila tidak terlihat Q) sampai
akhir gelombang S. Batas atas nilai normalnya adalah 0,1 detik. Pada sandapan
prekordial V2 atau V3, interval ini mungkin 0,11 detik. Interval Q-T diukur dari
permulaan gelombang Q sampai akhir gelombang T. Dengan ini diketahui
lamanya sistole elektrik. Interval Q-T normalnya tidak melebihi 0,42 detik pada
pria dan 0,43 detik pada wanita, sedangkan interval Q-U diukur mulai dari awal
gelombang Q sampai akhir gelombang U.
Segmen P-R merupakan bagian dari akhir gelombang P sampai
permulaan kompleks QRS. Segmen ini normalnya adalah isoelektris. RS-T
junction (J) merupakan titik akhir dari kompleks QRS dan mulai segmen RS-T.
Segmen RS-T (segmen S-T), diukur mulai dari J sampai permulaan gelombang T.
Segmen ini biasanya isoelektris tetapi dapat bervaraisi antara 0,5 sampai +2 mm
pada sandapam prekordial. Elevasi dan depresinya dibandingkan dengan bagian
garis dasar (base line) antara akhir gelombang T dan permulaan gelombang P
(segmen T-P).
2.2.2 Tujuan
Menurut Price and Wilson (2017) tujuan melakukan pemasangan EKG
adalah untuk menentukan kelainan seperti:
1. Gangguan irama jantung (disritmia)
2. Pembesaran atrium atau ventrikel
3. Iskemik atau infark miokard
4. Infeksi lapisan jantung (perikaraditis)
5. Efek obat-obatan
6. Gangguan elektrolit
7. Penilaian fungsi pacu jantung
8. Gangguan konduksi interventrikuler
9. Penyakit perikardium
10. Pengaruh obat-obatan seperti digitalis, kinidin, kinine
11. Berbagai kelainan lain seperti penyakit jantung bawaan, cardiopulmonal,
emboli paru, mixedema
2.2.3 Indikasi
Indikasi dilakukan pemeriksaan EKG sebagai berikut:
1. Pasien dengan riwayat penyakit jantung.
2. Pemeriksaan tanda-tanda vital (TTV) yang tidak normal, seperti: Pergerakan
dada yang tidak seimbang, adanya bunyi jantung 3 dan 4.
3. Pasien dengan keluhan nyeri dada atau nyeri epigastrik.
4. Pasien yang mengalami intoleransi aktivitas.
5. Pasien dengan persiapan operasi dengan general anestesi.
6. Pasien dengan kelainan nilai elektrolit serum.
7. Pasien yang henti jantung untuk menegakkan diagnosa kematian atau asystole.
2.2.4 Kontra Indikasi
Kontra indikasi pasien dilakukan pemeriksaan EKG antara lain:
1. Pasien dengan luka bakar area ekstremitas dan dada, sehingga tidak dapat
dipasangkan elektroda.
2. Pasien gelisah sebelum diberikan obat-obatan sedative.
3. Pasien dengan trauma terbuka pada bagian thorax dan ekstremitas.
4. Pasien kejang yang tidak respon dengan pemberian relaksan, sehingga EKG
tidak dapat terbaca
2.2.5 Hal-hal yang Perlu Diperhatikan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan EKG antara lain:
1. Aspek Keamanan dan Keselamatan
a. Sebelum bekerja periksa dahulu tegangan alat EKG.
b. Alat selalu dalam posisi stop apabila tidak digunakan.
c. Perekaman setiap sandapan (lead) dilakukan masing-masing 2-4
kompleks.
d. Hindari gangguan listrik dan gangguan mekanik seperti jam tangan,
tremor, bergerak, batuk dan lain-lain.
e. Dalam perekaman EKG, perawat harus menghadap pasien.
2. Hal-hal Penting yang Harus Diperhatikan
a. Pemantauan setiap saat terhadap kondisi pasien.
b. Pemasangan EKG harus sesuai dengan cara yang benar.
c. Pasien diusahakan jangan menyentuh besi atau peralatan dari logam,
jangan batuk, dan tidak mengobrol, karena akan mempengaruhi hasil
EKG.
3. Hal-hal Penting yang Harus Dicatat
a. Identifikasi pasien dengan benar meliputi: nama pasien, nomor catatan
medic, status klien (usia, jenis kelamin)
b. Tanggal atau Jam dilakukan perekaman EKG
c. Dokter yang bertanggung jawab mengelola pasien.
d. Frekuensi jantung per menit
e. Irama jantung
f. Gelombang P
g. Interval P-R
h. Kompleks QRS
i. Gelombang T
j. Gelombang U
k. Kelainan EKG yang ditemukan
2.2.6 Prosedur Tindakan
Prosedur pemeriksaan EKG meliputi beberapa tahap sebagai berikut:
1. Anatomi Daerah Target
Anatomi daerah yang menjadi target pemeriksaan elektrokardiogram
terkait dengan pemasangan ke 12 sandapannya. Setiap sandapan memiliki
area pemeriksaan yang berbeda-beda.
a. Sandapan Bipolar
Sandapan ini terdiri dari dua elektroda, yaitu positif dan negatif. Istilah
“bipolar” berarti bahwa elektrokardiogram yang direkam itu berasal dari
dua elektroda yang diletakkan pada tubuh dalam hal ini anggota badan.
Sandapan ini diletakkan pada pergelangan-pergelangan tangan atau kaki
sehingga terbentuk tiga sandapan ekstremitas bipolar untuk mencatat
potensial bioelektrik jantung. Sandapan ini terdiri dari:
1) Lead I : Merekam perbedaan potensial dari elektroda di lengan
kanan (Right Arm/ RA) dan lengan kiri (Left Arm/ LA),
lengan kanan bermuatan negatif (-) sedangkan lengan kiri
bermuatan positif (+).
2) Lead II : Merekam perbedaan potensial dari elektroda di lengan
kanan (Right Arm/ RA) dan kaki kiri (Left Foot/ LF),
lengan kanan bermuatan negatif (-) sedangkan kaki kiri
bermuatan positif (+).
3) Lead III : Merekam perbedaan potensial dari elektroda di lengan
kiri (LA) dan kaki kiri (LF), lengan kiri bermuatan
negative (-) sedangkan kaki kiri bermuatan positif (+).
b. Sandapan Unipolar
1) Sandapan Unipolar Ekstremitas
Sandapan ini merekam besar potensial listrik pada satu ekstremitas,
elektroda eksplorasi diletakkan pada ekstremitas yang akan diukur.
Gabungan elektroda-elektroda pada ekstremitas lain membentuk
elektroda indiferen (potensial 0). Sandapan ini terdiri dari:
(a) Lead aVR : Merekam potensial listrik pada lengan kanan
(RA), lengan kanan bermuatan positif (+), lengan
kiri (LA) dan kaki kiri (LF) membentuk elektroda
indiferen.
(b) Lead aVL : Merekam potensial listrik pada lengan kiri (LA),
lengan kiri bermuatan positif (+), lengan kanan
(RA) dan kaki kiri (LF) membentuk elektroda
indiferen.
(c) Lead aVF : Merekam potensial listrik pada kaki kiri (LF),
lengan kiri bermuatan positif (+), lengan kanan
(RA) dan lengan kiri (LA) membentuk elektroda
indiferen.
2) Sandapan Unipolar Prekordial
Sandapan ini merekam besar potensial listrik jantung dengan
meletakkan elektroda positif secara horizontal pada dinding dada atau
punggung mengelilingi jantung. Sandapan ini terdiri dari:
(a) V1 : Elektroda ditempatkan pada ICS IV, garis sternum kanan
(b) V2 : Elektroda ditempatkan pada ICS IV, garis sternum kiri
(c) V3 : Elektroda ditempatkan pada pertengahan antara V2 dan
V4
(d) V4 : Elektroda ditempatkan pada ICS V, garis midklavikula kiri
(e) V5 : Elektroda ditempatkan sejajar dengan V4, garis aksila
depan
(f) V6 : Elektroda ditempatkan sejajar dengan V4, garis aksila
tengah
c. Sandapan Tambahan
Sandapan ini dipakai dalan keadaan tertentu saja. Terdiri dari:
1) V7 : Garis aksila belakang sejajar dengan V4
2) V8 : Garis skapula belakang sejajar dengan V4.
3) V9 : Batas kin dan kolumna vertebra sejajar dengan V4
4) V3R-V9R : Posisinya sama dengan V3 - V9, tetapi pada sebelah
kanan
2. Persiapan Alat
1) Mesin EKG yang dilengkapi dengan 3 kabel, sebagai berikut :
a. Satu kabel untuk listrik (power)
b. Satu kabel untuk bumi (ground)
c. Satu kabel untuk pasien, yang terdiri dari 10 cabang dan diberi tanda
dan warna.
2) Plat elektrode yaitu
a. buah elektrode extremitas dan manset
b. 6 Buah elektrode dada dengan balon penghisap.
3) Jelly elektrode / kapas alcohol
4) Kertas EKG (telah siap pada alat EKG)
5) Kertas tissue
3. Prosedur dan Tindakan
Tindakan yang dilakukan Rasional
a. Mencuci tangan Mengurangi resiko infeksi
b. Memakai sarung tangan (jika Healthcare Associated
beresiko terkena cairan tubuh pasien Infections (HAIS)
yang sifatnya infeksius)
c. Persiapan pasien
1) Memberi salam dengan menyapa Memastikan ketepatan
nama dan umur pasien dengan identifikasi pasien
benar. pemberian informasi yang
2) Menjelaskan tujuan perekaman adekuat dapat
EKG meningkatkan pemahaman
3) Menjelaskan langkah dan pasien sehingga pasien
prosedur akan kooperatif selama
4) Memberi kesempatan kepada tindakan berlangsung.
pasien untuk bertanya Melindungi hak pasien
5) Menjaga privasi pasien berdasarkan prinsip etik.
6) Pakaian pasien dibuka dan Bagian precordial harus
dibaringkan terlentang dalam terekspose sempurna untuk
keadaan tenang selama mendapatkan hasil
perekaman rekaman yang akurat.
d. Penempatan Elektrode
1) Sebelum pemasangan elektrode, Bagian tubuh sebagai
bersihkan kulit pasien di sekitar sandapan bersih dari benda
yang mengandung aktivitas
pemasangan manset, beri jelly
listrik yang dapat
kemudian hubungkan kabel mempengaruhi hasil
elektrode dengan pasien. perekaman.
3.1 Pengkajian
Berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 11 April 2022 pukul 13.00 WIB di
ruang ICVCU RSUD dr.Doris Sylvanus Palangka Raya, dengan teknik anamnesa
(wawancara), observasi, pemeriksaan fisik, dan data dari buku status pasien,
didapatkan hasil sebagai berikut:
3.1.1 Identitas Pasien
Nama : Tn.Z
Umur : 62 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Suku/Bangsa : Dayak/Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Pens. PNS
Pendidikan : Sarjana
Status Perkawinan : Kawin
Alamat : Jl. Pelita Raya no 11, Buntok.
Tgl MRS : 09-04-2022
Diagnosa Medis : Acute Coronary Syndrome ( ACS )
3.1.2 Riwayat Kesehatan /Perawatan
3.1.2.1 Keluhan Utama
Klien mengatakan nyeri pada bagian dada sebelah kiri.
3.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pada tanggal 9 April 2022 klien dirujuk dari RSUD Jaraga Sasameh
Buntok ke RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya. Sampai di IGD klien
mengatakan nyeri mendadak, nyeri pada bagian dada sebelah kiri, nyeri
seperti ditindih beban berat, skala nyeri 5 (nyeri sedang), nyeri hilang
timbul, nyeri bertambah ketikan klien sedang istirahat atau sedang tidak
melakukan aktivitas. Dilakukan pemeriksaan TTV didapatkan hasil TD :
150/90 mmHg, N : 57x/menit, RR : 22x/menit, S : 36 0C, SPO2 : 97%,
kesadaran compos mentis. Setelah dilakukan pemeriksaan klien dirawat
inapkan di raungan ICVCU untuk penanganan lebih lanjut. Pada tanggal
11 April 2022 di ruang ICVCU, dilakukan pemantauan TTV dan
didapatkan hasil : TD : 138/76 , N : 57x/menit, RR : 25x/menit, S : 36,5 0C,
SPO2 : 99%, kesadaran compos mentis, klien tampak pucat, meringis dan
gelisah. Dilakukan pengkajian pada jam 13.00 WIB, klien mengatakan
nyeri dada, P : nyeri bertambah ketika klien istirahat atau saat tidak
melakukan aktivitas, Q : nyeri seperti ditindih beban berat, R : nyeri pada
bagian dada kiri menjalar ketangan kiri, S : skala nyeri 5 (nyeri sedang),
T : nyeri yang dirasakan sejak 6 hari yang lalu, nyeri hilang timbul.
3.1.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya (Riwayat Penyakit dan Riwayat
Operasi)
Klien mengatakan pernah mengalami riwayat penyakit seperti yang ia
alami sekarang, klien terpasangan ring jantung pada tahun 2017 dan klien
mengatakan tidak memiliki riwayat DM dan penyakit lainnya. Klien tidak
memiliki alergi obat dan makanan
3.1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakan bahwa dikeluarganya tidak ada yang memiliki riwayat
penyakit turunan seperti penyakit DM dan penyakit lainnya.
GENOGRAM KELUARGA:
Keterangan :
: Hubungan keluarga
: Tinggal serumah
: Perempuan
: Laki-laki
: Klien
: Meninggal
Jenis
No. Hasil Nilai Rujukan Satuan
Pemeriksaan
1. HBs Ag (antigen) Negatif Negatif
2. Troponin I < 0,01 < 0,30 ng/ml
3. Glukosa Sewaktu 125 < 200 mg/dl
4. Ureum 41 21-53 mg/dl
5. Kreatinin 1,51 0,17-1,5 mg/dl
Khofifah Wulannor
3.2 Analisa Data
DATA SUBJEKTIF DAN
PENYEBAB MASALAH
DATA OBJEKTIF
DS: ACS Nyeri Akut
- Klien mengatakan nyeri Suplai O2 ke jaringan SDKI D.0077 hal 172
dada Miokard menurun
- Frekuensi denyut
jantung : 57x/menit
- Irama EKG Sinus
Bradycardia
- TTV :
TD : 138/76 mmHg
N : 57x/menit
RR: 25x/menit
S : 36,50C
SPO2 99%
3.3 Prioritas Masalah
1. Nyeri Akut berbuhungan dengan penurunan aliran arteri atau vena ditandai
dengan klien mengatakan nyeri dada, P : nyeri bertambah ketika klien istirahat
atau saat tidak melakukan aktivitas, Q : nyeri seperti ditindih beban berat, R :
nyeri pada bagian dada kiri menjalar ketangan kiri, S : skala nyeri 5 (nyeri
sedang), T : nyeri yang dirasakan sejak 6 hari yang lalu, nyeri hilang timbul,
klien tampak pucat, meringis dan gelisah, nilai GCS, E (Eye): 4 (membuka
mata spontan), V (Verbal): 5 (orientasi baik), M (Motorik): 6 (motorik
mengikuti perintah), Total Nilai GCS adalah 15 (Compos mentis), TTV : TD :
138/76 mmHg, N : 57x/menit, RR: 25x/menit, S : 36,50C, SPO2 99%
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan dispnea dibuktikan dengan klien
mengatakan kadang merasa sesak napas saat nyeri muncul pada malam hari
klien tampak pucat, meringis dan gelisah, klien tampak sesak napas, sesak
nafas saat nyeri dada muncul, irama pernafasan tidak teratur, suara nafas
tambahan ronchi, TTV : TD : 138/76 mmHg, N : 57x/menit, RR: 25x/menit, S :
36,50C, SPO2 99%
3. Penurunan curah jantung ditandai dengan perubahan irama jantung dibuktikan
dengan klien tampak pucat, meringis dan gelisah, sesak nafas saat nyeri dada
muncul, irama jantung : teratur, frekuensi denyut jantung : 57x/menit, irama
EKG Sinus Bradycardi, TTV : TD : 138/76 mmHg, N : 57x/menit, RR:
25x/menit, S : 36,50C, SPO2 99%
3.4 Intervensi Keperawatan
Nama Pasien : Tn.Z
Ruang Rawat : ICVCU
1. Nyeri Akut berbuhungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan SIKI Manajemen Nyeri I.08238 hal 201
penurunan aliran arteri atau vena selama 1x24 jam diharapkan nyeri akut Observasi
ditandai dengan klien mengatakan teratasi dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
nyeri dada, P : nyeri bertambah SLKI Tingkat Nyeri L.08066 hal 145 frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
ketika klien istirahat atau saat tidak 1. Keluhan nyeri menurun (5) 2. Identifikasi skala nyeri
melakukan aktivitas, Q : nyeri 2. Meringis menurun (5) 3. Identifikasi respons nyeri non verbal
seperti ditindih beban berat, R : 3. Gellisah menurun (5) 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
nyeri pada bagian dada kiri menjalar 4. Frekuensi nadi membaik (5) memperingan nyeri
ketangan kiri, S : skala nyeri 5 (nyeri 5. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
sedang), T : nyeri yang dirasakan Terapeutik
sejak 6 hari yang lalu, nyeri hilang 6. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
timbul, klien tampak pucat, meringis mengurang rasa nyeri (terapi musik, terapi pijat,
dan gelisah, nilai GCS, E (Eye): 4 relaksasi nafas dalam, kompres hangat atau
(membuka mata spontan), V dingin)
(Verbal): 5 (orientasi baik), M 7. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
(Motorik): 6 (motorik mengikuti nyeri (mis. Suhu ruangan, pencaayaan,
perintah), Total Nilai GCS adalah kebisingan)
15 (Compos mentis), TTV : TD : Edukasi
138/76 mmHg, N : 57x/menit, RR:
25x/menit, S : 36,50C, SPO2 99% 8. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2. Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan asuhan keperawatan SIKI Manajemen Jalan Napas I.01011 hal 186
berhubungan dengan dispnea selama 1x24 jam diharapkan pola napas Observasi
dibuktikan dengan klien mengatakan tidak efektif teratasi, dengan kriteria hasil : 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,
kadang merasa sesak napas saat SLKI Pola Napas L.01004 hal 95 usaha napas)
nyeri muncul pada malam hari klien 1. Dispnea menurun (5) 2. Monitor bunyi napas (mis. gurgling, mengi,
tampak pucat, meringis dan gelisah, 2. Pemanjangan fase ekspirasi menurun (5) wheezing, ronkhi kering)
klien tampak sesak napas, sesak 3. Frekuensi napas membaik (5) 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma
nafas saat nyeri dada muncul, irama 4. Kedalaman napas membaik (5) Terapeutik
pernafasan tidak teratur, suara nafas 4. Posisikan semi fowler atau fowler
tambahan ronchi, TTV : TD : 138/76 5. Berikan minum hangat
mmHg, N : 57x/menit, RR: 6. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
25x/menit, S : 36,50C, SPO2 99% 7. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
8. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu
3. Penurunan curah jantung ditandai Setelah dilakukan tindakan keperawatan SIKI Perawatan Jantung I.02075 hal 317
dengan perubahan irama jantung selama ...x... jam diharapkan penurunan Observasi :
dibuktikan dengan klien tampak curah jantung teratasi dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi tanda gejala primer penurunan curah
pucat, meringis dan gelisah, sesak SLKI Curah Jantung L.02008 hal 20 jantung (dispnea, kelelahan, edema, peningkatan
nafas saat nyeri dada muncul, irama 1. Bradikardia menurun (5) CVP, ortopnea)
jantung : teratur, frekuensi denyut 2. Dispnea menurun (5) 2. Identifikasi tanda gejala sekunder penurunan
jantung : 57x/menit, irama EKG 3. Takanan darah membaik (5) curah jantung (peningkatan BB, distensi vena
Sinus Bradycardi, TTV : TD : jugularis, palpitasi, ronkhi basah, batuk, kulit
138/76 mmHg, N : 57x/menit, RR: pucat dll)
25x/menit, S : 36,50C, SPO2 99% Terapeutik :
1. Monitor tekanan darah
2. Monitor saturasi oksigen
3. Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi
sebelum dan sesudah aktivitas dan sebelum
pemberian obat
4. Posisikan pasien semi-fowler atau fowler
dengan kaki kebawah atau posisi nyaman
5. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi
oksigen >94%
Edukasi :
1. Anjurkan aktivitas fisik sesuai toleransi
2. Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian aritmia atau vasodilator,
jika perlu