Anda di halaman 1dari 73

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN PADA

Tn.Z DENGAN DIAGNOSA MEDIS ACUTE CORONARY SYNDROME


(ACS) DI RUANG ICVCU RSUD dr. DORIS SYLVANUS
PALANGKA RAYA

OLEH :
KHOFIFAH WULANNOR
NIM. 2019.C.11a.1014

YAYASAN EKA HARAP PALANGKA RAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PRODI S1 KEPERAWATAN
TAHUN 2022
LEMBAR PERSETUJUAN

Asuhan Keperawatan Ini Disusun Oleh:


Nama : Khofifah Wulannor
NIM : 2019.C.11a.1014
Program Studi : Sarjana Keperawatan
Judul : “Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Tn.Z
Dengan Diagnosa Medis Acute Coronary Syndrome (Acs)
di Ruang ICVCU RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”
Telah melaksanakan asuhan keperawatan sebagai persyaratan untuk
menempuh Praktik Praklinik Keperawatan III (PPK III) Pada Program Studi
Sarjana Keperawatan Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Eka Harap Palangka Raya.

Laporan keperawatan ini telah disetujui oleh :

Pembibing Akademik Pembimbing Lahan

Efri Dulie, S.Kep., Ners. Sri Widiati, S.Kep, Ners.


KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan Puji Syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas berkat dan anugerah-Nya sehingga penyusun dapat menyelesaikan Laporan
Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan yang berjudul “Laporan Pendahuluan dan
Asuhan Keperawatan pada Tn.Z dengan Diagnosa Medis Acute Coronary
Syndrome (ACS) di Ruang ICVCU RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya”
Laporan pendahuluan ini disusun guna melengkapi tugas (PPK III).
Laporan Pendahuluan ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh
karena itu, saya ingin mengucapkan terimakasih kepada :
1. Ibu Maria Adelheid Ensia, S.Pd.,M.Kes selaku Ketua STIKes Eka Harap
Palangka Raya.
2. Ibu Meilitha Carolina, Ners.,M.Kep selaku Ketua Program Studi Ners
STIKes Eka Harap Palangka Raya.
3. Bapak Efri Dulie, S.Kep.,Ners selaku pembimbing akademik yang telah
banyak memberikan arahan, masukkan, dan bimbingan dalam penyelesaian
asuhan keperawatan ini.
4. Ibu Sri Widiati, S.Kep.,Ners selaku pembimbing lahan yang telah
memberikan izin, informasi dan membantu dalam pelaksanaan praktik
manajemen keperawatan di RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya
(ICVCU).
5. Semua pihak yang telah banyak membantu dalam pelaksaan kegiatan
pengabdian kepada masyarakat ini.
Saya menyadari bahwa laporan pendahuluan ini mungkin terdapat kesalahan
dan jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu penyusun mengharapkan saran dan
kritik yang membangun dari pembaca dan mudah-mudahan laporan pendahuluan
ini dapat mencapai sasaran yang diharapkan sehingga dapat bermanfaat bagi kita
semua.
Palangka Raya, 11 April 2022

Penyusun,
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN...................................................................................i
KATA PENGANTAR............................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang..................................................................................................1
1.2. Rumusan Masalah............................................................................................5
1.3. Tujuan.................................................................................................................5
1.4. Manfaat...............................................................................................................5
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Dasar Acute Coronary Syndrome (ACS)........................................7
2.1.1 Definisi....................................................................................................7
2.1.2 Anatomi Fisiologi Sistem Kardiovaskuler...........................................7
2.1.3 Etiologi..................................................................................................12
2.1.4 Patofisiologi..........................................................................................12
2.1.5 Manifestasi Klinis................................................................................16
2.1.6 Komplikasi...........................................................................................16
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang.....................................................................17
2.1.8 Penatalaksanaan Medis.......................................................................18
2.2 Konsep Dasar Elektrokardiogram (EKG)................................................19
2.2.1 Definisi..................................................................................................19
2.2.2 Tujuan..................................................................................................21
2.2.3 Indikasi.................................................................................................21
2.2.4 Kontra Indikasi....................................................................................22
2.2.5 Hal-hal yang Perlu Diperhatikan.......................................................22
2.2.6 Prosedur Tindakan..............................................................................23
2.3 Manajemen Asuhan keperawatan...............................................................29
2.3.1 Pengkajian Keperawatan....................................................................29
2.3.2 Diagnosa Keperawatan.......................................................................32
2.3.3 Intervensi Keperawatan......................................................................33
2.3.4 Impementasi Keperawatan.................................................................41
2.3.5 Evaluasi................................................................................................41
BAB 3 ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 Pengkajian........................................................................................................43
3.2 Analisa Data.....................................................................................................53
3.3 Prioritas Masalah............................................................................................57
3.4 Intervensi Keperawatan................................................................................58
3.5 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan.................................................62
BAB 4 PENUTUP
4.1 Kesimpulan......................................................................................................66
4.2 Saran..................................................................................................................66
DAFTAR PUSTAKA
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Acute Coronary Syndrome (ACS) atau Sindrom koroner akut mengacu
pada konstelasi tanda dan gejala klinis yang disebabkan oleh iskemia miokard
yang memburuk. Tidak adanya kerusakan miokard, dinilai dengan mengukur
kadar biomarker jantung sehingga pasien dapat diklasifikasikan sebagai
mengalami angina tidak stabil (Griffin & Menon, 2018).
Infark miokard (MI) menggambarkan proses kematian sel miokard yang
disebabkan oleh iskemia atau ketidakseimbangan antara suplai oksigen miokard
melalui arteri koroner dan kebutuhan. Menurut laporan World Health
Organization terbaru pada tahun 2015 penyakit jantung koroner tetap menjadi
penyebab utama kematian di seluruh dunia. Pengenalan dini dan diagnosis MI
akut serta waktu serangan sangat penting untuk pertimbangan terapi sehingga
dapat membatasi kerusakan miokard serta mempertahankan fungsi jantung dan
mengurangi mortalitas (Humphyreys, 2017).
Profil Penyakit Tidak Menular (2017) Kementerian Kesehatan
menyebutkan bahwa penderita penyakit jantung koroner mencapai 4. 920
penderita baru setiap tahunya, dimana 2.320 penderita berjenis kelamin lakilaki,
dan 2.600 penderita berjenis kelamin perempuan. Secara global World Health
Organization (2015) melaporkan bahwa insiden kematian akibat penyakit jantung
mencapai 17,7 juta (45%) (Kemenkes.RI, 2017).
Ketika terjadi kerusakan miokard, pasien dengan ACS dapat
dikelompokkan menjadi dua kategori utama MI akut yakni pasien dengan elevasi
segmen ST baru pada elektrokardiogram (EKG) yang merupakan diagnostik
infark miokard akut elevasi segmen ST (STEMI), dan pasien dengan infark
miokard elevasi segmen non-ST (NSTEMI) yang mengalami peningkatan
biomarker jantung dalam pengaturan klinis yang sesuai, dengan atau tanpa
perubahan EKG iskemik. Uji klinis telah menyatakan manfaat terapi reperfusi dini
pada pasien dengan STEMI dan strategi invasif dini pada pasien dengan NSTEMI
risiko tinggi oleh karena itu, penilaian yang cepat dan akurat dari pasien dengan
dugaan MI akut sangat penting untuk manajemen yang optimal (Jeremias &
Brown, 2019).
Prevalensi penderita jantung koroner di Jawa Timur mencapai 3.000
penderita yang dirawat inap pada seluruh Rumah Sakit (Kemenkes.RI, 2017).
Data nasional yang dilaporkan oleh Kementerian Kesehatan (2019) menyebutkan
bahwa prevalensi Sindrom koroner akut yang terdiagnosis oleh prefesional
kesehatan mencapai 1,5% dari penyakit tidak menular lainya, dengan prevalensi
kematian mencapai 12,9% dari penyebab kematian lainya (Kementerian
Kesehatan RI, 2019).
Ketika terjadi kerusakan miokard, pasien dengan ACS dapat
dikelompokkan menjadi dua kategori utama MI akut yakni pasien dengan elevasi
segmen ST baru pada elektrokardiogram (EKG) yang merupakan diagnostik
infark miokard akut elevasi segmen ST (STEMI), dan pasien dengan infark
miokard elevasi segmen non-ST (NSTEMI) yang mengalami peningkatan
biomarker jantung dalam pengaturan klinis yang sesuai, dengan atau tanpa
perubahan EKG iskemik. Uji klinis telah menyatakan manfaat terapi reperfusi dini
pada pasien dengan STEMI dan strategi invasif dini pada pasien dengan NSTEMI
risiko tinggi oleh karena itu, penilaian yang cepat dan akurat dari pasien dengan
dugaan MI akut sangat penting untuk manajemen yang optimal (Jeremias &
Brown, 2019).
Sindrom koroner akut merupakan penyebab utama morbiditas dan
mortalitas di negara maju. Penyakit Jantung Koroner jenis infark miokard sendiri
merupakan penyebab utama kematian di sebagian besar negara Barat. Prevalensi
yang meningkat pesat di negara berkembang, khususnya Asia Selatan dan Eropa
Timur ditambah dengan peningkatan insiden penyalahgunaan tembakau, obesitas,
dan diabetes diprediksi akan membuat penyakit kardiovaskular semakin
meningkat. penyebab kematian global utama pada tahun 2020. Meskipun Penyakit
Jantung Koroner pada pasien dengan arteri koroner normal semakin dikenali,
pembentukan plak aterosklerotik dalam arteri koroner dengan gangguan lesi
berikutnya, agregasi trombosit, dan pembentukan trombus tetap menjadi penyebab
utama sindrom koroner akut di manusia (Jeremias & Brown, 2019).
Keberhasilan pertolongan penyakit jantung koroner sangat bergantung
kecepatan pertolongan pertama baik di tingkat masyarakat maupun petugas
kesehatan. Kesadaran penderita mengenal gejala-gejala serangan dan kecepatan
mendapat pertolongan sangat dibutuhkan sehingga mampu meminimalisir angka
kematian dan kecacatan yang diakibatkan oleh penyakit jantung koroner. Persepsi
atau interpretasi dan pengetahuan tentang serangan jantung juga diperkirakan
menjadi penyebab lamanya waktu untuk membuat keputusan dalam pencarian
pertolongan (Humphyreys, 2017).
Keterlambatan di bawa ke rumah sakit pada dasarnya tergantung pada
pasien serta pada organisasi layanan medis darurat (Emergency Medical Service),
namun masih banyak masyarakat belum mengenal EMS. Kegagalan untuk
mengenali IMA dikaitkan dengan peningkatan keterlambatan pertolongan
prahospital. Penatalaksanaan yang cepat dan tepat dibutuhkan saat terjadi
serangan, namun yang sering terjadi adalah waktu pre hospital yang panjang
sehingga terjadi keterlambatan ke rumah sakit (George, 2017).
Keterlambatan dalam mencari pertolongan setelah gejala awal bisa
memiliki pengaruh yang besar pada prognosis penyakit dalam manajemen
penanganan Sindrom koroner akut. Lamanya waktu pencarian pertolongan adalah
penyebab utama keterlambatan dalam memulai tindakan penanganan di Rumah
Sakit (Farshidi et al., 2017).
Manajemen pertolongan yang buruk sampai saat ini masih menjadi
masalah yang sulit terpecahkan. Keharusan pertolongan singkat menjadi salah
satu hambatan dalam meminimalkan angka kematian akibat penyakit jantung
koroner (Waly, 2017).
Beberapa studi menunjukkan bahwa luasan infark miokard pada klien
Sindrom koroner akut cukup beragam. Proporsi luasan infark kurang dari 10%
mencapai 10%, luasan infark 10-205 mencapai 40%, luasan infak 21-30%
mencapai 30%, serta lebih dari 30% mencapai 15%. Luasan infark penting untuk
mengetahui prognosis skor luasan infark melebihi 10% memiliki angka mortalitas
lebih tinggi dimana angka kematianya mencapai 5,6%. Pada 25% episode Infark
Miokard Akut (IMA), kematian terjadi mendadak dalam beberapa menit setelah
serangan, karena itu banyak yang tidak sampai ke rumah sakit. Mortalitas
keseluruhan adalah 15-30%. Risiko kematian tergantung pada banyak faktor
termasuk usia penderita, riwayat penyakit jantung koroner sebelumnya, adanya
penyakit lain dan luasnya infark. Luas infark miokard dapat diukur dengan
beberapa metode. Pemakaian metode yang paling sering digunakan sekarang
adalah metode skoring QRS yang dikembangkan oleh Selvester. Metode ini
menggunakan kompleks QRS yang didapat dari gambar hasil rekaman 12-lead
EKG standar dengan melihat perubahan progresif komplek QRS (Susilo, 2017;
Susilo, 2017; Primanda, 2017; Syaifullah, 2017; Agustini, 2017).
Selain gambaran abnormalitas elektrokardiografi diagnosis pada
sindrome koroner akut dapat ditegakkan minimal dua kriteria dari tiga kriteria
klinis diantaranya anamnesis dan peningkatan enzime jantung yang salah satunya
adalah troponin (Jeremias & Brown, 2019).
Sebuah studi menunjukkan bahwa 81,48% kadar troponin pada klien
dengan sindrome koroner akut mengalami peningkatan lebih dari 0,1 ng/ml serta
peningkatan kadar troponin berpotensi terjadinya major adverse cardiovascular
event sebanyak 6,5 kali dari klien dengan kadar troponin normal (Kusumawati,
2018; Prasetyo, 2017).
Troponin jantung hampir spesifik absolut terhadap jaringan miokard dan
mempunyai sensitivitas yang tinggi, bahkan dapat menunjukkan adanya nekrosis
miokard yang kecil (microscopic zone). Penelitian menunjukkan bahwa pada
pasien dengan IMA non-Q atau ATS, troponin serum dapat digunakan untuk
stratifikasi risiko mortalitas dan kejadian kardiak jangka pendek dan jangka lama.
Penyakit jantung koroner terus menjadi beban yang sangat berat bagi
pasien, keluarga, layanan kesehatan dan masyarakat. Kematian mendadak
merupakan bagian utama dari beban itu. Strategi pencegahan terus diupayakan
secara nasional. Karenanya kementerian kesehatan mengalami reorganisasi yang
signifikan dan perawatan menjadi lebih berfokus pada komunitas. Perawat jantung
perlu terus mengembangkan keterampilan dan keahlian mereka untuk bekerja di
masa-masa yang menantang ini untuk berkontribusi dalam mengurangi risiko
jantung. Selain itu akses ambulan disetiap desa dikembangkan untuk
mempercepat penanganan pasien dengan serangan jantung dan latihan bantuan
hidup dasar hingga fasilitas pelayanan kesehatan primer
Berdasarkan data diatas maka oleh sebab itu penulis tertarik mengambil
kasus dengan judul ”Laporan Pendahuluan dan Asuhan Keperawatan pada Tn….
dengan Diagnosa Medis Acute Coronary Sydrome (ACS) di Ruang ICVCU
RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya.
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang, penulis merumuskan suatu masalah yaitu
bagaimana penatalaksanaan Asuahan Keperawatan pada Tn.Z dengan Diagnosa
Medis Acute Coronary Sydrome (ACS) di Ruang ICVCU RSUD dr. Doris
Sylvanus Palangka Raya?
1.3. Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Penulis mampu menggambarkan Asuhan Keperawatan pada pasien dengan
menggunakan pendekatan proses keperawatan.
1.3.2 Tujuan Khusus
1.3.2.1 Mahasiswa mampu melakukan pengkajian Asuhan Keperawatan pada
Tn.Z dengan diagnosa medis Acute Coronary Syndrome (ACS) di sistem
kardiovaskuler.
1.3.2.2 Mahasiswa dapat merumuskan diagnosa pada Tn.Z dengan diagnosa medis
Acute Coronary Syndrome (ACS) di sistem kardiovaskuler.
1.3.2.3 Mahasiswa dapat merencanakan tindakan keperawatan sesuai dengan
masalah pada Tn.Z dengan diagnosa medis Acute Coronary Syndrome
(ACS) di sistem kardiovaskuler.
1.3.2.4 Mahasiswa mampu mengimplementasikan rencana tindakan keperawatan
pada Tn.Z dengan diagnosa medis Acute Coronary Syndrome (ACS) di
sistem kardiovaskuler.
1.3.2.5 Mahasiswa mampu membuat evaluasi dari hasil tindakan keperawatan
yang dilakukan pada Tn.Z dengan diagnosa medis Acute Coronary
Syndrome (ACS) di sistem kardiovaskuler.
1.3.2.6 Mahasiswa dapat mendokumentasikan hasil dari laporan pendahuluan dan
asuhan keperawatan yang telah dilaksanakan pada Tn.Z dengan diagnosa
medis Acute Coronary Syndrome (ACS) di sistem kardiovaskuler
1.4. Manfaat
1.4.1 Untuk Mahasiswa
Diharapkan agar mahasiswa dapat menambah wawasan dan ilmu
pengetahuan dengan menerapkan proses keperawatan dan memanfaatkan ilmu
pengetahuan yang diperoleh selama menempuh pendidikan di Program Studi S1
Keperawatan STIKes Eka Harap Palangka Raya.
1.4.2 Untuk Klien dan keluarga
Klien dan keluarga mampu memahami mengenai Acute Coronary
Syndrome (ACS) di sistem kardiovaskuler dan mampu meningkatkan derajat
kesehatan mereka.
1.4.3 Untuk Institusi
Institusi mampu mengembangkan dan memperbaiki pembuatan asuhan
keperawatan pada pasien dengan pemenuhan Acute Coronary Syndrome (ACS) di
sistem kardiovaskuler dan juga mampu mengembangkan ilmu untuk dibagi
kepada institusi/mahasiswa pada institusi tersebut sehingga dapat membuat
institusi semakin berkembang menjadi lebih baik.
1.4.4 Untuk IPTEK
Sebagai sumber ilmu pengetahuan tekhnologi, apa saja alat-alat yang dapat
membantu serta menunjang pelayanan perawatan yang berguna bagi status
kesembuhan klien.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Dasar Acute Coronary Syndrome (ACS)


2.1.1 Definisi
Acute Coronary Syndrome (ACS) atau Sindrom koroner akut mengacu
pada konstelasi tanda dan gejala klinis yang disebabkan oleh iskemia miokard
yang memburuk. Tidak adanya kerusakan miokard, dinilai dengan mengukur
kadar biomarker jantung sehingga pasien dapat diklasifikasikan sebagai
mengalami angina tidak stabil (Griffin & Menon, 2018).
Acute Coronary Syndrome (ACS) adalah suatu sindrom klinis yang
disebabkan oklusi akut arteri koroner akibat rupturnya plak aterosklerosis
(Williams dan Wilkins, 2017). STEMI (ST Elevasi Miokard Infark) merupakan
indikator terjadinya sumbatan total pembuluh darah arteri koroner (PERKI,
2018). Menurut Hamm, et. al. (2017) yang dikatakan ACS tipe STEMI adalah
infark miokard dengan riwayat nyeri dada yang terjadi saat istirahat, nyeri
menetap, durasi lebih dari 30 menit dan tidak hilang dengan nitrat, serta EKG
menunjukkan elevasi segmen ST pada sadapan yang berdekatan.
Sindroma Koroner Akut (SKA) atau Acute Caronary Syndrome (ACS)
adalah sindroma klinik yang mempunyai dasar fisiologi yang sama yaitu adanya
erosi, fisura, ataupun robeknya plak atheroma sehingga menyebabkan trombosis
intravaskular yang menimbulkan ketidakseimbangan pasokan dan kebutuhan
oksigen miokard. Ketiga gangguan ini disebut Sindrom Koroner Akut karena
gejala awal serta manajemen awal sering serupa yaitu sebuah kondisi yang
melibatkan ketidaknyamanan dada atau gejala lain yang disebabkan oleh
kurangnya oksigen ke otot jantung (miokardium) dan merupakan sekumpulan
manifestasi atau gejala akibat gangguan pada arteri koronaria (Torry, Panda, &
Ongkowijaya, 2017).
2.1.2 Anatomi Fisiologi Sistem Kardiovaskuler
Menurut Syaifuddin (2017:191) sistem kardiovaskuler merupakan bagian
dari tubuh yang sangat penting karena merupakan pengatur. Selain itu, sistem
kardiovaskuler bertugas menyalurkan oksigen serta zat gizi ke seluruh tubuh.
Menurut Taqiyyah, dkk (2017:53) sistem sirkulasi terdiri dari atas sistem
kardiovaskuler dan limfe. Sistem kardovaskuler terdiri dari struktur-struktur
sebagai berikut:
1) Jantung, yang berfungsi untuk memompa darah.
2) Pembuluh darah yang berfungsi untuk mengalirkan darah menuju ke jaringan
dan sebaliknya.
3) Cairan darah yang berfungsi mengangkut O2dan CO 2, zat-zat makanan dan lain
sebagainya ke jaringan dan sebaliknya

Jantung merupakan organ muscular berongga dan pusat sirkulasi darah


ke seluruh tubuh. Jantung terletak dalam rongga toraks pada bagian mediastinum.
Ujung jantung mengarah ke bawah ke depan bagian kiri; basis jantung mengarah
ke atas ke belakang dan sedikit ke arah kanan. Pada basis jantung terdapat aorta,
batang arteri pulmonalis, vena kava superior dan inferior, serta vena pulmonalis.
Menurut Sholeh S. Naga (2018:156) jantung merupakan organ utama
dalam sistem kardiovaskuler. Jantung dibentuk oleh organ-organ muscular, apex
dan basis cordis, atrium kanan dan kiri, serta ventrikel kanan dan kiri. Jantung
memiliki bentuk yang cenderung kerucut tumpul dengan panjang sekitar 12 cm,
lebar 8-9 cm, dan tebal 6 cm. Berat jantung sekitar 7-15 ons atau 200-425 gram,
dan sedikit lebih besar dari kepalan tangan pemiliknya. Setiap harinya, jantung
berdetak 100.000 kali dan dalam masa periode itu jantung memompa 2.000 galon
darah atau setara dengan 7.571 liter darah.
Menurut H. Syaifuddin (2018:122) jantung merupakan sebuah organ
yang terdiri dari otot. Otot jantung merupakan jaringan istimewa karena kalau
dilihat dari bentuk susunannya sama dengan otot serat lintang, tetapi cara
bekerjanya menyerupai otot polos yaitu di luar kemauan kita (dipengaruhi oleh
susunan saraf otonom) jantung mempunyai lapisan.
1. Perikardium
Lapisan perikardium merupakan lapisan ganda tipis yang membungkus
jantung. Diantara dua lapisan itu terdapat cairan sebagai lubrikan atau pelumas
jantung secara terus menerus. Lapisan ganda tersebut adalah viseral dan
parietal.
a. Perikardium fibrosum (viseral) yaitu lapisan luar yang melekat pada tulang
dada, diafragma, dan pleura.
b. Perikardium paretalis yang membatasi perikardium fibrosum sering disebut
epikardium. Perikardium viseral (kavitas perikardialis) mengandung sedikit
cairan yang berfungsi melumas untuk mempermudah pergerakan jantung.
2. Miokardium
Lapisan miokardium adalah lapisan tengah dan paling tebal; tersusun atas
otot-otot jantung. Otot jantung menerima darah dari arteri koronaria. Arteri
koronaria kiri (left coronary artery-LCA) bercabang menjadi arteri desending
anterior (left anterior descending-LAD) dan arteri sirkumfleks kiri (left
circumflex artery-LCX). Susunan otot jantung (miokardium) adalah sebagai
berikut.
a. Susunan otot atria: sangat tipis dan kurang teratur. Serabut-serabutnya
tersusun atas dua lapisan
b. Susunan otot ventrikular: membentuk bilik janung; dimulai dari cincin
atrioventrikular sampai ke apeks jantung.
c. Susunan otot atrioventrikular: merupakan dinding pemisah antara serambi
dan bilik (atrium dan ventrikel).
3. Endokardium
Endokardium merupakan lapisan terdalam dari jaringan yang melapisi
rongga jantung. Dinding dalam atrium diliputi oleh membran endokardium
yang mengkilat; terdiri atas jaringan endotel atau selaput lendir dan licin,
kecuali aurikula dan bagian depan sinus vena kava. Bagian-bagian dari jantung
adalah sebagai berikut.
a. Basis kordis: bagian jantung sebelah atas yang berhubungan dengan
pembuluh darah besar (aorta asenden, arteri/vena pulmonalis, dan vena kava
superior)
b. Apeks kordis: bagian bawah jantung berbentuk puncak kerucut tumpul.
Bagian ini dibentuk oleh unung ventrikel sinistra dan ventrikel dekstra,
bagian apeks ini tertutupi oleh paru-paru dan pleura sinistra dari dinding
toraks.

Ruang-Ruang Jantung menurut Syaifuddin (2017:193) yaitu:


1. Atrium dekstra (serambi kanan)
Atrium merupakan bilik jantung yang bertugas meerima darah (kebalikan dari
ventrikel). Didalam atrium terdapat alur yang membatasi atrium dekstra dengan
sinus venarum, disebut sulkus terminalis.
2. Ventrikel dekstra (bilik kanan)
Berhubungan dengan atrium dekstra melalui osteum atrioventrikular dekstrum
dan dengan traktus pulmonalis melalui osteum pulmonalis, dinding ventrikel
dekstra jauh lebih tebal dari atrium dekstra.
3. Atrium sinistra (serambi kiri)
Terdiri atas rongga utama dan aurikula; terletak dibelakang atrium dekstra
membentuk sebagian besar basis (fasies posterior), dibelakang atrium sinistra
terdapat sinus obliqus perikardium serosum (viseral) dan perikardium fibrosum
(parietal).
4. Ventrikel sinistra
Ventrikel kiri berhubungan dengan atrium sinistra melalui osteum
atrioventrikular sinistra dan dengan aorta melalui osteum aorta. Dinding
ventrikel sinistra tiga kali lebih tebal daripada ventrikel dekstra. Tekanan darah
intraventrikular kiri enam kali lebih tinggi dibanding tekanan dari ventrikel
dekstra

Menurut Ethel Sloane (2017:229) katup jantung terdiri dari:


1. Katup trikuspid terletak antara atrium kanan dan ventrikel kanan. Katup ini
memiliki tiga daun katup (kuspis) jaringan ikat fibrosa ireguler yang dilapisi
endokardium.
a. Bagian ujung daun katup yang mengerucut melekat pada korda jaringan ikat
fibrosa, chordae tendineae (hearth string), yang melekat pada otot papilaris.
b. Jika tekanan darah pada atrium kanan lebih besar daripada tekanan darah di
atrium kiri, daun katup trikuspid terbuka dan darah mengalir dari atrium
kanan ke ventrikel kanan.
c. Jika tekanan darah dalam ventrikel kanan lebih besar dari tekanan darah di
atrium kanan, daun katup akan menutup dan mencegah aliran balik ke
dalam atrium kanan.
2. Katup bikuspid (mitral) terletak antara atrium kiri dan ventrikel kiri. Katup ini
melekat pada chordae tendinaea dan otot papilaris, fungsinya sama dengan
fungsi katup trikuspid.
3. Katup semilunar aorta dan pulmonar terletak di jalur keluar ventrikular jantung
sampai ke aorta dan trunkus pulmonar. Katup semilunar terdiri dari tiga kuspis
berbentuk bulan sabit, yang tepi konveksnya melekat pada bagian dalam
pembuluh darah. Tepi bebasnya memanjang ke dalam lumen pembuluh.
a. Katup semilunar pulmonar terletak antara ventrikel kanan dan trunkus
pulmonar.
b. Katup semilunar aorta terletak antara ventrikel kiri dan aorta.
c. Perubahan tekanan dalam ventrikel, dalam aorta, dan dalam pembuluh
pulmonar menyebabkan darah hanya mengalir ke dalam pembuluh dan
mencegah aliran balik ke dalam ventrikel.
2.1.3 Etiologi
Nurarif (2017) menyebutkan ACS dapat disebabkan oleh dua faktor,
antara lain :
1) Faktor Penyebab
a) Suplai oksigen ke miokard berkurang disebabkan oleh tiga faktor, yaitu
: faktor darah (hipoksemia, polisitemia, anemia), faktor sirkulasi
(hipotensi, stenosis aorta) dan faktor pembuluh darah (spasme, artritis,
aterosklerosis).
b) Curah jantung meningkat yang disebabkan oleh aktifitas berlebih,
emosi, makan terlalu banyak dan hipertiroidisme.
c) Kebutuhan oksigen miokard meningkat pada keadaan kerusakan miokard,
hipertropi miokard dan hipertensi diastolik.
2) Faktor Predisposisi
a) Faktor resiko biologis yang tidak dapat diubah : usia > 40 tahun, jenis
kelamin (pada pria tinggi, pada wanita meningkat setelah menopause),
hereditas serta ras.
b) Faktor resiko yang dapat diubah : mayor (seperti hiperlipidemia, hipertensi,
merokok, diabetes, obesitas) serta minor (seperti inaktifitas fisik,
emosional, stress psikologis berlebihan
2.1.4 Patofisiologi
Sindrom Koroner Akut disebabkan karena ketidakseimbangan pasokan
dan kebutuhan oksigen miokard yang menyebabkan nekrosis miokard. Penyebab
utama hal ini terjadi karena adanya faktor yang mempengaruhi arteri koroner,
tetapi juga dapat terjadi sebagai akibat dari proses sekunder seperti hipoksemia
atau hipotensi dan faktor-faktor yang meningkatkan kebutuhan oksigen miokard.
Penyebab yang paling umum adalah pecah atau erosi plak aterosklerotik yang
mengarah pada penyelesaian oklusi arteri atau oklusi parsial dengan embolisasi
distal dari bahan trombolitik.
Banyak episode dari iskemia miokard umumnya dipercaya berasal dari
penurunan mutlak dalam aliran darah miokard regional dibawah level-level paling
dasar, dengan sub endokardium membawa sebuah beban terbesar dari defisit
aliran dari epikardium, apakah dipicu oleh sebuah penurunan besar dalam aliran
darah koroner atau sebuah peningkatan dalam kebutuhan oksigen. Beragam
sindroma koroner akut membagikan sebuah substrat patologi yang lebih-atau-
kurang umum. Perbedaan-perbedaan presentasi klinis dihasilkan secara besar dari
perbedaan dalam besaran oklusi koroner, durasi oklusinya, pengaruh berubahnya
aliran darah lokal dan sistemik, dan kecukupan kolateral-kolateral koroner.
Pada pasien dengan angina tak stabil, banyak episode iskemia saat
beristirahat yang muncul tanpa perubahan-perubahan diatas pada kebutuhan
oksigen miokardium namun dipicu oleh penurunan primer dan episodik dalam
aliran darah koroner. Perburukan gejala gejala iskemik pada pasien dengan
penyakit arteri koroner stabil bisa dipicu oleh factor-faktor ekstrinsik seperti
anemia parah, tirotoksikosis, takiaritmia akut,hipotensi, dan obat-obat yang
mampu meningkatkan kebutuhan oksigen miokardium; bagaimanapun dalam
banyak kasus, tidak ada pemicu eksternal yang jelas yang dapat diidentifikasi.
Pada pasien-pasien ini yang merupakan mayoritas evolusi dari angina yang
tak stabil dan komplikasi komplikasi klinisnya adalah hasil dari sebuah kompleks
yang saling mempengaruhi yang melibatkan plak aterosklerosis koroner dan
stenosis, pembentukan trombus trombosis fibrin, dan bunyi vaskular abnormal.
Beberapa studi menunjukkan bahwa plak ateroskelosis menyebabkan sindroma
koroner akut tak stabil dengan ciri memiliki sebuah fisura atau ruptur dalam topi
fibrosa-nya, sangat sering dibagian bahu (persimpangan bagian dinding arteri
yang normal dan segmen bantalan-plak). Plak-plak ini cenderung memiliki topi-
topi fibrosa aselular yang diinfiltrasikan dengan sel-sel busa atau makrofag dan
kolam eksentrik inti lipid yang lembut dan nekrotik. Studi-studi klinis dan
angiografi menunjukkan bahwa plak fisura mengakibatkan angina tak stabil atau
infark miokard akut yang tidak hanya muncul pada area stenosis aterosklerosis
parah, namun juga lebih umum pada stenosis koroner minimal. Rentetan observasi
angiografi telah menunjukkan bahwa perkembangan dari angina stabil ke tak
stabil berkaitan dengan perkembangan penyakit aterosklerosis pada 60-75%
pasien. Hal ini mencerminkan episode-episode yang berlanjut dari mural
trombosis dan penggabungan dalam plak-plak yang mendasar. Studi-studi ini dan
studi - studi lainnya telah menunjukkan bahwa awalnya lesi-lesi koroner menutupi
area arteri koroner kurang dari 75% dan mengakibatkan angina yang tak stabil
atau infark miokard, lesi-lesi menutupi lebih dari 75% yang kemungkinan
mengakibatkan oklusi total, namun kurang mungkin mengakibatkan infark
miokard, mungkin karena kemungkinan perkembangan darah vesel kolateral
dalam arteri-arteri stenotik yang parah. Lebih lanjut lagi, pemodelan positif
kembali keluar (efek glagov) dari segmen-segmen arteri koroner yang
mengandung plak-plak aterosklerosis besar dapat meminimalkan kompromi
luminal dan menaikkan kerentanan terhadap gangguan plak (Rampengan, 2017).
Setelah terjadi infark miokard, akibatnya antara lain : peningkatan
akhir diastolik ventrikel kiri, peningkatan volume akhir sistolik dan akhir
diastolik ventrikel, menurunnya daya kontraksi, gerakan dinding
abnormal, perubahan daya kembang dinding ventrikel, penurunan curah
sekuncup, dan penurunan fraksi ejeksi
WOC Merokok Aterosklerosis Koroner Hipertensi Diabetes Melitus

Iskemia Miokard
ACUTE CORONARY SYNDROME (ACS)

B1 (Breath) B2 (Blood) B3 (Brain) B4 (Bledder) B5 (Bowel) B6 (Bone)

Pembesaran Obstruksi arteri Iskemik jaringan Gagal jantung Suplai darah ke arteri
ventrikel kiri koroner Iskemik berlangsung
miokard koroner berkurang
Peningkatan vena
Peningkatan Suplai darah ke Disfungsi sistem kerja Disfungsi sistem cava inferior
beban kerja arteri koroner jantung pompa jantung Penurunan perfusi jaringan
Jantung berkurang
Congesti visera dan
Infark miokard Infark miokard jaringan perifer
Tirah baring lama
Menurunnya Iskemik jaringan
kontraktilitas miokard
Dekompensasi Dekompensasi Congesti vena
Jantung kordis kordis abdomen Kelemahan
Perubahan
Penuruna O2 metabolisme anaerob Suplai O2 ke Jar. Gangguan aliran Anoreksi, mual, MK : Intoleransi
ke perifer Miokard menurun balik sirkulasi darah muntah Aktivitas

Disfungsi arah
Hambatan upaya jantung Penurunan aliran Penumpukan cairan Kurangnya asupan
napas arteri atau vena pada ekstremitas makanan
Perubahan irama
MK : Pola jantung MK : Nyeri Kelebihan asupan MK : Defisit
nafas tidak Akut cairan Nutrisi
efektif
MK : Penurunan
MK :
Curah Jantung
Hipervolemia
2.1.5 Manifestasi Klinis
Keluhan yang khas ialah nyeri dada bagian tengah, seperti diremas-
remas, ditusuk, panas, tertindih atau tertekan benda berat. Nyeri dapat
menjalar ke lengan (umumnya kiri), bahu, leher, rahang bahkan ke
punggung dan epigastrium. Nyeri berlangsung lama dan tak responsif
terhadap nitrogliserin, disertai perasaan mual, muntah, sesak, pusing, keringat
dingin dan berdebar. Pada pasien diabetes dan orangtua, tidak ditemukan
nyeri sama sekali. Bila di anamnesis lebih teliti sering sudah didahului
keluhan-keluhan angina, perasaan tidak enak di dada atau epigastrium
(Kasron, 2017).
Kelainan pada pemeriksaan fisik tidak ada yang spesifik dan dapat
normal. Dapat ditemui BJ yakni S2 yang pecah, paradoksal dan irama
gallop. Adanya krepitasi basal menunjukkan bendungan paru-paru. Nadi cepat,
kulit dingin dan pucat, serta hipotensi sering ditemukan pada kasus yang relatif
lebih berat, terkadang ditemukan pulsasi diskinetik yang berada pada dinding
dada IMA inferior (Kasron, 2017).
2.1.6 Komplikasi
2.1.6.1 Gangguan Hemodinamik
a) Gagal Jantung
Setelah STEMI seringkali terjadi disfungsi miokardium dalam fase
akut dan subakut. Jika dilakukan revaskularisasi dengan segera
menggunakan teknik trombolisis atau IKP, perbaikan fungsi
ventrikel dapat terselamatkan, tetapi apabila jejas transmural atau
obstruksi mikrovaskular sudah terjadi terutama pada dinding anterior,
dapat menyebabkan komplikasi akut yang berakhir gagal jantung
kronik (PERKI, 2018).
b) Gangguan konduksi dan aritmia dalam fase akut
Aritmia dan gangguan konduksi sering ditemukan dalam
beberapa jam pertama setelah infark miokard, diantaranya : aritmia
supraventrikular, aritmia ventrikular, sinus bradikardi dan blok
jantung (PERKI,2018)
2.1.6.2 Komplikasi Kardiak
Faktor risiko terjadinya komplikasi kardiak diantaranya usia lanjut,
infark dinding anterior, iskemia berkepanjangan, gejala Killip II-IV atau
berkurangnya aliran TIMI. Beberapa komplikasi mekanis dapat terjadi secara
akut dalam beberapa hari setelah STEMI, meskipun insidensinya belakangan
berkurang dengan meningkatnya pemberian terapi reperfusi yang segera dan
efektif. Komplikasi yang mungkin terjadi diantaranya : infark ventrikel kanan,
regurgitasi katup mitral, perikarditis, ruptur jantung, ruptur septum ventrikel,
trombus ventrikel kiri serta aneurisma ventrikel kiri (PERKI, 2018).
2.1.7 Pemeriksaan Penunjang
2.1.7.1 Pemeriksaan Elektrokardiogram
EKG merupakan alat yang paling penting untuk mengetahui aktifitas
listrik jantung dan mempunyai nilai diagnostik seperti aritmia jantung, hipertropi
atrium, hipertropi ventrikel, iskemia, infark miocard, efek digitalis dan
antiaritmia, serta gangguan keseimbangan elektrolite. Pasien dengan PJK dapat
terjadi ST depresi, gelombang T tinggi bahkan ST elevasi. ECG harus diulang
ketika pasien mengalami chest pain untuk memonitor secara kontinyu
perkembangan ST segmen (Kumar & Clarks, 2017).
Semua pasien dengan keluhan nyeri dada atau keluhan lain yang
mengarah kepada iskemia harus menjalani pemeriksaan EKG 12 sadapan sesegera
mungkin sesampainya di ruang gawat darurat. Sebagai tambahan, sadapan V3R
dan V4R, serta V7-V9 sebaiknya direkam pada semua pasien dengan perubahan
EKG yang mengarah kepada iskemia dinding inferior. Sementara itu, sadapan V7-
V9 juga harus direkam pada semua pasien angina yang mempunyai EKG awal
nondiagnostik. Sedapat mungkin, rekaman EKG dibuat dalam 10 menit sejak
kedatangan pasien di ruang gawat darurat. Pemeriksaan EKG sebaiknya diulang
setiap keluhan angina timbul kembali.
Gambaran EKG yang dijumpai pada pasien dengan keluhan angina
cukup bervariasi, yaitu: normal, nondiagnostik, LBBB (Left Bundle Branch
Block) baru/ persangkaan baru, elevasi segmen ST yang persisten (≥20 menit)
maupun tidak persisten, atau depresi segmen ST dengan atau tanpa inversi
gelombang T.
2.1.7.2 Pemeriksaan Marka Jantung
Kreatinin kinase-MB (CK-MB) atau troponin I/T merupakan marka
nekrosis miosit jantung dan menjadi marka untuk diagnosis infark miokard.
Troponin I/T sebagai marka nekrosis jantung mempunyai sensitivitas dan
spesifisitas lebih tinggi dari CK-MB. Peningkatan marka jantung hanya
menunjukkan adanya nekrosis miosit, namun tidak dapat dipakai untuk
menentukan penyebab nekrosis miosit tersebut (penyebab koroner/nonkoroner).
Troponin I/T juga dapat meningkat oleh sebab kelainan kardiak nonkoroner
seperti takiaritmia, trauma kardiak, gagal jantung, hipertrofi ventrikel kiri,
miokarditis/perikarditis. Keadaan nonkardiak yang dapat meningkatkan kadar
troponin I/T adalah sepsis, luka bakar, gagal napas, penyakit neurologik akut,
emboli paru, hipertensi pulmoner, kemoterapi, dan insufisiensi ginjal. Pada
dasarnya troponin T dan troponin I memberikan informasi yang seimbang
terhadap terjadinya nekrosis miosit, kecuali pada keadaan disfungsi ginjal. Pada
keadaan ini, troponin I mempunyai spesifisitas yang lebih tinggi dari troponin T.
Pemeriksaan marka jantung sebaiknya dilakukan di laboratorium sentral.
Pemeriksaan di ruang darurat atau ruang rawat intensif jantung (point of care
testing) pada umumnya berupa tes kualitatif atau semikuantitatif, lebih cepat (15-
20 menit) tetapi kurang sensitif. Point of care testing sebagai alat diagnostik rutin
SKA hanya dianjurkan jika waktu pemeriksaan di laboratorium sentral
memerlukan waktu >1 jam. Jika marka jantung secara point of care testing
menunjukkan hasil negatif maka pemeriksaan harus diulang di laboratorium
sentral.
2.1.7.3 Pemeriksaan laboratorium
Data laboratorium, di samping marka jantung, yang harus dikumpulkan
di ruang gawat darurat adalah tes darah rutin, gula darah sewaktu, status elektrolit,
koagulasi darah, tes fungsi ginjal, dan panel lipid. Pemeriksaan laboratorium tidak
boleh menunda terapi SKA.
2.1.7.4 Pemeriksaan foto polos dada
Mengingat bahwa pasien tidak diperkenankan meninggalkan ruang gawat
darurat untuk tujuan pemeriksaan, maka foto polos dada harus dilakukan di ruang
gawat darurat dengan alat portabel. Tujuan pemeriksaan adalah untuk membuat
diagnosis banding, identifikasi komplikasi dan penyakit penyerta.
2.1.8 Penatalaksanaan Medis
2.1.8.1 Oksigen
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa lebih dari 70% pasien SKA
disertai hipoksemia, dengan pemberian oksigen akan mengurangi ST elevasi
karena akan mengurangi kerusakan miokard melalui mekanisme peningkatan
suplai oksigen. Pemberian oksigen diberikan melalui nasal kanul 2-4 lt/menit
2.1.8.2 Aktivitas
Pasien dengan ACS harus berada pada tempat tidur selama 12 jam
pertama untuk mengurangi kerja jantung selama masa awal infark. Kemudian
dilanjut postur tegak dengan menggantung kaki ke sisi tempat tidur dan duduk
di kursi dalam 24 jam pertama.
2.1.8.3 Diet
Pasien hanya diberikan air peroral atau tidak diberikan apapun pada
4-12 jam pertama. Diet yang diberikan karbohidrat kompleks 50-55% dari
kebutuhan kalori, tinggi serat,kalium, magnesium tetapi rendah natrium
2.1.8.4 Bowel
Bedrest dan efek narkotik yang digunakan untuk menghilangkan
nyeri sering kali menyebabkan konstipasi. Laksatif dapat diberikan jika pasien
mengalami konstipasi
2.1.8.5 Farmakoterapi
Beberapa terapi farmakologis yang dapat diberikan, antara lain :
nitrogliserin, morfin, aspirin, beta blocker, ACE Inhibitor. Sedangkan,
terapi reperfusi dilakukan dengan percutaneus coronary intervention (PCI)
primer ataupun dengan terapi fibrinolisis (PERKI, 2018).
2.2 Konsep Dasar Elektrokardiogram (EKG)
2.2.1 Definisi
Elektrokardiogram (EKG) adalah suatu pencatatan grafis aktivitas listrik
jantung. Sewaktu impuls jantung melewati jantung, arus listrik akan menyebar ke
jaringan di sekeliling jantung, dan sebagian kecil dari arus listrik ini akan
menyebar ke segala arah di seluruh permukaan tubuh. Impuls yang masuk ke
dalam jantung akan membangitkan sistem konduksi pada jantung sehingga terjadi
potensial aksi. Potensial aksi jantung secara umum, terdapat dua fase yang terjadi,
yaitu depolarisasi dan repolarisasi. Depolarisasi adalah rangsangam ketika
gelombang rangsang listrik tersebar dari nodus SA melalui sistem penghantar
menuju miokardium untuk merangsang otot berkontraksi. Sedangkan repolarisasi
adalah pemulihan listrik kembali (Guyton & Hall, 2017).
Sementara itu, menurut Dharma (2017) kertas EKG mempunyai garis-
garis baik vertikal maupun horizontal berjarak 1 mm. Garis yang lebih tebal
mempunyai jarak 5 mm. Mengenai “waktu” diukur sepanjang garis horisontal 1
mm = 0,04 detik atau 40 milidetik, 5 mm = 0,2 detik. “Voltage” listrik diukur
sepanjang garis vertical dan dinyatakan dalam milimeter dimana setiap 10 mm
setara dengan 1 mV dengan kecepatan pencatatan 25 mm/detik.
Gelombang P (P wave) merupakan defleksi yang dihasilkan oleh
depolarisasi atrium, sedangkan gelombang Q (Q wave) adalah defleksi negatif
pertama yang dihasilkan oleh depolarisasi ventrikel dan mendahului defleksi
positif pertama (R). Gelombang R (R wave) merupakandefleksi positif pertama
dari depolarisasi ventrikel. Adapun gelombang S (S wave) adalah defleksi negatif
pertama dari depolarisasi ventrikel setelah defleksi positif pertama R.
Gelombang T (T wave) adalah defleksi yang dihasilkan sesudah
gelombang QRS oleh repolarisasi ventrikel, sedangkan gelombang U (U wave)
merupakan defleksi (biasanya positif) yang terlihat setelah gelombang T dan
mendahului gelombang P berikutnya. Biasanya terjadi repolarisasi lambat pada
sistem konduksi inverventrikuler (Purkinje).
Bila irama ventrikel teratur, interval antara 2 gelombang R berturut-turut
dibagi dalam 60 detik akan memberikan kecepatan jantung permenit (heart rate).
Bila irama ventrikel tidak terartur, jumlah gelombang R pada suatu periode waktu
(misalnya 10 detik) harus dihitung dan hasilnya dinayatakan dalam jumlah
permenit. Pada sinus ritme interval P-P akan sama dengan interval R-R. Tetapi
bila irama ventrikel tidak teratur atau bila kecepatan atrium dan venrikel berbeda
tetapi teratur, maka interval P-P diukur dari titik yang sama pada 2 gelombang P
berturut-turut dan frekwensi atrial per menit dihitung seperti halnya frekwensi
ventrikel.
Interval P-R diukur untuk mengetahui waktu konduksi atrio ventrikel.
Termasuk disini waktu yang diperlukan untuk depolarisasi atrium dan sebagian
depolarisasi atrium, tambah perlambatan eksitasi daripada nodus atrio ventrikuler.
Diukur mulai dari permulaan gelombang P sampai permulaan kompleks QRS.
Sebenarnya lebih tepat interval ini disebut P-Q. Nilai normalnya : 0,12 - 0,20
detik.
Interval QRS merupakan pengukuran seluruh waktu depolarisasi
ventrikel. Diukur dari permulaan gelombang Q (R bila tidak terlihat Q) sampai
akhir gelombang S. Batas atas nilai normalnya adalah 0,1 detik. Pada sandapan
prekordial V2 atau V3, interval ini mungkin 0,11 detik. Interval Q-T diukur dari
permulaan gelombang Q sampai akhir gelombang T. Dengan ini diketahui
lamanya sistole elektrik. Interval Q-T normalnya tidak melebihi 0,42 detik pada
pria dan 0,43 detik pada wanita, sedangkan interval Q-U diukur mulai dari awal
gelombang Q sampai akhir gelombang U.
Segmen P-R merupakan bagian dari akhir gelombang P sampai
permulaan kompleks QRS. Segmen ini normalnya adalah isoelektris. RS-T
junction (J) merupakan titik akhir dari kompleks QRS dan mulai segmen RS-T.
Segmen RS-T (segmen S-T), diukur mulai dari J sampai permulaan gelombang T.
Segmen ini biasanya isoelektris tetapi dapat bervaraisi antara 0,5 sampai +2 mm
pada sandapam prekordial. Elevasi dan depresinya dibandingkan dengan bagian
garis dasar (base line) antara akhir gelombang T dan permulaan gelombang P
(segmen T-P).
2.2.2 Tujuan
Menurut Price and Wilson (2017) tujuan melakukan pemasangan EKG
adalah untuk menentukan kelainan seperti:
1. Gangguan irama jantung (disritmia)
2. Pembesaran atrium atau ventrikel
3. Iskemik atau infark miokard
4. Infeksi lapisan jantung (perikaraditis)
5. Efek obat-obatan
6. Gangguan elektrolit
7. Penilaian fungsi pacu jantung
8. Gangguan konduksi interventrikuler
9. Penyakit perikardium
10. Pengaruh obat-obatan seperti digitalis, kinidin, kinine
11. Berbagai kelainan lain seperti penyakit jantung bawaan, cardiopulmonal,
emboli paru, mixedema
2.2.3 Indikasi
Indikasi dilakukan pemeriksaan EKG sebagai berikut:
1. Pasien dengan riwayat penyakit jantung.
2. Pemeriksaan tanda-tanda vital (TTV) yang tidak normal, seperti: Pergerakan
dada yang tidak seimbang, adanya bunyi jantung 3 dan 4.
3. Pasien dengan keluhan nyeri dada atau nyeri epigastrik.
4. Pasien yang mengalami intoleransi aktivitas.
5. Pasien dengan persiapan operasi dengan general anestesi.
6. Pasien dengan kelainan nilai elektrolit serum.
7. Pasien yang henti jantung untuk menegakkan diagnosa kematian atau asystole.
2.2.4 Kontra Indikasi
Kontra indikasi pasien dilakukan pemeriksaan EKG antara lain:
1. Pasien dengan luka bakar area ekstremitas dan dada, sehingga tidak dapat
dipasangkan elektroda.
2. Pasien gelisah sebelum diberikan obat-obatan sedative.
3. Pasien dengan trauma terbuka pada bagian thorax dan ekstremitas.
4. Pasien kejang yang tidak respon dengan pemberian relaksan, sehingga EKG
tidak dapat terbaca
2.2.5 Hal-hal yang Perlu Diperhatikan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemeriksaan EKG antara lain:
1. Aspek Keamanan dan Keselamatan
a. Sebelum bekerja periksa dahulu tegangan alat EKG.
b. Alat selalu dalam posisi stop apabila tidak digunakan.
c. Perekaman setiap sandapan (lead) dilakukan masing-masing 2-4
kompleks.
d. Hindari gangguan listrik dan gangguan mekanik seperti jam tangan,
tremor, bergerak, batuk dan lain-lain.
e. Dalam perekaman EKG, perawat harus menghadap pasien.
2. Hal-hal Penting yang Harus Diperhatikan
a. Pemantauan setiap saat terhadap kondisi pasien.
b. Pemasangan EKG harus sesuai dengan cara yang benar.
c. Pasien diusahakan jangan menyentuh besi atau peralatan dari logam,
jangan batuk, dan tidak mengobrol, karena akan mempengaruhi hasil
EKG.
3. Hal-hal Penting yang Harus Dicatat
a. Identifikasi pasien dengan benar meliputi: nama pasien, nomor catatan
medic, status klien (usia, jenis kelamin)
b. Tanggal atau Jam dilakukan perekaman EKG
c. Dokter yang bertanggung jawab mengelola pasien.
d. Frekuensi jantung per menit
e. Irama jantung
f. Gelombang P
g. Interval P-R
h. Kompleks QRS
i. Gelombang T
j. Gelombang U
k. Kelainan EKG yang ditemukan
2.2.6 Prosedur Tindakan
Prosedur pemeriksaan EKG meliputi beberapa tahap sebagai berikut:
1. Anatomi Daerah Target
Anatomi daerah yang menjadi target pemeriksaan elektrokardiogram
terkait dengan pemasangan ke 12 sandapannya. Setiap sandapan memiliki
area pemeriksaan yang berbeda-beda.
a. Sandapan Bipolar
Sandapan ini terdiri dari dua elektroda, yaitu positif dan negatif. Istilah
“bipolar” berarti bahwa elektrokardiogram yang direkam itu berasal dari
dua elektroda yang diletakkan pada tubuh dalam hal ini anggota badan.
Sandapan ini diletakkan pada pergelangan-pergelangan tangan atau kaki
sehingga terbentuk tiga sandapan ekstremitas bipolar untuk mencatat
potensial bioelektrik jantung. Sandapan ini terdiri dari:
1) Lead I : Merekam perbedaan potensial dari elektroda di lengan
kanan (Right Arm/ RA) dan lengan kiri (Left Arm/ LA),
lengan kanan bermuatan negatif (-) sedangkan lengan kiri
bermuatan positif (+).
2) Lead II : Merekam perbedaan potensial dari elektroda di lengan
kanan (Right Arm/ RA) dan kaki kiri (Left Foot/ LF),
lengan kanan bermuatan negatif (-) sedangkan kaki kiri
bermuatan positif (+).
3) Lead III : Merekam perbedaan potensial dari elektroda di lengan
kiri (LA) dan kaki kiri (LF), lengan kiri bermuatan
negative (-) sedangkan kaki kiri bermuatan positif (+).
b. Sandapan Unipolar
1) Sandapan Unipolar Ekstremitas
Sandapan ini merekam besar potensial listrik pada satu ekstremitas,
elektroda eksplorasi diletakkan pada ekstremitas yang akan diukur.
Gabungan elektroda-elektroda pada ekstremitas lain membentuk
elektroda indiferen (potensial 0). Sandapan ini terdiri dari:
(a) Lead aVR : Merekam potensial listrik pada lengan kanan
(RA), lengan kanan bermuatan positif (+), lengan
kiri (LA) dan kaki kiri (LF) membentuk elektroda
indiferen.
(b) Lead aVL : Merekam potensial listrik pada lengan kiri (LA),
lengan kiri bermuatan positif (+), lengan kanan
(RA) dan kaki kiri (LF) membentuk elektroda
indiferen.
(c) Lead aVF : Merekam potensial listrik pada kaki kiri (LF),
lengan kiri bermuatan positif (+), lengan kanan
(RA) dan lengan kiri (LA) membentuk elektroda
indiferen.
2) Sandapan Unipolar Prekordial
Sandapan ini merekam besar potensial listrik jantung dengan
meletakkan elektroda positif secara horizontal pada dinding dada atau
punggung mengelilingi jantung. Sandapan ini terdiri dari:
(a) V1 : Elektroda ditempatkan pada ICS IV, garis sternum kanan
(b) V2 : Elektroda ditempatkan pada ICS IV, garis sternum kiri
(c) V3 : Elektroda ditempatkan pada pertengahan antara V2 dan
V4
(d) V4 : Elektroda ditempatkan pada ICS V, garis midklavikula kiri
(e) V5 : Elektroda ditempatkan sejajar dengan V4, garis aksila
depan
(f) V6 : Elektroda ditempatkan sejajar dengan V4, garis aksila
tengah
c. Sandapan Tambahan
Sandapan ini dipakai dalan keadaan tertentu saja. Terdiri dari:
1) V7 : Garis aksila belakang sejajar dengan V4
2) V8 : Garis skapula belakang sejajar dengan V4.
3) V9 : Batas kin dan kolumna vertebra sejajar dengan V4
4) V3R-V9R : Posisinya sama dengan V3 - V9, tetapi pada sebelah
kanan
2. Persiapan Alat
1) Mesin EKG yang dilengkapi dengan 3 kabel, sebagai berikut :
a. Satu kabel untuk listrik (power)
b. Satu kabel untuk bumi (ground)
c. Satu kabel untuk pasien, yang terdiri dari 10 cabang dan diberi tanda
dan warna.
2) Plat elektrode yaitu
a. buah elektrode extremitas dan manset
b. 6 Buah elektrode dada dengan balon penghisap.
3) Jelly elektrode / kapas alcohol
4) Kertas EKG (telah siap pada alat EKG)
5) Kertas tissue
3. Prosedur dan Tindakan
Tindakan yang dilakukan Rasional
a. Mencuci tangan Mengurangi resiko infeksi
b. Memakai sarung tangan (jika Healthcare Associated
beresiko terkena cairan tubuh pasien Infections (HAIS)
yang sifatnya infeksius)
c. Persiapan pasien
1) Memberi salam dengan menyapa Memastikan ketepatan
nama dan umur pasien dengan identifikasi pasien
benar. pemberian informasi yang
2) Menjelaskan tujuan perekaman adekuat dapat
EKG meningkatkan pemahaman
3) Menjelaskan langkah dan pasien sehingga pasien
prosedur akan kooperatif selama
4) Memberi kesempatan kepada tindakan berlangsung.
pasien untuk bertanya Melindungi hak pasien
5) Menjaga privasi pasien berdasarkan prinsip etik.
6) Pakaian pasien dibuka dan Bagian precordial harus
dibaringkan terlentang dalam terekspose sempurna untuk
keadaan tenang selama mendapatkan hasil
perekaman rekaman yang akurat.

d. Penempatan Elektrode
1) Sebelum pemasangan elektrode, Bagian tubuh sebagai
bersihkan kulit pasien di sekitar sandapan bersih dari benda
yang mengandung aktivitas
pemasangan manset, beri jelly
listrik yang dapat
kemudian hubungkan kabel mempengaruhi hasil
elektrode dengan pasien. perekaman.

2) Elektrode ekstremitas atas Elektrode dipasang sesuai


dipasang pada pergelangan sandapan yang akan
tangan kanan dan kiri searah dilihat, V1, V2, V3 (sesuai
kebutuhan diagnostic).
dengan telapak tangan.
3) Pada ekstremitas bawah pada
pergelangan kaki kanan dan kiri
sebelah dalam.
4) Posisi pada pergelangan
bukanlah mutlak, bila diperlukan
dapatlah dipasang sampai ke
bahu kiri dan kanan dan pangkal
paha kiri dan kanan.
Sebagai media aliran listrik
5) Kemudian kabel-kabel sandapan gelombang
dihubungkan : jantung dengan tetap
(a) Merah (RA / R) lengan kanan menjaga safety pasien dari
(b) Kuning (LA/ L) lengan kiri resiko renjatan arus listrik.
(c) Hijau (LF/ F ) tungkai kiri
(d) Hitam (RF/ N) tungkai kanan
(sebagai ground)
e. Hubungkan kabel dengan elektroda Sebagai media aliran listrik
sebagai berikut: sandapan dari gelombang
1) Kabel merah dihubungkan pada jantung.
elektroda di pergelangan tangan
kanan
2) Kabel kuning dihubungkan pada
elektroda di pergelangan tangan
kiri
3) Kabel hijau dihubungkan pada
elektroda di pergelangan kaki kiri
4) Kabel hitam dihubungkan pada
elektroda di pergelangan kaki
kanan.
f. Bersihkan pula permukaan kulit di Area sandapan precordial
dada klien yang akan dipasang yang bersih dan patensi
elektroda prekordial dengan kapas yang terjaga dapat
alkohol dan beri jelly pada setiap meningkatkan akurasi
gelombang yang
elektroda, pasangkan pada tempat
dihasilkan.
yang telah dibersihkan
g. Hubungkan kabel dengan elektroda:
1) C1: untuk Lead V1 dengan kabel Pemasangan elektroda
merah disesuaiakan dengan area
gelombang yang akan di
2) C2: untuk Lead V2 dengan kabel
sandap melalui mesin
kuning EKG.
3) C3: untuk Lead V3 dengan kabel
hijau
4) C4: untuk Lead V4 dengan kabel
coklat
5) C5: untuk Lead V5 dengan kabel
hitam
6) C6: untuk Lead V6 dengan kabel
ungu
h. Perekaman EKG
1) Hidupkan mesin EKG dan Mesin akan melakukan
tunggu sebentar untuk autocalibration untuk
memeriksa adakah
pemanasan.
gangguan atau kerusakan
2) Periksa kembali standarisasi dari alat EKG tersebut.
EKG antara lain :
(a) Kalibrasi 1 mv (10 mm)
(b) Kecepatan 25 mm/detik Mesin akan melakukan
recording gelombang
3) Setelah itu lakukan kalibrasi
jantung yang dibutuhkan
dengan menekan tombol run/ untuk keperluan
start dan setelah kertas bergerak, diagnostic.
tombol kalibrasi ditekan 2 sampai
3 kali berturut-turut dan periksa
apakah 10 mm. (tergantung tipe
alat EKG yang digunakan)
4) Dengan memindahkan lead
selector kemudian dibuat
pencatatan EKG secara berturut-
turut yaitu sandapan (lead) I, II,
III, aVR, aVL, aVF, VI, V2, V3,
V4, V5, V6. Dokumentasi cepat dan
5) Bila hasil sandapan sudah cermat untuk menghindari
kesalahan identitas dengan
terekam dengan baik, ambil print
pasien lain.
out hasil EKG kemudian catat
pada kertas EKG: nama pasien,
umur, nomor rekam medik,
tanggal atau jam pemeriksaan Menjaga kebersihan pasien
dilakukan. dan resiko HAIS.
6) Matikan alat EKG.
7) Lepaskan elektroda dan
bersihkan jelly yang menempel
pada tubuh pasien.
8) Rapikan pasien.
Mengetahui respon pasien
9) Bersihkan alat dengan kasa/
terhadap tindakan yang
kapas alcohol (bila perlu),
dilakukan
kemudian rapikan alat.
Sebagai aspek
10) Evaluasi tindakan yang sudah
legaltindakan keperawatan
dilakukan kepada pasien.

11) Dokumentasikan tindakan


keperawatan
2.3 Manajemen Asuhan keperawatan
2.3.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian adalah pemikiran dasar dari proses keperawatan yang
bertujuan untuk mengumpulkan informasi atau data tentang klien, agar dapat
mengidentifikasi, mengenali masalah-masalah, kebutuhan kesehatan dan
keperawatan klien baik secara bio, pisiko, sosial dan spiritual (Dermawan 2017).
Beriku pengkajian keperawatan meliputi yaitu :
a) Identitas : nama, umur, jenis kelamin, tempat tinggal, agama,
pekerjaan.
b) Keluhan utama : klien mengeluh nyeri ketika beristirahat, terasa panas,
didada, retro sterna menyebar ke lengan kiri dan punggung kiri, skala nyeri 8
(skala 1-10), nyeri berlangsung 10 menit)
c) Riwayat penyakit sekarang : yang mendukung keluhan utama dengan
melakukan serangkaian pertanyaan tentang nyeri dada klien secara
OPQRSTU sebagai berikut :
1) Onset : sejak kapan nyeri itu muncul
2) Provoking incident : nyeri setelah beraktivitas, tidak berkurang dengan
istirahat dan setelah diberikan nitrogliserin.
3) Quality of pain : seperti apa rasa nyeri yang dirasakan klien. Sifat
keluhan nyeri seperti tertekan.
4) Region, radiation, relief : lokasi nyeri diatas perikardium atau didaerah
substernal, menyebar ke seluruh dada, terjadi nyeri serta kelemahan bahu
dan tangan.
5) Severity (scale) of pain : klien akan menilai seberapa jauh rasa nyeri
yang dirasakan 1-10 skalanya.
6) Time : sifat mula timbulnya (onset), gejala timbul mendadak. Durasi
(lama timbulnya) nyeri dada dirasakan lebih dari 15 menit. Nyeri dada
infark miokardium dapat timbul pada waktu istirahat, biasanya lebih
parah dan berlangsung lebih lama.
7) Understanding : tindakan apa yang sudah dilkukan untuk
mengurangi nyeri.
a) Riwayat penyakit dahulu : yang mendukung kaji apakah
sebelumnya klien pernah menderita nyeri dada, hipertensi,
DM dan hiperlipidemia.
b) Riwayat keluarga : tentang penyakit yang pernah dialami oleh
keluarga. Penyakit jantung iskemik pada orang tua yang timbulnya
pada usia muda merupakan faktor resiko utama untuk penyakit
jantung iskemik pada keturunannya.
c) Riwayat pekerjaan dan kebiasaan : situasi tempat bekerja dan
lingkungannya. Kebiasaan dalam pola hidup, misalnya merokok,
minum alkohol atau obat tertentu.
d) Pemeriksaan fisik klien terdiri atas keadaan umum dan B1-B6.
1. Keadaan umum : klien AMI biasanya didapatkan kesadaran baik
atau composmetis dan akan berubah sesuai tingkat gangguan
yang melibatkan perfusi saraf pusat.
2. B1 (Breathing) : terlihat sesak, frekuensi nafas melebihi normal dan
keluhan nafas seperti tercekik, biasanya terdapat dispnea kardia
yang dapat timbul pada waktu beristirahat bila
keadaannya masih parah.
3. B2 (Bleeding) : pemeriksaan dilakukan melalui teknik inspeksi :
adanya parut, palpasi : denyut nadi perifer melemah, perkusi :
tidak ada pergeseran batas jantung, auskultasi : tekanan darah
biasanya menurun akibat penurunan volume sekuncup pada
AMI. Bunyi jantung tambahan akibat kelainan katup biasanya
tidak didapatkan pada AMI tanpa komplikasi.
4. B3 (Brain) : kesadaran biasanya CM, tidak didapatkan
sianosis perifer.
5. B4 (Bladder) : perlu dipantau adanya oliguri pada klien AMI
karena merupakan tanda awal dari syok kardiogenik dengan
pengukuran volume keluaran urin yang berhubungan dengan
asupan cairan.
6. B5 (Bowel) : kaji pola makan sebelumnya adanya peningkatan
konsumsi garam dan lemak. Adanya nyeri akan memberikan
respon mual dan muntah.
7. B6 (Bone) : aktivitas, gejala : kelemahan, kelelahan, tidak dapat
tidur, gerak statis dan jadwal olahraga tidak teratur. Tanda :
takikardi, dispnea pada saat istirahat atau aktivitas dan kesulitan
melakukan tugas perawatan diri.
2.3.1.1 Pola Fungsi Kesehatan
1. Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit
Gejala ACS dapat membatasi manusia untuk berprilaku hidup normal
sehingga klien dengan penyakit tersebut harus merubah gaya hidupnya
sesuai kondisi yang memungkinkan tidak terjadi serangan ACS
2. Nutrisida Metabolisme
Perlu dikaji tentang status nutrisi klien meliputi, jumlah, frekuensi, dan
kesulitan-kesulitan dalam memenuhi kebutuhannya.
3. Pola Istirahat Tidur
Perlu dikaji tentang bagaimana tidur dan istirahat klien meliputi berapa
lama klien tidur dan istirahat.
4. Kognitif
Kognetif akan memepengaruhi konsep diri klien dan akhirnya
mempengaruhi jumlah stresor yang dialami klien sehingga
kemungkinan terjadi ACS yang berulangpun akan semakin tinggi.
5. Konsep Diri
Cara memandang diri yang salah juga akan menjadi stressor dalam
kehidupan klien. Semakin banyak stresor yang dialami klien sehingga
kemungkinan terjadi ACS yang berulangpun akan semakin tinggi
6. Aktivitas Sehari-hari
Perlu dikaji tentang aktifitas keseharian klien seperti olah raga, bekerja
dan aktifitas lainnya. Aktifitas fisik dapat terjadi faktor pencetus
terjadinya ACS
7. Koping - Intorenasi Terhadap Stress
Perlu dikaji penyebab terjadinya stres. frekuensi dan pengaruh terhadap
kehidupan klien serta cara penanggulangan terhadap stresor
8. Nilai - Pola Keyakinan
Kedekatan klien pada sesuatu yang ia yakini dunia percayai dapat
meningkatkan kekuatan jiwa klien. Keyakinan klien terhadap Tuhan
Yang Maha Esa serta pendekatan diri pada Nya merupakan metode
penanggulangan stres yang konstruktif
2.3.2 Diagnosa Keperawatan
Menurut Nurarif (2017) masalah keperawatan yang lazim muncul
pada ACS, yaitu :
1. Pola nafas tidak efektif b.d pengembangan paru tidak optimal, edema pulmonal
(D.0005)
2. Penurunan curah jantung b.d respon fisiologis otot jantung, peningkatan
frekuensi, dilatasi, hipertrofi atau peningkatan isi sekuncup (D.0008)
3. Nyeri akut b.d agen cedera biologis (iskemik, penurunan suplai oksigen ke
otot jaringan) (D.0077)
4. Hiverpolemia b.d kelebihan asupan cairan (D.0022)
5. Defisit nutrisi b.d kurangnya asupan makanan (D.0019)
6. Intoleransi aktivitas b.d ketidakseimbangan suplai oksigen ke otak dan
jaringan dengan kebutuhan sekunder penurunan curah jantung (D.0056)
7. Perfusi perifer tidak efektif b.d iskemik, kerusakan kerusakan otot jantung
penyumbatan pembuluh darah arteri koronaria (D.0009)
2.3.3 Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan (Kriteria Hasil) Intervesi Keperawatan
1. Pola Napas Tidak Efektif b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan SIKI Manajemen Jalan Napas I.01011 hal 186
pengembangan paru tidak selama ...x... jam diharapkan pola napas tidak Observasi :
optimal, edema pulmonal efektif teratasi dengan kriteria hasil : 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,
SDKI D.0005 hal 26 SLKI Pola Napas L.01004 hal 95 usaha napas)
1. Dispnea menurun 2. Monitor bunyi napas (mis. gurgling, mengi,
2. Penggunaan otot bantu napas menurun wheezing, ronkhi kering)
3. Pemanjangan fase ekspirasi menurun Terapeutik :
4. Frekuensi napas membaik 1. Pertahankan kepatenan jalan napas dengan head-
5. Kedalaman napas membaik tilt dan chin-lift
2. Posisikan semi fowler atau fowler
3. Berikan minum hangat
4. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
5. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi :
1. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu
2. Penurunan curah jantung Setelah dilakukan tindakan keperawatan SIKI Perawatan Jantung I.02075 hal 317
b.d respon fisiologis otot selama ...x... jam diharapkan penurunan curah Observasi :
jantung, peningkatan jantung teratasi dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi tanda gejala primer penurunan curah
frekuensi, dilatasi, hipertrofi SLKI Curah Jantung L.02008 hal 20 jantung (dispnea, kelelahan, edema, peningkatan
atau peningkatan isi 1. Kekuatan nadi perifer meningkat CVP, ortopnea)
sekuncup 2. Ejection fraction (EF) meningkat 2. Identifikasi tanda gejala sekunder penurunan
SDKI D.0008 hal 34 3. Palpitas menurun curah jantung (peningkatan BB, distensi vena
4. Bradikardia menurun jugularis, palpitasi, ronkhi basah, batuk, kulit
5. Takikardia menurun pucat dll)
6. Gambaran EKG aritmia menurun Terapeutik :
7. Lelah menurun 1. Monitor tekanan darah
8. Edema menurun 2. Catat Bunyi jantung
9. Distensi vena jugularis menurun 3. Monitor saturasi oksigen
10. Dispnea menurun 4. Monitor EKG 12 Sadapan
11. Sianosis menurun 5. Monitor aritmia
12. Suara jantung S3 menurun 6. Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi
13. Suara jantung S4 menurun sebelum dan sesudah aktivitas dan sebelum
14. Takanan darah membaik pemberian obat
7. Posisikan pasien semi-fowler atau fowler
dengan kaki kebawah atau posisi nyaman
8. Berikan terapi relaksasi untuk mengurangi stres,
jika perlu
9. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi
oksigen >94%
Edukasi :
1. Anjurkan aktivitas fisik sesuai toleransi
2. Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian aritmia atau vasodilator,
jika perlu
3. Nyeri Akut b.d agen cedera Setelah dilakukan tindakan keperawatan SIKI Manajemen Nyeri I.08238 hal 201
biologis (iskemik, penurunan selama ...x... jam diharapkan nyeri akut teratasi Observasi :
suplai oksigen ke otot dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
jaringan) SLKI Tingkat Nyeri L.08066 hal 145 frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
SDKI D.0077 hal 172 1. Keluhan nyeri menurun 2. Identifikasi skala nyeri
2. Meringis menurun 3. Identifikasi respons nyeri non verbal
3. Sikap protektif menurun 4. Identifikasi factor yang memperberat dan
4. Gellisah menurun memperingan nyeri
5. Ketegangan otot meningkat 5. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
6. Kesulitan tidur menurun Terapeutik :
7. Frekuensi nadi membaik 1. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
mengurang rasa nyeri (terapi musik, terapi pijat,
relaksasi nafas dalam, kompres hangat atau
dingin)
2. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
nyeri (mis. Suhu ruangan, pencaayaan,
kebisingan)
Edukasi :
1. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
2. Anjurkan menggunakan analgetik secara tepat
3. Anjurkan teknik nonfarmakologis untuk
mengurangi rasa nyeri
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
4. Hipervolemia b.d kelebihan Setelah dilakukan tindakan keperawatan SIKI Dukungan Perawatan Diri I..11348 hal 36
asupan cairan selama ...x... jam diharapkan hiperpolemia teratasi Observasi
SDKI D.0022 hal 62 dengan kriteria hasil : 1. Periksa tanda dan gejala hypervolemia (mis.
SLKI Keseimbangan Cairan L.03020 hal 41 ortopnea, dyspnea, edema dll)
1. Asupan cairan meningkat 2. Identifikasi penyebab hiverpolemia
2. Haluaran urine meningkat 3. Monitor intake dan output cairan
3. Kelembaban membran mukosa meningkat Terapeutik
4. Edema menurun 1. Timbang BB setiap hari pada waktu yang sama
5. Dehidrasi menurun 2. Batasi asupan cairan dan garam
6. Tekanan darah membaik 3. Tinggikan kepala tempat tidur 30-400
7. Denyut nadi radial membaik Edukasi
8. Tekanan arteri rata-rata membaik 1. Kolaborasi pemberian diuretik
2. Kolaborasi penggantian kehilangan kalium
akibat diuretik
5. Defisit nutrisi b.d kurangnya Setelah dilakukan tindakan keperawatan SIKI Manajemen Nutrisi I.03119 hal 200
asupan makanan selama ...x... jam diharapkan defisit nutrisi teratasi Observasi
SDKI D.0019 hal 56 dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi status nutrisi
SLKI Status Nutrisi L.03030 hal 121 2. Identifikasi alergi dan intoleransi makanan
1. Porsi makanan yang dihabiskan membaik 3. Monitor asupan makan
2. Berat badan membaik Terapeutik
3. Indeks massa tubuh membaik 4. Fasilitasi menentukan pedoman diet
4. Nafsu makan membaik Edukasi
5. Asupan Nutrisi membaik 5. Anjurkan diet yang diprogramkan
Kolaborasi
Kolaborasi pemberian medikasi sebelum makan,
jika perlu
6. Intoleransi aktivitas b.d Setelah dilakukan tindakan keperawatan SIKI Manajemen Energi I.05178 hal 176
ketidakseimbangan suplai selama ...x... jam diharapkan intoleransi aktivitas Observasi
oksigen ke otak dan jaringan teratasi dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi gangguan fungsi tubuh yang
dengan kebutuhan sekunder SLKI Toleransi Aktivitas L.05047 hal 149 mengakibatkan kelelahan
penurunan curah jantung 1. Frekuensi nadi meningkat (5) 2. Monitor kelelahan fisiko dan emosional
SDKI D.0056 hal 128 2. Keluhan lelah menurun (5) Terapeutik
3. Dispnea saat beraktivitas menurun (5) 1. Sediakan lingkunga yang nyaman dan rendah
4. Dispnea setelah beraktivitas menurun (5) stimulus
Edeukasi
1. Anjurkan melakukan aktivitas secara bertahap
Kolaborasi
1. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara
meningkatkan asupan makanan.
7. Perfusi Perifer Tidak Efektif Setelah dilakukan tindakan keperawatan SIKI Perawatan Sirkulasi I.02079 hal 345
b.d iskemik, kerusakan selama ...x... jam diharapkan perfusi perifer tidak Observasi :
kerusakan otot jantung efektif teratasi dengan kriteria hasil : 1. Periksa sirkulasi perifer (mis, nadi perifer,
penyumbatan pembuluh SLKI Perfusi Perifer L.02011 hal 84 edema, pengisian kapiler, wama, suhu, ankle
darah arteri koronaria. 15. Denyut nadi perifer meningkat (5) brachial index)
SDKI D.0009 hal 37 16. Warna kulit pucat menurun (5) 2. Identifikasi faktor risiko gangguan sirkufasi
17. Pengisian kapiler membaik (5) (mis. diabetes, perokok, orang tua, hipertensi
18. Akral membaik (5) dan kadar kolesterol tinggi)
19. Tugor kulit membaik (5) 3. Monitor panas, kemerahan, nyeri, atau bengkak
pada ekstremitas
Terapeutik :
1. Hindari pemasangan infus atau pengambilan
darah di area keterbatasan perfusi
2. Hindari pengukuran tekanan darah pada
ekstremitas dengan keterbatasan perfusi
3. Hindari penekanan dan pemasangan tourniquet
pada area yang cedera
4. Lakukan pencegahan infeksi
5. Lakukan perawatan kaki dan kuku
6. Lakukan hidrasi
Edukasi :
1. Anjurkan berhenti merokok
2. Anjurkan berolahraga rutin
3. Anjurkan mengecek air mandi untuk
menghindari kulit terbakar
4. Anjurkan menggunakan obat penurun
5. tekanan darah, antikoagulan, dan penurun
kolesterol, jika perlu
6. Anjurkan minum obat pengontrol tekanan
darah secara teratur
7. Anjurkan menghindari penggunaan obat
penyekat beta
8. Anjurkan melakukan perawatan kulit yang
tepat (mis. melembabkan kulit kering pada
kaki)
9. Anjurkan program rehabilitasi vaskular
10. Ajarkan program diet untuk memperbaiki
sirkulasi (mis. rendah lemak jenuh, minyak
ikan omega 3)
11. Informasikan tanda dan gejala darurat yang
harus dilaporkan (mis. rasa sakit yang tidak
hilang saat istirahat, luka tidak sembuh,
hilangnya rasa)
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian analgesik, jika perlu
2. Kolaborasi pemberian kortikosteroid, jika perlu
2.3.4 Impementasi Keperawatan
Menurut Tarwoto dan Wartonah (2017) Implementasi merupakan tidakan
yang sudah direncanakan dalam rencana perawatan. Tindakan keperawatan
mencakup tindakan mandiri (independen) dan tindakan kolaborasi.
Tindakan mandiri (independen) adalah aktivitas perawat yang didasarkan
pada kesimpulan atau keputusan sendiri dan bukan merupakan petunjuk atau
perintah dari petugas kesehatan lain. Tindakan kolaborasi adalah tindakan
didasarkan hasil keputusan bersama, seperti dokter dan petugas kesehatan lain.
Implementasi keperawatan dapat berbentuk:
1) Bentuk perawatan seperti melakukan pengkajian untuk mengidentifikasi
masalah baru atau mempertahankan masalah yang ada.
2) Pengajaran/pendidikan kesehatan pada pasien untuk membantu menambah
pengetahuan tentang kesehatan.
3) Konseling pasien untuk memutuskan kesehatan pasien
4) Konsultasi atau berdiskusi dengan tenaga profesional kesehatan lainnya
sebagai bentuk perawatan holistik.
5) Bentuk pelaksanaan secara spesifik atau tindakan untuk memecahkan
masalah kesehatan.
6) Membantu pasien dalam melakukan kesehatan sendiri.
Melakukan monitoring atau pengkajian terhadap komplikasi yang mungkin terjadi
terhadap pengobatan atau penyakit yang dialami
2.3.5 Evaluasi
Evaluasi merupakan tahap akhir dalam proses keperawatan untuk dapat
menentukan keberhasilan dalam asuhan keperawatan. Evaluasi pada dasarnya
adalah membandingkan status keadaan kesehatan pasien dengan tujuan atau
kriteria hasil yang telah ditetapkan.
Tujuan dari evaluasi adalah:
1) Mengevaluasi status kesehatan pasien
2) Menentukan perkembangan tujuan perawatan
3) Menentukan efektivitas dari rencana keperawatan yang telah ditetapkan.
Sebagai dasar menentukan diagnosis keperawatan sudah tercapai atau tidak, atau
adanya perubahan diagnosis.
Evaluasi perkembangan kesehatan pasien dapat dilihat dari hasil tindakan
keperawatan. Tujuannya adalah untuk mengetahui sejauh mana tujuan perawatan
dapat dicapai dan memberikan umpan balik terhadap asuhan keperawatan yang
diberikan.
Langkah-langkah evaluasi adalah sebagai berikut:
1) Daftar tujuan-tujuan pasien
2) Lakukan pengkajian apakah pasien dapat melakukan sesuatu
3) Bandingkan antara tujuan dengan kemampuan pasien.
4) Diskusikan dengan pasien, apakah tujuan dapat tercapai atau tidak.
Jika tujuan tidak tercapai, maka perlu dikaji ulang letak kesalahannya, dicari jalan
keluarnya, kemudian catat apa yang ditemukan, serta apakah perlu dilakukan
perubahan intervensi.
BAB 3
ASUHAN KEPERAWATAN

Nama : Khofifah Wulannor


NIM. : 2019.C.11a.1014
Ruang Praktek : ICVCU
Tanggal Praktek : 11-14 April 2022
Jam dan Janggal Pengkajian : 13.00 WIB dan 11 April 2022

3.1 Pengkajian
Berdasarkan hasil pengkajian pada tanggal 11 April 2022 pukul 13.00 WIB di
ruang ICVCU RSUD dr.Doris Sylvanus Palangka Raya, dengan teknik anamnesa
(wawancara), observasi, pemeriksaan fisik, dan data dari buku status pasien,
didapatkan hasil sebagai berikut:
3.1.1 Identitas Pasien
Nama : Tn.Z
Umur : 62 Tahun
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Suku/Bangsa : Dayak/Indonesia
Agama : Islam
Pekerjaan : Pens. PNS
Pendidikan : Sarjana
Status Perkawinan : Kawin
Alamat : Jl. Pelita Raya no 11, Buntok.
Tgl MRS : 09-04-2022
Diagnosa Medis : Acute Coronary Syndrome ( ACS )
3.1.2 Riwayat Kesehatan /Perawatan
3.1.2.1 Keluhan Utama
Klien mengatakan nyeri pada bagian dada sebelah kiri.
3.1.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pada tanggal 9 April 2022 klien dirujuk dari RSUD Jaraga Sasameh
Buntok ke RSUD dr. Doris Sylvanus Palangka Raya. Sampai di IGD klien
mengatakan nyeri mendadak, nyeri pada bagian dada sebelah kiri, nyeri
seperti ditindih beban berat, skala nyeri 5 (nyeri sedang), nyeri hilang
timbul, nyeri bertambah ketikan klien sedang istirahat atau sedang tidak
melakukan aktivitas. Dilakukan pemeriksaan TTV didapatkan hasil TD :
150/90 mmHg, N : 57x/menit, RR : 22x/menit, S : 36 0C, SPO2 : 97%,
kesadaran compos mentis. Setelah dilakukan pemeriksaan klien dirawat
inapkan di raungan ICVCU untuk penanganan lebih lanjut. Pada tanggal
11 April 2022 di ruang ICVCU, dilakukan pemantauan TTV dan
didapatkan hasil : TD : 138/76 , N : 57x/menit, RR : 25x/menit, S : 36,5 0C,
SPO2 : 99%, kesadaran compos mentis, klien tampak pucat, meringis dan
gelisah. Dilakukan pengkajian pada jam 13.00 WIB, klien mengatakan
nyeri dada, P : nyeri bertambah ketika klien istirahat atau saat tidak
melakukan aktivitas, Q : nyeri seperti ditindih beban berat, R : nyeri pada
bagian dada kiri menjalar ketangan kiri, S : skala nyeri 5 (nyeri sedang),
T : nyeri yang dirasakan sejak 6 hari yang lalu, nyeri hilang timbul.
3.1.2.3 Riwayat Penyakit Sebelumnya (Riwayat Penyakit dan Riwayat
Operasi)
Klien mengatakan pernah mengalami riwayat penyakit seperti yang ia
alami sekarang, klien terpasangan ring jantung pada tahun 2017 dan klien
mengatakan tidak memiliki riwayat DM dan penyakit lainnya. Klien tidak
memiliki alergi obat dan makanan
3.1.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Klien mengatakan bahwa dikeluarganya tidak ada yang memiliki riwayat
penyakit turunan seperti penyakit DM dan penyakit lainnya.
GENOGRAM KELUARGA:
Keterangan :
: Hubungan keluarga
: Tinggal serumah
: Perempuan
: Laki-laki
: Klien
: Meninggal

3.1.3 Pemerikasaan Fisik


3.1.3.1 Keadaan Umum:
Pasien tampak pucat, meringis, dan gelisah, tingkat kesadaran compos
mentis, terpasang Infus Nacl 14 tpm pada tangan sebelah kiri, terpasang
oksigen nasal kanul 2-3 lpm, terpasang BSM (Bedsite Monitor), posisi
berbaring semi fowler.
3.1.3.2 Status Mental:
Tingkat kesadaran compos mentis (GCS 15 – E4V5M6), bentuk badan
pasien sedang, penampilan cukup rapi, pasien berbicara dengan lancar
ketika dilakukan pengkajian. Dalam orientasi waktu klien bisa
membedakan siang dan malam, pada orientasi orang klien dapat
membedakan yang mana perawat dan keluarga dan pada orientasi tempat
klien tahu bahwa dirinya berada di rumah sakit, insigt klien baik, dan
mekanisme pertahanan diri klien adaptif
3.1.3.3 Tanda-tanda Vital :
Berdasarkan hasil pemeriksaan dan pengkajian pada Tn.Z didapatkan
hasil pemeriksaan tanda-tanda vital yaitu Suhu/T 36,50C Axilla, Nadi/HR
= 57x/menit, pernafasan/RR = 25x/menit, tekanan darah/BP = 138/76
mmHg, , SPO2 : 99%,
3.1.3.4 Pernapasan (Breathing)
Bentuk dada pasien simetris, tidak memiliki kebiasaan merokok, tidak
ada batuk, tidak ada batuk darah, tidak ada sianosis, terdapat nyeri dada
sebelah kiri, sesak nafas saat nyeri dada muncul, type pernafasan dada
dan perut, irama pernafasan tidak teratur, dan suara nafas tambahan
ronchi.
Keluhan lainnya : Klien mengatakan kadang merasa sesak napas saat
nyeri muncul pada malam hari.
Masalah Keperawatan : Pola Napas Tidak Efektif
3.1.3.5 Cardiovasculer (Bleeding)
Klien merasakan nyeri di dada sebelah kiri, tidak ada merasakan keram
dikaki, klien tampak pucat, tidak merasa pusing, tidak mengalami
clubbing finger, tidak mengalami sianosis pada dada, tidak merasakan
sakit kepala, tidak palpitasi, tidak ada pingsan, capillary refill klien saat
ditekan dan dilepaskan kembali dalam >2 detik, tidak ada oedema,
lingkar perut klien 108 = cm, ictus cordis klien tidak terlihat, vena
jugulasir tidak mengalami peningkatan, dan irama jantung Bradikardia
Masalah Keperawatan : Penurunan Curah Jantung
3.1.3.6 Persyarafan (Brain)
Berdasarkan pemeriksaan dan pengkajian nilai GCS pasien, E (Eye): 4
(membuka mata spontan), V (Verbal): 5 (orientasi baik), M (Motorik): 6
(motorik mengikuti perintah), Total Nilai GCS adalah 15 (Compos
mentis), pupil isokor. reflek cahaya kanan + kiri +.
Klien mengatakan nyeri dada, P : Nyeri bertambah ketika klien istirahat
atau saat tidak melakukan aktivitas, Q : Nyeri seperti ditindih beban
berat, R : Nyeri pada bagian dada kiri dan menjalar ketangan kiri, S :
Skala nyeri 5 (nyeri sedang), T : Nyeri yang dirasakan sejak 6 hari yang
lalu, nyeri hilang timbul.
Klien tidak vertigo, klien tampak gelisah, tidak aphasia, klien tidak
merasakan kesemutan tidak bingung, tidak dysarthria dan tidak
mengalami kejang. Pemeriksaan Uji Syaraf Kranial : Nervus Kranial I
(Olfaktorius) Klien dapat mencium aroma minyak kayu putih. Nervus
Kranial II (Optikus) Klien dapat membaca, Nervus Kranial III
(Okulomotorus) Klien dapat menggerakan bola mata ke atas dan ke
bawah, Nervus Kranial IV (Troklearis) Klien dapat menggerakan bola
mata kekiri dan ke kanan, Nervus Kranial V (Trigeminus) Klien dapat
mengunyah dengan baik, Nervus Kranial VI (Abdusen) Klien dapat
membedakan rasa asam, manis, asin, pahit, Nervus Kranial VII :
(Fasialis) Klien tampak meringis, Nervus Kranial VIII
(Vestibuloakustikus) Klien dapat mendengar dengan baik, Nervus
Kranial IX (Glosofaringus) Klien dapat menelan dengan baik, Nervus
Kranial X (Vagus) Klien dapat berbicara dengan baik, Nervus Kranial XI
(Aksesorius) Klien dapat menggerakan kepala ke kiri dan ke kanan saat
gelisah, Nervus Kranial XII (Hipoglosus) Klien dapat menjulurkan lidah.
Pemeriksaan Uji Koordinasi Ekstrimitas Atas Jari ke jari negatif, Jari ke
hidung (+), Ekstrimitas Bawah Tumit ke jempul kaki (+), Uji Kestabilan
Tubuh negatif. Pemeriksaan tes reflek pada bisep pada tangan kanan dan
kiri negatif (-). Pada reflek trisep pada tangan kanan dan kiri negatif (-).
Pada brachioradialis kanan dan kiri negatif (-). Pada patella pada kaki
kanan dan kiri negatif (-). Pada aciles pada kaki kanan dan kiri negatif
(-). Pada babinski pada kanan dan kiri negatif (-).
Masalah Keperawatan : Nyeri Akut
3.1.3.7 Eliminasi Urin (Bladder)
Klien menggunakan pampres, produksi urine 1600 ml/hr (normal),
dengan warna kuning, bau khas aroma ammonia, klien tidak mengalami
masalah oliguria, tidak menetes, tidak inkotinen, tidak mengalami
oliguria, tidak ada nyeri, tidak mengalami retensi, tidak poliguri, tidak
panas, tidak hematuria, tidak hematuria, tidak terpasang kateter dan tidak
pernah melakukan cytostomi.
Tidak ada masalah keperawatan
3.1.3.8 Eliminasi Alvi (Bowel)
Bibir klien tampak lembab tidak ada perlukaan di sekitar bibir, jumlah
gigi klien lengkap, tidak ada karies, gusi klien normal tampak
kemerahan, lidah klien tidak ada lesi, mokosa klien tidak ada
pembengkakan, tonsil klien tidak ada peradangan, rectum normal, tidak
mengalami haemoroid, klien BAB 1x/hari warna kekuningan dengan
konsistensi lembek, tidak diare, tidak konstipasi, tidak kembung,
kembung, bising usus klien terdengar normal 10 x/menit, dan tidak
terdapat nyeri tekan serta tidak terdapat benjolan.
Tidak ada masalah keperawatan
3.1.3.9 Tulang - Otot – Integumen (Bone)
Kemampuan pergerakan sendi klien bebas, tidak ada parase, tidak ada
paralise, tidak ada hemiparese, tidak ada krepitasi, klien tidak mengalami
kekakuan, tidak ada flasiditas, tidak ada spastisitas, ukuran otot klien
teraba simetris. Uji kekuatan otot ekstermitas atas = 5 (normal) dan
ektermitas bawah = 5 (normal). Tidak terdapat peradangan dan tidak ada
patah tulang, serta tulang belakang klien tampak teraba normal.
Tidak ada masalah keperawatan
3.1.3.10 Kulit-Kulit Rambut
Klien tidak memiliki riwayat alergi baik dari obat, makanan, dan lainnya.
Suhu kulit klien teraba hangat, warna kulit normal, turgor baik, tekstur
kulit halus, tidak ada lesi vesikula, tidak terdapat jaringan parut, tekstur
rambut halus, tidak terdapat distribusi rambut dan bentuk kuku simetris.
Tidak ada masalah keperawatan
3.1.3.11 Sistem Penginderaan
a. Mata/Penglihatan
Fungsi penglihatan klien normal tidak ada masalah, gerakan bola mata
klien tampak bergerak normal dengan visus : mata kanan (VOD) = 6/6
dan mata kiri (VOS) = 6/6, sclera klien ikterik, warna konjungtiva
ikterik, kornea ikterik, tidak terdapat alat bantu penglihatan pada klien
dan tidak terdapat adanya nyeri.
b. Telinga / Pendengaran
Pendengaran klien normal dan tidak ada berkurang, tidak berdengung
dan tidak tuli.
c. Hidung / Penciuman
Bentuk hidung klien teraba simetris, tidak terdapat lesi, tidak terdapat
patensi, tidak terdapat obstruksi, tidak terdapat nyeri tekan sinus, tidak
terdapat transluminasi, cavum nasal normal, septum nasal tidak ada
masalah, sekresi kuning lumayan kental, dan tidak ada polip.
Tidak ada masalah Keperawatan
3.1.3.12 Leher Dan Kelenjar Limfe
Leher klien tampak tidak ada massa, tidak ada jaringan parut, tidak ada
teraba kelenjar limfe, tidak ada teraba kelenjar tyroid, dan mobilitas leher
klien bergerak bebas.
Tidak ada masalah Keperawatan
3.1.3.13 Sistem Reproduksi
Bagian reproduksi klien tidak ada kemerahan, tidak ada gatal-gatal, gland
penis baik/ normal, meatus uretra baik/normal, tidak ada discharge,
srotum normal, tidak ada hernia, dan tidak ada keluhan lainnya.
Tidak ada masalah Keperawatan
3.1.4 Pola Fungsi Kesehatan
3.1.4.1 Persepsi Terhadap Kesehatan dan Penyakit :
Klien mengatakan “kesehatan merupakan suatu keadaan terbebas dari
penyakit. Sedangkan penyakit adalah keadaan dimana fisik terganggu
karena terjadi proses penyakit.”
3.1.4.2 Nutrisida Metabolisme
Klien tidak ada program diet, klien tidak ada merasa mual, tidak ada
muntah, tidak mengalami kesukaran menelan dan tidak ada merasa haus.
Klien memiliki tinggi badan 168 cm dengan berat badan 70 kg sebelum
sakit, saat sakit berat badan klien 70 kg.
Diketahui : TB= 168 cm = 1,68 m, BB=70 kg
BB 70 kg
IMT = = = 24,80 (Berat badan normal)
( TB ) 2 ( 1,68 x 1,68 ) m
Pola Makan Sehari-hari Saat Sakit Sebelum Sakit
Frekuensi/hari 3x/ hari 3x/ hari
Porsi 1 Porsi 1 Porsi

Nafsu makan Baik Baik


Jenis Makanan Nasi, lauk Nasi, lauk
Jenis Minuman Air putih Air putih
Jumlah minuman/cc/24 jam 1800 cc 2000 cc
Kebiasaan makan Pagi, siang, sore Pagi, siang, sore
Keluhan/masalah Tidak ada Tidak ada
Tidak ada masalah keperawatan
3.1.4.3 Pola istirahat dan tidur
Klien tidak ada sulit tidur, ruangan terasa nyaman, ekpresi, tidur sebelum
sakit : siang 45 menit – 1 jam dan malam 6 - 7 jam, tidur sesudah sakit :
tidur siang 30 menit, malam 6 - 7 jam.
Tidak ada masalah keperawatan
3.1.4.4 Kognitif
Klien mengatakan “saya mengetahui penyakit yang saya alami”
3.1.4.5 Konsep diri (Gambaran diri, ideal diri, identitas diri, harga diri,
peran)
Klien mengatakan tidak senang dengan keadaan yang dialaminya saat ini,
klien ingin cepat sembuh dari penyakitnya. Klien adalah seorang laki-
laki, klien orang yang ramah, klien adalah seorang bapak.
3.1.4.6 Aktivitas sehari-hari
Sebelum sakit klien dapat melakukan aktivitas sehari-hari secara mandiri,
saat sakit klien bisa beraktivitas secara mandiri, tetapi kadang-kadang
juga dibantu oleh keluarga
3.1.4.7 Koping-Toleransi terhadap Stress
Sebelum sakit klien jika ada masalah klien selalu membicarakannya
dengan keluarga untuk mendapat jalan keluar yang baik. Sesudah sakit
klien juga selalu membicarakannya dengan keluarga.
3.1.4.8 Nilai Pola Keyakinan
Klien hanya bisa beribadah dari tempat tidur.
3.1.5 Sosial - Spiritual
3.1.5.1 Kemampuan berkomunikasi
Klien mampu berkomunikasi dan tidak memiliki masalah dalam
berkomunikasi.
3.1.5.2 Bahasa Sehari – hari
Klien mengatakan menggunakan bahasa Dayak dalam bahasa sehari-
harinya.
3.1.5.3 Hubungan dengan keluarga
Klien mengatakan hubungannya dengan keluarga baik, tidak ada
masalah.
3.1.5.4 Hubungan dengan teman/ petugas kesehatan/ orang lain
Hubungan keluarga klien teman dan petugas seperti perawat, dokter,
serta orang lain baik.
3.1.5.5 Orang Terdekat
Orang terdekat bagi klien adalah keluarganya yang meliputi istri dan
anak-anaknya
3.1.5.6 Kebiasaan Mengunakan Waktu Luang
Keluarga klien mengatakan sebelum sakit kebiasaan klien dalam
meluangkan waktu berkumpul bersama keluarganya, saat sakit klien
lebih banyak istirahat.
3.1.5.7 Kegiatan beribadah
Keluarga pasien mengatakan sebelum sakit klien selalu aktif beribadah,
selama sakit pasien hanya mampu beribadah di tempat tidur
1.1.1.1 Data Penunjang (Radiologis, Laboratorium dan Penunjang Lainnya)
Hasil EKG pada tanggal 11 April 2022
Irama jantung Teratur
Frekuensi denyut jantung 57x/menit
PR interval
QRS interval
QT interval
ST segment
Kesimpulan Sinus Bradycardia

Hasil Laboratorium tanggal 9 April 2022:

Jenis
No. Hasil Nilai Rujukan Satuan
Pemeriksaan
1. HBs Ag (antigen) Negatif Negatif
2. Troponin I < 0,01 < 0,30 ng/ml
3. Glukosa Sewaktu 125 < 200 mg/dl
4. Ureum 41 21-53 mg/dl
5. Kreatinin 1,51 0,17-1,5 mg/dl

Pemeriksaam Laboratorium tanggal 9 April 2022

No. Jenis Pemeriksaan Hasil Nilai Normal


1. WBC 9.24 (10’3/uL) 4.50-11.00
2. HGB 14.8 ( g/dl ) 10.5-18.0
3. HCT 41.1 (%) 37.0-48.0
4. PLT 249 (10’3/uL) 150-400

1.1.1.2 Penatalaksanaa Medis


Penatalaksaan medis tanggal 11 April 2022
No Nama Terapi dan Infus Indikasi
1. Terapi oksigen Nasal Terapi oksigen adalah tindakan medis untuk
Kanul 2-3 lpm menyalurkan oksigen ke dalam tubuh lewat
alat bantu. Tujuannya adalah
kadar oksigen di dalam tubuh tercukupi
sehingga fungsi organ berjalan lancar. Pada
tingkat sel, oksigen dibutuhkan oleh
mitokondria untuk menghasilkan energi.
2. Infus NaCl 0,9 % 14 tpm Merupakan cairan kristaloid yang sering
ditemui. cairan ini mengandung natrium dan
clorida. cairan infus ini digunakan untuk
menggantikan cairan tubuh yang hilang,
mengoreksi ketidakseimbangan elektrolit,
dan menjaga tubuh agar tetap terhidrasi
dengan baik.

No Nama Obat Dosis Rute Indikasi


1. Injeksi Raditinide 3x1 IV Ranitidin adalah obat yang digunakan
25mg untuk mengobati gejala atau penyakit
yang berkaitan dengan produksi asam
lambung berlebih
2. Injeksi Lovenox 2x0,6 SC untuk mengatasi gangguan
cc mg kecemasan, meredakan kejang, kaku
otot, atau sebagai obat penenang
sebelum operasi
4. Brilinta 2x90 Oral menurunkan risiko serangan jantung,
mg stroke dan kematian. Selain itu juga
untuk mencegah penyumbatan pada
stent/ring jantung pasca prosedur
pemasangan ring jantung
5. Aspilet 80mg Oral untuk mencegah dan menangani
(0-1-0) angina pektoris dan infark miokard
(serangan jantung). Obat ini bekerja
dengan cara menghambat agregasi
trombosit selama 7-10 hari, serta
menghambat kerja prostaglandin
6. Atoruastatin 20mg Oral untuk menurunkan kolesterol jahat
(0-0-1) (LDL) dan trigliserida, serta
meningkatkan kadar kolesterol baik
(HDL) di dalam darah. Jika kolesterol
dalam darah tetap terjaga dalam kadar
normal, risiko terjadinya stroke dan
serangan jantung akan semakin
rendah

Palangka Raya, 4 April 2022


Mahasiswa,

Khofifah Wulannor
3.2 Analisa Data
DATA SUBJEKTIF DAN
PENYEBAB MASALAH
DATA OBJEKTIF
DS: ACS Nyeri Akut
- Klien mengatakan nyeri Suplai O2 ke jaringan SDKI D.0077 hal 172
dada Miokard menurun

- P : nyeri bertambah ketika Penurunan aliran arteri


atau vena
klien istirahat atau saat
tidak melakukan aktivitas, Nyeri Akut
- Q : nyeri seperti ditindih
beban berat,
- R : nyeri pada bagian dada
kiri menjalar ketangan
kiri,
- S : skala nyeri 5 (nyeri
sedang),
- T : nyeri yang dirasakan
sejak 6 hari yang lalu,
nyeri hilang timbul
DO:
- Klien tampak pucat,
meringis dan gelisah
- Nilai GCS, E (Eye): 4
(membuka mata spontan),
V (Verbal): 5 (orientasi
baik), M (Motorik): 6
(motorik mengikuti
perintah), Total Nilai GCS
adalah 15 (Compos
mentis),
- TTV :
TD : 138/76 mmHg
N : 57x/menit
RR: 25x/menit
S : 36,50C
SPO2 99%
DS: Klien mengatakan Peningkatan Pola Napas Tidak
permeabilitas kapiler paru
kadang merasa sesak napas Efektif
saat nyeri muncul pada Cairan masuk ke SDKI D.0005 hal 26
intravaskuler
malam hari
DO: Edema paru
- Klien tampak pucat,
Pembesaran ventrikel kiri
meringis dan gelisah
Menurunnya
- Klien tampak sesak napas kontraktilitas jantung
- Sesak nafas saat nyeri
Penurunan O2 ke perifer
dada muncul
Mendesak diafragma
- Irama pernafasan tidak
teratur Dispnea

- Suara nafas tambahan Pola nafas tidak efektif


ronchi
- TTV :
TD : 138/76 mmHg
N : 57x/menit
RR: 25x/menit
S : 36,50C
SPO2 99%
DS: Klien mengatakan nyeri ACS Penurunan Curah
di dada sebelah kiri Suplai darah kearteri Jantung
DO: koroner berkurang SDKI D.0008 hal 34
- Klien tampak pucat,
Perubahan irama jantung
meringis dan gelisah
Penurunan Curah
- Sesak nafas saat nyeri
Jantung
dada muncul
- Irama jantung : teratur

- Frekuensi denyut
jantung : 57x/menit
- Irama EKG Sinus
Bradycardia
- TTV :
TD : 138/76 mmHg
N : 57x/menit
RR: 25x/menit
S : 36,50C
SPO2 99%
3.3 Prioritas Masalah
1. Nyeri Akut berbuhungan dengan penurunan aliran arteri atau vena ditandai
dengan klien mengatakan nyeri dada, P : nyeri bertambah ketika klien istirahat
atau saat tidak melakukan aktivitas, Q : nyeri seperti ditindih beban berat, R :
nyeri pada bagian dada kiri menjalar ketangan kiri, S : skala nyeri 5 (nyeri
sedang), T : nyeri yang dirasakan sejak 6 hari yang lalu, nyeri hilang timbul,
klien tampak pucat, meringis dan gelisah, nilai GCS, E (Eye): 4 (membuka
mata spontan), V (Verbal): 5 (orientasi baik), M (Motorik): 6 (motorik
mengikuti perintah), Total Nilai GCS adalah 15 (Compos mentis), TTV : TD :
138/76 mmHg, N : 57x/menit, RR: 25x/menit, S : 36,50C, SPO2 99%
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan dispnea dibuktikan dengan klien
mengatakan kadang merasa sesak napas saat nyeri muncul pada malam hari
klien tampak pucat, meringis dan gelisah, klien tampak sesak napas, sesak
nafas saat nyeri dada muncul, irama pernafasan tidak teratur, suara nafas
tambahan ronchi, TTV : TD : 138/76 mmHg, N : 57x/menit, RR: 25x/menit, S :
36,50C, SPO2 99%
3. Penurunan curah jantung ditandai dengan perubahan irama jantung dibuktikan
dengan klien tampak pucat, meringis dan gelisah, sesak nafas saat nyeri dada
muncul, irama jantung : teratur, frekuensi denyut jantung : 57x/menit, irama
EKG Sinus Bradycardi, TTV : TD : 138/76 mmHg, N : 57x/menit, RR:
25x/menit, S : 36,50C, SPO2 99%
3.4 Intervensi Keperawatan
Nama Pasien : Tn.Z
Ruang Rawat : ICVCU
1. Nyeri Akut berbuhungan dengan Setelah dilakukan tindakan keperawatan SIKI Manajemen Nyeri I.08238 hal 201
penurunan aliran arteri atau vena selama 1x24 jam diharapkan nyeri akut Observasi
ditandai dengan klien mengatakan teratasi dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi lokasi, karakteristik, durasi,
nyeri dada, P : nyeri bertambah SLKI Tingkat Nyeri L.08066 hal 145 frekuensi, kualitas, intensitas nyeri
ketika klien istirahat atau saat tidak 1. Keluhan nyeri menurun (5) 2. Identifikasi skala nyeri
melakukan aktivitas, Q : nyeri 2. Meringis menurun (5) 3. Identifikasi respons nyeri non verbal
seperti ditindih beban berat, R : 3. Gellisah menurun (5) 4. Identifikasi faktor yang memperberat dan
nyeri pada bagian dada kiri menjalar 4. Frekuensi nadi membaik (5) memperingan nyeri
ketangan kiri, S : skala nyeri 5 (nyeri 5. Identifikasi pengaruh nyeri pada kualitas hidup
sedang), T : nyeri yang dirasakan Terapeutik
sejak 6 hari yang lalu, nyeri hilang 6. Berikan teknik nonfarmakologis untuk
timbul, klien tampak pucat, meringis mengurang rasa nyeri (terapi musik, terapi pijat,
dan gelisah, nilai GCS, E (Eye): 4 relaksasi nafas dalam, kompres hangat atau
(membuka mata spontan), V dingin)
(Verbal): 5 (orientasi baik), M 7. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa
(Motorik): 6 (motorik mengikuti nyeri (mis. Suhu ruangan, pencaayaan,
perintah), Total Nilai GCS adalah kebisingan)
15 (Compos mentis), TTV : TD : Edukasi
138/76 mmHg, N : 57x/menit, RR:
25x/menit, S : 36,50C, SPO2 99% 8. Jelaskan penyebab, periode dan pemicu nyeri
Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
2. Pola napas tidak efektif Setelah dilakukan asuhan keperawatan SIKI Manajemen Jalan Napas I.01011 hal 186
berhubungan dengan dispnea selama 1x24 jam diharapkan pola napas Observasi
dibuktikan dengan klien mengatakan tidak efektif teratasi, dengan kriteria hasil : 1. Monitor pola napas (frekuensi, kedalaman,
kadang merasa sesak napas saat SLKI Pola Napas L.01004 hal 95 usaha napas)
nyeri muncul pada malam hari klien 1. Dispnea menurun (5) 2. Monitor bunyi napas (mis. gurgling, mengi,
tampak pucat, meringis dan gelisah, 2. Pemanjangan fase ekspirasi menurun (5) wheezing, ronkhi kering)
klien tampak sesak napas, sesak 3. Frekuensi napas membaik (5) 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma
nafas saat nyeri dada muncul, irama 4. Kedalaman napas membaik (5) Terapeutik
pernafasan tidak teratur, suara nafas 4. Posisikan semi fowler atau fowler
tambahan ronchi, TTV : TD : 138/76 5. Berikan minum hangat
mmHg, N : 57x/menit, RR: 6. Lakukan fisioterapi dada, jika perlu
25x/menit, S : 36,50C, SPO2 99% 7. Berikan oksigen, jika perlu
Edukasi
8. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi
9. Kolaborasi pemberian bronkodilator,
ekspektoran, mukolitik, jika perlu
3. Penurunan curah jantung ditandai Setelah dilakukan tindakan keperawatan SIKI Perawatan Jantung I.02075 hal 317
dengan perubahan irama jantung selama ...x... jam diharapkan penurunan Observasi :
dibuktikan dengan klien tampak curah jantung teratasi dengan kriteria hasil : 1. Identifikasi tanda gejala primer penurunan curah
pucat, meringis dan gelisah, sesak SLKI Curah Jantung L.02008 hal 20 jantung (dispnea, kelelahan, edema, peningkatan
nafas saat nyeri dada muncul, irama 1. Bradikardia menurun (5) CVP, ortopnea)
jantung : teratur, frekuensi denyut 2. Dispnea menurun (5) 2. Identifikasi tanda gejala sekunder penurunan
jantung : 57x/menit, irama EKG 3. Takanan darah membaik (5) curah jantung (peningkatan BB, distensi vena
Sinus Bradycardi, TTV : TD : jugularis, palpitasi, ronkhi basah, batuk, kulit
138/76 mmHg, N : 57x/menit, RR: pucat dll)
25x/menit, S : 36,50C, SPO2 99% Terapeutik :
1. Monitor tekanan darah
2. Monitor saturasi oksigen
3. Periksa tekanan darah dan frekuensi nadi
sebelum dan sesudah aktivitas dan sebelum
pemberian obat
4. Posisikan pasien semi-fowler atau fowler
dengan kaki kebawah atau posisi nyaman
5. Berikan oksigen untuk mempertahankan saturasi
oksigen >94%
Edukasi :
1. Anjurkan aktivitas fisik sesuai toleransi
2. Anjurkan beraktivitas fisik secara bertahap
Kolaborasi :
1. Kolaborasi pemberian aritmia atau vasodilator,
jika perlu

3.5 Implementasi dan Evaluasi Keperawatan


Nama Pasien : Tn.Z
Ruang Rawat : ICVCU
Tanda tangan
dan
Hari/Tanggal, Jam Implementasi Evaluasi (SOAP)
Nama
Perawat
1. 12 April 2022 1. Mengidentifikasi lokasi, karakteristik, durasi, S : Klien mengatakan masih nyeri dada
Jam 07.30 WIB frekuensi, kualitas, intensitas nyeri O:
- P : nyeri bertambah ketika klien istirahat atau
Diagnosa 1 (Nyeri 2. Mengidentifikasi skala nyeri
saat tidak melakukan aktivitas,
Akut) 3. Mengidentifikasi respons nyeri non verbal
- Q : nyeri seperti ditindih beban berat,
4. Mengidentifikasi faktor yang memperberat
- R : nyeri pada bagian dada kiri menjalar
dan memperingan nyeri
ketangan kiri,
5. Mengidentifikasi pengaruh nyeri pada kualitas
- S : skala nyeri 5 (nyeri sedang),
hidup
- T : nyeri yang dirasakan sejak 6 hari yang lalu,
6. Mengajarkan teknik nonfarmakologis untuk Khofifah
nyeri hilang timbul
mengurang rasa nyeri (relaksasi nafas dalam) Wulannor
- Klien mampu melakukan teknik
7. Menjelaskan penyebab, periode dan pemicu
nonfarmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
nyeri
(terapi musik)
8. Berkolaborasi dalam pemberian analgetik
- Klien dan keluarga tampak memahami
- Aspilet 80mg
penyebab, periode, dan pemicu nyeri
- Klien masih tampak meringis
- Klien sudah diberikan Asipet 80mg
TD : 135/82 mmHg
N : 67x/menit
S : 36,70C
RR : 22 x/menit
A : Masalah teratasi sebagian
P : Perhankan implementasi, lanjutkan intervensi
5 dan 7
2. 12 April 2022 1. Memonitor pola napas (frekuensi, S : Klien mengatakan sesak napas berkurang
O:
Jam 07.30 WIB kedalaman, usaha napas)
- Sesak napas klien tampak berkurang
Diagnosa 2 (Pola 2. Memonitor bunyi napas (mis. gurgling,
- Auskultasi bunyi napas tembahan ronkhi
Napas Tidak mengi, wheezing, ronkhi kering)
- Posisi klien semi fowler
Efektif) 3. Memposisikan semi fowler atau fowler
- TTV
TD : 135/82 mmHg
Khofifah
N : 67x/menit
Wulannor
S : 36,70C
RR : 22 x/menit
A : Masalah teratasi sebagian
P : Perhankan implementasi, lanjutkan intervensi
1,2,4 dan 5

3. 12 April 2022 1. Mengidentifikasi tanda gejala primer S : -


O:
penurunan curah jantung (dispnea,
Jam 07.30 WIB kelelahan, edema, peningkatan CVP, - Sesak napas klien tampak berkurang
Diagnosa 3 (Penurunan ortopnea) - Irama jantung : teratur
Curah Jantung) 2. Monitor tekanan darah - Frekuensi denyut jantung : 67x/menit,
3. Mencatat Bunyi jantung - Irama EKG Normal Normal Synus Rhythm
4. Memonitor saturasi oksigen - Posisi klien semi fowler
5. Memposisikan pasien semi-fowler atau - TTV Khofifah
fowler dengan kaki kebawah atau posisi TD : 135/82 mmHg Wulannor
nyaman N : 67x/menit
6. Menganjurkan aktivitas fisik sesuai toleransi S : 36,70C
dan beraktivitas fisik secara bertahap RR : 22 x/menit
A : Masalah teratasi sebagian
P : Perhankan implementasi, lanjutkan intervensi
1, 2, 4 dan 5
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Acute Coronary Syndrome (ACS) atau sindrom koroner akut mengacu
pada konstelasi tanda dan gejala klinis yang disebabkan oleh iskemia miokard
yang memburuk. Tidak adanya kerusakan miokard, dinilai dengan mengukur
kadar biomarker jantung sehingga pasien dapat diklasifikasikan sebagai
mengalami angina tidak stabil (Griffin & Menon, 2018)
Pada kasus Tn.N didapatkan data yang dapat mendukung dikumpulkan
penulis adalah :
1. Nyeri Akut berbuhungan dengan penurunan aliran arteri atau vena
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan dispnea
3. Penurunan curah jantung ditandai dengan perubahan irama jantung
Setelah diberikan asuhan keperawatan pada Tn.Z dengan kondisi Acute
Coronary Syndrome (ACS), penulis merasa mampu untuk mencoba menerapkan
konsep asuhan keperawatan pada klien dengan Acute Coronary Syndrome (ACS),
mengidentifikasi masalah yang muncul pada klien serta menentukan dan
menerapkan rencana tindakan yang tepat pada klien. Faktor pendukung
keberhasilan penulis asuhan keperawatan adalah partisipasi keluarga atau bantuan
dari keluarga, sedangkan faktor penghambat dari keberhasilan dalam pemberian
asuhan keperawatan adalah waktu yang dimiliki penulis dalam pemberian asuhan
keperawatan dimana masalah yang dihadapi klien memerlukan waktu yang cukup
lama dalam penyembuhan.
4.2 Saran
Dalam melakukan perawatan perawat harus mampu mengetahui kondisi
klien secara keseluruhan sehingga intervensi yang diberikan bermanfaat untuk
kemampuan fungsional pasien, perawat harus mampu berkolaborasi dengan tim
kesehatan lain dan keluarga untuk mendukung adanya proses keperawatan serta
dalam pemberian asuhan keperawatan diperlukan
DAFTAR PUSTAKA
Abduelkarem. (2017). Evaluation of Risk Factor in acute Myocardial Infarction
patients admitted to the Coronary Care Uni. Tripoli Med Cent., 1(1).
Amisi, & Nelwan. (2018). Hubungan Antara Hipertensi dengan Kejadian Penyakit
Jantung Koroner pada Pasien yang Berobat di RS Kandou Manado. Jurnal
Kesmas Indonesia, 7(4).
Barrett, K., Barman, S., Boitano, S., & Reckelhoff, J. (2018). Medical Physiology
Examination & Board Review. McGraw- Hill Education.
Brunner & Suddarth. (2017). Textbook Of Medical Surgical Nursing. Elsevier, Ltd.
Garko. (2017). Coronary Heart Diseases Part III Non Modifable Risk Factors.
Health and Wellness Monthly, 1(1).
Griffin, B., & Menon, V. (2018). Manual of Cardiovascular Disease. Wolters
Kluwer.
Harsanti. (2017). Pengalaman Keluarga dalam Menghadapi Kejadian Serangan
Akut Miokard Infark (AMI) Pada Anggota Kel-uarga Di RSUD Sragen.
STIKES Kusuma Husada Surakarta, 1(1).
Hasari. (2019). Karakteristik Gambaran EKG Pasien Hipertensi Di Rumah Sakit
Ibnu Sina Makassar Periode Januari-Juni 2017. UMI Medical Journal, 4(1).
Henriksson, Larsson, & Arnetz. (2017). Knowledge about Acute Myocar-dial
Infarction (AMI) and attitudes to med-ical care seeking—A comparison
between patients and the general public. Open Jour-Nal of Nursing, 2(4).
Humphyreys, M. (2017). Nursing The Cardiac Patient. Blackwell Publishing Ltd.
Ilhami. (2015). Peran durasi QRS dan skor selvester dalam keberhasilan reperfusi
miokard. Jurnal Imka, 38(3).
Jeremias, A., & Brown, D. (2019). Cardiac Intensive Care. In Cardiac Intensive
Care. Elsevier. https://doi.org/10.1016/B978-1-4160-3773-6.X0001-8
Kemenkes.RI. (2017). Profil Penyakit Tidak Menular. Kementerian Kesehatan RI.
Brunner, L. S., Suddarth, D. S., Smeltzer, S. C. O. C., & Bare, B. G. (2017).
Brunner & Suddarth's textbook of medical-surgical nursing: Lippincott
Williams & Wilkins.
Dharma, S. (2017). Pedoman praktis interpretasi EKG. Jakarta: EGC.
Guyton, A. C., & Hall, J. E. (2017). Textbook of Medical Physiology.
Philadelphia: Elsevier Saunders.
Potter, P., & Perry, A. (2017). Buku ajar fundamental keperawatan: Konsep,
proses dan praktik (Vol. 2). Jakarta: EGC.
Price, S. A., & Wilson, L. M. (2017). Patofisiologi: konsep klinis proses-proses
penyakit (Vol. 1). Jakarta: EGC.
Welch, J. R., & Teakher, C. (2017). OH’S Intensive care manual: Critical care
nursing. USA: Butterworth Heinemann Elsevier.
Kementerian Kesehatan RI. (2019). Profil Kesehatan Indonesia 2018. Sekretariat
Jendral Kementerian Kesehatan RI.
http://www.depkes.go.id/resources/download/pusdatin/profil-kesehatan
indonesia/Data-dan-Informasi_Profil-Kesehatan-Indonesia-2018.pdf
Kowalak. (2017). Buku Ajar Patofisiologi. Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Kumar, Abbas, & Aster. (2017). Pathologic Basis of Disease. Elsevier
Tarwoto dan Wartonah.,2017. Kebutuhan Dasar Manusia dan Proses
Keperawatan . Edisi :4 .Jakarta
Dermawan D. (2015). Buku Ajar Keperawatan Komunitas. Yogyakarta: Gosyen
Publishing
Tim Pokja SDKI DPP PPNI. 2018. Standar Diagnosa Keperawatan
Indonesia (SDKI),  Edisi 1. Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SIKI DPP PPNI. 2018. Standar Intervensi Keperawatan
Indonesia (SIKI),  Edisi 1. Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia
Tim Pokja SLKI DPP PPNI. 2018. Standar Luaran Keperawatan Indonesia
(SLKI),  Edisi 1. Jakarta, Persatuan Perawat Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai