Anda di halaman 1dari 22

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Penyakit Peritonitis


2.1.1 Definisi Peritonitis
Peritonitis adalah peradangan yang disebabkan oleh infeksi atau kondisi
aseptik pada selaput organ perut (peritoneum) (Japanesa, Zahari, dan Rusdji,
2016). Peritonitis adalah inflamasi lapisan peritoneum-lapisan membrane serosa
rongga abdomen dan meliputi viresela. Biasanya, akibat dari infeksi bakteri:
organisme yang berasal dari penyakit saluran gastrointestinal atau pada wanita
dari organ reproduktif internal (Nurarif dan Kusuma, 2015). Peritonitis adalah
peradangan rongga peritoneum yang diakibatkan oleh penyebaran infeksi dari
organ abdomen seperti appendik, pancreatitis, rupture appendiks, perforasi atau
trauma lambung dan kebocoran anastomosis (Padila, 2012). Dapat disimpulkan
bahwa peritonitis adalah peradangan yang terjadi pada peritoneum akibat infeksi
bakteri dari saluran gastrointestinal.

Gambar 2.1 Peritonitis (Handaya, 2017)

Gambar 2.1 Peritonitis (Handaya, 2017)

4
2.1.2 Anatomi Fisiologi
Peritoneum adalah membrane tipis, halus, dan lembap yang terdapat dalam
rongga abdomen dan menutupi organ-organ abdomen. Peritoneum merupakan
membrane serosa yang terdiri dari lapisan jaringan ikat. Peritoneal parietal
melanjutkan diri ke bawah yang membatasi pelvis dan peritoneum visceral
meliputi organ-organ dalam peritoneum. Ruang potensial yang terdapat antara
lapisan parietal dan viseral dinamakan rongga peritoneal, pada pria rongga ini
tertutup. Tetapi pada wanita rongga ini terdapat hubungan dengan dunia luar (tuba
uterine, uterus dan vagina), mempunyai osteum kecil ujung yang bebas ke dalam
kavitas peritoneal, merupakan jalan masuk dari ovum. Peritoneal mempunyai dua
yaitu kantong besar terbentang seluruh abdomen mulai dari diafragma sampai ke
pelvis dan kantong kecil terletak di belakang lambung. Daerah khusus
peritoneum:
2.1.2.1 Mesenterium: Lipatan peritoneum berlapis ganda yang melekat pada
bagian usus ke dinding posterior abdomen. Mesenterium terdiri dari
mesenterium usus halus, mesokolon transversum dan mesokolon
sigmoid.
2.1.2.2 Omentum: Lipatan peritoneum berlapis ganda yang melekat pada
lambung, omentum mayus, kurvatura mayor, tergantung seperti tirai
pada ruang lekukan usus halus dan dinding abdomen anterior.
Omentum mayus melipat kembali dan melekat pada tepi bawah kolon
transversum. Omentum minus menghubungkan kurvatura mayor
lambung dengan permukaan bawah hati.
2.1.2.3 Ligamentum peritoneal: Lipatan peritoneum berlapis ganda melekat
pada dinding abdomen, berhubungan dengan tulang, hati, ligamentum
falsiformis ke dinding anterior abdomen, dan permukaan bawah hati.
2.1.2.4 Sakus minor: Bagian dari rongga peritoneal yang terletak di sebelah
belakang lambung.
2.1.2.5 Rongga peritoneum: Merupakan rongga potenial yaitu suatu yang
terdesak oleh organ abdomen sehingga peritoneum parietalis dan
peritoneum viseral dapat teraba.
Fungsi Peritoneum:

5
2.1.2.6 Tempat melekatnya organ-organ ke dinding abdomen.
2.1.2.7 Membentuk pembatas yang halus sehingga mempermudah organ-
organ untuk saling bergerak dan tidak saling bergesekan.
2.1.2.8 Mempermudah pembuluh-pembuluh darah dan saraf untuk mencapai
organ-organ tanpa harus dililit oleh lemak dan mengalami penekanan
pada peritoneum.
2.1.2.9 Tempat kelenjar limfe dan pembuluh darah menutupi area yang
terinfeksi dengan omentum mayor.
2.1.2.10 Menjaga kedudukan dan mempertahankan hubungan organ terhadap
dinding posterior abdomen. (Syaifuddin, 2013)

Gambar 2.3 Peritoneum (Moore, Dalley dan Agur, 2014)

6
2.1.3 Etiologi
Haryono (2012) menyebutkan penyebab peritonitis, antara lain:
2.1.3.1 Infeksi Bakteri
1. Mikroorganisme berasal dari penyakit saluran gastrointestinal
2. Appendisitis yang meradang dan perforasi
3. Tukak peptik (lambung/duodenum)
4. Tukak thypoid
5. Tukak disentri amuba/colitis
6. Tukak pada tumor
7. Salpingitis
8. Divertikulitis
Kuman yang paling sering ialah bakteri Coli, streptokokus μ dan b
hemolitik, stapilokokus aurens, enterokokus, dan yang paling berbahaya adalah
clostridium wechii.
2.1.3.2 Secara langsung dari luar
1. Operasi yang tidak steril
2. Terkontaminasi talcum venetum, lycopodium, sulvonamida,
terjadi peritonitis yang disertai pembentukan jaringan
granulomatosa sebagai respon terhadap benda asing, disebut
juga peritonitis granulomatosa serta merupakan peritonitis
lokal.
3. Trauma pada kecelakaan seperti ruptur limpa dan ruptur hati.
4. Melalui tuba fallopius seperti cacing enterobius vermikularis.
Terbentuk pula peritonitis granulomatosa
2.1.3.3 Secara hematogen sebagai komplikasi beberapa penyakit akut seperti
radang saluran pernapasan bagian atas, otitis media, mastoiditis,
glomerulonepritis. Peyebab utama adalah streptokokus atau
pnemokokus.
2.1.4 Klasifikasi
2.1.4.1 Peritonitis primer

7
Terjadi biasanya pada anak anak dengan syndrome nefritis atau sirosis
hati lebih banyak terdapat pada anak anak perempuan dari pada laki
laki. Peritonitis terjadi tanpa adanya sumber infeksi di rongga
peritonium, kuman masuk ke rongga peritonium melalui aliran darah
atau pada pasien perempuan melalui saluran alat genital (Nurarif dan
Kusuma, 2015)
2.1.4.2 Peritonitis Sekunder
Peritonitis terjadi bila kuman masuk ke rongga peritonium dalam
jumlah yang cukup banyak dari lumen saluran cerna peritonium
biasanya dapat masuk bakteri melalui saluran getah bening diafragma
tetapi bila banyak kuman masuk secara terus menerus akan terjadi
peritonitis, apabila ada rangsangan kimiawi karena masuknya asam
lambung, makanan, tinja, Hb dan jaringan nekrotik atau bila imunitas
menurun. Biasanya terdapat campuran jenis kuman yang
menyebabkan peritonitis, sering kuman kuman aerob dan anaerob,
peritonitis juga sering terjadi bila ada sumber intra peritoneal seperti
appendiksitis, divertikulitis, salpingitis, kolesistisis, pangkreatitis, dan
sebagainya. Bila ada trauma yang menyebabkan ruptur pada saluran
cerna / perforasi setelah endoskopi, kateterisasi, biopsi, atau
polipektomi endoskopik, tidak jarang pula setelah perforasi spontan
pada tukak peptik atau keganasan saluran cerna, tertelannya benda
asing yang tajam juga dapat menyebabkan perforasi dan peritonitis.
(Nurarif dan Kusuma, 2015)
2.1.4.3 Peritonitis karena pemasangan benda asing ke dalam rongga
peritoneon yang menimbulkan peritonitis adalah:
1. Kateter ventrikulo - peritoneal yang dipasang pada pengobatan
hidro sefalus
2. Kateter peritoneal - jugular untuk mengurangi asites
3. Continous ambulatory peritoneal diayisis (Nurarif dan
Kusuma, 2015)
2.1.5 Patofisiologi

8
Invasi kuman ke lapisan peritoneum oleh berbagai kelainan pada system
gastrointestinal dan penyebaran infeksi dari organ di dalam abdomen atau
perforasi organ pascatrauma abdomen merespons peradangan pada peritoneum
dan organ didalamnya yang mengakibatkan peritonitis. Respon sistemik yang
terjadi adalah peningkatan suhu tubuh (hipertermia), pada peritonitis terjadi
penurunan aktivitas fibrinolitik intra-abdomen yang mengakibatkan pembentukan
eksudat fibrinosa atau abses pada peritoneum. Penatalaksanaan yang dapat
dilakukan yaitu invasi bedah lapratomi. Namun, apabila tidak ditangani peritonitis
dapat menyebabkan gangguan gastrointestinal hingga syok sepsis (Nurarif dan
Kusuma, 2015).

9
10
WOC PERITONITIS

Bakteri masuk ke saluran cerna menyebabkan


Peradangan saluran cerna hingga masuk kerongga peritoneum

PERITONITIS

B1 BREATHING B2 BLOOD B3 BRAIN B4 BLADDER B5 BOWEL B6 BONE

Pelepasan Berbagai Trauma Jaringan Peradangan Pelepasan Berbagai Inflamasi Pada Peradangan
Mediator Kimiawi Peritoneum Mediator Kimiawi Peritoneum Peritoneum
(Histamin, (Histamin,
Bradikinin) Penurunan Bradikinin)
Kelembapan Luka Proses Penyakit Aktivitas Proses Penyakit
Peristaltik Usus
Merangsang Saraf Peningkatan Asam Menurun
Nyeri Nyeri Abdomen Lambung Post Operasi
Infeksi Bakteri
Dicerebrum
Ileus
Pembedahan Merangsang Nyeri
MK : Risiko
Nyeri Abdoemen Medula Oblongata
Infeksi (D.0142)
Usus Merenggang
Nyeri
Pergerakan
MK : Nyeri Akut Sistem Limbik
Abdoemen Tidak Melabsorpsi Pada
Maksimal (D.0077)
Colon Kelemahan
Trauma jaringan bukan pada
BLOOD. Bisa dimasukkan ke MK : Hipovolemia
Pernafasan Tidak bone. Cari masalah lain yg (D.0023)
relevan pada sistem Konstipasi MK : Intoleransi
Teratur dan Takipnea
perdarahan pasien dg (D.0049) Aktivitas (D.0056)
peritonitis
Sistem sekresi berbeda dg
MK : Pola Nafas Dx keperawatan hipertermia sistem pencernaan. Perbaiki
Tidak Efektif bisa diangkat sbg manifestasi lagi utk masalah yg muncul
(D.0005) klinis risiko infeksi yaitu pada sistem sekresi pasien dg
demam peritonitis
11
12
2.1.6 Manifestasi Klinik
Haryono (2012) menyebutkan tanda dan gejala peritonitis, antara lain:
2.1.6.1 Syok (Neurogenik, hipovolemik atau septik) terjadi pada beberapa
penderita peritonitis umum
2.1.6.2 Demam
2.1.6.3 Distensi abdomen
2.1.6.4 Nyeri tekan abdomen dan rigiditas yang lokal, difus, atrofi umum,
tergantung pada perluasan iritasi peritonitis.
2.1.6.5 Bising usus tak terdengar pada peritonitis umum dapat terjadi pada
daerah yang jauh dari lokasi peritonitisnya.
2.1.6.6 Nausea
2.1.6.7 Vomiting
2.1.6.8 Penurunan peristaltic
2.1.7 Komplikasi
Sepsis, yaitu reaksi berat akibat bakteri yang sudah memasuki aliran darah.
Ensefalopati hepatik, yaitu hilangnya fungsi otak akibat hati tidak dapat
menyaring racun dari darah. Abses atau kumpulan nanah pada rongga perut.
Kematian jaringan pada usus.
Komplikasi peritonitis juga bisa menimbulkan bakteremia atau infeksi
pada aliran darah. Kondisi ini terjadi ketika terdapat bakteri di dalam aliran darah.
Bila bakteri ini bertahan cukup lama dan dengan jumlah banyak, tentunya bisa
menimbulkan dampak yang lebih serius.
2.1.8 Pemeriksaan Penunjang
Haryono (2012) menyebutkan pemeriksaan penunjang pada peritonitis,
antara lain:
2.1.8.1 Tes laboratorium
1. Leukositosis
2. Hematokrit meningkat
3. Asidosis metabolic
2.1.8.2 X-ray
Foto polos abdomen 3 posisi (anterior, posterior, lateral), didapatkan:
1. Ileus merupakan penemuan yang tak khas pada peritonitis.

13
2. Usus halus dan usus besar dilatasi.
3. Udara bebas dalam rongga abdomen terlihat pada kasus
perforasi.
2.1.9 Penatalaksanaan Medis
Prinsip umum pengobatan adalah mengistirahatkan saluran cerna dengan
memuasakan pasien, pemberian antibiotik yang sesuai, dekompresi saluran cerna
dengan penghisapan nasogastrik atau intestinal, penggantian cairan dan elektrolit
yang hilang yang dilakukan secara intravena, pembuangan fokus septik (apendiks)
atau penyebab radang lainnya, bila mungkin dengan mengalirkan nanah keluar
dan tindakan tindakan menghilangkan nyeri.
Prinsip umum dalam menangani infeksi intaabdominal ada 4, antara lain:
2.1.9.1 Kontrol infeksi yang terjadi
2.1.9.2 Membersihkan bakteri dan racun
2.1.9.3 Memperbaiki fungsi organ
2.1.9.4 Mengontrol proses inflamasi
Eksplorasi laparatomi segera perlu dilakukan pada pasien dengan akut
peritonitis. (Nurarif dan Kusuma, 2015)
2.2 Manajemen Keperawatan
2.2.1 Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan adalah tahap awal dari proses keperawatan dan
merupakan suatu proses yang sistematis dalam pengumpulan data dari berbagai
sumber data untuk mengevaluasi dan mengidentifikasi status kesehatan klien.
(Budiono, 2016).
Pengkajian pada klien post laparatomi antara lain sebagai berikut:
2.2.1.1 Identitas Klien
Nama, tanggal lahir, umur, jenis kelamin, agama, pendidikan,
pekerjaan, status pernikahan, suku / bangsa, tanggal masuk RS,
tanggal pengkajian, tanggal operasi, no medrec, diagnosa medis dan
alamat.
2.2.1.2 Keluhan Utama
Pada klien dengan post operasi laparatomi biasanya terdapat rasa
sakit, mual dan muntah (Jitowiyono dan Kristiyanasari, 2015).

14
2.2.1.3 Riwayat Kesehatan
1. Riwayat Penyakit Sekarang
Riwayat kesehatan sekarang ditemukan pada saat pengkajian yang
dijabarkan dari keluhan utama dengan menggunakan teknik PQRST,
yaitu:
1) P (Provokatif atau Paliatif), hal-hal yang dapat mengurangi atau
memperberat. Biasanya klien mengeluh nyeri pada daerah luka
post operasi. Nyeri bertambah bila klien bergerak atau batuk dan
nyeri berkurang bila klien tidak banyak bergerak atau
beristirahat dan setelah diberi obat.
2) Q (Quality dan Quantity), yaitu bagaimana gejala dirasakan
nampak atau terdengar, dan sejauh mana klien merasakan
keluhan utamanya. Nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk
dengan skala ≥ 5 (0-10) dan biasanya membuat klien kesulitan
untuk beraktivitas.
3) R (Regional/area radiasi), yaitu dimana terasa gejala, apakah
menyebar? Nyeri dirasakan di area luka post operasi, dapat
menjalar ke seluruh daerah abdomen.
4) S (Severity), yaitu identitas dari keluhan utama apakah sampai
mengganggu aktivitas atau tidak. Biasanya aktivitas klien
terganggu karena kelemahan dan keterbatasan gerak akibat
nyeri luka post operasi.
5) T (Timing), yaitu kapan mulai munculnya serangan nyeri dan
berapa lama nyeri itu hilang selama periode akut. Nyeri dapat
hilang timbul maupun menetap sepanjang hari.
2. Riwayat Penyakit Dahulu
Kaji apakah klien pernah menderita penyakit sebelumnya dan kapan
terjadi. Biasanya klien memiliki riwayat penyakit gastrointestinal
3. Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji apakah ada anggota keluarga yang memiliki penyakit serupa
dengan klien, penyakit turunan maupun penyakit kronis. Mungkin ada
anggota keluarga yang memiliki riwayat penyakit gastrointestinal.

15
2.2.1.4 Perubahan Aktivitas Sehari-hari
Perbandingan kebiasaan di rumah dan di rumah sakit, apakah terjadi
gangguan atau tidak. Kebiasaan sehari-hari yang perlu dikaji meliputi:
makan, minum, eliminasi buang air besar (BAB) dan buang air kecil
(BAK), istirahat tidur, personal hygiene, dan ketergantungan.
Biasanya klien kesulitan melakukan aktivitas, seperti makan dan
minum mengalami penurunan, istirahat tidur sering terganggu, BAB
dan BAK mengalami penurunan, personal hygiene kurang terpenuhi.
2.2.1.5 Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan fisik yang anda lakukan dengan menggunakan metode
atau teknik P.E. (Physical Examination) yang terdiri dari:
1. Inspeksi, yaitu: teknik yang dapat anda lakukan dengan proses
observasi yang dilaksanakan secara sistematik.
2. Palpasi, yaitu: suatu teknik yang dapat anda lakukan dengan
menggunakan indera peraba. Langkah-langkah yang anda
perlu perhatikan adalah:
1) Ciptakan lingkungan yang kondusif, nyaman, dan
santai
2) Tangan anda harus dalam keadaan kering, hangat, kuku
pendek
3) Semua bagian nyeri dilakukan palpasi yang paling
akhir
3. Perkusi, adalah: pemeriksaan yang dapat anda lakukan dengan
mengetuk, dengan tujuan untuk membandingkan kiri-kanan
pada setiap daerah permukaan tubuh dengan menghasilkan
suara. Perkusi bertujuan untuk: mengidentifikasi lokasi,
ukuran, bentuk dan konsistensi jaringan. Contoh suara-suara
yang dihasilkan: Sonor, Redup, Pekak, Hipersonor/timpani.
4. Auskultasi, adalah: pemeriksaan yang dapat anda lakukan
dengan mendengarkan suara yang dihasilkan oleh tubuh
dengan menggunakan stetoskop.

16
Permeriksaan fisik yang dilakukan pada pasien post laparatomi, antara
lain, sebagai berikut.
1. Keadaan Umum
Kesadaran dapat compos mentis sampai koma tergantung beratnya kondisi
penyakit yang dialami, tanda-tanda vital biasanya normal kecuali bila ada
komplikasi lebih lanjut, badan tampak lemas.
2. Sistem Pernapasan
Terjadi perubahan pola dan frekuensi pernapasan menjadi lebih cepat
akibat nyeri, penurunan ekspansi paru.
3. Sistem Kardiovaskuler
Mungkin ditemukan adanya perdarahan sampai syok, tanda-tanda
kelemahan, kelelahan yang ditandai dengan pucat, mukosa bibir kering
dan pecah-pecah, tekanan darah dan nadi meningkat.
4. Sistem Pencernaan
Mungkin ditemukan adanya mual, muntah, perut kembung, penurunan
bising usus karena puasa, penurunan berat badan, dan konstipasi.
5. Sistem Perkemihan
Jumlah output urin sedikit karena kehilangan cairan tubuh saat operasi
atau karena adanya muntah. Biasanya terpasang kateter.
6. Sistem Endokrin
Dikaji riwayat dan gejala-gejala yang berhubungan dengan penyakit
endokrin, periksa ada tidaknya pembesaran tiroid dan kelenjar getah
bening. Biasanya tidak ada keluhan pada sistem endokrin.
7. Sistem Persarafan
Dikaji tingkat kesadaran dengan menggunakan GCS dan dikaji semua
fungsi nervus kranialis. Biasanya tidak ada kelainan pada sistem
persarafan.
8. Sistem Integumen
Adanya luka operasi pada abdomen. Mungkin turgor kulit menurun akibat
kurangnya volume cairan.
9. Sistem Muskuloskeletal
Biasanya ditemukan kelemahan dan keterbatasan gerak akibat nyeri.

17
10. Sistem Penglihatan
Diperiksa kesimetrisan kedua mata, ada tidaknya sekret/lesi, reflek pupil
terhadap cahaya, visus (ketajaman penglihatan). Biasanya tidak ada tanda-
tanda penurunan pada sistem penglihatan.
11. Sistem Pendengaran
12. Amati keadaan telinga, kesimetrisan, ada tidaknya sekret/lesi, ada tidaknya
nyeri tekan, uji kemampuan pendengaran dengan tes Rinne, Webber, dan
Schwabach. Biasanya tidak ada keluhan pada sistem pendengaran.
2.2.1.6 Riwayat Psikologi
1. Data Psikologi
Biasanya klien mengalami perubahan emosi sebagai dampak dari
tindakan pembedahan seperti cemas.
2. Data social
Kaji ubungan klien dengan keluarga, klien lain, dan tenaga kesehatan.
Biasanya klien tetap dapat berhubungan baik dengan lingkungan
sekitar.
3. Data spiritual
Kaji Pandangan klien terhadap penyakitnya, dorongan semangat dan
keyakinan klien akan kesembuhannya dan secara umum klien berdoa
untuk kesembuhannya. Biasanya aktivitas ibadah klien terganggu
karena keterbatasan aktivitas akibat kelemahan dan nyeri luka post
operasi.
2.2.1.7 Hasil Pemeriksaan Diagnostik Pemeriksaan laboratorium:
1. Elektrolit: dapat ditemukan adanya penurunan kadar elektrolit akibat
kehilangan cairan berlebihan
2. Hemoglobin: dapat menurun akibat kehilangan darah
3. Leukosit: dapat meningkat jika terjadi infeksi
2.2.1.8 Terapi
Biasanya klien post laparotomy mendapatkan terapi analgetik untuk
mengurangi nyeri,antibiotik sebagai anti mikroba, dan antiemetik
untuk mengurangi rasa mual.
2.2.2 Diagnosa Keperawatan

18
Diagnosa keperawatan yang lazim muncul pada klien post operasi
laparatomi eksplorasi menurut Nurarif dan Kusuma (2015) adalah:
2.2.2.1 Pola Nafas Tidak Efektif berhubungan dengan nyeri abdomen
(D.0005 Hal 26)
2.2.2.2 Resiko Infeksi berhubungan dengan infeksi bakteri (D.0142 Hal 304)
2.2.2.3 Nyeri Aku berhubungan dengan post operasi (D.0077 Hal 172)
2.2.2.4 Hipovolemia berhubungan dengan kegagalan mekanisme regulasi
(D.0023 Hal 64)
2.2.2.5 Konstipasi berhubungan dengan melabsorpsi pada colon (D.0049 113)
2.2.2.6 Intoleransi Aktivitas berhubungan dengan kelemahan (D.0056 Hal
128)

19
20
2.2.3 Intervensi Keperawatan
Diagnosa Keperawatan Tujuan/Kriteria Hasil Intervensi Keperawatan
Pola Nafas Tidak Pola Nafas (SLKI L.01004 Hal 95) Manajemen Jalan Nafas ( SIKI I.01011 Hal 186)
Efektif berhubungan Setelah dilakukan tindakan Observasi :
dengan nyeri abdomen keperawatan selama 3 x 7 jam 1. Monitor pola nafas (frekuensi, kedalaman, usaha nafas)
(D.0005 Hal 26) diharapkan pola nafas membaik 2. Monitor bunyi nafas tambahan (mis: gagling, mengi, Wheezing,
dengan kriteria hasil : ronkhi)
1. Dispnea menurun 3. Monitor sputum (jumlah, warna, aroma)
2. pengguanaan otot bantu Terapeutik :
pernafasan menurun 4. Posisikan semi fowler atau fowler
3. Frekuensi nafas membaik Edukasi :
5. Ajarkan teknik batuk efektif
Kolaborasi :
6. Kolaborasi pemberian bronkodilato, ekspetoran, mukolitik, jika perlu.
Resiko Infeksi Kontrol risiko SLKI (L.14128 Hal Pencegahan Infeksi SDKI (I.14539 Hal.278)
berhubungan dengan 60) Setelah dilakukan tindakan Observasi :
infeksi bakteri (D.0142 keperawatan selama 1x8 jam 1. Monitor tanda dan gejala infeksi lokal dan sitemik
Hal 304) diharapkan resiko infeksi pada Terapeutik :
pasien menurun dengan kriteria 1. Batasi jumlah pengunjung
hasil : 2. Berikan perawatan kulit pada area edema
1. Pasien mampu mengidentifikasi 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dengan pasien dan
resiko meningkat. (5) lingkungan pasien
2. Kemampuan melakukan strategi 4. Pertahankan teknik aseptik pada pasien berisiko tinggi
kontrol resiko meningkat. (5) Edukasi :
3. Kemampuan pasien mengubah 5. Jelaskan tanda dan gejala infeksi
prilaku meningkat. (5) 6. Ajarkan cara mencuci tangan dengan benar
4. Kemampuan pasien menghindari 7. Ajarkan etika batuk
faktor resiko meningkat. (5) 8. Ajarkan cara memeriksa kondisi luka atau luka operasi

21
5. Kemampuan mengenali 9. Anjurkan meningkatkan asupan nutrisi
perubahan status kesehatan 10. Anjurkan meningkatkan asupan cairan
meningkat.(5 Kolaborasi :
11. Kolaborasi pemberian imunisasi, jika perlu
Nyeri Aku Tingkat Nyeri (SLKI L.08066 Hal Manajemen Nyeri (SIKI I.08238 Hal 201)
berhubungan dengan 145) Observasi :
post operasi (D.0077 Setelah dilakukan tindakan 1. Identifikasi lokasi, karakteristik nyeri, durasi, frekuensi, intensitas
Hal 172) keperawatan selama 3 x 7 jam nyeri
diharapkan tingkat nyeri menurun 2. Identifikasi skala nyeri
dengan kriteria hasil : Terapeutik :
1. Keluhan nyeri menurun 3. Berikan terapi non farmakologis untuk mengurangi rasa nyeri
2. Meringis menurun 4. Kontrol lingkungan yang memperberat rasa nyeri (mis: suhu ruangan,
3. Gelisah menurun pencahayaan, kebisingan)
4. Kesulitan tidur menurun Edukasi :
5. Frekuensi nadi menurun 5. Anjurkan memonitor nyeri secara
mandiri
6. Ajarkan teknik non farmakologis untuk mengurangi nyeri
Kolaborasi :
7. Kolaborasi pemberian analgetik, jika perlu
Hipovolemia Status Cairan (SLKI L.03028 Hal Manajemen Hipovolemia (SIKI 1.03116 Hal 184)
berhubungan dengan 107) Observasi :
kegagalan mekanisme Setelah dilakukan tindakan 1. Periksa tanda dan gejala hipovolemia (mis. frekuensi nadi meningkat,
regulasi (D.0023 Hal keperawatan selama 3 x 7 jam nadi teraba lemah, tekanan darah menurun, tekanan nadi menyempit,
64) diharapkan status cairan membaik turgor kulit menurun, membran mukosa kering, volume urin menurun,
dengan kriteria hasil : hematokrit meningkat, haus, lemah)
1. Kekuatan nadi meningkat 2. Monitor intake dan output cairan
2. Turgor kulit meningkat Terapeutik :
3. Output urine meningkat 3. Hitung kebutuhan cairan

22
4. Ortopnea Menurun 4. Berikan posisi modified Trendelenburg
5. Tekanan darah membaik 5. Berikan asupan cairan oral
Edukasi :
6. Anjurkan memparbanyak asupan cairan oral
7. Anjurkan menghindari perubahan posisi mendadak
Kolaborasi :
8. Kolaborasi pemberian cairan IV isotonis (mis. NaCl. RL)
9. Kolaborasi pemberian cairan IV hipotonis (mis. glukosa 2,5%, NaCi
0,4%)
10. Kolaborasi pemberian cairan koloid (mis. albumin, Plasmanate)
11. Kolaborasi pemberian produk darah
Konstipasi Eliminasi Fekal (SLKI L.04033 Hal Manajemen Eliminasi Fekal (SIKI 1.04151 Hal 174)
berhubungan dengan 23) Observasi :
melabsorpsi pada colon Setelah dilakukan tindakan 1. ldentifikasi masalah usus dan penggunaan obat pencahar
(D.0049 113) keperawatan selama 3 x 7 jam 2. Identifikasi pengobatan yang berefek pada kondisi gastrolntestinal
diharapkan eliminasi fekal 3. Monitor buang air besar (mis. warna, frekuensi, konsistensi, volume)
membaik dengan kriteria hasil : 4. Monitor tanda dan gejala diare, konstipasi, atau impaksi
1. Kontrol pengeluaran feses Terapeutik :
meningkat 5. Berikan air hangat setelah makan
2. Keluhan defekasi lama dan sulit 6. Vanerawa
menurun 7. Jadwalkan waktu defekasl bersama pasien
3. Mengejan saat defekasi menurun 8. Sediakan makanan tinggi serat
Edukasi :
9. Jelaskan Jenis makanan yang membantu meningkatkan keteraturan
peristaltik usus
10. Anjurkan mencatat warna, frekuensi, konsistensi, volume feses
11.Anjurkan meningkatkan aktifitas fisik, sesuai toleransi
12. Anjurkan pengurangan asupan makanan yang meningkatkan

23
pembentukan gas
13. Anjurkan mengkonsumsi makanan yang mengandung tinggi serat
14. Anjurkan meningkatkan asupan cairan, jika tidak ada kontraindikas
Kolaborasi :
15. Kolaborasi pemberian obat supositoria anal, jika perlu.
Intoleransi Aktivitas Toleransi Aktivitas (SLKI L.05047) Manajemen Energi ( SIKI I.050178 Hal 176)
berhubungan dengan Setelah dilakukan tindakan Observasi :
kelemahan (D.0056 Hal keperawatan diharapkan toleransi 1. Monitor kelelahan fisik dan emosional
128) aktifitas meningkat dengan kriteria 2. Monitor pola dan jam tidur
hasil : Terapeutik :
1. Frekuensi nadi meningkat 3. Sediakan lingkungan yang nyaman dan rendah stimulus (mis: cahaya,
2. Kemampuan dalam melakukan suara, kunjungan)
aktifitas sehari-hari meningkat 4. Berikan aktifitas distraksi yang menenangkan
3. Keluhan Lelah menurun Edukasi :
4. Dispnea saat aktivitas menurun 5. Anjurkan tirah baring
5. Tekanan darah membaik 6. Anjurkan melakukan aktifitas secara bertahap
Kolaborasi :
7. Kolaborasi dengan ahli gizi tentang cara meningkatkan asupan
makanan

24
2.2.4 Implementasi Keperawatan
Pada langkah ini, perawat memberikan asuhan keperawatan yang
pelaksanaannya berdasarkan rencana keperawatan yang telah disesuaikan pada
langkah sebelumnya (intervensi).
2.2.5 Evaluasi Keperawatan
Evaluasi keperawatan adalah mengkaji respon pasien setelah dilakukan
intervensi keperawatan dan mengkaji ulang asuhan keperawatan yang telah
diberikan.
Evaluasi keperawatan adalah kegiatan yang terus menerus dilakukan untuk
menentukan apakah rencana keperawatan efektif dan bagaimana rencana
keperawatan dilanjutkan, merevisi rencana atau menghentikan rencana
keperawatan). Evaluasi dapat dilakukan dengan menggunakan pendekatan SOAP.

25

Anda mungkin juga menyukai